referat kelompok 9 dms - sgb

37
LAPORAN REFERAT BLOK DERMATO MUSCULO SCELETAL “Sindroma Guillain-Barre” Tutor : dr. Afifah Disusun oleh : Kelompok 9 Riza Revina G1A010012 Nur Fitri Margaretna G1A010017 Khozatin Zuni F. G1A010027 Galuh Ajeng Parandhini G1A010029 Rinda Puspita A. G1A010033 Khairisa Amrina R. G1A010039 Mutiara Chandra Dewi G1A010041 Mona Fadhila G1A010043 Danny Amanati Aisya G1A010050 Rhininta Adistyarani G1A010153 Aria Yusti Kusuma G1A010095 Kaharudin G1A007134 KEMENTRIAN PENDIDKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN

Upload: danny-amanati-aisya

Post on 01-Dec-2015

35 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Kelompok 9 Dms - Sgb

LAPORAN REFERAT

BLOK DERMATO MUSCULO SCELETAL

ldquoSindroma Guillain-Barrerdquo

Tutor dr Afifah

Disusun oleh Kelompok 9

Riza Revina G1A010012Nur Fitri Margaretna G1A010017Khozatin Zuni F G1A010027Galuh Ajeng Parandhini G1A010029Rinda Puspita A G1A010033Khairisa Amrina R G1A010039Mutiara Chandra Dewi G1A010041Mona Fadhila G1A010043Danny Amanati Aisya G1A010050Rhininta Adistyarani G1A010153Aria Yusti Kusuma G1A010095Kaharudin G1A007134

KEMENTRIAN PENDIDKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEDOKTERAN

PURWOKERTO

2011

1

I PENDAHULUAN

A Latar Belakang

Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat

ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah

infeksi akut

Sindroma Guillain-Barre terdapat di seluruh dunia pada setiap musim tidak

bersifat epidemic dan merupakan inflamasi poliradikuloneuropati (saraf-saraf tepi

dapat terkena dari radiks sampai akhiran saraf distal) kira-kira 15 kasus per 100000

penduduk Sindroma Guillain-Barre dapat terjadi pada semua orang tanpa

membedakan usia maupun ras Insiden kejadian di seluruh dunia berkisar antara 06 ndash

19 per 100000 penduduk Insiden ini meningkat sejalan dengan bertambahnya usia

(Ramachandran 2009)

Sindroma Guillain-Barre merupakan penyebab paralisis akut yang tersering di

negara barat Di Amerika Serikat insiden terjadinya Sindroma Guillain-Barre

berkisar antara 06 ndash 17 per 100000 penduduk Rasio kejadian antara laki-laki dan

perempuan adalah 111 Rentang usia penderita dari usia 2 bulan sampai 95 tahun Di

Amerika Serikat distribusi usia berkisar antara usia 15-35 tahun atau 50-75 tahun

Sedangkan di Cina kejadian pada usia 2-12 tahun pernah dilaporkan (Ramachandran

2009)

Sekitar 20 penderita berakhir dengan gagal nafas Di negara barat

gambaran yang sering muncul adalah subakut paralisis asending

Berhubungan dengan parestesis distal dan kehilangan refleks tendon dalam

Progresifitas berakhir pada minggu ke 4 dan keadaan biasanya tenang

sebelum terjadi perbaikan secara lambat Pada tahun 1859 Landry

menjelaskan 10 kasus dengan karakteristik paralisis asendens dan perubahan

sensasi sensorik (Wilkonson 2005)

Angka kematian rata-rata adalah 2-6 yang secara umum disebabkan

akibat komplikasi dari ventilasi henti jantung emboli paru sepsis

bronkospasme pneumotoraks dan ARDS Lebih dari 75 penderita

mengalami perbaikan sempurna atau hampir sempurna tanpa defisit neurologi

atau hanya kelelahan dan kelemahan distal yang minimal Sedangkan sebagian

penderita yang lain membutuhkan bantuan ventilasi akibat dari kelemahan

2

bagian distal yang berat Sekitar 15 penderita berakhir dengan gejala sisa

berupa defisit neurologi (Miller 2009)

B Tujan

Mengetahui dan mempelajari mengenai Sindroma Guillain-Barre meliputi

definisi fisiologi biokimia patogenesis patofisiologi tanda dan gejala

diagnosis pemeriksaan penunjang penatalaksanaan serta prognosis

3

II TINJAUAN PUSTAKA

A Definisi

Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat

ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah

infeksi akut SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya

paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun

dimana targetnya adalah saraf perifer radiks dan nervus kranialis Beberapa

nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini yaitu Idiopathic

polyneuritis Acute Febrile Polyneuritis Infective Polyneuritis Post Infectious

Polyneuritis Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy

Guillain Barre Strohl Syndrome Landry Ascending paralysis dan Landry

Guillain Barre Syndrome (Japardi 2002)

Sindroma Guillain-Barre (SGB) adalah penyakit neurologis autoimun

yang jarang terjadi di mana sistem kekebalan tubuh menghasilkan antibodi

terhadap saraf sendiri sehingga terjadi kerusakan dari saraf tersebut Sindroma

Guillain-Barre disebut juga Acute Inflammatory Demyelinating

Polyneuropathy yang menyerang radiks saraf baik ventral maupun dorsal yang

bersifat akut dan mengakibatkan kelumpuhan yang gejalanya dimulai dari

tungkai bagian bawah dan meluas sampai tubuh dan otot-otot wajah

(Shoenfeld 2008)

Pada tahun 1859 Landry menerbitkan sebuah laporan pada 10 pasien

dengan kelumpuhan ascending Selanjutnya pada tahun 1916 3 dokter

Perancis (Guillain Barre dan Strohl) menemukan 2 tentara Prancis dengan

kelemahan motor areflexia disosiasi albuminocytological LCS dan

berkurangnya refleks tendon dalam Sindrom ini kemudian diidentifikasi

sebagai sindrom Guillain-Barre (SGB) Secara historis SGB adalah penyakit

tunggal namun pada prakteknya saat ini dapat ditemukan beberapa varian

Tingkat kejadian tahunan adalah 1-2 per 100 000 kasus Sindrom ini dapat

terjadi pada semua usia tetapi yang paling umum adalah antara usia 30 dan

50 SGB adalah penyakit heterogen di mana sekitar dua-pertiga dari pasien

4

melaporkan ada penyakit yang diderita sebelumnya biasanya infeksi seperti

diare atau infeksi saluran pernapasan bagian atas SGB umumnya merupakan

suatu proses immune-mediated yang ditandai oleh disfungsi motorik sensorik

dan otonom (Adam 2005)

Walaupun sindroma ini merupakan penyakit yang sebagian besar dapat

mengalami kesembuhan fungsional yang sempurna tetapi tidak jarang terjadi

kematian karena perjalanan penyakitnya yang akut dan meluas ke bagian atas

tubuh sehingga menimbulkan kegagalan pernafasan Untuk itu pengawasan

yang ketat dan penanganan yang baik pada penderita SGB sangat diperlukan

untuk memperkecil angka kematiannya dan mengurangi gejala sisa defisit

neurologisnya (Adam 2005)

B Anatomi dan histologi

Lokasi anatomi dari target SGB adalah saraf perifer dari system persyarafan

perifer

a Ganglion dorsal merupakan target dari sebuah respon antibody di MFS

b Nodus dari persyarafan merupakan target respon imun di AMAN

c Pada sel Schwan bagian area protein menjadi target dari ikatan antibody

AIDP

d Neurotransmiter junction

5

Histologi

Vesicular Demyelination Guillain-Barre Syndrome

Tampak anah panah dimana vesikuler terjadi demielinisasi yaitu penumpukan

reaksi antibody sehingga terjadi pembentukan myelin yang baru namun fungsinya

abnormal Pada SGB apabila terjadi demielinisasi maka impuls akan berkurang

sehingga terjadi gangguan hantaran biasanya terjadi pada system saraf perifer

Vesicular Demyelination Guillain-Barre Syndrome

C Fisiologi

Sindrom Guillain-Barre (SGB) adalah suatu demielinasi polineuropati

akut dimana dijelaskan sebagai gangguan neuron motorik bagian bawah

dalam saraf perifer (Price dan Wilson 2005) Gambaran utama SGB adalah

paralisis motorik asendens secara primer dengan berbagai gangguan fungsi

sensorik (Price dan Wilson 2005) Sehingga di sini akan dijelaskan mengenai

fisiologi dari sistem saraf itu sendiri

Sistem saraf manusia terdiri dari sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel

penyokong (neuroglia dan sel Schwann) dimana kesemuanya saling erat

berkaitan dan terintegrasi sehingga berfungsi sebagai satu unit (Price dan

Wilson 2005)

6

1 Jaringan Saraf

a Neuron

Neuron adalah sel saraf khusus peka rangsang yang menerima

masukan sensorik atau aferen dari ujung saraf perifer khusus atau dari

organ reseptor sensorik dan menyalurkan masukan motorik atau

eferen ke otot-otot dan kelenjar-kelenjar yaitu organ efektor

Neuron memiliki nukleus yang mengandung gen Setiap neuron

mempunyai badan sel dengan satu beberapa tonjolan atau

perpanjangan yang disebut akson dan dendrit Dendrit adalah tonjolan

yang menghantarkan informasi menuju badan sel Akson adalah

tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan informasi keluar

dari badan sel

Neuron menjalankan proses biokimia dengan menghasilkan energi

(dengan glukosa sebagai sumber energi dan terbatas pada metabolisme

oksidatif) untuk memulihkan dan mempertahankan diri serta membuat

dan melepaskan zat kimia yang disebut neurotransmiter dimana

neurotransmiter disimpan dalam gelembung sinaptik pada ujung akson

dan dilepaskan dari akson terminal melalui eksositosis

Neuron memiliki organel seperti Badan Nissl (terdiri dari

Reticulum Endoplasmik kasar) yang dapat menyintesis protein badan

Golgi yang menyimpan dan memproses protein mitokondria yang

menghasilkan energi dan mikrotubulus yang berperan dalam transpor

intrasel (Price dan Wilson 2005)

7

Gambar 1 Neuron (Price dan Wilson 2005)

b Neuroglia Sel Schwann dan Mielin

Neuroglia merupakan penyokong pelindung dan sumber nutrisi

bagi neuron-neuron otak dan medulla spinalis Neuroglia terdiri dari

mikroglia (fagosit sisa jaringan rusak proses melawan infeksi) sel

ependim (produksi cerebrospinal fluid) astroglia (menyediakan nutrisi

dan mempertahankan potensial bioelektris) dan oligodendroglia

(menghasilkan myelin) Astroglia sel ependim dan oligodendroglia

termasuk dalam makroglia

Sel Schwann merupakan pelindung dan penyokong neuron-neuron

dan tonjolan neuronal di luar sistem saraf pusat (fungsinya untuk

PNS)

Mielin merupakan suatu kompleks protein-lemak yang melapisi

tonjolan saraf yang berfungsi menghalangi aliran ion natrium dan

kalium dalam melintasi membrane neuronal (Price dan Wilson 2005)

2 Sistem Saraf

Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan sistem

saraf tepi (PNS) SSP terdiri dari otak dan medulla spinalis PNS terdiri

dari neuron aferen dan eferen sistem saraf somatis dan neuron sistem saraf

autonom (visceral) (Price dan Wilson 2005)

a Sistem Saraf Pusat (SSP)

1) Otak

Otak merupakan organ yang memiliki fungsi sebagai pusat

integrasi dan koordinasi organ sensorik dan sistem efektor perifer

tubuh serta fungsi sebagai pengatur informasi yang masuk

simpanan pengalaman impuls yang keluar dan tingkah laku (Price

dan Wilson 2005) Pembagian otak

a) Telensefalon

Terdiri dari korteks serebri dan hemisferium serebri

Korteks serebri mempunyai dua area area primer (daerah

dimana terjadi persepsi atau gerakan) dan area asosiasi (daerah

8

untuk integrasi dan peningkatan perilaku dan intelektual)

Dapat pula dibagi menjadi 4 korteks yaitu korteks frontalis

(bertanggungjawab untuk gerakan voluntar) korteks parietalis

(berperan pada kegiatan pemrosesan dan integrasi informasi

sensorik) korteks temporalis (area sensorik reseptif untuk

impuls pendengaran) dan korteks oksipitalis (menerima

informasi penglihatan dan sensasi warna) Hemisferium serebri

merupakan daerah pengendalian sensorik dan motorik

mengurus sisi tubuh yang letaknya kontralateral (Price dan

Wilson 2005)

b) Diensefalon

Diensefalon berfungsi memproses rangsang sensorik dan

membantu memulai atau memodifikasi reaksi tubuh terhadap

rangsangan tersebut (Price dan Wilson 2005)

Talamus merupakan stasiun penghubung dalam otak

sebagai pusat sensasi primitif (dapat merasa nyeri raba getar)

serta berperan dalam integrasi ekspresi motorik (Price dan

Wilson 2005)

Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan

sistem susunan saraf autonom perifer (ekspresi dan tingkah

laku) pengaturan hormon pengaturan cairan tubuh dan

elektrolit suhu tubuh serta lapar dan haus (Price dan Wilson

2005)

Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya

(Price dan Wilson 2005)

Epitalamus berperan pada beberapa dorongan emosi dan

integrasi informasi olfaktorius (Price dan Wilson 2005)

c) Mesensefalon

Mesensefalon terdiri dari bagian posterior yaitu tektum yang

terdiri dari kolikulus superior (berperan dalam refleks dan

koordinasi gerakan penglihatan) dan kolikulus inferior

9

(berperan dalam refleks pendengaran) (Price dan Wilson

2005) Bagian anterior yaitu pedunkulus serebri (terdiri atas

serabut motorik)

Metensefalon terdiri dari pons dan serebelum Pons

merupakan jembatan serabut yang menghubungkan dua

hemisfer hemisferium serebri serta menghubungkan

mesensefalon di sebelah atas dengan medula oblongata di

bawah Serebelum berfungsi sebagai pusat refleks yang

mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot serta

mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk

mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh (Price dan

Wilson 2005)

d) Mielensefalon

terdiri dari medula oblongata Medula oblongata merupakan

pusat refleks yang penting untuk jantung vasokonstriktor

pernafasan bersin batuk menelan salivasi dan muntah (Price

dan Wilson 2005)

b) Medula Spinalis

Medula spinalis merupakan suatu struktur yang memanjang

dari medula oblongata dan terus ke bawah melalui kolumna

vertebralis sampai setinggi vertebra lumbalis pertama (L1) dan

terbagi menjadi 31 segmen yang menjadi tempat asal dari 31

pasang saraf spinal (Price dan Wilson 2005)

10

Gambar 2 Segmen-Segmen Medula Spinalis Beserta Fungsinya (Price dan

Wilson 2005)

b Sistem Saraf Tepi (PNS)

Secara anatomis PNS dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan

12 pasang saraf kranial (Price dan Wilson 2005) Saraf perifer terdiri

dari neuron yang menerima pesan sensorik (aferen) yang menuju ke

SSP atau menerima pesan-pesan neural motorik (eferen) dari SSP atau

keduanya Saraf spinal menghantarkan pesan aferen maupun pesan

eferen Saraf kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan

11

tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina

dimana terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dalam nama

atau angka romawi (Price dan Wilson 2005)

Tabel 1 Saraf Cranial beserta Fungsinya (Price dan Wilson 2005)

Nomor Saraf KranialKomponen

SarafFungsi

I Olfaktorius Sensorik PenciumanII Optikus Sensorik PenglihatanIII Okulomotorius

Motorik

- Mengangkat kelopak mata atas

- Konstriksi pupil- Sebagian besar gerakan

ekstraokularIV Troklearis

MotorikGerakan mata ke bawah dan ke dalam

V Trigeminus

Motorik

Otot temporalis dan maseter (menutup rahang dan mengunyah) gerakan rahang ke lateral

Sensorik

- Kulit wajah dan ⅔ depan kulit kepala mukosa mata mukosa hidung dan rongga mulut lidah serta gigi

- Refleks kornea atau refleks mengedip komponen sensorik dibawa oleh saraf kranial V respons motorik melalui saraf kranial VII

VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateralVII Fasialis

Motorik

Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot dahi sekeliling mata dan mulut lakrimasi dan salivasi

SensorikPengecapan ⅔ depan lidah (rasa manis asam dan asin)

VIII VestibulokoklearisCab Vestibularis Sensorik KeseimbanganCab Koklearis Sensorik Pendengaran

IX GlosofaringeusMotorik

- Faring menelan refleks muntah

- Parotis salivasi

SensorikFaring lidah posterior termasuk rasa pahit

12

X VagusMotorik

Faring Laring menelan refleks muntah fonasi visera abdomen

SensorikFaring Laring refleks muntah visera leher thoraks dan abdomen

XI Asesorius

Motorik

Otot sternokleidomastoideus dan bagian atas dari otot trapezius pergerakan kepala dan bahu

XII Hipoglosus Motorik Gerakan lidah

Secara fungsional PNS dibagi menjadi sistem saraf somatis dan

sistem saraf autonom Sistem saraf somatis terdiri dari saraf campuran

Bagian aferen membawa informasi sensorik yang disadari maupun yang

tidak disadari (misal nyeri suhu raba propriosepsi yang disadari

maupun tidak disadari penglihatan pengecapan pendengaran dan

penciuman) Sedangkan bagian eferen berhubungan dengan otot rangka

tubuh (Price dan Wilson 2005)

Sistem saraf autonom merupakan sistem saraf campuran Serabut

aferennya membawa masukan dari organ viseral (menangani

pengaturan denyut jantung diameter pembuluh darah pernafasan

pencernaan rasa lapar mual pembuangan) Saraf eferen motorik

autonom mempersarafi otot polos otot jantung dan kelenjar viseral

Sistem saraf autonom terutama menangani pengaturan fungsi viseral

dan interaksinya dengan lingkungan internal (Price dan Wilson 2005)

Sistem saraf autonom dibagi menjadi 2 bagian yaitu parasimpatis

(PANS) dan simpatis (SANS) simpatis berfungsi meningkatkan

kecepatan denyut jantung dan pernafasan serta menurunkan aktivitas

saluran cerna Sedangkan parasimpatis berfungsi menurunkan

kecepatan denyut jantung dan pernafasan tetapi meningkatkan

pergerakan saluran cerna sehingga parasimpatis membantu konservasi

dan homeostasis fungsi tubuh (Price dan Wilson 2005)

13

D Biokimia

ATP merupakan satu ndash satunya sumber energi yang didapat langsung

digunakan untuk berbagai aktivitas Di jaringan otot persediaan ATP yang

dapat segera digunakan kembali berjumlah terbatas Terdapat tiga jalur yang

memberikan tambahan ATP sesuai kebutuhan selama kontraksi otot yaitu

transfer fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat ke ADP fosforilasi oksidatif

(siklus asam sitrat dan system transport electron) dan glikolisis (Sherwood

2011)

1 Kreatin Fosfat

Merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal

aktivitas kontraktil Energi yang diberikan berasal dari hidrolisis kreatin

fosfat bersama dengan fosfat dapat diberikan langsung ke ADP untuk

membentuk ATP Reaksi ini yang dikatalisis oleh enzim sel otot kreatin

kinase bersifat reversible

Kreatin fosfat + ADP kreatin + ATP

Sewaktu cadangan energi di otot bertambah peningkatan

konsentrasi ATP mendorong pemindahan gugus fosfat berenergi tinggi

dari ATP untuk membentuk kreatin fosfat Sebaliknya pada permulaan

kontraksi ketika ATPase myosin menguraikan cadangan ATP yang

sekedarnya penurunan ATP yang kemudian terjadi mendorong

pemindahan gugus fosfat berenegi tinggi dari kreatin fosfat simpanan

untuk membentuk lebih banyak ATP (Sherwood 2011)

2 Fosfolirasi Oksidatif

Fosforilasi oksidatif berlangsung didalam mitokondria otot jika

terjadi cukup O2 Oksigen dibutuhkan untuk menunjang rantai transport

electron mitokondria Jalur ini dijalankan oleh glukosa atau asam lemak

bergantung pada intensitas dan durasi aktivitas (Sherwood 2011)

3 Glikolisis

Reaksi reaksi kimiawi pada glikolisis menghasilkan produk ndash

produk yang akhirnya masuk ke dalam jalur fosforilasi oksidatif tetapi

glikolisis juga dapat berlangsung tanpa produk ndash produknya diproses

14

lebih lanjut oleh jalur fosforilasi oksidatif Selama glikolisis satu molekul

glukosa diuraikan menjadi dua molekul asam piruvat menghasilkan dua

molekul ATP dalam prosesnya Asam piruvat dapat diuraikan lebih lanjut

oleh fosforilasi oksidatif untuk mengekstraksi lebih banyak energi

Glikolisis memiliki dua keunggulan dibandingkan jalur fosforilasi

oksidatif yaitu dapat membentuk ATP tanpa O2 (anaerob) dan glikolisis

dapat berlangsung lebih cepat daripada fosforilasi oksidatif (Sherwood

2011)

E Patogenesis

Patogenesis pada sindroma guillain barre (SGB) sampai saat ini masih

belum diketahui dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa

kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme

imunologi

15

Gambar 3 Imunobiologi dari Sindrom Guillain Barre

Diawali dengan infeksi (misalnya C Jejuni) menginduksi respon imun

yang akhirnya mengarah ke sindrom guillain barre Respon imun tergantung

pada faktor bakteri tertentu seperti pada spesifitas dari lipo-oligosakarida

(LOS) dan pada pasien yang terkait host faktor Polimorfisme genetik pada

pasien sebagian mungkin menentukan tingkat keparahan dari sindrom guillain

barre Adanya antibodi terhadap LOS dapat berikatan dan bereaksi dengan

ganglion saraf tertentu dan dapat mengaktifkan komplemen Tingkat

kerusakan saraf tergantung pada beberapa faktor Disfungsi saraf juga

menyebabkan kelemahan dan gangguan sensori (Doorn 2008)

16

F Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala SGB

1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh

2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu atau berbulan-

bulan

3 Kelemahan pada awalnya muncul ditungkai yang kemudian menjalar ke

atas hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan

4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan

5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi

sebelumnya dll

6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf

karena kerusakan mielin

7 Perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)

8 Takikardi

9 Wajah kemerahan diaforesis

10 Kesulitan dalam mengunyah atau menelan

G Patofisiologi

Mekanisme bagaimana infeksi vaksinasi trauma atau faktor lain yang

mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui

dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang

terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi Bukti-bukti

bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf

tepi pada sindroma ini adalah

1 Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell

mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi

2 Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi

3 Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran

pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi

saraf tepi

17

Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas

seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya

Pada SGB gangliosid merupakan target dari antibodi Ikatan antibody

dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin

Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari

system imun belum diketahui tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga

sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh Hal ini

didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid

dari tubuh manusia Campylobacter jejuni bakteri patogen yang menyebabkan

terjadinya diare mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari

gangliosid GM1 Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni kerusakan

terutama terjadi pada degenerasi akson Perubahan pada akson ini

menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1

untuk merespon adanya epitop yang sama Berdasarkan adanya sinyal infeksi

yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya

infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer Terbentuk makrofag di daerah

kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan

penghantaran impuls saraf (Israr 2009)

H Diagnosis

Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis SGB ditandai dengan

timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks

tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami

demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan

motorik perifer (Dewanto 2009)

Beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menegakkan diagnosis

Sindrome Guillain Barre diantaranya

1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh

2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu bahkan

berbulan-bulan

18

3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas

hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan

4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan

5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi

sebelumnya dll

6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf

karena kerusakan myelin

7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan

untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan

menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan

penglihatan kabur (Dewanto 2009)

I Pemeriksaan Penunjang

a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa

darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain

b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada

beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya

meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi

yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan

jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)

c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk

menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien

Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf

sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta

kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya

perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya

konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir

penyakit

d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot

(Dewanto 2009)

19

J Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati

komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya

Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus

dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus

segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan

pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan

adalah

1 Fisioterapi

Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan

kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan

sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka

fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot

(Stoll BJ 2004)

2 Plasma exchange therapy (PE)

Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk

mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian

plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa

perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang

lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling

efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya

gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg

dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange

(Stoll BJ 2004)

3 Imunoglobulin IV

Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat

menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi

autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG

yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T

cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin

intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek

20

sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2

minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5

hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil

yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI

(Stoll BJ 2004)

4 Kortikosteroid

Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat

steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi

digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)

5 Perbaikan komunikasi

Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu

bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk

menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika

tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape

kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi

pasien (Baughman 2000)

6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan

komunitas

Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan

okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase

pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan

kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok

pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)

K Prognosis

Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun

terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik

neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat

hingga 95

21

22

III KESIMPULAN

1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat

ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah

infeksi akut

2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan

tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam

mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis

3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik

secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada

bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka

kesembuhan telah meningkat hingga 95

23

DAFTAR PUSTAKA

Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130

Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC

Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl

GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract

Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]

Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]

Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC

24

Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC

Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC

Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press

Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc

Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing

Page 2: Referat Kelompok 9 Dms - Sgb

1

I PENDAHULUAN

A Latar Belakang

Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat

ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah

infeksi akut

Sindroma Guillain-Barre terdapat di seluruh dunia pada setiap musim tidak

bersifat epidemic dan merupakan inflamasi poliradikuloneuropati (saraf-saraf tepi

dapat terkena dari radiks sampai akhiran saraf distal) kira-kira 15 kasus per 100000

penduduk Sindroma Guillain-Barre dapat terjadi pada semua orang tanpa

membedakan usia maupun ras Insiden kejadian di seluruh dunia berkisar antara 06 ndash

19 per 100000 penduduk Insiden ini meningkat sejalan dengan bertambahnya usia

(Ramachandran 2009)

Sindroma Guillain-Barre merupakan penyebab paralisis akut yang tersering di

negara barat Di Amerika Serikat insiden terjadinya Sindroma Guillain-Barre

berkisar antara 06 ndash 17 per 100000 penduduk Rasio kejadian antara laki-laki dan

perempuan adalah 111 Rentang usia penderita dari usia 2 bulan sampai 95 tahun Di

Amerika Serikat distribusi usia berkisar antara usia 15-35 tahun atau 50-75 tahun

Sedangkan di Cina kejadian pada usia 2-12 tahun pernah dilaporkan (Ramachandran

2009)

Sekitar 20 penderita berakhir dengan gagal nafas Di negara barat

gambaran yang sering muncul adalah subakut paralisis asending

Berhubungan dengan parestesis distal dan kehilangan refleks tendon dalam

Progresifitas berakhir pada minggu ke 4 dan keadaan biasanya tenang

sebelum terjadi perbaikan secara lambat Pada tahun 1859 Landry

menjelaskan 10 kasus dengan karakteristik paralisis asendens dan perubahan

sensasi sensorik (Wilkonson 2005)

Angka kematian rata-rata adalah 2-6 yang secara umum disebabkan

akibat komplikasi dari ventilasi henti jantung emboli paru sepsis

bronkospasme pneumotoraks dan ARDS Lebih dari 75 penderita

mengalami perbaikan sempurna atau hampir sempurna tanpa defisit neurologi

atau hanya kelelahan dan kelemahan distal yang minimal Sedangkan sebagian

penderita yang lain membutuhkan bantuan ventilasi akibat dari kelemahan

2

bagian distal yang berat Sekitar 15 penderita berakhir dengan gejala sisa

berupa defisit neurologi (Miller 2009)

B Tujan

Mengetahui dan mempelajari mengenai Sindroma Guillain-Barre meliputi

definisi fisiologi biokimia patogenesis patofisiologi tanda dan gejala

diagnosis pemeriksaan penunjang penatalaksanaan serta prognosis

3

II TINJAUAN PUSTAKA

A Definisi

Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat

ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah

infeksi akut SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya

paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun

dimana targetnya adalah saraf perifer radiks dan nervus kranialis Beberapa

nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini yaitu Idiopathic

polyneuritis Acute Febrile Polyneuritis Infective Polyneuritis Post Infectious

Polyneuritis Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy

Guillain Barre Strohl Syndrome Landry Ascending paralysis dan Landry

Guillain Barre Syndrome (Japardi 2002)

Sindroma Guillain-Barre (SGB) adalah penyakit neurologis autoimun

yang jarang terjadi di mana sistem kekebalan tubuh menghasilkan antibodi

terhadap saraf sendiri sehingga terjadi kerusakan dari saraf tersebut Sindroma

Guillain-Barre disebut juga Acute Inflammatory Demyelinating

Polyneuropathy yang menyerang radiks saraf baik ventral maupun dorsal yang

bersifat akut dan mengakibatkan kelumpuhan yang gejalanya dimulai dari

tungkai bagian bawah dan meluas sampai tubuh dan otot-otot wajah

(Shoenfeld 2008)

Pada tahun 1859 Landry menerbitkan sebuah laporan pada 10 pasien

dengan kelumpuhan ascending Selanjutnya pada tahun 1916 3 dokter

Perancis (Guillain Barre dan Strohl) menemukan 2 tentara Prancis dengan

kelemahan motor areflexia disosiasi albuminocytological LCS dan

berkurangnya refleks tendon dalam Sindrom ini kemudian diidentifikasi

sebagai sindrom Guillain-Barre (SGB) Secara historis SGB adalah penyakit

tunggal namun pada prakteknya saat ini dapat ditemukan beberapa varian

Tingkat kejadian tahunan adalah 1-2 per 100 000 kasus Sindrom ini dapat

terjadi pada semua usia tetapi yang paling umum adalah antara usia 30 dan

50 SGB adalah penyakit heterogen di mana sekitar dua-pertiga dari pasien

4

melaporkan ada penyakit yang diderita sebelumnya biasanya infeksi seperti

diare atau infeksi saluran pernapasan bagian atas SGB umumnya merupakan

suatu proses immune-mediated yang ditandai oleh disfungsi motorik sensorik

dan otonom (Adam 2005)

