laporan redoks fix

48
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI TITRASI OKSIDASI REDUKSI PENETAPAN KADAR VITAMIN C OLEH GOLONGAN II KELOMPOK I Desak Made Ary Diantini Agus Hendra Jaya Anak Agung Rias Paramita (120850503 4) (120850503 5) (120850503 6) (120850503

Upload: jongwoonie

Post on 21-Nov-2015

141 views

Category:

Documents


22 download

DESCRIPTION

laporan praktikum

TRANSCRIPT

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI

TITRASI OKSIDASI REDUKSIPENETAPAN KADAR VITAMIN C

OLEHGOLONGAN II

KELOMPOK I

Desak Made Ary Diantini

(1208505034)

Agus Hendra Jaya

(1208505035)

Anak Agung Rias Paramita Dewi

(1208505036)

Desak Putu Meilinda Asri Swantari

(1208505037)

(1208505034)

(1208505035)

(1208505036)

(1208505037)

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA2014

TITRASI OKSIDASI REDUKSI

PENETAPAN KADAR VITAMIN C

I. DASAR TEORI1.1 Titrasi Oksidasi-Reduksi

Titrasi reduksi oksidasi atau titrasi redoks merupakan titrasi yang melibatkan perpindahan elektron dengan menghitung jumlah mol elektron yang dipindahkan dalam proses (antara titran dan analit) (Cairns, 2004).Titrasi redoks adalah titrasi yang melibatkan proses oksidasi dan reduksi. Kedua proses ini selalu terjadi secaraan, bersama dan merupakan bagian yang sangat penting di dalam ilmu kimia. Oksidasi didefinisikan sebagai hilangnya hidrogen, atau perolehan oksigen, atau hilangnya elektron. Sedangkan reduksi didefinisikan sebagai perolehan hidrogen, atau hilangnya oksigen, atau perolehan elektron (Cairns, 2004).

Oksidator atau zat pengoksidasi adalah suatu zat atau unsur yang dapat menyebabkan zat lain mengalami oksidasi atau unsur atau zat yang mengalami peningkatan atau penerimaan elektron sehingga menyebabkan penurunan bilangan oksidasi. Sedangkan zat reduktor atau zat pereduksi adalah suatu zat atau unsur yang mengalami pelepasan elektron sehingga menyebabkan kenaikkan bilangan oksidasi atau dengan kata lain suatu zat yang mengalai oksidasi (Cairns, 2004).

Titrasi-titrasi redoks berdasarkan pada perpindahan elektron antara titran dengan analit. Penetapan kadar senyawa berdasarkan reaksi ini digunakan secara luas seperti iodimetri, iodometri, permanganometri, serimetri, dll. Jenis titrasi ini biasanya menggunakan potensiometri untuk mendeteksi titik akhir, meskipun demikian penggunaan indikator yang dapat berubah warnanya dengan adanya kelebihan titran juga sering digunakan (Gandjar dan Rohman, 2007).

Titrasi redoks yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan dua cara yaitu titrasi langsung (iodimetri) dan titrasi tidak langsung (iodometri).

a. Titrasi Langsung

Iodium merupakan oksidator yang relatif kuat dengan nilai potensial oksidasi sebesar 0,535 V. Pada saat reaksi oksidasi, iodium akan direduksi menjadi iodida sesuai dengan reaksi :

Iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil dibanding iodium. Vitamin C mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil daripada iodium sehingga dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodium (Gandjar dan Rohman, 2007).

Larutan baku iodium yang telah dibakukan dapat digunakan untuk membakukan larutan natrium tiosulfat. Deteksi pada titik akhir titrasi pada iodimetri dilakukan dengan menggunakan indikator amilum yang akan memberikan warna biru pada saat tercapai titik akhir (Gandjar dan Rohman, 2007).

Larutan iodin merupakan reagen redoks yang dalam lingkungan oksidator kuat (seperti dikromat) iodide teroksidasi menjadi iodin, dan bila dalam lingkungan reduktor seperti As (III) Iodin tereduksi menjadi iodide zat padat I2 sukar larut dalam air, tetapi dengan adanya iodida berlebih maka terbentuk triiodida (I3-) yang mudah larut. Bentuk triiodida inilah yang dimanfaatkan dalam titrasi redoks (Basset et al, 1994).

b. Titrasi Tidak Langsung

Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksida yang lebih besar daripada sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO4.5H2O. Pada iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida berlebihan dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat. Banyaknya volume natrium tiosulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan iodium yang dihasilkan dan setara dengan banyaknya sampel (Gandjar dan Rohman, 2007).

Sebagai contoh adalah penentuan kandungan klorin (Cl2) dalam agen pemutih. Klorin akan mengoksidasi iodida untuk menghasilkan iodium. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

Selanjutnya iodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat menurut reaksi :

(Gandjar dan Rohman, 2007).1.2 Vitamin C (Asam Askorbat)

Vitamin C memiliki nama lain yaitu acidum ascorbicum (asam askorbat) dengan rumus molekul C6H8O6 serta berat molekul sebesar 176,13. Asam askorbat mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% C6H8O6. Vitamin C berbentuk hablur atau serbuk putih atau agak kuning oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi berwarna gelap, dalam keadaan kering, stabil di udara, dalam larutan cepat teroksidasi serta melebur pada suhu lebih kurang 190C. Vitamin C memiliki kelarutan yaitu mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam benzena (Depkes RI, 1995).

