referat kelompok 9 dms - sgb
TRANSCRIPT
LAPORAN REFERAT
BLOK DERMATO MUSCULO SCELETAL
ldquoSindroma Guillain-Barrerdquo
Tutor dr Afifah
Disusun oleh Kelompok 9
Riza Revina G1A010012Nur Fitri Margaretna G1A010017Khozatin Zuni F G1A010027Galuh Ajeng Parandhini G1A010029Rinda Puspita A G1A010033Khairisa Amrina R G1A010039Mutiara Chandra Dewi G1A010041Mona Fadhila G1A010043Danny Amanati Aisya G1A010050Rhininta Adistyarani G1A010153Aria Yusti Kusuma G1A010095Kaharudin G1A007134
KEMENTRIAN PENDIDKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2011
1
I PENDAHULUAN
A Latar Belakang
Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat
ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah
infeksi akut
Sindroma Guillain-Barre terdapat di seluruh dunia pada setiap musim tidak
bersifat epidemic dan merupakan inflamasi poliradikuloneuropati (saraf-saraf tepi
dapat terkena dari radiks sampai akhiran saraf distal) kira-kira 15 kasus per 100000
penduduk Sindroma Guillain-Barre dapat terjadi pada semua orang tanpa
membedakan usia maupun ras Insiden kejadian di seluruh dunia berkisar antara 06 ndash
19 per 100000 penduduk Insiden ini meningkat sejalan dengan bertambahnya usia
(Ramachandran 2009)
Sindroma Guillain-Barre merupakan penyebab paralisis akut yang tersering di
negara barat Di Amerika Serikat insiden terjadinya Sindroma Guillain-Barre
berkisar antara 06 ndash 17 per 100000 penduduk Rasio kejadian antara laki-laki dan
perempuan adalah 111 Rentang usia penderita dari usia 2 bulan sampai 95 tahun Di
Amerika Serikat distribusi usia berkisar antara usia 15-35 tahun atau 50-75 tahun
Sedangkan di Cina kejadian pada usia 2-12 tahun pernah dilaporkan (Ramachandran
2009)
Sekitar 20 penderita berakhir dengan gagal nafas Di negara barat
gambaran yang sering muncul adalah subakut paralisis asending
Berhubungan dengan parestesis distal dan kehilangan refleks tendon dalam
Progresifitas berakhir pada minggu ke 4 dan keadaan biasanya tenang
sebelum terjadi perbaikan secara lambat Pada tahun 1859 Landry
menjelaskan 10 kasus dengan karakteristik paralisis asendens dan perubahan
sensasi sensorik (Wilkonson 2005)
Angka kematian rata-rata adalah 2-6 yang secara umum disebabkan
akibat komplikasi dari ventilasi henti jantung emboli paru sepsis
bronkospasme pneumotoraks dan ARDS Lebih dari 75 penderita
mengalami perbaikan sempurna atau hampir sempurna tanpa defisit neurologi
atau hanya kelelahan dan kelemahan distal yang minimal Sedangkan sebagian
penderita yang lain membutuhkan bantuan ventilasi akibat dari kelemahan
2
bagian distal yang berat Sekitar 15 penderita berakhir dengan gejala sisa
berupa defisit neurologi (Miller 2009)
B Tujan
Mengetahui dan mempelajari mengenai Sindroma Guillain-Barre meliputi
definisi fisiologi biokimia patogenesis patofisiologi tanda dan gejala
diagnosis pemeriksaan penunjang penatalaksanaan serta prognosis
3
II TINJAUAN PUSTAKA
A Definisi
Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat
ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah
infeksi akut SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya
paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun
dimana targetnya adalah saraf perifer radiks dan nervus kranialis Beberapa
nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini yaitu Idiopathic
polyneuritis Acute Febrile Polyneuritis Infective Polyneuritis Post Infectious
Polyneuritis Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy
Guillain Barre Strohl Syndrome Landry Ascending paralysis dan Landry
Guillain Barre Syndrome (Japardi 2002)
Sindroma Guillain-Barre (SGB) adalah penyakit neurologis autoimun
yang jarang terjadi di mana sistem kekebalan tubuh menghasilkan antibodi
terhadap saraf sendiri sehingga terjadi kerusakan dari saraf tersebut Sindroma
Guillain-Barre disebut juga Acute Inflammatory Demyelinating
Polyneuropathy yang menyerang radiks saraf baik ventral maupun dorsal yang
bersifat akut dan mengakibatkan kelumpuhan yang gejalanya dimulai dari
tungkai bagian bawah dan meluas sampai tubuh dan otot-otot wajah
(Shoenfeld 2008)
Pada tahun 1859 Landry menerbitkan sebuah laporan pada 10 pasien
dengan kelumpuhan ascending Selanjutnya pada tahun 1916 3 dokter
Perancis (Guillain Barre dan Strohl) menemukan 2 tentara Prancis dengan
kelemahan motor areflexia disosiasi albuminocytological LCS dan
berkurangnya refleks tendon dalam Sindrom ini kemudian diidentifikasi