Walaupun sindroma ini merupakan penyakit yang sebagian besar dapat

mengalami kesembuhan fungsional yang sempurna tetapi tidak jarang terjadi

kematian karena perjalanan penyakitnya yang akut dan meluas ke bagian atas

tubuh sehingga menimbulkan kegagalan pernafasan Untuk itu pengawasan

yang ketat dan penanganan yang baik pada penderita SGB sangat diperlukan

untuk memperkecil angka kematiannya dan mengurangi gejala sisa defisit

neurologisnya (Adam 2005)

B Anatomi dan histologi

Lokasi anatomi dari target SGB adalah saraf perifer dari system persyarafan

perifer

a Ganglion dorsal merupakan target dari sebuah respon antibody di MFS

b Nodus dari persyarafan merupakan target respon imun di AMAN

c Pada sel Schwan bagian area protein menjadi target dari ikatan antibody

AIDP

d Neurotransmiter junction

5

Histologi

Vesicular Demyelination Guillain-Barre Syndrome

Tampak anah panah dimana vesikuler terjadi demielinisasi yaitu penumpukan

reaksi antibody sehingga terjadi pembentukan myelin yang baru namun fungsinya

abnormal Pada SGB apabila terjadi demielinisasi maka impuls akan berkurang

sehingga terjadi gangguan hantaran biasanya terjadi pada system saraf perifer

Vesicular Demyelination Guillain-Barre Syndrome

C Fisiologi

Sindrom Guillain-Barre (SGB) adalah suatu demielinasi polineuropati

akut dimana dijelaskan sebagai gangguan neuron motorik bagian bawah

dalam saraf perifer (Price dan Wilson 2005) Gambaran utama SGB adalah

paralisis motorik asendens secara primer dengan berbagai gangguan fungsi

sensorik (Price dan Wilson 2005) Sehingga di sini akan dijelaskan mengenai

fisiologi dari sistem saraf itu sendiri

Sistem saraf manusia terdiri dari sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel

penyokong (neuroglia dan sel Schwann) dimana kesemuanya saling erat

berkaitan dan terintegrasi sehingga berfungsi sebagai satu unit (Price dan

Wilson 2005)

6

1 Jaringan Saraf

a Neuron

Neuron adalah sel saraf khusus peka rangsang yang menerima

masukan sensorik atau aferen dari ujung saraf perifer khusus atau dari

organ reseptor sensorik dan menyalurkan masukan motorik atau

eferen ke otot-otot dan kelenjar-kelenjar yaitu organ efektor

Neuron memiliki nukleus yang mengandung gen Setiap neuron

mempunyai badan sel dengan satu beberapa tonjolan atau

perpanjangan yang disebut akson dan dendrit Dendrit adalah tonjolan

yang menghantarkan informasi menuju badan sel Akson adalah

tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan informasi keluar

dari badan sel

Neuron menjalankan proses biokimia dengan menghasilkan energi

(dengan glukosa sebagai sumber energi dan terbatas pada metabolisme

oksidatif) untuk memulihkan dan mempertahankan diri serta membuat

dan melepaskan zat kimia yang disebut neurotransmiter dimana

neurotransmiter disimpan dalam gelembung sinaptik pada ujung akson

dan dilepaskan dari akson terminal melalui eksositosis

Neuron memiliki organel seperti Badan Nissl (terdiri dari

Reticulum Endoplasmik kasar) yang dapat menyintesis protein badan

Golgi yang menyimpan dan memproses protein mitokondria yang

menghasilkan energi dan mikrotubulus yang berperan dalam transpor

intrasel (Price dan Wilson 2005)

7

Gambar 1 Neuron (Price dan Wilson 2005)

b Neuroglia Sel Schwann dan Mielin

Neuroglia merupakan penyokong pelindung dan sumber nutrisi

bagi neuron-neuron otak dan medulla spinalis Neuroglia terdiri dari

mikroglia (fagosit sisa jaringan rusak proses melawan infeksi) sel

ependim (produksi cerebrospinal fluid) astroglia (menyediakan nutrisi

dan mempertahankan potensial bioelektris) dan oligodendroglia

(menghasilkan myelin) Astroglia sel ependim dan oligodendroglia

termasuk dalam makroglia

Sel Schwann merupakan pelindung dan penyokong neuron-neuron

dan tonjolan neuronal di luar sistem saraf pusat (fungsinya untuk

PNS)

Mielin merupakan suatu kompleks protein-lemak yang melapisi

tonjolan saraf yang berfungsi menghalangi aliran ion natrium dan

kalium dalam melintasi membrane neuronal (Price dan Wilson 2005)

2 Sistem Saraf

Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan sistem

saraf tepi (PNS) SSP terdiri dari otak dan medulla spinalis PNS terdiri

dari neuron aferen dan eferen sistem saraf somatis dan neuron sistem saraf

autonom (visceral) (Price dan Wilson 2005)

a Sistem Saraf Pusat (SSP)

1) Otak

Otak merupakan organ yang memiliki fungsi sebagai pusat

integrasi dan koordinasi organ sensorik dan sistem efektor perifer

tubuh serta fungsi sebagai pengatur informasi yang masuk

simpanan pengalaman impuls yang keluar dan tingkah laku (Price

dan Wilson 2005) Pembagian otak

a) Telensefalon

Terdiri dari korteks serebri dan hemisferium serebri

Korteks serebri mempunyai dua area area primer (daerah

dimana terjadi persepsi atau gerakan) dan area asosiasi (daerah

8

untuk integrasi dan peningkatan perilaku dan intelektual)

Dapat pula dibagi menjadi 4 korteks yaitu korteks frontalis

(bertanggungjawab untuk gerakan voluntar) korteks parietalis

(berperan pada kegiatan pemrosesan dan integrasi informasi

sensorik) korteks temporalis (area sensorik reseptif untuk

impuls pendengaran) dan korteks oksipitalis (menerima

informasi penglihatan dan sensasi warna) Hemisferium serebri

merupakan daerah pengendalian sensorik dan motorik

mengurus sisi tubuh yang letaknya kontralateral (Price dan

Wilson 2005)

b) Diensefalon

Diensefalon berfungsi memproses rangsang sensorik dan

membantu memulai atau memodifikasi reaksi tubuh terhadap

rangsangan tersebut (Price dan Wilson 2005)

Talamus merupakan stasiun penghubung dalam otak

sebagai pusat sensasi primitif (dapat merasa nyeri raba getar)

serta berperan dalam integrasi ekspresi motorik (Price dan

Wilson 2005)

Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan

sistem susunan saraf autonom perifer (ekspresi dan tingkah

laku) pengaturan hormon pengaturan cairan tubuh dan

elektrolit suhu tubuh serta lapar dan haus (Price dan Wilson

2005)

Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya

(Price dan Wilson 2005)

Epitalamus berperan pada beberapa dorongan emosi dan

integrasi informasi olfaktorius (Price dan Wilson 2005)

c) Mesensefalon

Mesensefalon terdiri dari bagian posterior yaitu tektum yang

terdiri dari kolikulus superior (berperan dalam refleks dan

koordinasi gerakan penglihatan) dan kolikulus inferior

9

(berperan dalam refleks pendengaran) (Price dan Wilson

2005) Bagian anterior yaitu pedunkulus serebri (terdiri atas

serabut motorik)

Metensefalon terdiri dari pons dan serebelum Pons

merupakan jembatan serabut yang menghubungkan dua

hemisfer hemisferium serebri serta menghubungkan

mesensefalon di sebelah atas dengan medula oblongata di

bawah Serebelum berfungsi sebagai pusat refleks yang

mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot serta

mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk

mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh (Price dan

Wilson 2005)

d) Mielensefalon

terdiri dari medula oblongata Medula oblongata merupakan

pusat refleks yang penting untuk jantung vasokonstriktor

pernafasan bersin batuk menelan salivasi dan muntah (Price

dan Wilson 2005)

b) Medula Spinalis

Medula spinalis merupakan suatu struktur yang memanjang

dari medula oblongata dan terus ke bawah melalui kolumna

vertebralis sampai setinggi vertebra lumbalis pertama (L1) dan

terbagi menjadi 31 segmen yang menjadi tempat asal dari 31

pasang saraf spinal (Price dan Wilson 2005)

10

Gambar 2 Segmen-Segmen Medula Spinalis Beserta Fungsinya (Price dan

Wilson 2005)

b Sistem Saraf Tepi (PNS)

Secara anatomis PNS dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan

12 pasang saraf kranial (Price dan Wilson 2005) Saraf perifer terdiri

dari neuron yang menerima pesan sensorik (aferen) yang menuju ke

SSP atau menerima pesan-pesan neural motorik (eferen) dari SSP atau

keduanya Saraf spinal menghantarkan pesan aferen maupun pesan

eferen Saraf kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan

11

tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina

dimana terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dalam nama

atau angka romawi (Price dan Wilson 2005)

Tabel 1 Saraf Cranial beserta Fungsinya (Price dan Wilson 2005)

Nomor Saraf KranialKomponen

SarafFungsi

I Olfaktorius Sensorik PenciumanII Optikus Sensorik PenglihatanIII Okulomotorius

Motorik

- Mengangkat kelopak mata atas

- Konstriksi pupil- Sebagian besar gerakan

ekstraokularIV Troklearis

MotorikGerakan mata ke bawah dan ke dalam

V Trigeminus

Motorik

Otot temporalis dan maseter (menutup rahang dan mengunyah) gerakan rahang ke lateral

Sensorik

- Kulit wajah dan ⅔ depan kulit kepala mukosa mata mukosa hidung dan rongga mulut lidah serta gigi

- Refleks kornea atau refleks mengedip komponen sensorik dibawa oleh saraf kranial V respons motorik melalui saraf kranial VII

VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateralVII Fasialis

Motorik

Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot dahi sekeliling mata dan mulut lakrimasi dan salivasi

SensorikPengecapan ⅔ depan lidah (rasa manis asam dan asin)

VIII VestibulokoklearisCab Vestibularis Sensorik KeseimbanganCab Koklearis Sensorik Pendengaran

IX GlosofaringeusMotorik

- Faring menelan refleks muntah

- Parotis salivasi

SensorikFaring lidah posterior termasuk rasa pahit

12

X VagusMotorik

Faring Laring menelan refleks muntah fonasi visera abdomen

SensorikFaring Laring refleks muntah visera leher thoraks dan abdomen

XI Asesorius

Motorik

Otot sternokleidomastoideus dan bagian atas dari otot trapezius pergerakan kepala dan bahu

XII Hipoglosus Motorik Gerakan lidah

Secara fungsional PNS dibagi menjadi sistem saraf somatis dan

sistem saraf autonom Sistem saraf somatis terdiri dari saraf campuran

Bagian aferen membawa informasi sensorik yang disadari maupun yang

tidak disadari (misal nyeri suhu raba propriosepsi yang disadari

maupun tidak disadari penglihatan pengecapan pendengaran dan

penciuman) Sedangkan bagian eferen berhubungan dengan otot rangka

tubuh (Price dan Wilson 2005)

Sistem saraf autonom merupakan sistem saraf campuran Serabut

aferennya membawa masukan dari organ viseral (menangani

pengaturan denyut jantung diameter pembuluh darah pernafasan

pencernaan rasa lapar mual pembuangan) Saraf eferen motorik

autonom mempersarafi otot polos otot jantung dan kelenjar viseral

Sistem saraf autonom terutama menangani pengaturan fungsi viseral

dan interaksinya dengan lingkungan internal (Price dan Wilson 2005)

Sistem saraf autonom dibagi menjadi 2 bagian yaitu parasimpatis

(PANS) dan simpatis (SANS) simpatis berfungsi meningkatkan

kecepatan denyut jantung dan pernafasan serta menurunkan aktivitas

saluran cerna Sedangkan parasimpatis berfungsi menurunkan

kecepatan denyut jantung dan pernafasan tetapi meningkatkan

pergerakan saluran cerna sehingga parasimpatis membantu konservasi

dan homeostasis fungsi tubuh (Price dan Wilson 2005)

13

D Biokimia

ATP merupakan satu ndash satunya sumber energi yang didapat langsung

digunakan untuk berbagai aktivitas Di jaringan otot persediaan ATP yang

dapat segera digunakan kembali berjumlah terbatas Terdapat tiga jalur yang

memberikan tambahan ATP sesuai kebutuhan selama kontraksi otot yaitu

transfer fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat ke ADP fosforilasi oksidatif

(siklus asam sitrat dan system transport electron) dan glikolisis (Sherwood

2011)

1 Kreatin Fosfat

Merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal

aktivitas kontraktil Energi yang diberikan berasal dari hidrolisis kreatin

fosfat bersama dengan fosfat dapat diberikan langsung ke ADP untuk

membentuk ATP Reaksi ini yang dikatalisis oleh enzim sel otot kreatin

kinase bersifat reversible

Kreatin fosfat + ADP kreatin + ATP

Sewaktu cadangan energi di otot bertambah peningkatan

konsentrasi ATP mendorong pemindahan gugus fosfat berenergi tinggi

dari ATP untuk membentuk kreatin fosfat Sebaliknya pada permulaan

kontraksi ketika ATPase myosin menguraikan cadangan ATP yang

sekedarnya penurunan ATP yang kemudian terjadi mendorong

pemindahan gugus fosfat berenegi tinggi dari kreatin fosfat simpanan

untuk membentuk lebih banyak ATP (Sherwood 2011)

2 Fosfolirasi Oksidatif

Fosforilasi oksidatif berlangsung didalam mitokondria otot jika

terjadi cukup O2 Oksigen dibutuhkan untuk menunjang rantai transport

electron mitokondria Jalur ini dijalankan oleh glukosa atau asam lemak

bergantung pada intensitas dan durasi aktivitas (Sherwood 2011)

3 Glikolisis

Reaksi reaksi kimiawi pada glikolisis menghasilkan produk ndash

produk yang akhirnya masuk ke dalam jalur fosforilasi oksidatif tetapi

glikolisis juga dapat berlangsung tanpa produk ndash produknya diproses

14

lebih lanjut oleh jalur fosforilasi oksidatif Selama glikolisis satu molekul

glukosa diuraikan menjadi dua molekul asam piruvat menghasilkan dua

molekul ATP dalam prosesnya Asam piruvat dapat diuraikan lebih lanjut

oleh fosforilasi oksidatif untuk mengekstraksi lebih banyak energi

Glikolisis memiliki dua keunggulan dibandingkan jalur fosforilasi

oksidatif yaitu dapat membentuk ATP tanpa O2 (anaerob) dan glikolisis

dapat berlangsung lebih cepat daripada fosforilasi oksidatif (Sherwood

2011)

E Patogenesis

Patogenesis pada sindroma guillain barre (SGB) sampai saat ini masih

belum diketahui dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa

kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme

imunologi

15

Gambar 3 Imunobiologi dari Sindrom Guillain Barre

Diawali dengan infeksi (misalnya C Jejuni) menginduksi respon imun

yang akhirnya mengarah ke sindrom guillain barre Respon imun tergantung

pada faktor bakteri tertentu seperti pada spesifitas dari lipo-oligosakarida

(LOS) dan pada pasien yang terkait host faktor Polimorfisme genetik pada

pasien sebagian mungkin menentukan tingkat keparahan dari sindrom guillain

barre Adanya antibodi terhadap LOS dapat berikatan dan bereaksi dengan

ganglion saraf tertentu dan dapat mengaktifkan komplemen Tingkat

kerusakan saraf tergantung pada beberapa faktor Disfungsi saraf juga

menyebabkan kelemahan dan gangguan sensori (Doorn 2008)

16

F Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala SGB

1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh

2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu atau berbulan-

bulan

3 Kelemahan pada awalnya muncul ditungkai yang kemudian menjalar ke

atas hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan

4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan

5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi

sebelumnya dll

6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf

karena kerusakan mielin

7 Perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)

8 Takikardi

9 Wajah kemerahan diaforesis

10 Kesulitan dalam mengunyah atau menelan

G Patofisiologi

Mekanisme bagaimana infeksi vaksinasi trauma atau faktor lain yang

mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui

dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang

terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi Bukti-bukti

bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf

tepi pada sindroma ini adalah

1 Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell

mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi

2 Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi

3 Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran

pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi

saraf tepi

17

Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas

seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya

Pada SGB gangliosid merupakan target dari antibodi Ikatan antibody

dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin

Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari

system imun belum diketahui tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga

sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh Hal ini

didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid

dari tubuh manusia Campylobacter jejuni bakteri patogen yang menyebabkan

terjadinya diare mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari

gangliosid GM1 Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni kerusakan

terutama terjadi pada degenerasi akson Perubahan pada akson ini

menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1

untuk merespon adanya epitop yang sama Berdasarkan adanya sinyal infeksi

yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya

infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer Terbentuk makrofag di daerah

kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan

penghantaran impuls saraf (Israr 2009)

H Diagnosis

Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis SGB ditandai dengan

timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks

tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami

demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan

motorik perifer (Dewanto 2009)

Beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menegakkan diagnosis

Sindrome Guillain Barre diantaranya

1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh

2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu bahkan

berbulan-bulan

18

3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas

hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan

4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan

5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi

sebelumnya dll

6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf

karena kerusakan myelin

7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan

untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan

menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan

penglihatan kabur (Dewanto 2009)

I Pemeriksaan Penunjang

a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa

darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain

b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada

beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya

meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi

yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan

jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)

c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk

menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien

Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf

sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta

kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya

perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya

konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir

penyakit

d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot

(Dewanto 2009)

19

J Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati

komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya

Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus

dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus

segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan

pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan

adalah

1 Fisioterapi

Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan

kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan

sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka

fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot

(Stoll BJ 2004)

2 Plasma exchange therapy (PE)

Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk

mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian

plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa

perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang

lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling

efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya

gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg

dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange

(Stoll BJ 2004)

3 Imunoglobulin IV

Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat

menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi

autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG

yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T

cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin

intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek

20

sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2

minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5

hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil

yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI

(Stoll BJ 2004)

4 Kortikosteroid

Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat

steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi

digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)

5 Perbaikan komunikasi

Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu

bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk

menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika

tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape

kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi

pasien (Baughman 2000)

6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan

komunitas

Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan

okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase

pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan

kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok

pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)

K Prognosis

Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun

terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik

neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat

hingga 95

21

22

III KESIMPULAN

1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat

ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah

infeksi akut

2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan

tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam

mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis

3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik

secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada

bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka

kesembuhan telah meningkat hingga 95

23

DAFTAR PUSTAKA

Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130

Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC

Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl

GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract

Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]

Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]

Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC

24

Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC

Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC

Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press

Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc

Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing

Page 3: Referat Kelompok 9 Dms - Sgb

2

bagian distal yang berat Sekitar 15 penderita berakhir dengan gejala sisa

berupa defisit neurologi (Miller 2009)

B Tujan

Mengetahui dan mempelajari mengenai Sindroma Guillain-Barre meliputi

definisi fisiologi biokimia patogenesis patofisiologi tanda dan gejala

diagnosis pemeriksaan penunjang penatalaksanaan serta prognosis

3

II TINJAUAN PUSTAKA

A Definisi

Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat

ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah

infeksi akut SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya

paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun

dimana targetnya adalah saraf perifer radiks dan nervus kranialis Beberapa

nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini yaitu Idiopathic

polyneuritis Acute Febrile Polyneuritis Infective Polyneuritis Post Infectious

Polyneuritis Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy

Guillain Barre Strohl Syndrome Landry Ascending paralysis dan Landry

Guillain Barre Syndrome (Japardi 2002)

Sindroma Guillain-Barre (SGB) adalah penyakit neurologis autoimun

yang jarang terjadi di mana sistem kekebalan tubuh menghasilkan antibodi

terhadap saraf sendiri sehingga terjadi kerusakan dari saraf tersebut Sindroma

Guillain-Barre disebut juga Acute Inflammatory Demyelinating

Polyneuropathy yang menyerang radiks saraf baik ventral maupun dorsal yang

bersifat akut dan mengakibatkan kelumpuhan yang gejalanya dimulai dari

tungkai bagian bawah dan meluas sampai tubuh dan otot-otot wajah

(Shoenfeld 2008)

Pada tahun 1859 Landry menerbitkan sebuah laporan pada 10 pasien

dengan kelumpuhan ascending Selanjutnya pada tahun 1916 3 dokter

Perancis (Guillain Barre dan Strohl) menemukan 2 tentara Prancis dengan

kelemahan motor areflexia disosiasi albuminocytological LCS dan

berkurangnya refleks tendon dalam Sindrom ini kemudian diidentifikasi

sebagai sindrom Guillain-Barre (SGB) Secara historis SGB adalah penyakit

tunggal namun pada prakteknya saat ini dapat ditemukan beberapa varian

Tingkat kejadian tahunan adalah 1-2 per 100 000 kasus Sindrom ini dapat

terjadi pada semua usia tetapi yang paling umum adalah antara usia 30 dan

50 SGB adalah penyakit heterogen di mana sekitar dua-pertiga dari pasien

4

melaporkan ada penyakit yang diderita sebelumnya biasanya infeksi seperti

diare atau infeksi saluran pernapasan bagian atas SGB umumnya merupakan

suatu proses immune-mediated yang ditandai oleh disfungsi motorik sensorik

dan otonom (Adam 2005)

Walaupun sindroma ini merupakan penyakit yang sebagian besar dapat

mengalami kesembuhan fungsional yang sempurna tetapi tidak jarang terjadi

kematian karena perjalanan penyakitnya yang akut dan meluas ke bagian atas

tubuh sehingga menimbulkan kegagalan pernafasan Untuk itu pengawasan

yang ketat dan penanganan yang baik pada penderita SGB sangat diperlukan

untuk memperkecil angka kematiannya dan mengurangi gejala sisa defisit

neurologisnya (Adam 2005)

B Anatomi dan histologi

Lokasi anatomi dari target SGB adalah saraf perifer dari system persyarafan

perifer

a Ganglion dorsal merupakan target dari sebuah respon antibody di MFS

b Nodus dari persyarafan merupakan target respon imun di AMAN

c Pada sel Schwan bagian area protein menjadi target dari ikatan antibody

AIDP

d Neurotransmiter junction

5

Histologi

Vesicular Demyelination Guillain-Barre Syndrome

Tampak anah panah dimana vesikuler terjadi demielinisasi yaitu penumpukan

reaksi antibody sehingga terjadi pembentukan myelin yang baru namun fungsinya

abnormal Pada SGB apabila terjadi demielinisasi maka impuls akan berkurang

sehingga terjadi gangguan hantaran biasanya terjadi pada system saraf perifer

Vesicular Demyelination Guillain-Barre Syndrome

C Fisiologi

Sindrom Guillain-Barre (SGB) adalah suatu demielinasi polineuropati

akut dimana dijelaskan sebagai gangguan neuron motorik bagian bawah

dalam saraf perifer (Price dan Wilson 2005) Gambaran utama SGB adalah

paralisis motorik asendens secara primer dengan berbagai gangguan fungsi

sensorik (Price dan Wilson 2005) Sehingga di sini akan dijelaskan mengenai

fisiologi dari sistem saraf itu sendiri

Sistem saraf manusia terdiri dari sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel

penyokong (neuroglia dan sel Schwann) dimana kesemuanya saling erat

berkaitan dan terintegrasi sehingga berfungsi sebagai satu unit (Price dan

Wilson 2005)

6

1 Jaringan Saraf

a Neuron

Neuron adalah sel saraf khusus peka rangsang yang menerima

masukan sensorik atau aferen dari ujung saraf perifer khusus atau dari

organ reseptor sensorik dan menyalurkan masukan motorik atau

eferen ke otot-otot dan kelenjar-kelenjar yaitu organ efektor

Neuron memiliki nukleus yang mengandung gen Setiap neuron

mempunyai badan sel dengan satu beberapa tonjolan atau

perpanjangan yang disebut akson dan dendrit Dendrit adalah tonjolan

yang menghantarkan informasi menuju badan sel Akson adalah

tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan informasi keluar

dari badan sel

Neuron menjalankan proses biokimia dengan menghasilkan energi

(dengan glukosa sebagai sumber energi dan terbatas pada metabolisme

oksidatif) untuk memulihkan dan mempertahankan diri serta membuat

dan melepaskan zat kimia yang disebut neurotransmiter dimana

neurotransmiter disimpan dalam gelembung sinaptik pada ujung akson

dan dilepaskan dari akson terminal melalui eksositosis

Neuron memiliki organel seperti Badan Nissl (terdiri dari

Reticulum Endoplasmik kasar) yang dapat menyintesis protein badan

Golgi yang menyimpan dan memproses protein mitokondria yang

menghasilkan energi dan mikrotubulus yang berperan dalam transpor

intrasel (Price dan Wilson 2005)

7

Gambar 1 Neuron (Price dan Wilson 2005)

b Neuroglia Sel Schwann dan Mielin

Neuroglia merupakan penyokong pelindung dan sumber nutrisi

bagi neuron-neuron otak dan medulla spinalis Neuroglia terdiri dari

mikroglia (fagosit sisa jaringan rusak proses melawan infeksi) sel

ependim (produksi cerebrospinal fluid) astroglia (menyediakan nutrisi

dan mempertahankan potensial bioelektris) dan oligodendroglia

(menghasilkan myelin) Astroglia sel ependim dan oligodendroglia

termasuk dalam makroglia

Sel Schwann merupakan pelindung dan penyokong neuron-neuron

dan tonjolan neuronal di luar sistem saraf pusat (fungsinya untuk

PNS)

Mielin merupakan suatu kompleks protein-lemak yang melapisi

tonjolan saraf yang berfungsi menghalangi aliran ion natrium dan

kalium dalam melintasi membrane neuronal (Price dan Wilson 2005)

2 Sistem Saraf

Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan sistem

saraf tepi (PNS) SSP terdiri dari otak dan medulla spinalis PNS terdiri

dari neuron aferen dan eferen sistem saraf somatis dan neuron sistem saraf

autonom (visceral) (Price dan Wilson 2005)

a Sistem Saraf Pusat (SSP)

1) Otak

Otak merupakan organ yang memiliki fungsi sebagai pusat

integrasi dan koordinasi organ sensorik dan sistem efektor perifer

tubuh serta fungsi sebagai pengatur informasi yang masuk

simpanan pengalaman impuls yang keluar dan tingkah laku (Price

dan Wilson 2005) Pembagian otak

a) Telensefalon

Terdiri dari korteks serebri dan hemisferium serebri

Korteks serebri mempunyai dua area area primer (daerah

dimana terjadi persepsi atau gerakan) dan area asosiasi (daerah

8

untuk integrasi dan peningkatan perilaku dan intelektual)

Dapat pula dibagi menjadi 4 korteks yaitu korteks frontalis

(bertanggungjawab untuk gerakan voluntar) korteks parietalis

(berperan pada kegiatan pemrosesan dan integrasi informasi

sensorik) korteks temporalis (area sensorik reseptif untuk

impuls pendengaran) dan korteks oksipitalis (menerima

informasi penglihatan dan sensasi warna) Hemisferium serebri

merupakan daerah pengendalian sensorik dan motorik

mengurus sisi tubuh yang letaknya kontralateral (Price dan

Wilson 2005)

b) Diensefalon

Diensefalon berfungsi memproses rangsang sensorik dan

membantu memulai atau memodifikasi reaksi tubuh terhadap

rangsangan tersebut (Price dan Wilson 2005)

Talamus merupakan stasiun penghubung dalam otak

sebagai pusat sensasi primitif (dapat merasa nyeri raba getar)

serta berperan dalam integrasi ekspresi motorik (Price dan

Wilson 2005)

Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan

sistem susunan saraf autonom perifer (ekspresi dan tingkah

laku) pengaturan hormon pengaturan cairan tubuh dan

elektrolit suhu tubuh serta lapar dan haus (Price dan Wilson

2005)

Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya

(Price dan Wilson 2005)

Epitalamus berperan pada beberapa dorongan emosi dan

integrasi informasi olfaktorius (Price dan Wilson 2005)

c) Mesensefalon

Mesensefalon terdiri dari bagian posterior yaitu tektum yang

terdiri dari kolikulus superior (berperan dalam refleks dan

koordinasi gerakan penglihatan) dan kolikulus inferior

9

(berperan dalam refleks pendengaran) (Price dan Wilson

2005) Bagian anterior yaitu pedunkulus serebri (terdiri atas

serabut motorik)

Metensefalon terdiri dari pons dan serebelum Pons

merupakan jembatan serabut yang menghubungkan dua

hemisfer hemisferium serebri serta menghubungkan

mesensefalon di sebelah atas dengan medula oblongata di

bawah Serebelum berfungsi sebagai pusat refleks yang

mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot serta

mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk

mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh (Price dan

Wilson 2005)

d) Mielensefalon

terdiri dari medula oblongata Medula oblongata merupakan

pusat refleks yang penting untuk jantung vasokonstriktor

pernafasan bersin batuk menelan salivasi dan muntah (Price

dan Wilson 2005)

b) Medula Spinalis

Medula spinalis merupakan suatu struktur yang memanjang

dari medula oblongata dan terus ke bawah melalui kolumna

vertebralis sampai setinggi vertebra lumbalis pertama (L1) dan

terbagi menjadi 31 segmen yang menjadi tempat asal dari 31

pasang saraf spinal (Price dan Wilson 2005)

10

Gambar 2 Segmen-Segmen Medula Spinalis Beserta Fungsinya (Price dan

Wilson 2005)

b Sistem Saraf Tepi (PNS)

Secara anatomis PNS dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan

12 pasang saraf kranial (Price dan Wilson 2005) Saraf perifer terdiri

dari neuron yang menerima pesan sensorik (aferen) yang menuju ke

SSP atau menerima pesan-pesan neural motorik (eferen) dari SSP atau

keduanya Saraf spinal menghantarkan pesan aferen maupun pesan

eferen Saraf kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan

11

tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina

dimana terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dalam nama

atau angka romawi (Price dan Wilson 2005)