Asam askorbat sangat mudah teroksidasi secara reversible menjadi asam L-dehidroaskorbat yang secara kimia sangat labil menjadi asam L-diketogulonat yang tidak memiliki keaktifan vitamin C. vitamin C tidak memiliki aktivitas koenzim. Makna biologisnya yang dimiliki berdasarkan sifat redoksnya. (Winarno,1992).

Asam askorbat (C6H8O6) dapat dioksidasi oleh iodin menjadi asam dehidroaskorbat C6H6O6. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

I3- dibangkitkan insitu dengan menambahkan sejumlah volume tertentu larutan standar iodat IO3- ke dalam campuran larutan asam askorbat dan iodine. Iodat akan mengoksidasi iodine menjadi I3- dititrasi kembali dengan standar S2O3-. Dari mol I3- yang terbentuk (dihitung dari volume I3 yang ditambahkan) dan dari mol kelebihan I3- (dihitung dari volume standar S2O3- yang digunakan) maka mol asam askorbat dapat dihitung. Konsentrasi larutan standar iodat dapat dihitung dari penimbangan KIO3 yang digunakan (Romadhon, 2010).1.3 Indikator Kanji

Indikator yang digunakan dalam titrasi menggunakan kompleks triiodida adalah larutan kanji dengan I3- menghasilkan warna biru intensif. Pada titrasi langsung dengan I3- titik akhir titrasi ditandai dengan munculnya warna biru sedangkan titrasi tidak langsung titik akhir titrasi terjadi pada saat warna biru mulai menghilang. Kepekatan indikator lebih besar dalam larutan yang sedikit asam daripada dalam larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodide. Mekanisme pembentukan kompleks iodium yaitu iodium ditahan pada permukaan -amilosa. Unsuk kanji yang lain atau amilopektin membentuk kompleks kemerah-merahan dengan iodium yang tidak mudah dihilangkan warnanya. Karena itu, kanji yang banyak mengandung amilopektin harus tidak dipakai (Day dan Underwood, 1998).

Keunggulan kanji yang utama adalah bahwa harganya murah. Sedangkan kelemahannya adalah bersifat tidak dapat larut dalam air dingin, ketidakstabilan suspensinya dalam air, dengan iod memberi suatu kompleks yang tidak dapat larut dalam air sehingga kanji tidak boleh ditambahkan terlalu dini dalam titrasi (karena itu, dalam titrasi iod, larutan kanji tidak boleh ditambahkan sampai tepat sebelum titik akhir, ketika warna mulai memudar), dan kadang-kadang terdapat titik akhir yang hanyut yang menyolok bila larutan encer (Basset et al, 1994).II. ALAT DAN BAHAN2.1 Alat

Gelas beaker

Gelas ukur

Labu ukur

Labu Erlenmeyer

Pipet volume

Pipet tetes

Batang pengaduk

Mortir dan stamper

Buret

Statif

Ball filler Sudip

Corong gelas

Kertas saring

Sendok tanduk

Neraca analitik

Botol coklat

Aluminium foil

2.2 Bahan

Kristal KIO3 Na2S2O3 Na2CO3 Akuades

KI

Asam sulfat 0,5 M

Tablet vitamin C

Indikator kanji

III. PROSEDUR KERJA3.1 Pembuatan Larutan Standar KIO3 0,02 M Diketahui :

Molaritas KIO3

= 0,02 M

Volume KIO3 yang dibuat= 500 mL

BM KIO3

= 214 gr/mol

Ditanya :

Massa KIO3 yang ditimbang .?

Jawab :

0,02 M

Massa=

Massa= 2,14 gr Prosedur Kerja

Kristal KIO3 ditimbang dengan seksama sebanyak 2,14 gram pada kaca arloji, dimasukkan ke dalam gelas beaker dan ditambahkan akuades secukupnya, diaduk hingga larut. Larutan KIO3 dipindahkan ke dalam labu ukur 500 mL, ditambahkan akuades hingga tanda batas 500 mL dan digojog hingga homogen, kemudian dipindahkan ke dalam botol coklat dan dilapisi dengan aluminium foil.

3.2 Pembuatan Larutan Standar Na2S2O3 0,1 M

Perhitungan

Diketahui :

Molaritas Na2S2O3

= 0,1 M

Volume Na2S2O3 yang dibuat= 1000 mL

BM Na2S2O3

= 248,17 gr/mol

Ditanya :

Massa Na2S2O3 yang ditimbang .?

Jawab :

0,1 MMassa= Massa= 24,817 gr

0,05 gram Na2CO3 dalam 500 mL larutan standar Na2S2O3, maka untuk 1000 mL

Prosedur Kerja

Na2S2O3 ditimbang sebanyak 24,817 gram dan Na2CO3 sebanyak 0,1 gram, dimasukkan ke dalam gelas beaker dan dilarutkan dengan akuades secukupnya, diaduk hingga larut. Larutan dipindahkan ke dalam labu ukur 1000 mL, ditambahkan akuades hingga tanda batas 1000 mL dan digojog hingga homogen, kemudian dipindahkan ke dalam botol coklat dan dilapisi dengan aluminium foil.

3.3 Pembuatan Indikator Kanji (FI III, hal. 694)Larutkan 500 mg pati P atau pati larut P dengan 5 mL akuades sambil terus diaduk akuades secukupnya sampai 100 mL. Didihkan selama beberapa menit, dinginkan, lalu disaring.

