laporan fix

28
 TEKNOLOGI PENEPUNGAN JAGUNG SECARA TRADISIONAL (Metode Kering  ) DAN MODIFIKASI ENZIMATIS PROPOSAL SMALL PROJECT Oleh Kelompok A3 : 1. Anita Ray S. (11171010100 1) 2. Fikri Arsyl R. (11171010102 5) 3. Fifi Dewi Kadita (11171010104 5) 4. Rika Damayanti (11171010106 1) JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2012

Upload: arsyl-cobes

Post on 18-Oct-2015

56 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

lporan

TRANSCRIPT

TEKNOLOGI PENEPUNGAN JAGUNG SECARA TRADISIONAL (Metode Kering) DAN MODIFIKASI ENZIMATIS

PROPOSAL SMALL PROJECT

Oleh Kelompok A3 :

1. Anita Ray S.(111710101001)2. Fikri Arsyl R.(111710101025)3. Fifi Dewi Kadita(111710101045)4. Rika Damayanti (111710101061)

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS JEMBER2012

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPenepungan (milling) adalah cara pengolahan biji-bijian atau daging buah kering yang dihaluskan sehingga menjadi tepung atau bubuk. Misalnya tepung beras, tepung tapioka, tepung maizena, tepung terigu, sagu, dan beras ketan. Dengan adanya pemrosesan penepungan maka butiran-butiran tepung yang sangat halus, permukaan bidangnya menjadi sangat lebar. Pada dasarnya penepungan itu sendiri juga menyebabkan bahan menjadi bersifat higroskopis, yaitu bahan halus mudah sekali menjadi lembab karena sangat mudah menyerap uap air. Namun keuntungan dari penepungan yang paling tampak adalah aroma dan cita rasa bahan yang ditepungkan menjadi sangat mencolok. Dari situlah pengaruh positif yang ditimbulkan oleh penepungan tersebut.Pembuatan tepung atau bubuk bertujuan untuk mencegah timbulnya kerusakan bahan yang bersifat fisik maupun chemise. Berkurangnya kualitas adalah satu-satunya bentuk kerusakan yang harus dihindari, namun dalam kenyataannya dua bentuk kerusakan ini saling berkait dan sering mempengaruhi sehingga akan membentuk kerusakan tepung yang lebih serius. Seperti biji-bijian, tepung dan bubuk berada dalam keadaan telah kering sempurna, sesudah digiling dengan mesin penepung (milling). Tanda bentuk bahan telah kering yaitu antara butir tepung atau bubuk halus satu dengan yang lainnya tidak saling lengkap (menempel), tetapi saling lepas. Tepung yang masih basah biasanya butiran halusnya saling berlekatan sehingga membentuk agregat (gumpalan) yang lebih besar dan mengelompok (Purwanto, 1995).Pembuatan tepung jagung yang akan dilakukan yaitu dengan melakukan perbandingan cara tradisional (metode kering) dan modifikasi enzimatis. Metode kering sudah biasa dilakukan di masyarakat namun dengan dilakukan modifikasi enzimatis maka akan membuat kwalitas tepung menjadi lebih baik dan memiliki tekstur yang lebih halus.

1.2 Batasan MasalahAdapun batasan masalah dalam small project ini adalah menganalisa karakteristik tepung jagung dengan cara tradisional (metode kering) dan modifikasi enzimatis meliputi kecerahan warna, viskositas, densitas, rendeman, suhu glatinisasi dan pH

1.3 TujuanAdapun tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui perbedaan karakteristik tepung jagung dengan menggunakan teknologi penepungan cara tradisional (kering) dan modifikasi enzimatis.

1.3 ManfaatDapat mengetahui perubahan yang terjadi pada tepung jagung setelah dimodifikasi enzimatis terutama karakteristik tepung jagung yang meliputi rendeman, warna (kecerahan), viskositas, densitas, suhu glatinitasi dan pH

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. JagungJagung merupakan bahan pangan yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia, dan merupakan pangan tradisional atau makanan pokok di beberapa daerah. Kandungan gizi jagung tidak kalah dengan beras atau terigu, bahkan jagung memiliki keunggulan karena merupakan pangan fungsional dengan kandungan serat pangan, unsur Fe dan beta-karoten (pro vitamin A) yang tinggi (Suarni, 2001). Selain itu, jagung merupakan pangan yang tergolong indeks glisemik sedang (Loehr and Schwartz, 2000), dan ketiadaan gluten menjadikan jagung cocok dikonsumsi oleh penderita gluten dan autis (Nirmala, 2008).

Jagung dalam sistematika tanaman termasuk dalam golongan Spermatophyta, kelas Monocotyledon, ordo Graminae, familia Graminaceae, genus Zea. Nama latin jagung adalah Zea mays L. Jagung merupakan tanaman penting kedua setelah padi dan hampir terdapat di seluruh kepulauan di Indonesia. Tanaman jagung relatif mudah dibudidayakan dan dapat tumbuh di semua jenis tanah kecuali tanah liat dan pasir. Berdasarkan warna bijinya, jagung dibedakan menjadi dua macam yaitu jagung kuning dan jagung putih. Kedua jagung ini mempunyai nilai gizi yang relatif sama. Berdasarkan bentuk bijinya (kernel) jagung dibedakan menjadi enam jenis yaitu:1. Flour corn atau soft corn yaitu jagung yang hampir seluruh endospermanya berisi pati yang lunak dan mudah dibuat tepung.2. Flint corn yaitu jagung yang mempunyai biji dengan warna bersinar, tebal dan keras (horny starch). Zat tepung yang lunak sedikit dan letaknya di tengah. Jagung ini banyak digunakan untuk pakan ternak3. Pop corn yaitu jagung yang memiliki kernel kecil dan keras seperti jenis flint dengan kandungan pati yang lebih sedikit.4. Sweet corn yaitu jagung yang mengandung sedikit pati dengan endosperma berwarna bening, mempunyai kandungan gula yang tinggi sehingga terasa manis.5. Pod corn yaitu jagung hias dengan kernel tertutup.6. Dent corn yaitu jagung yang bijinya seperti gigi kuda terjadi akibat pengerutan lapisan bertepung saat biji mengering.Jagung yang banyak ditanam di Indonesia adalah tipe mutiara (flint) dan semi mutiara (semiflint). Jenis jagung semiflint (semi mutiara) lebih mudah dibuat tepung dibandingkan tepung mutiara. Hal ini disebabkan jagung semi mutiara mengandung endosperma lunak yang lebih 7 banyak dibandingkan endosperma kerasnya. Endosperma keras terdiri dari sel-sel yang lebih kecil dan tersusun rapat, sedangkan endosperma lunak susunan selselnya tidak serapat bagian keras. Jagung NK 33 merupakan jagung hibrida yang memiliki bentuk biji semi mutiara. Potensi hasil jagung NK 33 sebesar 12 ton per hektar jagung pipil kering. Warna biji oranye kuning.