Tabel 1 Saraf Cranial beserta Fungsinya (Price dan Wilson 2005)

Nomor Saraf KranialKomponen

SarafFungsi

I Olfaktorius Sensorik PenciumanII Optikus Sensorik PenglihatanIII Okulomotorius

Motorik

- Mengangkat kelopak mata atas

- Konstriksi pupil- Sebagian besar gerakan

ekstraokularIV Troklearis

MotorikGerakan mata ke bawah dan ke dalam

V Trigeminus

Motorik

Otot temporalis dan maseter (menutup rahang dan mengunyah) gerakan rahang ke lateral

Sensorik

- Kulit wajah dan ⅔ depan kulit kepala mukosa mata mukosa hidung dan rongga mulut lidah serta gigi

- Refleks kornea atau refleks mengedip komponen sensorik dibawa oleh saraf kranial V respons motorik melalui saraf kranial VII

VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateralVII Fasialis

Motorik

Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot dahi sekeliling mata dan mulut lakrimasi dan salivasi

SensorikPengecapan ⅔ depan lidah (rasa manis asam dan asin)

VIII VestibulokoklearisCab Vestibularis Sensorik KeseimbanganCab Koklearis Sensorik Pendengaran

IX GlosofaringeusMotorik

- Faring menelan refleks muntah

- Parotis salivasi

SensorikFaring lidah posterior termasuk rasa pahit

12

X VagusMotorik

Faring Laring menelan refleks muntah fonasi visera abdomen

SensorikFaring Laring refleks muntah visera leher thoraks dan abdomen

XI Asesorius

Motorik

Otot sternokleidomastoideus dan bagian atas dari otot trapezius pergerakan kepala dan bahu

XII Hipoglosus Motorik Gerakan lidah

Secara fungsional PNS dibagi menjadi sistem saraf somatis dan

sistem saraf autonom Sistem saraf somatis terdiri dari saraf campuran

Bagian aferen membawa informasi sensorik yang disadari maupun yang

tidak disadari (misal nyeri suhu raba propriosepsi yang disadari

maupun tidak disadari penglihatan pengecapan pendengaran dan

penciuman) Sedangkan bagian eferen berhubungan dengan otot rangka

tubuh (Price dan Wilson 2005)

Sistem saraf autonom merupakan sistem saraf campuran Serabut

aferennya membawa masukan dari organ viseral (menangani

pengaturan denyut jantung diameter pembuluh darah pernafasan

pencernaan rasa lapar mual pembuangan) Saraf eferen motorik

autonom mempersarafi otot polos otot jantung dan kelenjar viseral

Sistem saraf autonom terutama menangani pengaturan fungsi viseral

dan interaksinya dengan lingkungan internal (Price dan Wilson 2005)

Sistem saraf autonom dibagi menjadi 2 bagian yaitu parasimpatis

(PANS) dan simpatis (SANS) simpatis berfungsi meningkatkan

kecepatan denyut jantung dan pernafasan serta menurunkan aktivitas

saluran cerna Sedangkan parasimpatis berfungsi menurunkan

kecepatan denyut jantung dan pernafasan tetapi meningkatkan

pergerakan saluran cerna sehingga parasimpatis membantu konservasi

dan homeostasis fungsi tubuh (Price dan Wilson 2005)

13

D Biokimia

ATP merupakan satu ndash satunya sumber energi yang didapat langsung

digunakan untuk berbagai aktivitas Di jaringan otot persediaan ATP yang

dapat segera digunakan kembali berjumlah terbatas Terdapat tiga jalur yang

memberikan tambahan ATP sesuai kebutuhan selama kontraksi otot yaitu

transfer fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat ke ADP fosforilasi oksidatif

(siklus asam sitrat dan system transport electron) dan glikolisis (Sherwood

2011)

1 Kreatin Fosfat

Merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal

aktivitas kontraktil Energi yang diberikan berasal dari hidrolisis kreatin

fosfat bersama dengan fosfat dapat diberikan langsung ke ADP untuk

membentuk ATP Reaksi ini yang dikatalisis oleh enzim sel otot kreatin

kinase bersifat reversible

Kreatin fosfat + ADP kreatin + ATP

Sewaktu cadangan energi di otot bertambah peningkatan

konsentrasi ATP mendorong pemindahan gugus fosfat berenergi tinggi

dari ATP untuk membentuk kreatin fosfat Sebaliknya pada permulaan

kontraksi ketika ATPase myosin menguraikan cadangan ATP yang

sekedarnya penurunan ATP yang kemudian terjadi mendorong

pemindahan gugus fosfat berenegi tinggi dari kreatin fosfat simpanan

untuk membentuk lebih banyak ATP (Sherwood 2011)

2 Fosfolirasi Oksidatif

Fosforilasi oksidatif berlangsung didalam mitokondria otot jika

terjadi cukup O2 Oksigen dibutuhkan untuk menunjang rantai transport

electron mitokondria Jalur ini dijalankan oleh glukosa atau asam lemak

bergantung pada intensitas dan durasi aktivitas (Sherwood 2011)

3 Glikolisis

Reaksi reaksi kimiawi pada glikolisis menghasilkan produk ndash

produk yang akhirnya masuk ke dalam jalur fosforilasi oksidatif tetapi

glikolisis juga dapat berlangsung tanpa produk ndash produknya diproses

14

lebih lanjut oleh jalur fosforilasi oksidatif Selama glikolisis satu molekul

glukosa diuraikan menjadi dua molekul asam piruvat menghasilkan dua

molekul ATP dalam prosesnya Asam piruvat dapat diuraikan lebih lanjut

oleh fosforilasi oksidatif untuk mengekstraksi lebih banyak energi

Glikolisis memiliki dua keunggulan dibandingkan jalur fosforilasi

oksidatif yaitu dapat membentuk ATP tanpa O2 (anaerob) dan glikolisis

dapat berlangsung lebih cepat daripada fosforilasi oksidatif (Sherwood

2011)

E Patogenesis

Patogenesis pada sindroma guillain barre (SGB) sampai saat ini masih

belum diketahui dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa

kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme

imunologi

15

Gambar 3 Imunobiologi dari Sindrom Guillain Barre

Diawali dengan infeksi (misalnya C Jejuni) menginduksi respon imun

yang akhirnya mengarah ke sindrom guillain barre Respon imun tergantung

pada faktor bakteri tertentu seperti pada spesifitas dari lipo-oligosakarida

(LOS) dan pada pasien yang terkait host faktor Polimorfisme genetik pada

pasien sebagian mungkin menentukan tingkat keparahan dari sindrom guillain

barre Adanya antibodi terhadap LOS dapat berikatan dan bereaksi dengan

ganglion saraf tertentu dan dapat mengaktifkan komplemen Tingkat

kerusakan saraf tergantung pada beberapa faktor Disfungsi saraf juga

menyebabkan kelemahan dan gangguan sensori (Doorn 2008)

16

F Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala SGB

1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh

2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu atau berbulan-

bulan

3 Kelemahan pada awalnya muncul ditungkai yang kemudian menjalar ke

atas hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan

4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan

5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi

sebelumnya dll

6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf

karena kerusakan mielin

7 Perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)

8 Takikardi

9 Wajah kemerahan diaforesis

10 Kesulitan dalam mengunyah atau menelan

G Patofisiologi

Mekanisme bagaimana infeksi vaksinasi trauma atau faktor lain yang

mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui

dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang

terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi Bukti-bukti

bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf

tepi pada sindroma ini adalah

1 Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell

mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi

2 Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi

3 Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran

pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi

saraf tepi

17

Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas

seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya

Pada SGB gangliosid merupakan target dari antibodi Ikatan antibody

dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin

Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari

system imun belum diketahui tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga

sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh Hal ini

didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid

dari tubuh manusia Campylobacter jejuni bakteri patogen yang menyebabkan

terjadinya diare mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari

gangliosid GM1 Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni kerusakan

terutama terjadi pada degenerasi akson Perubahan pada akson ini

menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1

untuk merespon adanya epitop yang sama Berdasarkan adanya sinyal infeksi

yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya

infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer Terbentuk makrofag di daerah

kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan

penghantaran impuls saraf (Israr 2009)

H Diagnosis

Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis SGB ditandai dengan

timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks

tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami

demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan

motorik perifer (Dewanto 2009)

Beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menegakkan diagnosis

Sindrome Guillain Barre diantaranya

1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh

2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu bahkan

berbulan-bulan

18

3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas

hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan

4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan

5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi

sebelumnya dll

6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf

karena kerusakan myelin

7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan

untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan

menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan

penglihatan kabur (Dewanto 2009)

I Pemeriksaan Penunjang

a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa

darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain

b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada

beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya

meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi

yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan

jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)

c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk

menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien

Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf

sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta

kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya

perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya

konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir

penyakit

d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot

(Dewanto 2009)

19

J Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati

komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya

Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus

dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus

segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan

pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan

adalah

1 Fisioterapi

Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan

kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan

sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka

fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot

(Stoll BJ 2004)

2 Plasma exchange therapy (PE)

Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk

mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian

plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa

perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang

lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling

efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya

gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg

dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange

(Stoll BJ 2004)

3 Imunoglobulin IV

Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat

menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi

autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG

yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T

cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin

intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek

20

sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2

minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5

hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil

yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI

(Stoll BJ 2004)

4 Kortikosteroid

Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat

steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi

digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)

5 Perbaikan komunikasi

Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu

bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk

menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika

tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape

kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi

pasien (Baughman 2000)

6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan

komunitas

Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan

okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase

pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan

kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok

pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)

K Prognosis

Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun

terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik

neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat

hingga 95

21

22

III KESIMPULAN

1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat

ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah

infeksi akut

2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan

tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam

mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis

3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik

secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada

bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka

kesembuhan telah meningkat hingga 95

23

DAFTAR PUSTAKA

Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130

Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC

Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl

GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract

Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]

Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]

Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC

24

Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC

Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC

Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press

Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc

Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing

Page 4: Referat Kelompok 9 Dms - Sgb

3

II TINJAUAN PUSTAKA

A Definisi

Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat

ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah

infeksi akut SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya

paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun

dimana targetnya adalah saraf perifer radiks dan nervus kranialis Beberapa

nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini yaitu Idiopathic

polyneuritis Acute Febrile Polyneuritis Infective Polyneuritis Post Infectious

Polyneuritis Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy

Guillain Barre Strohl Syndrome Landry Ascending paralysis dan Landry

Guillain Barre Syndrome (Japardi 2002)

Sindroma Guillain-Barre (SGB) adalah penyakit neurologis autoimun

yang jarang terjadi di mana sistem kekebalan tubuh menghasilkan antibodi

terhadap saraf sendiri sehingga terjadi kerusakan dari saraf tersebut Sindroma

Guillain-Barre disebut juga Acute Inflammatory Demyelinating

Polyneuropathy yang menyerang radiks saraf baik ventral maupun dorsal yang

bersifat akut dan mengakibatkan kelumpuhan yang gejalanya dimulai dari

tungkai bagian bawah dan meluas sampai tubuh dan otot-otot wajah

(Shoenfeld 2008)

Pada tahun 1859 Landry menerbitkan sebuah laporan pada 10 pasien

dengan kelumpuhan ascending Selanjutnya pada tahun 1916 3 dokter

Perancis (Guillain Barre dan Strohl) menemukan 2 tentara Prancis dengan

kelemahan motor areflexia disosiasi albuminocytological LCS dan

berkurangnya refleks tendon dalam Sindrom ini kemudian diidentifikasi

sebagai sindrom Guillain-Barre (SGB) Secara historis SGB adalah penyakit

tunggal namun pada prakteknya saat ini dapat ditemukan beberapa varian

Tingkat kejadian tahunan adalah 1-2 per 100 000 kasus Sindrom ini dapat

terjadi pada semua usia tetapi yang paling umum adalah antara usia 30 dan

50 SGB adalah penyakit heterogen di mana sekitar dua-pertiga dari pasien

4

melaporkan ada penyakit yang diderita sebelumnya biasanya infeksi seperti

diare atau infeksi saluran pernapasan bagian atas SGB umumnya merupakan

suatu proses immune-mediated yang ditandai oleh disfungsi motorik sensorik

dan otonom (Adam 2005)

Walaupun sindroma ini merupakan penyakit yang sebagian besar dapat

mengalami kesembuhan fungsional yang sempurna tetapi tidak jarang terjadi

kematian karena perjalanan penyakitnya yang akut dan meluas ke bagian atas

tubuh sehingga menimbulkan kegagalan pernafasan Untuk itu pengawasan

yang ketat dan penanganan yang baik pada penderita SGB sangat diperlukan

untuk memperkecil angka kematiannya dan mengurangi gejala sisa defisit

neurologisnya (Adam 2005)

B Anatomi dan histologi

Lokasi anatomi dari target SGB adalah saraf perifer dari system persyarafan

perifer

a Ganglion dorsal merupakan target dari sebuah respon antibody di MFS

b Nodus dari persyarafan merupakan target respon imun di AMAN

c Pada sel Schwan bagian area protein menjadi target dari ikatan antibody

AIDP

d Neurotransmiter junction

5

Histologi

Vesicular Demyelination Guillain-Barre Syndrome

Tampak anah panah dimana vesikuler terjadi demielinisasi yaitu penumpukan

reaksi antibody sehingga terjadi pembentukan myelin yang baru namun fungsinya

abnormal Pada SGB apabila terjadi demielinisasi maka impuls akan berkurang

sehingga terjadi gangguan hantaran biasanya terjadi pada system saraf perifer

Vesicular Demyelination Guillain-Barre Syndrome

C Fisiologi

Sindrom Guillain-Barre (SGB) adalah suatu demielinasi polineuropati

akut dimana dijelaskan sebagai gangguan neuron motorik bagian bawah

dalam saraf perifer (Price dan Wilson 2005) Gambaran utama SGB adalah

paralisis motorik asendens secara primer dengan berbagai gangguan fungsi

sensorik (Price dan Wilson 2005) Sehingga di sini akan dijelaskan mengenai

fisiologi dari sistem saraf itu sendiri

Sistem saraf manusia terdiri dari sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel

penyokong (neuroglia dan sel Schwann) dimana kesemuanya saling erat

berkaitan dan terintegrasi sehingga berfungsi sebagai satu unit (Price dan

Wilson 2005)

6

1 Jaringan Saraf

a Neuron

Neuron adalah sel saraf khusus peka rangsang yang menerima

masukan sensorik atau aferen dari ujung saraf perifer khusus atau dari

organ reseptor sensorik dan menyalurkan masukan motorik atau

eferen ke otot-otot dan kelenjar-kelenjar yaitu organ efektor

Neuron memiliki nukleus yang mengandung gen Setiap neuron

mempunyai badan sel dengan satu beberapa tonjolan atau

perpanjangan yang disebut akson dan dendrit Dendrit adalah tonjolan

yang menghantarkan informasi menuju badan sel Akson adalah

tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan informasi keluar

dari badan sel

Neuron menjalankan proses biokimia dengan menghasilkan energi

(dengan glukosa sebagai sumber energi dan terbatas pada metabolisme

oksidatif) untuk memulihkan dan mempertahankan diri serta membuat

dan melepaskan zat kimia yang disebut neurotransmiter dimana

neurotransmiter disimpan dalam gelembung sinaptik pada ujung akson

dan dilepaskan dari akson terminal melalui eksositosis

Neuron memiliki organel seperti Badan Nissl (terdiri dari

Reticulum Endoplasmik kasar) yang dapat menyintesis protein badan

Golgi yang menyimpan dan memproses protein mitokondria yang

menghasilkan energi dan mikrotubulus yang berperan dalam transpor

intrasel (Price dan Wilson 2005)

7

Gambar 1 Neuron (Price dan Wilson 2005)

b Neuroglia Sel Schwann dan Mielin

Neuroglia merupakan penyokong pelindung dan sumber nutrisi

bagi neuron-neuron otak dan medulla spinalis Neuroglia terdiri dari

mikroglia (fagosit sisa jaringan rusak proses melawan infeksi) sel

ependim (produksi cerebrospinal fluid) astroglia (menyediakan nutrisi

dan mempertahankan potensial bioelektris) dan oligodendroglia

(menghasilkan myelin) Astroglia sel ependim dan oligodendroglia

termasuk dalam makroglia

Sel Schwann merupakan pelindung dan penyokong neuron-neuron

dan tonjolan neuronal di luar sistem saraf pusat (fungsinya untuk

PNS)

Mielin merupakan suatu kompleks protein-lemak yang melapisi

tonjolan saraf yang berfungsi menghalangi aliran ion natrium dan

kalium dalam melintasi membrane neuronal (Price dan Wilson 2005)

2 Sistem Saraf

Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan sistem

saraf tepi (PNS) SSP terdiri dari otak dan medulla spinalis PNS terdiri

dari neuron aferen dan eferen sistem saraf somatis dan neuron sistem saraf

autonom (visceral) (Price dan Wilson 2005)

a Sistem Saraf Pusat (SSP)

1) Otak

Otak merupakan organ yang memiliki fungsi sebagai pusat

integrasi dan koordinasi organ sensorik dan sistem efektor perifer

tubuh serta fungsi sebagai pengatur informasi yang masuk

simpanan pengalaman impuls yang keluar dan tingkah laku (Price

dan Wilson 2005) Pembagian otak

a) Telensefalon

Terdiri dari korteks serebri dan hemisferium serebri

Korteks serebri mempunyai dua area area primer (daerah

dimana terjadi persepsi atau gerakan) dan area asosiasi (daerah

8

untuk integrasi dan peningkatan perilaku dan intelektual)

Dapat pula dibagi menjadi 4 korteks yaitu korteks frontalis

(bertanggungjawab untuk gerakan voluntar) korteks parietalis

(berperan pada kegiatan pemrosesan dan integrasi informasi

sensorik) korteks temporalis (area sensorik reseptif untuk

impuls pendengaran) dan korteks oksipitalis (menerima

informasi penglihatan dan sensasi warna) Hemisferium serebri

merupakan daerah pengendalian sensorik dan motorik

mengurus sisi tubuh yang letaknya kontralateral (Price dan

Wilson 2005)

b) Diensefalon

Diensefalon berfungsi memproses rangsang sensorik dan

membantu memulai atau memodifikasi reaksi tubuh terhadap

rangsangan tersebut (Price dan Wilson 2005)

Talamus merupakan stasiun penghubung dalam otak

sebagai pusat sensasi primitif (dapat merasa nyeri raba getar)

serta berperan dalam integrasi ekspresi motorik (Price dan

Wilson 2005)

Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan

sistem susunan saraf autonom perifer (ekspresi dan tingkah

laku) pengaturan hormon pengaturan cairan tubuh dan

elektrolit suhu tubuh serta lapar dan haus (Price dan Wilson

2005)

Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya

(Price dan Wilson 2005)

Epitalamus berperan pada beberapa dorongan emosi dan

integrasi informasi olfaktorius (Price dan Wilson 2005)

c) Mesensefalon

Mesensefalon terdiri dari bagian posterior yaitu tektum yang

terdiri dari kolikulus superior (berperan dalam refleks dan

koordinasi gerakan penglihatan) dan kolikulus inferior

9

(berperan dalam refleks pendengaran) (Price dan Wilson

2005) Bagian anterior yaitu pedunkulus serebri (terdiri atas

serabut motorik)

Metensefalon terdiri dari pons dan serebelum Pons

merupakan jembatan serabut yang menghubungkan dua

hemisfer hemisferium serebri serta menghubungkan

mesensefalon di sebelah atas dengan medula oblongata di

bawah Serebelum berfungsi sebagai pusat refleks yang

mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot serta

mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk

mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh (Price dan

Wilson 2005)

d) Mielensefalon

terdiri dari medula oblongata Medula oblongata merupakan

pusat refleks yang penting untuk jantung vasokonstriktor

pernafasan bersin batuk menelan salivasi dan muntah (Price

dan Wilson 2005)

b) Medula Spinalis

Medula spinalis merupakan suatu struktur yang memanjang

dari medula oblongata dan terus ke bawah melalui kolumna

vertebralis sampai setinggi vertebra lumbalis pertama (L1) dan

terbagi menjadi 31 segmen yang menjadi tempat asal dari 31

pasang saraf spinal (Price dan Wilson 2005)

10

Gambar 2 Segmen-Segmen Medula Spinalis Beserta Fungsinya (Price dan

Wilson 2005)

b Sistem Saraf Tepi (PNS)

Secara anatomis PNS dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan

12 pasang saraf kranial (Price dan Wilson 2005) Saraf perifer terdiri

dari neuron yang menerima pesan sensorik (aferen) yang menuju ke

SSP atau menerima pesan-pesan neural motorik (eferen) dari SSP atau

keduanya Saraf spinal menghantarkan pesan aferen maupun pesan

eferen Saraf kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan

11

tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina

dimana terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dalam nama

atau angka romawi (Price dan Wilson 2005)

Tabel 1 Saraf Cranial beserta Fungsinya (Price dan Wilson 2005)

Nomor Saraf KranialKomponen

SarafFungsi

I Olfaktorius Sensorik PenciumanII Optikus Sensorik PenglihatanIII Okulomotorius

Motorik

- Mengangkat kelopak mata atas

- Konstriksi pupil- Sebagian besar gerakan

ekstraokularIV Troklearis

MotorikGerakan mata ke bawah dan ke dalam

V Trigeminus

Motorik

Otot temporalis dan maseter (menutup rahang dan mengunyah) gerakan rahang ke lateral

Sensorik

- Kulit wajah dan ⅔ depan kulit kepala mukosa mata mukosa hidung dan rongga mulut lidah serta gigi

- Refleks kornea atau refleks mengedip komponen sensorik dibawa oleh saraf kranial V respons motorik melalui saraf kranial VII

VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateralVII Fasialis

Motorik

Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot dahi sekeliling mata dan mulut lakrimasi dan salivasi

SensorikPengecapan ⅔ depan lidah (rasa manis asam dan asin)

VIII VestibulokoklearisCab Vestibularis Sensorik KeseimbanganCab Koklearis Sensorik Pendengaran

IX GlosofaringeusMotorik

- Faring menelan refleks muntah

- Parotis salivasi

SensorikFaring lidah posterior termasuk rasa pahit

12

X VagusMotorik

Faring Laring menelan refleks muntah fonasi visera abdomen

SensorikFaring Laring refleks muntah visera leher thoraks dan abdomen

XI Asesorius

Motorik

Otot sternokleidomastoideus dan bagian atas dari otot trapezius pergerakan kepala dan bahu

XII Hipoglosus Motorik Gerakan lidah

Secara fungsional PNS dibagi menjadi sistem saraf somatis dan

sistem saraf autonom Sistem saraf somatis terdiri dari saraf campuran

Bagian aferen membawa informasi sensorik yang disadari maupun yang

tidak disadari (misal nyeri suhu raba propriosepsi yang disadari

maupun tidak disadari penglihatan pengecapan pendengaran dan

penciuman) Sedangkan bagian eferen berhubungan dengan otot rangka

tubuh (Price dan Wilson 2005)

Sistem saraf autonom merupakan sistem saraf campuran Serabut

aferennya membawa masukan dari organ viseral (menangani

pengaturan denyut jantung diameter pembuluh darah pernafasan

pencernaan rasa lapar mual pembuangan) Saraf eferen motorik

autonom mempersarafi otot polos otot jantung dan kelenjar viseral

Sistem saraf autonom terutama menangani pengaturan fungsi viseral

dan interaksinya dengan lingkungan internal (Price dan Wilson 2005)

Sistem saraf autonom dibagi menjadi 2 bagian yaitu parasimpatis

(PANS) dan simpatis (SANS) simpatis berfungsi meningkatkan

kecepatan denyut jantung dan pernafasan serta menurunkan aktivitas

saluran cerna Sedangkan parasimpatis berfungsi menurunkan

kecepatan denyut jantung dan pernafasan tetapi meningkatkan

pergerakan saluran cerna sehingga parasimpatis membantu konservasi

dan homeostasis fungsi tubuh (Price dan Wilson 2005)

13

D Biokimia

ATP merupakan satu ndash satunya sumber energi yang didapat langsung

digunakan untuk berbagai aktivitas Di jaringan otot persediaan ATP yang

dapat segera digunakan kembali berjumlah terbatas Terdapat tiga jalur yang

memberikan tambahan ATP sesuai kebutuhan selama kontraksi otot yaitu

transfer fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat ke ADP fosforilasi oksidatif

(siklus asam sitrat dan system transport electron) dan glikolisis (Sherwood

2011)

1 Kreatin Fosfat

Merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal

aktivitas kontraktil Energi yang diberikan berasal dari hidrolisis kreatin

fosfat bersama dengan fosfat dapat diberikan langsung ke ADP untuk

membentuk ATP Reaksi ini yang dikatalisis oleh enzim sel otot kreatin

kinase bersifat reversible

Kreatin fosfat + ADP kreatin + ATP

Sewaktu cadangan energi di otot bertambah peningkatan

konsentrasi ATP mendorong pemindahan gugus fosfat berenergi tinggi

dari ATP untuk membentuk kreatin fosfat Sebaliknya pada permulaan

kontraksi ketika ATPase myosin menguraikan cadangan ATP yang

sekedarnya penurunan ATP yang kemudian terjadi mendorong

pemindahan gugus fosfat berenegi tinggi dari kreatin fosfat simpanan

untuk membentuk lebih banyak ATP (Sherwood 2011)

2 Fosfolirasi Oksidatif

Fosforilasi oksidatif berlangsung didalam mitokondria otot jika

terjadi cukup O2 Oksigen dibutuhkan untuk menunjang rantai transport

electron mitokondria Jalur ini dijalankan oleh glukosa atau asam lemak

bergantung pada intensitas dan durasi aktivitas (Sherwood 2011)

3 Glikolisis

Reaksi reaksi kimiawi pada glikolisis menghasilkan produk ndash

produk yang akhirnya masuk ke dalam jalur fosforilasi oksidatif tetapi

glikolisis juga dapat berlangsung tanpa produk ndash produknya diproses

14

lebih lanjut oleh jalur fosforilasi oksidatif Selama glikolisis satu molekul

glukosa diuraikan menjadi dua molekul asam piruvat menghasilkan dua

molekul ATP dalam prosesnya Asam piruvat dapat diuraikan lebih lanjut

oleh fosforilasi oksidatif untuk mengekstraksi lebih banyak energi

Glikolisis memiliki dua keunggulan dibandingkan jalur fosforilasi

oksidatif yaitu dapat membentuk ATP tanpa O2 (anaerob) dan glikolisis

dapat berlangsung lebih cepat daripada fosforilasi oksidatif (Sherwood

2011)

E Patogenesis

Patogenesis pada sindroma guillain barre (SGB) sampai saat ini masih

belum diketahui dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa

kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme

imunologi

15

Gambar 3 Imunobiologi dari Sindrom Guillain Barre

Diawali dengan infeksi (misalnya C Jejuni) menginduksi respon imun

yang akhirnya mengarah ke sindrom guillain barre Respon imun tergantung

pada faktor bakteri tertentu seperti pada spesifitas dari lipo-oligosakarida

(LOS) dan pada pasien yang terkait host faktor Polimorfisme genetik pada

pasien sebagian mungkin menentukan tingkat keparahan dari sindrom guillain

barre Adanya antibodi terhadap LOS dapat berikatan dan bereaksi dengan

ganglion saraf tertentu dan dapat mengaktifkan komplemen Tingkat

kerusakan saraf tergantung pada beberapa faktor Disfungsi saraf juga

menyebabkan kelemahan dan gangguan sensori (Doorn 2008)

16

F Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala SGB

1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh

2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu atau berbulan-

bulan

3 Kelemahan pada awalnya muncul ditungkai yang kemudian menjalar ke

atas hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan

4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan

5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi

sebelumnya dll

6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf

karena kerusakan mielin

7 Perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)

8 Takikardi

9 Wajah kemerahan diaforesis

10 Kesulitan dalam mengunyah atau menelan

G Patofisiologi

Mekanisme bagaimana infeksi vaksinasi trauma atau faktor lain yang

mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui

dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang

terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi Bukti-bukti

bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf

tepi pada sindroma ini adalah

1 Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell

mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi

2 Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi

3 Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran

pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi

saraf tepi

17

Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas

seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya

Pada SGB gangliosid merupakan target dari antibodi Ikatan antibody

dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin

Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari

system imun belum diketahui tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga

sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh Hal ini

didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid

dari tubuh manusia Campylobacter jejuni bakteri patogen yang menyebabkan

terjadinya diare mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari

gangliosid GM1 Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni kerusakan

terutama terjadi pada degenerasi akson Perubahan pada akson ini

menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1

untuk merespon adanya epitop yang sama Berdasarkan adanya sinyal infeksi

yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya

infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer Terbentuk makrofag di daerah

kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan

penghantaran impuls saraf (Israr 2009)

H Diagnosis

Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis SGB ditandai dengan

timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks

tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami

demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan

motorik perifer (Dewanto 2009)

Beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menegakkan diagnosis

Sindrome Guillain Barre diantaranya

1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh

2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu bahkan

berbulan-bulan

18

3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas

hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan

4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan

5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi

sebelumnya dll

6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf

karena kerusakan myelin

7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan

untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan

menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan

penglihatan kabur (Dewanto 2009)

I Pemeriksaan Penunjang

a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa

darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain

b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada

beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya

meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi

yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan

jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)

c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk

menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien

Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf

sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta

kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya

perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya

konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir

penyakit

d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot

(Dewanto 2009)

19

J Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati

komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya

Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus

dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus

segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan

pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan

adalah

1 Fisioterapi

Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan

kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan

sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka

fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot

(Stoll BJ 2004)

