case demensia

47
BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Definisi Demensia adalah kumpulan gejala kronik yang disebabkan oleh berbagai latar belakang penyakit dan ditandai oleh hilangnya memori jangka pendek, gangguan global fungsi mental, termasuk fungsi bahasa, mundurnya kemampuan berpikir abstrak, kesulitan merawat diri sendiri, perubahan perilaku, emosi labil dan hilangnya pengenalan waktu dan tempat, tanpa adanya gangguan dalam pekerjaan, aktivitas harian dan sosial. 1,2 1.2. Klasifikasi Demensia dapat dibagi menjadi demensia yang reversibel dan ireversibel yaitu : Reversibel : - Alkoholisme - Gangguan pasikiatri - Normal pressure Hydrocephalus - Demensia Vaskular Ireversibel : -Demensia Alzheimer -Pick’s Disease -Parkinson’s Disease Dementia 1 1.3. Diagnosis 1

Upload: rila-rivanda

Post on 28-Jun-2015

1.026 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: case demensia

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Definisi

Demensia adalah kumpulan gejala kronik yang disebabkan oleh berbagai

latar belakang penyakit dan ditandai oleh hilangnya memori jangka pendek,

gangguan global fungsi mental, termasuk fungsi bahasa, mundurnya

kemampuan berpikir abstrak, kesulitan merawat diri sendiri, perubahan

perilaku, emosi labil dan hilangnya pengenalan waktu dan tempat, tanpa

adanya gangguan dalam pekerjaan, aktivitas harian dan sosial.1,2

1.2. Klasifikasi

Demensia dapat dibagi menjadi demensia yang reversibel dan ireversibel

yaitu :

Reversibel :

- Alkoholisme

- Gangguan pasikiatri

- Normal pressure Hydrocephalus

- Demensia Vaskular

Ireversibel :

-Demensia Alzheimer

-Pick’s Disease

-Parkinson’s Disease Dementia1

1.3. Diagnosis

Demensia ditandai oleh adanya gangguan kognisi, fungsional dan

perilaku, sehingga terjadi gangguan pada pekerjaan, aktivitas harian dan

sosial. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

neuropsikologis. Anamnesis/wawancara meliputi awitan penyakit

(akut/perlahan), perjalanan penyakit (stabil/ progresif, membaik), usia awitan,

riwayat medis umum dan neurologis, perubahan neurobehaviour, riwayat

psikiatri, riwayat yang berhubungan dengan etiologi (seperti infeksi,

gangguan nutrisi, penggunaan obat, dan riwayat keluarga). Pemeriksaan fisik

1

Page 2: case demensia

meliputi tanda vital, pemeriksaan umum, pemeriksaan neurologis dan

neuropsikologis. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium

dan radiologis.

Anamnesis

Wawancara mengenai penyakit sebaiknya dilakukan pada penderita dan

mereka yang sehari-hari berhubungan langsung dengan penderita (pengasuh).

Hal yang paling penting diperhatikan adalah riwayat penurunan fungsi

terutama kognitif dibandingkan dengan sebelumnya. Awitan

(mendadak/progresif lambat) dan adanya perubahan prilaku dan kepribadian.

Riwayat Medis Umum

Demensia dapat merupakan akibat sekunder dari berbagai penyakit, sehingga

perlu diketahui adanya riwayat infeksi kronis (misalnya HIV dan Sifilis),

ganguan endokrin (hiper/hipotiroid), diabetes Mellitus, neoplasma, kebiasaan

merokok, penyakit jantung, penyakit kolagen, hipertensi, hiperlipidemia dan

aterosklerosis.

Riwayat Neurologis

Perlu untuk mencari etiologi seperti riwayat gangguan serebrovaskuler,

trauma kapitis, infeksi SSP, epilepsi, tumor serebri dan hidrosefalus.

Riwayat Gangguan Kognisi

Riwayat gangguan kognitif merupakan bagian terpenting dari diagnosis

demensia. Riwayat gangguan memori sesaat, jangka pendek dan jangka

panjang; gangguan orientasi ruang, waktu dan tempat, benda, maupun

gangguan komprehensif): gangguan fungsi eksekutif (meliputi

pengorganisasian, perencanaan dan pelaksanaan suatu aktivitas), gangguan

praksis dan visuospasial.

Selain itu, perlu ditanyakan mengenai aktivitas harian, diantaranya

melakukan pekerjaan, mengatur keuangan, mempersiapkan keperluan harian,

melaksanakan hobi dan mengikuti aktivitas sosial. Dalam hal ini, perlu

pertimbangan berdasarkan pendidikan dan sosial budaya.

Riwayat Gangguan Perilaku dan kepribadian

2

Page 3: case demensia

Gejala psikiatri dan perubahan perilaku sering dijumpai pada penderita

demensia. Hal ini perlu dibedakan dengan gangguan psikiatri murni, misalnya

depresi, skizofrenia, terutama tipe paranoid. Pada penderita demensia dapat

ditemukan gejala neuropsikologis berupa waham, halusinasi, misidentifikasi,

depresi, apatis dan cemas. Gejala perilaku dapat berupa bepergian tanpa

tujuan (wandering), agitasi, agresifitas fisik maupun verbal, restlessness dan

disinhibisi.

Riwayat Intoksikasi

Perlu ditanyakan riwayat intoksikasi aluminium, air raksa, pestisida,

insektisida, alkoholisme dan merokok. Riwayat pengobatan terutama

pemakaian kronis antidepresan dan narkotika.

Riwayat Keluarga

Riwayat demensia, gangguan psikiatri, depresi, penyakit Parkinson, sindrom

down dan retardasi mental.

Pemeriksaan fisik

Demensia adalah suatu sindrom yang terdiri dari gejala-gejala gangguan daya

kognitif global yang tidak disertai gangguan derajat kesadaran, namun

bergandengan dengan perubahan tabiat yang dapat berkembang secara

mendadak atau sedikit demi sedikit pada setiap orang dari semua golongan

usia.

Pemeriksaan fisik umum, dilakukan sebagaimana biasa pada praktek klinis.

Pemeriksaan neurologis : Dilihat adanya tekanan tinggi intra kranial,

gangguan neurologis fokal misalnya gangguan berjalan, gangguan motorik,

sensorik, otonom, koordeinasi, gangguan penglihatan, gerakan

abnormal/apraksia dan adanya refleks patologis dan primitif.1

1.4. DEMENSIA ALZHEIMER

Merupakan frekuensi demensia yang paling tinggi, meliputi 50-55 % dari

seluruh demensia, biasanya memeiliki faktor resiko seperti usia yang lebih

dari 40 tahun, riwayat keluarga Alzheimer, Parkinson, Sindrom Down.

Demensia Alzheimer dibagi menjadi 3 stadium yaitun :

- Stadium Ringan

3

Page 4: case demensia

Gangguan memori menonjol, namun penderita masih dapat melakukan

aktivitas harian sederhana.

- Stadium Sedang.

Gangguan memori diikuti oleh gangguan kognisi lain : Penderita

membutuhkan bantuan untuk melakukan aktivitas harian, terutama yang

kompleks.

- Stadium lanjut.

Penderita sudah tidak dapat berkomunikasi karena gangguan kognitif

berat, biasanya diikuti penurunan fungsi motorik.

Awitan dan perjalanan penyakit bertahap, progresif lambat. Perubahan

prilaku dapat terjadi pada stadium ringan, sedang maupun lanjut1.

1.5. DEMENSIA VASKULER

Penyakit vaskuler merupakan penyebab kedua demensia, setelah penyakit

Alzheimer. Penyakit vaskuler dapat dicegah dan ditangani dengan

peningkatan kewaspadaan dan pengendalian faktor-faktor vaskuler, sehingga

insidensi demensia dapat diturunkan3. Baru sedikit diketahui tentang

penyebab yang mendasari penyakit vaskuler ini. Beberapa penelitian di

Amerika melaporkan adanya gambaran insidensi spesifik untuk penyakit

vaskuler dan telah dapat mengidentifikasikan faktor-faktor resiko yang

berhubungan4.

Pada akhir abad ke-19, Otto Biswanger dan Alois Alzheimer meneliti

tentang hubungan antara patologi vaskuler dan pengurangan kemampuan

kognisi. Tujuh puluh tahun kemudian, Tomlisson dan Blessed melengkapi

dengan penelitian yang lebih sistematik yang menunjukkan hubungan antara

patologi vaskuler dengan demensia. Pada tahun 1974, Hachinski

mengenalkan istilah multi-infark dementia (MID) untuk menekankan bahwa

demensia adalah berhubungan dengan infark pembuluh darah otak baik

pembuluh besar maupun kecil. Kemudian peneliti-peneliti menggunakan

istilah vascular dementia (VaD) yang membantu para dokter untuk

mempertimbangkan berbagai patologi vaskuler termasuk perdarahan, yang

dapat menyebabkan demensia. Baru-baru ini para peneliti mengenalkan

4

Page 5: case demensia

istilah vascular cognitive impairment (VCI) dengan tujuan untuk meluaskan

konsep lebih lanjut. Dimaksudkan bahwa penyakit vaskuler dapat

menyebabkan suatu defisit kognisi dari skala ringan sampai berat dan

pengenalan dini dari defisit tersebut membantu klinisi untuk mengintervensi

sebelum demesia terjadi.3

1.5.1. Insiden dan Prevalensi

Insidensi dan prevalensi VaD yang dilaporkan berbeda-beda

menurut populasi studi, metode pendeteksian, kriteria diagnosa yang

dipakai dan periode waktu pengamatan. Diperkirakan demensia vaskuler

memberi kontribusi 10 % - 20 % dari semua kasus demensia. Data dari

negara-negara Eropa dilaporkan prevalensi 1,6% pada kelompok usia lebih

dari 65 tahun dengan insidensi 3,4 tiap 1000 orang per tahun. Penelitian di

Lundby di Swedia memperlihatkan angka resiko terkena VaD sepanjang

hidup 34,5% pada pria dan 19.4% pada wanita bila semua tingkatan

gangguan kognisi dimasukkan dalam perhitungan. Sudah lama diketahui

bahwa defisit kognisi dapat terjadi setelah serangan stroke. Penelitian

terakhir memperlihatkan bahwa demensia terjadi pada rata-rata seperempat

hingga sepertiga dari kasus-kasus stroke.7

Prevalensi dari semua bentuk demensia termasuk demesia vaskuler, naik

seiring dengan bertambahnya usia. Di Eropa, prevalensi demensia vaskuler

diperkirakan sekitar 1,5-4,8 % pada individu berusia antara 70 hingga 80

tahun.8

1.5.2. Patofisiologi

Penelitian akhir-akhir ini juga membuktikan adanya hubungan

antara suatu faktor genetik apolipoprotein E4 dengan kerusakan vaskuler

dan juga penyakit serebrovaskuler. DeCarli et.al menemukan bahwa

peningkatan ApoE4 pada pasien-pasien kardiovaskuler dan juga pada

pasien-pasien stroke. ApoE4 akan menyebabkan perubahan level

kolesterol serum dan LDL. ApoE4 ini juga memainkan peran dalam

pembentukan arterosklerosis7. ApoE4 akan membantu hemostasis dari

5

Page 6: case demensia

kolesterol dan ini merupakan komponen dari kilomikron, VLDL dan

produk degradasi mereka. Beberapa reseptor di hati mengenali ApoE,

termasuk reseptor LDL, reseptor LDL yang terikat protein dan reseptor

VLDL8. Penelitian yang dilakukan oleh DeLeewu et.al menyimpulkan

bahwa pasien dengan ApoE4 adalah beresiko tinggi terhadap lesi di

substansia alba apabila ia juga menderita hipertensi. Dalam penelitian

terbaru yang dilakukan Kokobu et al, melaporkan adanya hubungan antara

ApoE4 dengan perdarahan subarachnoid. Hal ini membuat dugaan bahwa

ApoE4 memainkan peran dalam respon terhadap trauma sistem saraf

pusat.3,4

Patologi dari penyakit vaskuler dan perubahan-perubahan kognisi

telah diteliti. Berbagai perubahan makroskopik dan mikroskopik

diobservasi. Beberapa penelitian telah berhasil menunjukkan lokasi dari

kecenderungan lesi patologis, yaitu bilateral dan melibatkan pembuluh-

pembuluh darah besar (arteri serebri anterior dan arteri serebri posterior).

Penelitian-penelitian lain mendemonstrasikan keberadaan lakuna-lakuna di

otak misalnya di bagian anterolateral dan medial thalamus, yang

dihubungkan dengan defisit neuropsikologi yang berat. Beberapa lokasi

strategis termasuk substansia alba bagian frontal atau basal dari forebrain,

basal ganglia, genu dari kapsula interna hippocampus, mamillary bodies,

otak tengah dan pons. Pada analisis mikroskopik perubahan-perubahan

tipe Alzheimer (neurofibrillary tangles dan plak senile) didapatkan juga

sehingga akan merumitkan gambaran. Istilah demensia campuran

digunakan ketika baik perubahan vaskuler dan degenerasi memberikan

kontribusi pada penurunan kognisi.3

Mekanisme patoisiologi dimana patologi vaskuler menyebabkan

kerusakan kognisi adalah belum jelas. Hal ini dapat dijelaskan bahwa

dalam kenyataannya beberapa patologi vaskuler yang berbeda dapat

menyebabkan kerusakan kognisi, termasuk trombosis otak emboli jantung

dan perdarahan. Peran dari abnormalitas substansia alba sebagai penyebab

disfungsi kognisi telah diketahui. Suatu penelitian terbaru tentang patologi

6

Page 7: case demensia

substansia alba pada 40 kasus dengan demensia vaskuler menunjukkan

adanya :

1. Patologi fokal meliputi daerah infark luas dan sempit pada substansia

alba

2. Patologi difus substansia alba yang melibatkan rarefaction perifokal

yang dikelilingi infark dan substansia alba tanpa infark.3

1.5.3. Faktor resiko

Faktor-faktor resiko telah diteliti oleh beberapa ilmuwan dalam 4

tahun terakhir ini.

Mereka membagi faktor-faktor resiko itu dalam 4 kategori :

1. Faktor demografi, termasuk diantaranya adalah usia lanjut, ras dan

etnis(Asia, Africo-American), jenis kelamin (pria), pendidikan yang

rendah, daerah rural.

2. Faktor aterogenik, termasuk diantaranya adalah hipertensi, merokok

cigaret, penyakit jantung, diabetes, hiperlipidemia, bising karotis,

menopause tanpa terapi penggantian estrogen dan gambaran EKG yang

abnomal.

3. Faktor non-aterogenik, termasuk diantaranya adalah genetik, perubahan

pada hemostatis, konsumsi alkohol yang tinggi, penggunaan aspirin, stres

psikologik, paparan zat yang berhubungan dengan pekerjaan (pestisida,

herbisida, plastik), sosial ekonomi.

4. Faktor yang berhubungan dengan stroke yang termasuk diantaranya

adalah volume kehilangan jaringan otak, serta jumlah dan lokasi infark4.

Jenis kelamin merupakan faktor yang masih kontroversial, dan

beberapa penelitian menemukan bahwa tidak ada perbedaaan dalam jenis

kelamin. Semuanya dapat terkena dalam perbandingan yang sama. Genetik

juga merupakan faktor yang berpengaruh. Arteriopati cerebral autosomal

dominan dengan infark subkortikal dan leukoencepalopati (CADASIL)

adalah suatu penyakit genetik yang melibatkan mutasi Notch 3,

menyebabkan infark subkortikal dan demensia pada 90 % pasien yang

7

Page 8: case demensia

terkena yang akhirnya meninggal dengan kondisi ini. Riwayat dari stroke

terdahulu adalah faktor resiko yang penting pada demensia vaskuler. Tidak

hanya berhubungan dengan luas dan jumlah infark, tetapi juga lokasi dan

bahkan lesi tunggal yang strategis sudah dapat menyebabkan demensia.3

Depresi merupakan suatu sindroma premonitor untuk VaD pada

pasien-pasien stroke dan juga merupakan suatu penanda yang penting bagi

kerusakan pada otak. Hubungan antara VaD dan alel 4 dari APOE telah

diteliti pada beberapa penelitian dan ditemukan bahwa adanya alel ini

bukan hanya merupakan suatu penanda spesifik bagi Alzheimer Disease,

tapi juga dihubungkan dengan proses perbaikan pada sistem saraf. Frison

et. al menghipotesiskan bahwa APOE memainkan peran pada metabolisme

otak normal dan terdapatnya alel €4 dalam jumlah besar menandakan

adanya kerusakan pada otak baik degeneratif atau vaskuler. Bagaimanapun

juga, semenjak diagnosis VaD ditetapkan dengan menggunakan kriteria

NINDS-AIREN, maka konkurensi dengan Alzheimer Disease adalah

mungkin dan menjelaskan hubungan dengan APOE2.4

Resiko yang berhubungan dengan paparan pestisida dan pupuk

telah dikonfirmasikan pada berbagai penelitian terdahulu dan menjelaskan

hubungan dengan daerah rural. Tingginya insidensi VaD di daerah rural

juga dilaporkan Liu et.al, dan hubungan antara zat ini juga terdapat pada

Alzheimer Disease dan Parkinson.4

Demensia Vaskuler (VaD) merupakan suatu kelompok kondisi

heterogen yang meliputi semua sindroma demensia akibat iskemik,

perdarahan, anoksik atau hipoksik otak dengan penurunan kognisi mulai

dari yang ringan sampai paling berat dan meliputi semua domain, tidak

harus dengan gangguan memori yang menonjol.6

Secara garis besar VaD terdiri dari tiga subtipe yaitu :

1. VaD paska stroke yang mencakup demensia infark strategis, demensia

multi-infark, dan stroke perdarahan. Biasanya mempunyai korelasi waktu

yang jelas antara stroke dengan terjadinya demensia.

8

Page 9: case demensia

2. VaD subkortikal, yang meliputi infark lakuner dan penyakit Binswanger

dengan kejadian TIA atau stroke yang sering tidak terdeteksi namun

memiliki faktor resiko vaskuler.

3. Demensia tipe campuran, yaitu demensia dengan patologi vaskuler

dalam kombinasi dengan demensia Alzheimer (AD).

Sedangkan pembagian VaD secara klinis adalah sebagai berikut :

1. VaD pasca stroke

Demensia infark strategis : lesi di girus angularis, thalamus, basal

forebrain, teritori arteri serebri posterior dan arteri serebri anterior.

Multiple Infark Dementia (MID)

Perdarahan intraserebral

2. VaD subkortikal

-Lesi iskemik substansia alba

-Infark lakuner subkortikal

-Infark non-lakuner subkortikal

3. VaD tipe campuran Alzheimer Disease dan Cerebrovascular Disease.

1.5.4. Etiologi

Baru–baru ini diketahui, bahwa demesia vaskuler bukan hanya

disebabkan oleh discret infark (multi-infark demensia), tapi juga oleh

keadaan serebrovaskuler. Beberapa kelainan vaskuler yang dapat

menyebabkan demensia antara lain tercantum dalam tabel di halaman

selanjutnya ini.5

1.5.5. Diagnosis

Kriteria diagnosis yang digunakan saat ini adalah NINDS-AIREN

(National Institute of Neurological Disorders and Stroke, and

L’Association Internationale pour la Recherche et L’Enseignmement en

Neurosciences).

1. Diagnosis klinis probable VaD meliputi semua hal dibawah ini :a)

Demensia b) Penyakit serebrovaskuler (CVD) yang ditandai dengan

9

Page 10: case demensia

adanya defisit neurologik fokal pada pemeriksaan fisik seperti hemiparese,

kelumpuhan otot wajah bawah, refleks Babinski, defisit sensorik,

hemianopsia, disartria, dll. Yang konsisten dengan stroke (dengan atau

tanpa riwayat stroke), dan bukti yang relevan adanya CVD dengan

pemeriksaan pencitraan otak (CT-scan atau MRI) meliputi stroke multipel

pembuluh darah besar atau infark tunggal tempat strategis (girus angularis,

talamus, basal forebrain, teritori arteri serebri posterio dan anterior), atau

infark lakuner multipel di basal ganglia dan substantia alba atau lesi

substantia alba periventrikuler luas atau kombinasi dari kelainan-kelainan

di atas.c) Terdapat hubungan antara kedua gangguan diatas dengan satu

atau lebih keadaan dibawah ini : Awitan demensia berada dalam kurun

waktu 3 bulan pasca stroke.- Deteriorasi fungsi kognisi yang mendadak

atau berfluktuasi, defisit kognisi yang progresif..

2. Kriteria diagnosis probable VaD subkortikal :

A. Sindroma kognisi yang meliputi kedua-duanya :

• Sindroma disexecution : gangguan formulasi tujuan, inisiasi,

perencanaan, pengorganisasian, sekuensial, eksekusi, set-shifting,

mempertahankan kegiatan dan abstraksi.

• Deteriorasi fungsi memori yang menyebabkan gangguan fungsi okupasi

dan sosial yang tidak disebabkan oleh gangguan fisik karena stroke.

B. CVD :

• CVD yang dibuktikan dengan neuroimaging

• Adanya riwayat defisit neurologis sebagai bagian dari CVD :

hemiparese, parese otot wajah, refleks Babinski positif, gangguan sensorik,

disartri, gangguan berjalan, gangguan ekstrapiramidal yang berhubungan

dengan lesi subkortikal otak6.

1.5.6. Gambaran Klinis

Sesuai dengan NINDS-AIREN maka didapatkan gambaran klinis

VaD sebagai berikut :

A. Gambaran klinis yang konsisten dengan diagnosis probable

VaD :

10

Page 11: case demensia

1. Gangguan berjalan ( langkah-langkah kecil, atau marche a petit-pas,

magnetic, apraxic-ataxic atau parkinson gait )

2. Riwayat miksi dini dan keluhan kemih yang bukan disebabkan oleh

kelainan urologi. Perubahan kepribadian dan suasana hati, abulia dan

depresi. Inkontinesia emosi, gejala defisit subkortikal meliputi retardasi

psikomotor dan gangguan fungsi eksekusi.3

B. Gambaran klinis yang tidak menyokong diagnosis VaD

1. Defisit memori pada tahap dini, perburukan fungsi memori dan

gangguan kognisi lain seperti bahasa (ataxia transkortikal sensorik ),

ketrampilan motorik (apraksia) dan persepsi ( agnosia) tanpa adanya lesi

yang sesuai pada pencitraan otak.

2. Tidak ditemukannya defisit neurologik fokal selain gangguan kognisi.

Tidak ditemukan lesi pada CT-scan atau MRI kepala.5

C. Gambaran klinis yang menyokong diagnosis VaD subkortikal :

1. Episode gangguan lesi upper motor neuron ( UMN) ringan seperti

kelumpuhan ringan, refleks asimetri dan inkoordinasi.

2. Gangguan berjalan pada tahap dini demensia.

3. Riwayat gangguan keseimbangan, sering jatuh tanpa sebab

4. Urgensi miksi yang dini yang tidak disebabkan oleh kelainan urologi

5. Disartri, disfagi dan gejala ekstrapiramidal

6. Gangguan perilaku dan psikis seperti depresi, perubahan kepribadian,

emosi labil dan retardasi psikomotor.

D. Gambaran yang tidak menyokong diagnosis VaD subkortikal

1. Awitan dini gangguan memori yang progresif memburuk dan gangguan

kognisi lain seperti disfasia, dispraksi, dan agnosia.

2. Tidak ditemukan lesi fokal yang berhubungan pada pencitraan

3. Tidak ditemukannya relevansi lesi serebral pada CT-scan atau MRI.1.7

1.5.7. PemeriksaanPemeriksaan VaD secara umum

A. Riwayat medis meliputi

1. Riwayat medik umum. Wawancara meliputi gangguan medik yang

dapat menyebabkan demensia seperti penyakit jantung koroner, gangguan

11

Page 12: case demensia

katup jantung, penyakit jantung kolagen, hipertensi, hiperlipidemia,

diabetes, arteriosklerosis perifer, hipotiroidisme., neoplasma, infeksi

kronik ( sifilis, AIDS )

2. Riwayat Neurologi umum. Wawancara riwayat neurologi seperti

riwayat stroke, TIA, trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat, riwayat

epilepsi dan operasi otak karena tumor atau hidrosefalus. Gejala penyerta

demensia seperti gangguan motorik sensorik, gangguan berjalan,

koordinasi dan gangguan keseimbangan yang mendadak pada fase awal

menandakan defisit neurologik fokal yang mengarah pada VaD.

3. Riwayat Neurobehaviour. Informasi dari keluarga mengenai penurunan

fuingsi kognisi, kemampuan intelektual dalama aktivitas sehari-hari dan

perubahan tingkah laku adalah sangat penting dalam diagnosis demensia.

4. Riwayat psikiatrik. Riwayat psikiatrik penting untuk menentukan

apakah pasien mengalami depresi, psikosis, perubahan kepribadian,

tingkah laku agresif, delusi, halusinasi, pikiran paranoid, dan apakah

gangguan ini terjadi sebelum atau sesudah awitan demensia.

5. Riwayat keracunan, nutrisi, obat-obatan. Keracunan logam berat,

pestisida, lem dan pupuk, defisiensi nutrisi, pemakaian alkohol kronik

dapat menyebabkan demensia walaupun tidak spesifik untuk VaD.

Pemakaian obat-obatan antidepresan, antikolinergik dan herbal juga dapat

mengganggu fungsi kognisi.

6. Riwayat keluarga. Pemeriksa harus menggali semua insidensi demensia

pada keluarga.

B. Pemeriksaan obyektif meliputi :

1. Pemeriksaan fisik umum. Meliputi observasi penampilan, tanda-tanda

vital, arteriosklerosis, faktor resiko vaskuler.

2. Pemeriksaan neurologis. Gangguuan berjalan, gangguan kekuatan, tonus

atau kontrol motorik, gangguan sensorik dan lapangan visual gangguan

saraf otak, gangguan keseimbangan dan gangguan refleks.

3. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan kognisi status mental meliputi

memori, orientasi, bahasa, fungsi kortikal, terkait dengan berhitung,

menulis, praksis, gnosis, visuospasial dan visuopersepsi.

12

Page 13: case demensia

4. Pemeriksaan aktivitas fungsional. Merupakan pemeriksaan performa

nyata penderita dalam aktivitas kehidupan sehari-hari saat premorbid atau

saat ini.

5. Pemeriksaan psikiatrik. Pemeriksaan ini untuk menentukan kondisi

mental penyandang demensia, apakah ia menderita gangguan depresi,

delirium, cemas atau mengalami gejala psikotik.8

1.5.8. Manajemen Terapi

A. Terapi farmakologik.

Penderita dengan faktor resiko penyakit serebrovaskuler misalnya

hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, arterosklerosis,

arteriosklerosis, dislipidemia dan merokok, harus mengontrol penyakitnya

dengan baik dan memperbaiki gaya hidup. Kontrol teratur terhadap

penyakit primer dapat memperbaiki fungsi kognisinya. Terapi simptomatik

pada demensia vaskuler kolinergik sehinggaadalah pemberian

kolinesterase inhibitor karena terjadi penurunan neurotransmiter.

Penelitian-penelitian terakhir menunjukkan obat golongan ini dapat

menstabilkan fiungsi kognisi dan memperbaiki aktivitas harian pada

penderita demensia vaskuler ringan dan sedang. Efek samping kolinergik

yang perlu diperhatikan adalah mual, muntah, diare, bradikardi dan

gangguan konduksi supraventrikuler. Terapi non-farmakologis bertujuan

untuk memaksimalkan/mempertahankan fungsi kognisi yang masih ada.

Program harus dibuat secara individual mencakup intervensi

terhadap pasien sendiri, pengasuh dan lingkungan, sesuai dengan tahapan

penyakit dan sarana yang tersedia.

Intervensi terhadap pasien meliputi :

1. Perilaku hidup sehat

2. Terapi rehabilitasi, dilakukan orientasi realitas, stimulasi kognisi,

reminiscent, gerak dan latih otak serta olahraga lain, edukasi, konseling,

terapi musik, terapi wicara dan okupasi.

3. Intervensi lingkungan, dilakukan melalui tata ruang, fasilitasi aktivitas,

penyediaan fasilitas perawatan, day care center, nursing home.

13

Page 14: case demensia

Gangguan mood dan perilaku yang ditemukan pada pasien

demensia vaskuler dapat bervariasi sesuai dengan lokasi fungsi otak yang

rusak. Gejala yang sering muncul adalah depresi, agitasi, halusinasi,

delusi, ansietas, perilaku kekerasan, kesulitan tidur dan wandering

( berjalan ke sana kemari). Sebelum memulai terapi farmakologis, terapi

non-farmakologis harus dilakukan dulu untuk mengontrol gangguan ini

namun dalam prakteknya sering diperlukan kombinasi kedua metode

terapi ini. Penting untuk selalu menganalisa dengan seksama setiap gejala

yang timbul, adakah hubungan gejala perilaku atau psikiatrik dengan

kondisi fisik (nyeri), situasi (ramai, dipaksa, dll) atau semata-mata akibat

penyakitnya. Pasien demensia vaskuler dengan depresi memperlihatkan

gangguan fungsional yang labih berat dibanding pasien demensia

Alzheimer tanpa depresi. Obat antidepresan dapat memperbaiki gejala

depresi, mengurangi disabilitas tetapi tidak memperbaiki gangguan

kognisi.

Penanganan non-farmakologis;

1. Memberi dorongan aktivitas.

2.Menghindari tugas yang kompleks.

3.Bersosialisasi untuk mengurangi depresi.

4.Konseling dengan psikiater.

Manajemen terapi farmakologis :

1.Semua antidepresan mampunyai efektivitas yang sama dan onset of

action dalam jangka waktu tertentu ( sekitar 2 minggu ) dalam terapi

depresi.

2.Pemilihan obat yang tepat berdasarkan riwayat respon obat sebelumnya,

efek samping obat dan interaksi obat .

3. Antidepresan yang dapat dipakai pada pasien demensia vaskuler antara

lain

14

Page 15: case demensia

a. Golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitors ( SSRI ).golongan ini

mempunyai tolerabilitas tinggi pada pasien lansia karena tanpa efek

antikolinergik dan kardiotoksik, efek hipotensi ortostatik yang minimal

b. Golongan Reversible MAO-A Inhibitor (RIMA)

c.Golongan trisiklik. Tidak dianjurkan untuk lanjut usia karena efek

sampingnya.Ansietas dan agitasi.Sebagian pasien demensia vaskuler dapat

hipersensitif terhadap peristiwa sekitarnya.

Manajemen terapi non-farmakologi:

1.Usahakan lingkungan rumah yang tenang dan stabil.

2.Tanggapi pasien dengan sabar dan penuh kasih

3.Buatlah aktivitas konstruktif untuk penyaluran gelisahnya.

4.Hindari minuman berkafein untuk membantu mengurangi gejala cemas

dan gelisah.

Manajemen terapi farmakologis:

1. Ansiolitik terutama bezodiazepin berguna terutama untuk terapi jangka

pendek ansietas yang tidak terlalu berat atau agitasi.

2. Neuroleptik diindikasikan pada agitasi yang berat, sama sekali tidak

dapat tidur, kegelisahan yang hebat, halusinasi atau delusi.

3. Antidepresan terutama SSRI dan trazadone juga efektif untuk mengobati

agitasi.

15

Page 16: case demensia

BAB 2

LAPORAN KASUS

Seorang pasien laki-laki umur 67 tahun dirawat di bangsal Neurologi RS.

DR. M. Djamil Padang tanggal 26 Desember 2010 :

Keluhan utama :

Bicara Pelo sejak 2 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Bicara pelo sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, terjadi tiba-tiba

ketika pasien sedang menonton TV. Awalnya pasien merasakan

anggota gerak kanan terasa berat digerakkan dimana pasien menjadi

berjalan dengan menyeret, dan ketika memegang benda, mudah

terlepas. Kelemahan tungkai dan lengan sama. Pasien tetap sadar,

tidak mengalami sakit kepala dan muntah, juga tidak ada riwayat

trauma sebelumnya.

1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien lebih banyak tidur, kontak

dengan anggota keluarga masih ada. Sering bicara sendiri dan

terlihat seperti orang bingung.

Sering lupa sejak 5 tahun yang lalu, awalnya pasien lupa tanggal dan

hari, kesulitan mengingat nama orang baik yang baru dikenal

maupun teman yang telah lama dikenal, dan sering mengulang

pertanyaan dan pekerjaan yang telah dilakukan sebelumnya. Pasien

tidak betah di rumah dan sering bepergian. Kemudian pasien

kadang-kadang juga sering tersesat di jalan yang sudah sering

dilalui. Pasien juga cenderung mudah marah, tersinggung, cemas.

Kegiatan sehari-hari dan kehidupan sosial sedikit terganggu. Tidak

ada riwayat trauma, pemakaian obat-obatan sebelum pasien

mengalami gejala ini.

Oleh keluarga pasien dibawa ke RSUD Lubuk Basung. Karena tidak

ada perbaikan dirujuk ke RSUP Padang. Di IGD pasien terlihat

gelisah, ingin mencabut selang infus dan berjalan.

16

Page 17: case demensia

Riwayat Penyakit Dahulu

2 tahun yang lalu pasien juga pernah bicara pelo, tidak dibawa ke

dokter dan hilang sendiri.

Riwayat menderita tekanan darah tinggi sejak kurang lebih 5 tahun

yang lalu, namun tidak kontrol secara teratur ke dokter.

Riwayat sakit gula, sakit jantung tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti ini sebelumnya.

Tidak ada keluarga yang menderita sakit gula, tekanan darah tinggi

dan jantung.

Riwayat Pekerjaan dan Sosio Ekonomi

Pasien seorang pensiunan TNI dan tinggal bersama istri serta anaknya.

Riwayat merokok 12 batang/hari selama kurang lebih 40 tahun.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : GCS 15 (E4 M6 V5)

Tekanan darah : 160/70 mmHg

Nadi : 50 x/menit

Napas : 18x/menit

Suhu : 36,2 oC

Status Internus

Rambut : hitam tidak mudah dicabut.

Kulit dan kuku : tidak ditemukan sianosis

KGB : tidak ditemukan pembesaran

Keadaan regional

Kepala : tidak ditemukan kelainan

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Hidung : tak ditemukan kelainan

Telinga : tidak ditemukan kelainan

Leher : JVP 5-2 cmH2O

PARU

Inspeksi : normochest, simetris kiri=kanan

17

Page 18: case demensia

Palpasi : fremitus kanan=kiri

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler, ronkhi(-), wheezing(-)

JANTUNG

Inspeksi : ictus tidak terlihat

Palpasi : ictus teraba 1 jari medial LCMS RIC V

Perkusi : Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V

Kanan : linea sternalis dextra

Atas : RIC II

Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)

ABDOMEN

Inspeksi : tak tampak membuncit

Palpasi : hepar dan lien tak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) Normal

Status Neurologis

Kesadaran kompos mentis tidak kooperatif, GCS 15 (E4 M6 V5)

Status Neurologis

1. Tanda Rangsangan Selaput Otak

Kaku kuduk : (-)

Brudzinski I : (-)

Brudzinski II : (-)

Tanda Kernig : (-)

2. Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial

Pupil : Isokor, Ø 3mm/3 mm, Refleks cahaya +/+

Muntah proyektil (-)

sakit kepala progresif (-)

3. Pemeriksaan Nervus Kranialis

18

Page 19: case demensia

N.I (Olfaktorius)

Penciuman Kanan Kiri

Subjektif Sukar dinilai Sukar dinilai

Objektif (dengan bahan) Sukar dinilai Sukar dinilai

N.II (Optikus)

Penglihatan Kanan Kiri

Tajam Penglihatan Sukar dinilai Sukar dinilai

Lapangan Pandang Sukar dinilai Sukar dinilai

Melihat warna Sukar dinilai Sukar dinilai

Funduskopi Tidak diperiksa Tidak diperiksa

N.III (Okulomotorius)

Kanan Kiri

Bola Mata Bulat Bulat

Ptosis - -

Gerakan Bulbus Doll eyes movement bergerak

Strabismus - -

Nistagmus -

Ekso/Endopthalmus - -

Pupil

Bentuk Bulat, isokor Bulat, isokor

Refleks Cahaya (+) (+)

Refleks Akomodasi (+) (+)

Refleks Konvergensi (+) (+)

N.IV (Troklearis)

Kanan Kiri

Gerakan mata ke bawah Baik Baik

Sikap bulbus Ortho Ortho

19

Page 20: case demensia

Diplopia Sukar dinilai Sukar dinilai

N.VI (Abdusens)

Kanan Kiri

Gerakanmata kemedial bawah Baik Baik

Sikap bulbus Ortho Ortho

Diplopia Sukar dinilai Sukar dinilai

N.V (Trigeminus)

Kanan Kiri

Motorik

Membuka mulut (+) (+)

Menggerakan rahang (+) (+)

Menggigit (+) (+)

Mengunyah (+) (+)

Sensorik

-Divisi Oftlamika

Refleks Kornea (+) (+)

Sensibilitas Sukar dinilai Sukar dinilai

-Divisi Maksila

Refleks Masseter (+) (+)

Sensibilitas Sukar dinilai Sukar dinilai

-Divisi Mandibula

Sensibilitas Sukar dinilai Sukar dinilai

N.VII (Fasialis)

Kanan Kiri

Raut wajah Simetris Simetris

Sekresi air mata (+) (+)

Fisura palpebra Baik Baik

Menggerakan dahi Baik Baik

20

Page 21: case demensia

Menutup mata Baik Baik

Mencibir/bersiul (+)

Memperlihatkan gigi Baik Baik

Sensasi lidah 2/3 belakang Baik Baik

Hiperakusis (-) (-)

Plika nasolabialis simetris

N.VIII (Vestibularis)

Kanan Kiri

Suara berbisik Sukar dinilai Sukar dinilai

Detik Arloji Sukar dinilai Sukar dinilai

Rinne test Tidak dilakukan

Webber test Tidak dilakukan

Scwabach test Tidak dilakukan

Memanjang

Memendek

Nistagmus

Pendular (-) (-)

Vertical

Siklikal

Pengaruh posisi kepala (-) (-)

N.IX (Glosofaringeus)

Kanan Kiri

Sensasi Lidah 1/3 belakang Sukar dinilai Sukar dinilai

Refleks muntah (gag refleks) (+) (+)

N.X (Vagus)

Kanan Kiri

Arkus faring Simetris

21

Page 22: case demensia

Uvula Di tengah

Menelan Baik Baik

Artikulasi Baik

Suara Baik

Nadi Teratur

N.XI (Asesorius)

Kanan Kiri

Menoleh kekanan Baik

Menoleh kekiri Baik

Mengangkat bahu kanan Baik

Mengangkat bahu kiri Baik

N.XII (Hipoglosus)

Kanan Kiri

Kedudukan lidah dalam Deviasi ke kiri

Kedudukan lidah dijulurkan Deviasi ke kanan

Tremor (-) (-)

Fasikulasi (-) (-)

Atropi (-) (-)

Pemeriksaan Koordinasi

Cara Berjalan Sukar dinilai Disatria Sukar dinilai

Romberg test Sukar dinilai Disgrafia Sukar dinilai

Ataksia Sukar dinilai Supinasi-Pronasi Sukar dinilai

Rebound Phenomen (-) Tes Jari Hidung Sukar dinilai

Tes Tumit Lutut Sukar dinilai Tes Hidung Jari Sukar dinilai

Pemeriksaan Fungsi Motorik

A. Badan Respirasi Teratur

22

Page 23: case demensia

Duduk Dapat dilakukan

B.Berdiri dan

berjalan

Gerakan spontan (-) (-)

Tremor (-) (-)

Atetosis (-) (-)

Mioklonik (-) (-)

Khorea (-) (-)

C.Ekstermitas Superior Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Aktif aktif Aktif aktif

Kekuatan 444 555 444 555

Tropi Eutropi Eutropi Eutropi eutropi

Tonus Eutonus eutonus Eutonus eutonus

Pemeriksaan Sensibilitas

Sensibilitas taktil Sukar dinilai

Sensibilitas nyeri Sukar dinilai

Sensibilitas termis Sukar dinilai

Sensibilitas kortikal Sukar dinilai

Stereognosis Sukar dinilai

Pengenalan 2 titik Sukar dinilai

Pengenalan rabaan Sukar dinilai

Sistem Refleks

A. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri

Kornea (+) (+) Biseps (++) (++)

Berbangkis Triseps (++) (++)

Laring KPR (++) (++)

Masseter APR (++) (++)

23

Page 24: case demensia

Dinding Perut Bulbokavernosa

Atas Creamaster

Tengah Sfingter

Bawah

B. Patologis Kanan Kiri Kanan Kiri

Lengan Tungkai

Hofmann Tromner (-) (-) Babinski (-) (-)

Chaddoks (-) (-)

Oppenheim (-) (-)

Gordon (-) (-)

Schaeffer (-) (-)

Klonus paha

Klonus kaki

Fungsi Otonom

Miksi : baik, uninhibited bladder tidak ada

Defikasi : baik

Keringat : baik

Fungsi Luhur

Kesadaran Tanda Demensia

Reaksi bicara Baik Refleks glabela (+)

reaksi intelek Terganggu Refleks Snout (-)

Reaksi emosi Terganggu Refleks Menghisap (+)

Refleks Memegang (+)

Refleks

palmomental

(-)

Mini Mental State Examination : Sulit dilakukan

Skor iskemik Hachinski : 12

Pemeriksaan Laboratorium

24

Page 25: case demensia

Hb : 10,7 g/dl

Leukosit : 7.600/mm3

GDR : 85 gr%

Ureum : 20 g/dl

Kreatinin : 1,2 g/dl

Na : 141 mEq/L

K : 3,8 mEq/L

Gajah Mada Score : Penurunan kesadaran (-)

Muntah (-)

Nyeri kepala (-), kesan : Infark.

Siriraj Stroke Score : (2,5 x 0) + (2x0) + (2x0) + (0,1x 70) – (3x0) -12 = -5

Kesan : infark

Diagnosis Klinis : Hemiparese dextra+ parese n XII dextra tipe sentral

+ gangguan kognitif

Diagnosis Topik : Korteks serebri hemisfer sinistra

Diagnosis Etiologi : Trombosis serebri

Diagnosis Sekunder : Hipertensi Stage II

Demensia vaskular

Pemeriksaan Anjuran : Rontgen thorax

Brain CT Scan

EKG, EEG

Konsul neurobehavior

Penatalaksanaan :

1. Manajemen Umum :

Diet MB RG II 3x600 Kkal

IVFD RL 12 jam/kolf

2. Khusus :

Piracetam 4x3 gr IV

Ascardia 1x80 mg po

Haloperidol 1x1/2tab po

HLP 2x0.5 mg po

25

Page 26: case demensia

THP 2x1 mg po

Terapi yang dianjurkan untuk demensia

Program harian yang sistematis dan teratur

Orientasi realitas

FOLLOW UP

27-12-2010

S/ - Lemah anggota gerak kanan, terlihat gelisah

Pf/ KU Kes TD Nd Nf T

Sdg CMtdkkooperatif 130/80 60 20 36,2°C

SI : dalam batas normal

SN: GCS 15, TRM (-), TIK (-)

Nn Cranialis : Pupil Isokor, Diameter 3 mm, Refleks Cahaya +/+

Deviasi lidah ke kanan saat dijulurkan

Motorik : 444 555

444 555

Sensorik : Baik

Otonom : Baik

Rf ++/++ , Rp -/-

A/ Diagnosis Klinis : Hemiparese dextra+ parese n XII dextra tipe sentral

+ gangguan kognitif

Diagnosis Topik : korteks serebri hemisfer sinistra

Diagnosis Etiologi : Trombosis serebri

Diagnosis Sekunder : Hipertensi Stage II

Demensia vaskular

Penatalaksanaan

1. Manajemen Umum :

Diet MB RG II 3x600 Kkal

IVFD RL 12 jam/kolf

26

Page 27: case demensia

2. Khusus :

Piracetam 4x3 gr IV

Ascardia 1x80 po

Haloperidol 1x1/2tab po

HLP 2x0.5 mg po

THP 2x1 mg po

28-12-2010

S/ - Lemah anggota gerak kanan, terlihat gelisah

Pf/ KU Kes TD Nd Nf T

Sdg CMtdkkooperatif 140/70 48 18 36,2°C

SI : dalam batas normal

SN: GCS 15, TRM (-), TIK (-)

Nn Cranialis : Pupil Isokor, Diameter 3 mm, Refleks Cahaya +/+

Deviasi lidah ke kanan saat dijulurkan

Motorik : 444 555

444 555

Sensorik : Baik

Otonom : Baik

Rf ++/++ , Rp -/-

A/ Diagnosis Klinis : Hemiparese dextra + parese n XII dextra tipe

sentral + gangguan kognitif

Diagnosis Topik : korteks serebri hemisfer sinistra

Diagnosis Etiologi : Trombosis serebri

Diagnosis Sekunder : Hipertensi Stage II

Demensia vaskular

Penatalaksanaan

1. Manajemen Umum :

Diet MB RG II 3x600 Kkal

IVFD RL 12 jam/kolf

2. Khusus :

Piracetam 4x3 gr IV

Ascardia 1x80 po

27

Page 28: case demensia

Haloperidol 1x1 mg po

HLP 2x0.5 mg po

THP 2x1 mg po

Simvastatin 1x10

Risperidon 2x2 mg po

RESEP

Dr. Rila Rivanda

Praktek Umum

SIP : 1234567

Praktek tiap hari kerja pukul 16.00-21.00

Jl. Aru Indah no. 20 Padang

Padang, 26 Desember 2010

R/ Piracetam inj 3 gr No. XII

S 4dd1

R/ Ascardia tab 80 mg No. III

S 1dd tab 1

R/ Haloperidol tab 2 mg No.II

S 1dd tab ½

R/ HLP tab 0.5 mg No. VI

S 2dd tab 1

R/ THP tab 1 mg No. VI

S 2dd tab 1

Pro : Tn. Am

Umur : 67 tahun

28

Page 29: case demensia

BAB 3

DISKUSI

Telah diperiksa seorang pria berumur 67 tahun yang dirawat di bangsal

Neurologi RS DR M Djamil Padang dengan diagnosis klinik hemiparese dextra +

parese n XII dextra tipe sentral + gangguan kognitif , diagnosis topik korteks

Serebri Hemisfer sinistra dan diagnosis etiologi trombosis serebri dan diagnosis

sekunder Hipertensi stage II dan demensia vaskular.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari

anamnesis diketahui pasien menderita lemah anggota gerak kanan saat pasien

beraktivitas ringan, yang tidak disertai penurunan kesadaran, muntah dan sakit

kepala. Tekanan darah 160/70. Dari pemeriksaan fisik ditemukan kelemahan pada

anggota gerak kanan.

Demensia ditegakkan berdasarkan anamnesis bahwa pasien berusia 67

tahun, sering dan mudah lupa sejak 5 tahun ini baik berupa waktu, nama-nama

orang baik yang baru dan yang telah lama dikenal, alamat, peristiwa yang baru

dan telah lama terjadi yang menunjukkan bahwa pasien mengalami gangguan

memori jangka pendek dan jangka panjang. Dari pemeriksaan fisik, ditemukan

refleks glabella, grasp dan hisap yang menunjukkan adanya regresi, serta skor

iskemik hachinski menunjukkan suatu demensia vaskular.

Pada kasus ini, demensia kemungkinan disebabkan oleh proses degenerasi

otak dan hipertensi yang merupakan salah satu faktor resiko demensia karena

menimbulkan kerusakan pada pembuluh darah otak. Setelah pasien mengalami

stroke, tidak menutup kemungkinan bahwa gejala yang dialami, menjadi

bertambah berat, sesuai dengan teori bahwa demensia berhubungan dengan infark

pembuluh darah otak.

29

Page 30: case demensia

Penatalaksanaan umum pada pasien ini yaitu MB RG II. Untuk terapi

khusus pasien diberikan IVFD RL 12 jam / kolf, Asam Asetil Salisilat yang

berfungsi sebagai anti agregasi serta sebagai disease modifying agent pada

demensia dengan dosis 2x80 mg, Metabolic activator citicolin yang mempunyai

efek memperbaiki aliran darah otak serta metebolisme regional di daerah iskemia

otak dengan dosis 2x500 mg.

Penatalaksanaan non farmakologis pada penderita demensia antara lain

program aktivitas harian penderita (kegiatan harian yang teratur dan sistematis,

misalnya aktivitas fisik yang baik, melaksanakan Latih, Ulang, Perhatikan dan

asosiasi), serta orientasi realitas (penderita diingatkan akan waktu dan tempat, beri

tanda khusus untuk suatu tempat tertentu).

30

Page 31: case demensia

DAFTAR PUSTAKA

1. Dikot Y, Ong PA, 2007. Diagnosis dini dan penatalaksanaan demensia. Jakarta:

PERDOSSI.

2 Mardjono M, Sidharta P, 2004. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat,

hal 211-214

3. Herbert R et al, Incidence and Risk Factors in the Canadian Study of Health

and Aging. American Heart Association, 2000; 3: 1487-933.

4.Geldmacher D, Whitehouse P, Evaluation of Dementia. The New England

Journal of Medicine. 1996; (8);330-364.

5. Taternichi TK, Desmond DW, Mayeux R, et al. Dementia after stroke: baseline

frequency, risks, and clinical features in hospitalized cohort. Neurology.1992;

42(6): 1185-936.

6. Rocca WA, Hoffman Apendiks, Brayne C, et.al. The prevalence of vascular

dementia in Europe: facts and fragments from 1980-1990 studies. EURODEM-

Prevalence Research Group. Ann Neurol. 1991; 30(6): 817-247.

7. DeCarli C, Reed T, Miller BL, et.al.Impact of Apolipprotein E 4 and Vascular

Disease om Brain Morphology in Men from the NHLBI Twin Study. American

Heart Association 1999; (5):1548-538.

8. Beilby JP, Hunt OCJ, et.al. Apolipoprotein E Gene Polymorphism are

associated with Carotid Plaque Formation but not With Intima-media Wall

Thickening. American Heart Association. 2003;(10):869-739.

9. De Leeuw FE, Richard F, De Groot JC, et.al. Interaction Between

Hypertension, ApoE, and Cerebral White Matter Lesions. American Heart

Associatiom. 2004;(1): 11057-6210.

31

Page 32: case demensia

10. Leung CHS, Poon WS, et.al. Apolipoprotein E Genotype and Outcome in

Aneurysmal Subarachnoid Hemorrhage. 2002; (10): 548-5

32