3.4 Pembuatan Larutan H2SO4 0,5 M Perhitungan

Diketahui:

M H2SO4= 0,5 M

BM H2SO4= 98 g/mol

V H2SO4= 500 mL

H2SO4= 1,84 g/mL

Tersedia H2SO4 96% b/b

Ditanya:

Volume H2SO4 96% b/b= . ?

Jawab:

Prosedur Kerja

Sedikit akuades dimasukkan ke dalam labu ukur 500 mL, dipipet 13,8 mL H2SO4 96% b/b dimasukkan ke dalam labu ukur, ditambahkan akuades hingga tanda batas 500 mL, digojog hingga homogen, kemudian dipindahkan ke dalam botol coklat dilapisi dengan aluminium foil.

3.5 Standarisasi Larutan Na2S2O3 0,1 M

Larutan standar KIO3 0,02 M sebanyak 6,25 mL dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer, ditambahkan 0,5 gram KI dan 2,5 mL H2SO4 0,5 M, kemudian dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 0,1 M hingga larutan berwarna kuning pucat, ditambahkan 15 tetes indikator kanji, dilanjutkan titrasi hingga warna biru hilang, dicatat volume Na2S2O3 yang digunakan, kemudian titrasi diulangi sebanyak 2 kali lagi.

3.6 Penetapan Kadar Vitamin C

Ditimbang 3 tablet vitamin C, dicatat berat masing-masing tablet, digerus hingga halus, ditimbang 50 mg serbuk vitamin C, kemudian dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Ditambahkan 10 mL larutan H2SO4 0,5 M dan 5 mL akuades, ditambahkan 0,5 gram KI dan 6,25 mL larutan standar KIO3 0,02 M. Dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 0,1 M hingga larutan berwarna kuning pucat, ditambahkan 5 tetes indikator kanji, dilanjutkan titrasi hingga warna biru hilang, dicatat volume Na2S2O3 yang digunakan, kemudian titrasi diulangi sebanyak 2 kali lagi dan dihitung % berat asam askorbat dalam tablet.

IV. SKEMA KERJA4.1 Pembuatan Larutan Standar KIO3 0,02 M

4.2 Pembuatan Larutan Standar Na2S2O3 0,1 M

4.3 Pembuatan Indikator Kanji (FI III, hal. 694)

4.4 Pembuatan Larutan H2SO4 0,5 M

4.5 Standarisasi Larutan Na2S2O3 0,1 M

4.6 Penetapan Kadar Vitamin C

V. DATA HASIL PENGAMATAN 5.1 Hasil Percobaana. Standarisasi Larutan Standar KIO3 Titrasi Larutan KIO3 dengan Na2S2O3 0,1 MIndikator : KanjiVolume Na2S2O3 0,1 MPengamatanKesimpulan

0 mL 5,2 mL5 mL 5,7 mLKuning oranye kuning pucatKuning pucat bening Titik akhir titrasi tercapai

0 mL 5 mL

5 mL 5,4 mLKuning oranye kuning pucat

Kuning pucat bening Titik akhir titrasi tercapai

0 mL 4,9 mL

4,9 mL - 5,1 mLKuning oranye kuning pucat

Kuning pucat bening Titik akhir titrasi tercapai

Titik Akhir Titrasi : 5,7 mL; 5,4 mL; 5,1 mLMolaritas Na2S2O3 : 0,118 M; 0,124 M; 0,131 MUlangi titrasi 3 kali

Molaritas Larutan Standar Na2S2O3 rata-rata : 0,124 Mb. Penetapan Kadar Vitamin C

Larutan Standar KIO3 yang digunakan :

Indikator : Kanji

Volume KIO3 PengamatanKesimpulan

0 mL 3,9 mL3,9 mL 4,7 mLCoklat merah kuning bening kehitamanKuning bening kehitaman bening Tercapai titik akhir titrasi

0 mL 3,8 mL

3,8 mL 4,35 mL Coklat merah kuning bening kehitaman

Kuning bening kehitaman bening Tercapai titik akhir titrasi

0 mL 3,75 mL

3,75 mL 4,6 mLCoklat merah kuning bening kehitaman

Kuning bening kehitaman bening Tercapai titik akhir titrasi

Titik Akhir Titrasi : 4,7 mL; 4,35 mL; 4,6 mLKadar Vitamin C : 29,47% b/b; 28,70% b/b; 31,33% b/bUlangi titrasi 3 kali

Kadar Vitamin C rata-rata : 29,83 % b/b5.2 Tabel PenimbanganNo.Nama BahanJumlahParaf

123

Tablet vitamin C

I

II

III

Standarisasi Na2SO3

KI I

KIO3 0,02 M

H2SO4 0,5 M

KI II

KIO3 0,02 M

H2SO4 0,5 M

KI III

KIO3 0,02 M

H2SO4 0,5 M

Penetapan Kadar vitamin C

SerbukVitamin C I

KI

KIO3 0,02 M

H2SO4 0,5 M

SerbukVitamin C II

KI

KIO3 0,02 M

H2SO4 0,5 M

SerbukVitamin C III

KI

KIO3 0,02 M

H2SO4 0,5 M0,1425 gram0,1426 gram

0,1402 gram

0,5050 gram

6,25 mL

2,5 mL

0,5060 gram

6,25 mL

2,5 mL

0,5007 gram

6,25 mL

2,5 mL

0,0502 gram

0,5 gram

6,25 mL

10 mL

0,0505 gram

0,5 gram

6,25 mL

10 mL

0,0506 gram

0,5 gram

6,25 mL

10 mLTerlampir

VI. ANALISIS DATA DAN PERHITUNGAN

6.1Standardisasi Larutan Na2S2O30,1 MDiketahui:

M KIO3

= 0,02 M

V KIO3

= 6,25 mL

V Na2S2O3 I

= 5,7 mL

V Na2S2O3 II

= 5,4 mL

V Na2S2O3 III

= 5,1 mL

Ditanya: M Na2S2O3= ?