2 Plasma exchange therapy (PE)

Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk

mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian

plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa

perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang

lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling

efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya

gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg

dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange

(Stoll BJ 2004)

3 Imunoglobulin IV

Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat

menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi

autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG

yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T

cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin

intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek

20

sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2

minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5

hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil

yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI

(Stoll BJ 2004)

4 Kortikosteroid

Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat

steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi

digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)

5 Perbaikan komunikasi

Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu

bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk

menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika

tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape

kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi

pasien (Baughman 2000)

6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan

komunitas

Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan

okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase

pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan

kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok

pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)

K Prognosis

Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun

terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik

neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat

hingga 95

21

22

III KESIMPULAN

1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat

ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah

infeksi akut

2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan

tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam

mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis

3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik

secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada

bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka

kesembuhan telah meningkat hingga 95

23

DAFTAR PUSTAKA

Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130

Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC

Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl

GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract

Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]

Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]

Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC

24

Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC

Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC

Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press

Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc

Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing

Page 5: Referat Kelompok 9 Dms - Sgb

4

melaporkan ada penyakit yang diderita sebelumnya biasanya infeksi seperti

diare atau infeksi saluran pernapasan bagian atas SGB umumnya merupakan

suatu proses immune-mediated yang ditandai oleh disfungsi motorik sensorik

dan otonom (Adam 2005)

Walaupun sindroma ini merupakan penyakit yang sebagian besar dapat

mengalami kesembuhan fungsional yang sempurna tetapi tidak jarang terjadi

kematian karena perjalanan penyakitnya yang akut dan meluas ke bagian atas

tubuh sehingga menimbulkan kegagalan pernafasan Untuk itu pengawasan

yang ketat dan penanganan yang baik pada penderita SGB sangat diperlukan

untuk memperkecil angka kematiannya dan mengurangi gejala sisa defisit

neurologisnya (Adam 2005)

B Anatomi dan histologi

Lokasi anatomi dari target SGB adalah saraf perifer dari system persyarafan

perifer

a Ganglion dorsal merupakan target dari sebuah respon antibody di MFS

b Nodus dari persyarafan merupakan target respon imun di AMAN

c Pada sel Schwan bagian area protein menjadi target dari ikatan antibody

AIDP

d Neurotransmiter junction

5

Histologi

Vesicular Demyelination Guillain-Barre Syndrome

Tampak anah panah dimana vesikuler terjadi demielinisasi yaitu penumpukan

reaksi antibody sehingga terjadi pembentukan myelin yang baru namun fungsinya

abnormal Pada SGB apabila terjadi demielinisasi maka impuls akan berkurang

sehingga terjadi gangguan hantaran biasanya terjadi pada system saraf perifer

Vesicular Demyelination Guillain-Barre Syndrome

C Fisiologi

Sindrom Guillain-Barre (SGB) adalah suatu demielinasi polineuropati

akut dimana dijelaskan sebagai gangguan neuron motorik bagian bawah

dalam saraf perifer (Price dan Wilson 2005) Gambaran utama SGB adalah

paralisis motorik asendens secara primer dengan berbagai gangguan fungsi

sensorik (Price dan Wilson 2005) Sehingga di sini akan dijelaskan mengenai

fisiologi dari sistem saraf itu sendiri

Sistem saraf manusia terdiri dari sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel

penyokong (neuroglia dan sel Schwann) dimana kesemuanya saling erat

berkaitan dan terintegrasi sehingga berfungsi sebagai satu unit (Price dan

Wilson 2005)

6

1 Jaringan Saraf

a Neuron

Neuron adalah sel saraf khusus peka rangsang yang menerima

masukan sensorik atau aferen dari ujung saraf perifer khusus atau dari

organ reseptor sensorik dan menyalurkan masukan motorik atau

eferen ke otot-otot dan kelenjar-kelenjar yaitu organ efektor

Neuron memiliki nukleus yang mengandung gen Setiap neuron

mempunyai badan sel dengan satu beberapa tonjolan atau

perpanjangan yang disebut akson dan dendrit Dendrit adalah tonjolan

yang menghantarkan informasi menuju badan sel Akson adalah

tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan informasi keluar

dari badan sel

Neuron menjalankan proses biokimia dengan menghasilkan energi

(dengan glukosa sebagai sumber energi dan terbatas pada metabolisme

oksidatif) untuk memulihkan dan mempertahankan diri serta membuat

dan melepaskan zat kimia yang disebut neurotransmiter dimana

neurotransmiter disimpan dalam gelembung sinaptik pada ujung akson

dan dilepaskan dari akson terminal melalui eksositosis

Neuron memiliki organel seperti Badan Nissl (terdiri dari

Reticulum Endoplasmik kasar) yang dapat menyintesis protein badan

Golgi yang menyimpan dan memproses protein mitokondria yang

menghasilkan energi dan mikrotubulus yang berperan dalam transpor

intrasel (Price dan Wilson 2005)

7

Gambar 1 Neuron (Price dan Wilson 2005)

b Neuroglia Sel Schwann dan Mielin

Neuroglia merupakan penyokong pelindung dan sumber nutrisi

bagi neuron-neuron otak dan medulla spinalis Neuroglia terdiri dari

mikroglia (fagosit sisa jaringan rusak proses melawan infeksi) sel

ependim (produksi cerebrospinal fluid) astroglia (menyediakan nutrisi

dan mempertahankan potensial bioelektris) dan oligodendroglia

(menghasilkan myelin) Astroglia sel ependim dan oligodendroglia

termasuk dalam makroglia

Sel Schwann merupakan pelindung dan penyokong neuron-neuron

dan tonjolan neuronal di luar sistem saraf pusat (fungsinya untuk

PNS)

Mielin merupakan suatu kompleks protein-lemak yang melapisi

tonjolan saraf yang berfungsi menghalangi aliran ion natrium dan

kalium dalam melintasi membrane neuronal (Price dan Wilson 2005)

2 Sistem Saraf

Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan sistem

saraf tepi (PNS) SSP terdiri dari otak dan medulla spinalis PNS terdiri

dari neuron aferen dan eferen sistem saraf somatis dan neuron sistem saraf

autonom (visceral) (Price dan Wilson 2005)

a Sistem Saraf Pusat (SSP)

1) Otak

Otak merupakan organ yang memiliki fungsi sebagai pusat

integrasi dan koordinasi organ sensorik dan sistem efektor perifer

tubuh serta fungsi sebagai pengatur informasi yang masuk

simpanan pengalaman impuls yang keluar dan tingkah laku (Price

dan Wilson 2005) Pembagian otak

a) Telensefalon

Terdiri dari korteks serebri dan hemisferium serebri

Korteks serebri mempunyai dua area area primer (daerah

dimana terjadi persepsi atau gerakan) dan area asosiasi (daerah

8

untuk integrasi dan peningkatan perilaku dan intelektual)

Dapat pula dibagi menjadi 4 korteks yaitu korteks frontalis

(bertanggungjawab untuk gerakan voluntar) korteks parietalis

(berperan pada kegiatan pemrosesan dan integrasi informasi

sensorik) korteks temporalis (area sensorik reseptif untuk

impuls pendengaran) dan korteks oksipitalis (menerima

informasi penglihatan dan sensasi warna) Hemisferium serebri

merupakan daerah pengendalian sensorik dan motorik

mengurus sisi tubuh yang letaknya kontralateral (Price dan

Wilson 2005)

b) Diensefalon

Diensefalon berfungsi memproses rangsang sensorik dan

membantu memulai atau memodifikasi reaksi tubuh terhadap

rangsangan tersebut (Price dan Wilson 2005)

Talamus merupakan stasiun penghubung dalam otak

sebagai pusat sensasi primitif (dapat merasa nyeri raba getar)

serta berperan dalam integrasi ekspresi motorik (Price dan

Wilson 2005)

Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan

sistem susunan saraf autonom perifer (ekspresi dan tingkah

laku) pengaturan hormon pengaturan cairan tubuh dan

elektrolit suhu tubuh serta lapar dan haus (Price dan Wilson

2005)

Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya

(Price dan Wilson 2005)

Epitalamus berperan pada beberapa dorongan emosi dan

integrasi informasi olfaktorius (Price dan Wilson 2005)

c) Mesensefalon

Mesensefalon terdiri dari bagian posterior yaitu tektum yang

terdiri dari kolikulus superior (berperan dalam refleks dan

koordinasi gerakan penglihatan) dan kolikulus inferior

9

(berperan dalam refleks pendengaran) (Price dan Wilson

2005) Bagian anterior yaitu pedunkulus serebri (terdiri atas

serabut motorik)

Metensefalon terdiri dari pons dan serebelum Pons

merupakan jembatan serabut yang menghubungkan dua

hemisfer hemisferium serebri serta menghubungkan

mesensefalon di sebelah atas dengan medula oblongata di

bawah Serebelum berfungsi sebagai pusat refleks yang

mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot serta

mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk

mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh (Price dan

Wilson 2005)

d) Mielensefalon

terdiri dari medula oblongata Medula oblongata merupakan

pusat refleks yang penting untuk jantung vasokonstriktor

pernafasan bersin batuk menelan salivasi dan muntah (Price

dan Wilson 2005)

b) Medula Spinalis

Medula spinalis merupakan suatu struktur yang memanjang

dari medula oblongata dan terus ke bawah melalui kolumna

vertebralis sampai setinggi vertebra lumbalis pertama (L1) dan

terbagi menjadi 31 segmen yang menjadi tempat asal dari 31

pasang saraf spinal (Price dan Wilson 2005)

10

Gambar 2 Segmen-Segmen Medula Spinalis Beserta Fungsinya (Price dan

Wilson 2005)

b Sistem Saraf Tepi (PNS)

Secara anatomis PNS dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan

12 pasang saraf kranial (Price dan Wilson 2005) Saraf perifer terdiri

dari neuron yang menerima pesan sensorik (aferen) yang menuju ke

SSP atau menerima pesan-pesan neural motorik (eferen) dari SSP atau

keduanya Saraf spinal menghantarkan pesan aferen maupun pesan

eferen Saraf kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan

11

tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina

dimana terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dalam nama

atau angka romawi (Price dan Wilson 2005)

Tabel 1 Saraf Cranial beserta Fungsinya (Price dan Wilson 2005)

Nomor Saraf KranialKomponen

SarafFungsi

I Olfaktorius Sensorik PenciumanII Optikus Sensorik PenglihatanIII Okulomotorius

Motorik

- Mengangkat kelopak mata atas

- Konstriksi pupil- Sebagian besar gerakan

ekstraokularIV Troklearis

MotorikGerakan mata ke bawah dan ke dalam

V Trigeminus

Motorik

Otot temporalis dan maseter (menutup rahang dan mengunyah) gerakan rahang ke lateral

Sensorik

- Kulit wajah dan ⅔ depan kulit kepala mukosa mata mukosa hidung dan rongga mulut lidah serta gigi

- Refleks kornea atau refleks mengedip komponen sensorik dibawa oleh saraf kranial V respons motorik melalui saraf kranial VII

VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateralVII Fasialis

Motorik

Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot dahi sekeliling mata dan mulut lakrimasi dan salivasi

SensorikPengecapan ⅔ depan lidah (rasa manis asam dan asin)

VIII VestibulokoklearisCab Vestibularis Sensorik KeseimbanganCab Koklearis Sensorik Pendengaran

IX GlosofaringeusMotorik

- Faring menelan refleks muntah

- Parotis salivasi

SensorikFaring lidah posterior termasuk rasa pahit

12

X VagusMotorik

Faring Laring menelan refleks muntah fonasi visera abdomen

SensorikFaring Laring refleks muntah visera leher thoraks dan abdomen

XI Asesorius

Motorik

Otot sternokleidomastoideus dan bagian atas dari otot trapezius pergerakan kepala dan bahu

XII Hipoglosus Motorik Gerakan lidah

Secara fungsional PNS dibagi menjadi sistem saraf somatis dan

sistem saraf autonom Sistem saraf somatis terdiri dari saraf campuran

Bagian aferen membawa informasi sensorik yang disadari maupun yang

tidak disadari (misal nyeri suhu raba propriosepsi yang disadari

maupun tidak disadari penglihatan pengecapan pendengaran dan

penciuman) Sedangkan bagian eferen berhubungan dengan otot rangka

tubuh (Price dan Wilson 2005)

Sistem saraf autonom merupakan sistem saraf campuran Serabut

aferennya membawa masukan dari organ viseral (menangani

pengaturan denyut jantung diameter pembuluh darah pernafasan

pencernaan rasa lapar mual pembuangan) Saraf eferen motorik

autonom mempersarafi otot polos otot jantung dan kelenjar viseral

Sistem saraf autonom terutama menangani pengaturan fungsi viseral

dan interaksinya dengan lingkungan internal (Price dan Wilson 2005)

Sistem saraf autonom dibagi menjadi 2 bagian yaitu parasimpatis

(PANS) dan simpatis (SANS) simpatis berfungsi meningkatkan

kecepatan denyut jantung dan pernafasan serta menurunkan aktivitas

saluran cerna Sedangkan parasimpatis berfungsi menurunkan

kecepatan denyut jantung dan pernafasan tetapi meningkatkan

pergerakan saluran cerna sehingga parasimpatis membantu konservasi

dan homeostasis fungsi tubuh (Price dan Wilson 2005)

13

D Biokimia

ATP merupakan satu ndash satunya sumber energi yang didapat langsung

digunakan untuk berbagai aktivitas Di jaringan otot persediaan ATP yang

dapat segera digunakan kembali berjumlah terbatas Terdapat tiga jalur yang

memberikan tambahan ATP sesuai kebutuhan selama kontraksi otot yaitu

transfer fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat ke ADP fosforilasi oksidatif

(siklus asam sitrat dan system transport electron) dan glikolisis (Sherwood

2011)

1 Kreatin Fosfat

Merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal

aktivitas kontraktil Energi yang diberikan berasal dari hidrolisis kreatin

fosfat bersama dengan fosfat dapat diberikan langsung ke ADP untuk

membentuk ATP Reaksi ini yang dikatalisis oleh enzim sel otot kreatin

kinase bersifat reversible

Kreatin fosfat + ADP kreatin + ATP

Sewaktu cadangan energi di otot bertambah peningkatan

konsentrasi ATP mendorong pemindahan gugus fosfat berenergi tinggi

dari ATP untuk membentuk kreatin fosfat Sebaliknya pada permulaan

kontraksi ketika ATPase myosin menguraikan cadangan ATP yang

sekedarnya penurunan ATP yang kemudian terjadi mendorong

pemindahan gugus fosfat berenegi tinggi dari kreatin fosfat simpanan

untuk membentuk lebih banyak ATP (Sherwood 2011)

2 Fosfolirasi Oksidatif

Fosforilasi oksidatif berlangsung didalam mitokondria otot jika

terjadi cukup O2 Oksigen dibutuhkan untuk menunjang rantai transport

electron mitokondria Jalur ini dijalankan oleh glukosa atau asam lemak

bergantung pada intensitas dan durasi aktivitas (Sherwood 2011)

3 Glikolisis

Reaksi reaksi kimiawi pada glikolisis menghasilkan produk ndash

produk yang akhirnya masuk ke dalam jalur fosforilasi oksidatif tetapi

glikolisis juga dapat berlangsung tanpa produk ndash produknya diproses

14

lebih lanjut oleh jalur fosforilasi oksidatif Selama glikolisis satu molekul

glukosa diuraikan menjadi dua molekul asam piruvat menghasilkan dua

molekul ATP dalam prosesnya Asam piruvat dapat diuraikan lebih lanjut

oleh fosforilasi oksidatif untuk mengekstraksi lebih banyak energi

Glikolisis memiliki dua keunggulan dibandingkan jalur fosforilasi

oksidatif yaitu dapat membentuk ATP tanpa O2 (anaerob) dan glikolisis

dapat berlangsung lebih cepat daripada fosforilasi oksidatif (Sherwood

2011)

E Patogenesis

Patogenesis pada sindroma guillain barre (SGB) sampai saat ini masih

belum diketahui dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa

kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme

imunologi

15

Gambar 3 Imunobiologi dari Sindrom Guillain Barre

Diawali dengan infeksi (misalnya C Jejuni) menginduksi respon imun

yang akhirnya mengarah ke sindrom guillain barre Respon imun tergantung

pada faktor bakteri tertentu seperti pada spesifitas dari lipo-oligosakarida

(LOS) dan pada pasien yang terkait host faktor Polimorfisme genetik pada

pasien sebagian mungkin menentukan tingkat keparahan dari sindrom guillain

barre Adanya antibodi terhadap LOS dapat berikatan dan bereaksi dengan

ganglion saraf tertentu dan dapat mengaktifkan komplemen Tingkat

kerusakan saraf tergantung pada beberapa faktor Disfungsi saraf juga

menyebabkan kelemahan dan gangguan sensori (Doorn 2008)

16

F Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala SGB

1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh

2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu atau berbulan-

bulan

3 Kelemahan pada awalnya muncul ditungkai yang kemudian menjalar ke

atas hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan

4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan

5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi

sebelumnya dll

6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf

karena kerusakan mielin

7 Perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)

8 Takikardi

9 Wajah kemerahan diaforesis

10 Kesulitan dalam mengunyah atau menelan

G Patofisiologi

Mekanisme bagaimana infeksi vaksinasi trauma atau faktor lain yang

mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui

dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang

terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi Bukti-bukti

bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf

tepi pada sindroma ini adalah

1 Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell

mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi

2 Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi

3 Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran

pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi

saraf tepi

17

Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas

seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya

Pada SGB gangliosid merupakan target dari antibodi Ikatan antibody

dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin

Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari

system imun belum diketahui tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga

sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh Hal ini

didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid

dari tubuh manusia Campylobacter jejuni bakteri patogen yang menyebabkan

terjadinya diare mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari

gangliosid GM1 Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni kerusakan

terutama terjadi pada degenerasi akson Perubahan pada akson ini

menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1

untuk merespon adanya epitop yang sama Berdasarkan adanya sinyal infeksi

yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya

infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer Terbentuk makrofag di daerah

kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan

penghantaran impuls saraf (Israr 2009)

H Diagnosis

Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis SGB ditandai dengan

timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks

tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami

demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan

motorik perifer (Dewanto 2009)

Beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menegakkan diagnosis

Sindrome Guillain Barre diantaranya

1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh

2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu bahkan

berbulan-bulan

18

3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas

hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan

4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan

5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi

sebelumnya dll

6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf

karena kerusakan myelin

7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan

untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan

menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan

penglihatan kabur (Dewanto 2009)

I Pemeriksaan Penunjang

a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa

darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain

b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada

beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya

meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi

yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan

jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)

c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk

menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien

Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf

sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta

kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya

perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya

konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir

penyakit

d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot

(Dewanto 2009)

19

J Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati

komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya

Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus

dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus

segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan

pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan

adalah

1 Fisioterapi

Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan

kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan

sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka

fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot

(Stoll BJ 2004)

2 Plasma exchange therapy (PE)

Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk

mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian

plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa

perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang

lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling

efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya

gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg

dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange

(Stoll BJ 2004)

3 Imunoglobulin IV

Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat

menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi

autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG

yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T

cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin

intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek

20

sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2

minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5

hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil

yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI

(Stoll BJ 2004)

4 Kortikosteroid

Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat

steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi

digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)

5 Perbaikan komunikasi

Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu

bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk

menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika

tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape

kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi

pasien (Baughman 2000)

6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan

komunitas

Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan

okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase

pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan

kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok

pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)

K Prognosis

Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun

terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik

neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat

hingga 95

21

22

III KESIMPULAN

1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat

ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah

infeksi akut

2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan

tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam

mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis

3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik

secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada

bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka

kesembuhan telah meningkat hingga 95

23

DAFTAR PUSTAKA

Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130

Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC

Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl

GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract

Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]

Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]

Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC

24

Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC

Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC

Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press

Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc

Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing

Page 6: Referat Kelompok 9 Dms - Sgb

5

Histologi

Vesicular Demyelination Guillain-Barre Syndrome

Tampak anah panah dimana vesikuler terjadi demielinisasi yaitu penumpukan

reaksi antibody sehingga terjadi pembentukan myelin yang baru namun fungsinya

abnormal Pada SGB apabila terjadi demielinisasi maka impuls akan berkurang

sehingga terjadi gangguan hantaran biasanya terjadi pada system saraf perifer

Vesicular Demyelination Guillain-Barre Syndrome

C Fisiologi

Sindrom Guillain-Barre (SGB) adalah suatu demielinasi polineuropati

akut dimana dijelaskan sebagai gangguan neuron motorik bagian bawah

dalam saraf perifer (Price dan Wilson 2005) Gambaran utama SGB adalah

paralisis motorik asendens secara primer dengan berbagai gangguan fungsi

sensorik (Price dan Wilson 2005) Sehingga di sini akan dijelaskan mengenai

fisiologi dari sistem saraf itu sendiri

Sistem saraf manusia terdiri dari sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel

penyokong (neuroglia dan sel Schwann) dimana kesemuanya saling erat

berkaitan dan terintegrasi sehingga berfungsi sebagai satu unit (Price dan

Wilson 2005)

6

1 Jaringan Saraf

a Neuron

Neuron adalah sel saraf khusus peka rangsang yang menerima

masukan sensorik atau aferen dari ujung saraf perifer khusus atau dari

organ reseptor sensorik dan menyalurkan masukan motorik atau

eferen ke otot-otot dan kelenjar-kelenjar yaitu organ efektor

Neuron memiliki nukleus yang mengandung gen Setiap neuron

mempunyai badan sel dengan satu beberapa tonjolan atau

perpanjangan yang disebut akson dan dendrit Dendrit adalah tonjolan

yang menghantarkan informasi menuju badan sel Akson adalah

tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan informasi keluar

dari badan sel

Neuron menjalankan proses biokimia dengan menghasilkan energi

(dengan glukosa sebagai sumber energi dan terbatas pada metabolisme

oksidatif) untuk memulihkan dan mempertahankan diri serta membuat

dan melepaskan zat kimia yang disebut neurotransmiter dimana

neurotransmiter disimpan dalam gelembung sinaptik pada ujung akson

dan dilepaskan dari akson terminal melalui eksositosis

Neuron memiliki organel seperti Badan Nissl (terdiri dari

Reticulum Endoplasmik kasar) yang dapat menyintesis protein badan

Golgi yang menyimpan dan memproses protein mitokondria yang

menghasilkan energi dan mikrotubulus yang berperan dalam transpor

intrasel (Price dan Wilson 2005)

7

Gambar 1 Neuron (Price dan Wilson 2005)

b Neuroglia Sel Schwann dan Mielin

Neuroglia merupakan penyokong pelindung dan sumber nutrisi

bagi neuron-neuron otak dan medulla spinalis Neuroglia terdiri dari

mikroglia (fagosit sisa jaringan rusak proses melawan infeksi) sel

ependim (produksi cerebrospinal fluid) astroglia (menyediakan nutrisi

dan mempertahankan potensial bioelektris) dan oligodendroglia

(menghasilkan myelin) Astroglia sel ependim dan oligodendroglia

termasuk dalam makroglia

Sel Schwann merupakan pelindung dan penyokong neuron-neuron

dan tonjolan neuronal di luar sistem saraf pusat (fungsinya untuk

PNS)

Mielin merupakan suatu kompleks protein-lemak yang melapisi

tonjolan saraf yang berfungsi menghalangi aliran ion natrium dan

kalium dalam melintasi membrane neuronal (Price dan Wilson 2005)

2 Sistem Saraf

Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan sistem

saraf tepi (PNS) SSP terdiri dari otak dan medulla spinalis PNS terdiri

dari neuron aferen dan eferen sistem saraf somatis dan neuron sistem saraf

autonom (visceral) (Price dan Wilson 2005)

a Sistem Saraf Pusat (SSP)

1) Otak

Otak merupakan organ yang memiliki fungsi sebagai pusat

integrasi dan koordinasi organ sensorik dan sistem efektor perifer

tubuh serta fungsi sebagai pengatur informasi yang masuk

simpanan pengalaman impuls yang keluar dan tingkah laku (Price

dan Wilson 2005) Pembagian otak

a) Telensefalon

Terdiri dari korteks serebri dan hemisferium serebri

Korteks serebri mempunyai dua area area primer (daerah

dimana terjadi persepsi atau gerakan) dan area asosiasi (daerah

8

untuk integrasi dan peningkatan perilaku dan intelektual)

Dapat pula dibagi menjadi 4 korteks yaitu korteks frontalis

(bertanggungjawab untuk gerakan voluntar) korteks parietalis

(berperan pada kegiatan pemrosesan dan integrasi informasi

sensorik) korteks temporalis (area sensorik reseptif untuk

impuls pendengaran) dan korteks oksipitalis (menerima

informasi penglihatan dan sensasi warna) Hemisferium serebri

merupakan daerah pengendalian sensorik dan motorik

mengurus sisi tubuh yang letaknya kontralateral (Price dan

Wilson 2005)

b) Diensefalon

Diensefalon berfungsi memproses rangsang sensorik dan

membantu memulai atau memodifikasi reaksi tubuh terhadap

rangsangan tersebut (Price dan Wilson 2005)

Talamus merupakan stasiun penghubung dalam otak

sebagai pusat sensasi primitif (dapat merasa nyeri raba getar)

serta berperan dalam integrasi ekspresi motorik (Price dan

Wilson 2005)

Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan

sistem susunan saraf autonom perifer (ekspresi dan tingkah

laku) pengaturan hormon pengaturan cairan tubuh dan

elektrolit suhu tubuh serta lapar dan haus (Price dan Wilson

2005)

Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya

(Price dan Wilson 2005)

Epitalamus berperan pada beberapa dorongan emosi dan

integrasi informasi olfaktorius (Price dan Wilson 2005)

c) Mesensefalon

Mesensefalon terdiri dari bagian posterior yaitu tektum yang

terdiri dari kolikulus superior (berperan dalam refleks dan

koordinasi gerakan penglihatan) dan kolikulus inferior

9

(berperan dalam refleks pendengaran) (Price dan Wilson

2005) Bagian anterior yaitu pedunkulus serebri (terdiri atas

serabut motorik)

Metensefalon terdiri dari pons dan serebelum Pons

merupakan jembatan serabut yang menghubungkan dua

hemisfer hemisferium serebri serta menghubungkan

mesensefalon di sebelah atas dengan medula oblongata di

bawah Serebelum berfungsi sebagai pusat refleks yang

mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot serta

mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk

mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh (Price dan

Wilson 2005)

d) Mielensefalon

terdiri dari medula oblongata Medula oblongata merupakan

pusat refleks yang penting untuk jantung vasokonstriktor

pernafasan bersin batuk menelan salivasi dan muntah (Price

dan Wilson 2005)

b) Medula Spinalis

Medula spinalis merupakan suatu struktur yang memanjang

dari medula oblongata dan terus ke bawah melalui kolumna

vertebralis sampai setinggi vertebra lumbalis pertama (L1) dan

terbagi menjadi 31 segmen yang menjadi tempat asal dari 31

pasang saraf spinal (Price dan Wilson 2005)

10

Gambar 2 Segmen-Segmen Medula Spinalis Beserta Fungsinya (Price dan

Wilson 2005)

b Sistem Saraf Tepi (PNS)

Secara anatomis PNS dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan

12 pasang saraf kranial (Price dan Wilson 2005) Saraf perifer terdiri

dari neuron yang menerima pesan sensorik (aferen) yang menuju ke

SSP atau menerima pesan-pesan neural motorik (eferen) dari SSP atau

keduanya Saraf spinal menghantarkan pesan aferen maupun pesan

eferen Saraf kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan

11

tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina

dimana terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dalam nama

atau angka romawi (Price dan Wilson 2005)

Tabel 1 Saraf Cranial beserta Fungsinya (Price dan Wilson 2005)

Nomor Saraf KranialKomponen

SarafFungsi

I Olfaktorius Sensorik PenciumanII Optikus Sensorik PenglihatanIII Okulomotorius

Motorik

- Mengangkat kelopak mata atas

- Konstriksi pupil- Sebagian besar gerakan

ekstraokularIV Troklearis

MotorikGerakan mata ke bawah dan ke dalam

V Trigeminus

Motorik

Otot temporalis dan maseter (menutup rahang dan mengunyah) gerakan rahang ke lateral

Sensorik

- Kulit wajah dan ⅔ depan kulit kepala mukosa mata mukosa hidung dan rongga mulut lidah serta gigi

- Refleks kornea atau refleks mengedip komponen sensorik dibawa oleh saraf kranial V respons motorik melalui saraf kranial VII

VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateralVII Fasialis

Motorik

Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot dahi sekeliling mata dan mulut lakrimasi dan salivasi

SensorikPengecapan ⅔ depan lidah (rasa manis asam dan asin)

VIII VestibulokoklearisCab Vestibularis Sensorik KeseimbanganCab Koklearis Sensorik Pendengaran

IX GlosofaringeusMotorik

- Faring menelan refleks muntah

- Parotis salivasi

SensorikFaring lidah posterior termasuk rasa pahit

12

X VagusMotorik

Faring Laring menelan refleks muntah fonasi visera abdomen

SensorikFaring Laring refleks muntah visera leher thoraks dan abdomen

XI Asesorius

Motorik

Otot sternokleidomastoideus dan bagian atas dari otot trapezius pergerakan kepala dan bahu

XII Hipoglosus Motorik Gerakan lidah

Secara fungsional PNS dibagi menjadi sistem saraf somatis dan

sistem saraf autonom Sistem saraf somatis terdiri dari saraf campuran

Bagian aferen membawa informasi sensorik yang disadari maupun yang

tidak disadari (misal nyeri suhu raba propriosepsi yang disadari

maupun tidak disadari penglihatan pengecapan pendengaran dan

penciuman) Sedangkan bagian eferen berhubungan dengan otot rangka

tubuh (Price dan Wilson 2005)