Gambar 1 Jagung NK 33

Biji jagung dapat dibagi menjadi empat bagian yaitu kulit (pericarp), endosperma, lembaga (germ), dan tudung pangkal (tip cap). Pericarp merupakan lapisan pembungkus biji jagung yang tersusun dari jaringan yang tebal. Ketebalan pericarp bervariasi dari 62-160 m tergantung genotipnya. Endosperma merupakan bagian terbesar dari biji jagung sekitar 82- 84% dari berat biji. Endosperma juga mengandung sekitar 86-89% pati sebagai cadangan energi. Lapisan terluar dari endosperma adalah aleuron yang menyelubungi bagian starchy endosperma dan lembaga. Bagian starchy endosperma terdiri dari endosperma keras (horny endosperma) dan endosperma lunak (floury endosperm). Bagian endosperma keras mengandung matriks protein yang lebih tebal dan lebih kuat dibandingkan endosperma lunak. Sedangkan endosperma lunak mengandung pati lebih banyak dan susunan pati tersebut tidak serapat seperti pada bagian yang keras. Jagung normal mengandung 10-12% lembaga dari berat biji. Lembaga tersusun dari dua bagian yaitu embrio dan skutelum. Adapun bagian terkecil pada biji jagung adalah tip cap atau tudung pangkal yang merupakan bekas tempat melekatnya biji jagung pada tongkol jagung.

2.2. Proses Penepungan Jagung2.1.1. Proses Penepungan Jagung secara KeringMenurut Asmarajati (1999), penepungan adalah suatu proses penghancuran bahan pangan yang didahului suatu proses pengeringan menjadi butiran-butiran yang sangat halus, kering dan tahan lama, serta fleksibel dalam penggunaannya. Penggilingan biji jagung ke dalam bentuk tepung merupakan suatu proses memisahkan kulit, endosperma, lembaga dan tip cap. Pengolahan biji jagung menjadi tepung telah lama dikenal masyarakat, namun diperlukan sentuhan teknologi untuk meningkatkan mutu tepung jagung yang dihasilkan. Menurut SNI 01-3727-1993, tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji jagung (Zea mays LINN.) yang bersih dan baik. Pelepasan kulit luar biji yang cukup sulit dapat diatasi dengan menggunakan mesin penyosoh jagung. Proses pembuatan tepung jagung adalah biji jagung disortasi kemudian disosoh. Proses sortasi untuk menggolongkan bahan atas tingkat kebagusan dan keseragaman serta untuk memisahkan bahan dari benda asing. Sedang penyosohan bertujuan untuk melepaskan kulit, germ dan tip cap sehingga yang tersisa hanya endosperma saja. Kulit memiliki kandungan serat yang tinggi sehingga harus dipisahkan karena dapat menyebabkan tekstur tepung menjadi kasar dan tidak sesuai SNI 01-3727-1993 sedangkan germ merupakan bagian yang paling tinggi kandungan lemaknya sehingga perlu dipisahkan karena dapat menyebabkan tengik. Tip cap juga perlu dipisahkan karena menyebabkan tepung menjadi kasar dan dan terdapat butir-butir hitam pada tepung. Jagung sosoh lalu dibuat tepung dengan melakukan penggilingan. Penggilingan merupakan proses pengecilan ukuran dengan gaya mekanis menjadi beberapa fraksi ukuran yang lebih kecil. Alat penggilingan yang digunakan untuk membuat tepung dari serealia terdiri dari alat penghancur dan penggilas (grinder dan ultra fine grinder). Hasil penggilingan kemudian diayak untuk memisahkan bagian kulit dan serat-seratnya. Hasil gilingan diayak dengan pengayak bertingkat untuk mendapat berbagai tingkat hasil giling (Rosmisari, 2006).

2.1.2. Penepungan Jagung secara EnzimatisStruktur kimia tepung dapat diperbaiki sifat fisik maupun fungsionalnya dengan cara memperpendek rantai amilosa maupun amilopektinnya dengan cara enzimatis menggunakan -amilase. Enzim tersebut terdapat pada tanaman, mamalia dan mikroba. Kacang hijau dalam bentuk kecambah mengandung enzim -amilase. Pada umumnya perkecambahan toge berlangsung selama lima hari, aktivitas enzim -amilase dapat ditentukan dengan rnengukur hasil degradasi pati yang biasanya diukur dengan penurunan kadar pati yang larut atau dari kadar maltosa yang dihasilkan. Enzim -arnilase dapat memecah pati secara acak dari tengah atau dari bagian dalam molekul, oleh karena itu disebut endoamilase (Winarno,1983). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perubahan sifat fisikokimia tepung jagung pada daya serap air (DSA), daya serap minyak (DSM) daya emulsi, dan tekstur tepung termodifikasi lebih halus. Kandungan protein tepung setelah modifikasi enzimatis mengalami kenaikan pada penambahan kecambah 20%; protein varietas LokaI 7,24% rnenjadi 12,98%, Maros Sintetik 7,29% menjadi 12,12%, dan Srikandi Putih dari 8,49% menjadi 14,05%. Beberapa parameter seperti perubahan struktur kimia, bentuk dan ukuran granula pati, sifat amifograf dan vitamin E akan diamati pada penelitian lanjutan. Diharapkan tepung jagung termodifikasi tersebut berniiai tinggi dan dapat digunakan pada industri makanan.

