case sgb

24
BAB I TINJAUAN PUSTAKA A. DEFINISI Sindroma Guillain-Barre (SGB) merupakan penyebab kelumpuhan yang cukup sering dijumpai pada usia dewasa muda. Beberapa nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini, yaitu Idiopathic Polyneuritis, Acute Febrile Polyneuritis, Post Infectious Polyneuritis, Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy, Guillain Barre Strohl Syndrome, Landry Ascending Paralysis, dan Landry Guillain Barre Syndrome. 1,2 SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flaksid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis. 1 Guillain Barre sering juga disebut sebagai acute idiopathic demyelinating polyradiculoneuritis (AIDP) yang artinya proses demielinasi pada Guillain Barre bersifat akut. B. EPIDEMIOLOGI Insidensi sindroma Guillain-Barre bervariasi antara 0,4-1,7 kasus per 100.000 orang pertahun. Insidensi lebih tinggi pada perempuan dibanding pria dan lebih banyak terjadi pada usia muda. 2,3 Terjadi puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74 tahun. Jarang mengenai usia dibawah 2 tahun. Usia termuda yang pernah dilaporkan adalah 3 bulan dan paling tua usia 95 tahun. Laki-laki 1

Upload: ramadhan-ananda-putra

Post on 09-Feb-2016

31 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Sindroma Guillain-Barre (SGB) merupakan penyebab kelumpuhan yang cukup sering dijumpai pada usia dewasa muda. Beberapa nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini, yaitu Idiopathic Polyneuritis, Acute Febrile Polyneuritis, Post Infectious Polyneuritis, Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy, Guillain Barre Strohl Syndrome, Landry Ascending Paralysis, dan Landry Guillain Barre Syndrome

TRANSCRIPT

Page 1: case SGB

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Sindroma Guillain-Barre (SGB) merupakan penyebab kelumpuhan yang

cukup sering dijumpai pada usia dewasa muda. Beberapa nama disebut oleh beberapa

ahli untuk penyakit ini, yaitu Idiopathic Polyneuritis, Acute Febrile Polyneuritis, Post

Infectious Polyneuritis, Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy,

Guillain Barre Strohl Syndrome, Landry Ascending Paralysis, dan Landry Guillain

Barre Syndrome.1,2

SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flaksid

yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya

adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis.1 Guillain Barre sering juga disebut

sebagai acute idiopathic demyelinating polyradiculoneuritis (AIDP) yang artinya

proses demielinasi pada Guillain Barre bersifat akut.

B. EPIDEMIOLOGI

Insidensi sindroma Guillain-Barre bervariasi antara 0,4-1,7 kasus per 100.000

orang pertahun. Insidensi lebih tinggi pada perempuan dibanding pria dan lebih

banyak terjadi pada usia muda.2,3 Terjadi puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan

antara 50-74 tahun. Jarang mengenai usia dibawah 2 tahun. Usia termuda yang pernah

dilaporkan adalah 3 bulan dan paling tua usia 95 tahun. Laki-laki dan wanita sama

jumlahnya. Dari pengelompokan ras didapatkan bahwa 83% penderita adalah kulit

putih, 7% kulit hitam, 5% Hispanic, 1% Asia dan 4% pada kelompok ras yang tidak

spesifik.1 SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi

kasus SGB yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56-80%, yaitu 1 sampai 4

minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau

infeksi gastrointestinal.1,3

C. ETIOLOGI

Etiologi SGB masih belum diketahui secara pasti. Teori yang dianut sekarang

adalah suatu kelainan imunologik, baik secara primary imune response maupun

immune mediated response. Beberapa keadaan/penyakit yang mendahului dan

mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB antara lain1:

1

Page 2: case SGB

1. Infeksi.

SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Infeksi

akut yang sering berhubungan dengan SGB adalah infeksi dari virus (CMV, EBV,

HIV, varisela) dan bakteri (Campilobakter jejuni, Mycoplasma pneumonia). Dua

pertiga penderita berhubungan dengan penyakit infeksi. Interval antara penyakit

yang mendahului dengan awitan biasanya 2-3 minggu. Pada umumnya sindrom

ini sering didahului oleh influenza, infeksi saluran nafas bagian atas atau saluran

pencernaan.2

2. Vaksinasi

3. Pembedahan

4. Penyakit sistemik seperti: keganasan, SLE, tiroiditis, penyakit addison

5. Kehamilan/ dalam masa nifas

D. PATOGENESIS

Delapan puluh persen pasien dengan SGB memiliki riwayat pendahulu seperti

infeksi, pembedahan dan trauma.5 Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma,

atau faktor lain yang mencetuskan terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih

belum diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan

saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi. Bukti-bukti

bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi

pada sindroma ini adalah1:

1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell mediated

immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi.

2. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi

3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada

pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi.

Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas

seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang

paling sering adalah infeksi virus. Terjadi reaksi inflamasi pada saraf yang terganggu.

Infiltrat terdiri atas sel-sel mononuklear terutama sel limfosit. Terdapat juga sel

makrofag, sel polimorfonuklear. Serabut saraf mengalami degenerasi segmental dan

aksonal.1

Organisme yang menyebabkan infeksi terdahulu mengaktivasi sel T, setelah

masa laten beberapa hari sampai minggu, sel B dan T spesifik antigen teraktivasi. IgG

2

Page 3: case SGB

yang diproduksi sel B dapat dideteksi pada serum pada berbagai konsentrasi. Antibodi

ini memblok konduksi impuls sehingga terjadi akut paralisis atau mengaktivasi

komplemen dan makrofag yang menyebabkan lesi pada mielin.4

Gambar 1. Proses kerusakan sel saraf diperantarai sistem imun

Adams and Victor’s Principles Neurology.

E. KLASIFIKASI

Beberapa varian dari sindroma Guillan-Barre dapat diklasifikasikan, yaitu1,3,6:

1. Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy

Mediasi oleh antibodi, dipicu oleh infeksi virus atau bakteri sebelumnya,

gambaran elektrofisiologi berupa demielinisasi, remielinisasi muncul setelahreaksi

imun berakhir, merupakan tipe SGB yang sering dijumpai di Eropa dan Amerika.6

2. Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN)

3

Page 4: case SGB

Merupakan bentuk murni dari neuropathy axonal, dimana acute motor

axonal neurophaty (AMAN), terjadi degenerasi dari axon motorik, tanpa adanya

demielinisasi. Gejala ditandai dengan adanya kelemahan otot bagian distal,

terkadang dapat disertai paralisis otot pernafasan. Sensorik tidak mengalami

gangguan. Dari pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan protein pada

cairan serebrospinal sementara dari pemeriksaan elektrofisiologi menunjukkan

absen/turunnya saraf motorik dan saraf sensorik. Penyembuhan lebih cepat, sering

terjadi pada anak, dan merupakan tipe SGB yang sering di Cina dan Jepang.6,7

3. Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)

Degenerasi terjadi pada akson sensorik dan motorik, sehingga manifestasi

klinisnya berupa kelemahan motorik dan sensorik, terkadang dengan paralisis otot

pernafasan. Kebanyakan pasien menjadi tetraplegi dan kesulitan bernafas hanya

dalam waktu yang singkat.7

4. Miller Fisher’s Syndrome

Merupakan kelainan yang jarang dijumpai, berupa trias ataxia, areflexia

danoftalmoplegia, dapat terjadi gangguan proprioseptif, resolusi dalam waktu 1-

3bulan.6

F. MANIFESTASI KLINIS

SBG ditandai dengan timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai

hilangnya refleks-refleks tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah

mengalami demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik

dan motorik perifer.2 Parestesi dan hilang rasa pada jari-jari kaki dan tangan

merupakan gejala yang paling awal terjadi. Manifestasi klinik mayor berupa

kelemahan pada anggota gerak dalam 1 sampai 2 minggu atau bisa lebih lama.

Biasanya mengenai ekstremitas bawah terlebih dahulu dibanding ekstremitas atas.

Manifestasi klasik dari SGB ditandai dengan adanya kelemahan yang terjadi secara

akut progresif, simetris, dan dimulai dari bawah ke atas, arefleksia, dan abnormalitas

sensorik.4,7 Dapat mengenai nervus kranialis terjadi pada 45-70 % kasus. Defisit

nervus kranial yang sering terkena adalah nervus III, IV, VI, VII, IX, X. Paresis

nervus VII biasanya bilateral, terjadi hampir pada sebagian pasien.8 Kegagalan otot

pernafasan dapat terjadi rata-rata dalam 1 minggu setelah onset parestesi.5

Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah criteria dari National Institute of

Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu1,2:

4

Page 5: case SGB

a. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis:

Terjadinya kelemahan yang progresif

Hiporefleksi

b. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB:

Ciri-ciri klinis:

- Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat,maksimal dalam 4

minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam 3 minggu, dan

90% dalam 4 minggu.1,2

- Relatif simetris

- Gejala gangguan sensibilitas ringan, hipotoni dan hiporefleksi selalu

ditemukan.

- Gejala saraf kranial ± 50% terjadi parese N VII dan sering bilateral. Saraf otak

lain dapat terkena khususnya yangmempersarafi lidah dan otot-otot menelan,

kadang < 5% kasusneuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain

- Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti,dapat

memanjang sampai beberapa bulan.

- Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural,hipertensi

dangejala vasomotor.

- Tidak ada demam saat onset gejala neurologis

Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:

- Protein CSS. Meningkat setekah gejala 1 minggu atau terjadipeningkatan pada

LP serial

- Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3

c. Varian:

- Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggugejala

- Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm

d. Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosa:

Perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan

hantar kurang 60% dari normal.

Pada gangguan neurogenik dengan demielinisasi sering terjadi kehilangan

refleks fisiologi pada tahap awal penyakit, seperti yang terjadi pada Guiilain Barre

Syndrome. Hal ini terjadi karena adanya blok dan ketidaksesuaian serabut saraf aferen

dan eferen.8 Fase progresif dari SGB berlangsung dalam beberapa hari hingga empat

5

Page 6: case SGB

minggu dan diikuti dengan fase plateau, saat gejala berada dalam keadaan persisten

sebelum diakhiri dengan masa resolusi dari gejala yang lamanya bervariasi.6

Sementara kriteria diagnostik Sindrom Guillain Barre menurut Daroff (2012)

yang diadaptasi dari Assessment of current diagnostic criteria for Guillain Barre

Syndrome tahun 1990 dibagi menjadi tiga kriteria yaitu8:

1) manifestasi klinis yang diperlukan untuk diagnosis yaitu kelemahan progresif

pada kedua ektremitas dan arefleksia;

2) manifestasi klinis yang mendukung diagnosis yaitu:

- progresivitas dalam beberapa hari sampai 4 minggu,

- relatif simetris, dapat mengenai sistem sensorik,

- kelumpuhan kedua otot wajah (bifacial palsies),

- disfungsi otonom,

- periode recovery 2-4 minggu setelah periode progresif.

3) pemeriksaan laboratorium yang mendukung diagnosis:

- peningkatan protein dalam cairan serebrospinal dengan sel < 10 sel/µl

- gambaran elektrodiagnostik pada konduksi nervus lambat atau terhambat

Derajat penyakit SGB didasarkan pada skala disabilitas dari Hughes (Tabel 1).

Pada SGB berat, pasien memiliki skala ≥ 4.6

Tabel 1. Skala disabilitas Sindrom Guillain Barre menurut Hughes.6

0 Sehat

1 Gejala minor dari neuropati, namun dapat melakukan pekerjaan manual

2 Dapat berjalan tanpa bantuan tongkat, namun tidak dapat melakukan

pekerjaan manual

3 Dapat berjalan dengan bantuan tongkat atau alat penunjang

4 Kegiatan terbatas di tempat tidur/kursi (bed / chair bound)

5 Membutuhkan bantuan ventilasi

6 Kematian

G. DIAGNOSIS BANDING

Gejala klinis SGB biasanya jelas dan mudah dikenal sesuai dengan kriteria

diagnostik dari NINCDS, tetapi pada stadium awal kadang-kadang harus dibedakan

dengan jenis polineuropati lain seperti: Mielitis akuta, Poliomyelitis anterior akuta,

6

Page 7: case SGB

Porphyria intermitten akuta, Polineuropati post difteri, hypocalemia, meningeal

carsimatosis, neuromuscular transmission disorders, uremic polyneuropathy, diabetic

polyradiculoneuropathy, dan hypophosphatemia,1,8

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang biasa digunakan untuk mendukung diagnosis

Guilllain Barre Sindrom antara lain:9

Pemeriksaan darah rutin, titer EBV, Campylobacter, HIV, CMV, RF, ANA,

hepatitis.

EMG, akan terlihat adanya blok konduksi dengan kecepatan rendah, penurunan

konduksi gelombang-FBiopsi, akan terlihat demielinasi fokal.

LP: peningkatan jumlah protein setelah beberapa hari. Jumlah sel biasanya

normal, namun terkadang diikuti peningkatan monosit

I. TERAPI

Untuk Sindrom Guillain Barre dapat dikatakan tidak ada drug of choice.

Terapi diberikan untuk mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat

penyembuhan melalui sistem imunitas (imunoterapi).1 Pada pasien dengan SGB

ringan, diberikan terapisuportif dengan pemantauan ketat dan persiapan bila pasien

secara klinis mengalami perburukan.6

a. Kortikosteroid

Manfaat kortikosteroid untuk terapi SGB masih kontroversial. Kebanyakan

penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak mempunyai

nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB. Namun, apabila terjadi keadaan gawat

akibat terjadinya paralisis otot-otot pernafasan maka kortikosteroid dosis tinggi

dapat dilakukan.1

b. Plasmafaresis

Plasmafaresis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan

faktorautoantibodi yang beredar. Plasmaferesis diindikasikan pada kasus yang

nonambulatory, atau yang penyakitnya berlangsung secara agresif.6 Pemakain

plasmafaresis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik, berupa perbaikan klinis

yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama

perawatan yang lebih pendek. Pengobatan dilakukan dengan mengganti 200-250

ml plasma/kg BB dalam 7-14 hari. Plasmafaresis lebih bermanfaat bila diberikan

7

Page 8: case SGB

saat awal onset gejala (minggu pertama).1 Plasmafaresis atau plasma exchange

merupakan terapi yang pertama kali terbukti efektif pada kasus SGB berat.

Perbaikan klinis pasien nampak nyata dalam kemampuan berjalan tanpa dibantu,

waktu penggunaan ventilasi mekanik lebih singkat, dan gejala sisa lebih ringan.6

Pada anak yang menderita SGB, plasmafaresis jarang dilakukan karena

prosedur ini membutuhkan persiapan yang lebih kompleks seperti unit perawatan

intensif (ICU), akses vena sentral dan mesin plasmafaresis. Selain plasmafaresis,

hanya intravenous immunoglobulin (IVIg) yang terbukti efektif dalam mengurangi

kegawatan dan memperpendek perjalanan penyakit.6

c. Imunoglobulin IV

Pengobatan dengan gamma globulin intravena lebih menguntungkan

dibandingkan plasmafaresis karena efek samping atau komplikasinya lebih ringan.

Dosis 0.4 gr/kgBB/hari selama 5 hari.8 Pemberian IVIg diduga dapat menetralisasi

antibodi mielin yang beredar dengan berperan sebagai antibodi anti–idiotipik,

menurunkan sitokin proinflammatory dan menghadang kaskade komplemen.6

d. Obat sitotoksik

Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah1:

- 6 merkaptopurin (6-MP)

- Azathioprine

- cyclophosphamid

Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan sakit kepala.

Pengobatan suportif untuk Gullain Barre antara lain10:

- Monitor kapasitas vitas pernafasan dan kekuatan inspirasi negatif (negative

inspiratory force; NIF). Jika kapasitas vita < 20 mL/kg atau NIF kurang dari –

30cm H2O, bawa pasien ke ICU dan lakukan intubasi. Jangan tunggu sampai

saturasi oksigen drop.

- Swallowing assessment

- Monitoring fungsi jantung

- Berikan obat anti nyeri seperti gabapentin, pregabalin atau tramadol

- Profilak DVT

- Regimen untuk kostipasi

- Fisioterapi untuk mencegah kontraktur dan mempercepat proses penyembuhan

J. PROGNOSIS

8

Page 9: case SGB

Pada umumnya prognosa relatif baik. 90-95% terjadi penyembuhan tanpa

gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila dengankeadaan antara lain1,2:

- pada pemeriksaan NCV-EMG relatif normal

- mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset

- progresifitas penyakit lambat dan pendek

- pada penderita berusia 30-60 tahun

- tidak terjadi kelumpuhan total

Angka kematian pada GBS ± 5 %. Kebanyakan pasien membaik pada

beberapa bulan. Jika tanpa pengobatan, sekitar 35 % dari pasien memiliki kelemahan

residual, atrofi, hiporefleksia dan kelemahan otot wajah. Prognosis buruk pada pasien

dengan usia tua, didahului penyakit GI track.10

BAB II

9

Page 10: case SGB

LAPORAN KASUS

Seorang pasien perempuan berumur 26 tahun masuk ke Bangsal Neurologi RSUD Dr.

Achmad Muchtar Bukittinggi pada tanggal 28 April 2015 dengan :

Keluhan Utama : Lemah anggota gerak

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien merasakan lemah anggota gerak sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.

Kelemahan dirasakan di seluruh anggota gerak terutama kaki.

Awalnya 1 minggu yang lalu pasien sudah merasakan kakinya terasa kebas. Rasa

kebas ini menjalar dari jari ke telapak kaki pasien dan kemudian kaki pasien mulai

terasa berat, namun pasien masih bisa untuk berjalan. Sejak 2 hari ini kelemahan di

kaki semakin terasa sehingga pasien hanya bisa menyeret kakinya saat berjalan dan

sejak 1 hari ini sudah tidak bisa berdiri lagi. Saat ini kelemahan juga dirasakan di

kedua tangan pasien. Pasien juga merasakan kebas pada jari kedua tangannya.

Rasa lemah tidak hilang setelah pasien beristirahat.

Pasien sebelumnya merasakan demam sekitar 1 minggu yang lalu.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya.

Riwayat trauma (-), riwayat DM (-).

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama.

Riwayat Sosial, Ekonomi dan Kebiasaan

Pasien seorang ibu rumah tangga yang sedang menyusui anaknya, aktivitas harian

sedang.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Umum

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis, GCS 15 (E4M6V5)

Tekanan Darah : 100/70 mmHg

Frekuensi Nadi : 78 kali/menit, teratur

Frekuensi Nafas : 22 kali/menit

Suhu : 37o C

10

Page 11: case SGB

Status Generalis

Kulit : Turgor kulit normal

Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut

KGB : Tidak ada pembesaran pada KGB leher, aksila, dan inguinal

Thoraks : Normothoraks

Pulmo

Inspeksi : Simetris kiri = kanan dalam keadaan statis dan dinamis

Palpasi : Fremitus normal, kiri = kanan

Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru

Auskultasi : Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Cor

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : Batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : Irama reguler, bising (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit

Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Corpus Vertebrae

Inspeksi : Deformitas (-)

Palpasi : Massa (-), deformitas (-)

Status Neurologis

Kesadaran : GCS 15 (E4M6V5)

Tanda Rangsangan Meningeal :

Kaku kuduk : - Brudzinski II : -

Brudzinski I : - Kernig : -

Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial :

Muntah proyektil : -

Nyeri kepala hebat : -

Pupil : Isokor, Ф 3mm/3mm, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak

langsung +/+

Pemeriksaan Nn. Cranialis : Dalam batas normal

11

Page 12: case SGB

Pemeriksaan Motorik : 335 335 , eutonus, eutrofi.

335 335

Pemeriksaan Sensorik :

Raba : Suhu : +

Nyeri : + Propioseptif : +

Pemeriksaan Otonom :

Miksi : neurogenic bladder (-)

Defekasi : baik

Sekresi keringat : baik

Refleks Fisiologis

Biceps : +/+ APR : +/+

Triceps : +/+ KPR : +/+

Refleks Patologis

Babinski : -/- Gordon : -/-

Chaddok : -/- Schaeffer : -/-

Oppenheim : -/- Hoffman Tromner ; -

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium:

Hb : 14,8 gr/dl

Leukosit : 24.500/mm3

Ht : 42%

Trombosit : 492.000/ mm3

GDS : 129

Diagnosis Kerja

Diagnosis klinis : Sindrom Guillain Barre

Diagnosis topik : Radiks N. Spinalis

Diagnosis etiologi : Autoimun

Diagnosis sekunder : -

Diagnosis Banding

Miastenia Gravis

Periodik Paralisis

12

Page 13: case SGB

Tatalaksana

O2 3 liter/menit

IVFD RL 12 jam / kolf

Inj cefoperazone 2 x 1gram i.v

Inj metilprednisolone 3 x 1amp i.v

Inj omeprazole 1 x 1 amp i.v

Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

FOLLOW UP :

Tanggal 29/4/2015

S/ lemah anggota gerak (+)

demam (-)

O/ KU kes TD nadi nafas suhu

sedang sadar 110/70 78x/i 21x/i af

SN : motorik : 335 335 , eutonus, eutrofi.

335 335

Reflex patologis : -/-

A/: Susp SGB

P/: terapi lanjut

BAB III

DISKUSI

13

Page 14: case SGB

Telah dirawat seorang pasien perempuan, 26 tahun pada tanggal 28 April 2015 di

Bangsal Neurologi RSUD Dr. Achmad Muchtar dengan diagnosis kerja Tetraparese flaccid,

gloves and stock phenomenon ec susp. Syndrome Guillain Barre. Diagnosis ditegakkan

berdasarkan anamesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Dari anamnesis didapatkan pasien merasakan lemah anggota gerak sejak 2 hari

sebelum masuk rumah sakit. Kelemahan ini dirasakan di seluruh anggota gerak terutama

kaki. Awalnya 1 minggu yang lalu pasien sudah merasakan kakinya terasa kebas. Rasa kebas

ini menjalar dari jari ke telapak kaki pasien dan kemudian kaki pasien mulai terasa berat,

namun pasien masih bisa untuk berjalan. Sejak 2 hari ini kelemahan di kaki semakin terasa

sehingga pasien hanya bisa menyeret kakinya saat berjalan dan sejak 1 hari ini sudah tidak

bisa berdiri lagi. Saat ini kelemahan juga dirasakan di kedua tangan pasien. Pasien juga

merasakan kebas pada jari kedua tangannya. Rasa lemah yang dirasakan pasien tidak hilang

setelah pasien beristirahat. Pasien sebelumnya merasakan demam sekitar 1 minggu yang lalu.

Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya, riwayat trauma (-), riwayat

DM (-). Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien sakit sedang, kesadaran

komposmentis koperatif dengan GCS 15 (E4M6V5). Tanda vital ditemukan dalam batas

normal. Status internus didapatkan dalam batas normal.

Pada status neurologis tidak ditemukan tanda rangsang meningeal dan tanda

peningkatan tekanan intrakranial. Pemeriksaan nervus cranialis tidak ada kelainan. Pada

pemeriksaan fungsi motorik, terdapat kelemahan dimana anggota gerak inferior hanya

mampu melawan gravitasi, sementara anggora gerak superior mampu melawan tahanan kuat

dari pemeriksa. Fungsi sensorik menurun (hipestesi) dan otonom dalam batas normal. Pada

pemeriksaan ditemukan fungsi refleks fisiologis anggota gerak bawah sedikit menurun dan

tidak ditemukan refleks patologis. Pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 14,8 gr/dl,

Leukosit 24.500/mm3, Ht 42%, Trombosit 492.000 dan Gula darah sewaktu 129 mg/dl.

Pasien didiagnosis dengan Sindrom Guillain Barre. Diagnosis ditegakkan berdasarkan

anamnesis dan pemeriksaan fisik. Kriteria diagnosis yang ada pada pasien ini seperti:

- Lemah anggota gerak

- Kelemahan bersifat asending yang artinya mengenai anggota gerak bagian

bawah terlebih dahulu

- Terjadi kelemahan ascenden dan simetris. Kelemahan dimulai dari anggota

gerak bawah kemudian diikuti oleh anggota gerak atas.

- Dari pemeriksaan fisik ditemukan terjadinya gangguan motorik.

14

Page 15: case SGB

- Terdapat gangguan sensorik ringan dimana tangan pasien terasa kebas

(parestesia) sehingga untuk rangsangan raba sedikit terganggu sementara

rangsang nyeri, suhu dan proprioseptif tidak terganggu.

- Pada pemeriksaan refleks ditemukan refleks fisiologis menurun dan tidak

ditemukan refleks patologis. Ini menunjukkan bahwa saraf yang terkena

adalah Lower Motor Neuron.

Pada pasien ini perlu dilakukan pemeriksaan penunjang berupa Lumbal Punksi (LP)

untuk menilai cairan serebrospinal. Hasil LP pada pasien Sindrom Guillain Barre nantinya

akan ditemukan peningkatan jumlah protein. Selain itu juga perlu dilakukan pemeriksaan

KHS untuk melihat hantaran konduksi saraf.

Sindrom Guillain Barre perlu dibedakan dengan Miastenia Gravis, yang sama-sama

merupakan penyakit autoimun. Miastenia gravis juga terjadi kelemahan anggota gerak yang

bersifat flaksid. Namun pada miastenia gravis kelemahan tidak bersifat ascensing. Selain itu

pada miastenia gravis, kelemahan biasanya menghilang jika beristirahat, sedangkan Guillain

Barre kelemahan tidak berkurang walaupun beristirahat.

Terapi yang diberikan pada pasien ini terdiri atas terapi umum dan terapi khusus. Terapi

umum yang diberikan adalah adalah O2 3 liter/menit dan IVFD RL 12 jam/kolf untuk

memenuhi kebutuhan cairannya, sedangkan terapi khusus Inj cefoperazone 2 x 1gram i.v, Inj

metilprednisolone 3 x 1amp i.v dan Inj omeprazole 1 x 1 amp i.v.

DAFTAR PUSTAKA

1. Japardi, Iskandar. 2002. Sindroma Guillain Barre. USU.

15

Page 16: case SGB

2. Perdossi. 2008. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gajah Mada University Press: Jakarta.

Hal 307-310.

3. Ropper, Allan H, Martin A. Sammuels. 2009. Adams and Victor’s Principles of

Neurology 9th edition. Mc Graw Hill Medical E-book. p1261-1270.

4. Rohkamm, Reinhard. 2004. Color Atlas of Neurology 2nd Edition. Medical E-book.

Georg Thieme Verlag: Stuttgard. p 326-327.

5. Wijdicks, Eelco. 2003. The Clinical Practice of Critical Care Neurology 2nd Edition.

Oxford University Press: New York. p 405-410.

6. Lukito, Vimaladewi, Irawan Mangunatmadja, Antonius H. Pudjiadji, Tatang M.

Puspandjono. 2010. Plasmaferesis Sebagai Terapi Sindrom Guillain-Barre Berat pada

Anak. Sari Pediatri, Vol. 11, No. 6, April 2010.

7. Feldman, Eva L, Woflgang Grisold, James W Russell, Udo A. Zifko. 2005. Atlas of

Neuromuscular desease. E-book. Springer-Verlag: Austria. p 288-291.

8. Daroff, Robert B., Gerald M. Fenichel, Joseph Jancovic, John C. Mazziotta. 2012.

Bradleys Neurology in Clinical Practice 6th Edition Volume 1. Medical E-book.

Elsevier: Philadelphia. p 299, 1956-1964

9. Flaherty, Alice W & Natalia Rost. 2007. The Massachusetts General Hospital

Handbook of Neurology 2nd Edition. Lippincott Williams & Wilkins: Massachusetts.

p 37.

10. Gilman, Sid, William J. Herdman, Hadi Manji, Sean Connolly, Neil Dorward, Neil

Kitchen, et al. 2010. Oxford American Handbook of Neurology. Medical E-book.

Oxford University Press: New York. p 96-98.

16