Sistem saraf autonom merupakan sistem saraf campuran Serabut

aferennya membawa masukan dari organ viseral (menangani

pengaturan denyut jantung diameter pembuluh darah pernafasan

pencernaan rasa lapar mual pembuangan) Saraf eferen motorik

autonom mempersarafi otot polos otot jantung dan kelenjar viseral

Sistem saraf autonom terutama menangani pengaturan fungsi viseral

dan interaksinya dengan lingkungan internal (Price dan Wilson 2005)

Sistem saraf autonom dibagi menjadi 2 bagian yaitu parasimpatis

(PANS) dan simpatis (SANS) simpatis berfungsi meningkatkan

kecepatan denyut jantung dan pernafasan serta menurunkan aktivitas

saluran cerna Sedangkan parasimpatis berfungsi menurunkan

kecepatan denyut jantung dan pernafasan tetapi meningkatkan

pergerakan saluran cerna sehingga parasimpatis membantu konservasi

dan homeostasis fungsi tubuh (Price dan Wilson 2005)

13

D Biokimia

ATP merupakan satu ndash satunya sumber energi yang didapat langsung

digunakan untuk berbagai aktivitas Di jaringan otot persediaan ATP yang

dapat segera digunakan kembali berjumlah terbatas Terdapat tiga jalur yang

memberikan tambahan ATP sesuai kebutuhan selama kontraksi otot yaitu

transfer fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat ke ADP fosforilasi oksidatif

(siklus asam sitrat dan system transport electron) dan glikolisis (Sherwood

2011)

1 Kreatin Fosfat

Merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal

aktivitas kontraktil Energi yang diberikan berasal dari hidrolisis kreatin

fosfat bersama dengan fosfat dapat diberikan langsung ke ADP untuk

membentuk ATP Reaksi ini yang dikatalisis oleh enzim sel otot kreatin

kinase bersifat reversible

Kreatin fosfat + ADP kreatin + ATP

Sewaktu cadangan energi di otot bertambah peningkatan

konsentrasi ATP mendorong pemindahan gugus fosfat berenergi tinggi

dari ATP untuk membentuk kreatin fosfat Sebaliknya pada permulaan

kontraksi ketika ATPase myosin menguraikan cadangan ATP yang

sekedarnya penurunan ATP yang kemudian terjadi mendorong

pemindahan gugus fosfat berenegi tinggi dari kreatin fosfat simpanan

untuk membentuk lebih banyak ATP (Sherwood 2011)

2 Fosfolirasi Oksidatif

Fosforilasi oksidatif berlangsung didalam mitokondria otot jika

terjadi cukup O2 Oksigen dibutuhkan untuk menunjang rantai transport

electron mitokondria Jalur ini dijalankan oleh glukosa atau asam lemak

bergantung pada intensitas dan durasi aktivitas (Sherwood 2011)

3 Glikolisis

Reaksi reaksi kimiawi pada glikolisis menghasilkan produk ndash

produk yang akhirnya masuk ke dalam jalur fosforilasi oksidatif tetapi

glikolisis juga dapat berlangsung tanpa produk ndash produknya diproses

14

lebih lanjut oleh jalur fosforilasi oksidatif Selama glikolisis satu molekul

glukosa diuraikan menjadi dua molekul asam piruvat menghasilkan dua

molekul ATP dalam prosesnya Asam piruvat dapat diuraikan lebih lanjut

oleh fosforilasi oksidatif untuk mengekstraksi lebih banyak energi

Glikolisis memiliki dua keunggulan dibandingkan jalur fosforilasi

oksidatif yaitu dapat membentuk ATP tanpa O2 (anaerob) dan glikolisis

dapat berlangsung lebih cepat daripada fosforilasi oksidatif (Sherwood

2011)

E Patogenesis

Patogenesis pada sindroma guillain barre (SGB) sampai saat ini masih

belum diketahui dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa

kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme

imunologi

15

Gambar 3 Imunobiologi dari Sindrom Guillain Barre

Diawali dengan infeksi (misalnya C Jejuni) menginduksi respon imun

yang akhirnya mengarah ke sindrom guillain barre Respon imun tergantung

pada faktor bakteri tertentu seperti pada spesifitas dari lipo-oligosakarida

(LOS) dan pada pasien yang terkait host faktor Polimorfisme genetik pada

pasien sebagian mungkin menentukan tingkat keparahan dari sindrom guillain

barre Adanya antibodi terhadap LOS dapat berikatan dan bereaksi dengan

ganglion saraf tertentu dan dapat mengaktifkan komplemen Tingkat

kerusakan saraf tergantung pada beberapa faktor Disfungsi saraf juga

menyebabkan kelemahan dan gangguan sensori (Doorn 2008)

16

F Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala SGB

1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh

2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu atau berbulan-

bulan

3 Kelemahan pada awalnya muncul ditungkai yang kemudian menjalar ke

atas hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan

4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan

5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi

sebelumnya dll

6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf

karena kerusakan mielin

7 Perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)

8 Takikardi

9 Wajah kemerahan diaforesis

10 Kesulitan dalam mengunyah atau menelan

G Patofisiologi

Mekanisme bagaimana infeksi vaksinasi trauma atau faktor lain yang

mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui

dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang

terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi Bukti-bukti

bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf

tepi pada sindroma ini adalah

1 Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell

mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi

2 Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi

3 Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran

pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi

saraf tepi

17

Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas

seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya

Pada SGB gangliosid merupakan target dari antibodi Ikatan antibody

dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin

Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari

system imun belum diketahui tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga

sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh Hal ini

didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid

dari tubuh manusia Campylobacter jejuni bakteri patogen yang menyebabkan

terjadinya diare mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari

gangliosid GM1 Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni kerusakan

terutama terjadi pada degenerasi akson Perubahan pada akson ini

menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1

untuk merespon adanya epitop yang sama Berdasarkan adanya sinyal infeksi

yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya

infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer Terbentuk makrofag di daerah

kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan

penghantaran impuls saraf (Israr 2009)

H Diagnosis

Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis SGB ditandai dengan

timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks

tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami

demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan

motorik perifer (Dewanto 2009)

Beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menegakkan diagnosis

Sindrome Guillain Barre diantaranya

1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh

2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu bahkan

berbulan-bulan

18

3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas

hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan

4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan

5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi

sebelumnya dll

6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf

karena kerusakan myelin

7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan

untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan

menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan

penglihatan kabur (Dewanto 2009)

I Pemeriksaan Penunjang

a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa

darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain

b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada

beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya

meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi

yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan

jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)

c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk

menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien

Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf

sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta

kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya

perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya

konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir

penyakit

d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot

(Dewanto 2009)

19

J Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati

komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya

Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus

dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus

segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan

pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan

adalah

1 Fisioterapi

Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan

kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan

sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka

fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot

(Stoll BJ 2004)

2 Plasma exchange therapy (PE)

Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk

mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian

plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa

perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang

lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling

efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya

gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg

dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange

(Stoll BJ 2004)

3 Imunoglobulin IV

Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat

menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi

autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG

yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T

cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin

intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek

20

sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2

minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5

hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil

yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI

(Stoll BJ 2004)

4 Kortikosteroid

Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat

steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi

digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)

5 Perbaikan komunikasi

Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu

bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk

menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika

tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape

kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi

pasien (Baughman 2000)

6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan

komunitas

Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan

okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase

pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan

kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok

pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)

K Prognosis

Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun

terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik

neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat

hingga 95

21

22

III KESIMPULAN

1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat

ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah

infeksi akut

2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan

tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam

mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis

3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik

secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada

bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka

kesembuhan telah meningkat hingga 95

23

DAFTAR PUSTAKA

Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130

Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC

Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl

GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract

Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]

Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]

Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC

24

Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC

Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC

Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press

Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc

Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing

Page 7: Referat Kelompok 9 Dms - Sgb

6

1 Jaringan Saraf

a Neuron

Neuron adalah sel saraf khusus peka rangsang yang menerima

masukan sensorik atau aferen dari ujung saraf perifer khusus atau dari

organ reseptor sensorik dan menyalurkan masukan motorik atau

eferen ke otot-otot dan kelenjar-kelenjar yaitu organ efektor

Neuron memiliki nukleus yang mengandung gen Setiap neuron

mempunyai badan sel dengan satu beberapa tonjolan atau

perpanjangan yang disebut akson dan dendrit Dendrit adalah tonjolan

yang menghantarkan informasi menuju badan sel Akson adalah

tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan informasi keluar

dari badan sel

Neuron menjalankan proses biokimia dengan menghasilkan energi

(dengan glukosa sebagai sumber energi dan terbatas pada metabolisme

oksidatif) untuk memulihkan dan mempertahankan diri serta membuat

dan melepaskan zat kimia yang disebut neurotransmiter dimana

neurotransmiter disimpan dalam gelembung sinaptik pada ujung akson

dan dilepaskan dari akson terminal melalui eksositosis

Neuron memiliki organel seperti Badan Nissl (terdiri dari

Reticulum Endoplasmik kasar) yang dapat menyintesis protein badan

Golgi yang menyimpan dan memproses protein mitokondria yang

menghasilkan energi dan mikrotubulus yang berperan dalam transpor

intrasel (Price dan Wilson 2005)

7

Gambar 1 Neuron (Price dan Wilson 2005)

b Neuroglia Sel Schwann dan Mielin

Neuroglia merupakan penyokong pelindung dan sumber nutrisi

bagi neuron-neuron otak dan medulla spinalis Neuroglia terdiri dari

mikroglia (fagosit sisa jaringan rusak proses melawan infeksi) sel

ependim (produksi cerebrospinal fluid) astroglia (menyediakan nutrisi

dan mempertahankan potensial bioelektris) dan oligodendroglia

(menghasilkan myelin) Astroglia sel ependim dan oligodendroglia

termasuk dalam makroglia

Sel Schwann merupakan pelindung dan penyokong neuron-neuron

dan tonjolan neuronal di luar sistem saraf pusat (fungsinya untuk

PNS)

Mielin merupakan suatu kompleks protein-lemak yang melapisi

tonjolan saraf yang berfungsi menghalangi aliran ion natrium dan

kalium dalam melintasi membrane neuronal (Price dan Wilson 2005)

2 Sistem Saraf

Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan sistem

saraf tepi (PNS) SSP terdiri dari otak dan medulla spinalis PNS terdiri

dari neuron aferen dan eferen sistem saraf somatis dan neuron sistem saraf

autonom (visceral) (Price dan Wilson 2005)

a Sistem Saraf Pusat (SSP)

1) Otak

Otak merupakan organ yang memiliki fungsi sebagai pusat

integrasi dan koordinasi organ sensorik dan sistem efektor perifer

tubuh serta fungsi sebagai pengatur informasi yang masuk

simpanan pengalaman impuls yang keluar dan tingkah laku (Price

dan Wilson 2005) Pembagian otak

a) Telensefalon

Terdiri dari korteks serebri dan hemisferium serebri

Korteks serebri mempunyai dua area area primer (daerah

dimana terjadi persepsi atau gerakan) dan area asosiasi (daerah

8

untuk integrasi dan peningkatan perilaku dan intelektual)

Dapat pula dibagi menjadi 4 korteks yaitu korteks frontalis

(bertanggungjawab untuk gerakan voluntar) korteks parietalis

(berperan pada kegiatan pemrosesan dan integrasi informasi

sensorik) korteks temporalis (area sensorik reseptif untuk

impuls pendengaran) dan korteks oksipitalis (menerima

informasi penglihatan dan sensasi warna) Hemisferium serebri

merupakan daerah pengendalian sensorik dan motorik

mengurus sisi tubuh yang letaknya kontralateral (Price dan

Wilson 2005)

b) Diensefalon

Diensefalon berfungsi memproses rangsang sensorik dan

membantu memulai atau memodifikasi reaksi tubuh terhadap

rangsangan tersebut (Price dan Wilson 2005)

Talamus merupakan stasiun penghubung dalam otak

sebagai pusat sensasi primitif (dapat merasa nyeri raba getar)

serta berperan dalam integrasi ekspresi motorik (Price dan

Wilson 2005)

Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan

sistem susunan saraf autonom perifer (ekspresi dan tingkah

laku) pengaturan hormon pengaturan cairan tubuh dan

elektrolit suhu tubuh serta lapar dan haus (Price dan Wilson

2005)

Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya

(Price dan Wilson 2005)

Epitalamus berperan pada beberapa dorongan emosi dan

integrasi informasi olfaktorius (Price dan Wilson 2005)

c) Mesensefalon

Mesensefalon terdiri dari bagian posterior yaitu tektum yang

terdiri dari kolikulus superior (berperan dalam refleks dan

koordinasi gerakan penglihatan) dan kolikulus inferior

9

(berperan dalam refleks pendengaran) (Price dan Wilson

2005) Bagian anterior yaitu pedunkulus serebri (terdiri atas

serabut motorik)

Metensefalon terdiri dari pons dan serebelum Pons

merupakan jembatan serabut yang menghubungkan dua

hemisfer hemisferium serebri serta menghubungkan

mesensefalon di sebelah atas dengan medula oblongata di

bawah Serebelum berfungsi sebagai pusat refleks yang

mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot serta

mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk

mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh (Price dan

Wilson 2005)

d) Mielensefalon

terdiri dari medula oblongata Medula oblongata merupakan

pusat refleks yang penting untuk jantung vasokonstriktor

pernafasan bersin batuk menelan salivasi dan muntah (Price

dan Wilson 2005)

b) Medula Spinalis

Medula spinalis merupakan suatu struktur yang memanjang

dari medula oblongata dan terus ke bawah melalui kolumna

vertebralis sampai setinggi vertebra lumbalis pertama (L1) dan

terbagi menjadi 31 segmen yang menjadi tempat asal dari 31

pasang saraf spinal (Price dan Wilson 2005)

10

Gambar 2 Segmen-Segmen Medula Spinalis Beserta Fungsinya (Price dan

Wilson 2005)

b Sistem Saraf Tepi (PNS)

Secara anatomis PNS dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan

12 pasang saraf kranial (Price dan Wilson 2005) Saraf perifer terdiri

dari neuron yang menerima pesan sensorik (aferen) yang menuju ke

SSP atau menerima pesan-pesan neural motorik (eferen) dari SSP atau

keduanya Saraf spinal menghantarkan pesan aferen maupun pesan

eferen Saraf kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan

11

tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina

dimana terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dalam nama

atau angka romawi (Price dan Wilson 2005)

Tabel 1 Saraf Cranial beserta Fungsinya (Price dan Wilson 2005)

Nomor Saraf KranialKomponen

SarafFungsi

I Olfaktorius Sensorik PenciumanII Optikus Sensorik PenglihatanIII Okulomotorius

Motorik

- Mengangkat kelopak mata atas

- Konstriksi pupil- Sebagian besar gerakan

ekstraokularIV Troklearis

MotorikGerakan mata ke bawah dan ke dalam

V Trigeminus

Motorik

Otot temporalis dan maseter (menutup rahang dan mengunyah) gerakan rahang ke lateral

Sensorik

- Kulit wajah dan ⅔ depan kulit kepala mukosa mata mukosa hidung dan rongga mulut lidah serta gigi

- Refleks kornea atau refleks mengedip komponen sensorik dibawa oleh saraf kranial V respons motorik melalui saraf kranial VII

VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateralVII Fasialis

Motorik

Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot dahi sekeliling mata dan mulut lakrimasi dan salivasi

SensorikPengecapan ⅔ depan lidah (rasa manis asam dan asin)

VIII VestibulokoklearisCab Vestibularis Sensorik KeseimbanganCab Koklearis Sensorik Pendengaran

IX GlosofaringeusMotorik

- Faring menelan refleks muntah

- Parotis salivasi

SensorikFaring lidah posterior termasuk rasa pahit

12

X VagusMotorik

Faring Laring menelan refleks muntah fonasi visera abdomen

SensorikFaring Laring refleks muntah visera leher thoraks dan abdomen

XI Asesorius

Motorik

Otot sternokleidomastoideus dan bagian atas dari otot trapezius pergerakan kepala dan bahu

XII Hipoglosus Motorik Gerakan lidah

Secara fungsional PNS dibagi menjadi sistem saraf somatis dan

sistem saraf autonom Sistem saraf somatis terdiri dari saraf campuran

Bagian aferen membawa informasi sensorik yang disadari maupun yang

tidak disadari (misal nyeri suhu raba propriosepsi yang disadari

maupun tidak disadari penglihatan pengecapan pendengaran dan

penciuman) Sedangkan bagian eferen berhubungan dengan otot rangka

tubuh (Price dan Wilson 2005)

Sistem saraf autonom merupakan sistem saraf campuran Serabut

aferennya membawa masukan dari organ viseral (menangani

pengaturan denyut jantung diameter pembuluh darah pernafasan

pencernaan rasa lapar mual pembuangan) Saraf eferen motorik

autonom mempersarafi otot polos otot jantung dan kelenjar viseral

Sistem saraf autonom terutama menangani pengaturan fungsi viseral

dan interaksinya dengan lingkungan internal (Price dan Wilson 2005)

Sistem saraf autonom dibagi menjadi 2 bagian yaitu parasimpatis

(PANS) dan simpatis (SANS) simpatis berfungsi meningkatkan

kecepatan denyut jantung dan pernafasan serta menurunkan aktivitas

saluran cerna Sedangkan parasimpatis berfungsi menurunkan

kecepatan denyut jantung dan pernafasan tetapi meningkatkan

pergerakan saluran cerna sehingga parasimpatis membantu konservasi

dan homeostasis fungsi tubuh (Price dan Wilson 2005)

13

D Biokimia

ATP merupakan satu ndash satunya sumber energi yang didapat langsung

digunakan untuk berbagai aktivitas Di jaringan otot persediaan ATP yang

dapat segera digunakan kembali berjumlah terbatas Terdapat tiga jalur yang

memberikan tambahan ATP sesuai kebutuhan selama kontraksi otot yaitu

transfer fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat ke ADP fosforilasi oksidatif

(siklus asam sitrat dan system transport electron) dan glikolisis (Sherwood

2011)

1 Kreatin Fosfat

Merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal

aktivitas kontraktil Energi yang diberikan berasal dari hidrolisis kreatin

fosfat bersama dengan fosfat dapat diberikan langsung ke ADP untuk

membentuk ATP Reaksi ini yang dikatalisis oleh enzim sel otot kreatin

kinase bersifat reversible

Kreatin fosfat + ADP kreatin + ATP

Sewaktu cadangan energi di otot bertambah peningkatan

konsentrasi ATP mendorong pemindahan gugus fosfat berenergi tinggi

dari ATP untuk membentuk kreatin fosfat Sebaliknya pada permulaan

kontraksi ketika ATPase myosin menguraikan cadangan ATP yang

sekedarnya penurunan ATP yang kemudian terjadi mendorong

pemindahan gugus fosfat berenegi tinggi dari kreatin fosfat simpanan

untuk membentuk lebih banyak ATP (Sherwood 2011)

2 Fosfolirasi Oksidatif

Fosforilasi oksidatif berlangsung didalam mitokondria otot jika

terjadi cukup O2 Oksigen dibutuhkan untuk menunjang rantai transport

electron mitokondria Jalur ini dijalankan oleh glukosa atau asam lemak

bergantung pada intensitas dan durasi aktivitas (Sherwood 2011)

3 Glikolisis

Reaksi reaksi kimiawi pada glikolisis menghasilkan produk ndash

produk yang akhirnya masuk ke dalam jalur fosforilasi oksidatif tetapi

glikolisis juga dapat berlangsung tanpa produk ndash produknya diproses

14

lebih lanjut oleh jalur fosforilasi oksidatif Selama glikolisis satu molekul

glukosa diuraikan menjadi dua molekul asam piruvat menghasilkan dua

molekul ATP dalam prosesnya Asam piruvat dapat diuraikan lebih lanjut

oleh fosforilasi oksidatif untuk mengekstraksi lebih banyak energi

Glikolisis memiliki dua keunggulan dibandingkan jalur fosforilasi

oksidatif yaitu dapat membentuk ATP tanpa O2 (anaerob) dan glikolisis

dapat berlangsung lebih cepat daripada fosforilasi oksidatif (Sherwood

2011)

E Patogenesis

Patogenesis pada sindroma guillain barre (SGB) sampai saat ini masih

belum diketahui dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa

kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme

imunologi

15

Gambar 3 Imunobiologi dari Sindrom Guillain Barre

Diawali dengan infeksi (misalnya C Jejuni) menginduksi respon imun

yang akhirnya mengarah ke sindrom guillain barre Respon imun tergantung

pada faktor bakteri tertentu seperti pada spesifitas dari lipo-oligosakarida

(LOS) dan pada pasien yang terkait host faktor Polimorfisme genetik pada

pasien sebagian mungkin menentukan tingkat keparahan dari sindrom guillain

barre Adanya antibodi terhadap LOS dapat berikatan dan bereaksi dengan

ganglion saraf tertentu dan dapat mengaktifkan komplemen Tingkat

kerusakan saraf tergantung pada beberapa faktor Disfungsi saraf juga

menyebabkan kelemahan dan gangguan sensori (Doorn 2008)

16

F Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala SGB

1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh

2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu atau berbulan-

bulan

3 Kelemahan pada awalnya muncul ditungkai yang kemudian menjalar ke

atas hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan

4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan

5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi

sebelumnya dll

6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf

karena kerusakan mielin

7 Perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)

8 Takikardi

9 Wajah kemerahan diaforesis

10 Kesulitan dalam mengunyah atau menelan

G Patofisiologi

Mekanisme bagaimana infeksi vaksinasi trauma atau faktor lain yang

mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui

dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang

terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi Bukti-bukti

bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf

tepi pada sindroma ini adalah

1 Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell

mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi

2 Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi

3 Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran

pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi

saraf tepi

17

Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas

seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya

Pada SGB gangliosid merupakan target dari antibodi Ikatan antibody

dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin

Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari

system imun belum diketahui tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga

sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh Hal ini

didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid

dari tubuh manusia Campylobacter jejuni bakteri patogen yang menyebabkan

terjadinya diare mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari

gangliosid GM1 Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni kerusakan

terutama terjadi pada degenerasi akson Perubahan pada akson ini

menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1

untuk merespon adanya epitop yang sama Berdasarkan adanya sinyal infeksi

yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya

infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer Terbentuk makrofag di daerah

kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan

penghantaran impuls saraf (Israr 2009)

H Diagnosis

Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis SGB ditandai dengan

timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks

tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami

demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan

motorik perifer (Dewanto 2009)

Beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menegakkan diagnosis

Sindrome Guillain Barre diantaranya

1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh

2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu bahkan

berbulan-bulan

18

3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas

hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan

4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan

5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi

sebelumnya dll

6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf

karena kerusakan myelin

7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan

untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan

menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan

penglihatan kabur (Dewanto 2009)

I Pemeriksaan Penunjang

a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa

darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain

b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada

beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya

meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi

yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan

jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)

c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk

menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien

Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf

sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta

kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya

perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya

konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir

penyakit

d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot

(Dewanto 2009)

19

J Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati

komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya

Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus

dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus

segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan

pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan

adalah

1 Fisioterapi

Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan

kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan

sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka

fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot

(Stoll BJ 2004)

2 Plasma exchange therapy (PE)

Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk

mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian

plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa

perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang

lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling

efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya

gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg

dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange

(Stoll BJ 2004)

3 Imunoglobulin IV

Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat

menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi

autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG

yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T

cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin

intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek

20

sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2

minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5

hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil

yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI

(Stoll BJ 2004)

4 Kortikosteroid

Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat

steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi

digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)

5 Perbaikan komunikasi

Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu

bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk

menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika

tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape

kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi

pasien (Baughman 2000)

6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan

komunitas

Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan

okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase

pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan

kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok

pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)

K Prognosis

Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun

terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik

neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat

hingga 95

21

22

III KESIMPULAN

1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat

ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah

infeksi akut

2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan

tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam

mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis

3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik

secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada

bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka

kesembuhan telah meningkat hingga 95

23

DAFTAR PUSTAKA

Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130

Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC

Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl

GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract

Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]

Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]

Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC

24

Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC

Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC

Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press

Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc

Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing

Page 8: Referat Kelompok 9 Dms - Sgb

7

Gambar 1 Neuron (Price dan Wilson 2005)

b Neuroglia Sel Schwann dan Mielin

Neuroglia merupakan penyokong pelindung dan sumber nutrisi

bagi neuron-neuron otak dan medulla spinalis Neuroglia terdiri dari

mikroglia (fagosit sisa jaringan rusak proses melawan infeksi) sel

ependim (produksi cerebrospinal fluid) astroglia (menyediakan nutrisi

dan mempertahankan potensial bioelektris) dan oligodendroglia

(menghasilkan myelin) Astroglia sel ependim dan oligodendroglia

termasuk dalam makroglia

Sel Schwann merupakan pelindung dan penyokong neuron-neuron

dan tonjolan neuronal di luar sistem saraf pusat (fungsinya untuk

PNS)

Mielin merupakan suatu kompleks protein-lemak yang melapisi

tonjolan saraf yang berfungsi menghalangi aliran ion natrium dan

kalium dalam melintasi membrane neuronal (Price dan Wilson 2005)

2 Sistem Saraf

Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan sistem

saraf tepi (PNS) SSP terdiri dari otak dan medulla spinalis PNS terdiri

dari neuron aferen dan eferen sistem saraf somatis dan neuron sistem saraf

autonom (visceral) (Price dan Wilson 2005)

a Sistem Saraf Pusat (SSP)

1) Otak

Otak merupakan organ yang memiliki fungsi sebagai pusat

integrasi dan koordinasi organ sensorik dan sistem efektor perifer

tubuh serta fungsi sebagai pengatur informasi yang masuk

simpanan pengalaman impuls yang keluar dan tingkah laku (Price

dan Wilson 2005) Pembagian otak

a) Telensefalon

Terdiri dari korteks serebri dan hemisferium serebri

Korteks serebri mempunyai dua area area primer (daerah

dimana terjadi persepsi atau gerakan) dan area asosiasi (daerah

8

untuk integrasi dan peningkatan perilaku dan intelektual)

Dapat pula dibagi menjadi 4 korteks yaitu korteks frontalis

(bertanggungjawab untuk gerakan voluntar) korteks parietalis

(berperan pada kegiatan pemrosesan dan integrasi informasi

sensorik) korteks temporalis (area sensorik reseptif untuk

impuls pendengaran) dan korteks oksipitalis (menerima

informasi penglihatan dan sensasi warna) Hemisferium serebri

merupakan daerah pengendalian sensorik dan motorik

mengurus sisi tubuh yang letaknya kontralateral (Price dan

Wilson 2005)

b) Diensefalon

Diensefalon berfungsi memproses rangsang sensorik dan

membantu memulai atau memodifikasi reaksi tubuh terhadap

rangsangan tersebut (Price dan Wilson 2005)

Talamus merupakan stasiun penghubung dalam otak

sebagai pusat sensasi primitif (dapat merasa nyeri raba getar)

serta berperan dalam integrasi ekspresi motorik (Price dan

Wilson 2005)

Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan

sistem susunan saraf autonom perifer (ekspresi dan tingkah

laku) pengaturan hormon pengaturan cairan tubuh dan

elektrolit suhu tubuh serta lapar dan haus (Price dan Wilson

2005)

Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya

(Price dan Wilson 2005)

Epitalamus berperan pada beberapa dorongan emosi dan

integrasi informasi olfaktorius (Price dan Wilson 2005)

c) Mesensefalon

Mesensefalon terdiri dari bagian posterior yaitu tektum yang

terdiri dari kolikulus superior (berperan dalam refleks dan

koordinasi gerakan penglihatan) dan kolikulus inferior

9

(berperan dalam refleks pendengaran) (Price dan Wilson

2005) Bagian anterior yaitu pedunkulus serebri (terdiri atas

serabut motorik)

Metensefalon terdiri dari pons dan serebelum Pons

merupakan jembatan serabut yang menghubungkan dua

hemisfer hemisferium serebri serta menghubungkan

mesensefalon di sebelah atas dengan medula oblongata di

bawah Serebelum berfungsi sebagai pusat refleks yang

mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot serta

mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk

mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh (Price dan

Wilson 2005)

d) Mielensefalon

terdiri dari medula oblongata Medula oblongata merupakan

pusat refleks yang penting untuk jantung vasokonstriktor

pernafasan bersin batuk menelan salivasi dan muntah (Price

dan Wilson 2005)

b) Medula Spinalis

Medula spinalis merupakan suatu struktur yang memanjang

dari medula oblongata dan terus ke bawah melalui kolumna

vertebralis sampai setinggi vertebra lumbalis pertama (L1) dan

terbagi menjadi 31 segmen yang menjadi tempat asal dari 31

pasang saraf spinal (Price dan Wilson 2005)

10

Gambar 2 Segmen-Segmen Medula Spinalis Beserta Fungsinya (Price dan

Wilson 2005)

b Sistem Saraf Tepi (PNS)

Secara anatomis PNS dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan

12 pasang saraf kranial (Price dan Wilson 2005) Saraf perifer terdiri

dari neuron yang menerima pesan sensorik (aferen) yang menuju ke

SSP atau menerima pesan-pesan neural motorik (eferen) dari SSP atau

keduanya Saraf spinal menghantarkan pesan aferen maupun pesan

eferen Saraf kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan

11

tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina

dimana terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dalam nama

atau angka romawi (Price dan Wilson 2005)

Tabel 1 Saraf Cranial beserta Fungsinya (Price dan Wilson 2005)