sebagai sindrom Guillain-Barre (SGB) Secara historis SGB adalah penyakit
tunggal namun pada prakteknya saat ini dapat ditemukan beberapa varian
Tingkat kejadian tahunan adalah 1-2 per 100 000 kasus Sindrom ini dapat
terjadi pada semua usia tetapi yang paling umum adalah antara usia 30 dan
50 SGB adalah penyakit heterogen di mana sekitar dua-pertiga dari pasien
4
melaporkan ada penyakit yang diderita sebelumnya biasanya infeksi seperti
diare atau infeksi saluran pernapasan bagian atas SGB umumnya merupakan
suatu proses immune-mediated yang ditandai oleh disfungsi motorik sensorik
dan otonom (Adam 2005)
Walaupun sindroma ini merupakan penyakit yang sebagian besar dapat
mengalami kesembuhan fungsional yang sempurna tetapi tidak jarang terjadi
kematian karena perjalanan penyakitnya yang akut dan meluas ke bagian atas
tubuh sehingga menimbulkan kegagalan pernafasan Untuk itu pengawasan
yang ketat dan penanganan yang baik pada penderita SGB sangat diperlukan
untuk memperkecil angka kematiannya dan mengurangi gejala sisa defisit
neurologisnya (Adam 2005)
B Anatomi dan histologi
Lokasi anatomi dari target SGB adalah saraf perifer dari system persyarafan
perifer
a Ganglion dorsal merupakan target dari sebuah respon antibody di MFS
b Nodus dari persyarafan merupakan target respon imun di AMAN
c Pada sel Schwan bagian area protein menjadi target dari ikatan antibody
AIDP
d Neurotransmiter junction
5
Histologi
Vesicular Demyelination Guillain-Barre Syndrome
Tampak anah panah dimana vesikuler terjadi demielinisasi yaitu penumpukan
reaksi antibody sehingga terjadi pembentukan myelin yang baru namun fungsinya
abnormal Pada SGB apabila terjadi demielinisasi maka impuls akan berkurang
sehingga terjadi gangguan hantaran biasanya terjadi pada system saraf perifer
Vesicular Demyelination Guillain-Barre Syndrome
C Fisiologi
Sindrom Guillain-Barre (SGB) adalah suatu demielinasi polineuropati
akut dimana dijelaskan sebagai gangguan neuron motorik bagian bawah
dalam saraf perifer (Price dan Wilson 2005) Gambaran utama SGB adalah
paralisis motorik asendens secara primer dengan berbagai gangguan fungsi
sensorik (Price dan Wilson 2005) Sehingga di sini akan dijelaskan mengenai
fisiologi dari sistem saraf itu sendiri
Sistem saraf manusia terdiri dari sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel
penyokong (neuroglia dan sel Schwann) dimana kesemuanya saling erat
berkaitan dan terintegrasi sehingga berfungsi sebagai satu unit (Price dan
Wilson 2005)
6
1 Jaringan Saraf
a Neuron
Neuron adalah sel saraf khusus peka rangsang yang menerima
masukan sensorik atau aferen dari ujung saraf perifer khusus atau dari
organ reseptor sensorik dan menyalurkan masukan motorik atau
eferen ke otot-otot dan kelenjar-kelenjar yaitu organ efektor
Neuron memiliki nukleus yang mengandung gen Setiap neuron
mempunyai badan sel dengan satu beberapa tonjolan atau
perpanjangan yang disebut akson dan dendrit Dendrit adalah tonjolan
yang menghantarkan informasi menuju badan sel Akson adalah
tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan informasi keluar
dari badan sel
Neuron menjalankan proses biokimia dengan menghasilkan energi
(dengan glukosa sebagai sumber energi dan terbatas pada metabolisme
oksidatif) untuk memulihkan dan mempertahankan diri serta membuat
dan melepaskan zat kimia yang disebut neurotransmiter dimana
neurotransmiter disimpan dalam gelembung sinaptik pada ujung akson
dan dilepaskan dari akson terminal melalui eksositosis
Neuron memiliki organel seperti Badan Nissl (terdiri dari
Reticulum Endoplasmik kasar) yang dapat menyintesis protein badan
Golgi yang menyimpan dan memproses protein mitokondria yang
menghasilkan energi dan mikrotubulus yang berperan dalam transpor
intrasel (Price dan Wilson 2005)
7
Gambar 1 Neuron (Price dan Wilson 2005)
b Neuroglia Sel Schwann dan Mielin
Neuroglia merupakan penyokong pelindung dan sumber nutrisi
bagi neuron-neuron otak dan medulla spinalis Neuroglia terdiri dari
mikroglia (fagosit sisa jaringan rusak proses melawan infeksi) sel
ependim (produksi cerebrospinal fluid) astroglia (menyediakan nutrisi
dan mempertahankan potensial bioelektris) dan oligodendroglia
(menghasilkan myelin) Astroglia sel ependim dan oligodendroglia
termasuk dalam makroglia
Sel Schwann merupakan pelindung dan penyokong neuron-neuron
dan tonjolan neuronal di luar sistem saraf pusat (fungsinya untuk
PNS)
Mielin merupakan suatu kompleks protein-lemak yang melapisi