Jawab:

Reaksi pembentukan I3- oleh KI dan KIO3KIO3 K+ + IO3-

KI K+ + I-Penyetaraan setengah reaksi

Reduksi: IO3- I3-Oksidasi: I- I3-Reduksi: 3IO3- + 18H+ + 16e I3- + 9H2O

|1|

Oksidasi:3I-

I3- + 2e

|8|

_______________________________________

Reduksi: 3IO3- + 18H+ + 16e I3- + 9H2O

Oksidasi: 24I-

8I3- + 16e

_______________________________________

3IO3- + 24I- + 18H+ 9I3- + 9H2O

IO3- + 8I- + 6H+ 3I3- + 3H2O ........... (1)

Reaksi Na2S2O3 dengan I3-Na2S2O3 2Na+ + S2O32-Reaksi yang terjadi

Reduksi: I3-

3I-Oksidasi: S2O32- S4O62-Penyetaraan dengan setengah reaksi

Reduksi: I3- + 2e 3I-Oksidasi: 2S2O32- S4O62- + 2e

_________________________

2S2O32- + I3- S4O62- + 3I-..................... (2)

Reaksi keseluruhan

IO3- + 8I- + 6H+ 3I3- + 3H2O

|3|

2S2O32- + I3- S4O62- + 3I-

|8|_____________________________________3IO3- + 24I- + 18H+ 9I3- + 9H2O

16S2O32- + 8I3- 8S4O62- + 24I-

_____________________________________3IO3- + 16S2O32- + 18H+ 8S4O62- + I3-+ 9H2O Mol KIO3

Mol Na2S2O3

Molaritas Na2S2O3

a. Titrasi I

b. Titrasi II

c. Titrasi III

Molaritas rata-rata

Standar Deviasi (SD)

TitrasiM Na2S2O3 (x)M rata-rata Na2S2O3 ()

I QUOTE 0,118 M0,124 QUOTE M-0,0063,6 x 10-5

II QUOTE 0,124 M0,124 QUOTE M00

III0,131 QUOTE M0,124 QUOTE M0,0074,9 X 10-5

8,5 X 10-5

SD = = QUOTE

= 6,52 x 10-3Jadi, molaritas Na2S2O3 adalah

6.2 Penetapan Kadar Vitamin C

Diketahui:

V KIO3= 6,25 mL

M KIO3= 0,02 M

M Na2S2O3= 0,124 QUOTE M

BM C6H8O6= 176,13 g/mol

Volume titrasi:

V I= 4,7 mL

V II= 4,35 mL

V III= 4,6 mLMassa sampel vitamin C = 50,2 mg (Titrasi I), 50,5 mg (Titrasi II), 50,6

mg (Titrasi III)

Ditanya: Kadar vitamin C dalam sampel yang ditimbang =?

Jawab:

Reaksi pembentukan I3- oleh KI dan KIO3KIO3 K+ + IO3-

KI K+ + I-Penyetaraan setengah reaksi

Reduksi: IO3- I3-Oksidasi: I- I3-Reduksi: 3IO3- + 18H+ + 16e I3- + 9H2O

|1|

Oksidasi:3I-

I3- + 2e

|8|

_______________________________________

Reduksi: 3IO3- + 18H+ + 16e I3- + 9H2O

Oksidasi: 24I-

8I3- + 16e

_______________________________________

3IO3- + 24I- + 18H+ 9I3- + 9H2O

IO3- + 8I- + 6H+ 3I3- + 3H2O ........... (1)

Reaksi C6H8O6 dengan I3-Reduksi: I3- + 2e 3I-Oksidasi: C6H8O6 C6H6O6 +2H+ + 2e

____________________________________ C6H8O6 + I3- C6H6O6 + 3I- + 2H+ ............ (2)

Reaksi keseluruhan:IO3- + 8I- + 6H+ 3I3- + 3H2O

|3|

C6H8O6 + I3- C6H6O6 + 3I- + 2H+|8|

_____________________________________________

8C6H8O6 + 3IO3-+2H+ 8C6H6O6 + I3- + 9H2O

Reaksi Na2S2O3 dengan I3- 2S2O32- + I3- S4O62- + 3I-Reaksi Titrasi

2S2O32- + I3- S4O62- + 3I-8C6H8O6 + 3IO3-+2H+ 8C6H6O6 + I3- + 9H2O

_______________________________________

8C6H8O6 + 2S2O32- + 3IO3- + 2H+ 8C6H6O6 + S4O62- + 3I- + 9H2OMol KIO3:

Mol I3- awal dari reaksi pembentukan oleh KI dan KIO3

Mol I3- yang bereaksi dengan Na2S2O3

a. Titrasi In I3- =

=

= 0,291 mmolb. Titrasi IIn I3- =

= = 0,270 mmol

c. Titrasi IIIn I3- =

=

= 0,285 mmol

Mol I3- yang bereaksi dengan vitamin C

a. Titrasi I

b. Titrasi II

c. Titrasi III

Mol vitamin C yang bereaksi dengan I3-

a. Titrasi IMol C6H8O6= mol I3- = 0,084 mmol m C6H8O6= mol C6H8O6 x Mr C6H8

= 0,084 mmol x 176,13 g/mol

= 14,795 mgKadar Vit. C= QUOTE

100%

= x 100%

= 29,47 % b/bb. Titrasi IIMol C6H8O6= mol I3- = 0,105 mmol m C6H8O6= mol C6H8O6 x Mr C6H8= 0,105 mmol x 176,13 g/mol

= 18,493 mg

Kadar Vit. C= QUOTE

100%

= x 100%

= 28,70% b/bc. Titrasi IIIMol C6H8O6= mol I3- = 0,09 mmol m C6H8O6= mol C6H8O6 x Mr C6H8

= 0,09 mmol x 176,13 g/mol

= 15,852 mgKadar Vit. C= QUOTE

100%= x 100%

= 31,33% b/b Kadar vitamin C rata-rata dalam 1 tablet= QUOTE

= QUOTE

QUOTE

QUOTE

= 29,83 Standar Deviasi (SD)

Titrasi (x) rata-rata()

I29,4729,83-0,360,1296

II28,7029,83-1,131,2769

III31,3329,831,52,25

3,6565

SD = = QUOTE

QUOTE

= 1,35Jadi, kadar vitamin C rata-rata = (29,83 )6.3 Perhitungan Persentase Perolehan Kembali (%Recovery)

Diketahui: Massa sampel I

: 14,795 mg

Massa sampel II

: 18,493 mg

Masaa sampel III

: 15,852 mg

Ditanya : % Recovery?

Jawab :

a. QUOTE

QUOTE

QUOTE

QUOTE

QUOTE QUOTE

= QUOTE

QUOTE

QUOTE

QUOTE

x 100%

= 29,47 %

b. QUOTE

QUOTE

QUOTE

QUOTE QUOTE

= QUOTE

QUOTE

QUOTE

x 100 %

= 36,61%

c. QUOTE

QUOTE

QUOTE QUOTE

= QUOTE

QUOTE

QUOTE

QUOTE

QUOTE

x 100 %

= 31,33 %Jadi Recovery rata-rata dari sampel yang ditimbang adalah :

= 32,47%VII. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini dilakukan penetapan kadar vitamin C dalam bentuk sediaan tablet vitamin C yang memiliki kadar 100 mg/tab. Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV vitamin C atau asam askorbat mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% C6H8O6. Untuk mengetahui kebenaran kadar vitamin C yang terkandung dalam sediaan maka dilakukan uji analisis kuantitatif dengan menggunakan metode titrasi reduksi-oksidasi secara tidak langsung atau iodometri. Hal itu disebabkan karena vitamin C mudah dioksidasi sehinggga kurang baik bila ditetapkan dengan titrasi langsung dengan standar iodida. Larutan iodida yang dibutuhkan harus dalam jumlah dan konsentrasi yang tinggi untuk menghasilkan kompleks I3-, maka dari itu penetapan kadar vitamin C dilakukan titrasi iodometri. Titrasi reduksi oksidasi atau yang lebih dikenal dengan titrasi redoks merupakan titrasi yang melibatkan perpindahan elektron dengan menghitung jumlah mol elektron yang dipindahkan dalam proses (antara titran dan analit) (Cairns, 2004). Sedangkan metode secara tidak langsung yang melibatkan iodium digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi lebih besar daripada sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator (Gandjar dan Rohman, 2007).

Pada praktikum ini diawali dengan menyiapkan beberapa larutaan yang dibutuhkan dalam titrasi iodometri. Larutan-larutan tersebut meliputi larutan KIO3 0,02 M, larutan H2SO4 0,5 M, larutan Na2S2O3 0,1 M dan indikator kanji. Larutan KIO3 digunakan sebagai larutan baku primer yang digunakan untuk menstandardisasi larutan baku sekunder Na2S2O3 . Larutan kalium iodat (KIO3) memiliki berat ekivalen yang kecil (35,67) sehingga kesalahan penimbangan akan menyebabkan kesalahan yang cukup berarti, sehingga saat penimbangan massa KIO3 yang ditimbang harus benar-benar tepat (Basset dkk, 1994). Larutan KIO3 disimpan dalam botol kaca gelap untuk menghindari penguraian akibat cahaya. Larutan Na2S2O3 merupakan larutan yang akan digunakan sebagai pentiter atau titran dalam titrasi iodometri. Larutan Na2S2O3 Larutan Na2S2O3 yang digunakan dapat diperoleh dalam kemurnian tinggi, tetapi selalu terdapat ketidakpastian akan kandungan airnya karena sifatnya yang efloresen (lapuk-lekang). Hal ini menyebabkan larutan Na2S2O3 tidak dapat digunakan sebagai standar primer (Basset dkk, 1994). Sehingga sebelum digunakan larutan Na2S2O3 harus distandarisasi terlebih dahulu dengan baku primer KIO3. Larutan Na2S2O3 memiliki sifat mudah terurai bila bereaksi dengan CO2 disertai dengan pembentukan belerang (Basset dkk, 1994). Reaksi penguraian yang terjadi adalah sebagai berikut :

Na2S2O3 + CO2 + H2O NaHCO3 + NaHSO3 + S(s)

Penguraian juga dapat disebabkan oleh kerja bakteri misalnya Thiobacillus thioparus (Basset dkk, 1994). Bakteri tersebut dapat menggunakan belerang pada metabolismenya membentuk SO32- dan belerang koloidal (Day dan Underwood, 1981). Larutan Na2S2O3 disimpan dalam botol gelap karena cahaya dapat mempercepat peruraian (Basset dkk, 1994).