Nomor Saraf KranialKomponen

SarafFungsi

I Olfaktorius Sensorik PenciumanII Optikus Sensorik PenglihatanIII Okulomotorius

Motorik

- Mengangkat kelopak mata atas

- Konstriksi pupil- Sebagian besar gerakan

ekstraokularIV Troklearis

MotorikGerakan mata ke bawah dan ke dalam

V Trigeminus

Motorik

Otot temporalis dan maseter (menutup rahang dan mengunyah) gerakan rahang ke lateral

Sensorik

- Kulit wajah dan ⅔ depan kulit kepala mukosa mata mukosa hidung dan rongga mulut lidah serta gigi

- Refleks kornea atau refleks mengedip komponen sensorik dibawa oleh saraf kranial V respons motorik melalui saraf kranial VII

VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateralVII Fasialis

Motorik

Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot dahi sekeliling mata dan mulut lakrimasi dan salivasi

SensorikPengecapan ⅔ depan lidah (rasa manis asam dan asin)

VIII VestibulokoklearisCab Vestibularis Sensorik KeseimbanganCab Koklearis Sensorik Pendengaran

IX GlosofaringeusMotorik

- Faring menelan refleks muntah

- Parotis salivasi

SensorikFaring lidah posterior termasuk rasa pahit

12

X VagusMotorik

Faring Laring menelan refleks muntah fonasi visera abdomen

SensorikFaring Laring refleks muntah visera leher thoraks dan abdomen

XI Asesorius

Motorik

Otot sternokleidomastoideus dan bagian atas dari otot trapezius pergerakan kepala dan bahu

XII Hipoglosus Motorik Gerakan lidah

Secara fungsional PNS dibagi menjadi sistem saraf somatis dan

sistem saraf autonom Sistem saraf somatis terdiri dari saraf campuran

Bagian aferen membawa informasi sensorik yang disadari maupun yang

tidak disadari (misal nyeri suhu raba propriosepsi yang disadari

maupun tidak disadari penglihatan pengecapan pendengaran dan

penciuman) Sedangkan bagian eferen berhubungan dengan otot rangka

tubuh (Price dan Wilson 2005)

Sistem saraf autonom merupakan sistem saraf campuran Serabut

aferennya membawa masukan dari organ viseral (menangani

pengaturan denyut jantung diameter pembuluh darah pernafasan

pencernaan rasa lapar mual pembuangan) Saraf eferen motorik

autonom mempersarafi otot polos otot jantung dan kelenjar viseral

Sistem saraf autonom terutama menangani pengaturan fungsi viseral

dan interaksinya dengan lingkungan internal (Price dan Wilson 2005)

Sistem saraf autonom dibagi menjadi 2 bagian yaitu parasimpatis

(PANS) dan simpatis (SANS) simpatis berfungsi meningkatkan

kecepatan denyut jantung dan pernafasan serta menurunkan aktivitas

saluran cerna Sedangkan parasimpatis berfungsi menurunkan

kecepatan denyut jantung dan pernafasan tetapi meningkatkan

pergerakan saluran cerna sehingga parasimpatis membantu konservasi

dan homeostasis fungsi tubuh (Price dan Wilson 2005)

13

D Biokimia

ATP merupakan satu ndash satunya sumber energi yang didapat langsung

digunakan untuk berbagai aktivitas Di jaringan otot persediaan ATP yang

dapat segera digunakan kembali berjumlah terbatas Terdapat tiga jalur yang

memberikan tambahan ATP sesuai kebutuhan selama kontraksi otot yaitu

transfer fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat ke ADP fosforilasi oksidatif

(siklus asam sitrat dan system transport electron) dan glikolisis (Sherwood

2011)

1 Kreatin Fosfat

Merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal

aktivitas kontraktil Energi yang diberikan berasal dari hidrolisis kreatin

fosfat bersama dengan fosfat dapat diberikan langsung ke ADP untuk

membentuk ATP Reaksi ini yang dikatalisis oleh enzim sel otot kreatin

kinase bersifat reversible

Kreatin fosfat + ADP kreatin + ATP

Sewaktu cadangan energi di otot bertambah peningkatan

konsentrasi ATP mendorong pemindahan gugus fosfat berenergi tinggi

dari ATP untuk membentuk kreatin fosfat Sebaliknya pada permulaan

kontraksi ketika ATPase myosin menguraikan cadangan ATP yang

sekedarnya penurunan ATP yang kemudian terjadi mendorong

pemindahan gugus fosfat berenegi tinggi dari kreatin fosfat simpanan

untuk membentuk lebih banyak ATP (Sherwood 2011)

2 Fosfolirasi Oksidatif

Fosforilasi oksidatif berlangsung didalam mitokondria otot jika

terjadi cukup O2 Oksigen dibutuhkan untuk menunjang rantai transport

electron mitokondria Jalur ini dijalankan oleh glukosa atau asam lemak

bergantung pada intensitas dan durasi aktivitas (Sherwood 2011)

3 Glikolisis

Reaksi reaksi kimiawi pada glikolisis menghasilkan produk ndash

produk yang akhirnya masuk ke dalam jalur fosforilasi oksidatif tetapi

glikolisis juga dapat berlangsung tanpa produk ndash produknya diproses

14

lebih lanjut oleh jalur fosforilasi oksidatif Selama glikolisis satu molekul

glukosa diuraikan menjadi dua molekul asam piruvat menghasilkan dua

molekul ATP dalam prosesnya Asam piruvat dapat diuraikan lebih lanjut

oleh fosforilasi oksidatif untuk mengekstraksi lebih banyak energi

Glikolisis memiliki dua keunggulan dibandingkan jalur fosforilasi

oksidatif yaitu dapat membentuk ATP tanpa O2 (anaerob) dan glikolisis

dapat berlangsung lebih cepat daripada fosforilasi oksidatif (Sherwood

2011)

E Patogenesis

Patogenesis pada sindroma guillain barre (SGB) sampai saat ini masih

belum diketahui dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa

kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme

imunologi

15

Gambar 3 Imunobiologi dari Sindrom Guillain Barre

Diawali dengan infeksi (misalnya C Jejuni) menginduksi respon imun

yang akhirnya mengarah ke sindrom guillain barre Respon imun tergantung

pada faktor bakteri tertentu seperti pada spesifitas dari lipo-oligosakarida

(LOS) dan pada pasien yang terkait host faktor Polimorfisme genetik pada

pasien sebagian mungkin menentukan tingkat keparahan dari sindrom guillain

barre Adanya antibodi terhadap LOS dapat berikatan dan bereaksi dengan

ganglion saraf tertentu dan dapat mengaktifkan komplemen Tingkat

kerusakan saraf tergantung pada beberapa faktor Disfungsi saraf juga

menyebabkan kelemahan dan gangguan sensori (Doorn 2008)

16

F Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala SGB

1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh

2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu atau berbulan-

bulan

3 Kelemahan pada awalnya muncul ditungkai yang kemudian menjalar ke

atas hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan

4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan

5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi

sebelumnya dll

6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf

karena kerusakan mielin

7 Perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)

8 Takikardi

9 Wajah kemerahan diaforesis

10 Kesulitan dalam mengunyah atau menelan

G Patofisiologi

Mekanisme bagaimana infeksi vaksinasi trauma atau faktor lain yang

mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui

dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang

terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi Bukti-bukti

bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf

tepi pada sindroma ini adalah

1 Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell

mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi

2 Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi

3 Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran

pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi

saraf tepi

17

Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas

seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya

Pada SGB gangliosid merupakan target dari antibodi Ikatan antibody

dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin

Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari

system imun belum diketahui tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga

sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh Hal ini

didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid

dari tubuh manusia Campylobacter jejuni bakteri patogen yang menyebabkan

terjadinya diare mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari

gangliosid GM1 Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni kerusakan

terutama terjadi pada degenerasi akson Perubahan pada akson ini

menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1

untuk merespon adanya epitop yang sama Berdasarkan adanya sinyal infeksi

yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya

infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer Terbentuk makrofag di daerah

kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan

penghantaran impuls saraf (Israr 2009)

H Diagnosis

Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis SGB ditandai dengan

timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks

tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami

demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan

motorik perifer (Dewanto 2009)

Beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menegakkan diagnosis

Sindrome Guillain Barre diantaranya

1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh

2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu bahkan

berbulan-bulan

18

3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas

hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan

4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan

5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi

sebelumnya dll

6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf

karena kerusakan myelin

7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan

untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan

menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan

penglihatan kabur (Dewanto 2009)

I Pemeriksaan Penunjang

a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa

darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain

b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada

beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya

meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi

yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan

jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)

c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk

menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien

Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf

sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta

kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya

perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya

konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir

penyakit

d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot

(Dewanto 2009)

19

J Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati

komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya

Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus

dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus

segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan

pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan

adalah

1 Fisioterapi

Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan

kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan

sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka

fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot

(Stoll BJ 2004)

2 Plasma exchange therapy (PE)

Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk

mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian

plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa

perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang

lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling

efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya

gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg

dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange

(Stoll BJ 2004)

3 Imunoglobulin IV

Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat

menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi

autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG

yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T

cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin

intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek

20

sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2

minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5

hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil

yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI

(Stoll BJ 2004)

4 Kortikosteroid

Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat

steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi

digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)

5 Perbaikan komunikasi

Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu

bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk

menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika

tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape

kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi

pasien (Baughman 2000)

6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan

komunitas

Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan

okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase

pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan

kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok

pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)

K Prognosis

Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun

terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik

neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat

hingga 95

21

22

III KESIMPULAN

1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat

ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah

infeksi akut

2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan

tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam

mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis

3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik

secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada

bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka

kesembuhan telah meningkat hingga 95

23

DAFTAR PUSTAKA

Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130

Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC

Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl

GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract

Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]

Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]

Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC

24

Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC

Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC

Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press

Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc

Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing

Page 9: Referat Kelompok 9 Dms - Sgb

8

untuk integrasi dan peningkatan perilaku dan intelektual)

Dapat pula dibagi menjadi 4 korteks yaitu korteks frontalis

(bertanggungjawab untuk gerakan voluntar) korteks parietalis

(berperan pada kegiatan pemrosesan dan integrasi informasi

sensorik) korteks temporalis (area sensorik reseptif untuk

impuls pendengaran) dan korteks oksipitalis (menerima

informasi penglihatan dan sensasi warna) Hemisferium serebri

merupakan daerah pengendalian sensorik dan motorik

mengurus sisi tubuh yang letaknya kontralateral (Price dan

Wilson 2005)

b) Diensefalon

Diensefalon berfungsi memproses rangsang sensorik dan

membantu memulai atau memodifikasi reaksi tubuh terhadap

rangsangan tersebut (Price dan Wilson 2005)

Talamus merupakan stasiun penghubung dalam otak

sebagai pusat sensasi primitif (dapat merasa nyeri raba getar)

serta berperan dalam integrasi ekspresi motorik (Price dan

Wilson 2005)

Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan

sistem susunan saraf autonom perifer (ekspresi dan tingkah

laku) pengaturan hormon pengaturan cairan tubuh dan

elektrolit suhu tubuh serta lapar dan haus (Price dan Wilson

2005)

Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya

(Price dan Wilson 2005)

Epitalamus berperan pada beberapa dorongan emosi dan

integrasi informasi olfaktorius (Price dan Wilson 2005)

c) Mesensefalon

Mesensefalon terdiri dari bagian posterior yaitu tektum yang

terdiri dari kolikulus superior (berperan dalam refleks dan

koordinasi gerakan penglihatan) dan kolikulus inferior

9

(berperan dalam refleks pendengaran) (Price dan Wilson

2005) Bagian anterior yaitu pedunkulus serebri (terdiri atas

serabut motorik)

Metensefalon terdiri dari pons dan serebelum Pons

merupakan jembatan serabut yang menghubungkan dua

hemisfer hemisferium serebri serta menghubungkan

mesensefalon di sebelah atas dengan medula oblongata di

bawah Serebelum berfungsi sebagai pusat refleks yang

mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot serta

mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk

mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh (Price dan

Wilson 2005)

d) Mielensefalon

terdiri dari medula oblongata Medula oblongata merupakan

pusat refleks yang penting untuk jantung vasokonstriktor

pernafasan bersin batuk menelan salivasi dan muntah (Price

dan Wilson 2005)

b) Medula Spinalis

Medula spinalis merupakan suatu struktur yang memanjang

dari medula oblongata dan terus ke bawah melalui kolumna

vertebralis sampai setinggi vertebra lumbalis pertama (L1) dan

terbagi menjadi 31 segmen yang menjadi tempat asal dari 31

pasang saraf spinal (Price dan Wilson 2005)

10

Gambar 2 Segmen-Segmen Medula Spinalis Beserta Fungsinya (Price dan

Wilson 2005)

b Sistem Saraf Tepi (PNS)

Secara anatomis PNS dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan

12 pasang saraf kranial (Price dan Wilson 2005) Saraf perifer terdiri

dari neuron yang menerima pesan sensorik (aferen) yang menuju ke

SSP atau menerima pesan-pesan neural motorik (eferen) dari SSP atau

keduanya Saraf spinal menghantarkan pesan aferen maupun pesan

eferen Saraf kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan

11

tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina

dimana terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dalam nama

atau angka romawi (Price dan Wilson 2005)

Tabel 1 Saraf Cranial beserta Fungsinya (Price dan Wilson 2005)

Nomor Saraf KranialKomponen

SarafFungsi

I Olfaktorius Sensorik PenciumanII Optikus Sensorik PenglihatanIII Okulomotorius

Motorik

- Mengangkat kelopak mata atas

- Konstriksi pupil- Sebagian besar gerakan

ekstraokularIV Troklearis

MotorikGerakan mata ke bawah dan ke dalam

V Trigeminus

Motorik

Otot temporalis dan maseter (menutup rahang dan mengunyah) gerakan rahang ke lateral

Sensorik

- Kulit wajah dan ⅔ depan kulit kepala mukosa mata mukosa hidung dan rongga mulut lidah serta gigi

- Refleks kornea atau refleks mengedip komponen sensorik dibawa oleh saraf kranial V respons motorik melalui saraf kranial VII

VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateralVII Fasialis

Motorik

Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot dahi sekeliling mata dan mulut lakrimasi dan salivasi

SensorikPengecapan ⅔ depan lidah (rasa manis asam dan asin)

VIII VestibulokoklearisCab Vestibularis Sensorik KeseimbanganCab Koklearis Sensorik Pendengaran

IX GlosofaringeusMotorik

- Faring menelan refleks muntah

- Parotis salivasi

SensorikFaring lidah posterior termasuk rasa pahit

12

X VagusMotorik

Faring Laring menelan refleks muntah fonasi visera abdomen

SensorikFaring Laring refleks muntah visera leher thoraks dan abdomen

XI Asesorius

Motorik

Otot sternokleidomastoideus dan bagian atas dari otot trapezius pergerakan kepala dan bahu

XII Hipoglosus Motorik Gerakan lidah

Secara fungsional PNS dibagi menjadi sistem saraf somatis dan

sistem saraf autonom Sistem saraf somatis terdiri dari saraf campuran

Bagian aferen membawa informasi sensorik yang disadari maupun yang

tidak disadari (misal nyeri suhu raba propriosepsi yang disadari

maupun tidak disadari penglihatan pengecapan pendengaran dan

penciuman) Sedangkan bagian eferen berhubungan dengan otot rangka

tubuh (Price dan Wilson 2005)

Sistem saraf autonom merupakan sistem saraf campuran Serabut

aferennya membawa masukan dari organ viseral (menangani

pengaturan denyut jantung diameter pembuluh darah pernafasan

pencernaan rasa lapar mual pembuangan) Saraf eferen motorik

autonom mempersarafi otot polos otot jantung dan kelenjar viseral

Sistem saraf autonom terutama menangani pengaturan fungsi viseral

dan interaksinya dengan lingkungan internal (Price dan Wilson 2005)

Sistem saraf autonom dibagi menjadi 2 bagian yaitu parasimpatis

(PANS) dan simpatis (SANS) simpatis berfungsi meningkatkan

kecepatan denyut jantung dan pernafasan serta menurunkan aktivitas

saluran cerna Sedangkan parasimpatis berfungsi menurunkan

kecepatan denyut jantung dan pernafasan tetapi meningkatkan

pergerakan saluran cerna sehingga parasimpatis membantu konservasi

dan homeostasis fungsi tubuh (Price dan Wilson 2005)

13

D Biokimia

ATP merupakan satu ndash satunya sumber energi yang didapat langsung

digunakan untuk berbagai aktivitas Di jaringan otot persediaan ATP yang

dapat segera digunakan kembali berjumlah terbatas Terdapat tiga jalur yang

memberikan tambahan ATP sesuai kebutuhan selama kontraksi otot yaitu

transfer fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat ke ADP fosforilasi oksidatif

(siklus asam sitrat dan system transport electron) dan glikolisis (Sherwood

2011)

1 Kreatin Fosfat

Merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal

aktivitas kontraktil Energi yang diberikan berasal dari hidrolisis kreatin

fosfat bersama dengan fosfat dapat diberikan langsung ke ADP untuk

membentuk ATP Reaksi ini yang dikatalisis oleh enzim sel otot kreatin

kinase bersifat reversible

Kreatin fosfat + ADP kreatin + ATP

Sewaktu cadangan energi di otot bertambah peningkatan

konsentrasi ATP mendorong pemindahan gugus fosfat berenergi tinggi

dari ATP untuk membentuk kreatin fosfat Sebaliknya pada permulaan

kontraksi ketika ATPase myosin menguraikan cadangan ATP yang

sekedarnya penurunan ATP yang kemudian terjadi mendorong

pemindahan gugus fosfat berenegi tinggi dari kreatin fosfat simpanan

untuk membentuk lebih banyak ATP (Sherwood 2011)

2 Fosfolirasi Oksidatif

Fosforilasi oksidatif berlangsung didalam mitokondria otot jika

terjadi cukup O2 Oksigen dibutuhkan untuk menunjang rantai transport

electron mitokondria Jalur ini dijalankan oleh glukosa atau asam lemak

bergantung pada intensitas dan durasi aktivitas (Sherwood 2011)

3 Glikolisis

Reaksi reaksi kimiawi pada glikolisis menghasilkan produk ndash

produk yang akhirnya masuk ke dalam jalur fosforilasi oksidatif tetapi

glikolisis juga dapat berlangsung tanpa produk ndash produknya diproses

14

lebih lanjut oleh jalur fosforilasi oksidatif Selama glikolisis satu molekul

glukosa diuraikan menjadi dua molekul asam piruvat menghasilkan dua

molekul ATP dalam prosesnya Asam piruvat dapat diuraikan lebih lanjut

oleh fosforilasi oksidatif untuk mengekstraksi lebih banyak energi

Glikolisis memiliki dua keunggulan dibandingkan jalur fosforilasi

oksidatif yaitu dapat membentuk ATP tanpa O2 (anaerob) dan glikolisis

dapat berlangsung lebih cepat daripada fosforilasi oksidatif (Sherwood

2011)

E Patogenesis

Patogenesis pada sindroma guillain barre (SGB) sampai saat ini masih

belum diketahui dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa

kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme

imunologi

15

Gambar 3 Imunobiologi dari Sindrom Guillain Barre

Diawali dengan infeksi (misalnya C Jejuni) menginduksi respon imun

yang akhirnya mengarah ke sindrom guillain barre Respon imun tergantung

pada faktor bakteri tertentu seperti pada spesifitas dari lipo-oligosakarida

(LOS) dan pada pasien yang terkait host faktor Polimorfisme genetik pada

pasien sebagian mungkin menentukan tingkat keparahan dari sindrom guillain

barre Adanya antibodi terhadap LOS dapat berikatan dan bereaksi dengan

ganglion saraf tertentu dan dapat mengaktifkan komplemen Tingkat

kerusakan saraf tergantung pada beberapa faktor Disfungsi saraf juga

menyebabkan kelemahan dan gangguan sensori (Doorn 2008)

16

F Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala SGB

1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh

2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu atau berbulan-

bulan

3 Kelemahan pada awalnya muncul ditungkai yang kemudian menjalar ke

atas hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan

4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan

5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi

sebelumnya dll

6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf

karena kerusakan mielin

7 Perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)

8 Takikardi

9 Wajah kemerahan diaforesis

10 Kesulitan dalam mengunyah atau menelan

G Patofisiologi

Mekanisme bagaimana infeksi vaksinasi trauma atau faktor lain yang

mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui

dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang

terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi Bukti-bukti

bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf

tepi pada sindroma ini adalah

1 Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell

mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi

2 Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi

3 Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran

pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi

saraf tepi

17

Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas

seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya

Pada SGB gangliosid merupakan target dari antibodi Ikatan antibody

dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin

Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari

system imun belum diketahui tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga

sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh Hal ini

didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid

dari tubuh manusia Campylobacter jejuni bakteri patogen yang menyebabkan

terjadinya diare mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari

gangliosid GM1 Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni kerusakan

terutama terjadi pada degenerasi akson Perubahan pada akson ini

menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1

untuk merespon adanya epitop yang sama Berdasarkan adanya sinyal infeksi

yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya

infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer Terbentuk makrofag di daerah

kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan

penghantaran impuls saraf (Israr 2009)

H Diagnosis

Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis SGB ditandai dengan

timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks

tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami

demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan

motorik perifer (Dewanto 2009)

Beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menegakkan diagnosis

Sindrome Guillain Barre diantaranya

1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh

2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu bahkan

berbulan-bulan

18

3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas

hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan

4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan

5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi

sebelumnya dll

6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf

karena kerusakan myelin

7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan

untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan

menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan

penglihatan kabur (Dewanto 2009)

I Pemeriksaan Penunjang

a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa

darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain

b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada

beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya

meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi

yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan

jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)

c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk

menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien

Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf

sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta

kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya

perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya

konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir

penyakit

d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot

(Dewanto 2009)

19

J Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati

komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya

Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus

dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus

segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan

pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan

adalah

1 Fisioterapi

Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan

kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan

sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka

fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot

(Stoll BJ 2004)

2 Plasma exchange therapy (PE)

Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk

mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian

plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa

perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang

lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling

efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya

gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg

dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange

(Stoll BJ 2004)

3 Imunoglobulin IV

Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat

menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi

autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG

yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T

cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin

intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek

20

sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2

minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5

hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil

yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI

(Stoll BJ 2004)

4 Kortikosteroid

Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat

steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi

digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)

5 Perbaikan komunikasi

Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu

bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk

menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika

tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape

kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi

pasien (Baughman 2000)

6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan

komunitas

Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan

okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase

pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan

kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok

pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)

K Prognosis

Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun

terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik

neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat

hingga 95

21

22

III KESIMPULAN

1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat

ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah

infeksi akut

2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan

tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam

mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis

3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik

secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada

bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka

kesembuhan telah meningkat hingga 95

23

DAFTAR PUSTAKA

Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130

Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC

Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl

GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract

Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]

Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]

Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC

24

Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC

Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC

Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press

Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc

Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing

Page 10: Referat Kelompok 9 Dms - Sgb

9

(berperan dalam refleks pendengaran) (Price dan Wilson

2005) Bagian anterior yaitu pedunkulus serebri (terdiri atas

serabut motorik)

Metensefalon terdiri dari pons dan serebelum Pons

merupakan jembatan serabut yang menghubungkan dua

hemisfer hemisferium serebri serta menghubungkan

mesensefalon di sebelah atas dengan medula oblongata di

bawah Serebelum berfungsi sebagai pusat refleks yang

mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot serta

mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk

mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh (Price dan

Wilson 2005)

d) Mielensefalon

terdiri dari medula oblongata Medula oblongata merupakan

pusat refleks yang penting untuk jantung vasokonstriktor

pernafasan bersin batuk menelan salivasi dan muntah (Price

dan Wilson 2005)

b) Medula Spinalis

Medula spinalis merupakan suatu struktur yang memanjang

dari medula oblongata dan terus ke bawah melalui kolumna

vertebralis sampai setinggi vertebra lumbalis pertama (L1) dan

terbagi menjadi 31 segmen yang menjadi tempat asal dari 31

pasang saraf spinal (Price dan Wilson 2005)

10

Gambar 2 Segmen-Segmen Medula Spinalis Beserta Fungsinya (Price dan

Wilson 2005)

b Sistem Saraf Tepi (PNS)

Secara anatomis PNS dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan

12 pasang saraf kranial (Price dan Wilson 2005) Saraf perifer terdiri

dari neuron yang menerima pesan sensorik (aferen) yang menuju ke

SSP atau menerima pesan-pesan neural motorik (eferen) dari SSP atau

keduanya Saraf spinal menghantarkan pesan aferen maupun pesan

eferen Saraf kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan

11

tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina

dimana terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dalam nama

atau angka romawi (Price dan Wilson 2005)

Tabel 1 Saraf Cranial beserta Fungsinya (Price dan Wilson 2005)

Nomor Saraf KranialKomponen

SarafFungsi

I Olfaktorius Sensorik PenciumanII Optikus Sensorik PenglihatanIII Okulomotorius

Motorik

- Mengangkat kelopak mata atas

- Konstriksi pupil- Sebagian besar gerakan

ekstraokularIV Troklearis

MotorikGerakan mata ke bawah dan ke dalam

V Trigeminus

Motorik

Otot temporalis dan maseter (menutup rahang dan mengunyah) gerakan rahang ke lateral

Sensorik

- Kulit wajah dan ⅔ depan kulit kepala mukosa mata mukosa hidung dan rongga mulut lidah serta gigi

- Refleks kornea atau refleks mengedip komponen sensorik dibawa oleh saraf kranial V respons motorik melalui saraf kranial VII

VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateralVII Fasialis

Motorik

Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot dahi sekeliling mata dan mulut lakrimasi dan salivasi

SensorikPengecapan ⅔ depan lidah (rasa manis asam dan asin)

VIII VestibulokoklearisCab Vestibularis Sensorik KeseimbanganCab Koklearis Sensorik Pendengaran

IX GlosofaringeusMotorik

- Faring menelan refleks muntah

- Parotis salivasi

SensorikFaring lidah posterior termasuk rasa pahit

12

X VagusMotorik

Faring Laring menelan refleks muntah fonasi visera abdomen

SensorikFaring Laring refleks muntah visera leher thoraks dan abdomen

XI Asesorius

Motorik

Otot sternokleidomastoideus dan bagian atas dari otot trapezius pergerakan kepala dan bahu

XII Hipoglosus Motorik Gerakan lidah

Secara fungsional PNS dibagi menjadi sistem saraf somatis dan

sistem saraf autonom Sistem saraf somatis terdiri dari saraf campuran

Bagian aferen membawa informasi sensorik yang disadari maupun yang

tidak disadari (misal nyeri suhu raba propriosepsi yang disadari

maupun tidak disadari penglihatan pengecapan pendengaran dan

penciuman) Sedangkan bagian eferen berhubungan dengan otot rangka

tubuh (Price dan Wilson 2005)

Sistem saraf autonom merupakan sistem saraf campuran Serabut

aferennya membawa masukan dari organ viseral (menangani

pengaturan denyut jantung diameter pembuluh darah pernafasan

pencernaan rasa lapar mual pembuangan) Saraf eferen motorik

autonom mempersarafi otot polos otot jantung dan kelenjar viseral

Sistem saraf autonom terutama menangani pengaturan fungsi viseral

dan interaksinya dengan lingkungan internal (Price dan Wilson 2005)

Sistem saraf autonom dibagi menjadi 2 bagian yaitu parasimpatis

(PANS) dan simpatis (SANS) simpatis berfungsi meningkatkan

kecepatan denyut jantung dan pernafasan serta menurunkan aktivitas

saluran cerna Sedangkan parasimpatis berfungsi menurunkan

kecepatan denyut jantung dan pernafasan tetapi meningkatkan

pergerakan saluran cerna sehingga parasimpatis membantu konservasi

dan homeostasis fungsi tubuh (Price dan Wilson 2005)

13

D Biokimia

ATP merupakan satu ndash satunya sumber energi yang didapat langsung

digunakan untuk berbagai aktivitas Di jaringan otot persediaan ATP yang

dapat segera digunakan kembali berjumlah terbatas Terdapat tiga jalur yang

memberikan tambahan ATP sesuai kebutuhan selama kontraksi otot yaitu

transfer fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat ke ADP fosforilasi oksidatif

(siklus asam sitrat dan system transport electron) dan glikolisis (Sherwood

2011)

1 Kreatin Fosfat

Merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal

aktivitas kontraktil Energi yang diberikan berasal dari hidrolisis kreatin

fosfat bersama dengan fosfat dapat diberikan langsung ke ADP untuk

membentuk ATP Reaksi ini yang dikatalisis oleh enzim sel otot kreatin

kinase bersifat reversible

Kreatin fosfat + ADP kreatin + ATP

Sewaktu cadangan energi di otot bertambah peningkatan

konsentrasi ATP mendorong pemindahan gugus fosfat berenergi tinggi

dari ATP untuk membentuk kreatin fosfat Sebaliknya pada permulaan

kontraksi ketika ATPase myosin menguraikan cadangan ATP yang

sekedarnya penurunan ATP yang kemudian terjadi mendorong

pemindahan gugus fosfat berenegi tinggi dari kreatin fosfat simpanan

untuk membentuk lebih banyak ATP (Sherwood 2011)

2 Fosfolirasi Oksidatif

Fosforilasi oksidatif berlangsung didalam mitokondria otot jika

terjadi cukup O2 Oksigen dibutuhkan untuk menunjang rantai transport

electron mitokondria Jalur ini dijalankan oleh glukosa atau asam lemak

bergantung pada intensitas dan durasi aktivitas (Sherwood 2011)

