case intan.docx

Upload: intanpermatasyari

Post on 14-Jan-2016

244 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Asma merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya reaksi trakea dan bronkus oleh berbagai macam pencetus disertai dengan timbulnya penyempitan luas saluran nafas bagian bawah yang dapat berubah-ubah derajatnya secara spontan atau dengan pengobatan. Serangan asma dapat berupa sesak nafas ekspiratoir yang paroksismal, berulang-ulang dengan mengi (wheezing) dan batuk yang disebabkan oleh konstriksi atau spasme otot bronkus, inflamasi mukosa bronkus dan produksi lendir kental yang berlebihan. Serangan asma bervariasi dari yang ringan sampai yang berat dan mengancam kehidupan. Berbagai faktor dapat menjadi pencetus timbulnya serangan asma antara lain aktivitas fisik, alergen, infeksi, perubahan mendadak suhu udara atau pajanan terhadap iritan respiratorik seperti asap rokok, dsb. Dilaporkan bahwa sejak dua dekade terakhir prevalensi asma meningkat, baik pada anak-anak maupun pada dewasa. Prevalensi total asma di dunia diperkirakan 7,2% (6%pada dewasa dan 10%pada anak). Di poliklinik subbagian paru anak FKUI-RSCM Jakarta, lebih dari 50% merupakan kunjungan asma. Asma mempunyai dampak negative pada kehidupan penderitanya termasuk untuk anak, seperti menyebabkan anak tidak masuk sekolah dan membatasi kegiatan olehraga, maupun aktivitas seluruh keluarga.Karena cukup besarnya prevalensi asma pada anak yang akan berdampak negatif, maka penting bagi kita sebagai dokter umum untuk memahami penyakit ini sehingga kita dapat melakukan penanganan yang tepat sesuai dengan protocol yang ada sesuai derajat penyakitnya.

TUJUAN LAPORAN KASUSSelain untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh pembimbing juga, agar kami sendiri dapat lebih memahami perjalanan dan penanganan penyakit asma pada anak agar kami dapat memberikan penanganan yang tepat di kemudian hari

BAB IILAPORAN KASUS

34

IDENTITAS PASIEN

Nama: An. MUmur : 1tahun 5 bulanTanggal Lahir: Jakarta, 14-April-2013Jenis Kelamin: PerempuanAgama: KristenPendidikan : -Alamat: Jl.Bina Taruna No.34 Pulogadung

IDENTITAS ORANG TUA

AYAH Nama: Tn. ChandraUmur: 32 TahunSuku Bangsa: BatakAlamat: Jl.Bina Taruna No.34 Pulogadung

Agama: KristenPendidikan: S1Pekerjaan: Karyawan SwastaPenghasilan : > Rp 2.000.000 /bulan

IBU

Nama: Ny. MellisaUmur: 32 tahun Suku Bangsa:BatakAlama: Jl.Bina Taruna No.34 PulogadungAgama : KristenPendidikan: D3Pekerjaan: PariwisataPenghasilan:>Rp1.000.000

Hubungan dengan orang tua : Anak kandung

RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN

KEHAMILAN Perawatan Antenatal : Trimester I 1 kali/bulan di Rumah SakitTrimester II 2 kali/bulan di Rumah SakitTrimester III 2 kali/bulan di Rumah SakitPenyakit Kehamilan: Tidak Ada penyakit KehamilanKELAHIRAN

Tempat lahir: Rumah SakitPenolong Persalinan : DokterCara Persalinan : Sectio Caesarea (SC) Penyulitnya : letak sungsangMasa Gestasi : lebih Bulan

RIWAYAT TUMBUH KEMBANG Keadaan Bayi Berat Badan Lahir : 4000 grPanjang badan : 49 cmLingkar Kepala : cmNilai APGAR : 8/9Kelainan Bawaan: Tidak ada

Gigi pertama :10bulan Psikomotor 1. Tengkurap : 4 bulan1. Duduk : 5 bulan1. Berdiri : 12 bulan

1. Berjalan : 14 bulan1. Berbicara: 12 bulan1. Membaca / Menulis: -

Gangguan Perkembangan : disangkal

RIWAYAT IMUNISASI

VaksinDasar (umur)Ulangan (Umur)

BCGSaat lahir

DPT2,4,6,18 bulan

POLIOSaat lahir, 2,4,6,bulan18 bulan

CAMPAK9 bulan

HEPATITIS BSaat lahir, 1,6 bulan

MMR-

TIPA-

Kesan : Imunisasi dasar laengkap dan teapat waktu

RIWAYAT KELUARGACorak Reproduksi

NoUmurJenis KelaminHidupLahir MatiAbortusMati (Sebab)Keterangan

1214-42013PerempuanHidup

Sehat

RIWAYAT PENYAKITKeluhan Utama: Sesak nafasKeluhan Tambahan: batuk batuk berdahak, demam 2 hari SMRS, Penurunan BB 1 Kg dalam 1 bulan, Nafsu makan berkurang

Riwayat Perjalanan PenyakitSeorang anak perempuan dibawa orangtua nya dengan keluhan sesak napas sejak 3 hari SMRS. Sesak napas terjadi hilang timbul disertai bunyi seperti pluit, sesak napas dirasakan terutama siang hari, 2 hari SMRS pasien mengalami demam hingga suhu 39c, kemudian diberikan obat penurun panas, tetapi demam masih ada, selain itu pasien juga mengalami batuk- batuk disertai dahak sejak usia 1tahun, pasien sesak napas 2x dalam seminggunamun masih bisa bermain tanpa ada batasan aktifitas, nafsu makan pasien berkurang disertai penurunan BB 1kg dalam 1 bulan terakhir. Riwayat Mual muntah disangkal, BAB biasa setiap hari, konsistensi lunak, BAK bisa setiap hari, warna jernih kekuningan

Riwayat Penyakit DahuluDirawat di RS dengan keluuhan yang sama pada bulan April sejak usia 1 tahun, pasien sudah sering sesak napas dan diagnosa mengidap asma.Riwayat alergi : serbuk tanaman, debu, asap rokok.Bentuk reaksi : sesak napas dan batuk batukRiwayat kebiasaan pribadi: dilingkungan tempat tinggal beberapa anggota keluarga perokok

Riwayat Penyakit Keluarga/ Orang Lain SerumahRiwayat alergi ayah dan ibu disangkalRiwayat penyakit cardiovaskuler ayah dan ibu disangkalRiwayat penyakit asma disangkal

PEMERIKSAAN FISIK Tanggal: 11 Oktober 2014Jam: 20.30 WIB

PEMERIKSAAN UMUMKeadaan umum:Tampak sakit sedang Kesadaran:komposmentis (GCS: E 4 V 5 M 6)Frekuensi nadi:140 x / menit (reguler, kuat angkat, isi cukup)Frekuensi pernapasan:28x/menit (regular, adekuat)Suhu tubuh:38,5 0 C ( axilla )

Data AntropometriBerat badan:10,2 kg Tinggi badan:82 cmLingkar kepala :41 cmLingkar lengan atas: cm

PEMERIKSAAN SISTEMKepalaBentuk dan ukuran: Bentuk bulat, normocephali.Rambut dan kulit kepala: Warna hitam, pertumbuhan rambut merataMata: Konjungtiva anemis -/-, pupil isokor, kelopak mata tidak cekung, sclera ikterik -/- Hidung: Bentuk biasa, cavum nasi lapang / lapang, sekret -/-, pernafasan cuping hidung tidak ada.Telinga: Normotia, liang telinga lapang / lapang, serumen -/-Mulut: Lembab, sianosis -Tenggorok: Mukosa faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1Leher: Kelenjar getah bening tidak teraba membesar