Dalam pembuatan larutan H2SO4 0,5 M, terlebih dahulu dimasukkan akuades secukupnya dalam labu ukur, setelah itu ditambahkan dengan H2SO4 sesuai perhitungan. Hal ini dimaksudkan agar panas yang dihasilkan pada pengenceran asam sulfat tidak membuat beaker glass pecah akibat thermal shock dan apabila yang dimasukkan terlebih dahulu adalah asam sulfat kemudian akuades, akuades akan mendadak mendidih dan menyebabkan asam sulfat terpercik (Khopkar, 1990). Larutan indikator kanji dibuat dengan melarutkan pati (tepung kanji) dalam akuades, kemudian dididihkan. Pendidihan dilakukan untuk melarutkan kanji karena pati atau amilum tidak dapat larut dalam air pada suhu kamar atau air dingin (Depkes RI, 1995).

Setelah semua larutan disiapkan, kemudian dilakukan standarisasi larutan Na2S2O3. Larutan Na2S2O3 digunakan sebagai titran dalam titrasi iodometri untuk menentukan kadar vitamin C. Natrium tiosulfat atau Na2S2O3 yang digunakan merupakan senyawa yang berada dalam bentuk pentahidrat (Na2S2O3.5H2O). Larutan Na2S2O3 distandarisasi menggunakan larutan baku primer KIO3 dengan penambahan KI dan penambahan larutan H2SO4. Tujuan dari penambahan KIO3 adalah sebagai sumber dari iod yang dapat diketahui kadarnya dalam titrasi. Sedangkan KI dimaksudkan sebagai sumber iod berlebih. Iod dibuat berlebih karena sifat dari iod yang sangat mudah menguap sehingga perlu adanya sumber iod lain agar iod yang terbentuk tidak menguap sepenuhnya dengan pembentukan ion triiodida (I3-) (Basset dkk., 1994). Penambahan larutan H2SO4 bertujuan untuk menciptakan suasana asam pada larutan. Suasana asam diperlukan karena iod yang dihasilkan dari KIO3 dan KI tidak dapat digunakan dalam medium netral atau medium dengan keasaman rendah. Selain itu pada suasana asam, oksidasi ion iodida berlangsung lebih cepat (Day dan Underwood, 1981). Hal ini terjadi karena pada suasana asam, potensial reduksi iodat meningkat tajam akibat meningkatnya konsentrasi H+ dalam larutan sehingga iodat ini direduksi secara lengkap oleh iodida (Basset dkk., 1994).

Campuran 6,25 mL KIO3, 0,5 gram KI, dan 0,5 mL H2SO4 tersebut kemudian dititrasi dengan larutan Na2S2O3 hingga terjadi perubahan warna dari merah kecoklatan (pekat) menjadi warna kuning pucat. Larutan yang berwarna kuning pucat ini diasumsikan bahwa reaksi telah berjalan secara ekuivalen dan yang tersisa hanyalah iod berlebih yang memberikan warna kuning pucat. Pada saat ini larutan tersebut ditambahkan dengan 5 tetes indikator kanji hingga larutan berubah warna menjadi biru. Keunggulan kanji yang utama adalah harganya yang murah, sedangkan kelemahannya kanji bersifat tidak larut dalam air. Penambahan indikator kanji harus dilakukan pada saat larutan akan mencapai titik akhir titrasi karena kompleks iodium-amilum mempunyai kelarutan yang kecil dalam air (Khopkar, 1990). Hal ini ditandai dengan adanya butiran-butiran kecil yang terbentuk ketika indikator kanji diteteskan ke dalam larutan kuning muda tersebut. Larutan biru tersebut kembali dititrasi dengan larutan Na2S2O3 hingga menjadi tak berwarna atau bening. Hal ini dilakukan untuk mereaksikan iod yang bersisa dengan Na2S2O3 sehingga dapat diketahui total iod yang terbentuk. Berikut reaksi keseluruhan yang terjadi pada standardisasi Na2S2O3.