3 Glikolisis

Reaksi reaksi kimiawi pada glikolisis menghasilkan produk ndash

produk yang akhirnya masuk ke dalam jalur fosforilasi oksidatif tetapi

glikolisis juga dapat berlangsung tanpa produk ndash produknya diproses

14

lebih lanjut oleh jalur fosforilasi oksidatif Selama glikolisis satu molekul

glukosa diuraikan menjadi dua molekul asam piruvat menghasilkan dua

molekul ATP dalam prosesnya Asam piruvat dapat diuraikan lebih lanjut

oleh fosforilasi oksidatif untuk mengekstraksi lebih banyak energi

Glikolisis memiliki dua keunggulan dibandingkan jalur fosforilasi

oksidatif yaitu dapat membentuk ATP tanpa O2 (anaerob) dan glikolisis

dapat berlangsung lebih cepat daripada fosforilasi oksidatif (Sherwood

2011)

E Patogenesis

Patogenesis pada sindroma guillain barre (SGB) sampai saat ini masih

belum diketahui dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa

kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme

imunologi

15

Gambar 3 Imunobiologi dari Sindrom Guillain Barre

Diawali dengan infeksi (misalnya C Jejuni) menginduksi respon imun

yang akhirnya mengarah ke sindrom guillain barre Respon imun tergantung

pada faktor bakteri tertentu seperti pada spesifitas dari lipo-oligosakarida

(LOS) dan pada pasien yang terkait host faktor Polimorfisme genetik pada

pasien sebagian mungkin menentukan tingkat keparahan dari sindrom guillain

barre Adanya antibodi terhadap LOS dapat berikatan dan bereaksi dengan

ganglion saraf tertentu dan dapat mengaktifkan komplemen Tingkat

kerusakan saraf tergantung pada beberapa faktor Disfungsi saraf juga

menyebabkan kelemahan dan gangguan sensori (Doorn 2008)

16

F Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala SGB

1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh

2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu atau berbulan-

bulan

3 Kelemahan pada awalnya muncul ditungkai yang kemudian menjalar ke

atas hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan

4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan

5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi

sebelumnya dll

6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf

karena kerusakan mielin

7 Perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)

8 Takikardi

9 Wajah kemerahan diaforesis

10 Kesulitan dalam mengunyah atau menelan

G Patofisiologi

Mekanisme bagaimana infeksi vaksinasi trauma atau faktor lain yang

mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui

dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang

terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi Bukti-bukti

bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf

tepi pada sindroma ini adalah

1 Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell

mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi

2 Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi

3 Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran

pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi

saraf tepi

17

Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas

seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya

Pada SGB gangliosid merupakan target dari antibodi Ikatan antibody

dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin

Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari

system imun belum diketahui tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga

sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh Hal ini

didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid

dari tubuh manusia Campylobacter jejuni bakteri patogen yang menyebabkan

terjadinya diare mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari

gangliosid GM1 Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni kerusakan

terutama terjadi pada degenerasi akson Perubahan pada akson ini

menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1

untuk merespon adanya epitop yang sama Berdasarkan adanya sinyal infeksi

yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya

infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer Terbentuk makrofag di daerah

kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan

penghantaran impuls saraf (Israr 2009)

H Diagnosis

Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis SGB ditandai dengan

timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks

tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami

demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan

motorik perifer (Dewanto 2009)

Beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menegakkan diagnosis

Sindrome Guillain Barre diantaranya

1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh

2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu bahkan

berbulan-bulan

18

3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas

hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan

4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan

5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi

sebelumnya dll

6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf

karena kerusakan myelin

7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan

untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan

menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan

penglihatan kabur (Dewanto 2009)

I Pemeriksaan Penunjang

a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa

darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain

b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada

beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya

meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi

yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan

jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)

c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk

menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien

Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf

sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta

kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya

perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya

konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir

penyakit

d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot

(Dewanto 2009)

19

J Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati

komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya

Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus

dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus

segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan

pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan

adalah

1 Fisioterapi

Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan

kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan

sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka

fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot

(Stoll BJ 2004)

2 Plasma exchange therapy (PE)

Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk

mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian

plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa

perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang

lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling

efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya

gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg

dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange

(Stoll BJ 2004)

3 Imunoglobulin IV

Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat

menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi

autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG

yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T

cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin

intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek

20

sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2

minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5

hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil

yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI

(Stoll BJ 2004)

4 Kortikosteroid

Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat

steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi

digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)

5 Perbaikan komunikasi

Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu

bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk

menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika

tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape

kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi

pasien (Baughman 2000)

6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan

komunitas

Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan

okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase

pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan

kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok

pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)

K Prognosis

Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun

terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik

neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat

hingga 95

21

22

III KESIMPULAN

1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat

ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah

infeksi akut

2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan

tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam

mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis

3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik

secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada

bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka

kesembuhan telah meningkat hingga 95

23

DAFTAR PUSTAKA

Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130

Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC

Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl

GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract

Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]

Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]

Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC

24

Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC

Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC

Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press

Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc

Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing

Page 11: Referat Kelompok 9 Dms - Sgb

10

Gambar 2 Segmen-Segmen Medula Spinalis Beserta Fungsinya (Price dan

Wilson 2005)

b Sistem Saraf Tepi (PNS)

Secara anatomis PNS dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan

12 pasang saraf kranial (Price dan Wilson 2005) Saraf perifer terdiri

dari neuron yang menerima pesan sensorik (aferen) yang menuju ke

SSP atau menerima pesan-pesan neural motorik (eferen) dari SSP atau

keduanya Saraf spinal menghantarkan pesan aferen maupun pesan

eferen Saraf kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan

11

tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina

dimana terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dalam nama

atau angka romawi (Price dan Wilson 2005)

Tabel 1 Saraf Cranial beserta Fungsinya (Price dan Wilson 2005)

Nomor Saraf KranialKomponen

SarafFungsi

I Olfaktorius Sensorik PenciumanII Optikus Sensorik PenglihatanIII Okulomotorius

Motorik

- Mengangkat kelopak mata atas

- Konstriksi pupil- Sebagian besar gerakan

ekstraokularIV Troklearis

MotorikGerakan mata ke bawah dan ke dalam

V Trigeminus

Motorik

Otot temporalis dan maseter (menutup rahang dan mengunyah) gerakan rahang ke lateral

Sensorik

- Kulit wajah dan ⅔ depan kulit kepala mukosa mata mukosa hidung dan rongga mulut lidah serta gigi

- Refleks kornea atau refleks mengedip komponen sensorik dibawa oleh saraf kranial V respons motorik melalui saraf kranial VII

VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateralVII Fasialis

Motorik

Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot dahi sekeliling mata dan mulut lakrimasi dan salivasi

SensorikPengecapan ⅔ depan lidah (rasa manis asam dan asin)

VIII VestibulokoklearisCab Vestibularis Sensorik KeseimbanganCab Koklearis Sensorik Pendengaran

IX GlosofaringeusMotorik

- Faring menelan refleks muntah

- Parotis salivasi

SensorikFaring lidah posterior termasuk rasa pahit

12

X VagusMotorik

Faring Laring menelan refleks muntah fonasi visera abdomen

SensorikFaring Laring refleks muntah visera leher thoraks dan abdomen

XI Asesorius

Motorik

Otot sternokleidomastoideus dan bagian atas dari otot trapezius pergerakan kepala dan bahu

XII Hipoglosus Motorik Gerakan lidah

Secara fungsional PNS dibagi menjadi sistem saraf somatis dan

sistem saraf autonom Sistem saraf somatis terdiri dari saraf campuran

Bagian aferen membawa informasi sensorik yang disadari maupun yang

tidak disadari (misal nyeri suhu raba propriosepsi yang disadari

maupun tidak disadari penglihatan pengecapan pendengaran dan

penciuman) Sedangkan bagian eferen berhubungan dengan otot rangka

tubuh (Price dan Wilson 2005)

Sistem saraf autonom merupakan sistem saraf campuran Serabut

aferennya membawa masukan dari organ viseral (menangani

pengaturan denyut jantung diameter pembuluh darah pernafasan

pencernaan rasa lapar mual pembuangan) Saraf eferen motorik

autonom mempersarafi otot polos otot jantung dan kelenjar viseral

Sistem saraf autonom terutama menangani pengaturan fungsi viseral

dan interaksinya dengan lingkungan internal (Price dan Wilson 2005)

Sistem saraf autonom dibagi menjadi 2 bagian yaitu parasimpatis

(PANS) dan simpatis (SANS) simpatis berfungsi meningkatkan

kecepatan denyut jantung dan pernafasan serta menurunkan aktivitas

saluran cerna Sedangkan parasimpatis berfungsi menurunkan

kecepatan denyut jantung dan pernafasan tetapi meningkatkan

pergerakan saluran cerna sehingga parasimpatis membantu konservasi

dan homeostasis fungsi tubuh (Price dan Wilson 2005)

13

D Biokimia

ATP merupakan satu ndash satunya sumber energi yang didapat langsung

digunakan untuk berbagai aktivitas Di jaringan otot persediaan ATP yang

dapat segera digunakan kembali berjumlah terbatas Terdapat tiga jalur yang

memberikan tambahan ATP sesuai kebutuhan selama kontraksi otot yaitu

transfer fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat ke ADP fosforilasi oksidatif

(siklus asam sitrat dan system transport electron) dan glikolisis (Sherwood

2011)

1 Kreatin Fosfat

Merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal

aktivitas kontraktil Energi yang diberikan berasal dari hidrolisis kreatin

fosfat bersama dengan fosfat dapat diberikan langsung ke ADP untuk

membentuk ATP Reaksi ini yang dikatalisis oleh enzim sel otot kreatin

kinase bersifat reversible

Kreatin fosfat + ADP kreatin + ATP

Sewaktu cadangan energi di otot bertambah peningkatan

konsentrasi ATP mendorong pemindahan gugus fosfat berenergi tinggi

dari ATP untuk membentuk kreatin fosfat Sebaliknya pada permulaan

kontraksi ketika ATPase myosin menguraikan cadangan ATP yang

sekedarnya penurunan ATP yang kemudian terjadi mendorong

pemindahan gugus fosfat berenegi tinggi dari kreatin fosfat simpanan

untuk membentuk lebih banyak ATP (Sherwood 2011)

2 Fosfolirasi Oksidatif

Fosforilasi oksidatif berlangsung didalam mitokondria otot jika

terjadi cukup O2 Oksigen dibutuhkan untuk menunjang rantai transport

electron mitokondria Jalur ini dijalankan oleh glukosa atau asam lemak

bergantung pada intensitas dan durasi aktivitas (Sherwood 2011)

3 Glikolisis

Reaksi reaksi kimiawi pada glikolisis menghasilkan produk ndash

produk yang akhirnya masuk ke dalam jalur fosforilasi oksidatif tetapi

glikolisis juga dapat berlangsung tanpa produk ndash produknya diproses

14

lebih lanjut oleh jalur fosforilasi oksidatif Selama glikolisis satu molekul

glukosa diuraikan menjadi dua molekul asam piruvat menghasilkan dua

molekul ATP dalam prosesnya Asam piruvat dapat diuraikan lebih lanjut

oleh fosforilasi oksidatif untuk mengekstraksi lebih banyak energi

Glikolisis memiliki dua keunggulan dibandingkan jalur fosforilasi

oksidatif yaitu dapat membentuk ATP tanpa O2 (anaerob) dan glikolisis

dapat berlangsung lebih cepat daripada fosforilasi oksidatif (Sherwood

2011)

E Patogenesis

Patogenesis pada sindroma guillain barre (SGB) sampai saat ini masih

belum diketahui dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa

kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme

imunologi

15

Gambar 3 Imunobiologi dari Sindrom Guillain Barre

Diawali dengan infeksi (misalnya C Jejuni) menginduksi respon imun

yang akhirnya mengarah ke sindrom guillain barre Respon imun tergantung

pada faktor bakteri tertentu seperti pada spesifitas dari lipo-oligosakarida

(LOS) dan pada pasien yang terkait host faktor Polimorfisme genetik pada

pasien sebagian mungkin menentukan tingkat keparahan dari sindrom guillain

barre Adanya antibodi terhadap LOS dapat berikatan dan bereaksi dengan

ganglion saraf tertentu dan dapat mengaktifkan komplemen Tingkat

kerusakan saraf tergantung pada beberapa faktor Disfungsi saraf juga

menyebabkan kelemahan dan gangguan sensori (Doorn 2008)

16

F Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala SGB

1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh

2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu atau berbulan-

bulan

3 Kelemahan pada awalnya muncul ditungkai yang kemudian menjalar ke

atas hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan

4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan

5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi

sebelumnya dll

6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf

karena kerusakan mielin

7 Perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)

8 Takikardi

9 Wajah kemerahan diaforesis

10 Kesulitan dalam mengunyah atau menelan

G Patofisiologi

Mekanisme bagaimana infeksi vaksinasi trauma atau faktor lain yang

mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui

dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang

terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi Bukti-bukti

bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf

tepi pada sindroma ini adalah

1 Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell

mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi

2 Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi

3 Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran

pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi

saraf tepi

17

Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas

seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya

Pada SGB gangliosid merupakan target dari antibodi Ikatan antibody

dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin

Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari

system imun belum diketahui tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga

sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh Hal ini

didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid

dari tubuh manusia Campylobacter jejuni bakteri patogen yang menyebabkan

terjadinya diare mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari

gangliosid GM1 Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni kerusakan

terutama terjadi pada degenerasi akson Perubahan pada akson ini

menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1

untuk merespon adanya epitop yang sama Berdasarkan adanya sinyal infeksi

yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya

infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer Terbentuk makrofag di daerah

kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan

penghantaran impuls saraf (Israr 2009)

H Diagnosis

Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis SGB ditandai dengan

timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks

tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami

demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan

motorik perifer (Dewanto 2009)

Beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menegakkan diagnosis

Sindrome Guillain Barre diantaranya

1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh

2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu bahkan

berbulan-bulan

18

3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas

hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan

4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan

5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi

sebelumnya dll

6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf

karena kerusakan myelin

7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan

untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan

menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan

penglihatan kabur (Dewanto 2009)

I Pemeriksaan Penunjang

a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa

darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain

b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada

beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya

meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi

yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan

jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)

c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk

menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien

Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf

sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta

kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya

perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya

konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir

penyakit

d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot

(Dewanto 2009)

19

J Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati

komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya

Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus

dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus

segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan

pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan

adalah

1 Fisioterapi

Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan

kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan

sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka

fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot

(Stoll BJ 2004)

2 Plasma exchange therapy (PE)

Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk

mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian

plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa

perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang

lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling

efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya

gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg

dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange

(Stoll BJ 2004)

3 Imunoglobulin IV

Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat

menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi

autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG

yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T

cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin

intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek

20

sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2

minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5

hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil

yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI

(Stoll BJ 2004)

4 Kortikosteroid

Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat

steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi

digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)

5 Perbaikan komunikasi

Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu

bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk

menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika

tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape

kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi

pasien (Baughman 2000)

6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan

komunitas

Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan

okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase

pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan

kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok

pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)

K Prognosis

Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun

terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik

neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat

hingga 95

21

22

III KESIMPULAN

1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat

ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah

infeksi akut

2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan

tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam

mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis

3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik

secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada

bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka

kesembuhan telah meningkat hingga 95

23

DAFTAR PUSTAKA

Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130

Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC

Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl

GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract

Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]

Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]

Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC

24

Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC

Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC

Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press

Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc

Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing

Page 12: Referat Kelompok 9 Dms - Sgb

11

tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina

dimana terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dalam nama

atau angka romawi (Price dan Wilson 2005)

Tabel 1 Saraf Cranial beserta Fungsinya (Price dan Wilson 2005)

Nomor Saraf KranialKomponen

SarafFungsi

I Olfaktorius Sensorik PenciumanII Optikus Sensorik PenglihatanIII Okulomotorius

Motorik

- Mengangkat kelopak mata atas

- Konstriksi pupil- Sebagian besar gerakan

ekstraokularIV Troklearis

MotorikGerakan mata ke bawah dan ke dalam

V Trigeminus

Motorik

Otot temporalis dan maseter (menutup rahang dan mengunyah) gerakan rahang ke lateral

Sensorik

- Kulit wajah dan ⅔ depan kulit kepala mukosa mata mukosa hidung dan rongga mulut lidah serta gigi

- Refleks kornea atau refleks mengedip komponen sensorik dibawa oleh saraf kranial V respons motorik melalui saraf kranial VII

VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateralVII Fasialis

Motorik

Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot dahi sekeliling mata dan mulut lakrimasi dan salivasi

SensorikPengecapan ⅔ depan lidah (rasa manis asam dan asin)

VIII VestibulokoklearisCab Vestibularis Sensorik KeseimbanganCab Koklearis Sensorik Pendengaran

IX GlosofaringeusMotorik

- Faring menelan refleks muntah

- Parotis salivasi

SensorikFaring lidah posterior termasuk rasa pahit

12

X VagusMotorik

Faring Laring menelan refleks muntah fonasi visera abdomen

SensorikFaring Laring refleks muntah visera leher thoraks dan abdomen

XI Asesorius

Motorik

Otot sternokleidomastoideus dan bagian atas dari otot trapezius pergerakan kepala dan bahu

XII Hipoglosus Motorik Gerakan lidah

Secara fungsional PNS dibagi menjadi sistem saraf somatis dan

sistem saraf autonom Sistem saraf somatis terdiri dari saraf campuran

Bagian aferen membawa informasi sensorik yang disadari maupun yang

tidak disadari (misal nyeri suhu raba propriosepsi yang disadari

maupun tidak disadari penglihatan pengecapan pendengaran dan

penciuman) Sedangkan bagian eferen berhubungan dengan otot rangka

tubuh (Price dan Wilson 2005)

Sistem saraf autonom merupakan sistem saraf campuran Serabut

aferennya membawa masukan dari organ viseral (menangani

pengaturan denyut jantung diameter pembuluh darah pernafasan

pencernaan rasa lapar mual pembuangan) Saraf eferen motorik

autonom mempersarafi otot polos otot jantung dan kelenjar viseral

Sistem saraf autonom terutama menangani pengaturan fungsi viseral

dan interaksinya dengan lingkungan internal (Price dan Wilson 2005)

Sistem saraf autonom dibagi menjadi 2 bagian yaitu parasimpatis

(PANS) dan simpatis (SANS) simpatis berfungsi meningkatkan

kecepatan denyut jantung dan pernafasan serta menurunkan aktivitas

saluran cerna Sedangkan parasimpatis berfungsi menurunkan

kecepatan denyut jantung dan pernafasan tetapi meningkatkan

pergerakan saluran cerna sehingga parasimpatis membantu konservasi

dan homeostasis fungsi tubuh (Price dan Wilson 2005)

13

D Biokimia

ATP merupakan satu ndash satunya sumber energi yang didapat langsung

digunakan untuk berbagai aktivitas Di jaringan otot persediaan ATP yang

dapat segera digunakan kembali berjumlah terbatas Terdapat tiga jalur yang

memberikan tambahan ATP sesuai kebutuhan selama kontraksi otot yaitu

transfer fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat ke ADP fosforilasi oksidatif

(siklus asam sitrat dan system transport electron) dan glikolisis (Sherwood

2011)

1 Kreatin Fosfat

Merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal

aktivitas kontraktil Energi yang diberikan berasal dari hidrolisis kreatin

fosfat bersama dengan fosfat dapat diberikan langsung ke ADP untuk

membentuk ATP Reaksi ini yang dikatalisis oleh enzim sel otot kreatin

kinase bersifat reversible

Kreatin fosfat + ADP kreatin + ATP

Sewaktu cadangan energi di otot bertambah peningkatan

konsentrasi ATP mendorong pemindahan gugus fosfat berenergi tinggi

dari ATP untuk membentuk kreatin fosfat Sebaliknya pada permulaan

kontraksi ketika ATPase myosin menguraikan cadangan ATP yang

sekedarnya penurunan ATP yang kemudian terjadi mendorong

pemindahan gugus fosfat berenegi tinggi dari kreatin fosfat simpanan

untuk membentuk lebih banyak ATP (Sherwood 2011)

2 Fosfolirasi Oksidatif

Fosforilasi oksidatif berlangsung didalam mitokondria otot jika

terjadi cukup O2 Oksigen dibutuhkan untuk menunjang rantai transport

electron mitokondria Jalur ini dijalankan oleh glukosa atau asam lemak

bergantung pada intensitas dan durasi aktivitas (Sherwood 2011)

3 Glikolisis

Reaksi reaksi kimiawi pada glikolisis menghasilkan produk ndash

produk yang akhirnya masuk ke dalam jalur fosforilasi oksidatif tetapi

glikolisis juga dapat berlangsung tanpa produk ndash produknya diproses

14

lebih lanjut oleh jalur fosforilasi oksidatif Selama glikolisis satu molekul

glukosa diuraikan menjadi dua molekul asam piruvat menghasilkan dua

molekul ATP dalam prosesnya Asam piruvat dapat diuraikan lebih lanjut

oleh fosforilasi oksidatif untuk mengekstraksi lebih banyak energi

Glikolisis memiliki dua keunggulan dibandingkan jalur fosforilasi

oksidatif yaitu dapat membentuk ATP tanpa O2 (anaerob) dan glikolisis

dapat berlangsung lebih cepat daripada fosforilasi oksidatif (Sherwood

2011)

E Patogenesis

Patogenesis pada sindroma guillain barre (SGB) sampai saat ini masih

belum diketahui dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa

kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme

imunologi

15

Gambar 3 Imunobiologi dari Sindrom Guillain Barre

Diawali dengan infeksi (misalnya C Jejuni) menginduksi respon imun

yang akhirnya mengarah ke sindrom guillain barre Respon imun tergantung

pada faktor bakteri tertentu seperti pada spesifitas dari lipo-oligosakarida

(LOS) dan pada pasien yang terkait host faktor Polimorfisme genetik pada

pasien sebagian mungkin menentukan tingkat keparahan dari sindrom guillain

barre Adanya antibodi terhadap LOS dapat berikatan dan bereaksi dengan

ganglion saraf tertentu dan dapat mengaktifkan komplemen Tingkat

kerusakan saraf tergantung pada beberapa faktor Disfungsi saraf juga

menyebabkan kelemahan dan gangguan sensori (Doorn 2008)

16

F Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala SGB

1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh

2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu atau berbulan-

bulan

3 Kelemahan pada awalnya muncul ditungkai yang kemudian menjalar ke

atas hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan

4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan

5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi

sebelumnya dll

6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf

karena kerusakan mielin

7 Perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)

8 Takikardi

9 Wajah kemerahan diaforesis

10 Kesulitan dalam mengunyah atau menelan

G Patofisiologi

Mekanisme bagaimana infeksi vaksinasi trauma atau faktor lain yang

mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui

dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang

terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi Bukti-bukti

bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf

tepi pada sindroma ini adalah

1 Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell

mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi

2 Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi

3 Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran

pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi

saraf tepi

17

Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas

seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya

Pada SGB gangliosid merupakan target dari antibodi Ikatan antibody

dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin

Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari

system imun belum diketahui tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga

sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh Hal ini

didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid

dari tubuh manusia Campylobacter jejuni bakteri patogen yang menyebabkan

terjadinya diare mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari

gangliosid GM1 Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni kerusakan

terutama terjadi pada degenerasi akson Perubahan pada akson ini

menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1

untuk merespon adanya epitop yang sama Berdasarkan adanya sinyal infeksi

yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya

infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer Terbentuk makrofag di daerah

kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan

penghantaran impuls saraf (Israr 2009)

H Diagnosis

Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis SGB ditandai dengan

timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks

tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami

demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan

motorik perifer (Dewanto 2009)

Beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menegakkan diagnosis

Sindrome Guillain Barre diantaranya

1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh

2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu bahkan

berbulan-bulan

18

3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas

hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan

4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan

5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi

sebelumnya dll

6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf

karena kerusakan myelin

7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan

untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan

menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan

penglihatan kabur (Dewanto 2009)

I Pemeriksaan Penunjang

a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa

darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain

b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada

beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya

meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi

yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan

jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)

c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk

menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien

Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf

sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta

kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya

perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya

konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir

penyakit

d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot

(Dewanto 2009)

19

J Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati

komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya

Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus

dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus

segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan

pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan

adalah

1 Fisioterapi

Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan

kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan

sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka

fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot

(Stoll BJ 2004)

2 Plasma exchange therapy (PE)

Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk

mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian

plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa

perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang

lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling

efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya

gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg

dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange

(Stoll BJ 2004)

3 Imunoglobulin IV

Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat

menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi

autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG

yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T

cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin

intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek

20

sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2

minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5

hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil

yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI

(Stoll BJ 2004)

4 Kortikosteroid

Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat

steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi

digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)

5 Perbaikan komunikasi

Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu

bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk

menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika

tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape

kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi

pasien (Baughman 2000)

6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan

komunitas

Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan

okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase

pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan

kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok

pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)

K Prognosis

Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun

terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik

neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat

hingga 95

21

22

III KESIMPULAN

1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat

ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah

infeksi akut

2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan

tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam

mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis

3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik

secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada

bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka

kesembuhan telah meningkat hingga 95

23

DAFTAR PUSTAKA

Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130

Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC

Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl

GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract

Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]

Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]

Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC

24

Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC

Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC

Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press

Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc

Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing

Page 13: Referat Kelompok 9 Dms - Sgb

12

X VagusMotorik

Faring Laring menelan refleks muntah fonasi visera abdomen

SensorikFaring Laring refleks muntah visera leher thoraks dan abdomen

XI Asesorius

Motorik

Otot sternokleidomastoideus dan bagian atas dari otot trapezius pergerakan kepala dan bahu

XII Hipoglosus Motorik Gerakan lidah

Secara fungsional PNS dibagi menjadi sistem saraf somatis dan

sistem saraf autonom Sistem saraf somatis terdiri dari saraf campuran

Bagian aferen membawa informasi sensorik yang disadari maupun yang

tidak disadari (misal nyeri suhu raba propriosepsi yang disadari

maupun tidak disadari penglihatan pengecapan pendengaran dan

penciuman) Sedangkan bagian eferen berhubungan dengan otot rangka

tubuh (Price dan Wilson 2005)

Sistem saraf autonom merupakan sistem saraf campuran Serabut

aferennya membawa masukan dari organ viseral (menangani

pengaturan denyut jantung diameter pembuluh darah pernafasan

pencernaan rasa lapar mual pembuangan) Saraf eferen motorik

autonom mempersarafi otot polos otot jantung dan kelenjar viseral

Sistem saraf autonom terutama menangani pengaturan fungsi viseral

dan interaksinya dengan lingkungan internal (Price dan Wilson 2005)

Sistem saraf autonom dibagi menjadi 2 bagian yaitu parasimpatis

(PANS) dan simpatis (SANS) simpatis berfungsi meningkatkan

kecepatan denyut jantung dan pernafasan serta menurunkan aktivitas

saluran cerna Sedangkan parasimpatis berfungsi menurunkan

kecepatan denyut jantung dan pernafasan tetapi meningkatkan

pergerakan saluran cerna sehingga parasimpatis membantu konservasi

dan homeostasis fungsi tubuh (Price dan Wilson 2005)

13

D Biokimia

ATP merupakan satu ndash satunya sumber energi yang didapat langsung

digunakan untuk berbagai aktivitas Di jaringan otot persediaan ATP yang

dapat segera digunakan kembali berjumlah terbatas Terdapat tiga jalur yang

memberikan tambahan ATP sesuai kebutuhan selama kontraksi otot yaitu

transfer fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat ke ADP fosforilasi oksidatif

(siklus asam sitrat dan system transport electron) dan glikolisis (Sherwood

2011)

1 Kreatin Fosfat

Merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal

aktivitas kontraktil Energi yang diberikan berasal dari hidrolisis kreatin

fosfat bersama dengan fosfat dapat diberikan langsung ke ADP untuk

membentuk ATP Reaksi ini yang dikatalisis oleh enzim sel otot kreatin

kinase bersifat reversible

Kreatin fosfat + ADP kreatin + ATP

Sewaktu cadangan energi di otot bertambah peningkatan

konsentrasi ATP mendorong pemindahan gugus fosfat berenergi tinggi

dari ATP untuk membentuk kreatin fosfat Sebaliknya pada permulaan

kontraksi ketika ATPase myosin menguraikan cadangan ATP yang

sekedarnya penurunan ATP yang kemudian terjadi mendorong

pemindahan gugus fosfat berenegi tinggi dari kreatin fosfat simpanan

untuk membentuk lebih banyak ATP (Sherwood 2011)

2 Fosfolirasi Oksidatif

Fosforilasi oksidatif berlangsung didalam mitokondria otot jika

terjadi cukup O2 Oksigen dibutuhkan untuk menunjang rantai transport

electron mitokondria Jalur ini dijalankan oleh glukosa atau asam lemak

bergantung pada intensitas dan durasi aktivitas (Sherwood 2011)

3 Glikolisis

Reaksi reaksi kimiawi pada glikolisis menghasilkan produk ndash

produk yang akhirnya masuk ke dalam jalur fosforilasi oksidatif tetapi

glikolisis juga dapat berlangsung tanpa produk ndash produknya diproses

14

lebih lanjut oleh jalur fosforilasi oksidatif Selama glikolisis satu molekul

glukosa diuraikan menjadi dua molekul asam piruvat menghasilkan dua

molekul ATP dalam prosesnya Asam piruvat dapat diuraikan lebih lanjut

oleh fosforilasi oksidatif untuk mengekstraksi lebih banyak energi

Glikolisis memiliki dua keunggulan dibandingkan jalur fosforilasi

oksidatif yaitu dapat membentuk ATP tanpa O2 (anaerob) dan glikolisis

dapat berlangsung lebih cepat daripada fosforilasi oksidatif (Sherwood

2011)