Thoraks1. Paru: normochest (anteroposterior < laterolateral)Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, retraksi sela iga (+)Palpasi : Stem fremitus simetris kiri dan kanan Perkusi : sonor kanann dan kiriAuskultasi : Bunyi napas dasar bronchial, ronki +/+, wheezing +/+1. Jantung Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihatPalpasi : Ictus cordis teraba di IC 4 Midclavicula sinistra Perkusi: Tidak DilakukanAuskultasi: Bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-) Abdomen Inspeksi: Perut tampak mendatarAuskultasi: Bising usus 5x/menitPalpasi: Supel, turgor cukup, nyeri tekan (-), hepar dan limpa tidak teraba membesarPerkusi: Tidak Dilakukan1. Anus dan rektum : Dalam batas normal, eritematum (-)1. Genitalia : Tidak ada kelainan1. Anggota gerak : Akral hangat, sianosis (-)1. Tulang belakang : Dalam batas normal1. Kulit : Turgor cukup, sianosis -, edem -, eritema -, purpura -

Status Neurologi1. Refleks fisiologisnormorefleks1. Refleks patologisBabinski +/+EktremitasTidak ada deformitas, normotonus, ROM tidak terbatas

PEMERIKSAAN LABORATORIUMLaboratorium 11 juli 2014Hematologi

Darah lengkap ( H2TL, Eri, LED )

Jenis pemeriksaanHasilSatuanNilai rujukanKeterangan

Laju Endap Darah2mm/jam< 10

Hemoglobin11,9g/dl14 16L

Leukosit10,8ribu/ul5 10H

Eritrosit4.62juta/ml4,5 5,5

Hematokrit34%40 48L

Trombosit289ribu/uL150 400H

MCV74/fl82 92L

MCH 25,8Pg27- 31L

MCHC35,0%32 36L

Hitung jenis

Basofil0%0 1

Eosinofil4%0 3

Netrofil batang0%2 5L

Netrofil segmen28%50 70H

Limfosit56%20 40

DIAGNOSIS KERJA1. Asma bronchiale1. pneumonia

DIAGNOSIS BANDING1. Bronchopneumonia1. Bronkitis kronik1. Tuberculosis paru

ANJURAN PEMERIKSAAN LENGKAPPemeriksaan fungsi paru : spirometriAnalisa gas darah : pada asma dapat terjadi asidosis respiratorik dan metabolikDarah lengkap dan serum elektrolitFoto thoraksUji tuberkulinSkin prick test

PROGNOSISAd Vitam: Dubia ad bonam Ad Sanationum:: Dubia ad bonamAd Fungsionam: Dubia ad bonam

PENATALAKSANAAN 0. Pro rawat inap0. Diet / lunak0. 02 nasal kanul/2 Lpm/menit0. CIV/ RL 18 tpm /menit0. Inhalasi dengan ventolin: fulmicort 2x1/hari0. MM/ Dexamethasone 3x2,5mg (po)Cefotaxime 2x500mg (po)Paracetamol syr 4x1 sdo (po)

FOLLOW UP 12 oktober 2014S/ Sesak berkurangBatuk berdahakO/Keadaan umum: tampak sakit sedangKesadaran: composmentis (GCS: E4 V5 M6)Frekuensi nadi: 120 x/menitFrekuensi napas: 24 x/menitSuhu: 37.40CBerat badan masuk: 10,2kgBerat badan sekarang : 10,2 kgKepala: bulat, normosefali Rambut dan kulit kepala: tidak ada kelainan Mata:konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, mata tidak cekung Hidung: tidak ada kelainanTelinga: tidak ada kelainanMulut:mukosa bibir lembab, sianosis sirkum oral (-)Leher: kelenjar getah bening tidak teraba membesar Thoraks1. ParuInspeksi : pergerakan dinding dada simetris, retraksi iga(-)Palpasi : stem fremitus simetris kiri dan kananAuskultasi : bunyi napas dasar vesikular, ronki +/+, wheezing +/+

1. Jantung Inspeksi : ictus cordis tidak terlihatPalpasi : ictus cordis teraba di IC 4 Midclavicula sinistraAuskultasi: bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-)1. Abdomen Inspeks: perut tampak mendatarAuskultasi: bising usus5x/menitPalpasi: supel, turgor cukup, nyeri tekan (-)Perkusi : timpani1. Anus dan rektum : dalam batas normal, eritematum (-)1. Genitalia : tidak ada kelainan1. Anggota gerak : akral hangat, sianosis (-), capillary refill < 2 detik1. Tulang belakang : tidak ada kelainan1. Kulit : turgor cukup1. Rangsang meningeal: kaku kuduk (-), brudzinski I (-), brudzinski II (-), kernig (-)1. Refleks fisiologis : biseps +/+ triseps +/+ KPR +/+ APR +/+1. Refleks patologis: babinski -/-

A/ asma serangan sedang episodik sering pneumoniaP / 0. Diet / lunak0. 02 nasal kanul/2 Lpm/menit0. CIV/ RL 18 tpm /menit0. Inhalasi dengan ventolin: fulmicort 2x1/hari0. MM/ Dexamethasone 3x2,5mg (po)Cefotaxime 2x500mg (po)Paracetamol syr 4x1 sdo (po)

FOLLOW UP 13 oktober 2014S/ Sesak berkurangBatuk berdahakO/Keadaan umum: tampak sakit sedangKesadaran: composmentis (GCS: E4 V5 M6)Frekuensi nadi: 125 x/menitFrekuensi napas: 22 x/menitSuhu: 370CBerat badan masuk: 10,2kgBerat badan sekarang : 10,2 kgKepala: bulat, normosefali Rambut dan kulit kepala: tidak ada kelainan Mata:konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, mata tidak cekung Hidung: tidak ada kelainanTelinga: tidak ada kelainanMulut:mukosa bibir lembab, sianosis sirkum oral (-)Leher: kelenjar getah bening tidak teraba membesar Thoraks1. ParuInspeksi : pergerakan dinding dada simetris, retraksi iga(-)Palpasi : stem fremitus simetris kiri dan kananAuskultasi : bunyi napas dasar vesikular, ronki -/-, wheezing-/-

1. Jantung Inspeksi : ictus cordis tidak terlihatPalpasi : ictus cordis teraba di IC 4 Midclavicula sinistraAuskultasi: bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-)1. Abdomen Inspeks: perut tampak mendatarAuskultasi: bising usus5x/menitPalpasi: supel, turgor cukup, nyeri tekan (-)Perkusi : timpani1. Anus dan rektum : dalam batas normal, eritematum (-)1. Genitalia : tidak ada kelainan1. Anggota gerak : akral hangat, sianosis (-), capillary refill < 2 detik1. Tulang belakang : tidak ada kelainan1. Kulit : turgor cukup1. Rangsang meningeal: kaku kuduk (-), brudzinski I (-), brudzinski II (-), kernig (-)1. Refleks fisiologis : biseps +/+ triseps +/+ KPR +/+ APR +/+1. Refleks patologis: babinski -/-

A/ asma serangan sedang episodik sering pneumoniaP / 0. Diet / lunak0. CIV/ RL 18 tpm /menit0. Inhalasi dengan ventolin: fulmicort 2x1/hari0. MM/ Dexamethasone 2x2,5mg (po)Cefotaxime 2x500mg (po)Paracetamol syr 4x1 sdo (po) kalau perlu

BAB IIILANDASAN TEORI

Definisi1. Menurut Global Initiative For Asthma (WHO) Gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi ini menyebabkan episode mengi yang berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang luas namun bervariasi yang sebagian bersifat reversible baik secara spontan maupun pengobatan. Inflamasi ini juga berhubungan dengan hipereaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan.

2. Menurut Konsensus Asthma Internasional 1998 Mengi berulang dan atau batuk persisten dalam keadaan dimana asthma adalah yang paling mungkin, sedangkan sebab lain yang lebih jarang telah disingkirkan.

3. Menurut Literatur Buku Ajar Penyakit paru yang difus dan obstruktif ditandai dengan hipereaktivitas jalan nafas karena berbagai rangsang dan reversibilitas tinggi dari proses obstruksi diatas yang dapat spontan atau sebagai hasil dari pengobatan.

Faktor risikoSecara umum faktor risiko asma dibedakan menjadi 2 kelompok faktor genetik dan faktor lingkungan. 1. Faktor genetik Hipereaktivitas Atopi/alergi bronkus Faktor yang memodifikasi penyakit genetik Jenis kelamin Ras/etnik 2. Faktor lingkungan Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur dll) Alergen diluar ruangan (alternaria, tepung sari) Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan laut, susu sapi, telur) Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, bloker dll) Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray, dan lain-lain) Ekpresi emosi berlebih Asap rokok dari perokok aktif dan pasif Polusi udara di luar dan di dalam ruangan Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktifitas tertentu Perubahan cuacaRisiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu dan faktor lingkungan. Interaksi faktor genetik atau pejamu dengan lingkungan dipikirkan melalui kemungkinan : Pajanan limgkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu dengan genetik asma Baik faktor lingkungan maupun faktor pejamu atau genetik masing-masing meningkatkan risiko asmaDisini faktor pejamu termasuk predisposisi yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergik (atopik), hiperreaktivitas bronkus, jenis kelamin dan ras. Fenotip yang berkaitan dengan asma dikaitkan dengan ukuran subjektif (gejala) dan objektif (hiperreaktivitas bronkus, kadar IgE serum) dan atau keduanya.Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan atau predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu allergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, status ekonomi dan besarnya keluarga. Alergen dan sensitisasi bahan lingkungan kerja dipertimbangkan sebagai penyebab utama asma dengan pengertian faktor lingkungan tersebut pada awalnya mensensitisasi jalan napas dan mempertahankan kondisi asma tetap aktif dengan mencetuskan serangan asma atau menyebabkan menetapnya gejala.PatogenesisAsma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi berperan, terutama sel mast, eosinofil, limfosit T, makrofag, neutrofil, sel epitel. 1. Inflamasi akutPencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain virus, iritan, alergen yang dapat menginduksi respons inflamasi akut. Reaksi asma tipe cepat dan spasmogenikJika ada pencetus terjadi peningkatan tahanan saluran napas yang cepat dalam 1015 menit. Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan performed mediator seperti histamin protease dan newly generated mediator seperti leukotrien, prostaglandin dan platelet activating factor yang menyebabkan kontraksi otot polos, sekresi mukus dan vasodilatasi. Reaksi tersebut dapat hilang segera, baik secara spontan maupun dengan bronkodilator seperti simpatomimetik. Perubahan ini dapat dicegah dengan pemberian kromoglikat atau antagonis H1 dan H2 sebelumnya. Keadaan ini tidak dipengaruhi oleh pemberian kortikosteroid beberapa saat sebelumnya. Tetapi pemberian kortikosteroid untuk beberapa hari sebelumnya dapat mencegah reaksi ini. Reaksi fase lambat dan lamaReaksi ini timbul antara 69 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel CD4+, netrofil dan makrofag. Patogenesis reaksi yang tergantung pada IgE, biasanya berhubungan dengan pengumpulan netrofil 48 jam setelah rangsangan. Reaksi lamabat ini mungkin juga berhubungan dengan reaktivasi sel mast. Leukotrien, prostaglandin dan tromboksan mungkin juga mempunyai peranan pada reaksi lambat karena mediator ini menyebabkan kontraksi otot polos bronkus yang lama dan edema submukosa. Reaksi lambat dapat dihambat oleh pemberian kromiglikat, kortikosteroid, dan ketotifen sebelumnya. 2. Inflamasi kronikAsma yang berlanjut yang tidak dobati atau kurang terkontrol berhubungan dengan inflamasi di dalam dan disekitar bronkus. Berbagai sel terlibat dan teraktivasi, seperti limfosit T, eosinofil, makrofag, sel mast, sel epitel, fibroblas dan otot polos bronkus. Pada otopsi ditemukan infiltrasi bronkus oleh eosinofil dan sel mononuklear. Sering ditemukan sumbatan bronkus oleh mukus yang lengket dan kental. Sumbatan bronkus oleh mukus ini bahkan dapat terlihat sampai alveoli. Infiltrasi eosinofil dan sel-sel mononuklear terjadi akibat factor kemotaktik dari sel mast seperti ECF-A dan LTB4. Mediator PAF yang dihasilkan oleh sel mast, basofil dan makrofag yang dapat menyebabkan hipertrofi otot polos dan kerusakan mukosa bronkus serta menyebabkan bronkokonstriksi yang lebih kuat. Kortikosteroid biasanya memberikan hasil yang baik. Diduga, ketotifen dapat juga mencegah fase ketiga ini. Airway remodelingPada asma terdapat saling ketergantungan antara proses inflamasi dan remodeling. Infiltrasi sel-sel inflamasi terlibat dalam proses remodeling, juga komponen lainnya seperti matriks ekstraselular, membran retikular basal, matriks interstitial, fibrogenic growth factor, protease dan inhibitornya, pembuluh darah, otot polos, kelenjar mukus. Perubahan struktur yang terjadi :1. Hipertrofi dan hiperplasia otot polos jalan napas.2. Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus3. Penebalan membran retikular basal4. Pembuluh darah meningkat5. Matriks ekstraselular fungsinya meningkat6. Perubahan struktur parenkim7. Peningkatan fibrogenic growth factor menjadikan fibrosis Airway remodeling merupakan fenomena sekunder dari inflamasi atau merupakan akibat inflamasi yang terus menerus. Konsekuensi klinis airway remodeling adalah peningkatan gejala dan tanda asma seperti hiperreaktivitas jalan napas, masalah distenbilitas/regangan jalan napas dan obstruksi jalan napas. Sehingga pemahaman airway remodeling bermanfaat dalam manajemen asma terutama pencegahan dan pengobatan dari proses tersebut.PatofisiologiTanda patofisiologik asma adalah penurunan diameter jalan napas yang disebabkan oleh kontraksi otot polos, kongesti pembuluh darah, edema dinding bronkus dan sekret kental yang lengket. Hasil akhir adalah peningkatan resistensi jalan napas, penurunan ekspirasi paksa (forced expiratory volume) dan kecepatan aliran udara, hiperinflasi paru dan toraks, peningkatan kerja bernapas, perubahan fungsi otot-otot pernapasan, perubahan rekoil elastik (elastic recoil), penyebaran abnormal aliran darah ventilasi dan pulmonal dengan rasio yang tidak sesuai dan perubahan gas darah arteri. Pada dasarnya asma diperkirakan sebagai penyakit saluran napas, sesungguhnya semua aspek fungsi paru mengalami kerusakan selama serangan akut. Pada pasien yang sangat simtomatik seringkali ditemukan hipertrofi ventrikel kanan dan hipertensi paru pada elektrokardiografi. Seorang pasien yang dirawat, kapasitas vital paksa (forced vital capasity) cenderung kurang dari atau sama dengan 50% dari nilai normal. Volume ekspirasi 1 detik rata-rata 30% atau kurang dari yang diperkirakan, sementara rata-rata aliran mid ekspiratori maksimum dan minimum berkurang sampai 20% atau kurang dari yang diharapkan. Untuk mengimbangi perubahan mekanik, udara yang terperangkap (air trapping) ditemukan dalam jumlah besar.Gambaran klinikGambaran klinis asma klasik adalah serangan episodik batuk, mengi, dan sesak napas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat di dada, dan pada asma alergik mungkin disertai pilek atau bersin. Meskipun pada mulanya batuk tanpa disertai sekret, tetapi pada perkembangan selanjutnya pasien akan mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih kadang-kadang purulen. Ada sebagian kecil pasien asma yang gejalanya hanya batuk tanpa disertai mengi, dikenal dengan istilah cough variant ashtma. Bila hal yang terkahir ini dicurigai, perlu dilakukan pemeriksaan spirometri sebelum dan sesudah bronkodilator atau uji provokasi bronkus dengan metakolin.Pada asma alergik, sering hubungan antara pemajanan alergen dengan gejala asma tidak jelas. Terlebih lagi pasien asma alergik juga memberikan gejala terhadap faktor pencetus non-alergik seperti asap rokok, asap yang merangsang, infeksi saluran napas ataupun perubahan cuaca.Lain halnya dengan asma akibat pekerjaan. Gejala biasanya memburuk pada awal minggu dan membaik menjelang akhir minggu. Pada pasien yang gejalanya tetap memburuk sepanjang minggu, gejalanya mungkin akan membaik bila pasien dijauhkan dari lingkungan kerjanya, seperti sewaktu cuti misalnya. Pemantauan dengan alat peak flow meter atau uji provokasi dengan bahan tersangka yang ada di lingkungan kerja mungkin diperlukan untuk menegakkan diagnosis.DiagnosisStudi epidemiologi menunjukkan bahwa asma tidak terdiagnosis di seluruh dunia, disebabkan berbagai hal antara lain gambaran klinis yang tidak khas dan beratnya penyakit yang sangat bervariasi, serta gejala yang bersifat episodik sehingga penderita tidak merasa perlu berobat ke dokter. Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabilitas yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiltas kelainan faal paru akan lebih meningkatkan nilai diagnostic Riwayat penyakit atau gejala :1. Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan.2. Gejala berupa batuk berdahak, sesak napas, rasa berat di dada.3. Gejala timbul/memburuk terutama malam/dini hari.4. Diawali oleh factor pencetus yang bersifat individu.5. Responsif terhadap pemberian bronkodilator. Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit1. Riwayat keluarga (atopi).2. Riwayat alergi/atopi.3. Penyakit lain yang memberatkan.4. Perkembangan penyakit dan pengobatan.Serangan batuk dan mengi yang berulang lebih nyata pada malam hari atau bila ada beban fisik sangat karakteristik untuk asma. Walaupun demikian cukup banyak asma anak dengan batuk kronik berulang, terutama terjadi pada malam hari ketika hendak tidur, disertai sesak, tetapi tidak jelas mengi dan sering didiagnosis bronkitis kronik. Pada anak yang demikian, yang sudah dapat dilakukan uji faal paru (provokasi bronkus) sebagian besar akan terbukti adanya sifat-sifat asma. Batuk malam yang menetap dan yang tidak tidak berhasil diobati dengan obat batuk biasa dan kemudian cepat menghilang setelah mendapat bronkodilator, sangat mungkin merupakan bentuk asma. Pemeriksaan fisik Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pada asma ringan dan sedang tidak ditemukan kelainan fisik di luar serangan. Pada inspeksi terlihat pernapasan cepat dan sukar, disertai batuk-batuk paroksismal, kadang-kadang terdengar suara mengi, ekspirasi memanjang, terlihat retraksi daerah supraklavikular, suprasternal, epigastrium dan sela iga. Pada asma kronik bentuk toraks emfisematous, bongkok ke depan, sela iga melebar, diameter anteroposterior toraks bertambah. Pada perkusi terdengar hipersonor seluruh toraks, terutama bagian bawah posterior. Daerah pekak jantung dan hati mengecil. Pada auskultasi bunyi napas kasar/mengeras, pada stadium lanjut suara napas melemah atau hampir tidak terdengar karena aliran udara sangat lemah. Terdengar juga ronkhi kering dan ronkhi basah serta suara lender bila sekresi bronkus banyak. Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa. Mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang sangat berat disertai gejala sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan penggunaan obat bantu napas. Tinggi dan berat badan perlu diperhatikan dan bila mungkin bila hubungannya dengan tinggi badan kedua orang tua. Asma sendiri merupakan penyakit yang dapat menghambat perkembangan anak. Gangguan pertumbuhan biasanya terdapat pada asma yang sangat berat. Anak perlu diukur tinggi dan berat badannya pada tiap kali kunjungan, karena akibat pengobatan sering dapat dinilai dari perbaikan pertumbuhannya. Uji faal paruBerguna untuk menilai asma meliputi diagnosis dan penatalaksanaannya. Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai :1. Derajat obstruksi bronkus2. Menilai hasil provokasi bronkus3. Menilai hasil pengobatan dan mengikuti perjalanan penyakit.Pemeriksaan faal paru yang penting pada asma adalah PEFR, FEV1, PVC, FEV1/FVC. Sebaiknya tiap anak dengan asma di uji faal parunya pada tiap kunjungan. peak flow meter adalah yang paling sederhana, sedangkan dengan spirometer memberikan data yang lebih lengkap. Volume kapasitas paksa (FVC), aliran puncak ekspirasi (PEFR) dan rasio FEV1/FVC berkurang > 15% dari nilai normalnya. Perpanjangan waktu ekspirasi paksa biasanya ditemukan, walaupun PEFR dan FEV1/FVC hanya berkurang sedikit. Inflasi yang berlebihan biasanya terlihat secara klinis, akan digambarkan dengan meningginya isi total paru (TLC), isi kapasitas residu fungsional dan isi residu. Di luar serangan faal paru tersebut umumnya akan normal kecuali pada asma yang berat. Uji provokasi bronkus dilakukan bila diagnosis masih diragukan. Tujuannya untuk menunjukkan adanya hiperreaktivitas bronkus. Uji Provokasi bronkus dapat dilakukan dengan :1. Histamin2. Metakolin3. Beban lari4. Udara dingin5. Uap air 6. AlergenYang sering dilakukan adalah cara nomor 1, 2 dan 3. Hiperreaktivitas positif bila PEFR, FEV1 turun > 15% dari nilai sebelum uji provokasi dan setelah diberi bronkodilator nilai normal akan tercapai lagi. Bila PEFR dan FEV1 sudah rendah dan setelah diberi bronkodilator naik > 15% yang berarti hiperreaktivitas bronkus positif dan uji provokasi tidak perlu dilakukan. ru yang penting pada asma adalah PEFR,FEV1PVCFEV1/FVCulut. Toraks membungkuk ke depan dan lebih bulat serta b Foto rontgen toraksTampak corakan paru yang meningkat. Atelektasis juga sering ditemukan. Hiperinflasi terdapat pada serangan akut dan pada asma kronik. Rontgen foto sinus paranasalis perlu juga bila asmanya sulit dikontrol. Pemeriksaan darah eosinofil dan uji tuberkulinPemeriksaan eosinofil dalam darah, sekret hidung dan dahak dapat menunjang diagnosis asma. Dalam sputum dapat ditemukan kristal Charcot-Leyden dan spiral Curshman. Bila ada infeksi mungkin akan didapatkan leukositosis polimormonuklear. Uji kulit alergi dan imunologi1. Komponen alergi pada asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE spesifik serum.2. Uji kulit adalah cara utama untuk mendignosis status alergi/atopi, umumnya dilakukan dengan prick test. Alergen yang digunakan adalah alergen yang banyak didapat di daerahnya. Walaupun uji kulit merupakan cara yang tepat untuk diagnosis atopi, dapat juga mendapatkan hasil positif palsu maupun negative palsu. Sehingga konfirmasi terhadap pajanan alergen yang relevan dan hubungannya dengan gejala klinik harus selalu dilakukan. Untuk menentukan hal itu, sebenarnya ada pemeriksaan yang lebih tepat, yaitu uji provokasi bronkus dengan alergen yang bersangkutan. Reaksi uji kulit alergi dapat ditekan dengan pemberian antihistamin3. Pemeriksaan IgE spesifik dapat memperkuat diagnosis dan menentukan penatalaksaannya. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada keadaan uji kulit tidak dapat dilakukan (antara lain dermatophagoism, dermatitis/kelainan kulit pada lengan tempat uji kulit dan lain-lain). Pemeriksaan kadar IgE total tidak mempunyai nilai dalam diagnosis alergi/atopi.

Diagnosis banding asma : Penyakit paru kronik yang berhubungan dengan bronkiektasis dan fibrosis kistik. Kelainan trakea dan bronkus misalnya laringotrakeomalasia dan stenosis bronkus. Tuberkulosis paru ditandai dengan batuk berdahak selama kurang lebih 2 minggu disertai dengan keringat malam, demam dan penurunan BB. Bronkitis kronik. Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Penyebab batuk kronik seperti tuberkulosis, bronkitis atau keganasan harus disingkarkan dahulu. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya didapatkan pada pasien berumur > 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya dimulai dengan batuk pagi hari, lama-kelamaan disertai mengi dan menurunnya kemampuan kegiatan jasmani.pada stadium lanjut dapat ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor pulmonal. Tidak ditemukan eosinofilia, suhu biasanya tinggi dan tidak herediter. Asma kardial. Dispnea paroksismal terutama malam hari dan biasanya didapatkan tanda-tanda kelainan jantung.

KlasifikasiAsma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola keterbatasan aliran udara. Klasifikasi berdasarkan berat penyakit penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan.Tabel klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinisDerajat asmaGejalaGejala malamFaal paru

Intermitten Bulanan Gejala < 1x/minggu Tanpa gejala diluar serangan Serangan singkat 2x/bulan APE 80% VEP1 80% nilai prediksi APE 80% nilai terbaik Variabilitas APE < 20%

Persisten ringan Mingguan Gejala > 1x/minggu tetapi < 1x/hari Serangan dpt mengganggu aktivitas dan tidur> 2x/bulan APE > 80% VEP1 80% nilai prediksi APE 80% nilai terbaik Variabilitas APE 20-30%

Persisten sedang Harian Gejala setiap hari Serangan mengganggu aktivitas dan tidur membutuhkan bronkodilator setiap hari> 1x/minggu APE 60-80% VEP1 60-80% nilai prediksi APE 60-80% nilai terbaik Variabilitas APE > 30%

Persisten berat Kontinua Gejala terus menerus Sering kambuh Aktivitas fisik terbatasSering APE 60% VEp1 60% nilai prediksi 60% nilai terbaik Variabilitas APE > 30%

Pada umumnya penderita sudah dalam pengobatan, dan pengobatan yang telah berlangsung seringkali tidak adekuat. Pengobatan akan mengubah gambaran klinis bahkan faal paru, oleh karena itu penilaian berat asma pada penderita dalam pengobatan juga harus mempertimbangkan pengobatan itu sendiri.Tabel klasifikasi derajat berat asma pada penderita dalam pengobatanTahapan pengobatan yang digunakan saat penilaianGejala dan faal paru dalam pengobatanTahap I intermitenTahap 2 persisten sedangTahap 3 persisten sedang

Tahap I : intermitten Gejala < 1x/minggu Serangan singkat Gejala malam < 2x/bulan Faal paru normal di luar seranganIntermitenPersisten ringanPersisten sedang

Tahap II : persisten ringan Gejala > 1x/minggu, tetapi < 1x/hari, gejala malam > 2x/bulan, tetapi < 1x/minggu Faal paru normal diluar seranganPersisten ringanPersisten sedangPersisten berat

Tahap III : persisten sedang Gejala setiap hari, serangan mempengaruhi aktivitas dan tidur Gejala malam > 1x/minggu 60% < VEP1 < 80% nilai prediksi 60% < APE < 80% nilai terbaikPersisten sedangPersisten beratPersisten berat

Tahap IV : persisten berat Gejala terus menerus, serangan sering, gejala malam sering VEP1 60% nilai prediksi atau APE 60% nilai terbaikPersisten beratPersisten beratPersisten berat

PengobatanTujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempetahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan tersebut merefleksikan pemahaman bahwa asma adalah gangguan kronik progresif dalam hal inflamasi kronik jalan napas yang menimbulkan hiperresponsif dan obstruksi jalan napas yang bersifat episodik. Sehingga penatalaksanaan asma dilakukan melalui berbagai pendekatan yang dapat dilaksanakan, mempunyai manfaat, aman dan terjangkau.Tatalaksana Pasien Asma Tatalaksana pasien asma adalah manajemen kasus untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (asma terkontrol). Tujuan : Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma; Mencegah eksaserbasi akut; Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin; Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise; Menghindari efek samping obat; Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel; Mencegah kematian karena asma. Khusus anak, untuk mempertahankan tumbuh kembang anak sesuai potensi genetiknya. Dalam penatalaksanaan asma perlu adanya hubungan yang baik antara dokter dan pasien sebagai dasar yang kuat dan efektif, hal ini dapat tercipta apabila adanya komunikasi yang terbuka dan selalu bersedia mendengarkan keluhan atau pernyataan pasien, ini merupakan kunci keberhasilan pengobatan. Ada 5 (lima) komponen yang dapat diterapkan dalam penatalaksanaan asma, yaitu: KIE dan hubungan dokter-pasien Identifikasi dan menurunkan pajanan terhadap faktor risiko; Penilaian, pengobatan dan monitor asma; Penatalaksanaan asma eksaserbasi akut, dan Keadaan khusus seperti ibu hamil, hipertensi, diabetes melitus, dll Pada prinsipnya penatalaksanaan asma klasifikasikan menjadi: 1) Penatalaksanaan asma akut/saat serangan, dan 2) Penatalaksanaan asma jangka panjang 1. Penatalaksanaan asma akut (saat serangan) Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus diketahui oleh pasien. Penatalaksanaan asma sebaiknya dilakukan oleh pasien di rumah dan apabila tidak ada perbaikan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan. Penanganan harus cepat dan disesuaikan dengan derajat serangan. Penilaian beratnya serangan berdasarkan riwayat serangan termasuk gejala, pemeriksaan fisik dan sebaiknya pemeriksaan faal paru, untuk selanjutnya diberikan pengobatan yang tepat dan cepat. Pada serangan asma obat-obat yang digunakan adalah : bronkodilator (2 agonis kerja cepat dan ipratropium bromida) kortikosteroid sistemik Pada serangan ringan obat yang digunakan hanya 2 agonis kerja cepat yang sebaiknya diberikan dalam bentuk inhalasi. Bila tidak memungkinkan dapat diberikan secara sistemik. Pada dewasa dapat diberikan kombinasi dengan teofilin/aminofilin oral. Pada keadaan tertentu (seperti ada riwayat serangan berat sebelumnya) kortikosteroid oral (metilprednisolon) dapat diberikan dalam waktu singkat 3- 5 hari. Pada serangan sedang diberikan 2 agonis kerja cepat dan kortikosteroid oral. Pada dewasa dapat ditambahkan ipratropium bromida inhalasi, aminofilin IV (bolus atau 14 drip). Pada anak belum diberikan ipratropium bromida inhalasi maupun aminofilin IV. Bila diperlukan dapat diberikan oksigen dan pemberian cairan IV Pada serangan berat pasien dirawat dan diberikan oksigen, cairan IV, 2 agonis kerja cepat ipratropium bromida inhalasi, kortikosteroid IV, dan aminofilin IV (bolus atau drip). Apabila 2 agonis kerja cepat tidak tersedia dapat digantikan dengan adrenalin subkutan. Pada serangan asma yang mengancam jiwa langsung dirujuk ke ICU. Pemberian obat-obat bronkodilator diutamakan dalam bentuk inhalasi menggunakan nebuliser. Bila tidak ada dapat menggunakan IDT (MDI) dengan alat bantu (spacer).

Serangan asma dan penanggulangannya Serangan asma yang ringan biasanya cukup diobati dengan obat bronkodilator oral atau aerosol, bahkan ada yang demikian ringannya hingga tidak memerlukan pengobatan. Serangan asma yang sedang dan akut perlu pengobatan dengan obat yang kerjanya cepat, misalnya bronkodilator aerosol atau bronkodilator subkutan seperti adrenalin. Pada serangan ringan akut tidak diperlukan kortikosteroid tetapi pada serangan ringan kronik atau serangan sedang mungkin diperlukan tambahan kortikosteroid dan bronkodilator. Pada serangan sedang oksigen sudah perlu diberikan 12 liter/menit. Pada serangan asma yang berat bila gagal dengan bronkdilator aerosol atau subkutan dan kortikosteroid perlu teofilin intravena, oksigen dan koreksi keseimbangan cairan, asam-basa dan elektrolit. Bila upaya-upaya tersebut gagal atau diduga akan gagal, keadaan jiwa anak mungkin terancam, berarti anak tersebut sudah masuk dalam keadaan status asmatikus. 2. Penatalaksanaan asma jangka panjang Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma dan mencegah serangan. Pengobatan asma jangka panjang disesuaikan dengan klasifikasi beratnya asma. Prinsip pengobatan jangka panjang meliputi: 1) Edukasi; 2) Obat asma (pengontrol dan pelega); dan Menjaga kebugaran. Edukasi Edukasi yang diberikan mencakup : Kapan pasien berobat/ mencari pertolongan Mengenali gejala serangan asma secara dini Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu penggunaannya Mengenali dan menghindari faktor pencetus Kontrol teratur Alat edukasi untuk dewasa yang dapat digunakan oleh dokter dan pasien adalah pelangi asma, sedangkan pada anak digunakan lembaran harian.

Obat asma Obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol. Obat pelega diberikan pada saat serangan asma, sedangkan obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan serangan asma dan diberikan dalam jangka panjang dan terus menerus. Untuk mengontrol asma digunakan anti inflamasi (kortikosteroid inhalasi). Pada anak, kontrol lingkungan mutlak dilakukan sebelum diberikan kortikosteroid dan dosis diturunkan apabila dua sampai tiga bulan kondisi telah terkontrol. Obat asma yang digunakan sebagai pengontrol antara lain : Inhalasi kortikosteroid 2 agonis kerja panjang antileukotrien teofilin lepas lambatMedikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas, terdiri dari pengontrol dan pelega.1. Pengontrol (controller)Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikas setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah. Yang termasuk obat pengotrol : Kortikosteroid inhalasi Kortikosteroid sistemik Sodium kromoglikat Nedokromil sodium Metilsantin Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi Agonis beta-2 kerja lama, oral Leukotrien modifier Antihistamin generasi ke dua (antagonis-H1) kasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikas setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan ke2. Pelega (reliever)sien asma dapat berada dalam keadaan tenang, tetapi dapat juga dalam keadaan serangan. Serangan asma dapat ringan, sedang, berPrinsipnya adalah untuk mendilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau menghambat bronkokonstriksi yang berkaitan dengan gejala akut, seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas. Termasuk pelega adalah : Agonis beta-2 kerja singkat Kortikosteroid sistemik (steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain). Antikolinergik Aminofilin AdrenalinMedikasi asma dapat diberikan melalui berbagai cara, yaitu inhalasi, oral dan parenteral (subkutan, intramuskular dan intravena). Kelebihan pemberian medikasi langsung ke jalan napas adalah :1. Lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan napas2. Efek sistemik minimal atau dihindarkan3. Beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak terabsorbsi pada pemberian oral (antikolinergik dan kromolin). Waktu kerja bronkodilator adalah cepat bila diberikan secara inhalasi daripada oral.Pengobatan Sesuai Berat AsmaBerat asmaMedikasi pengontrol harianAlternatif / pilihan lainAlternatif lain

Asma intermitenTidak perlu

Asma persisten ringanSteroid inhalasi(200-400_g BD/hari atau ekivalennya)Teofilin lepas lambat kromolinLeukotriene modifiers

Asma persisten sedangKombinasi inhalasi steroid (400-800_g BD/hari atau ekivalennya & LABASteroid inhalasi(400-800_g BD/hari atau ekivalennya) ditambah teofilin lepas lambat atau steroid inhalasi (400-800_g BD/hari atau ekivalennya) ditambah LABA oral atau steroid inhalasi (400-800_g BD/hari atau ekivalennya) ditambah leukotriene modifiersDitambah LABA oral atau ditambah teofilin lepas lambat

Asma persisten beratKombinasi Inhalasi steroid (>800_g BD atau ekivalennya) dan LABA ditambah ditambah dibawah ini :Teofilin lepas lambatLeukotriene modifiersSteroid oralPrednisolon / metil prednisolon selang sehari 10 mg ditambah LABA oral, ditambah teofilin lepas lambat

Bronkodilator simpatomimetik seperti juga bronkodilator lainnya, disamping dipakai untuk mengobati serangan asma juga dipakai sebagai obat untuk mengatasi serangan asma. Dianjurkan memakai beta-2 selektif. Bentuk aerosol (inhalasi) merupakan cara pencegah dan penggagal serangan asma yang baik dan cepat kerjanya. Simpatomimetik sering dikombinasikan dengan dengan teofilin peroral. Dengan dosis tengah, efek bronkodilatasinya bersifat aditif sedangkan efek sampingnya lebih sedikit. Pada penggunaan jangka panjang, misalnya asma kronik atau persisten, teofilin obat tunggal atau kombinasi dengan simpatomimetik merupakan obat yang harus dipakai lebih dahulu sebelum ditambah dengan obat lain dalam rangka mencegah kambuhnya serangan asma.Kortikosteroid merupakan obat penting dalam pencegahan asma dan hendaknya dipertimbangkan bila hasil pengobatan dengan bronkodilator tidak memadai. Dosis prednison 12 mg/kgBB/hari, biasanya tidaj memberikan efek samping. Pemberian kortikosteroid jangka pendek pada waktu serangan asma dapat mencegah keadaan yang lebih gawat dan perawatan di rumah sakit tidak diperlukan. Anak yang telah mendapat terapi kortikosteroid lama dengan dosis rumatan, bila mendapat serangan asma akut dosis kortikosteroid perlu ditinggikan. Pada asma yang persisten atau kronik, pemberian kortikosteroid mungkin diperlukan.. Jika terpaksa menggunakan kortikostreroid jangka panjang harus diberikan secara inhalasi. Pada bayi dan anak kecil serangan asma mungkin lebih banyak disebabkan oleh udem mukosa dan sekresi bronkus daripada bronkospasme. Pemberian kortikosteroid mungkin sangat berguna.Disodium kromogikat (DSCG) inhalasi, salah satu kerjanya adalah mencegah degranulasi sel mast merupakan onat untuk mencegah serangan asma, terutama bila diberikan secara teratur (Bernstein, 1981). Bila diberikan sebelum kegiatan jasmani dapat mencegah asma yang diinduksi aktivitas fisik Pada asma ringan dan sedang efektifitas pencegahannya sama dengan teofilin, efek samping lebih sedikit (Hambleton dkk 1977, Furukawa dkk 1984).Obat pencegahan yang ideal untuk anak adalah obat yang diberikan secara oral 12 kali/hari. Ketotifen yang salah satu kerjanya memperkuat dinding sel mast sehingga mencegah keluarnya mediator dilaporkan dapat merupakan obat pencegahan peroral yang dapat diberikan 2 kali/hari.Terapi imnulogik tidak dianjurkan sebagai tindakan rutin (Lichtenstein 1978). Tetapi tindakan ini yang salah satu tugasnya membentuk antibodi penghalang perlu dipertimbangkan bila tindakan-tindakan lainnya telah dusahakan semaksimal mungkin dan tidak memberikan hasil. ena sangat diperlukan untuk mempercepat hilangnya udem dan mengembalikan sensitivitas terlin.seranganahsa 10% : NaCl 0,9% ditambah KCl 5 Meq/kolf. Koreksi keseimbangan cairan id da Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan terkontrol bila :1. Gejala minimal (sebaiknya ridak ada), termasuk gejala malam.2. Tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk latihan fisik3. Kebutuhan bronkodilator (agonis beta2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak diperlukan).4. Variasi harian APE < 20%5. Nilai APE normal atau mendekati normal6. Efek samping obat minimal (tidak ada)7. Tidak ada kunjungan ke unit gawat darurat Integrasi dari pendekatan-pendekatan tersebut dikenal dengan program penatalaksanaan asma, yang meliputi 7 komponen, yaitu :1. Edukasi2. Menilai dan memonitor berat asma secara berkala3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut6. Kontrol secara teratur7. Pola hidup sehat Ke 7 hal tersebut di atas, juga disampaikan kepada penderita dengan bahasa yang mudah dan dikenal (dalam istilah) dengan 7 langkah mengatasi asma, yaitu :1. Mengenal seluk beluk asma2. Menentukan klasifikasi3. Mengenali dan meghindari pencetus4. Merencanakan pengobatan jangka panjang5. Mengatasi serangan asma dengan tepat6. Memeriksakan diri secara teratur7. Menjaga kebugaran dan berolahraga

Aktivitas fisik tidak dilarang bahkan dianjurkan tetapi diatur. Jalan yang dapat ditempuh supaya dapat tetap beraktivitas adalah :1. Menambah toleransi secara bertahap, menghindari percepatan gerak yang mendadak, Mengalihkan macam kegiatan, misalnya lari, naik ke sepeda, berenang.2. Bila mulai batuk-batuk istirahat dahulu sebentar, minum air dan kemudian bila batuk-batuk sudah mereda kegiatan dapat dimulai kembali. 3. Ada beberapa orang yang memerlukan makan obat atau menghirup obat aerosol dahulu beberapa waktu sebelum kegiatan olahraga. Untuk menjadi pasien asma, ada 2 faktor yang berperan yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Ada beberapa proses yang terjadi sebelum pasien menjadi asma: 1. Sensitisasi, yaitu seseorang dengan risiko genetik dan lingkungan apabila terpajan dengan pemicu (inducer/sensitisizer) maka akan timbul sensitisasi pada dirinya. 2. Seseorang yang telah mengalami sensitisasi maka belum tentu menjadi asma. Apabila seseorang yang telah mengalami sensitisasi terpajan dengan pemacu (enhancer) maka terjadi proses inflamasi pada saluran napasnya. Proses inflamasi yang berlangsung lama atau proses inflamasinya berat secara klinis berhubungan dengan hiperreaktivitas bronkus. 3. Setelah mengalami inflamasi maka bila seseorang terpajan oleh pencetus (trigger) maka akan terjadi serangan asma (mengi) Faktor-faktor pemicu antara lain: Alergen dalam ruangan: tungau debu rumah, binatang berbulu (anjing, kucing, tikus), alergen kecoak, jamur, kapang, ragi serta pajanan asap rokok; pemacu: Rinovirus, ozon, pemakaian b2 agonis; sedangkan pencetus: Semua faktor pemicu dan pemacu ditambah dengan aktivitas fisik, udara dingin, histamin dan metakolin

Secara skematis mekanisme terjadinya asma digambarkan sebagai berikut: Sehubungan dengan asal-usul tersebut, upaya pencegahan asma dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: 1. Pencegahan primer 2. Pencegahan sekunder 3. Pencegahan tersier Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan risiko asma (orangtua asma), dengan cara : Penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan masa perkembangan bayi/anak Diet hipoalergenik ibu hamil, asalkan / dengan syarat diet tersebut tidak mengganggu asupan janin Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan Diet hipoalergenik ibu menyusui Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang telah tersentisisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok, serta allergen dalam ruangan terutama tungau debu rumah. Pencegahan tersier ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak yang telah menunjukkan manifestasi penyakit alergi. Sebuah penelitian multi senter yang dikenal dengan nama ETAC Study (early treatment of atopic children) mendapatkan bahwa pemberian Setirizin selama 18 bulan pada anak atopi dengan dermatitis atopi dan IgE spesifik terhadap serbuk rumput (Pollen) dan tungau debu rumah menurunkan kejadian asma sebanyak 50%. Perlu ditekankan bahwa pemberian setirizin pada penelitian ini bukan sebagai pengendali asma (controller).

Penanggulangan serangan asma lebih penting ditujukan untuk mencegah serangan asma bukan untuk mengatasi serangan asma. Pencegahan serangan asma terdiri atas : Menghindari faktor-faktor pencetus Obat-obatan dan terapi imunologiPenggunaan obat-obatan atau tindakan untuk mencegah dan meredakan atau reaksi-reaksi yang akan atau sudah timbul oleh pencetus tadi.Macam-macam pencetus asma : 1. AlergenFaktor alergi dianggap mempunyai peranan penting pada sebagian besar anak dengan asma (William dkk 1958, Ford 1969). Disamping itu hiperreaktivitas saluran napas juga merupakan factor yang penting. Sensitisasi tergantung pada lama dan intensitas hubungan dengan bahan alergenik sehingga dengan berhubungan dengan umur. Pada bayi dan anak kecil sering berhubungan dengan isi dari debu rumah. Dengan bertambahnya umur makin banyak jenis alergen pencetusnya. Asma karena makanan biasanya terjadi pada bayi dan anak kecil.2. InfeksiBiasanya infeksi virus, terutama pada bayi dan anak kecil. Virus penyebab biasanya respiratory syncytial virus (RSV) dan virus parainfluenza. Kadang-kadang juga dapat disebabkan oleh bakteri, jamur dan parasit.3. CuacaPerubahan tekanan udara (Sultz dkk 1972), suhu udara, angin dan kelembaban (Lopez dan Salvagio 1980) dihubungkan dengan percepatan dan terjadinya serangan asma.4. IritanHairspray, minyak wangi, asap rokok, cerutu dan pipa, bau tajam dari cat, SO2, dan polutan udara yang berbahaya lainnya, juga udara dingin dan air dingin.Iritasi hidung dan batuk dapat menimbulkan refleks bronkokonstriksi (Mc. Fadden 1980). Udara kering mungkin juga merupakan pencetus hiperventilasi dan kegiatan jasmani (strauss dkk 1978, Zebailos dkk 1978).5. Kegiatan jasmaniKegiatan jasmani yang berat dapat menimbulkan serangan pada anak dengan asma (Goldfrey 1978, Eggleston 1980). Tertawa dan menangis dapat merupakan pencetus. Pada anak dengan faal paru di bawah normal sangat rentan terhadap kegiatan jasmani.6. Infeksi saluran napas bagian atasDisamping infeksi virus saluran napas bagian atas, sinusitis akut dan kronik dapat mempermudah terjadinya asma pada anak (Rachelesfsky dkk 1978). Rinitis alergi dapat memperberat asma melalui mekanisme iritasi atau refleks.7. Refluks gastroesofagitisIritasi trakeobronkial karena isi lambung dapat memberatkan asma pada anak dan orang dewasa (Dess 1974).8. PsikisTidak adanya perhatian dan tidak mau mengakui persoalan yang berhubungan dengan asma oleh anak sendiri atau keluarganya akan memperlambat atau menggagalkan usaha-usaha pencegahan. Dan sebaliknya jika terlalu takut terhadap serangan asma atau hari depan anak juga tidak baik, karena dapat memperberat serangan asma. Membatasi aktivitas anak, anak sering tidak masuk sekolah, sering bangun malam, terganggunya irama kehidupan keluarga karena anak sering mendapat serangan asma, pengeluaran uang untuk biaya pengobatan dan rasa khawatir, dapat mempengaruhi anak asma dan keluarganya. Berbagai pencetus serangan asma dan cara menghindarinya perlu diketahui dan diajarkan pada si anak dan keluarganya, debu rumah dan unsur di dalamnya merupakan pencetus yang sering dijumpai pada anak. Pada 76,5% anak dengan asma yang berobat di poliklinik Subbagian Pulmonologi Anak Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI RSCM Jakarta, debu rumah diduga sebagai pencetusnya.Serangan asma setelah makan atau minum zat yang tidak tahan, dapat terjadi tidak lama setelah makan, tetapi dapat juga terjadi beberapa waktu setelahnya.

KomplikasiBila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan terjadi emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks yaitu toraks membungkuk ke depan dan memanjang. Pada foto rontgen toraks terlihat diafragma letak rendah, gambaran jantung menyempit, corakan hilus kiri dan kanan bertambah. entuk dada brung dapat dinilai dari perbaikan pertumbuhannya.rang tua. Asma sendiri mePada asma kronik dan berat dapat terjadi bentuk dada burung dara dan tampak sulkus Harrison.Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat sehingga dapat terjadi atelektasis pada lobus segmen yang sesuai. Bila atelektasis berlangsung lama dapat berubah menjadi bronkiektasis dan bila ada infeksi terjadi bronkopneumonia. Serangan asma yang terus menerus dan beberapa hari serta berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obatan disebut status asmatikus. Bila tidak dtolong dengan semestinya dapat menyebabkan gagal pernapasan, gagak jantung, bahkan kematian.Prognosis dan perjalanan klinisMortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling akhir menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang jumlahnya kira-kira 10 juta penduduk. Angka kematian cenderung meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas.Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis baik ditemukan pada 5080% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang masih menderita asma 710 tahun setelah diagnosis pertama bervariasi dari 2678% dengan nilai rata-rata 46%, akan tetapi persentase anak yang menderitaringan dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang menderita asma penyakit yang berat relatif berat (6 19%). Secara keseluruhan dapat dikatakan 7080% asma anak bila diikuti sampai dengan umur 21 tahun asmanya sudah menghilang

BAB IVANALISA KASUS

Menurut pendapat kami anamnesis yang kurang di status adalah kurangnya menggali anamnesis mengenai keadaan pasien saat pasien mendapatkan serangan asma. Untuk memperkuat dugaan asma anamnesis harus dilakukan dengan cermat, perlu ditanyakan apakah anak sering terganggu pada saat batuk pada malam hari, bagaimana pola tidurnya apakah terganggu saat sedang batuk, kapan saja anak mengalami sesak, apakah saat beraktivitas anak mengalami dada terasa berat, apakah jika mengalami pilek anak membutuhkan lebih dari 10 hari untuk sembuh, apakah gejala klinis membaik setelah diberikan pengobatan antiasma Mengingat banyak faktor resiko yang menyebabkan asma , maka diperlukan edukasi untuk menjauuhi faktor pencetus asma diantaranya:a. Faktor emosi : gsngguan emosi dapat menyebabkan penyempitan saluran napasb. Faktor imunologis/alergi: atopi merupakan faktor resiko nyata yang dapat menyebabkan timbul gejala asmac. Faktor non alergi: infeksi virus/bacterial zat zat iritan/polutanPencegahan untuk menjauhi serangan asma perlu dilakukan, upaya pencegahan asma dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:

Pencegahan primerPencegahan sekunderPencegahan tersier

Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan resiko (orang tua asma) dengan cara:1. Penghindaran asap rokok dan polutan selama kehamilan dan masa perkembangan bayi/anak2. Diet hipoalergenik ibu hamil, asalkan diet tersebut tidak mengganggu asupan janin3. Pemberian asi ekslusif sampai 6 bulan4. Diet hipoalergenik ibu menyusui

Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah inflamasipada anak yang telah tersensitisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok dan debu dalam rumahPencegahan tersier dilakukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak yang telah menunjukan manifestasi alergi

Tatalaksana Asma Tatalaksana pasien asma adalah manajemen kasus untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari hari (asma terkontrol)

BAB VSIMPULANPasien datang dengan keluhan sesak napas 3 hari SMRS, sebelumnya pasien sudah pernah mengalami hal seperti ini, pasien mempunyai riwayat alergi, dan keluhan akan membaik bila diberikan obat anti asma, pasien di diagnosa Asma bronchiale dan penumonia. dengan diagnosa banding bronkopneumonia O2 nasal kanul 2lpm, diet lunak, IVFD RL 18 Tpm / menit inhalasi ventolin dan fulmicort 2x1/hari dengan terapi dexamethasone 3x2,5mg peroral, cefotaxime 2x500mg peroral dan paracetamol syrup jika perlu.

DAFTAR PUSTAKA

1) Sectish TC, Prober CG. asthma. In: Nelsons textbook of pediatrics. Ed: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. 18th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2007.2) Said M. asthma. Dalam: Buku Ajar Respirologi Anak. Ed: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Edisi pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2010:350-64.3) Anonymus. Buku saku pelayanan kesehatan anak rumah sakit. WHO.2009. p.83-93.4) Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris HS, Gandaputra EP dan Harmoniati ED. Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak Indonesia jilid 1. Jakarta : Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010.5) Kliegman, et al (editor). Nelson textbook of pediatrics 19th edition. Philadelphia : Elsevier. 2011.McIntosh K. Current concepts community-acquired pneumoniain children. N Engl J Med, Vol. 346, No. 6. 2002. Arvin, Kliegman Behrman. 1996. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 3. Jakarta:EGC6) Ikatan Dokter Anak Indonesia.2011. Pedoman nasional Asma Anak. Jakarta:Badan Penerbit IDAI