2.3. Sifat Kimia, Fisik dan Fungsional Tepung1. Sifat kimiaSifat kimia pada bahan pangan menunjukkan perubahan komposisi kimia yang terkandung setelah mengalami proses pengolahan maupun penyimpanan (Wikipedia, 2009). Komposisi kimia jagung sangat bervariasi tergantung dari varietas, cara menanam, iklim dan tingkat kematangan (Jugenheimer,1976).

Sifat kimia tepung meliputi kadar air, abu, protein total, lemak, pati, dan amilosa. Pengujian karakteristik kimia juga bertujuan untuk memperoleh tepung sesuai standar mutu yang teregulasi. Mutu tepung jagung berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3727 (1993) disajikan pada Tabel 2. Khusus untuk kadar pati jumlah minimum menurut SII (Standar Industri Indonesia) adalah 75 %.

2. Sifat fisikSifat fisik merupakan atribut fisik yang tampak dan dapat diukur dari bahan pangan (Wikipedia, 2009). Sifat fisik tepung meliputi rendemen, starch damage, densitas kamba, derajat putih, dan nilai pH.a. RendemenRendemen merupakan perbandingan berat produk yang diperoleh terhadap berat bahan baku yang digunakan. Perhitungan rendemen dilakukan berdasarkan berat kering bahan. Rendemen tepung menyatakan nilai efisiensi dari proses pengolahan sehingga dapat diketahui jumlah tepung yang dihasilkan dari bahan dasar awalnya.b. Starch DamageStarch damage terjadi terutama diakibatkan oleh gaya mekanis yang diperoleh dalam proses penepungan. Selama proses penepungan, 5-12 % pati mengalami kerusakan. Granula pati yang lebih besar biasanya mengalami kerusakan yang lebih besar. Terdapat dua jenis starch damage, yakni cracks dan breaks (Dubois 1949 dalam Dubat, 2004). Kedua tipe jenis starch damage dapat dilihat sebagai berikut.

Starch damage dapat berpengaruh positif maupun negatif. Adanya starch damage menyebabkan daya serap air menjadi lebih tinggi menjadi 2-4 kali berat semula. Pati dikatakan 100% mengalami kerusakan bila menyerap air sebanyak jumlah pati pada suhu 30C. Sedangkan pati alami (native starch) hanya mampu menyerap 0,4 kali berat mula-mula. Hal ini penting secara ekonomi, karena air merupakan salah satu ingridien yang murah untuk meningkatkan rendemen pada produk seperti roti dan mi basah (Dubat, 2004). Selain itu starch damage dapat meningkatkan mobilitas adonan (lembut dan fleksibel) dan kohesivitas serta meningkatkan kapasitas menahan gas pada pembuatan roti. Disisi lain, daya serap yang terlalu tinggi dapat menyebabkan adonan menjadi lengket sehingga sulit untuk dicetak. Selain itu, starch damage juga memungkinkan beberapa enzim spesifik (salah satunya adalah -amilase) lebih leluasa bekerja dan meningkatkan nilai ketercernaan pati. Starch damage menunjukkan beberapa sifat fisik yang mirip dengan pati pregelatinisasi.

c. Densitas kambaDensitas kamba menunjukkan perbandingan antara berat suatu bahan terhadap volumenya. Densitas kamba merupakan sifat fisik bahan pangan khusus biji-bijian atau tepung-tepungan yang penting terutama dalam pengemasan dan penyimpanan. Bahan dengan densitas kamba yang kecil akan membutuhkan tempat yang lebih luas dibandingkan dengan bahan dengan densitas kamba yang besar untuk berat yang sama sehingga tidak efisien dari segi tempat penyimpanan dan kemasan (Ade et al., 2009).d. Derajat putih (L)Pengukuran warna secara objektif penting dilakukan karena pada produk pangan warna merupakan daya tarik utama sebelum konsumen mengenal dan menyukai sifat-sifat lainnya. Warna tepung dapat diamati secara kuantitatif dengan metode Hunter menghasilkan tiga nilai pengukuran yaitu L, a dan b. Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan sampel. Semakin cerah sampel yang diukur maka nilai L mendekati 100. Sebaliknya semakin kusam (gelap), maka nilai L mendekati 0. Nilai a merupakan pengukuran warna kromatik campuran merah-hijau. Nilai b merupakan pengukuran warna kromatik campuran kuning-biru (Hutching, 1999). Warna tepung yang diperdagangkan bervariasi mulai dari putih sampai putih keabu-abuan atau agak coklat dan kuning. Menurut syarat mutu SNItidak ada kriteria derajat putih yang yang diharuskan, warna sesuai bahan baku jagung (putih, kuning) dan secara umum sesuai spesifikasi bahan aslinya. Umumnya konsumen lebih menyukai tepung dengan derajat putih (L) yang tinggi.e. Nilai pHNilai pH berpengaruh terhadap pembentukan gel yang optimum. Pembentukan gel pati yang optimum terjadi pada pH 4-7 (Winarno, 2008). Faktor utama pembentukan gel adalah gelatinisasi pati bukan dari pembentukan gluten seperti yang terdapat dalam tepung terigu.f. SEM (Scanning Electron Microscope).Bentuk ganula pati merupakan ciri khas masing-masing pati. Pati jagung mempunyai ukuran yang cukup besar dan tidak homogen yaitu untuk viskositas yang cenderung tinggi dan tetap dipertahankan atau meningkat selama pemanasan (Tam et al., 2004).3. Sifat fungsionalSifat fungsional merupakan sifat fisikokimia yang mempengaruhi perilaku komponen tersebut dalam makanan selama persiapan, pengolahan, penyimpanan, dan konsumsi (Metirukmi, 1992). Sifat ini meliputi :a. Kapasitas penyerapan air (KPA)Kapasitas penyerapan air digunakan untuk mengukur besarnya kemampuan tepung untuk menyerap air dan ditentukan dengan cara sentrifugasi. Kapasitas penyerapan air berkaitan dengan komposisi granula dan sifat fisik pati setelah ditambahkan dengan sejumlah air. Kapasitas penyerapan air menentukan jumlah air yang tersedia untuk proses gelatinisasi pati selama pemasakan. Bila jumlah air kurang maka pembentukan gel tidak dapat mencapai kondisi optimum. Dengan demikian kemampuan hidrasi yang rendah kurang cocok untuk produk olahan yang membutuhkan tingkat gelatinisasi yang tinggi. Kapasitas penyerapan air juga mempengaruhi kemudahan dalam menghomogenkan adonan tepung ketika dicampurkan dengan air. Tingkat homogenitas adonan akan berpengaruh terhadap kualitas hasil pengukusan. Adonan yang homogen, setelah dikukus akan mengalami gelatinisasi yang merata yang ditandai tidak terdapatnya spot-spot putih atau kuning pucat pada adonan tepung yang telah dikukus.(Tam et al., 2004). b. Swelling volume dan kelarutanKelarutan merupakan berat tepung terlarut dan dapat diukur dengan cara mengeringkan dan menimbang sejumlah supernatan. Swelling volume merupakan kenaikan volume dan berat maksimum pati selama mengalami pengembangan di dalam air (Balagopalan et al., 1988 dalam Baah, 2009).c. Kapasitas emulsiKapasitas emulsi merupakan kemampuan larutan atau suspensi untuk mengemulsikan lemak. Adanya emulsifier yang terkandung pada tepung dapat berpengaruh pada tektur produk yang dihasilkan. Emulsifier berfungsi mengontrolkohesivitas, kelengketan dan kekentalan tepung.2.4. Tauge/kecambah kacang hijau (phaseolus radiatus)

