laporan diare fix

39
LAPORAN PS DIARE OLEH: CANDRA RESTU MENTARI 125070201111021 YULIA KURNIAWATI 125070201111023 DWI RETNO SELVITRIANA 125070201111027 MIKE ISTIANAWATI 125070201111033 KANIA LIESPAHLEVI SABRI 125070218113043 LUTFI CHARISMA ADZANI 125070218113045 ADZANEA AL HAFIZ 125070218113054 TIARA DEA ANANDA 125070200131005 AA FLORA YUNDA A 125070200131007 FATIMAH AZ ZAHRA 125070200131008 FEBRINA ARDIANTI 125070200131009 SUNARDIMAN 125070207111015 LATIFIA DEWI F 125070207111007 KELOMPOK 4 REGULER 1 + K3LN JURUSAN KEPERAWATAN

Upload: dwi-retno-selvitriana

Post on 12-Jul-2016

246 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

:)

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Diare Fix

LAPORAN PS

DIARE

OLEH:

CANDRA RESTU MENTARI 125070201111021

YULIA KURNIAWATI 125070201111023

DWI RETNO SELVITRIANA 125070201111027

MIKE ISTIANAWATI 125070201111033

KANIA LIESPAHLEVI SABRI 125070218113043

LUTFI CHARISMA ADZANI 125070218113045

ADZANEA AL HAFIZ 125070218113054

TIARA DEA ANANDA 125070200131005

AA FLORA YUNDA A 125070200131007

FATIMAH AZ ZAHRA 125070200131008

FEBRINA ARDIANTI 125070200131009

SUNARDIMAN 125070207111015

LATIFIA DEWI F 125070207111007

KELOMPOK 4 REGULER 1 + K3LN

JURUSAN KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2015

Page 2: Laporan Diare Fix

1. DEFINISIDiare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan

konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya

lebih sering (biasanya 3x/hari atau lebih) dalam satu hari (DEPKES RI, 2008).

2. KLASIFIKASIMenurut Depkes RI (2000) dalam Wulandari (2009), berdasarkan jenisnya

diare dibagi empat yaitu:

1) Diare Akut

Diare akut yaitu, diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya

kurang dari 7 hari). Akibatnya adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi

merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.

2) Disentri

Disentri yaitu, diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah

anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan kemungkinan

terjadinnya komplikasi pada mukosa.

3) Diare persisten

Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus

menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan

metabolisme.

4) Diare dengan masalah lain

Anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten) mungkin juga

disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit

lainnya.

Menurut referensi lain disebutkan bahwa klasifikasi diare yaitu:

1) Diare osmotik

Diare tipe ini disebabkan oleh peningkatan tekanan osmotik intralumen usus

halus yang disebabkan oleh obat-obatan atau zat kimia yang hiperosmotik

(MgSO4, Mg(OH)2, malabsorbsi umum, dan defek dalam absorbsi mukosa

usus misal pada defisiensi disararidase, malabsorbsi glukosa/galaktosa

(Weizman Z,dkk.2008; Kligler B. 2008).

Page 3: Laporan Diare Fix

2) Diare sekretorik

Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air maupun elektrolit dari

usus, menurunnya absorbsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis

ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan

tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum. Penyebab dari

diare tipe ini antara lain karena efek enterotoksin pada infeksi Vibrio cholerae,

atau Escherichia coli, penyakit yang menghasilkan hormon (VIPoma), reseksi

ileum (gangguan absorbsi garam empedu), dan efek obat laksatif (dioctyl

sodium sulfosuksinat, dll) (Weizman Z,dkk.2008; Kligler B. 2008).

3) Diare infeksi

Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut

kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas noninvasif (tidak merusak

mukosa) dan invasif (merusak mukosa). Bakteri noninvasif menyebabkan

diare karena toksin yang disekresi oleh bakteri tersebut, yang disebut diare

toksigenik. Misalnya enterotoksin yang dihasilkan oleh bakteri Vibrio

cholerae/eltor, yang mana enterotoksin yang dihasilkan merupakan protein

yang dapat menempel pada epitel usus, yang kemudian membentuk adenosin

monofosfat siklik (AMF siklik) di dinding usus dan menyebabkan sekresi aktif

anion klorida yang diikuti air, ion bikarbonat, dan kation natrium serta kalium.

Mekanisme absorbsi ion natrium melalui mekanisme pompa natrium tidak

terganggu karena itu keluarnya ion klorida (diikuti ion bikarbonat, air, natrium,

ion kalium) dapat dikompensasi oleh meningginya absorbsi ion natrium

(diiringi oleh air, ion kalium dan ion bikarbonat, klorida). Kompensai ini dapat

dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorbsi secara aktif oleh

dinding sel usus (Weizman Z,dkk.2008; Kligler B. 2008).

Klasifikasi diare persisten:Diare persisten memiliki tanda-tanda antara lain diare sudah lebih dari 14

hari dengan dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu diare persisten berat

apabila ditemukan adanya tanda dehidrasi dan diare persisten apabila tidak

ditemukan adanya tanda dehidrasi (Hidayat A.A.A. 2008).

Page 4: Laporan Diare Fix

3. EPIDEMIOLOGIPenyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara

berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang

masih tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen

Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada

tahun 2000 insiden penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi

374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun

2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih

sering terjadi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah

kasus 8133 orang, kematian 239 orang. Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan

dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang, sedangkan

tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204

orang dengan kematian 73 orang (Kemenkes RI, 2011).

Prevalensi diare klinis dalam Riskesdas 2007 adalah 9,0% (rentang: 4,2% -

18,9%), tertinggi di Provinsi NAD (18,9%) dan terendah di DI Yogyakarta (4,2%).

Beberapa provinsi mempunyai prevalensi diare klinis >9% (NAD, Sumatera

Barat, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa

Tengara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara,

Gorontalo, Papua Barat dan Papua) yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar prevalensi diare menurut provinsi (Riskesdas, 2007)

Page 5: Laporan Diare Fix

Bila dilihat per kelompok umur diare tersebar di semua kelompok umur

dengan prevalensi tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%.

Sedangkan menurut jenis kelamin prevalensi laki-laki dan perempuan hampir

sama, yaitu 8,9% pada laki-laki dan 9,1% pada perempuan. Prevalensi diare

menurut kelompok umur dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar prevalensi diare menurut kelompok umur (Riskesdas, 2007)

Prevalensi diare lebih banyak di perdesaan dibandingkan perkotaan, yaitu

sebesar 10% di perdesaan dan 7,4 % di perkotaan. Diare cenderung lebih tinggi

pada kelompok pendidikan rendah dan bekerja sebagai petani/nelayan dan

buruh yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar prevalensi diare menurut pendidikan (Riskesdas, 2007)

Page 6: Laporan Diare Fix

Gambar prevalensi diare menurut pekerjaan (Riskesdas, 2007)

Berdasarkan pola penyebab kematian semua umur, diare merupakan

penyebab kematian peringkat ke-13 dengan proporsi 3,5%. Sedangkan

berdasarkan penyakit menular, diare merupakan penyebab kematian peringkat

ke-3 setelah TB dan Pneumonia. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah

ini:

Gambar pola penyebab kematian semua umur (Riskesdas, 2007)

Page 7: Laporan Diare Fix

Juga didapatkan bahwa penyebab kematian bayi (usia 29 hari-11 bulan)

yang terbanyak adalah diare (31,4%) dan pneumonia (23,8%). Demikian pula

penyebab kematian anak balita (usia 12-59 bulan), terbanyak adalah diare

(25,2%) dan pnemonia (15,5%) (Riskesdas, 2007).

4. ETIOLOGIMenurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005,

etiologi diare akut dibagi atas:

Karena Infeksi dari Mikroorganisme1) Bakteri

Shigella

Salmonella

E. Coli

Gol. Vibrio

Bacillus cereus

Clostridium perfringens

Stafilokokus aureus

Campylobacter aeromonas

2) Virus

Rotavirus

Adenovirus

Norwalk virus

Coronavirus

Astrovirus

3) Parasit

Protozoa

Entamoeba histolytica

Giardia lamblia

Balantidium coli

Trichuris trichiura

Cryptosporidium parvum

Strongyloides stercoralis

Page 8: Laporan Diare Fix

Non Infeksi 1) Malabsorpsi

a. Malabsorbsi Karbohidrat

Disakarida (intolerans laktosa, maltosa, sukrosa), monosakarida

(intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Kebanyakan pada bayi dan

anak yang terserang ialah intoleransi laktosa.

b. Malabsorbsi lemak

c. Malabsorbsi protein,

2) Keracunan makanan

3) Alergi

4) Gangguan motilitas

5) Imunodefisiensi

6) Kesulitan makan, dll.

(Simadibrata, 2006).

5. PATOFISIOLOGITerlampir

6. FAKTOR RISIKOBanyak faktor risiko yang diduga menyebabkan terjadinya penyakit diare

pada bayi dan balita di Indonesia. Salah satu faktor risiko yang sering diteliti

adalah faktor lingkungan yang meliputi :

sarana air bersih (SAB)

sanitasi

jamban

saluran pembuangan air limbah (SPAL)

kualitas bakterologis air

dan kondisi rumah.

Data terakhir menunjukkan bahwa kualitas air minum yang buruk

menyebabkan 300 kasus diare per 1000 penduduk. Sanitasi yang buruk dituding

sebagai penyebab banyaknya kontaminasi bakteri E.coli dalam air bersih yang

dikonsumsi masyarakat. Bakteri E.coli mengindikasikan adanya pencemaran tinja

manusia. Kontaminasi bakteri E.coli terjadi pada air tanah yang banyak disedot

Page 9: Laporan Diare Fix

penduduk di perkotaan, dan sungai yang menjadi sumber air baku di PDAM pun

tercemar bakteri ini (Adisasmito W, 2007).

Adapun hasil penelitian dari Sinthamurniwaty dalam tesis yang berjudul

FAKTOR-FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIARE AKUT PADA BALITA (Studi

Kasus di Kabupaten Semarang) mengatakan bahwa faktor resiko yang terbukti

berpengaruh pada kejadian diare adalah:

1) Umur Balita

Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur balita < 24 bulan signifikan secara

statistik memiliki risiko lebih besar untuk terkena diare dibandingkan dengan

umur ≥ 24 bulan.

2) Status Gizi

Pada balita penderita kurang gizi serangan diare terjadi lebih sering. Semakin

buruk keadaan / status gizi balita, semakin sering dan berat diare yang

diderita. Di duga bahwa mukosa penderita malnutrisi sangat peka terhadap

infeksi karena daya tahan tubuh yang kurang.

3) Tingkat Pendidikan Pengasuh Balita

Pendidikan pengasuh balita akan sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan

dan perilaku pengasuh balita dalam memelihara kesehatan diri dan balita

yang diasuhnya karena pengasuh balita yang berpendidikan lebih tinggi

cenderung memperhatikan kesehatan diri dan anak asuhnya.

4) Pemanfaatan Sarana Air Bersih

Sebagian besar kuman – kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui

jalur fekal – oral. Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke dalam

mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya air minum,

tangan atau jari – jari, makanan yang disiapkan dalam panci yang telah di cuci

dengan air tercemar dan lain–lain. Banyak air bersih yang diperlukan untuk

membersihkan alat – alat makanan dan memasak serta tangan. Memperbaiki

sumber air (kualitas dan kuantitas) dan kebersihan akan mengurangi

tertelannya kuman oleh anak kecil. Tersedianya air penting untuk

membiasakan kebersihan, misalnya mencuci tangan. Perbaikan sumber dan

sanitasi air mungkin juga mencegah diare pada kelompok umur lain dan

mempunyai berbagai keuntungan lain di bidang kesehatan.

Page 10: Laporan Diare Fix

7. MANIFESTASI KLINISDiare terjadi dalam kurun waktu kurang atau sama dengan 15 hari disertai

dengan demam, nyeri abdomen dan muntah. Jika diare berat dapat disertai

dehidrasi. Muntah-muntah hampir selalu disertai diare akut, baik yang

disebabkan bakteri atau virus V. Cholerae. E. Coli patogen dan virus biasanya

menyebabkan watery diarrhea sedangkan campylobacter dan amoeba

menyebabkan bloody diarrhea (Manson’s, 1996).

Gambaran klinis diare akut yang disebabkan infeksi dapat disertai dengan

muntah, demam, hematosechia, berak-berak, nyeri perut sampai

kram(Triadmodjo, 1993).

Karena kehilngan cairan maka penderita merasa haus, berat badan

berkurang, mata cekung, lidah/ mulut kering, tulang pipi menonjol, turgor

berkurang, suara serak. Akibat asidosis metabolik akan menyebabkan frekuensi

pernafasan cepat, gangguan kardiovaskuler berupa nadi yang cepat tekanan

darah menurun, pucat, akral dingin kadang-kadang sianosis, aritmia jantung

karena gangguan elektrolit, anura sampai gagal ginjal akut(Sudigbya, 1992;

Triadmodjo, 1993).

Gejala diare akut dapat dibagi dalam 3 fase, yaitu:

Fase prodromal (sindroma pra-diare): pasien mengeluh penuh di abdomen,

nausea, vomitus, berkeringat dan sakit kepala (Kolopaking, 2002; Joan et al,.

1998).

Fase diare: pasien mengeluh diare dengan komplikasi (dehidrasi, asidosis,

syok, dan lain-lain), kolik abdomen, kejang dengan atau tanpa demam, sakit

kepala (Kolopaking, 2002; Joan et al,. 1998).

Fase pemulihan: gejala diare dan kolik abdomen berkurang, disertai fatigue.

(Kolopaking, 2002; Joan et al,. 1998).

Dalam praktek klinis sangat penting dalam membedakan gejala antara

diare yang bersifat inflamasi dan diare yang bersifat noninflamasi. Berikut ini

yang perbedaan diare inflamasi dan diare non inflamasi.

Manifestasi Diare Inflamasi Diare noninflamasi

Page 11: Laporan Diare Fix

Karakter tinja Volume sedikit,

mengandung darah dan pus

Volume banyak, cair, tanpa

pus atau darah

Patologi Inflamasi mukosa colon dan

ileum distal

Usus halus proksimal

Mekanisme

diare

Inflamasi mukosa

mengganggu absorbsi

cairan yang kemungkinan

efek sekretorik dari inflamasi

Diare sekretorik/osmotik

yang diinduksi oleh

enterotoksin atau

mekanisme lainnya. Tidak

ada inflamasi mukosa

Kemungkinan

patogen

Shigella, Salmonella,

Clampylobacter, E. Colli,

EIEC, Clostridium dificcile,

Yersinina enterocolitica.

Kolera, ETEC, EPEC,

keracunan makanan tipe

toksin, rotavirus, Adenovirus,

NLV, cryptosporidia, Giardia

lamblia

Sumber : Mandal et al.,2004

Menurut Nursalam (2005), tanda dan gejala diare berdasarkan klasifikasi

diare sebagai berikut:

Tanda/gejala yang tampak KlasifikasiTerdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut:

1. Letargis atau tidak sadar

2. Mata cekung

3. Tidak bisa minum atau malas minum

4. Cubitan kulit perut kembalinya sagat lambat

Diare dengan dehidrasi

berat

Terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut:

1. Gelisah, rewel, atau mudah marah

2. Mata cekung

3. Haus, minum dengan lahap

4. Cubitan kulit perut kembalinya lambat

Diare dengan dehidrasi

ringan/sedang

Tidak ada tanda-tanda untuk diklasifikasikan sebagai

dehidrasi berat atau ringan/sedang

Diare tanpa dehidrasi

Diare selama 14 hari atau lebih disertai dengan Diare presisten berat

Page 12: Laporan Diare Fix

dehidrasi

Diare selama 14 hari atau lebih tanpa disertai tanda

dehidrasi

Diare presisten

Terdapat darah dalam tinja (berak bercampur darah) Disentri

Sumber: Pedoman MTBS (2008).

Berikut ini adalah manifestasi klinis diare berdasarkan lamanya diare yaitu

diare akut dan diare kronis :

DIARE AKUT DIARE KRONISInfeksi:

Shigella/Salmonella:

berhubungan dengan nyeri kolik

abdomen, muntah

Disentri: darah bercampur lendir,

ulkus pada rektum, dan

Entamoeba histolyca pada

feses, demam, berkeringat,

takikardi.

Kolera: diare berat, feses seperti

‘air cucian beras’, dehidrasi,

riwayat berpergian ke luar negeri.

Giardiasis

Penyakit usus halus:

Penyakit Crohn: diare, nyeri

merupakan gejala utama, arang

terdapat darah dan lendir, pada

dewada muda, riwayat penyakit

yang lama, malnutrisi kronis dan

penurunan berat badan.

Penyakit seliaka: riwayat intoleransi

gandum dan sereal, dapat timbul

pada usia dewasa dengan diare

kronis, dan enurunan berat badan,

dan nyeri abdomen.

Sindrom ‘blind loop’: feses y ng

berbusa da ebrbau busuk, akibat

pertumbuhan bakteri yang

berlebihan dan fermentasi, biasanya

berhubungan dengan riwayat

pembedahan sebelunya, dapat

mmenimbulkan komplikasi penyakit

Crohn.

Antibiotik

Jangka pendek, sembuh sendiri,

nyeri kolik ringan.

Penyakit usus besar:

Kolitis ulseratif: intermitten, darah

dan lendir, nyeri kolik, dewasa

muda. Mungkin terjadi singkat pada

Page 13: Laporan Diare Fix

keluhan awal. Kadang-kadang

timbul kolitis fulminan akut dengan

tanda-tanda akut abdomen.

Kanker kolon: pada usia yang lebih

tua, jarang terdapat darah dan

lendir, perubahan frekuensi mungkin

merupakan satu-satunya gejala,

darah samar feses positif massa

rektum.

Sindrom iriasi usus (irritation bowel

syndrome, IBS): diare bercampur

konstipasi, kembung, nyeri kolik,

feses erbentuk butiran kecil, tidak

pernah berdarah.

Palsu: feses tertahan dalam rektum,

feses yang encer di antara obstruksi

feses, pada usia lanjut, sakit jiwa,

obat-obatan yang menyebabkan

konstipasi.

Polip (vilus) (jarang): cair, diare

berlendir, kehilangan K+, paling

saring di rektum.

Penyakit divertikular (jarang)

Kolitis pseudomembranosa

Disebabkan oleh infeksi

Clostridium difficile, ditandai

dengan diare berat yang dapat

brdaah, tetapi kontsipasi aut

yang kadang-kadang terjadi

mungkin mengindikasi penyakit

yang bert. Memiliki gambaran

yang khas pada kolonoskopi.

Penyakit sistemik:

Tirotoksikosis, kecemasan, peptida

dari tumor (VIP, serotonin, substansi

P, kalsitonin), penyalahgunaan

laksatif.

Sumber : Grace et al, 2006

8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Page 14: Laporan Diare Fix

1) Anamnesis

Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik tergantung

penyebab penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung kurang dari 15

hari. Diare karena penyakit usus halus biasanya berjumlah banyak, diare air,

dan sering berhubungan dengan malabsorpsi dan dehidrasi sering

didapatkan. Diare karena kelainan kolon seringkali berhubungan dengan

tinja berjumlah kecil tetapi sering, bercampur darah dan ada sensasi ingin

Buang Air Besar. Pasien dengan diare akut infektif datang dengan keluhan

khas, yaitu mual, muntah, nyeri abdomen, demam, dan tinja yang sering,

malabsorptif, atau berdarah tergantung bakteri patogen yang spesifik.

Secara umum, pathogen usus halus tidak invasif, dan patogen ileokolon

lebih mengarah ke invasif. Muntah yang mulai beberapa jam dari masuknya

makanan mengarahkan kita pada keracunan makanan karena toksin yang

dihasilkan (Fediani, 2012)

2) Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi

denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu

dicari tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit

abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya: ubun-ubun besar cekung atau

tidak, mata: cowong atau tidak, ada atau tidaknya air mata, bibir, mukosa

mulut dan lidah kering atau basah. Pernapasan yang cepat dan dalam

indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus yang lemah atau tidak ada

bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan

capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi. Penilaian

beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: obyektif yaitu

dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare. Subyektif

dengan menggunakan criteria WHO, Skor Maurice King, dan lain-lain.

(Fediani, 2012)

Tabel Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995 Penilaian A B C

Page 15: Laporan Diare Fix

Penilaian A B CLihat:

Keadaan umum

Mata

Air mata

Mulut dan Lidah

Rasa haus

Periksa:

Turgor kulit

Hasil pemeriksaan

Terapi

Baik,sadar

Normal

Ada

Basah

Minum biasa

tidak haus

Kembali cepat

Tanpa dehidrasi

Rencana terapi A

Gelisah,rewel*

Cekung

Tidak ada

Kering

*Haus ingin

minum banyak

*Kembali lambat

Dehidrasi

ringan/sedang

bila ada 1 tanda *

ditambah 1 atau

lebih tanda lain

Rencana terapi B

Lesu, lunglai atau

tidak sadar*

Sangat cekung

dan kering

Sangat kering

*Malas minum

atau tidak bisa

minum

*Kembali sangat

lambat

Dehidrasi berat

Rencana terapi C

Sumber : Fediani, 2012

Cara membaca tabel untuk menentukan kesimpulan derajat dehidrasi :

a. Baca tabel penilaian derajat dehidrasi dari kolom kanan ke kiri (C ke A)

b. Kesimpulan derajat dehidrasi penderita ditentukan dari adanya 1 gejala kunci

(yang diberi tanda bintang) ditambah minimal 1 gejala yang lain (minimal 1

gejala) pada kolom yang sama.

Pemeriksaan Penunjang1) Tes darah

Secara umum dilakukan hitung darah lengkap, LED, biokimiawi darah, tes

khusus dilakukan untuk mengukur albumin serum, vitamin B12, dan folat.

Anemia atau trombositosis mengarahkan dugaan adanya penyakit kronis.

Page 16: Laporan Diare Fix

Albumin yang rendah bisa menjadi patokan untuk tingkat keparahan penyakit

namun tidak spesifik.

2) Mikroskopik dan Kultur tinja

Mengidentifikasi organisme penyebab. Bakteri Clostiridium difficile

ditemukan pada 5% orang sehat; oleh karenanya diagnosis ditegakkan

berdasarkan adanya gejala disertai ditemukan toksin, bukan berdasarkan

ditemukan organisme saja.

Inspeksi feses merupakan pemeriksaan yang sangat membantu.

Pemeriksaan feses dibedakan menjadi tes spesifik dan tes non spesifik.

Pemeriksaan spesifik diantaranya tes untuk enzim pankreas seperti

elastase feses.

Pemeriksaan non spesifik diantaranya osmolalitas tinja dan perhitungan

osmotik gap mempunyai nilai dalam membedakan diare osmotik,

sekretorik dan diare factitious. Osmolalitas feses yang rendah < 290

mosmol/kg menandakan kontaminasi urine, air atau intake cairan

hipotonik berlebihan. Osmolalitas cairan feses sama dengan serum jika

pasien menggunakan laksansia, daire osmotik atau diare sekretorik.

Fekal osmotik gap dapat dihitung berdasarkan rumus 290 – 2x

(konsentrasi natrium + kalium). Konsentrasi natrium dan kalium feses

diukur pada cairan feses setelah homogenisasi dan sentrifugasi.

Osmotik gap dapat dipergunakan untuk memperkirakan peranan

elektrolit dan non elektrolit dalam terjadinya retensi air didalam lumen

intestinal. Pada diare sekretorik elektrolit yang tidak diabsorpsi

mempertahankan air dalam lumen, sedangkan pada diare osmotik

komponen non elektrolit yang menyebabkan retensi air. Osmotik gap

pada diare osmotik >125 mosmol/kg, sedangkan pada diare sekretorik

<50 mosmol/kg. (Wiryani&Wibawa. 2007)

3) Lemak dalam tinja

Cara paling sederhana adalah pewarnaan sampel tinja dengan Sudan black

kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Pada kasus yang lebih sulit, kadar

lemak tinja harus diukur, walaupun untuk pengukuran ini dibutuhkan diet

yang terstandardidasi.

4) Foto polos abdomen

Page 17: Laporan Diare Fix

Pada foto polos abdomen dapat terlihat kalsifikasi pancreas, walaupun jika

diduga terjadi insufisiensi pancreas, sebaiknya diperiksa dengan endoscopic

retrograde cholangiopancreatography (ERCP) dan atau CT pancreas. Foto

polos abdomen juga dapat menunjukkan gambaran kolitis akut.

5) Endoskopi, aspirasi duodenum, dan biopsi

Untuk menyingkirkan penyakit seliaka dan giardiasis.

6) Kolonoskopi dan biopsi

Endoskopi saluran pencernaan bagian bawah lebih menguntungkan

daripada pencitraan radiologi dengan kontras karena, bahkan jika mukosa

terlihat normal, pada biopsi dapat ditemukan colitis mikroskopik (misalnya

colitis limfositik, colitis kolagenosa).

7) Sigmoidoskopi

Khususnya pada dugaan kolitis ulseratif atau kanker (atau kolitis amoeba).

8) Hydrogen breath test

Untuk hipolaktasia (laktosa) atau pertumbuhan berlebih bakteri pada usus

halus (laktulosa).

9) Pencitraan usus halus

Menunjukkan divertikulum jejuni, penyakit Crohn atau bahkan striktur usus

halus.

10) Hormon usus puasa

Jika ada dugaan tumor yang mensekresi hormon, harus dilakukan

pengukuran kadar kadar hormon puasa.

11) Berat tinja 24 jam (diulang saat puasa)

Walaupun sering ditulis di urutan terakhir daftar pemeriksaan penunjang,

pemeriksaaan ini tetap merupakan cara paling tepat untuk membedakan

diare osmotik dengan diare sekretorik.

9. PENATALAKSANAAN MEDISSaat ini WHO menganjurkan 4 hal utama yang efektif dalam menangani

anak-anak yang menderita diare akut, yaitu penggantian cairan (rehidrasi),

cairan diberikan secara oral untuk mencegah dehidrasi yang sudah terjadi,

pemberian makanan terutama ASI selama diare dan pada masa penyembuhan

diteruskan, tidak menggunakan obat antidiare, serta petunjuk yang efektif bagi

ibu serta pengasuh tentang perawatan anak yang sakit di rumah, terutama cara

Page 18: Laporan Diare Fix

membuat dan memberi oralit, tanda-tanda yang dapat dipakai sebagai pedoman

untuk membawa anak kembali berobat serta metoda yang efektif untuk

mencegah diare.

Penjelasan lain menurut Hidayat (2005) penatalaksanaan penderita diare di

rumah antara lain:

1) Memberi Tambahan Cairan Berikan cairan lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian, jika

anak memperoleh ASI eksklusif berikan oralit atau air matang sebagai

tambahan. Anak yang tidak memperoleh ASI eksklusif berikan 1 atau lebih

cairan berikut: oralit, cairan makanan (kuah, sayur, air tajin) atau air matang.

Sebagai tenaga kesehatan harus memberitahu ibu berapa banyak cairan

seharinya:

a. Sampai umur 1 tahun : 50 sampai 100 ml setiap kali berak

b. Umur 1 sampai 5 tahun : 100 sampai 200 ml setiap kali berak

Minumkan cairan sedikit demi sedikit tetapi sering dan jika muntah tunggu

10 menit kemudian lanjutkan lagi sampai diare berhenti.

2) Memberi Makanan Saat diare anak tetap harus diberi makanan yang memadai, jangan

pernah mengurangi makanan yang biasa dikonsumsi anak, termasuk ASI dan

susu. Hindari makanan yang dapat merangsang pencernaan anak seperti

makanan yang asam, pedas atau buah-buahan yang mempunyai sifat

pencahar.

Bila diare terjadi berulang kali, balita atau anak akan kehilangan cairan

atau dehidrasi yang ditandai dengan:

a. Anak menangis tanpa air mata

b. Mulut dan bibir kering

c. Selalu merasa haus

d. Air seni keluar sedikit dan berarna gelap, ada kalanya tidak keluar sama

sekali.

e. Mata cekung dan terbenam

f. Bayi tanda dehidrasi bias dilihat dari ubun-ubun yang menjadi cekung

g. Anak mudah mengantuk

h. Anak pucat dan turgor tidak baik

Page 19: Laporan Diare Fix

Untuk menanggulanginya perlu diberi cairan banyak, tidak harus oralit.

Bisa berupa teh manis, larutan gula garam atau sup. Air tajin justru cukup

efektif bagi bayi untuk mengatasi diare. Dan jauh lebih baik dibandingkan

dengan oralit karena tajin mengandung glukosa primer yang mudah diserap.

Penggunaan air tajin sebagai obat diare tidak berbahaya untuk bayi sekalipun

(Suryana, 2005).

Penatalaksanaan penderita diare di tempat pelayanan kesehatan atau

penatalaksanaan secara medis (Ngastiyah, 2005):

1) Pemberian Cairan o Cairan peroral, diberikan pada pasien dengan dehidrasi rungan atau

sedang bisa diberi oralit

o Cairan parenteral, pemberiannya dapat diberikan dengan cara melalui

intra vena misalnya cairan Ringer Laktat (RL) yang selalu tersedia di

fasilitas kesehatan di mana saja.

o Pengobatan Diatetik

Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan berat badan <

7 kg jenis makanannya adalah:

o Susu (ASI dan atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan

asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM (Low Lactose Milk), Almiron atau

sejenis lainnya).

o Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim), bila

anak tidak mau minum susu karena di rumah tidak biasa.

o Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya

susu yang tidak mengandung laktosa atau asam lemak yang berantai

sedang atau tidak jenuh.

2) Obat-Obatan Prinsip pengobatan diare ialah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja

dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan

glukosa atau karbohidrat lain:

a. Asetosal dosis 25 mg/kg BB/hari

b. Khlorpromazin dosis 0,5-1 mg/kg BB/hari.

Page 20: Laporan Diare Fix

Untuk penatalaksanaan pada diare DEPKES RI 2011 membentuk LINTAS DIARE (Lima langkah tuntaskan diare) yakni:

1) Oralit, berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi

dehidrasi.

2) ZINC diberikan selama 10 hari berturut-turut, mengurangi lama dan beratnya

diare, mencegah berulangnya diare selama 2-3 bulan. ZINC juga dapat

mengembalikan nafsu makan anak. Cara Pemberian Obat Zinc:

• Pastikan semua anak yang menderita Diare mendapat obat Zinc selama

10 hari berturut-turut

• Dosis obat Zinc (1 tablet= 20 mg)

- Umur < 6 bulan: 1/2 tablet /hari

- Umur ≥ 6 bulan: 1 tablet /hari

• Larutkan tablet dalam satu sendok air matang atau ASI (tablet mudah

larut ± 30 detik), segera berikan kepada anak.

• Bila anak muntah sekitar setengah jam setelah pemberian obat Zinc,

ulangi pemberian dengan cara memberikan potongan lebih kecil

dilarutkan beberapa kali hingga satu dosis penuh.

• Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan infus, tetap

berikan obat Zinc segera setelah anak bisa minum atau makan.

3) ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang

sama pada waktu anak sehat, untuk mencegah kehilangan berat badan

serta pengganti nutrisi yang hilang.

4) Antibiotik hanya diberikan pada diare berdarah, kolera dan diare dengan

masalah lain.

5) Segera kembali ke petugas kesehatan jika ada demam, tinja berdarah,

muntah berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus diare makin sering

atau belum membaik dalam 3 hari.

RENCANA TERAPI A (TANPA DEHIDRASI)Bila terdapat dua tanda atau lebih yakni:

Keadaan Umum baik, sadar

Mata tidak cekung

minum biasa, tidak haus

Page 21: Laporan Diare Fix

Cubitan kulit perut / turgor kembali segera

RENCANANYA YAKNI:

MENERANGKAN 5 LANGKAH TERAPI DIARE DI RUMAH

1) BERI CAIRAN LEBIH BANYAK DARI BIASANYA

• Teruskan ASI lebih sering dan lebih lama

• Anak yang mendapat ASI eksklusif, beri oralit atau air matang sebagai

tambahan

• Anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri susu yang biasa diminum

dan oralit atau cairan rumah tangga sebagai tambahan (kuah sayur, air

tajin, air matang, dsb)

• Beri Oralit sampai diare berhenti. Bila muntah, tunggu 10 menit dan

dilanjutkan sedikit demi sedikit.

- Umur < 1 tahun diberi 50-100 ml setiap kali berak

- Umur > 1 tahun diberi 100-200 ml setiap kali berak.

• Anak harus diberi 6 bungkus oralit (200 ml) di rumah bila:

- Telah diobati dengan Rencana Terapi B atau C.

- Tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan jika diare

memburuk.

• Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit.

2) BERI OBAT ZINC

Beri Zinc 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah berhenti. Dapat

diberikan dengan cara dikunyah atau dilarutkan dalam 1 sendok air matang

atau ASI.

- Umur < 6 bulan diberi 10 mg (1/2 tablet) per hari

- Umur > 6 bulan diberi 20 mg (1 tablet) per hari.

3) BERI ANAK MAKANAN UNTUK MENCEGAH KURANG GIZI

• Beri makan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu

anak sehat

• Tambahkan 1-2 sendok teh minyak sayur setiap porsi makan

• Beri makanan kaya Kalium seperti sari buah segar, pisang, air kelapa

hijau.

• Beri makan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil (setiap 3-

4 jam)

Page 22: Laporan Diare Fix

• Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan

tambahan selama 2 minggu

4) ANTIBIOTIK HANYA DIBERIKAN SESUAI INDIKASI. MISAL: DISENTERI,

KOLERA dll

5) NASIHATI IBU/ PENGASUH: Untuk membawa anak kembali ke petugas

kesehatan bila :

• Berak cair lebih sering

• Muntah berulang

• Sangat haus

• Makan dan minum sangat sedikit

• Timbul demam

• Berak berdarah

• Tidak membaik dalam 3 hari

RENCANA TERAPI B (DENGAN DEHIDRASI RINGAN/SEDANG)Diare dehidrasi Ringan/ Sedang bila terdapat dua tanda atau lebih:

• Gelisah, rewel

• Mata cekung

• Ingin minum terus, ada rasa haus

• Cubitan kulit perut / turgor kembali lambat

RENCANANYA YAKNI:

1) PEMBERIAN ORALIT:

• Jumlah oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama di sarana kesehatan

adalah 75 x BB anak.

• Bila BB tidak diketahui berikan oralit sesuai tabel di bawah ini:

UmurSampai 4 bulan 4 -12 bulan 12-24 bulan 2-5 tahun

Berat Badan < 6 kg 6-10 kg 10-12 kg 12-19 kg

Jumlah cairan 200-400 400-700 700-900 900-1400

• Bila anak menginginkan lebih banyak oralit, berikanlah.

• Bujuk ibu untuk meneruskan ASI.

• Untuk bayi < 6 bulan yang tidak mendapat ASI berikan juga 100-200 ml

air masak selama masa ini.

Page 23: Laporan Diare Fix

• Untuk anak > 6 bulan, tunda pemberian makan selama 3 jam kecuali ASI

dan oralit

• Beri obat Zinc selama 10 hari berturut-turut

2) AMATI ANAK DENGAN SEKSAMA DAN BANTU IBU MEMBERIKAN

ORALIT:

• Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan.

• Berikan sedikit demi sedikit tapi sering dari gelas.

• Periksa dari waktu ke waktu bila ada masalah.

• Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan berikan

air masak atau ASI. Beri oralit sesuai Rencana Terapi A bila

pembengkakan telah hilang.

3) SETELAH 3-4 JAM, NILAI KEMBALI ANAK MENGGUNAKAN BAGAN

PENILAIAN, KEMUDIAN

• PILIH RENCANA TERAPI A, B ATAU C UNTUK MELANJUTKAN

TERAPI

• Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke Rencana Terapi A. Bila dehidrasi telah

hilang, anak biasanya kencing kemudian mengantuk dan tidur.

• Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/ sedang, ulangi Rencana

Terapi B

• Anak mulai diberi makanan, susu dan sari buah.

• Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan Rencana Terapi C

4) BILA IBU HARUS PULANG SEBELUM SELESAI RENCANA TERAPI B

• Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam Terapi 3 jam di

rumah

• Berikan oralit 6 bungkus untuk persediaan di rumah

• Jelaskan 5 langkah Rencana Terapi A untuk mengobati anak di rumah

RENCANA TERAPI C (DENGAN DEHIDRASI BERAT)Diare dehidrasi berat bila terdapat dua tanda atau lebih:

• Lesu, lunglai / tidak sadar

• Mata cekung

• Malas minum

• Cubitan kulit perut / turgor kembali sangat lambat

Page 24: Laporan Diare Fix

RENCANANYA YAKNI:

Ikuti tanda panah jika ya lanjut ke kanan, bila tidak lanjut ke bawah

Tidak

Ya

• Beri cairan Intravena segera. Ringer Laktat atau

NaCl 0,9% (bila RL tidak tersedia) 100 ml/kg BB,

dibagi sebagai berikut :

UMUR Pemberian

Pertama

30ml/kg BB

Kemudian

70ml/kg BB

Bayi < 1 tahun 1 jam* 5 jam

Anak .1 tahun 30 menit* 2 1/2 jam

* Diulangi lagi bila denyut nadi masih lemah atau

tidak teraba

• Nilai kembali tiap 15-30 menit. Bila nadi belum

teraba, beri tetesan lebih cepat.

• Juga beri oralit (5 ml/kg/jam) bila penderita bisa

minum biasanya setelah 3-4 jam (bayi) atau1-2

jam (anak).

• Berikan obat Zinc selama 10 hari berturut-turut.

• Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi

derajat dehidrasi. Kemudian pilihlah rencana

terapi yang sesuai (A, B atau C ) untuk

melanjutkan terapi.

Ya

Dapatkah anda memberikan cairan IV

• Rujuk penderita untuk terapi Intravena.

• Bila penderita bisa minum, sediakan oralit dan

tunjukkan cara memberikannya selama di

perjalanan.

Tidak

Adakah Terapi terdekat (dalam 30 menit)?

Page 25: Laporan Diare Fix

Catatan :

• Bila mungkin amati penderita sedikitnya 6 jam

setelah rehidrasi untuk memastikan bahwa ibu

dapat menjaga mengembalikan cairan yang hilang

dengan memberi oralit.

• Bila umur anak di atas 2 tahun dan kolera baru

saja berjangkit di daerah, pikirkan kemungkinan

kolera dan beri antibiotika yang tepat secara oral

begitu anak sadar.

Segera rujuk anak

untuk rehidrasi melalui

Nasogastrik/Orogastrik

atau Intravena.

• Mulai rehidrasi dengan oralit melalui mulut.

Berikan sedikit demi sedikit, 20 ml/kg BB/jam

selama 6 jam

• Nilai setiap 1-2 jam:

- Bila muntah atau perut kembung berikan cairan

lebih lambat.

- Bila rehidrasi tidak tercapai setelah 3 jam, rujuk

untuk terapi Intravena.

• Setelah 6 jam nilai kembali dan pilih rencana

terapi yang sesuai.

YaApakah penderita bisa minum?

Tidak

Ya

Apakah Saudara dapat menggunakan pipa nasogastrik /orogastrik untuk rehidrasi?

• Mulai rehidrasi dengan oralit melalui Nasogastrik/

Orogastrik. Berikan sedikit demi sedikit, 20 ml/kg

BB/jam selama 6 jam

• Nilai setiap 1-2 jam:

- Bila muntah atau perut kembung berikan cairan

lebih lambat.

- Bila rehidrasi tidak tercapai setelah 3 jam rujuk

untuk terapi Intravena.

• Setelah 6 jam nilai kembali dan pilih rencana

terapi yang sesuai (A, B atau C )

Tidak

Page 26: Laporan Diare Fix

10. KOMPLIKASIMenurut Sudarti (2010) komplikasi akibat diare adalah:

1) Dehidrasi (kekurangan cairan)Tergantung dari presentase cairan tubuh yang hilang, dehidrasi dapat terjadi

ringan, sedang atau berat.

2) Gangguan SirkulasiPada diare akut, kehilangan cairan dapat terjadi dalam waktu yang singkat.

Bila kehilangan cairan ini lebih dari 10% berat badan, pasien dapat

mengalami syok atau persyok yang disebabkan oleh berkurangnya volume

cairan (hipovolemia).

3) Gangguan asam-basa (asidosis)Hal ini terjadi akibat kehilangan cairan elektrolit (bikarbonat) dari dalam

tubuh. Sebagai kompensasinya tubuh akan bernafas cepat untuk membantu

meningkatkan pH arteri.

4) Gangguan GiziGangguan ini terjadi karena asupan makanan yang kurang dan output yang

berlebihan. Hal ini akan bertambah berat bila pemberian makanan dihentikan,

serta sebelumnya penderita sudah mengalami kekurangan gizi (malnutrisi

Dewi (2010) menambahkan komplikasi diare sebagai berikut:

1) Hipokalemia yaitu kadar kalium dalam darah rendah dengan gejala lemah,

bradikardi, perubahan pada elektrokardiogram.

2) Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah yang rendah.

3) Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defesiensi enzim laktase

karena kerusakan vili mukosa usus halus.

11. PENCEGAHANWHO (2013) menyebutkan beberapa hal yang dapat dilakakukan untuk

mencegah diare, diantaranya:

Konsumsi air minum yang bersih

Sanitasi lingkungan yang bersih

Selalu cuci tangan dengan sabun

Berikan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan

Lakukan personal hygiene

Page 27: Laporan Diare Fix

Selalu jaga kebersihan makanan

Lakukan edukasi mengenai bagaimana penyebaran infeksi diare

Vaksinasi rotavirus

Page 28: Laporan Diare Fix

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito W. 2007. FAKTOR RISIKO DIARE PADA BAYI DAN BALITA DI

INDONESIA: SYSTEMATIC REVIEW PENELITIAN AKADEMIK BIDANG

KESEHATAN MASYARAKAT. Makara Kesehatan FKM UI: Depok.

Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.

Departemen Kesehatan RI. 2000. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare.

Jakarta: DEPKES RI

Departemen Kesehatan RI. 2008. LINTAS DIARE Lima Langkah Tuntaskan Diare.

Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Depkes RI. 2011. Buku Saku Petugas Kesehatan.

Dewi, Vivian Nanny Lia. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta:

Salemba Medika.

F Adyanastri. 2012. Etiologi dan Gambaran Klinis Diare Akut di RSUP dr Kariadi

Semarang. Online. Available from:

eprints.undip.ac.id/37538/1/Festy_G2A008082_Lap_kti.pdf.

Fediani, T. 2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Tindakan Ibu

Terhadap Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan Tanjung Sari tahun 2011.

Online. Available from:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31092/4/Chapter%20II.pdf.

Diakses tanggal 5 Maret 2015.

Grace, Pierce A. & Borley, Neil R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta. Penerbit

Erlangga.

Hidayat A.A.A. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan.

Kementerian Kesehatan RI. 2011. Situasi DIARE di Indonesia. Jakarta: Kementerian

Kesehatan RI.

Kligler B, Cohrssen A. 2008. Probiotics. Am Fam Physician 2008; 78: 1073 8.

Page 29: Laporan Diare Fix

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). 2007. Laporan Nasional 2007. Jakarta:

Departemen Kesehatan RI.

Simadibrata, M., Daldiyono. 2006. Diare Akut. In: Sudoyo, Aru W, et al, ed. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit

Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 408-413.

Sinthamurniwaty. 2006. FAKTOR-FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIARE AKUT PADA

BALITA (Studi Kasus di Kabupaten Semarang). FK UNDIP: Semarang.

Sudarti. 2010. Kelainan dan Penyakit pada Bayi & Anak. Yogyakarta: Nuha Medika.

Weizman Z, Asli G, Alsheikh A. 2008. Effect of a Probiotic Infant Formula on

Infections in Child Care Centers: Comparison of Two Probiotic Agents.

Pediatrics 2008; 115: 5-9.

WHO. 2013. Diarrhoeal Disease.

Wiryani & Wibawa. Pendekatan Diagnostik dan Terapi Diare Kronis. Online.

Available from: http://download.portalgaruda.org/article.php?

article=13129&val=927. Bagian ?SMF Ilmu Penyakut Dalam FK Unud?RS

Sanglah, Denpasar. Diakses tanggal 5 Maret 2015.

Wulandari, Anjar Purwidiana. 2009. Hubungan antara Faktor Lingkungan dan Faktpr

Sosiodemografi dengan Kejadian Diare pada Balita di Desa Blimbing

Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen 2009. Skripsi Universitas Surakarta.