E Patogenesis

Patogenesis pada sindroma guillain barre (SGB) sampai saat ini masih

belum diketahui dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa

kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme

imunologi

15

Gambar 3 Imunobiologi dari Sindrom Guillain Barre

Diawali dengan infeksi (misalnya C Jejuni) menginduksi respon imun

yang akhirnya mengarah ke sindrom guillain barre Respon imun tergantung

pada faktor bakteri tertentu seperti pada spesifitas dari lipo-oligosakarida

(LOS) dan pada pasien yang terkait host faktor Polimorfisme genetik pada

pasien sebagian mungkin menentukan tingkat keparahan dari sindrom guillain

barre Adanya antibodi terhadap LOS dapat berikatan dan bereaksi dengan

ganglion saraf tertentu dan dapat mengaktifkan komplemen Tingkat

kerusakan saraf tergantung pada beberapa faktor Disfungsi saraf juga

menyebabkan kelemahan dan gangguan sensori (Doorn 2008)

16

F Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala SGB

1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh

2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu atau berbulan-

bulan

3 Kelemahan pada awalnya muncul ditungkai yang kemudian menjalar ke

atas hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan

4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan

5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi

sebelumnya dll

6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf

karena kerusakan mielin

7 Perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)

8 Takikardi

9 Wajah kemerahan diaforesis

10 Kesulitan dalam mengunyah atau menelan

G Patofisiologi

Mekanisme bagaimana infeksi vaksinasi trauma atau faktor lain yang

mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui

dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang

terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi Bukti-bukti

bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf

tepi pada sindroma ini adalah

1 Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell

mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi

2 Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi

3 Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran

pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi

saraf tepi

17

Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas

seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya

Pada SGB gangliosid merupakan target dari antibodi Ikatan antibody

dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin

Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari

system imun belum diketahui tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga

sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh Hal ini

didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid

dari tubuh manusia Campylobacter jejuni bakteri patogen yang menyebabkan

terjadinya diare mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari

gangliosid GM1 Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni kerusakan

terutama terjadi pada degenerasi akson Perubahan pada akson ini

menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1

untuk merespon adanya epitop yang sama Berdasarkan adanya sinyal infeksi

yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya

infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer Terbentuk makrofag di daerah

kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan

penghantaran impuls saraf (Israr 2009)

H Diagnosis

Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis SGB ditandai dengan

timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks

tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami

demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan

motorik perifer (Dewanto 2009)

Beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menegakkan diagnosis

Sindrome Guillain Barre diantaranya

1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh

2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu bahkan

berbulan-bulan

18

3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas

hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan

4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan

5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi

sebelumnya dll

6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf

karena kerusakan myelin

7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan

untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan

menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan

penglihatan kabur (Dewanto 2009)

I Pemeriksaan Penunjang

a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa

darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain

b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada

beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya

meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi

yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan

jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)

c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk

menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien

Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf

sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta

kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya

perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya

konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir

penyakit

d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot

(Dewanto 2009)

19

J Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati

komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya

Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus

dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus

segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan

pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan

adalah

1 Fisioterapi

Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan

kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan

sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka

fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot

(Stoll BJ 2004)

2 Plasma exchange therapy (PE)

Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk

mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian

plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa

perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang

lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling

efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya

gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg

dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange

(Stoll BJ 2004)

3 Imunoglobulin IV

Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat

menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi

autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG

yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T

cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin

intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek

20

sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2

minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5

hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil

yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI

(Stoll BJ 2004)

4 Kortikosteroid

Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat

steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi

digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)

5 Perbaikan komunikasi

Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu

bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk

menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika

tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape

kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi

pasien (Baughman 2000)

6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan

komunitas

Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan

okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase

pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan

kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok

pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)

K Prognosis

Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun

terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik

neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat

hingga 95

21

22

III KESIMPULAN

1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat

ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah

infeksi akut

2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan

tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam

mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis

3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik

secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada

bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka

kesembuhan telah meningkat hingga 95

23

DAFTAR PUSTAKA

Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130

Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC

Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl

GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract

Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]

Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]

Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC

24

Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC

Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC

Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press

Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc

Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing

Page 14: Referat Kelompok 9 Dms - Sgb

13

D Biokimia

ATP merupakan satu ndash satunya sumber energi yang didapat langsung

digunakan untuk berbagai aktivitas Di jaringan otot persediaan ATP yang

dapat segera digunakan kembali berjumlah terbatas Terdapat tiga jalur yang

memberikan tambahan ATP sesuai kebutuhan selama kontraksi otot yaitu

transfer fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat ke ADP fosforilasi oksidatif

(siklus asam sitrat dan system transport electron) dan glikolisis (Sherwood

2011)

1 Kreatin Fosfat

Merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal

aktivitas kontraktil Energi yang diberikan berasal dari hidrolisis kreatin

fosfat bersama dengan fosfat dapat diberikan langsung ke ADP untuk

membentuk ATP Reaksi ini yang dikatalisis oleh enzim sel otot kreatin

kinase bersifat reversible

Kreatin fosfat + ADP kreatin + ATP

Sewaktu cadangan energi di otot bertambah peningkatan

konsentrasi ATP mendorong pemindahan gugus fosfat berenergi tinggi

dari ATP untuk membentuk kreatin fosfat Sebaliknya pada permulaan

kontraksi ketika ATPase myosin menguraikan cadangan ATP yang

sekedarnya penurunan ATP yang kemudian terjadi mendorong

pemindahan gugus fosfat berenegi tinggi dari kreatin fosfat simpanan

untuk membentuk lebih banyak ATP (Sherwood 2011)

2 Fosfolirasi Oksidatif

Fosforilasi oksidatif berlangsung didalam mitokondria otot jika

terjadi cukup O2 Oksigen dibutuhkan untuk menunjang rantai transport

electron mitokondria Jalur ini dijalankan oleh glukosa atau asam lemak

bergantung pada intensitas dan durasi aktivitas (Sherwood 2011)

3 Glikolisis

Reaksi reaksi kimiawi pada glikolisis menghasilkan produk ndash

produk yang akhirnya masuk ke dalam jalur fosforilasi oksidatif tetapi

glikolisis juga dapat berlangsung tanpa produk ndash produknya diproses

14

lebih lanjut oleh jalur fosforilasi oksidatif Selama glikolisis satu molekul

glukosa diuraikan menjadi dua molekul asam piruvat menghasilkan dua

molekul ATP dalam prosesnya Asam piruvat dapat diuraikan lebih lanjut

oleh fosforilasi oksidatif untuk mengekstraksi lebih banyak energi

Glikolisis memiliki dua keunggulan dibandingkan jalur fosforilasi

oksidatif yaitu dapat membentuk ATP tanpa O2 (anaerob) dan glikolisis

dapat berlangsung lebih cepat daripada fosforilasi oksidatif (Sherwood

2011)

E Patogenesis

Patogenesis pada sindroma guillain barre (SGB) sampai saat ini masih

belum diketahui dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa

kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme

imunologi

15

Gambar 3 Imunobiologi dari Sindrom Guillain Barre

Diawali dengan infeksi (misalnya C Jejuni) menginduksi respon imun

yang akhirnya mengarah ke sindrom guillain barre Respon imun tergantung

pada faktor bakteri tertentu seperti pada spesifitas dari lipo-oligosakarida

(LOS) dan pada pasien yang terkait host faktor Polimorfisme genetik pada

pasien sebagian mungkin menentukan tingkat keparahan dari sindrom guillain

barre Adanya antibodi terhadap LOS dapat berikatan dan bereaksi dengan

ganglion saraf tertentu dan dapat mengaktifkan komplemen Tingkat

kerusakan saraf tergantung pada beberapa faktor Disfungsi saraf juga

menyebabkan kelemahan dan gangguan sensori (Doorn 2008)

16

F Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala SGB

1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh

2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu atau berbulan-

bulan

3 Kelemahan pada awalnya muncul ditungkai yang kemudian menjalar ke

atas hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan

4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan

5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi

sebelumnya dll

6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf

karena kerusakan mielin

7 Perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)

8 Takikardi

9 Wajah kemerahan diaforesis

10 Kesulitan dalam mengunyah atau menelan

G Patofisiologi

Mekanisme bagaimana infeksi vaksinasi trauma atau faktor lain yang

mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui

dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang

terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi Bukti-bukti

bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf

tepi pada sindroma ini adalah

1 Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell

mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi

2 Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi

3 Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran

pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi

saraf tepi

17

Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas

seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya

Pada SGB gangliosid merupakan target dari antibodi Ikatan antibody

dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin

Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari

system imun belum diketahui tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga

sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh Hal ini

didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid

dari tubuh manusia Campylobacter jejuni bakteri patogen yang menyebabkan

terjadinya diare mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari

gangliosid GM1 Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni kerusakan

terutama terjadi pada degenerasi akson Perubahan pada akson ini

menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1

untuk merespon adanya epitop yang sama Berdasarkan adanya sinyal infeksi

yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya

infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer Terbentuk makrofag di daerah

kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan

penghantaran impuls saraf (Israr 2009)

H Diagnosis

Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis SGB ditandai dengan

timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks

tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami

demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan

motorik perifer (Dewanto 2009)

Beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menegakkan diagnosis

Sindrome Guillain Barre diantaranya

1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh

2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu bahkan

berbulan-bulan

18

3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas

hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan

4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan

5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi

sebelumnya dll

6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf

karena kerusakan myelin

7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan

untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan

menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan

penglihatan kabur (Dewanto 2009)

I Pemeriksaan Penunjang

a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa

darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain

b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada

beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya

meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi

yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan

jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)

c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk

menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien

Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf

sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta

kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya

perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya

konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir

penyakit

d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot

(Dewanto 2009)

19

J Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati

komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya

Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus

dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus

segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan

pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan

adalah

1 Fisioterapi

Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan

kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan

sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka

fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot

(Stoll BJ 2004)

2 Plasma exchange therapy (PE)

Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk

mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian

plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa

perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang

lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling

efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya

gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg

dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange

(Stoll BJ 2004)

3 Imunoglobulin IV

Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat

menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi

autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG

yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T

cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin

intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek

20

sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2

minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5

hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil

yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI

(Stoll BJ 2004)

4 Kortikosteroid

Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat

steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi

digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)

5 Perbaikan komunikasi

Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu

bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk

menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika

tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape

kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi

pasien (Baughman 2000)

6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan

komunitas

Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan

okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase

pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan

kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok

pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)

K Prognosis

Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun

terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik

neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat

hingga 95

21

22

III KESIMPULAN

1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat

ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah

infeksi akut

2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan

tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam

mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis

3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik

secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada

bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka

kesembuhan telah meningkat hingga 95

23

DAFTAR PUSTAKA

Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130

Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC

Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl

GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract

Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]

Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]

Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC

24

Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC

Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC

Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press

Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc

Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing

Page 15: Referat Kelompok 9 Dms - Sgb

14

lebih lanjut oleh jalur fosforilasi oksidatif Selama glikolisis satu molekul

glukosa diuraikan menjadi dua molekul asam piruvat menghasilkan dua

molekul ATP dalam prosesnya Asam piruvat dapat diuraikan lebih lanjut

oleh fosforilasi oksidatif untuk mengekstraksi lebih banyak energi

Glikolisis memiliki dua keunggulan dibandingkan jalur fosforilasi

oksidatif yaitu dapat membentuk ATP tanpa O2 (anaerob) dan glikolisis

dapat berlangsung lebih cepat daripada fosforilasi oksidatif (Sherwood

2011)

E Patogenesis

Patogenesis pada sindroma guillain barre (SGB) sampai saat ini masih

belum diketahui dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa

kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme

imunologi

15

Gambar 3 Imunobiologi dari Sindrom Guillain Barre

Diawali dengan infeksi (misalnya C Jejuni) menginduksi respon imun

yang akhirnya mengarah ke sindrom guillain barre Respon imun tergantung

pada faktor bakteri tertentu seperti pada spesifitas dari lipo-oligosakarida

(LOS) dan pada pasien yang terkait host faktor Polimorfisme genetik pada

pasien sebagian mungkin menentukan tingkat keparahan dari sindrom guillain

barre Adanya antibodi terhadap LOS dapat berikatan dan bereaksi dengan

ganglion saraf tertentu dan dapat mengaktifkan komplemen Tingkat

kerusakan saraf tergantung pada beberapa faktor Disfungsi saraf juga

menyebabkan kelemahan dan gangguan sensori (Doorn 2008)

16

F Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala SGB

1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh

2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu atau berbulan-

bulan

3 Kelemahan pada awalnya muncul ditungkai yang kemudian menjalar ke

atas hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan

4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan

5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi

sebelumnya dll

6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf

karena kerusakan mielin

7 Perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)

8 Takikardi

9 Wajah kemerahan diaforesis

10 Kesulitan dalam mengunyah atau menelan

G Patofisiologi

Mekanisme bagaimana infeksi vaksinasi trauma atau faktor lain yang

mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui

dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang

terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi Bukti-bukti

bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf

tepi pada sindroma ini adalah

1 Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell

mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi

2 Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi

3 Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran

pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi

saraf tepi

17

Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas

seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya

Pada SGB gangliosid merupakan target dari antibodi Ikatan antibody

dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin

Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari

system imun belum diketahui tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga

sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh Hal ini

didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid

dari tubuh manusia Campylobacter jejuni bakteri patogen yang menyebabkan

terjadinya diare mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari

gangliosid GM1 Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni kerusakan

terutama terjadi pada degenerasi akson Perubahan pada akson ini

menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1

untuk merespon adanya epitop yang sama Berdasarkan adanya sinyal infeksi

yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya

infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer Terbentuk makrofag di daerah

kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan

penghantaran impuls saraf (Israr 2009)

H Diagnosis

Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis SGB ditandai dengan

timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks

tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami

demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan

motorik perifer (Dewanto 2009)

Beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menegakkan diagnosis

Sindrome Guillain Barre diantaranya

1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh

2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu bahkan

berbulan-bulan

18

3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas

hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan

4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan

5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi

sebelumnya dll

6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf

karena kerusakan myelin

7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan

untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan

menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan

penglihatan kabur (Dewanto 2009)

I Pemeriksaan Penunjang

a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa

darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain

b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada

beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya

meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi

yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan

jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)

c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk

menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien

Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf

sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta

kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya

perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya

konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir

penyakit

d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot

(Dewanto 2009)

19

J Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati

komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya

Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus

dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus

segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan

pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan

adalah

1 Fisioterapi

Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan

kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan

sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka

fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot

(Stoll BJ 2004)

2 Plasma exchange therapy (PE)

Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk

mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian

plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa

perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang

lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling

efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya

gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg

dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange

(Stoll BJ 2004)

3 Imunoglobulin IV

Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat

menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi

autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG

yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T

cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin

intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek

20

sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2

minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5

hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil

yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI

(Stoll BJ 2004)

4 Kortikosteroid

Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat

steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi

digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)

5 Perbaikan komunikasi

Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu

bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk

menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika

tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape

kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi

pasien (Baughman 2000)

6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan

komunitas

Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan

okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase

pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan

kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok

pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)

K Prognosis

Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun

terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik

neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat

hingga 95

21

22

III KESIMPULAN

1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat

ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah

infeksi akut

2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan

tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam

mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis

3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik

secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada

bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka

kesembuhan telah meningkat hingga 95

23

DAFTAR PUSTAKA

Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130

Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC

Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl

GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract

Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]

Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]

Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC

24

Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC

Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC

Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press

Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc

Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing

Page 16: Referat Kelompok 9 Dms - Sgb

15

Gambar 3 Imunobiologi dari Sindrom Guillain Barre

Diawali dengan infeksi (misalnya C Jejuni) menginduksi respon imun

yang akhirnya mengarah ke sindrom guillain barre Respon imun tergantung

pada faktor bakteri tertentu seperti pada spesifitas dari lipo-oligosakarida

(LOS) dan pada pasien yang terkait host faktor Polimorfisme genetik pada

pasien sebagian mungkin menentukan tingkat keparahan dari sindrom guillain

barre Adanya antibodi terhadap LOS dapat berikatan dan bereaksi dengan

ganglion saraf tertentu dan dapat mengaktifkan komplemen Tingkat

kerusakan saraf tergantung pada beberapa faktor Disfungsi saraf juga

menyebabkan kelemahan dan gangguan sensori (Doorn 2008)

16

F Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala SGB

1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh

2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu atau berbulan-

bulan

3 Kelemahan pada awalnya muncul ditungkai yang kemudian menjalar ke

atas hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan

4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan

5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi

sebelumnya dll

6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf

karena kerusakan mielin

7 Perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)

8 Takikardi

9 Wajah kemerahan diaforesis

10 Kesulitan dalam mengunyah atau menelan

G Patofisiologi

Mekanisme bagaimana infeksi vaksinasi trauma atau faktor lain yang

mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui

dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang

terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi Bukti-bukti

bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf

tepi pada sindroma ini adalah

1 Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell

mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi

2 Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi

3 Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran

pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi

saraf tepi

17

Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas

seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya

Pada SGB gangliosid merupakan target dari antibodi Ikatan antibody

dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin

Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari

system imun belum diketahui tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga

sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh Hal ini

didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid

dari tubuh manusia Campylobacter jejuni bakteri patogen yang menyebabkan

terjadinya diare mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari

gangliosid GM1 Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni kerusakan

terutama terjadi pada degenerasi akson Perubahan pada akson ini

menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1

untuk merespon adanya epitop yang sama Berdasarkan adanya sinyal infeksi

yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya

infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer Terbentuk makrofag di daerah

kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan

penghantaran impuls saraf (Israr 2009)

H Diagnosis

Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis SGB ditandai dengan

timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks

tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami

demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan

motorik perifer (Dewanto 2009)

Beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menegakkan diagnosis

Sindrome Guillain Barre diantaranya

1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh

2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu bahkan

berbulan-bulan

18

3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas

hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan

4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan

5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi

sebelumnya dll

6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf

karena kerusakan myelin

7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan

untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan

menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan

penglihatan kabur (Dewanto 2009)

I Pemeriksaan Penunjang

a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa

darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain

b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada

beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya

meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi

yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan

jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)

c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk

menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien

Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf

sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta

kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya

perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya

konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir

penyakit

d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot

(Dewanto 2009)

19

J Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati

komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya

Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus

dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus

segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan

pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan

adalah

1 Fisioterapi

Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan

kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan

sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka

fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot

(Stoll BJ 2004)

2 Plasma exchange therapy (PE)

Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk

mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian

plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa

perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang

lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling

efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya

gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg

dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange

(Stoll BJ 2004)

3 Imunoglobulin IV

Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat

menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi

autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG

yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T

cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin

intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek

20

sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2

minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5

hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil

yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI

(Stoll BJ 2004)

4 Kortikosteroid

Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat

steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi

digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)

5 Perbaikan komunikasi

Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu

bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk

menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika

tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape

kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi

pasien (Baughman 2000)

6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan

komunitas

Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan

okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase

pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan

kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok

pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)

K Prognosis

Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun

terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik

neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat

hingga 95

21

22

III KESIMPULAN

1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat

ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah

infeksi akut

2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan

tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam

mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis

3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik

secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada

bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka

kesembuhan telah meningkat hingga 95

23

DAFTAR PUSTAKA

Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130

Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC

Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl

GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract

Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]

Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]

Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC

24

Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC

Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC

Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press

Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc

Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing

Page 17: Referat Kelompok 9 Dms - Sgb

16

F Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala SGB

1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh

2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu atau berbulan-

bulan

3 Kelemahan pada awalnya muncul ditungkai yang kemudian menjalar ke

atas hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan

4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan

5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi

sebelumnya dll

6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf

karena kerusakan mielin

7 Perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)

8 Takikardi

9 Wajah kemerahan diaforesis

10 Kesulitan dalam mengunyah atau menelan

G Patofisiologi

Mekanisme bagaimana infeksi vaksinasi trauma atau faktor lain yang

mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui

dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang

terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi Bukti-bukti

bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf

tepi pada sindroma ini adalah

1 Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell

mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi

2 Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi

3 Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran

pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi

saraf tepi

17

Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas

seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya

Pada SGB gangliosid merupakan target dari antibodi Ikatan antibody

dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin

Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari

system imun belum diketahui tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga

sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh Hal ini

didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid

dari tubuh manusia Campylobacter jejuni bakteri patogen yang menyebabkan

terjadinya diare mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari

gangliosid GM1 Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni kerusakan

terutama terjadi pada degenerasi akson Perubahan pada akson ini

menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1

untuk merespon adanya epitop yang sama Berdasarkan adanya sinyal infeksi

yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya

infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer Terbentuk makrofag di daerah

kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan

penghantaran impuls saraf (Israr 2009)

H Diagnosis

Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis SGB ditandai dengan

timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks

tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami

demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan

motorik perifer (Dewanto 2009)

Beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menegakkan diagnosis

Sindrome Guillain Barre diantaranya

1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh

2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu bahkan

berbulan-bulan

18

3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas

hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan

4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan

5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi

sebelumnya dll

6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf

karena kerusakan myelin

7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan

untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan

menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan

penglihatan kabur (Dewanto 2009)

I Pemeriksaan Penunjang

a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa

darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain

b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada

beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya

meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi

yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan

jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)

c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk

menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien

Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf

sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta

kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya

perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya

konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir

penyakit

d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot

(Dewanto 2009)

19

J Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati

komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya

Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus

dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus

segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan

pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan

adalah

1 Fisioterapi

Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan

kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan

sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka

fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot

(Stoll BJ 2004)

2 Plasma exchange therapy (PE)

Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk

mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian

plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa

perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang

lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling

efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya

gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg

dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange

(Stoll BJ 2004)

3 Imunoglobulin IV

Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat

menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi

autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG

yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T

cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin

intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek

20

sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2

minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5

hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil

yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI

(Stoll BJ 2004)

4 Kortikosteroid

Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat

steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi

digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)

5 Perbaikan komunikasi

Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu

bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk

menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika

tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape

kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi

pasien (Baughman 2000)

6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan

komunitas

Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan

okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase

pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan

kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok

pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)

K Prognosis

Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun

terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik

neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat

hingga 95

21

22

III KESIMPULAN

1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat

ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah

infeksi akut

2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan

tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam

mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis

3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik

secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada

bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka

kesembuhan telah meningkat hingga 95

23

DAFTAR PUSTAKA

Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130

Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC

Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl

GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract

Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]

Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]

Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC

24

Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC

Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC

Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press

Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc

Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing

Page 18: Referat Kelompok 9 Dms - Sgb

17

Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas

seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya

Pada SGB gangliosid merupakan target dari antibodi Ikatan antibody

dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin

Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari

system imun belum diketahui tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga

sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh Hal ini

didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid

dari tubuh manusia Campylobacter jejuni bakteri patogen yang menyebabkan

terjadinya diare mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari

gangliosid GM1 Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni kerusakan

terutama terjadi pada degenerasi akson Perubahan pada akson ini

menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1

untuk merespon adanya epitop yang sama Berdasarkan adanya sinyal infeksi

yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya

infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer Terbentuk makrofag di daerah

kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan

penghantaran impuls saraf (Israr 2009)

H Diagnosis

Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis SGB ditandai dengan

timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks

tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami

demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan

motorik perifer (Dewanto 2009)

Beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menegakkan diagnosis

Sindrome Guillain Barre diantaranya

1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh

2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu bahkan

berbulan-bulan

18

3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas

hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan

4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan

5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi

sebelumnya dll

6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf

karena kerusakan myelin

7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan

untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan

menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan

penglihatan kabur (Dewanto 2009)

I Pemeriksaan Penunjang

a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa

darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain

b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada

beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya

meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi

yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan

jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)

c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk

menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien

Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf

sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta

kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya

perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya

konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir

penyakit

d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot

(Dewanto 2009)

19

J Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati

komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya

Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus

dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus

segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan

pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan

adalah

1 Fisioterapi

Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan

kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan

sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka

fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot

(Stoll BJ 2004)

2 Plasma exchange therapy (PE)

Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk

mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian

plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa

perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang

lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling

efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya

gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg

dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange

(Stoll BJ 2004)

3 Imunoglobulin IV

Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat

menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi

autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG

yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T

cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin

intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek

20

sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2

minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5

hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil

yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI

(Stoll BJ 2004)

4 Kortikosteroid

Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat

steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi

digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)

5 Perbaikan komunikasi

Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu

bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk

menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika

tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape

kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi

pasien (Baughman 2000)

6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan

komunitas

Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan

okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase

pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan

kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok

pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)

K Prognosis

Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun

terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik

neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat

hingga 95

21

22

III KESIMPULAN

1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat

ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah

infeksi akut

2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan

tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam

mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis

3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik

secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada

bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka

kesembuhan telah meningkat hingga 95

23

DAFTAR PUSTAKA

Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130

Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC

Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl

GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract

Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]

Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]

Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC

24

Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC

Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC

Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press

Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc

Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing

Page 19: Referat Kelompok 9 Dms - Sgb

18

3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas

hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan

4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan

5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi

sebelumnya dll

6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf

karena kerusakan myelin

7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan

untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan

menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan

penglihatan kabur (Dewanto 2009)

I Pemeriksaan Penunjang

a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa

darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain

b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada

beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya

meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi

yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan

jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)

c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk

menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien

Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf

sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta

kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya

perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya

konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir

penyakit

d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot

(Dewanto 2009)

19

J Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati

komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya

Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus

dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus

segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan

pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan

adalah

1 Fisioterapi

Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan

kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan

sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka

fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot

(Stoll BJ 2004)

2 Plasma exchange therapy (PE)

Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk

mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian

plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa

perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang

lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling

efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya

gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg

dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange

(Stoll BJ 2004)

3 Imunoglobulin IV

Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat

menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi

autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG

yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T

cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin

intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek

20

sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2

minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5

hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil

yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI

(Stoll BJ 2004)

4 Kortikosteroid

Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat

steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi

digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)

5 Perbaikan komunikasi

Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu

bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk

menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika

tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape

kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi

pasien (Baughman 2000)

6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan

komunitas

Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan

okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase

pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan

kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok

pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)

K Prognosis

Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun

terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik

neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat

hingga 95

21

22

III KESIMPULAN

1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat

ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah

infeksi akut

2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan

tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam

mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis

3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik

secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada

bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka

kesembuhan telah meningkat hingga 95

23

DAFTAR PUSTAKA

Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130

Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC

Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl

GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract

Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]

Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]

Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC

24

Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC

Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC

Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press

Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc

Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing

Page 20: Referat Kelompok 9 Dms - Sgb

19

J Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati

komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya

Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus

dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus

segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan

pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan

adalah

1 Fisioterapi

Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan

kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan

sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka

fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot

(Stoll BJ 2004)

2 Plasma exchange therapy (PE)

Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk

mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian

plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa

perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang

lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling

efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya

gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg

dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange

(Stoll BJ 2004)

3 Imunoglobulin IV

Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat

menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi

autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG

yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T

cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin

intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek

20

sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2

minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5

hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil

yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI

(Stoll BJ 2004)

4 Kortikosteroid

Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat

steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi

digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)

5 Perbaikan komunikasi

Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu

bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk

menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika

tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape

kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi

pasien (Baughman 2000)

6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan

komunitas

Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan

okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase

pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan

kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok

pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)

K Prognosis

Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun

terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik

neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat

hingga 95

21

22

III KESIMPULAN

1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat

ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah

infeksi akut

2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan

tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam

mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis

3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik

secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada

bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka

kesembuhan telah meningkat hingga 95

23

DAFTAR PUSTAKA

Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130

Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC

Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl

GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract

Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]

Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]

Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC

24

Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC

Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC

Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press

Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc

Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing

Page 21: Referat Kelompok 9 Dms - Sgb

20

sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2

minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5

hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil

yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI

(Stoll BJ 2004)

4 Kortikosteroid

Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat

steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi

digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)

5 Perbaikan komunikasi

Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu

bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk

menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika

tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape

kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi

pasien (Baughman 2000)

6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan

komunitas

Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan

okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase

pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan

kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok

pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)

K Prognosis

Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun

terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik

neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat

hingga 95

21

22

III KESIMPULAN

1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat

ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah

infeksi akut

2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan

tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam

mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis

3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik

secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada

bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka

kesembuhan telah meningkat hingga 95

23

DAFTAR PUSTAKA

Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130

Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC

Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl

GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract

Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]

Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]

Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC

24

Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC

Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC

Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press

Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc

Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing

Page 22: Referat Kelompok 9 Dms - Sgb

21

22

III KESIMPULAN

1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat

ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah

infeksi akut

2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan

tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam

mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis

3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik

secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada

bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka

kesembuhan telah meningkat hingga 95

23

DAFTAR PUSTAKA

Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130

Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC

Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl

GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract

Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]

Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]

Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC

24

Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC

Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC

Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press

Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc

Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing

Page 23: Referat Kelompok 9 Dms - Sgb

22

III KESIMPULAN

1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat

ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah

infeksi akut

2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan

tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam

mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis

3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik

secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada

bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka

kesembuhan telah meningkat hingga 95

23

DAFTAR PUSTAKA

Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130

Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC

Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl

GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract

Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]

Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]

Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC

24

Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC

Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC

Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press

Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc

Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing

Page 24: Referat Kelompok 9 Dms - Sgb

23

DAFTAR PUSTAKA

Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130

Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC

Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC

Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl

GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract

Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]

Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]

Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC

24

Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC

Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC

Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press

Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc

Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing

Page 25: Referat Kelompok 9 Dms - Sgb

24

Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC

Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]

Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC

Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press

Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc

Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing