laporan fix

62
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14 Disusun Oleh: Kelompok 12 Tutor : dr.Wardiansyah Didy Kurniawan 04101401006 Revi Dinayanti 04101401008 Noor Zaki A.F 04101401013 Khairunnissa 04101401018 Dzikrina Miftahul Husna 04101401022 Ista Fatimah Kurnia Rahmi 04101401024 M. Izwan Iqbal T. 04101401086 Nadiyah Liyanti 04101401101 Andre Hidayat 04101401104 Venny Soentanto 04101401121 Krypton Rakehalu K. 04101401122 1

Upload: karina-attaya-suwanto

Post on 11-Jan-2016

29 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

j

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Fix

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C

BLOK 14

Disusun Oleh:

Kelompok 12

Tutor : dr.Wardiansyah

Didy Kurniawan 04101401006

Revi Dinayanti 04101401008

Noor Zaki A.F 04101401013

Khairunnissa 04101401018

Dzikrina Miftahul Husna 04101401022

Ista Fatimah Kurnia Rahmi 04101401024

M. Izwan Iqbal T. 04101401086

Nadiyah Liyanti 04101401101

Andre Hidayat 04101401104

Venny Soentanto 04101401121

Krypton Rakehalu K. 04101401122

Ni Wayan Puspa Pan Dani 04101401125

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2012

1

Page 2: Laporan Fix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan tugas

tutorial skenario A ini dapat terselesaikan dengan baik.

Laporan ini betujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari

sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Tim penyusun laporan ini tak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak

yang telah membantu dalam penyusunan laporan tugas tutorial ini.

Laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca akan

sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan tim penyusun lakukan.

Tim Penyusun

Palembang, Oktober 2012

2

Page 3: Laporan Fix

DAFTAR ISI

1. Halaman Judul

2. Kata Pengantar……………………………..…………………....2

3. Daftar Isi………………………………………………...............3

4. Hasil Tutorial dan Belajar Mandiri :

I. Klarifikasi Istilah……………………….……………….4

II. Identifikasi Masalah…………………..…………………5

III. Analisis Masalah dan Jawaban………….………………6

IV. Hipotesis…………………………………….………… 15

V. Kerangka Konsep …………………………………….. 15

VI. Learning Issues ……………………………………….. 16

VII. Sintesis…………………………………………………17

Daftar Pustaka………………………………………………...………...41

3

Page 4: Laporan Fix

Skenario C blok 14

Case History:

Mrs. Siti, a 55-year-old woman, came to Moh. Hoesin Hospital with chief complain of

weakness. She also had palpitation and nausea sometimes. She had history of eight times

spontaneous labor. She had been suffering from hematoschezia frequently since 3 year ago

and her doctor said that she had haemorrhoid. She seldom ate vegetables and fruits.

Physical examination:

General appearance: pale, fatique

Vital sign: HR: 116 x/minute, RR: 28 x/ minute, Temperature: 36,6C, BP: 100/70 mmHg

Head: cheilitis positive, tongue: papil atrophy

No lymphadenopathy

Abdomen: no epigastric pain, liver and spleen non palpable

Extremities: koilonychias negative

Laboratory:

Hb 4,8 g/dl, MCV 60 fl, MCH 24, MCHC 30%, RDW 20%

Blood smear: anisocytosis, hypochrome microcyter, poikilocytosis

Faeces: Hookworm’s eggs negative

Others:

Serum iron is 16 μg/dL (normal is 50 to 150 μg/dL)

Total iron-binding capacity is 420 μg/dL (normal is 250 to 370 μg/dL)

I. KLARIFIKASI ISTILAH

1. Palpitation : Denyut jantung tidak teratur, terlalu kuat

dan kecepatan abnormal

2. Nausea : Sensasi tidak nyaman pada epigastrium

disertai rasa ingin muntah.

3. Spontaneous labor : Kelahiran pervagina tanpa bantuan mekanik

4

Page 5: Laporan Fix

maupun farmakologi.

4. Hematoschezia : Pendarahan yang keluar dari anus, dengan

warna merah segar

5. Haemorhoid : Keadaan akibat pelebaran pembuluh darah

vena bagian bawah saluran cerna (rectum dan

anus)

6. Cheilitis : Peradangan pada bibir

7. Papil atrophy : Mengecil (hilangnya) tonjolan-tonjolan

pada lidah

8. Koilonychias : Distrophy kuku jari, kuku menjadi tipis dan

cekung, dengan pinggiran naik (spoon nail)

9. Anisocytosis : RBC dalam darah yang menunjukkan

variasi ukuran

10. Poikilocytosis : Variasi bentuk RBC

11. Hypochrome microcyter : Keadaan dimana RBC berwarna pucat dan

kecil

12. Serum Iron : Test untuk mengetahui jumlah besi yang

terikat dengan transferin

13. TIBC : Pemeriksaan untuk mengetahui kemampuan

darah mengikat besi dengan transfein

14. RDW : Parameter dari jumlah, variasi, volume dan

ukuran RBC

II. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Ny. Siti, 55 tahun datang ke RSMH dengan keluhan lemah.

2. NY, Siti juga mengeluh palpitasi dan mual

3. Ny. Siti memiliki riwayat 8x melahirkan spontan. Ia juga sering mengalami

hematoschezia sejak 3 tahun yang lalu, dan dokternya mengatakan bahwa dia

mengalami haemorhoid. Ia jua jarang makan buah dan sayur.

4. Pemeriksaan fisik

General appearance: pale, fatique

Vital sign: HR: 116 x/minute, RR: 28 x/ minute, Temperature: 36,6C, BP: 100/70

mmHg

5

Page 6: Laporan Fix

Head: cheilitis positive, tongue: papil atrophy

No lymphadenopathy

Abdomen: no epigastric pain, liver and spleen non palpable

Extremities: koilonychias negative

5. Laboratory:

Hb 4,8 g/dl, MCV 60 fl, MCH 24, MCHC 30%, RDW 20%

Blood smear: anisocytosis, hypochrome microcyter, poikilocytosis

Faeces: Hookworm’s eggs negative

Others:

Serum iron is 16 μg/dL (normal is 50 to 150 μg/dL)

Total iron-binding capacity is 420 μg/dL (normal is 250 to 370 μg/dL)

III. ANALISIS MASALAH

1. Apa etiologi dan mekanisme weakness?

Jawab:

Pada kasus ini kemungkinan kelemahan ini disebabkan karena anemia

dengan Hb 4,8 g/dl dan penurunan MCV. Menurunnya jumlah Hb ini

kemungkinan akibat kurangnya pasokan bahan baku pembentuknya yaitu

besi. Defisiensi besi ini bisa merupakan akibat dari hilangnya darah akibat

perdarahan kronis, pada kasus ini pasien mengeluh hemoroid dan sering

hematoschezia, selain itu sudah 8x melahirkan secara spontan. Sehingga kadar

besi di dalam tubuh tidak dapat mencukupi kebutuhan untuk pembentukan Hb.

Secara skematis dapat dibentuk seperti ini :

Anemia → Penurunan Hb → Pengangkutan Oksigen dan nutrisi

terganggu → Jumlah oksigen dan nutrisi yang dibawa ke otot berkurang →

Kelemahan.

Ditambah lagi terjadi penurunan fungsi mioglobin, enzim sitokrom dan

gliseofosfat oksidase yang berperan pada proses glikolisis, sehingga terjadi

gangguan glikolisis yang mengakibatkan penumpukan asam laktat

2. a. Apa etiologi dan mekanisme palpitasi?

Jawab:

6

Page 7: Laporan Fix

Anemia → kebutuhan oksigen sel dan jaringan tidak terpenuhi dengan

cukup → takikardi → perubahan kecepatan, keteraturan dan kekuaan

kontraktilitas jantung → palpitasi

b. Apa etiologi dan mekanisme nausea?

Jawab:

Perut mual disebabkan sel parietal lapisan mukosa lambung tidak

teroksigenisasi dengan baik untuk perkembangan sel, akhirnya terjadilah atrofi

mukosa lambung, kemudian keadaan yang atrofi ini menyebabkan tidak

berproduksinya asam lambung atau istilahnya akhlorhidria. Defisiensi asam

lambung ini menyebabkan makanan tidak tercena dengan baik, padahal asam

lambung ini berperan dalam mengubah bolus menjadi kismus (kismus bentuk

makanan yang siap untuk diabsorpsi di usus). Makanan yang tidak tercerna

dengan baik maka akan merangsang tubuh untuk mengeluarkan dengan

perantara perasaan mual.

3. a. Apa hubungan 8x melahikan spontan dengan keluhan yang dialami Ny. Siti

sekarang?

Jawab:

Berhubungan dengan hemoroid yang terjadi, karena pengaruh dari

proses mengejan dimana semua otot disekitar panggul ikut berkontraksi

pelebaran vena hemoroidalis hemoroid

b. Apa etiologi dan mekanisme hematoschezia?

Jawab: sintesis

c. Apa etiologi dan mekanisme haemorhoid?

Jawab:

Etiologi hemorhoid:

Akibat kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan aliran balik dari

vena hemoroidalis

Mekanisme hemorhoid:

Struktur vena dan arteri didalam hemorroid saling berhubungan dan

tanpa memiliki katup. Peningguan tekanan intra abdominal terjadi

7

Page 8: Laporan Fix

sehingga menyebabkan kegagalan relaksasi muskulus sfingter interna

setelah defekasi, terjadilah hambatan drainase aliran vena, dilatasi

bantalan karena terisi darah dan dinding yang meregang menjadi

menipis, sehingga feses yang keras (karena kurangnya asupan sayur

dan buah) melalui bantalan vaskular yang melebar, bantalan tersebut

robek dan ruptur, sehingga dapat mengeluarkna darah merah terang

(bright red bleeding)

d. Apa hubungan hematoschezia dengan keluhan yang dialami Ny. Siti

sekarang?

Jawab:

Hematoschezia (perdarahan kronik) besi berkurang kebutuhan

haematopoiesis berkurang anemia defisiensi besi weakness

e. Apa dampak dari kurangnya mengkonsumsi sayur dan buah?

Jawab:

Daya Tahan Fisik Lemah : Hal ini disebabkan oleh tubuh orang

tersebut ‘miskin’ vitamin B kompleks, vitamin C, E, seng, besi, magnesium,

dan potasium.

Tekanan Darah Tinggi : Penyakit tekanan darah tinggi, bisa disebabkan

karena tubuhnya ‘miskin’ potasium, kalsium dan magnesium

Gangguan Pencernaan : Orang yang jarang makan buah-buahan dan

sayuran, tubuhnya bakal kekurangan gizi yang berupa asam folat dan

betakaroten

Gusi Berdarah : Gusi berdarah bisa muncul karena tubuh kekurangan

vitamin C, kalsium, dan magnesium.

Gangguan Mata : Gangguan pada mata bisa diakibatkan karena tubuh

kekurangan gizi yang berupa betakaroten.

Artritis : Orang yang tubuhnya kekurangan niasin, vitamin B3, vitamin

C, kalsium, dan selenium akan mudah terkena penyakit artritis

Osteoporosis : Orang yang jarang  makan  buah dan  sayuran  tubuhnya

akan mudah menderita penyakit osteoporosis, sebab tubuh kekurangan vitamin

D dan kalsium.

Konstipasi:

8

Page 9: Laporan Fix

Kurang makanan berserat Konstipasi Hemorrhoid

Hematoschezia

Serat makanan setelah masuk ke usus memiliki sifat  dapat mengikat

air, sehingga menyebabkan sisa-sisa makanan  yang tidak tercerna  oleh usus

menjadi lebih lunak, sehingga memungkinkan untuk bergerak (peristaltik)

melewati usus (saluran pencernaan) lebih cepat dan lebih teratur. Volume feses

yang besar dan lunak menyebabkan feses mudah dikeluarkan tanpa harus

ngeden (kontraksi otot).

Kekurangan serat makanan akan menyebabkan tinja menjadi keras dan

diperlukan kontraksi otot yang besar untuk mengeluarkannya, hal ini sering kali

menyebabkan konstipasi (susah buang air besar) .

4. Apa interpretasi hasil pemeriksaan fisik? Bagaimana mekanisme

abnormalnya?

Jawab:

Hasil Pemeriksaan Nilai normal Interpretasi

Penampakan umum :

Pale & fatigue

Tidak Pucat dan Tidak

Lemas

Anemia

Vital Sign

HR : 116x/menit

RR : 28x/menit

Temp : 36,6

BP : 100/70

60-100 x/menit

18-24 x/menit

36,5-37,5

120/80

Tachycardia

Tachypneu

Normal

Hypotensi

Head

Cheilitis (+)

Papil Atrophy

Tidak ada

Tidak ada

Penanda anemia defisiensi

besi

No Lymphadenopathy Normal Normal

Abdomen :

No Epigastric Pain

Liver dan spleen tidak

teraba

Normal Normal

Ekstremitas : Koilonychia

negative

Negatif Belum terjadi kuku sendok

9

Page 10: Laporan Fix

Mekanisme :

General appearance: pale, fatique

Ini abnormal, hal ini disebabkan oleh anemianya itu sendiri, dimana

kekurangan darah yang bertugas untuk mentransport oksigen ke otot-otot di

dalam tubuh, apabila kekurangan maka kebutuhan otot akan oksigen akan

tidak terpenuhi sehingga menyebabkan mudah lelah.

Sedangkan untuk pucat, ini disebabkan karena anemia itu juga, tubuh

mengutamakan pengaliran darah ke daerah daerah atau organ organ vital, dan

mengurangi aliran darah ke tempat yang tidak begitu vital, salah satunya kulit,

sehingga ini memberikan efek warna pucat pada permukaan kulit.

Vital sign: HR: 116 x/minute, RR: 28 x/ minute, BP: 100/70 mmHg

Kelainan pada vital sign penderita disini sama seperti penyebab pada

general appearancenya itu sendiri. Anemia menyebabkan jantung akan

memompa lebih cepat untuk memenuhi kekurangan yang disebabkan

kurangnya darah pada tubuh kita. Akan tetapi tekanan darah akan menurun, ini

disebabkan karena tubuh berusaha mengurangi tekanan perifer supaya jantung

lebih mudah memompa darah.

Head: cheilitis positive, tongue: papil atrophy

Kedua tanda tersebut adalah tanda yang cukup sering ditemukan pada

pasien anemia, baik yg biasa ataupun karena defisiensi besi. Papil akan

atrophy karena kekurangan darah, dan cheilitis positif dikarenakan adanya

gangguan pada transfer besi.

5. a. Apa interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium? Bagaimana mekanisme

abnormalnya?

Jawab:

Hasil Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi

Hb 4,8 g/dl 12-16 Anemia

MCV 60 fl 80-95 Terjadi Penurunan

MCH 24 27-32 Terjadi Penurunan

MCHC 30 % 32%-36% Terjadi penurunan

RDW 20 % 11,5-14,5% Meningkat pada anemia

10

Page 11: Laporan Fix

defisiensi besi

Blood Smear :

Anisositosis

Hypochrome Microcytic

Poikilositosis

Tidak ada

Normochrome Normocyter

Tidak ada

Perubahan morfologi dan

warna RBC

Feses : Cacing tambang (-) Normal Tidak terjadi investasi oleh

cacing

Mekanisme:

MCV, MCH, MCHC, RDW

Kadar hemoglobin yang rendah mengakibatkan rendahnya kadar hematokrit

yang merupakan perhitungan untuk mengetahui persentasi eritrosit dalam darah.

Karena cara perhitungan MCV, MHC, dan MCHC berdasarkan kadar

hemoglobin dan hematokrit secara linear, maka penurunan kadar hemoglobin dan

hematokrit akan mengakibatkan penurunan hasil dari test tersebut . RDW dihitung

dari nilai MCV sehingga tentu akan ikut mengalami penurunan.

Anisositosis, Hypochrome microcyter, Poikilositosis

Dikarenakan adanya perdarahan, maka sumsum tulang mengkompensasi

dengan meningkatkan eritropoiesis, sehingga mempercepat habisnya simpanan besi

dalam tubuh. Setelah kadar besi dalam tubuh menjadi rendah, maka terjadi

gangguan sintesis hemoglobin yang normal yang berakibat eritrosit yang dibentuk

menjadi abnormal dan memberikan gambaran anisocytosis, poikilocytosis, dan

hipokrom mikrositer.

Takikardi dan Hipotensi

Hal ini merupakan kompensasi hemodinamik yang terjadi akibat hipoksia

yang dipicu anemia. penurunan resistensi perifer akibat vasodilatasi sistemik

mengakibatkan peningkatan heart rate oleh saraf simpatik sebagai respon terhadap

vasodilatasi. Hipotensi juga terjadi sebagai respon tubuh terhadap terjadinya

vasodilatasi sistemik.

b. Apa interpretasi hasil pemeriksaan lainnya? Bagaimana mekanisme

abnormalnya?

Jawab:

Kasus Normal Interpretasi, mekanisme

11

Page 12: Laporan Fix

Serum iron 16 μg/dL 50 to 150 μg/dL Rendah. Perdarahan

menyebabkan kehilangan

besi

Total iron-binding capacity 420

μg/dL

adalah tes laboratorium medis yang

mengukur kapasitas darah untuk

mengikat besi dengan transferin

250 to 370 μg/dL Tinggi. Hati

memproduksi lebih

transferin, mungkin

mencoba untuk

memaksimalkan

penggunaan besi yang

sedikit tersedia.

6. a. Bagaimana fisiologi eritropoiesis?

Jawab: Sintesis

b. Bagaimana mekanisme metabolism besi di dalam tubuh? Serta

hubungannya dengan eritropoiesis.

Jawab: Sintesis

7. Apa diagnosis banding pada kasus ini?

Jawab:

Anemia defisiensi besi

Thalassemia β Anemia penyakit kronik

Anemia sideroblastik

Zat BesiTIBC

Feritin SerumProtoforfirin

sel darahHbA2RDWMCV

↓↑↓↑

↓↑↓

NNNN

↑↑↓

↓↓↑↑

NN↓

↑N↑

N atau ↑

↓↑

N atau ↓

8. Bagaimana cara penegakan diagnosis beserta working diagnosis pada kasus ini?

Jawab:

Kriteria diagnosis ADB menurut WHO:

1. Kadar HB kurang dari normal sesuai usia.

12

Page 13: Laporan Fix

2. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata < 31% (N:32-25%)

3. Kadar Fe serum < 50 ug/dl (N:80-180ug/dl)

4. Saturasi Transferin < 15% (N:20-50%)

Dasar diagnosis ADB menurut Cook dan Monsen

1. Anemia hipokrom mikrositik

2. Saturasi transferin < 16%

3. Nilai FEP > 100% Ug/dl eritrosit

4. Kadar feritin serum < 12 ug/dl

Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 dari 3 kriteria (ST, feritin serum dan FEP) harus dipenuhi.

9. Bagaimana epidemiologi pada kasus ini?

Jawab:

Anemia defisiensi besi pada wanita hamil bervariasi, mulai dari 18% di

negara maju sampai 46.2% dan 63,5% di Indonesia.

10. Apa etiologi dan factor resiko pada kasus ini?

Jawab:

Penurunan absorpsi zat besi, hal ini terjadi pada banyak keadaan klinis.

Setelah gastrektomi parsial atau total, asimilasi zat besi dari makanan

terganggu, terutama akibat peningkatan motilitas dan by pass usus halus

proximal, yang menjadi tempat utama absorpsi zat besi. Pasien dengan diare

kronik atau malabsorpsi usus halus juga dapat menderita defisiensi zat besi,

terutama jika duodenum dan jejunum proximal ikut terlibat. Kadang-kadang

anemia defisiensi zat besi merupakan pelopor dari radang usus non tropical

(celiac sprue).

Kehilangan zat besi, dapat terjadi secara fisiologis atau patologis;

Fisiologis:

Menstruasi

Kehamilan, pada kehamilan aterm, sekitar 900mg zat besi hilang dari ibu

kepada fetus, plasenta dan perdarahan pada waktu partus.

Patologis:

13

Page 14: Laporan Fix

Perdarahan saluran makan merupakan penyebab paling sering dan

selanjutnya anemia defisiensi besi. Prosesnya sering tiba-tiba. Selain itu dapat

juga karena cacing tambang, pasien dengan telangiektasis herediter sehingga

mudah berdarah, perdarahan traktus gastrourinarius, perdarahan paru akibat

bronkiektasis atau hemosiderosis paru idiopatik.

Yang beresiko mengalami anemia defisiensi zat besi:

Wanita menstruasi

Wanita menyusui/hamil karena peningkatan kebutuhan zat besi

Bayi, anak-anak dan remaja yang merupakan masa pertumbuhan yang

cepat

Orang yang kurang makan makanan yang mengandung zat besi, jarang

makan

daging dan telur selama bertahun-tahun.

Menderita penyakit maag.

Penggunaan aspirin jangka panjang

Colon cancer

Vegetarian karena tidak makan daging, akan tetapi dapat digantikan

dengan brokoli dan bayam.

11. Bagaimana pathogenesis pada kasus ini?

Jawab:

12. Bagaimana manifestasi klinis pada kasus ini?

Jawab:

14

Spontaneous Labor

Haemmorhoid

Tidak Diobati

Pendarahan Chronic

Besi Keluar

Anemia Defisiensi Besi

Jarang makan sayur dan buah

Page 15: Laporan Fix

Gejala yang ditimbukan oleh kekurangan besi utamanya adalah

anemia. Gejala yang biasanya timbul bisa berupa lemah, letih, lesu, tidak

berstamina, nafas pendek, kelemahan, pusing, dan pallor. Lemas juga bisa

disebabkan oleh gangguan enzim yang mengandung besi. Selain itu ada

beberapa gejala yang tidak sering terjadi tapi dapat terjadi pada pasien ini

antara lain "pica" yaitu nafsu makan yang abnormal untuk memakan suatu

misalnya es, cat, dan lain-lain. Selain itu juga terjadi glossitis, cheilosis,

koilonychia, dan bisa terjadi disfagia.

13. Bagaimana tatalaksana pada kasus ini?

Jawab: Sintesis

14. Apa komplikasi pada kasus ini?

Jawab:

Komplikasi pada sistem kardiovaskuler berupa dekompensatio cordis.

Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah komplikasi dari traktus

gastrointestinal berupa keluhan epigastric distress atau stomatis.

15. Bagaimana prognosis pada kasus ini?

Jawab: Bonam, karena apabila diberikan terapi besi secara tepat, maka

keadaan dan keluhan-keluhan pasien tersebut akan membaik.

16. Apa KDU pada kasus ini?

Jawab: 4

IV. HIPOTESISNy. Siti, 55 tahun mengeluh mudah lelah karena anemia defisiensi besi

V. KERANGKA KONSEP

15

Page 16: Laporan Fix

AnamnesisWeaknessPalpitation, Nausea8 times spontaneous laborHematoschezia since 3 yearsHaemorhoidSeldom ate vegetables and fruits

Physical ExaminationPale, Fatigue HR: 116x/mntRR: 28x/mntBP: 100/70 mmHgCheilitis (+)Papil atrophy

LaboratoryHb 4,8 g/dL (↓)MCV 60 fL, MCH 24 (↓)MCHC 30% (↓)RDW 20% (↑)Anisocytosis, PoikilocytosisHypochrome Microcyter

AnamnesisSerum Iron 16 μg/dL (↓)TIBC 420 μg/dL (↑)

Differential Diagnose

Working DiagnoseIron Deficiency Anemia

VI. LEARNING ISSUES1. Haemorhoid

16

Page 17: Laporan Fix

2. Hematoschezia3. Eritropoiesis4. Metabolisme Besi5. Anemia Defisiensi Besi

VII. SINTESIS

VII.1 Haemorhoid

VII.1.1 Definisi

Hemoroid adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemoroidalis yang tidak

merupakan kelainan patologik. Hanya apabila hemoroid menyebabkan keluhan atau

penyulit, diperlukan tindakan

VII.1.2 Anatomi

Rektum panjangnya 15 – 20 cm dan berbentuk huruf S. Mula – mula mengikuti

cembungan tulang kelangkang, fleksura sakralis, kemudian membelok kebelakang pada

ketinggian tulang ekor dan melintas melalui dasar panggul pada fleksura perinealis.

Akhirnya rektum menjadi kanalis analis dan berakhir jadi anus. Rektum mempunyai

sebuah proyeksi ke sisi kiri yang dibentuk oleh lipatan kohlrausch. Fleksura sakralis

terletak di belakang peritoneum dan bagian anteriornya tertutup oleh paritoneum.

Fleksura perinealis berjalan ektraperitoneal. Haustra ( kantong ) dan tenia ( pita ) tidak

terdapat pada rektum, dan lapisan otot longitudinalnya berkesinambungan. Pada sepertiga

bagian atas rektum, terdapat bagian yang dapat cukup banyak meluas yakni ampula

rektum bila ini terisi maka imbullah perasaan ingin buang air besar. Di bawah ampula,

tiga buah lipatan proyeksi seperti sayap – sayap ke dalam lumen rektum, dua yang lebih

kecil pada sisi yang kiri dan diantara keduanya terdapat satu lipatan yang lebih besar pada

sisi kanan, yakni lipatan kohlrausch, pada jarak 5 – 8 cm dari anus. Melalui kontraksi

serabut – serabut otot sirkuler, lipatan tersebut saling mendekati, dan pada kontraksi

serabut otot longitudinal lipatan tersebut saling menjauhi.

Kanalis analis pada dua pertiga bagian bawahnya, ini berlapiskan kulit tipis yang

sedikit bertanduk yang mengandung persarafan sensoris yang bergabung dengan kulit

bagian luar, kulit ini mencapai ke dalam bagian akhir kanalis analis dan mempunyai

epidermis berpigmen yang bertanduk rambut dengan kelenjar sebacea dan kelenjar

keringat. Mukosa kolon mencapai dua pertiga bagian atas kanalis analis. Pada daerah ini,

6 – 10 lipatan longitudinal berbentuk gulungan, kolumna analis melengkung kedalam

17

Page 18: Laporan Fix

lumen. Lipatan ini terlontar keatas oleh simpul pembuluh dan tertutup beberapa lapisan

epitel gepeng yang tidak bertanduk. Pada ujung bawahnya, kolumna analis saling

bergabung dengan perantaraan lipatan transversal. Alur – alur diantara lipatan

longitudinal berakhir pada kantong dangkal pada akhiran analnya dan tertutup selapis

epitel thorax. Daerah kolumna analis, yang panjangnya kira – kira 1 cm, di sebut daerah

hemoroidal, cabang arteri rectalis superior turun ke kolumna analis terletak di bawah

mukosa dan membentuk dasar hemorhoid interna.

Hemoroid dibedakan antara yang interna dan eksterna. Hemoroid interna

adalah pleksus vena hemoroidalis superior di atas linea dentata/garis mukokutan dan

ditutupi oleh mukosa. Hemoroid interna ini merupakan bantalan vaskuler di dalam

jaringan submukosa pada rektum sebelah bawah. Sering hemoroid terdapat pada tiga

posisi primer, yaitu kanan depan ( jam 7 ), kanan belakang (jam 11), dan kiri lateral

(jam 3). Hemoroid yang lebih kecil terdapat di antara ketiga letak primer tesebut.( 4,5 )

Hemoroid eksterna yang merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus

hemoroid inferior terdapat di sebelah distal linea dentata/garis mukokutan di dalam

jaringan di bawah epitel anus.

Kedua pleksus hemoroid, internus dan eksternus berhubungan secara longgar

dan merupakan awal aliran vena yang kembali bermula dari rektum sebelah bawah

18

Page 19: Laporan Fix

dan anus. Pleksus hemoroid interna mengalirkan darah ke vena hemoroidalis superior

dan selanjutnya ke vena porta. Pleksus hemoroid eksternus mengalirkan darah ke

peredaran sistemik melalui daerah perineum dan lipat paha ke vena iliaka.

VII.1.3 Faktor resiko

1. Anatomik : vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus

hemoroidalis kurang mendapat sokongan dari otot dan fascia sekitarnya.

2. U m u r : pada umur tua terjadi degenerasi dari seluruh jaringan tubuh, juga

otot sfingter menjadi tipis dan atonis.

3. Keturunan : dinding pembuluh darah lemah dan tipis

4. Pekerjaan : orang yang harus berdiri , duduk lama, atau harus mengangkat

barang berat mempunyai predisposisi untuk hemoroid.

5. Mekanis : semua keadaan yang menyebabkan meningkatnya tekanan intra

abdomen, misalnya penderita hipertrofi prostat, konstipasi menahun dan sering

mengejan pada waktu defekasi.

6. Endokrin : pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas dan anus oleh

karena ada sekresi hormone relaksin.

7. Fisiologi : bendungan pada peredaran darah portal, misalnya pada penderita

sirosis hepatis.

VII.1.4 Manifestasi Klinis

Pasien sering mengeluh menderita hemoroid atau “wasir” tanpa ada hubungannya

dengan gejala rektum atau anus yang khusus. Nyeri yang hebat jarang sekali ada

hubungannya dengan hemoroid interna dan hanya timbul pada hemoroid eksterna yang

mengalami trombosis.

Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama dari hemoroid interna akibat

trauma oleh faeces yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak

tercampur dengan faeces, dapat hanya berupa garis pada faeces atau kertas pembersih

sampai pada perdarahan yang terlihat menetes atau mewarnai air toilet menjadi merah.

Hemoroid yang membesar secara perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol keluar

menyebabkan prolaps. Pada tahap awal, penonjolan ini hanya terjadi pada waktu defekasi

dan disusul reduksi spontan setelah defekasi. Pada stadium yang lebih lanjut, hemoroid

interna ini perlu didorong kembali setelah defekasi agar masuk kembali ke dalam anus.

19

Page 20: Laporan Fix

Pada akhirnya hemoroid dapat berlanjut menjadi bentuk yang mengalami prolaps

menetap dan tidak bisa didorong masuk lagi. Keluarnya mukus dan terdapatnya faeces

pada pakaian dalam merupakn ciri hemoroid yang mengalami prolaps menetap. Iritasi

kulit perianal dapat menimbulkan rasa gatal yang dikenal sebagai pruritus anus dan ini

disebabkan oleh kelembaban yang terus menerus dan rangsangan mukus. Nyeri hanya

timbul apabila terdapat trombosis yang luas dengan udem dan radang.

VII.1.5 Klasifikasi

Hemoroid eksterna diklasifikasikan sebagai akut dan kronik. Bentuk akut berupa

pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya merupakan hematoma,

walaupun disebut hemoroid trombosis eksterna akut. Bentuk ini sangat nyeri dan gatal

karena ujung-ujung syaraf pada kulit merupakan reseptor nyeri. Hemoroid eksterna

kronik atau skin tag berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan

penyambung dan sedikit pembuluh darah.

Hemoroid interna diklasifikasikan menjadi 4 derajat yaitu :

Derajat I : Tonjolan masih di lumen rektum, biasanya keluhan penderita adalah

perdarahan

Derajat II : Tonjolan keluar dari anus waktu defekasi dan masuk sendiri setelah

selesai defekasi.

Derajat III : Tonjolan keluar waktu defekasi, harus didorong masuk setelah

defekasi selesai karena tidak dapat masuk sendiri.

Derajat IV : Tonjolan tidak dapat didorong masuk/inkarserasi

VII.1.6 Pemeriksaan

Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor obstipasi, defekasi yang keras, yamg

membutuhkan tekanan intra abdominal meninggi ( mengejan ), pasien sering duduk

berjam-jam di WC, dan dapat disertai rasa nyeri bila terjadi peradangan. Pemeriksaan

umum tidak boleh diabaikan karena keadaan ini dapat disebabkan oleh penyakit lain

seperti sindrom hipertensi portal. Hemoroid eksterna dapat dilihat dengan inspeksi

apalagi bila terjadi trombosis. Bila hemoroid interna mengalami prolaps, maka tonjolan

yang ditutupi epitel penghasil musin akan dapat dilihat apabila penderita diminta

mengejan.

Pemeriksaan Colok Dubur

20

Page 21: Laporan Fix

Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna stadium awal tidak dapat

diraba sebab tekanan vena di dalamnya tidak terlalu tinggi dan biasanya tidak nyeri.

Hemoroid dapat diraba apabila sangat besar. Apabila hemoroid sering prolaps, selaput

lendir akan menebal. Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa padat dengan dasar

yang lebar. Pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirkan kemungkinan

karsinoma rektum.

Pemeriksaan Anoskopi

Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak menonjol keluar.

Anoskop dimasukkan untuk mengamati keempat kuadran. Penderita dalam posisi

litotomi. Anoskop dan penyumbatnya dimasukkan dalam anus sedalam mungkin,

penyumbat diangkat dan penderita disuruh bernafas panjang. Hemoroid interna

terlihat sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lumen. Apabila penderita

diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan membesar dan penonjolan atau

prolaps akan lebih nyata. Banyaknya benjolan, derajatnya, letak ,besarnya dan

keadaan lain dalam anus seperti polip, fissura ani dan tumor ganas harus diperhatikan.

Pemeriksaan proktosigmoidoskopi

Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan keluhan bukan

disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat tinggi, karena

hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai. Faeces harus

diperiksa terhadap adanya darah samar.

VII.1.7 Diagnosis Banding

Perdarahan rektum merupakan manifestasi utama hemoroid interna yang juga

terjadi pada :

1. Karsinoma kolorektum

2. Penyakit divertikel

3. Polip

4. Kolitis ulserosa

VII.1.8 Komplikasi

Perdarahan akut pada umumnya jarang , hanya terjadi apabila yang pecah adalah

pembuluh darah besar. Hemoroid dapat membentuk pintasan portal sistemik pada

hipertensi portal, dan apabila hemoroid semacam ini mengalami perdarahan maka darah

dapat sangat banyak.

21

Page 22: Laporan Fix

Yang lebih sering terjadi yaitu perdarahan kronis dan apabila berulang dapat

menyebabkan anemia karena jumlah eritrosit yang diproduksi tidak bisa mengimbangi

jumlah yang keluar. Anemia terjadi secara kronis, sehingga sering tidak menimbulkan

keluhan pada penderita walaupun Hb sangat rendah karena adanya mekanisme adaptasi.

Apabila hemoroid keluar, dan tidak dapat masuk lagi (inkarserata/terjepit) akan

mudah terjadi infeksi yang dapat menyebabkan sepsis dan bisa mengakibatkan kematian.

VII.2 Hematoschezia

VII.2.1 Definisi

Hematochezia adalah perdarahan yang keluar dari anus dengan warna merah

segar. Ditandai dengan keluarnya darah berwarna merah terang dari anus, dapat

berbentuk gumpalan atau telah bercampur dengan tinja Umumnya disebabkan

perdarahan saluran cerna bagian bawah

Hematochezia berbeda dengan melena, dimana melena terdapat tinja yang

bercampur darah berwarna hitam. Warna hitam pada melena diakibatkan darah

bercampur dengan asam lambung sehingga menjadi warna kehitaman seperti ter dan

berbau khas

VII.2.2 Etiologi

Dewasa

Hemoroid

Divertikulosis

Kanker kolorektal

Polip

Dewasa muda

Inflamatory bowel disease

Kolitis ulserative

Bayi

Necrotizing enterokolitis

intususepsi

VII.2.3 Gejala Klinis

Anemia

Pusing

Pucat

22

Page 23: Laporan Fix

Nyeri perut

VII.2.4 Pemeriksaan penunjang

Colok dubur

Kolonoskopi

VII.2.5 Penatalaksanaan

Terapi

Antibiotika

Antiinflamasi

Laksatif

Tranfusi

Operatif

VII.3 Eritropoiesis

VII.3.1 Definisi Eritropoesis

23

Page 24: Laporan Fix

Eritropoesis adalah proses pembuatan eritrosit, pada janin dan bayi proses ini

berlangsung di limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa terbatas hanya pada

sumsum tulang. (Dorland edisi 31).

VII.3.2 Mekanisme Eritropoesis

Sel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang berada pada sumsum

tulang. Sel ini kemudian akan membentuk bermacam macam sel darah tepI. Asal sel

yang akan terbentuk selanjutnya adalah sel stem commited, Sel ini akan dapat

meghasilkan Unit pembentuk koloni eritrosit (CFU-E) dan Unit granulosit dan monosit

(CFU-GM).

Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas sesuai dengan

rangsangan. Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan banyak sel darah

merah matur ya itu Basofil Eritroblas. Sel ini sedikit sekali mengumpulkan hemoglobin.

Selanjutnya sel ini akan berdifferensiasi menjadi Retikulosit dengan sel yang sudah

dipenuhi dengan hemoglobin. Retikulosit masih mengandung sedikit bahan basofilik.

Bahan basofilik ini akan menghilang dalam waktu 1-2 hari dan menjadi eritrosit matur.

VII.3.3 Sel Seri Eritropoesis

Rubriblast

Rubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritrosit, merupakan sel

termuda dalam sel eritrosit. Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan

kromatin yang halus. Dengan pulasan Romanowsky inti berwarna biru kemerah-

merahan sitoplasmanya berwarna biru. Ukuran sel rubriblast bervariasi 18-25

mikron. Dalam keadaan normal jumlah rubriblast dalam sumsum tulang adalah

kurang dari 1 % dari seluruh jumlah sel berinti

Prorubrisit

24

Page 25: Laporan Fix

Prorubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik.

Pada pewarnaan kromatin inti tampak kasar dan anak inti menghilang atau tidak

tampak, sitoplasma sedikit mengandung hemoglobin sehingga warna biru dari

sitoplasma akan tampak menjadi sedikit kemerah-merahan. Ukuran lebih kecil

dari rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4 % dari seluruh sel berinti.

Rubrisit

Rubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast

polikromatik. Inti sel ini mengandung kromatin yang kasar dan menebal secara

tidak teratur, di beberapa tempat tampak daerah-daerah piknotik. Pada sel ini

sudah tidak terdapat lagi anak inti, inti sel lebih kecil daripada prorubrisit tetapi

sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna biru karena kandungan asam

ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena kandungan hemoglobin,

tetapi warna merah biasanya lebih dominan. Jumlah sel ini dalam sumsum tulang

orang dewasa normal adalah 10-20 %.

Metarubrisit

Sel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik.

Inti sel ini kecil padat dengan struktur kromatin yang menggumpal. Sitoplasma

telah mengandung lebih banyak hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun

masih ada sisa-sisa warna biru dari RNA. Jumlahnya dalam keadaan normal

adalah 5-10 %.

Retikulosit

Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan

penglepasan inti sel, masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-

sisa RNA. Sebagian proses ini berlangsung di dalam sumsum tulang dan sebagian

lagi dalam darah tepi. Pada saat proses maturasi akhir, eritrosit selain mengandung

sisa-sisa RNA juga mengandung berbagai fragmen mitokondria dan organel

lainnya. Pada stadium ini eritrosit disebut retikulosit atau eritrosit polikrom.

Retikulum yang terdapat di dalam sel ini hanya dapat dilihat dengan pewarnaan

supravital. Tetapi sebenarnya retikulum ini juga dapat terlihat segai bintik-bintik

abnormal dalam eritrosit pada sediaan apus biasa. Polikromatofilia yang

merupakan kelainan warna eritrosit yang kebiru-biruan dan bintik-bintik basofil

pada eritrosit sebenarnya disebabkan oleh bahan ribosom ini. Setelah dilepaskan

dari sumsum tulang sel normal akan beredar sebagai retikulosit selama 1-2 hari.

25

Page 26: Laporan Fix

Kemudian sebagai eritrosit matang selama 120 hari. Dalam darah normal terdapat

0,5-2,5 % retikulosit.

Eritrosit

Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkav dengan ukuran

diameter 7-8 um dan tebal 1,5-2,5 um. Bagian tengah sel ini lebih tipis daripada

bagian tepi. Dengan pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna kemerah-merahan

karena mengandung hemoglobin. Eritrosit sangat lentur dan sangat berubah

bentuk selama beredar dalam sirkulasi. Umur eritrosit adalah sekitar 120 hari dan

akan dihancurkan bila mencapai umurnya oleh limpa. Banyak dinamika yang

terjadi pada eritrosit selama beredar dalam darah, baik mengalami trauma,

gangguan metabolisme, infeksi Plasmodium hingga di makan oleh Parasit.

Apabila sumsum tulang mengalami kelainan, misalnya fibrosis,

eritropoesis akan terjadi di luar sumsum tulang seperti pada lien dan hati maka

proses ini disebut juga sebagai eritropoesis ekstra meduler

VII.3.4 Faktor yang Mempengaruhi Eritropoesis

Keseimbangan jumlah eritrosit yang beredar di dalam darah mencerminkan

adanya keseimbangan antara pembentukan dan destruksi eritrosit. Keseimbangan ini

sangat penting, karena ketika jumlah eritrosit turun akan terjadi hipoksia dan ketika

terjadi kenaikan jumlah eritrosit akan meningkatkan kekentalan darah.

26

Page 27: Laporan Fix

Untuk mempertahankan jumlah eritrosit dalam rentang hemostasis, sel-sel baru

diproduksi dalam kecepatan yang sangat cepat yaitu lebih dari 2 juta per detik pada orang

yang sehat. Proses ini dikontrol oleh hormone dan tergantung pada pasokan yang

memadai dari besi, asam amino dan vitamin B tertentu.

Hormonal Control

Stimulus langsung untuk pembentukan eritrosit disediakan oleh hormone

eritropoetin ( EPO ) dan hormon glikoprotein. Ginjal memainkan peranan utama

dalam produksi EPO. Ketika sel-sel ginjal mengalami hipoksia ( kekurangan O2 ),

ginjal akan mempercepat pelepasan eritropoetin. Penurunan kadar O2 yang memicu

pembentukan EPO :

1. Kurangnya jumlah sel darah merah atau destruksi eritrosit yang berlebihan

2. Kurang kadar hemoglobin di dalam sel darah merah ( seperti yang terjadi

pada defisiensi besi )

3. Kurangnya ketersediaan O2 seperti pada daerah dataran tinggi dan pada

penderita pneumonia.

Peningkatan aktivitas eritropoesis ini menambah jumlah sel darah merah

dalam darah, sehingga terjadi peningkatan kapasitas darah mengangkut O2 dan

memulihkan penyaluran O2 ke jaringan ke tingkat normal. Apabila penyaluran O2 ke

ginjal telah normal, sekresi eritropoetin dihentikan sampai diperlukan kembali. Jadi,

27

Page 28: Laporan Fix

hipoksia tidak mengaktifkan langsung sumsum tulang secara langsung, tapi

merangsang ginjal yang nantinya memberikan stimulus hormone yang akan

mengaktifkan sumsum tulang.

Selain itu, testosterone pada pria juga meningkatkan produksi EPO oleh ginjal.

Hormone sex wanita tidak berpengaruh terhadap stimulasi EPO, itulah sebabnya

jumlah RBC pada wanita lebih rendah daripada pria.

Eritropoeitin

- Dihasilkan oleh: sel interstisial peritubular ginjal,hati

- Stimulus pembentukan eritroprotein: tekanan O2 dalam jaringan ginjal.

- ↓ penyaluran O2 ke ginjal merangsang ginjal mengeluarkan hormon

eritropoetin ke dalam darah → merangsang eritropoiesis di sumsum tulang

dengan merangsang proliferasi dan pematangan eritrosit →jumlah eritrosit

meningkat→kapasitas darah mengangkut O2 ↑ dan penyaluran O2 ke

jaringan pulih ke tingkat normal → stimulus awal yang mencetuskan

sekresi eritropoetin hilang sampai diperlukan kembali.

- Pasokan O2 ↑ ke jaringan akibat peningkatan massa eritrosit/Hb dapat lebih

mudah melepaskan O2 : stimulus eritroprotein turun

- Fungsi: mempertahankan sel-sel precursor dengan memungkin sel-sel tsb

terus berproliferasi menjadi elemen-elemen yg mensintesis Hb.

- Bekerja pada sel-sel tingkat G1

- Hipoksia: rangsang fisiologis dasar untuk eritropoeisis karena suplai O2 &

kebutuhan mengatur pembentukan eritrosit.

VII.4 Metabolisme BesiKarena besi penting bagi pembentukan hemoglobin, mioglobin dalam otot, dan zat-

zat ini perlu mengetahui cara-cara besi digunakan dalam tubuh. Jumlah total besi dalam

tubuh rata-rata sekitar 4 gram, kira-kira 65 % diantaranya dalm bentuk hemoglobin.

Sekitar 4% terdapat dalam bentuk mioglobin, 1% dalam bentuk berbagai senyawa hem

yang mengawasi oksidasi intrasel, 0,1% berikatan dengan protein transferin dalam plasma

darah, dan sampai 30% terutama disimpan dalam hati dalam bentuk ferritin.

a.       Transpor dan penyimpanan besi

Bila besi diabsorpsi dari usus halus, segera ia berikatan dengan globulin,

transferin, dan ditranspor dalam bentu ikatan ini didalam plasma darah. Besi berikatan

28

Page 29: Laporan Fix

sangat lemah dengan molekul globulin dan akibatnya dapat dilepaskan kesetiap sel

jaringan dan pada setiap tempat dalam tubuh. Kelebihan besi dalam darah ditimbun

khususnya dalam sel hati, tempat sekitar 60% besi yang berlebihan disimpan. Disini

besi berikatan dengan protein apoferritin, untuk membentuk ferritin. Apoferritin

mempunyai berat molekul kira-kira 460 ribu dalam berbagai kuantitas besi, dalam

kelompokkan rantai besi dapat berikatan dengan molekul yang lebih besar. Oleh

karena itu, ferritin dapat mengandung besi dalam jumlah sedikit atau dalam jumlah

yang relatif besar. Bila jumlah besi dalam plasma turun sangat rendah, besi

dikeluarkan dari ferritin dengan mudah sekali. Besi kemudian ditranspor kebagian-

bagian tubuh yang memerlukan. Bila sel darah merah telah mencapai masa hidupnya

dan dihancurkan, hemoglobin yang dikeluarkan dari sel dicerna oleh sel-sel

retikuloendotel. Disini dikeluarkan besi bebas, dan besi ini kemudian dapat disimpan

dalam pangkalan ferritin atau dipakai kembali untuk pembentukan hemoglobin.

b.      Absorbsi besi dari saluran pencernaan

Besi diabsorbsi hampir seluruhnya dalam usus halus bagian atas, terutama

dalam duodenum. Besi diabsorbsi dengan proses absorbsi aktif, walaupun mekanisme

absorbsi aktif yang sebenarnya tidak diketahui.

c.       Pengaturan besi total tubuh dengan perubahan kecepatan absorbsi.

Bila pada hakekatnya semua apoferritin tubuh telah menjadi jenuh dengan

besi, maka sulit transferring darah melepaskan besi kejaringan. Sebagai akibatnya,

transferring yang normalnya hanya jenuh sepertiganya dengan besi, sekarang hampir

seluruhnya terikat dengan besi dan akan hampir tak menerima besi baru dari sel

mukosa usus. Kemudian sebagai stadium akhir proses ini, pembentukan kelebihan

besi dalam sel mukosa sendiri menekan absorbsi besi aktif dari lumen usus dan pada

waktu yang sama sedikit meningkatkan ekskresi besi dari mukosa.

VII.5 Anemia Defisiensi Besi

VII.5.1 Definisi

Anemia akibat defesiensi besi untuk sisntesis Hb merupakan penyakit darah yang

paling sering pada bayi dan anak. Frekuensinya berkaitan dengan aspek dasar

metabolisme besi dan nutrisi tertentu. Tubuh bayi baru lahir mengandung kira-kira 0,5 g

besi, sedangkan dewasa kira-kira 5 g. untuk mengejar perbedaan itu rata-rata 0,8 mg besi

harus direabsorbsi tiap hari selama 15 tahun pertam kehidupan. Disamping kebutuhan

pertumbuhan ini, sejumlah kecil diperlukan untuk menyeimbangkan kehilangan besi

29

Page 30: Laporan Fix

normal oleh pengelupasan sel, karena itu untuk mempertahankan keseimbangan besi

positif pada anak, kira-kira 1 mg besi harus direabsorbsi setiap hari.

Prevalens anemia defisiensi besi (ADB) pada anak masih tinggi.Pada anak

sekolah dasar berumur 7-13 tahun di Jakarta (1999) dari seluruh jenis anemia yang

diderita,50% di antaranya menderita ADB.

ADB memberikan dampak negatif kepada tumbuh-kembang anak.Hal ini

disebabkan karena defisiensi besi selain dapat mengakibatkan komplikasi yang ringan

antara lain kelainan kuku (kolonikia),atrofi papil lidah,glositis dan stomatitis yang dapat

sembuh dengan pemberian besi,dapat pula memberikan komplikasi yang berat misalnya

penurunan daya tahan tubuh terhadap infeksi,gangguan prestasi belajar,atau gangguan

mental yang lainnya yang dapat berlangsung lama bahkan menetap.Oleh karena itu

pengobatan terhadap defisiensi besi harus dimulai sedini mungkin.Demikian juga

tindakan pencegahannya

Anemia Defisiensi besi adalah kadar besi dalam tubuh dibawah nilai normal. Pada

tahap awal kita akan menemukan cadangan besi tubuh yang berkurang. Kemudian jika

kekurangan berlanjut kadar besi dalam plasma akan berkurang. Pada akhirnya proses

pembentukan hemoglobin akan terganggu dan menyebabkan anemia defisiensi besi.

Anemia defisiensi adalah anemia yang disebabkan oleh kekurangan satu atau

beberapa bahan yang diperlukan untuk pamatangan eritrosit.

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya mineral Fe

sebagai bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit.

VII.5.2 Etiologi

Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan zat besi,

gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun :

1.      Kehilangan besi akibat perdarahan menahun yang dapat beasal dari :

   Saluran cerna: Akibat dari tukak peptik kanker lambung, kanker kolon,

divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang

        Saluran genetalia wanita: menoragi atau metroragi

        Saluran kemih: hematuria

        Saluran nafas: hemoptoe

2.      Faktor nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan atau kualitas

besi yang tidak baik (makanan banyak mengandung serat, rendah vitamin C, dan

rendah daging)

30

Page 31: Laporan Fix

3.      Kebutuhan besi meningkat: seperti pada prematuritas anak dalam masa

pertumbuhan dan kehamilan

4.      Gangguan absorpsi besi: gastrekotomi, kolitis kronis.

VII.5.3 Patofisiologi

Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi

semakin menurun. Apabila cadangan kosong, maka keadaan ini disebut iron depleted

state. Apabila kekurangan besi berlanjut terus, maka penyediaan besi untuk eritropoesis

berkurang. Sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit, tetapi anemia secara

klinis belum terjadi, keadaan ini disebut iron deficien erythropoesis. Selanjutnya timbul

anemia hipokromik mikrositer, sehingga disebut iron deficiency anemia. Pada saat ini

juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat

menimbulkan gejala pada kuku epitel mulut dan faring, serta berbagai gejala lainnya.

Zat besi (Fe) diperlukan untuk pembuatan heme dan hemoglobin (Hb).

Kekurangan Fe mengakibatkan kekurangan Hb. Walaupun pembuatan eritrosit juga

menurun, tiap eritrosit mengandung Hb lebih sedikit dari pada biasa sehingga timbul

anemia hipokromik mikrositik.

1. Jumlah efektif eritrosit berkurang menyebabkan jumlah O2 ke jaringan berkurang

2. Kehilangan darah yang mendadak (> 30%) mengakibatkan pendarahan

menimbulkan simtomatologi sekunder hipovolemi dan hipoksia.

3. Tanda dan gejala: gelisah, diaforesis (keringat dingin), takikardi, dyspne, syok.

4. Kehilangan darah dalam beberapa waktu (bulan) sampai dengan 50% terdapat

kompensasi adalah:

  Peningkatan curah jantung dan pernafasan

  Meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin

  Mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela

jaringan, redistribusi aliran darah ke organ vital.

Salah satu tanda yang sering di kaitkan dengan anemia adalah pucat, ini umumnya

sering di kaitkan dengan volume darah, berkurangnya hemoglobin dan vasokontriksi

untuk memperbesar pengiriman O2 ke organ-organ vital. Karena faktor-faktor seperti

pigmentasi kulit, suhu dan kedalaman serta distribusi kapiler mempengaruhi warna kulit

maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat diandalkan. Warna kuku,

telapak tangan dan membran mukosa mulut serta konjungtiva dapat digunakan lebih baik

guna menilai kepucatan.

31

Page 32: Laporan Fix

VII.5.4 Manifestasi Klinis

1. Pucat oleh karena kekurangan volume darah dan Hb, vasokontriksi.

2. Takikardi dan bising jantung (peningkatan kecepatan aliran darah) Angina

(sakit dada).

3. Dispnea, nafas pendek, cepat capek saat aktifitas (pengiriman O2 berkurang).

4. Sakit kepala, kelemahan, tinitus (telinga berdengung) menggambarkan

berkurangnya oksigenasi pada SS.

5. Anemia berat gangguan GI dan CHF (anoreksia, nausea, konstipasi atau diare)

Pucat merupakan tanda paling penting pada defisiensi besi. Pada ADB dengan

kadar Hb 6-10 g/dl terjadi mekanisme kompensasi yang efektif sehingga gejala

anemia hanya ringan saja. Bila kadar Hb turun <> 100 µg/dl eritrosit.

Gejala khas yang dijumpai pada defisiensi besi dan tidak dijumpai pada anemia

jenis lain adalah sebagai berikut :

a. Koilorikia Kuku sendok (Spoon nail) kuku menjadi rapuh, bergaris-garis

vertical, dan menjadi cekung seperti sendok.

b. Atrofi papilla lidah Permukaan lidah menjadi licin dan mengilap karena

papil lidah menghilang.

c. Stomatitis angularis adanya peradangan pada sudut mulut, sehingga tampak

sebagai bercak berwarna pucat keputihan.

d. Disfagia nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.

e. Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan aklorida.

VII.5.5 Cara Penegakan Diagnosis

I. Anamnesis

Ada beberapa pertanyaan yang sebaiknya diajukan pada penderita untuk

mengetahui pasien menderita anemia atau tidak, antara lain :

Gejala apa yang sering dirasakan oleh pasien ? lelah, malaise, sesak nafas,

nyeri dada, atau tanpa gejala ?

Apakah gejala tersebut muncul mendadak atau bertahap?

Adakah petunjuk mengenai penyebab anemia?

a) Tanyakan kecukupan makanan dan kandungan Fe. Adakah gejala yang

konsitensi dengan malabsopsi? Adakah tanda-tanda kehilangan darah dari

saluran cerna (tinja gelap, darah per rektal, muntah ”butiran kopi”)?

32

Page 33: Laporan Fix

b) Jika pasien seorang wanita, adakah kehilangan darah menstruasi

berlebihan? Tanyakan frekuensi dan durasi menstruasi, dan penggunaan

tampon serta pembalut.

c) Adakah sumber kehilangan darah yang lain?

Riwayat penyakit dahulu dan penyelidikan fungsional

a) Adakah dugaan penyakit ginjal kronis sebelumnya ?

b) Adakah riwayat penyakit kronis (misalnya artritis reumatoid atau gejala

yang menunjukkan keganasan)?

c) Adakah tanda-tanda kegagalan sumsum tulang (memar, perdarahan, dan

infeksi yang tidak lazim atau rekuren)?

d) Adakah tanda tanda defisiensi vitamin seperti neuropati perifer (pada

defisiensi B12 subacute combined degeneration of the cord [SACDOC])?

e) Adakah alasan untuk mencurigai adanya hemolisis misalnya ikterus, katup

buatan yang diketahui bocor?

f) Adakah riwayat anemia sebelumnya?

g) Adakah disfagia (akibat lesi esofagus yang menyebabkan anemia atau

selaput pada esofagus akibat anemia defisiensi besi)?

Riwayat keluarga

a) Adakah riwayat anemia dalam keluarga ? khususnya pertimbangkan

penyakit sel sabit, talasemia, dan anemia hemolitik yang diturunkan.

Berpergian1

a) Tanyakan riwayat berpergian dan pertimbangakan kemungkinan infeksi

parasit (misalnya cacing tambang dan malaria)?

Obat-obatan

a) Obat-obatan tertentu berhubungan dengan kehilangan darah (misalnya

OAINS menyebabkan erosi lambung atau supresi sumsum tulang akibat

obat sitotoksik).

Pasien yang menderita anemia biasanya akan bergejala nafas pendek,

khususnya pada saat berolahraga, kelemahan, letargi, palpitasi dan sakit kepala.

Pada pasien berusia tua, mungkin ditemukan gejala gagal jantung, angina pectoris,

klaudikasio intermiten, atau kebingungan (konfusi). Gangguan penglihatan akibat

pendarahn retina dapat mempersulit anemia yang sangat berat, khususnya yang

awitannya cepat.

33

Page 34: Laporan Fix

Tanda-tanda dapat dibedakan menjadi tanda umum dan tanda khusus.

Tanda umum meliputi kepucatan membran mukosa yang timbul bila kadar

hemoglobin kurang dari 9-10g/dl. Sebaliknya, warna kulit bukan tanda yang dapat

diandalkan. Sirkulasi yang hiperdinamik dapat menunjukkan takikardia, nadi kuat,

kardiomegali, dan bising jantung aliran sistolik khusunya pada apeks. Tanda yang

spesifik dikaitkan dengan jenis anemia tertentu, misalnya koilonikia dengan

defisiensi besi, ikterus dengan anemia hemolitik atau megaloblastik, ulkus tungkai

dengan anemia sel sabit dan anemia hemolitik lain, deformitas tulang dengan

talasemia mayor dan anemia hemolitik kongenital lain yang berat. Gejala- gejala

anemia yang disertai infeksi berlebihan atau memar spontan menunjukkan adanya

kemungkinan netropenia atau trombositopenia akibat kegagalan sumsum tulang.

II. Pemeriksaan

a. Pemeriksaan Fisik

apakah pasien sakit ringan atau berat ? apakah pasien sesak nafas atau syok

akibat kehilangan darah ?

adakah tanda-tanda anemia? Lihat apakah konjungtiva anemis dan telapak

tangan pucat. (anemia yang signifikan mungkin timbul tanpa tanda klinis yang

jelas.

Adakah koilonikia (kuku seperti ’sendok’) ?

Apakah ada tanda-tanda ikterus (akibat anemia hemolitik)?

Adakah tanda-tanda kerusakan trombosit (misalnya memar atau ptekie)?

Adakah tanda-tanda leukosit abnormal atau tanda-tanda infeksi?

Pucat adalah temuan fisis yang paling sering dikaitkan dengan anemia.

Meskipun demikian, manfaat tanda ini dibatasi oleh faktor-faktor lainnya yang

mempengaruhi warna kulit. Ketebalan dan tekstur kulit terdapat beraneka ragam

di antara individu. Lebih jauh lagi, darah yang mengalir ke kulit dapat mengalami

fluktuasi yang lebar. Konsentrasi melanin di dalam epidermis adalah penentu lain

yang penting dari warna kulit. Individu dengan kompleksitas yang jelas bisa

kelihatan pucat walaupun mereka tidak anemik. Sebaliknya, kepucatan sukar

diteksi pada individu yang sangat berpigmentasi. Lebih lanjut, gangguan

pigmentasi melanin didapat (misalnya penyakit addison, hemokromatosis) atau

ikterus (jaundice) dapat mencampuri pendeteksian kepucatan. Meskipun demikian

bahkan pada kulit hitam, adanya anemia dapat dicurigai melalui warna telapak

tangan atau jaringan nonkutan seperti membrana mukosa mulut, bantalan kuku,

34

Page 35: Laporan Fix

dan konjungtiva palpebra. Warna lipatan kulit pada telapak tangan merupakan

tanda yang bermanfaat. Apabila warnanya sepucat kulit di sekelilingnya, pasien

biasanya mempunyai hemoglobin kurang dari 70g/L (7g/dL).

Dua faktor menjadi pendukung timbulnya pucat pada pasien anemia.

Tentu saja, yaitu penurunan konsentrasi hemoglobin darah yang diperfusi dalam

kulit dan selaput lendir. Juga, darah dipintaskan jauh dari kulit dan jaringan perifer

lain, sehingga meningkatkan aliran darah ke organ vital. Perubahan penyebaran

aliran darah merupakan cara penting untuk mengkompensasi anemia.

Temuan fisis lainnya yang terkait anemia adalah takikardia, tekanan nadi

yang lebar, dan prekordium hiperdinamik. Bising jantung ejeksi sistolik sering

terdengar pada prekordium, terutama pada daerah pulmonik. Di samping itu,

”venous hum” dapat ditemukan pada pembuluh darah leher. Temuan pada jantung

ini menghilang jika anemia dikoreksi. Pasien anemia hemolitik sering mempunyai

ikterus, dan splenomegali, dan kadang-kadang kulit diatas tulang pergelangan kaki

berkembang menjadi ulserasi yang superfisial.

b. Pemeriksaan Penunjang

Kadar hemoglobin

Terdapat bermacam-macam cara untuk menetapkan kadar hemoglobin

tetapi yang sering dikerjakan di laboratorium adalah yang

berdasarkan kolorimeterik visual cara Sahli dan fotoelektrik cara

sianmethemoglobin atau hemiglobinsianida. Cara Sahli kurang baik, karena

tidak semua macam hemoglobin diubah menjadi hematin asam misalnya

karboksihemoglobin, methemoglobin dan sulfhemoglobin . Selain itu alat

untuk pemeriksaan hemoglobin cara Sahli tidak dapat distandarkan, sehingga

ketelitian yang dapat dicapai hanya ±10%.

Cara sianmethemoglobin adalah cara yang dianjurkan untuk penetapan

kadar hemoglobin di laboratorium karena larutan standar sianmethemoglobin

sifatnya stabil, mudah diperoleh dan pada cara ini hampir semua hemoglobin

terukur kecuali sulfhemoglobin. Pada cara ini ketelitian yang dapat dicapai ±

2%.

Berhubung ketelitian masing-masing cara berbeda, untuk penilaian

basil sebaiknya diketahui cara mana yang dipakai. Nilai rujukan kadar

hemoglobin tergantung dari umur dan jenis kelamin. Pada bayi baru lahir,

kadar hemoglobin lebih tinggi dari pada orang dewasa yaitu berkisar antara

35

Page 36: Laporan Fix

13,6 - 19, 6 g/dl. Kemudian kadar hemoglobin menurun dan pada umur 3

tahun dicapai kadar paling rendah yaitu 9,5 - 12,5 g/dl. Setelah itu secara

bertahap kadar hemoglobin naik dan pada pubertas kadarnya mendekati kadar

pada dewasa yaitu berkisar antara 11,5 - 14,8 g/dl. Pada pria dewasa kadar

hemoglobin berkisar antara 13 - 16 g/dl sedangkan pada wanita dewasa antara

12 - 14 d/dl.

Pada wanita hamil terjadi hemodilusi sehingga untuk batas terendah

nilai rujukan ditentukan 10 g/dl.

Pada keadaan fisiologik kadar hemoglobin dapat bervariasi.

Kadar hemoglobin meningkat bila orang tinggal di tempat yang tinggi dari

permukaan laut. Pada ketinggian 2 km dari permukaan laut, kadar hemoglobin

kira-kira 1 g/dl lebih tinggi dari pada kalau tinggal pada tempat setinggi

permukaan laut. Tetapi peningkatan kadar hemoglobin ini tergantung dari

lamanya anoksia, juga tergantung dari respons individu yang berbeda-beda.

Kerja fisik yang berat juga dapat menaikkan kadar hemoglobin, mungkin hal

ini disebabkan masuknya sejumlah eritrosit yang tersimpan didalam kapiler-

kapiler ke peredaran darah atau karena hilangnya plasma. Perubahan sikap

tubuh dapat menimbulkan perubahan kadar hemoglobin yang bersifat

sementara. Pada sikap berdiri kadar hemoglobin lebih tinggi dari pada

berbaring. Variasi diurnal juga telah dilaporkan oleh beberapa peneliti, kadar

hemoglobin tertinggi pada pagi hari dan terendah pada sore hari.

Kadar hemoglobin yang kurang dari nilai rujukan merupakan salah

satu tanda dari anemia. Menurut morfologi eritrosit didalam sediaan apus,

anemia dapat digolongkan atas 3 golongan yaitu anemia mikrositik hipokrom,

anemia makrositik dan anemia normositik normokrom 5. Setelah diketahui ada

anemia kemudian ditentukan golongannya berdasarkan morfologi eritrosit

rata-rata. Untuk mencari penyebab suatu anemia diperlukan pemeriksaan-

pemeriksaan lebih lanjut.

Bila kadar hemoglobin lebih tinggi dari nilai rujukan, maka keadaan

ini disebut polisitemia. Polisitemia ada 3 macam yaitu polisitemia vera, suatu

penyakit yang tidak diketahui penyebabnya; polisitemia sekunder, suatu

keadaan yang terjadi sebagai akibat berkurangnya saturasi oksigen misalnya

pada kelainan jantung bawaan, penyakit paru dan lain-lain, atau karena

peningkatan kadar eritropoietin misal pada tumor hati dan ginjal yang

36

Page 37: Laporan Fix

menghasilkan eritropoietin berlebihan; dan polisitemia relatif, suatu keadaan

yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasmanya misal pada luka bakar.

Nilai Eritrosit Rata-Rata (NER)

1. Volume Eritrosit Rata-Rata (VER) / Mean Corpuscular Volume (MCV)

Data yang diperlukan adalah Nilai hematokrit (%) dan jumlah eritrositnya

(juta/uL).

Rumus : VER = Ht (%) x 10 (fl)

E (juta/ul)

Nilai rujukan : 82-92 fl.

2. Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata (HER)/ Mean Corpuscular Haemoglobin

(MCH)

Data yang diperlukan adalah kadar haemoglobin (g/dl) dan jumlah eritrosit

(juta/ul).

Rumus: HER = Hb (g/dl) x 10 (pg)

E (juta/ul)

Nilai rujukan : 27-37 pg

3. Konsentrasi Haemoglobin Eritrosit Rata-Rata (KHER)/ Mean Corpuscular

Haemoglobin Cocentration (MCHC)

Data yang diperlukan adalah kadar haemoglobin (g/dl) dan nilai

hematokrit (%).

Rumus : KHER = Hb (g/dl) x 100 (%)

Ht (%)

Nilai rujukan : 32-37 %

Pemeriksaan Kimia Darah (Pemeriksaan Kadar / Status besi)

a. Kadar Serum Besi (Serum Iron/SI)

Kadar serum besi merupakan suatu pemeriksaan yang

mengukur kadar besi serum yang berikatan dengan transferin. Kadar besi

serum dapat meningkat maupun menurun secara fisiologik dan patologik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar besi serum :

- Pemasukan, pengeluaran, penggunaan zat besi

- Usia

- Jenis kelamin

37

Page 38: Laporan Fix

- Waktu pengabilan sample. (kadar besi serum akan lebih tinggi pada

waktu pagi hari).

Kadar besi serum biasanya meningkat pada anemia akibat

gangguan pembentukan Hb (anemia aplastik, anemia sideroblastik),

anemia hemolitik, eritropiesis tidak efektif, kelainan hepar, dll. Sedangkan

kadar besi serum dapat menurun pada keadaan fisiologik dan patologik.

Pada faktor fisiologik terdapat pada kehamilan, haid dan neonatus umur 2-

3 bulan dan faktor patologik pada anemia defisiensi besi, penyakit kronis

menahun, keganasan, dll.

b. Daya Ikat Besi Total (DIBT)/ Total Iron Binding Capasity (TIBC)

DIBT/TIBC merupakan suatu pemeriksaan yang mengukur

banyaknya besi yang dapat diikat transferin bila serum dijenuhkan dengan

besi. Pada keadaan normal rasio pada BS dan DIBT adalah 1:3.

c. Saturasi Transferin

Merupakan persentase transferin yang berikatan dengan besi.

Rumus : Saturasi Transferin = kadar BS x 100%

DIBT

Nilai rujukan : 20-45% tramsferin jenuh dengan besi. Pada defisiensi besi

didapatkan saturasi transferin menurun.

d. Kadar Fenitin Serum

Merupakan indikator awal untuk mendeteksi defisiensi besi.

Nilai rujukan :

- Wanita : 10 – 200 ng/ml

- Pria : 30 – 300 ng/ml

Stadium dalam perkembangan defisiensi zat besi

Normal Ringan Sedang Berat

Hemoglobin

MCV

MCHC

15 g/dl

N

N

13 g/dl

N

10 g/dl

5 g/dl

↓↓

↓↓

Cadangan zat

besi sum-sum

ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Fe/TIBC 100/300 <75/≥300 <50/≥450 <25/>600

38

Page 39: Laporan Fix

serum

Catatan: MCV=volume korpuskula rata-rata;

MCHC=konsentrasi hemoglobin korpuskula rata-rata;

TIBC=total kapasitas ikat besi

-

VII.5.6 Penatalaksanaan

1.   Medikamentosa

Pemberian preparat besi (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6 mg

besi elemental/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu makan.

Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin normal.

Asam askorbat 100 mg/15 mg besi elemental (untuk meningkatkan absorbsi besi).

  Pemberian preparat besi peroral

Preparat yang tersedia berupa ferrous glukonat, fumarat dan suksinat.

Yang sering dipakai adalah ferrous sulfat karena harganya lebih murah. Untuk

bayi tersedia preparat besi berupa tetes (drop). Untuk mendapatkan respon

pengobatan dosis besi yang dipakai adalah 4-6 mg besi elemental/kgBB/hari.

Obat diberikan dalam 2-3 dosis sehari. Preparat besi ini harus diberikan

selama 2 bulan setelah anemia pada penderita teratasi.

  Pemberian preparat besi parenteral

Pemberian besi secara intramuskuler menimbulkan rasa sakit dan

harganya mahal. Dapat menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi alergi.

Kemampuan untuk menaikkan kadar Hb tidak lebih baik dibanding peroral.

Preparat yang sering dipakai adalah dekstran besi. Larutan ini mengandung 50

mg besi. Dosis dihitung berdasarkan :

Dosis besi (mg) = BB (kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl) x 2,5.

  Transfusi darah

Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan

pada keadaan anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat

mempengaruhi respon terapi. Pemberian PRC dilakukan secara perlahan

dalam jumlah yang cukup untuk menaikkan kadar Hb sampai tingkat aman

sambil menunggu respon terapi besi. Secara umum, untuk penderita anemia

berat dengan kadar Hb

39

Page 40: Laporan Fix

2.   Bedah

Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena

diverticulum Meckel.

3.   Suportif

Makanan gizi seimbang terutama yang mengandung kadar besi tinggi yang

bersumber dari hewani (limfa,hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan).

Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan

mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Sekitar

80-85% penyebab ADB dapat diketahui sehingga penaganannya dapat dilakukan

dengan tepat. Pemberian preparat Fe dapat secara peroral atau parenteral.

Pemberian peroral lebih aman, murah dan sama efektifnya dengan pemberian

secara parenteral. Pemberian secara parenteral dilakukan pada penderita yang

tidak dapat memakan obat oleh karena terdapat gangguan pencernaan.

4. Pencegahan

Tindakan penting yang dapat dilakukan untuk mencegah kekurangan besi pada

masa awal kehidupan adalah meningkatkan penggunaan ASI eksklusif, menunda

penggunaan susu sapi sampai usia 1 tahun, memberikan makanan bayi yang

mengandung besi serta makanan yang kaya dengan asam askorbat (jus buah) pada

saat memperkenalkan makanan pada usia 4-6 bulan, memberikan suplementasi Fe

kepada bayi yang kurang bulan, serta pemakaian PASI (susu formula) yang

mengandung besi.

VII.5.7 Komplikasi

1.Perkembangan otot buruk ( jangka panjang )

2.Daya konsentrasi menurun

3.Kemampuan mengolah informasi yang didengar menurun.

DAFTAR PUSTAKA

40

Page 41: Laporan Fix

Dorland. 2008. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 25. Jakrta: EGC.

Hoffbrand, A.V. et al. 2008. Kapita Selekta Hematologi Edisi 4. Jakarta: EGC.

Robbins. et al. 1995. Buku Ajar Patologi II. Jakarta: EGC.

Sudoyo, Aru W. et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi ke V-Jilid II. Jakarta: InternaPublishing.

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000292.htm

www.unhi.ac.id

http://www.aafp.org/afp/2007/0315/p875.html

http://www.scribd.com/doc/74894788/Sk-Anemia-a7

http://ripanimusyaffalab.blogspot.com/2010/02/sel-seri-eritropoesis.html

41

Page 42: Laporan Fix

42