IO3- + 8I- + 6H+ 3I3- + 3H2O

|3|

2S2O32- + I3-

S4O62- + 3I-

|8|_____________________________________ +

3IO3- + 16S2O32- + 18H+ 8S4O62- + I3-+ 9H2O

Titrasi standardisasi Na2S2O3 dilakukan sebanyak tiga kali. Hal ini dimaksudkan agar didapat hasil yang lebih tepat dan akurat dengan membandingkan dan merata-ratakan hasil dari ketiga titrasi yang dilakukan dan mencari simpangan bakunya. Volume Na2S2O3 yang digunakan pada titrasi berturut adalah 5,7 mL; 5,4 mL; dan 5,1 mL, sehingga molaritas Na2S2O3 yaitu 0,1246,52 x 10-3 MLarutan Na2S2O3 yang telah distandardisasi telah dapat digunakan sebagai larutan baku sekunder dalam penetapan kadar vitamin C dengan metode iodometri. Sampel yang digunakan dalam penetapan kadar vitamin C kali ini adalah tablet vitamin C 100 mg. Larutan-larutan yang digunakan dalam penetapan kadar vitamin C sama seperti larutan-larutan yang digunakan dalam standardisasi Na2S2O3, tetapi terdapat perbedaan urutan pengerjaan terhadap sampel. Penetapan kadar vitamin C dilakukan dengan menggunakan 3 tablet vitamin C yang ditimbang terlebih dahulu satu per satu kemudian digerus dan ditimbang sebanyak 30 mg Masing-masing sampel merupakan tablet vitamin C 100 mg yang telah digerus halus terlebih dahulu kemudian ditimbang 50 mg dan dimasukkan ke dalam masing-masing erlenmeyer. Ke dalam erlenmeyer ditambahkan 5 mL air untuk melarutkan vitamin C karena vitamin C mudah larut dalam air (Depkes RI, 1995), 10 mL larutan H2SO4 0,5 M dikocok homogen sehingga vitamin C yang berada dalam sampel terlarut secara merata. Kemudian ditambahkan 6,25 ml larutan KIO3 dan 0,5 gram KI dan dikocok hingga homogen. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,penambahan asam sulfat bertujuan untuk menciptakan suasana asam karena oksidasi ion iodide berlangsung pada suasana asam cepat (Day dan Underwood, 1981) dan untuk menciptakan iodida berlebih, penambahan KIO3 dan KI adalah untuk memperoleh iod berlebih. Iod berlebih ini yang nantinya akan bereaksi dengan vitamin C dan setelah bereaksi sempurna dengan vitamin C, akan ada iod yang bersisa dan bereaksi dengan Na2S2O3. Banyaknya volume Na2S2O3 yang digunakan sebagai titran setara dengan iodium yang dihasilkan dan setara dengan banyaknya sampel (Gandjar dan Rohman, 2007).Titrasi penetapan kadar vitamin C dilakukan untuk masing-masing sampel, sehingga jumlah titrasi yang dilakukan adalah 3 kali titrasi. Erlenmeyer yang telah berisi campuran vitamin C dan reagen dititrasi dengan Na2S2O3 sampai berwarna kuning pucat. Pada larutan kuning pucat tersebut ditambahkan beberapa tetes indikator kanji hingga larutan berwarna biru tua. Pada dasarnya, iod sudah dapat berfungsi sebagai indikatornya sendiri, tetapi dalam pengujian penentuan titik akhir titrasi dibuat menjadi lebih peka dengan penambahan indikator kanji (Basset dkk., 1994). Sebagai indikator, kanji yang merupakan suatu polisakarida yaitu amilum bereaksi dengan iod (yang nantinya dilepaskan dalam reaksi oksidasi-reduksi) membentuk kompleks berwarna biru kuat yang dapat terlihat pada konsentrasi iod yang sangat rendah. Kompleks biru gelap atau biru kuat tersebut disebabkan oleh molekul-molekul iodine yang tertahan di permukaan amilase dari amilum (Basset dkk., 1994). Larutan tersebut dititrasi kembali hingga warna biru tua tersebut hilang atau menjadi bening. Pada saat ini, semua iod telah habis bereaksi baik dengan vitamin C maupun Na2S2O3.

Pada proses titrasi, IO3- akan mengoksidasi I- membentuk ion triiodida (I3-). Kemudian I3- akan bereaksi dengan asam askorbat. I3- yang tidak bereaksi dengan asam askorbat (I3- yang tersisa) dititrasi dengan Na2S2O3. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

Reaksi Pembentukan I3- oleh KI dan KIO3 :

KIO3K+ + IO3-KIK+ + I-

Penyetaraan setengah reaksi :

Reduksi: IO3-I3-

Oksidasi: I-I3-Reduksi: 3IO3- + 18H++ 16e- I3-+ 9H2O [x1]

Oksidasi: 3I-

I3-+ 2e- [x8]

Reduksi: 3IO3- + 18H++ 16e- I3-+ 9H2O

Oksidasi: 24I-

8I3-+ 16e-

3IO3- + 24I- +18H+ 9I3- + 9H2O

IO3- + 8I- +6H+ 3I3- + 3H2O ... (persamaan 1)

Reaksi C6H8O6 dengan I3- :

Reduksi: I3- + 2e-

3I-Oksidasi : C6H8O6

C6H6O6 +2H++ 2e-

C6H8O6 + I3- C6H6O6 + 3I- + 2H+ (persamaan 2)

Reaksi keseluruhan (persamaan 1 dan persamaan 2) :

IO3- + 8I- +6H+

3I3-+ 3H2O [x3]

C6H8O6 + I3-

C6H6O6 + 3I- + 2H+ [x8]

3IO3- + 24I- +18H+

9I3-+ 9H2O

8C6H8O6 + 8I3-

8C6H6O6 + 24I- + 16H+

3IO3- + 8C6H8O6 + 2H+ 8C6H6O6 + I3- + 9H2O

Reaksi antara Na2S2O3 dengan I3- :

Na2S2O3 2Na+ + S2O32-

Reduksi: I3- + 2e- 3I-Oksidasi : 2S2O32- S4O62- + 2e-

2S2O32- + I3- S4O62- + 3I-

Reaksi Titrasi

2S2O32- + I3-

S4O62- + 3I-

3IO3- + 8C6H8O6 + 2H+ 8C6H6O6 + I3- + 9H2O

8C6H8O6 + 2S2O32- + 3IO3- + 2H+ 8C6H6O6 + S4O62- +3I- + 9H2O

Volume Na2S2O3 yang diperoleh dalam titrasi adalah 4,7 mL; 4,35 mL; dan 4,6 mL. Jumlah vitamin C dapat diketahui dari perhitungan mol I3- yang bereaksi dengan vitamin C. Mol I3- ini diperoleh dari mol I3- awal dikurangi mol I3- yang bereaksi dengan Na2S2O3. Dari hasil penetapan kadar 3 sampel vitamin C, didapat kadar vitamin C dalam sampel sebesar 29,831,35% b/b dengan persen perolehan kembali yaitu 32,47%. Suatu metode analisis dikatakan baik apabila memiliki akurasi dan presisi yang memenuhi standar. Akurasi merupakan parameter dalam suatu analisis yang menggambarkan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai terukur dengan nilai yang diterima. Akurasi diukur sebagai banyaknya analit yang diperoleh kembali pada suatu pengukuran (Gandjar dan Rohman, 2007). Akurasi ini sederhananya dapat dikatakan persen perolehan kembali dari suatu sampel. Pada analisis ini nilai persen perolehan kembali yang didapat sebesar 32,47 %. Dari nilai tersebut memang terlihat bahwa perolehan kembali sampel kurang dari 100% yang menandakan proses analisis telah berlangsung kurang baik. Hal tersebut diduga sejumlah vitamin C mengalami oksidasi sehingga kadarnya berkurang. Vitamin C didiamkan dalam waktu yang cukup lama sebagai salah satu pemicu vitamin C mengalami oksidasi. Presisi merupakan nilai dari suatu proses analisis yang menggambarkan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya diekspresikan sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif dari sejumlah sampel (Gandjar dan Rohman, 2007). Dari penetapan kadar vitamin C didapat kadar sampel rata-rata sebesar 29,83 1,35 . Simpangan baku yang diijinkan dalam proses analisis adalah tidak lebih dari 2% dari rata-rata sampel. Pada proses ini, simpangan baku melebihi 2%. Hal ini terjadi karena kadar satu sampel dengan sampel yang lain berbeda jauh, yaitu . Dari data yang diperoleh, terjadi penyimpangan sehingga hasil yang didapat tidak tepat, akurat, dan valid. Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil antara lain: proses titrasi tidak dilakukan dengan cukup cepat sehingga terdapat kemungkinan iod yang menguap sebelum bereaksi dengan natrium tiosulfat ataupun vitamin C dan mempengaruhi jumlah iod yang bereaksi. Pada suhu kamar kehilangan ion oleh penguapan dari suatu larutan yang mengandung paling sedikit 4% KI dapat diabaikan dengan syarat pelaksanaan titrasi tidak diperlambat (Basset dkk., 1994). Pada saat titrasi untuk memperoleh warna kuning pucat, tidak terdapat standar atau perbandingan tetap untuk warna yang dimaksud sehingga praktikan tidak dapat menentukkan pada saat mana titrasi dihentikan dan penetapan kadar vitamin yang dilakukan adalah dengan cara titrasi. Pada saat titrasi digunakan suatu indikator yang menunjukkan perubahan warna pada suatu keadaan tertentu. Kesalahan dapat terjadi karena untuk menilai warna-warna tersebut, satu orang dengan orang yang lain akan memiliki subyektivitas tersendiri dalam menentukan warna yang dimaksud. Selain itu, pada saat titrasi, terdapat penambahan suatu volume titran ke titrat. Dalam hal ini, potensi kesalahan dapat terjadi pada saat penambahan volume titran sehingga titik akhir titrasi yang diinginkan tidak dapat tercapai.VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Pada praktikum ini, dilakukan penetapan kadar Vitamin C pada tablet dengan titrasi redoks yang merupakan titrasi yang melibatkan perpindahan elektron dengan menghitung jumlah mol elektron yang dipindahkan dalam proses (antara titran dan analit). Titrasi redoks yang digunakan adalah metode titrasi iodometri.

8.2 Molaritas rata-rata Na2S2O3 yang diperoleh adalah 8.3 Kadar rata-rata Vitamin C yang diperoleh adalah 29,83 % b/b dengan recovery 32,47%.DAFTAR PUSTAKA

Basset, J., R.C. Denney., G.H. Jeffery., dan J. Mendham. 1994. Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: EGC.

Cairns, Donalds. 2004. Intisari Kimia Farmasi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Day, R.A. and Underwood A.L. 1981. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keempat. Jakarta : Penerbit Erlangga.Day, R.A. and Underwood A.L. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia.Edisi IV . Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Gandjar, I.G. dan A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI PressRomadhon, A. 2010. Pengenalan Kimia Reaksi Redoks. Availabe at: http://www.romadhon-byar.com/2010/09/pengenalan-kimia-reaksi-redoks-bab-1.html. Cited : 20 April 2013.

Watson, David G. 2007. Analisis Farmasi: Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi dan Praktisi Kimia Farmasi Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.Gambar 2. Oksidasi asam askorbat dengan iodium menghasilkan asam dehidroaskorbat (Watson, 2007)