Gambar 1. Perkecambahan Kacang Hijau (Shetty et al., 2000).Kecambah adalah tumbuhan kecil yang baru tumbuh dari biji kacang-kacangan yang disemaikan atau melalui perkecambahan. Perkecambahan merupakan suatu proses keluarnya bakal tanaman (tunas) dari lembaga. Proses ini disertai dengan mobilisasi cadangan makanan dari jaringan penyimpanan atau keping biji ke bagian vegetative (sumber pertumbuhan embrio atau lembaga). Germinasi selama 2 hari dapat menghasilkan kecambah dengan panjang mencapai 4 cm, dan dalam 3-5 hari dapat mencapai 5-7 cm (Simanjuntak, 2007). Kecambah yang dibuat dari biji kacang hijau disebut tauge (Astawan, 2005).Taksonomi kacang hijau, yaitu:Kingdom : PlantaeSubkingdom : TracheobiontaSuper divisi : SpermatophytaDivisi : MagnoliophytaSubdivisi : AngiospermaeKelas : DicotyledoneaeSubkelas : RosidaeBangsa : RosalesSuku : PapilionaceaeMarga : PhaseolusSpesies : Phaseolus radiatus Linn (Plantamor, 2008).Tanaman kacang hijau merupakan tanaman yang tumbuh hampir di seluruh tempat di Indonesia, baik di dataran rendah hingga daerah dengan ketinggian 500 m di atas permukaan laut. Dalam perdagangan kacang hijau di Indonesia, terdapat dua macam berdasarkan mutunya, yaitu kacang hijau biji besar dan biji kecil. Kacang hijau biji besar digunakan untuk bubur dan tepung, sedangkan yang berbiji kecil digunakan untuk pembuatan tauge (Astawan, 2005).

2.5. KANDUNGAN GIZI KACANG HIJAU Kacang hijau merupakan sumber nutrisi yang bermanfaat. Status kandungan gizi kacang hijau yaitu:a. Tinggi proteinKacang hijau merupakan sumber alternatif protein nabati. Kacang hijau mengandung protein sekitar 7 gr/ 100 gr.b. Tinggi kandungan seratKacang hijau memiliki kandungan serat sekitar 7,6 gr/ 100 gr. Kandungan serat ini mencukupi kebutuhan serat harian (30 %) dan membantu melancarkan pencernaan serta mencegah konstipasi.c. Rendah karbohidratKarbohidrat yang terkandung dalam kacang hijau adalah19 gr/ 100 gr, bermanfaat dalam program diet rendah karbohidrat.d. Banyak mengandung asam lemak esensialAsam lemak esensial yang terkandung dalam kacang hijau adalahomega 3 (0,9 mg/ 100 gr) dan omega 6 (119 mg/ 100 gr). Omega 3 merupakan asam lemak yang bermanfaat dalam menurunkan kolesterol dalam darah.e. Rendah lemakKadar lemak yang rendah dalam kacang hijau bermanfaat dalam program diet rendah lemak.f. Banyak vitaminKacang hijau banyak mengandung vitamin baik dari jenis maupunjumlahnya. Asam folat (159 g/ 100 gr) dan vitamin B1/thiamin (0,2 mg/ 100 gr) merupakan kandungan tertinggi dalam kacang hijau.g. Kaya mineralKacang hijau kaya akan mineral, dalam 100 gram kacang hijaumengandung beberapa mineral antara lain: potasium (266 mg),fosfor (99 mg), mangan (48 mg), kalsium (27 mg), magnesium (0,3 mg), besi (1,4 mg), zinc (0,8 mg), dan selenium (2,5 g).h. Kaya enzim dan antioksidanKacang hijau yang sedang dalam masa perkecambahan kaya akan enzim aktif seperti amilase yang meningkatkan penyerapan dan pembentukan energi. Tauge juga mengandung fitosterol (15 mg/ 100 mg) yang berfungsi sebagai antioksidan (Kessman, 2006; Sportindo, 2007).Kacang hijau, sebagai golongan kacang-kacangan, mengandung senyawa antigizi, antara lain: antitripsin, hemaglutinin atau lektin, oligosakarida, dan asam fitat (Gsianturi, 2003). Kacang hijau juga mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan kacang-kacangan lainnya, yaitu kandungan antitripsin yang sangat rendah, paling mudah dicerna, dan paling kecil memberi pengaruh.

2.6 KekentalanMenurut Leach (1965) dalam Goldsworth (1999), yang dimaksud dengan suhu awal gelatinisasi adalah suhu pada saat pertama kali viskositas mulai naik. Peningkatan viskositas ini disebabkan karena terjadinya penyerapan air dan pembengkakan granula pati yang irreversible di dalam air, dimana energi kinetik molekul-molekul air lebih kuat daripada daya tarik menarik di dalam granula pati (Winarno, 2008).Suhu puncak gelatinisasi dikenal sebagai suhu pada saat tercapainya viskositas maksimum yaitu suhu ketika granula pati mencapai suspensi pasta pengembangan maksimum hingga selanjutnya pecah. Pada suhu inilah pati akan mencapai viskositas maksimum (Baah, 2009). Pada suhu ini granula pati telah kehilangan sifat birefringence-nya dan granula tidak memiliki kristal lagi. Komponen yang menyebabkan sifat birefringence adalah amilopektin. Sifat birefringence dari granula pati adalah sifat merefleksikan cahaya terpolarisasi, apabila granula pati dilihat di bawah mikroskop terlihat kristal gelap terang (Suarni et al., 2008).Setelah mencapai viskositas maksimum, jika proses pemanasan dalam Brabender dilanjutkan pada suhu yang lebih tinggi granula pati menjadi rapuh, pecah dan terpotong-potong membentuk polimer, agregat serta viskositasnya menurun akibat terjadinya leaching amilosa. Penurunan tersebut terjadi pada pemanasan suhu suspensi 95C yang dipertahankan selama 10 menit. Nilai penurunan viskositas yang terjadi dari viskositas maksimum menuju viskositas terendah ketika suspensi dipanaskan pada suhu 95C selama 10 menit disebut dengan breakdown viscosity.

BAB 3. METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan3.1.1 AlatPeralatan yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian Teknologi Penepungan jagung antara lain:1. Penggilingan2. Ayakan 18 mesh3. Blander4. Inkubator

3.1.2 Bahan Adapun bahan yang digunakan dalap penelitian antara lain:1. Jagung2. Kacang Hijau3. Air

3.2 Waktu dan TempatPraktikum Teknologi Penepungan Jagung akan dilakukan di Laboratorium THP FTP UJ. Waktu pelaksaannya sebagai berikut :

NoTanggalHariJamKegiatan

1.2 mei 2012RabuPenggilingan

2.3 mei 2012kamisPraktikum tepung jagung tradisional (cara kering)

3.7 mei 2012SeninPerkecambahan kacang hijau

4.11 mei 2012Jumat Praktikum tepung jagung modifikasi enzimatis Inkubasi 500c

5.14 mei 2012SeninPengamatan karakteristik tepung jagung enzimatis meliputi : Rendeman Warna Viskositas Densitas Suhu glatinisasi pH

3.3 MetodeProses pembuatan tepung jagung cara kering

Jagung pipil kering

Digiling

Jagung Giling

Diayak 80 meshMenir

Tepung jagung

Tepung jagung siap pakai

Penambahan amilase dari kecambah kacang hijau

Ke-cambah kacang hijau

Diblender dengan air

Dicampurkan kedalam tepung

Inkubasi selama 24 jam 50oC

Dikeringkan dengan sun drying

Pengayakan

Pengemasan

BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

4.1.1 WarnaKONDISI TEPUNG JAGUNGKCTK12345RATA-RATA

Tanpa Enzim Sebelum Diayak-L43,843,944,244,043,943,96

A8,57,48,06,76,47,4

B30,430,530,930,130,830,54

Tanpa Enzim Setelah Diayak-L44,143,844,644,844,744,4

A7,47,68,88,27,87,96

B30,632,128,227,627,929,28

Dengan Enzim Sebelum Diayak10%L40,940,746,240,941,642,06

A5,86,35,17,05,05,84

B31,732,232,032,431,932,04

20%L40,140,339,740,440,140,12

A6,55,96,46,06,46,24

B31,130,031,030,630,430,62

30%L39,639,540,639,339,539,7

A8,06,46,46,36,26,66

B31,229,931,329,229,830,28

Dengan Enzim Setelah Diayak10%L44,744,544,844,644,344,58

A3,33,53,54,42,83,5

B29,429,029,428,829,929,3

20%L44,344,244,144,344,244,22

A3,43,22,84,43,33,42

B27,026,627,326,326,526,74

30%L43,743,743,743,643,543,64

A3,74,84,64,04,34,28

B29,428,928,629,129,229,04

4.1.2 RendemenKondisi Tepung JagungKCBerat BahanNilai Rendemen(%)

Awal Sebelum Diayak (g)Akhir Setelah Diayak (g)

Tanpa Enzim-250101,5740,63

Dengan Enzim10 %25056,2622,50

20 %25060,4424,18

30 %25062,1524,86

4.1.3 Viskositas dan suhu glatinisasi

KondisiKadarSuhuViskositas (mPa.s)

Tepung jagung tanpa Enzim-30oC17

40oC16,5

50oC16

60oC14,5

Tepung jagung dengan Enzim10 %30oC18

40oC15,5

50oC14,5

60oC12

20 %30oC15

40oC15,5

50oC16

60oC12

30 %30oC15

40oC19,5

50oC19

60oC17,5

4.1.4 Densitas

KONDISI TEPUNG JAGUNGKCMassa Bahan (g)Volume (ml)Nilai Densitas(g/ml)

AwalAkhirSelisih

Tanpa Enzim Sebelum Diayak-10505771,43

Tanpa Enzim Setelah Diayak-10505881,25

Dengan Enzim Sebelum Diayak10 %10505442,50

20 %10505881,25

30 %10505771,43

Dengan Enzim Setelah Diayak 10 %10505661,67

20 %10505771,43

30 %10505771,43

4.1.5 pHKondisi Tepung JagungKCNilai pH

Tanpa Enzim Setelah Diayak-5,6

Dengan Enzim Setelah Diayak10 %6,4

20 %6,3

30 %6,4

BAB 5. PRMBAHASAN

5.1 WarnaDalam praktikum pembuatan tepung jagung secara tradisional dan modifikasi enzimatis parameter pengujian yang kelompok kami lakukan adalah dari segi warna, densitas, rendemen, viskositas, suhu gelatinisasi, dan pH. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh data berupa hasil pengamatan. Dari hasil pengamatan tersebut terlihat perbedaan antara tepung jagung biasa dan yang dimodifikasi secara enzimatis.Parameter pertama yang diujikan adalah derajat warna menggunakan color reader. Pengujian dilakukan pada tepung jagung sebelum dan sesudah diayak, baik yang menggunakan metode tradisional dan modifikasi enzimatis. Derajat Putih (L) merupakan pengukuran yang umum dilakukan untuk menentukan kecerahan warna tepung. Pada tepung jagung secara tradisional setelah dirata-rata diperoleh hasil L= 43,96 sebelum diayak dan setelah diayak L= 44,4. Dari rata-rata tersebut jelas terlihat bahwa proses pengayakan mempengaruhi tingkat kecerahan warna tepung jagung, dengan dilakukannya pengayakan ukuran dan warna tepung menjadi lebih seragam. Hal ini sesuai dengan literatur yang ada bahwa pengayakan dapat didefinisikan sebagai suatu metode pemisahan berbagai campuran partikel padat sehingga didapat ukuran partikel yang seragam (warna,tekstur) serta terbebas dari kontaminan yang memiliki ukuran yang berbeda dengan menggunakan alat pengayakan (Dewi, 2011).Pengukuran derajat warna pada tepung jagung termodifikasi sebelum dan sesudah diayak dilakukan pada konsentrasi penambahan kecambah kacang hijau sebagai bahan tambahan modifikasi enzimatis dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%. Pada tepung jagung modifikasi sebelum dilakukan pengayakan derajat warna tepung semakin menurun seiring penambahan konsentrasi kecambah, hal ini terlihat dari rata-rata hasil pengamatan secara berturut-turut yaitu L= 42,06; 40,12; 39,7. Hal in juga terjadi pada tepung modifikasi yang sudah dilakukan pengayakan rata-ratanya secara berturut-turut yaitu L= 44,58; 44,22; 43,64. Hal ini membuktikan bahwa pada tepung jagung yang telah dimodifikasi semakin besar penambahan konsentrasi kecambah kacang hijau yang ditambahkan maka semakin kusam warna tepung tersebut. Proses pengayakan yang dilakukan juga mempengaruhi tingkat kecerahan warna tepung jagung, hal ini terlihat dari lebih cerahnya tepung jagung termodifikasi yang diayak dari pada tepung jagung tanpa proses pengayakan. Pada proses penepungan dilakukan metode pemanasan yang berbeda pada kedua jenis tepung jagung yang digunakan. Pemanasan tepung jagung tradisional menggunakan metode sun drying dan pemanasan tepung jagung termodifikasi enzimatis dengan pengovenan. Kedua metode pemanasan yang diterapkan juga menyebabkan perbedaan kecerahan warna tepung jagung. Pemanasan dengan metode sun drying yang dilakukan cenderung tidak merata pada bahan, hal ini dikarenakan cuaca tidak menentu sehingga warna dihasilkan tidak terlalu kusam. Jika dibandingkan pemanasan dengan cara pengovenan, pemanasan dengan cara ini menghasilkan panas yang lebih merata pada bahan karena kita dapat mengatur suhu sesuai dengan yang kita inginkan, sehingga warna tepung yang dihasilkan lebih kusam daripada tepung jagung yang dipanaskan dengan metode sun drying, hal ini dikarenakan reaksi mailard yang terjadi pada tepung jagung. Reaksi mailard yang terjadi karena adanya pigmen yang terdegradasi pada tepung jagung yang disebabkan oleh perlakuan panas.Secara keseluruhan tingkat kecerahan derajat warna tepung jagung secara tradisional lebih baik dari pada tepung jagung yang telah dimodifikasi secara enzimatis. Hal ini terlihat jelas dari hasil pengamatan selama praktikum berlangsung. Menurut syarat mutu SNI tidak ada kriteria derajat putih yang yang diharuskan, warna sesuai bahan baku jagung (putih, kuning) dan secara umum sesuai spesifikasi bahan aslinya. Tetapi umumnya konsumen lebih menyukai tepung dengan derajat putih (L) yang tinggi.

5.2 RendemenDari data hasil pengamatan yang diperoleh dapat diketahui nilai rendemen tepung jagung non enzimatis dan tepung jagung enzimatis dengan berat bahan awal sebelum diayak sebesar 250 gram. Pada tepung jagung non enzimatis didapatkan nilai rendemen sebesar 40,63 %. Sedangkan pada tepung jagung enzimatis dengan kadar kecambah 10 %, 20 %, dan 30 % didapatkan nilai rendemen secara berurut sebesar 22,50 %, 24,18 %, dan 24,86 %. Data tersebut sesuai dengan literatur, semakin besar kadar kecambah yang ditambahkan maka semakin besar nilai rendemen yang dihasilkan. Hal tersebut dipengaruhi oleh penambahan kadar enzim yang dikandung oleh kecambah kacang hijau yang dapat memecah pati tepung jagung hingga ke dalam partikel pati sehingga tepung jagung yang dihasilkan lebih halus. Tetapi jika dibandingkan antara tepung jagung non enzimatis dengan tepung jagung enzimatis data hasil pengamatan yang diperoleh tidak sesuai literatur karena nilai rendemen pada tepung jagung non enzimatis lebih besar dibandingkan dengan nilai rendemen pada tepung jagung enzimatis seharusnya pada tepung jagung enzimatis memiliki nilai rendemen yang lebih besar daripada tepung non enzimatis karena pada tepung enzimatis mengandung enzim -amilase yang dapat memecah pati tepung jagung hingga ke dalam partikel pati sehingga hasil pengayakan akan lebih banyak. Penyimpangan tersebut dapat terjadi karena tenaga yang digunakan berbeda-beda pada saat dilakukan pengayakan pada tepung jagung non enzimatis dan tepung jagung enzimatis sehingga mempengaruhi banyaknya hasil pengayakan tersebut.

5.3 Viskositas dan suhu glatinisasiBerdasarkan pengamatan suhu gelatinisasi dengan variasi suhu 30C, 40C, 50C, dan 60C pada tepung jagung enzimatis menggunakan tiga variasi kadar kecambah yaitu 10 %, 20 %, dan 30 % dan tepung jagung nonenzimatis (metode kering atau tradisional) setelah pengayakan 80 mesh memberikan pengaruh terhadap viskositas tepung tersebut. Suhu awal dan puncak gelatinisasi setiap jenis tepung tersebut berbeda-beda. Menurut literatur, suhu awal gelatinisasi mengandung arti bahwa tepung akan mulai tergelatinisasi pada suhu tertentu. Suhu awal dan puncak gelatinisasi yang berbeda-beda tersebut dikarenakan oleh adanya perbedaan kadungan amilosa yang terdapat pada setiap jenis tepung jagung tersebut. Jenis tepung jagung yang memiliki kandungan amilosa tertinggi terdapat pada tepung jagung modifikasi enzimatis dengan kadar kecambah 30 %, hal itu terbukti dari hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa suhu puncak gelatinisasi tepung tersebut yaitu pada suhu 40C dengan viskositas paling tinggi yaitu 19,5 mpa.s, sedangkan pada jenis tepung jagung modifikasi enzimatis dengan kadar kecambah 10%,20%,dan nonenzimatis secara berurutan suhu puncak gelatinisasi dan vikositasnya pada saat tercapai suhu puncak tersebut yaitu 30C dengan viskositas 18 mpa.s, 50C dengan viskositas 16 mpa.s, 30C dengan viskositas 17 mpa.s. Data tersebut sesuai dengan literature yang mengatakan bahwa kandungan amilosa pada tepung dapat mempengaruhi suhu gelatinisasi dan viskositasnya, semakin tinggi kandungan amilosa maka semakin tinggi pula suhu awal dan puncak gelatinisasinya. Dengan meningkatnya suhu gelatinisasi, secara otomatis viskositas tepung jagung tersebut akan meningkat pula.

5.4 DensitasDensitas diukur dengan menggunakan gelas ukur. Sampel yang akan diukur, ditimbang sebanyak 10 g. Kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur 50 mL dan dibaca volumenya. Densitas dihitung sebagai perbandingan berat sampel dengan volume yang terbaca pada gelas ukur.Berdasarkan pengamatan yang sudah dilakukan dapat diketahui bahwa densitas yang ditunjukkan dari perbandingan antara berat suatu bahan terhadap volume yaitu pada kondisi tepung jagung tanpa enzim sebelum diayak 1,43 sedangkan setelah dilakukan pengayakan nilai densitasnya menurun menjadi 1,25. Hal ini sudah sesuai dengan literatur yang ada bahwa pengayakan yang dilakukan pada tepung jagung mempengaruhi ukuran partikel tepung jagung, sehingga densitas tepung semakin menurun. Jika kita bandingkan dengan tepung jagung modifikasi enzimatis berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan, pada pengukuran densitasnya terjadi penyimpangan, yaitu hasil perhitungan densitas tepung mengalami fluktuasi nilai densitas seperti pada tepung jagung modifikasi sebelum diayak konsentrasi 10%, 20%, 30% yaitu 2,50; 1,25; 1,43. Hal ini juga terjadi pada tepung jagung modifikasi setelah dilakukan pengayakan yaitu 1,67; 1,43; 1,43. Penyimpangan yang terjadi diduga karena pada saat praktikan menuangkan bahan ke dalam gelas ukur masih banyak butiran tepung yang menempel, sehingga pengukuran yang dilakukan tidak maksimal dan menyebabkan perhitungan densitas bahan tidak maksimal. Berdasarkan literatur yang ada menunjukkan bahwa pengaruh modifikasi penepungan jagung memberikan pengaruh nyata terhadap densitas tepung jagung. Kadar lemak dan pati yang tinggi pada tepung menyebabkan densitas menjadi meningkat. Hal ini disebabkan lemak dan pati memiliki berat molekul yang tinggi sehingga akan menghasilkan densitas yang tinggi (Ade et al., 2009). Jika disesuaikan dengan literatur yang ada seharusnya penepungan jagung yang telah dimodifikasi enzimatis densitasnya semakin tinggi seiring dengan penambahan konsentrasi kecambah yang dilakukan, karena kecambah yang ditambahkan mengandung enzim amilase yang dapat meningkatkan kandungan amilosa pada tepung jagung dan mengakibatkan kenaikan densitas pada tepung.

5.5 pHDari data pengamatan yang diperoleh dapat diketahui nilai pH dari tepung jagung cara tradisional menggunakan metode kering nilai pH yang diperoleh 5,6 sedangkan pada tepung jagung modifikasi enzimatis dengan variasi 10%, 20%, dan 30% berturut turut yaitu 6,4 ; 6,3 ; dan 6,4. Nilai pH yang diperoleh lebih besar tepung jagung modifikasi enzimatis, menurut literatur hal tersebut dipengaruhi oleh jumlah asam organik yang terdapat pada tepung jagung modifikasi enzimatis lebih banyak dibandingkan jumlah asam organic pada tepung jagung yang dihasilkan dengan metode tradisional atau metode kering. Akumulasi asam organik ini akan memberikan keasaman dan mempengaruhi nilai pH tepung.

LAMPIRAN

PerhitunganDensitas Tanpa Enzim Sebelum Diayak=m/v=10/71,43 g/ml Tanpa Enzim Setelah Diayak=m/v=10/81,25 g/ml

Dengan Enzim Sebelum Diayak10% =m/v=10/42,50 g/ml20% =m/v=10/81,25 g/ml30% =m/v=10/71,43 g/ml Dengan Enzim Setelah Diayak10% =m/v=10/61,67 g/ml20% =m/v=10/71,43 g/ml30% =m/v=10/71,43 g/ml

Rendemen Tanpa Enzim(berat akhir)/(berat awal)100%= 101,57/250100% = 40,63 % Dengan Enzim10%(berat akhir)/(berat awal)100%= 56,26/250100% = 22,50 %20% (berat akhir)/(berat awal)100%= 60,44/250100% = 24,18 %30% (berat akhir)/(berat awal)100%= 62,15/250100% = 24,86 %

Dokumentasi

Diagram

Pengaruh suhu gelatinisasi terhadap viskositas dari tepung jagung ezimatis dan nonenzimatis.

DAFTAR PUSTAKA

Ade, B. I. O., B. A. Akinwande, I. F. Bolarinwa and A.O. Adebiyi. 2009.Evaluation of tigernut (Cyperus esculentus)-wheat composite flour andbread. African Journal of Food Science. (2):087-091.Asmarajati, T. 1999. Pengaruh Blanching dan Suplementasi Bekatul TerhadapKualitas Cookies. Skripsi. Fakultas Pertanian UNSOED, Purwokerto.Astawan M. 2005. Kacang Hijau, Antioksidan yang Membantu KesuburanPria. http://web.ipb.ac.id/~tpg/de/pubde_ntrtnhlth_kacanghijau.php.(19 Januari 2010).Baah, D. F. 2009. Characterization of Water Yam (Dioscorea atalata) forExisting and Potensial Food Products. Thesis. Faculty of BiosciencesKwame Nkrumah University, Nigeria.Dubat, A. 2004. The Importance and Impact of Starch Damage and Evolution ofMeasuring Methods. Sdmatic, New York.Dewi, F. 2011. Pengayakan. Medan: Teknik Fisika Universitas Sumatra Utara.Gsianturi. 2003. Mari, Ramai-ramai Makan Tauge.http://www.gizi.net/cgibin/berita/fullnews.cgi?newsid1051083094,28560,. (1 Februari 2010)Hutching, J.B. 1999. Food Color and Apearance. Aspen publisher Inc., Maryland.Jugenheimer R.W. 1976. Corn: Improvement, Seed Production, and Uses. JohnWiley and Sons, New York.Kessman S. 2006. Mung Bean Sprouts: Nutritional Value and Benefits.http://www.associatedcontent.com/article/29536/mung_bean_sprouts_nutritional_value.html. (27 Februari 2010)Metirukmi, D. 1992. Peranan kedelai dan hasil olahanya dalam penanggulanganmasalah gizi ganda. Makalah disampaikan dalam Seminar PengembanganTeknologi Pangan dan Gizi Menyongsong Pelita VI, Bogor, 19 Desember1992.Nirmala. 2008. Fakta di balik mitos gluten. http://cybermed.cbn.net.id. DiaksesTanggal 11 Juni 2009.Purwanto, S. 1995. Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam PeningkatanProduksi Jagung. Direktorat Budi Daya Serealia, Direktorat JenderalTanaman Pangan, Jakarta.Plantamor. 2008. Informasi Spesies.http://www.plantamor.com/index.php?plant=981. (19 Januari 2010).Rosmisari, A. 2006. Review: Tepung jagung komposit, pembuatandan pengolahannya. Prosiding Seminar Nasional Teknologi InovatifPascapanen Pengembangan Pertanian. BPPPT, Bogor.Sportindo. 2007. Sehat dengan Kacang Hijau.http://www.sportindo.com/page/198/Food_Nutrition/Articles_Tips/Sehat_dengan_Kacang_Hijau.html. (27 Februari 2010).Shetty K., Lin Y. T., McCue P., Labbe R. G., Randhir R., Ho C. Y. 2000.Low Microbial Load Sprouts with Enhanced Antioxidants forAstronaut Diet. http:// people.umass.edu/kalidas/ICES%20Shetty.pdf.27 Februari 2010).Simanjuntak L. 2007. Tauge yang Menyehatkan.http://www.vibizlife.com/health_details.php?pg=health&id=157&sub=health#bmi. (19 Januari 2010).Suarni. 2001. Tepung Komposit Sorgum, Jagung, dan Beras untuk PembuatanKue Basah (cake). Risalah Penelitian Jagung dan Serealia Lain. BalaiPenelitian Tanaman Jagung dan Serealia, Maros. Vol 6. hlm 55-60.Tam, L.M., H. Corke, W.T. Tan, J. Li, and L.S. Collado. 2004. Production ofbihon-type noodle from maize starch differing in amylosa content. J Cereal Chemistry. 81(4):475-480.Watson. 2003. Corn: Chemistry and Technology. American Association of CerealChemists, Inc. St. Paul Minnesota. USA.Wikipedia. 2009. Physical properties. http://id.wikipedia.org/wiki/physicalproperties. Diakses tanggal 1 Desember 2008.Winamo, F. 6. 1983. Enzym Pangan. Ed. III. PT. Crmedia. Jakarta. hal. 18-59. Badan Standarisasi Nasional. 1993. Standar Nasional Indonesia. SNI 0-3727 -1993. Tepung Jagung. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka, Jakarta.