tonjolan saraf yang berfungsi menghalangi aliran ion natrium dan
kalium dalam melintasi membrane neuronal (Price dan Wilson 2005)
2 Sistem Saraf
Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan sistem
saraf tepi (PNS) SSP terdiri dari otak dan medulla spinalis PNS terdiri
dari neuron aferen dan eferen sistem saraf somatis dan neuron sistem saraf
autonom (visceral) (Price dan Wilson 2005)
a Sistem Saraf Pusat (SSP)
1) Otak
Otak merupakan organ yang memiliki fungsi sebagai pusat
integrasi dan koordinasi organ sensorik dan sistem efektor perifer
tubuh serta fungsi sebagai pengatur informasi yang masuk
simpanan pengalaman impuls yang keluar dan tingkah laku (Price
dan Wilson 2005) Pembagian otak
a) Telensefalon
Terdiri dari korteks serebri dan hemisferium serebri
Korteks serebri mempunyai dua area area primer (daerah
dimana terjadi persepsi atau gerakan) dan area asosiasi (daerah
8
untuk integrasi dan peningkatan perilaku dan intelektual)
Dapat pula dibagi menjadi 4 korteks yaitu korteks frontalis
(bertanggungjawab untuk gerakan voluntar) korteks parietalis
(berperan pada kegiatan pemrosesan dan integrasi informasi
sensorik) korteks temporalis (area sensorik reseptif untuk
impuls pendengaran) dan korteks oksipitalis (menerima
informasi penglihatan dan sensasi warna) Hemisferium serebri
merupakan daerah pengendalian sensorik dan motorik
mengurus sisi tubuh yang letaknya kontralateral (Price dan
Wilson 2005)
b) Diensefalon
Diensefalon berfungsi memproses rangsang sensorik dan
membantu memulai atau memodifikasi reaksi tubuh terhadap
rangsangan tersebut (Price dan Wilson 2005)
Talamus merupakan stasiun penghubung dalam otak
sebagai pusat sensasi primitif (dapat merasa nyeri raba getar)
serta berperan dalam integrasi ekspresi motorik (Price dan
Wilson 2005)
Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan
sistem susunan saraf autonom perifer (ekspresi dan tingkah
laku) pengaturan hormon pengaturan cairan tubuh dan
elektrolit suhu tubuh serta lapar dan haus (Price dan Wilson
2005)
Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya
(Price dan Wilson 2005)
Epitalamus berperan pada beberapa dorongan emosi dan
integrasi informasi olfaktorius (Price dan Wilson 2005)
c) Mesensefalon
Mesensefalon terdiri dari bagian posterior yaitu tektum yang
terdiri dari kolikulus superior (berperan dalam refleks dan
koordinasi gerakan penglihatan) dan kolikulus inferior
9
(berperan dalam refleks pendengaran) (Price dan Wilson
2005) Bagian anterior yaitu pedunkulus serebri (terdiri atas
serabut motorik)
Metensefalon terdiri dari pons dan serebelum Pons
merupakan jembatan serabut yang menghubungkan dua
hemisfer hemisferium serebri serta menghubungkan
mesensefalon di sebelah atas dengan medula oblongata di
bawah Serebelum berfungsi sebagai pusat refleks yang
mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot serta
mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh (Price dan
Wilson 2005)
d) Mielensefalon
terdiri dari medula oblongata Medula oblongata merupakan
pusat refleks yang penting untuk jantung vasokonstriktor
pernafasan bersin batuk menelan salivasi dan muntah (Price
dan Wilson 2005)
b) Medula Spinalis
Medula spinalis merupakan suatu struktur yang memanjang
dari medula oblongata dan terus ke bawah melalui kolumna
vertebralis sampai setinggi vertebra lumbalis pertama (L1) dan
terbagi menjadi 31 segmen yang menjadi tempat asal dari 31
pasang saraf spinal (Price dan Wilson 2005)
10
Gambar 2 Segmen-Segmen Medula Spinalis Beserta Fungsinya (Price dan
Wilson 2005)
b Sistem Saraf Tepi (PNS)
Secara anatomis PNS dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan
12 pasang saraf kranial (Price dan Wilson 2005) Saraf perifer terdiri
dari neuron yang menerima pesan sensorik (aferen) yang menuju ke
SSP atau menerima pesan-pesan neural motorik (eferen) dari SSP atau
keduanya Saraf spinal menghantarkan pesan aferen maupun pesan
eferen Saraf kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan
11
tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina
dimana terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dalam nama
atau angka romawi (Price dan Wilson 2005)
Tabel 1 Saraf Cranial beserta Fungsinya (Price dan Wilson 2005)
Nomor Saraf KranialKomponen
SarafFungsi
I Olfaktorius Sensorik PenciumanII Optikus Sensorik PenglihatanIII Okulomotorius
Motorik
- Mengangkat kelopak mata atas
- Konstriksi pupil- Sebagian besar gerakan
ekstraokularIV Troklearis
MotorikGerakan mata ke bawah dan ke dalam
V Trigeminus
Motorik
Otot temporalis dan maseter (menutup rahang dan mengunyah) gerakan rahang ke lateral
Sensorik
- Kulit wajah dan ⅔ depan kulit kepala mukosa mata mukosa hidung dan rongga mulut lidah serta gigi
- Refleks kornea atau refleks mengedip komponen sensorik dibawa oleh saraf kranial V respons motorik melalui saraf kranial VII
VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateralVII Fasialis
Motorik
Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot dahi sekeliling mata dan mulut lakrimasi dan salivasi
SensorikPengecapan ⅔ depan lidah (rasa manis asam dan asin)
VIII VestibulokoklearisCab Vestibularis Sensorik KeseimbanganCab Koklearis Sensorik Pendengaran
IX GlosofaringeusMotorik
- Faring menelan refleks muntah
- Parotis salivasi
SensorikFaring lidah posterior termasuk rasa pahit
12
X VagusMotorik
Faring Laring menelan refleks muntah fonasi visera abdomen
SensorikFaring Laring refleks muntah visera leher thoraks dan abdomen
XI Asesorius
Motorik
Otot sternokleidomastoideus dan bagian atas dari otot trapezius pergerakan kepala dan bahu
XII Hipoglosus Motorik Gerakan lidah
Secara fungsional PNS dibagi menjadi sistem saraf somatis dan
sistem saraf autonom Sistem saraf somatis terdiri dari saraf campuran
Bagian aferen membawa informasi sensorik yang disadari maupun yang
tidak disadari (misal nyeri suhu raba propriosepsi yang disadari
maupun tidak disadari penglihatan pengecapan pendengaran dan
penciuman) Sedangkan bagian eferen berhubungan dengan otot rangka
tubuh (Price dan Wilson 2005)
Sistem saraf autonom merupakan sistem saraf campuran Serabut
aferennya membawa masukan dari organ viseral (menangani
pengaturan denyut jantung diameter pembuluh darah pernafasan
pencernaan rasa lapar mual pembuangan) Saraf eferen motorik
autonom mempersarafi otot polos otot jantung dan kelenjar viseral
Sistem saraf autonom terutama menangani pengaturan fungsi viseral
dan interaksinya dengan lingkungan internal (Price dan Wilson 2005)
Sistem saraf autonom dibagi menjadi 2 bagian yaitu parasimpatis
(PANS) dan simpatis (SANS) simpatis berfungsi meningkatkan
kecepatan denyut jantung dan pernafasan serta menurunkan aktivitas
saluran cerna Sedangkan parasimpatis berfungsi menurunkan
kecepatan denyut jantung dan pernafasan tetapi meningkatkan
pergerakan saluran cerna sehingga parasimpatis membantu konservasi
dan homeostasis fungsi tubuh (Price dan Wilson 2005)
13
D Biokimia
ATP merupakan satu ndash satunya sumber energi yang didapat langsung
digunakan untuk berbagai aktivitas Di jaringan otot persediaan ATP yang
dapat segera digunakan kembali berjumlah terbatas Terdapat tiga jalur yang
memberikan tambahan ATP sesuai kebutuhan selama kontraksi otot yaitu
transfer fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat ke ADP fosforilasi oksidatif
(siklus asam sitrat dan system transport electron) dan glikolisis (Sherwood
2011)
1 Kreatin Fosfat
Merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal
aktivitas kontraktil Energi yang diberikan berasal dari hidrolisis kreatin
fosfat bersama dengan fosfat dapat diberikan langsung ke ADP untuk
membentuk ATP Reaksi ini yang dikatalisis oleh enzim sel otot kreatin
kinase bersifat reversible
Kreatin fosfat + ADP kreatin + ATP
Sewaktu cadangan energi di otot bertambah peningkatan
konsentrasi ATP mendorong pemindahan gugus fosfat berenergi tinggi
dari ATP untuk membentuk kreatin fosfat Sebaliknya pada permulaan
kontraksi ketika ATPase myosin menguraikan cadangan ATP yang
sekedarnya penurunan ATP yang kemudian terjadi mendorong
pemindahan gugus fosfat berenegi tinggi dari kreatin fosfat simpanan
untuk membentuk lebih banyak ATP (Sherwood 2011)
2 Fosfolirasi Oksidatif
Fosforilasi oksidatif berlangsung didalam mitokondria otot jika
terjadi cukup O2 Oksigen dibutuhkan untuk menunjang rantai transport
electron mitokondria Jalur ini dijalankan oleh glukosa atau asam lemak
bergantung pada intensitas dan durasi aktivitas (Sherwood 2011)
3 Glikolisis
Reaksi reaksi kimiawi pada glikolisis menghasilkan produk ndash
produk yang akhirnya masuk ke dalam jalur fosforilasi oksidatif tetapi
glikolisis juga dapat berlangsung tanpa produk ndash produknya diproses
14
lebih lanjut oleh jalur fosforilasi oksidatif Selama glikolisis satu molekul
glukosa diuraikan menjadi dua molekul asam piruvat menghasilkan dua
molekul ATP dalam prosesnya Asam piruvat dapat diuraikan lebih lanjut
oleh fosforilasi oksidatif untuk mengekstraksi lebih banyak energi
Glikolisis memiliki dua keunggulan dibandingkan jalur fosforilasi
oksidatif yaitu dapat membentuk ATP tanpa O2 (anaerob) dan glikolisis
dapat berlangsung lebih cepat daripada fosforilasi oksidatif (Sherwood
2011)
E Patogenesis
Patogenesis pada sindroma guillain barre (SGB) sampai saat ini masih
belum diketahui dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa
kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme
imunologi
15
Gambar 3 Imunobiologi dari Sindrom Guillain Barre
Diawali dengan infeksi (misalnya C Jejuni) menginduksi respon imun
yang akhirnya mengarah ke sindrom guillain barre Respon imun tergantung
pada faktor bakteri tertentu seperti pada spesifitas dari lipo-oligosakarida
(LOS) dan pada pasien yang terkait host faktor Polimorfisme genetik pada
pasien sebagian mungkin menentukan tingkat keparahan dari sindrom guillain
barre Adanya antibodi terhadap LOS dapat berikatan dan bereaksi dengan
ganglion saraf tertentu dan dapat mengaktifkan komplemen Tingkat
kerusakan saraf tergantung pada beberapa faktor Disfungsi saraf juga
menyebabkan kelemahan dan gangguan sensori (Doorn 2008)
16
F Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala SGB
1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh
2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu atau berbulan-
bulan
3 Kelemahan pada awalnya muncul ditungkai yang kemudian menjalar ke
atas hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan
4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan
5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi
sebelumnya dll
6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf
karena kerusakan mielin
7 Perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)
8 Takikardi
9 Wajah kemerahan diaforesis
10 Kesulitan dalam mengunyah atau menelan
G Patofisiologi
Mekanisme bagaimana infeksi vaksinasi trauma atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui
dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang
terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi Bukti-bukti
bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf
tepi pada sindroma ini adalah
1 Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell
mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi
2 Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3 Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran
pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi
saraf tepi
17
Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas
seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya
Pada SGB gangliosid merupakan target dari antibodi Ikatan antibody
dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin
Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari
system imun belum diketahui tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga
sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh Hal ini
didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid
dari tubuh manusia Campylobacter jejuni bakteri patogen yang menyebabkan
terjadinya diare mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari
gangliosid GM1 Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni kerusakan
terutama terjadi pada degenerasi akson Perubahan pada akson ini
menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1
untuk merespon adanya epitop yang sama Berdasarkan adanya sinyal infeksi
yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya
infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer Terbentuk makrofag di daerah
kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan
penghantaran impuls saraf (Israr 2009)
H Diagnosis
Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis SGB ditandai dengan
timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks
tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami
demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan
motorik perifer (Dewanto 2009)
Beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menegakkan diagnosis
Sindrome Guillain Barre diantaranya
1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh
2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu bahkan
berbulan-bulan
18
3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas
hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan
4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan
5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi
sebelumnya dll
6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf
karena kerusakan myelin
7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan
untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan
menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan
penglihatan kabur (Dewanto 2009)
I Pemeriksaan Penunjang
a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa
darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain
b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada
beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya
meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi
yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan
jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)
c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk
menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien
Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf
sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta
kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya
perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya
konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir
penyakit
d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot
(Dewanto 2009)
19
J Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati
komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya
Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus
dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus
segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan
pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan
adalah
1 Fisioterapi
Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan
kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan
sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka
fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot
(Stoll BJ 2004)
2 Plasma exchange therapy (PE)
Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk
mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian
plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa
perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang
lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling
efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya
gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg
dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange
(Stoll BJ 2004)
3 Imunoglobulin IV
Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat
menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi
autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG
yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T
cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin
intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek
20
sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2
minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5
hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI
(Stoll BJ 2004)
4 Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat
steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi
digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)
5 Perbaikan komunikasi
Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu
bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk
menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika
tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape
kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi
pasien (Baughman 2000)
6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan
komunitas
Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan
okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase
pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan
kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok
pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)
K Prognosis
Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun
terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik
neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat
hingga 95
21
22
III KESIMPULAN
1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat
ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah
infeksi akut
2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan
tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam
mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis
3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik
secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada
bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka
kesembuhan telah meningkat hingga 95
23
DAFTAR PUSTAKA
Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130
Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC
Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl
GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract
Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]
Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]
Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC
24
Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC
Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC
Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press
Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc
Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing
1
I PENDAHULUAN
A Latar Belakang
Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat
ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah
infeksi akut
Sindroma Guillain-Barre terdapat di seluruh dunia pada setiap musim tidak
bersifat epidemic dan merupakan inflamasi poliradikuloneuropati (saraf-saraf tepi
dapat terkena dari radiks sampai akhiran saraf distal) kira-kira 15 kasus per 100000
penduduk Sindroma Guillain-Barre dapat terjadi pada semua orang tanpa
membedakan usia maupun ras Insiden kejadian di seluruh dunia berkisar antara 06 ndash
19 per 100000 penduduk Insiden ini meningkat sejalan dengan bertambahnya usia
(Ramachandran 2009)
Sindroma Guillain-Barre merupakan penyebab paralisis akut yang tersering di
negara barat Di Amerika Serikat insiden terjadinya Sindroma Guillain-Barre
berkisar antara 06 ndash 17 per 100000 penduduk Rasio kejadian antara laki-laki dan
perempuan adalah 111 Rentang usia penderita dari usia 2 bulan sampai 95 tahun Di
Amerika Serikat distribusi usia berkisar antara usia 15-35 tahun atau 50-75 tahun
Sedangkan di Cina kejadian pada usia 2-12 tahun pernah dilaporkan (Ramachandran
2009)
Sekitar 20 penderita berakhir dengan gagal nafas Di negara barat
gambaran yang sering muncul adalah subakut paralisis asending
Berhubungan dengan parestesis distal dan kehilangan refleks tendon dalam
Progresifitas berakhir pada minggu ke 4 dan keadaan biasanya tenang
sebelum terjadi perbaikan secara lambat Pada tahun 1859 Landry
menjelaskan 10 kasus dengan karakteristik paralisis asendens dan perubahan
sensasi sensorik (Wilkonson 2005)
Angka kematian rata-rata adalah 2-6 yang secara umum disebabkan
akibat komplikasi dari ventilasi henti jantung emboli paru sepsis
bronkospasme pneumotoraks dan ARDS Lebih dari 75 penderita
mengalami perbaikan sempurna atau hampir sempurna tanpa defisit neurologi
atau hanya kelelahan dan kelemahan distal yang minimal Sedangkan sebagian
penderita yang lain membutuhkan bantuan ventilasi akibat dari kelemahan
2
bagian distal yang berat Sekitar 15 penderita berakhir dengan gejala sisa
berupa defisit neurologi (Miller 2009)
B Tujan
Mengetahui dan mempelajari mengenai Sindroma Guillain-Barre meliputi
definisi fisiologi biokimia patogenesis patofisiologi tanda dan gejala
diagnosis pemeriksaan penunjang penatalaksanaan serta prognosis
3
II TINJAUAN PUSTAKA
A Definisi
Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat
ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah
infeksi akut SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya
paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun
dimana targetnya adalah saraf perifer radiks dan nervus kranialis Beberapa
nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini yaitu Idiopathic
polyneuritis Acute Febrile Polyneuritis Infective Polyneuritis Post Infectious
Polyneuritis Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy
Guillain Barre Strohl Syndrome Landry Ascending paralysis dan Landry
Guillain Barre Syndrome (Japardi 2002)
Sindroma Guillain-Barre (SGB) adalah penyakit neurologis autoimun
yang jarang terjadi di mana sistem kekebalan tubuh menghasilkan antibodi
terhadap saraf sendiri sehingga terjadi kerusakan dari saraf tersebut Sindroma
Guillain-Barre disebut juga Acute Inflammatory Demyelinating
Polyneuropathy yang menyerang radiks saraf baik ventral maupun dorsal yang
bersifat akut dan mengakibatkan kelumpuhan yang gejalanya dimulai dari
tungkai bagian bawah dan meluas sampai tubuh dan otot-otot wajah
(Shoenfeld 2008)
Pada tahun 1859 Landry menerbitkan sebuah laporan pada 10 pasien
dengan kelumpuhan ascending Selanjutnya pada tahun 1916 3 dokter
Perancis (Guillain Barre dan Strohl) menemukan 2 tentara Prancis dengan
kelemahan motor areflexia disosiasi albuminocytological LCS dan
berkurangnya refleks tendon dalam Sindrom ini kemudian diidentifikasi
sebagai sindrom Guillain-Barre (SGB) Secara historis SGB adalah penyakit
tunggal namun pada prakteknya saat ini dapat ditemukan beberapa varian
Tingkat kejadian tahunan adalah 1-2 per 100 000 kasus Sindrom ini dapat
terjadi pada semua usia tetapi yang paling umum adalah antara usia 30 dan
50 SGB adalah penyakit heterogen di mana sekitar dua-pertiga dari pasien
4
melaporkan ada penyakit yang diderita sebelumnya biasanya infeksi seperti
diare atau infeksi saluran pernapasan bagian atas SGB umumnya merupakan
suatu proses immune-mediated yang ditandai oleh disfungsi motorik sensorik
dan otonom (Adam 2005)
Walaupun sindroma ini merupakan penyakit yang sebagian besar dapat
mengalami kesembuhan fungsional yang sempurna tetapi tidak jarang terjadi
kematian karena perjalanan penyakitnya yang akut dan meluas ke bagian atas
tubuh sehingga menimbulkan kegagalan pernafasan Untuk itu pengawasan
yang ketat dan penanganan yang baik pada penderita SGB sangat diperlukan
untuk memperkecil angka kematiannya dan mengurangi gejala sisa defisit
neurologisnya (Adam 2005)
B Anatomi dan histologi
Lokasi anatomi dari target SGB adalah saraf perifer dari system persyarafan
perifer
a Ganglion dorsal merupakan target dari sebuah respon antibody di MFS
b Nodus dari persyarafan merupakan target respon imun di AMAN
c Pada sel Schwan bagian area protein menjadi target dari ikatan antibody
AIDP
d Neurotransmiter junction
5
Histologi
Vesicular Demyelination Guillain-Barre Syndrome
Tampak anah panah dimana vesikuler terjadi demielinisasi yaitu penumpukan
reaksi antibody sehingga terjadi pembentukan myelin yang baru namun fungsinya
abnormal Pada SGB apabila terjadi demielinisasi maka impuls akan berkurang
sehingga terjadi gangguan hantaran biasanya terjadi pada system saraf perifer
Vesicular Demyelination Guillain-Barre Syndrome
C Fisiologi
Sindrom Guillain-Barre (SGB) adalah suatu demielinasi polineuropati
akut dimana dijelaskan sebagai gangguan neuron motorik bagian bawah
dalam saraf perifer (Price dan Wilson 2005) Gambaran utama SGB adalah
paralisis motorik asendens secara primer dengan berbagai gangguan fungsi
sensorik (Price dan Wilson 2005) Sehingga di sini akan dijelaskan mengenai
fisiologi dari sistem saraf itu sendiri
Sistem saraf manusia terdiri dari sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel
penyokong (neuroglia dan sel Schwann) dimana kesemuanya saling erat
berkaitan dan terintegrasi sehingga berfungsi sebagai satu unit (Price dan
Wilson 2005)
6
1 Jaringan Saraf
a Neuron
Neuron adalah sel saraf khusus peka rangsang yang menerima
masukan sensorik atau aferen dari ujung saraf perifer khusus atau dari
organ reseptor sensorik dan menyalurkan masukan motorik atau
eferen ke otot-otot dan kelenjar-kelenjar yaitu organ efektor
Neuron memiliki nukleus yang mengandung gen Setiap neuron
mempunyai badan sel dengan satu beberapa tonjolan atau
perpanjangan yang disebut akson dan dendrit Dendrit adalah tonjolan
yang menghantarkan informasi menuju badan sel Akson adalah
tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan informasi keluar
dari badan sel
Neuron menjalankan proses biokimia dengan menghasilkan energi
(dengan glukosa sebagai sumber energi dan terbatas pada metabolisme
oksidatif) untuk memulihkan dan mempertahankan diri serta membuat
dan melepaskan zat kimia yang disebut neurotransmiter dimana
neurotransmiter disimpan dalam gelembung sinaptik pada ujung akson
dan dilepaskan dari akson terminal melalui eksositosis
Neuron memiliki organel seperti Badan Nissl (terdiri dari
Reticulum Endoplasmik kasar) yang dapat menyintesis protein badan
Golgi yang menyimpan dan memproses protein mitokondria yang
menghasilkan energi dan mikrotubulus yang berperan dalam transpor
intrasel (Price dan Wilson 2005)
7
Gambar 1 Neuron (Price dan Wilson 2005)
b Neuroglia Sel Schwann dan Mielin
Neuroglia merupakan penyokong pelindung dan sumber nutrisi
bagi neuron-neuron otak dan medulla spinalis Neuroglia terdiri dari
mikroglia (fagosit sisa jaringan rusak proses melawan infeksi) sel
ependim (produksi cerebrospinal fluid) astroglia (menyediakan nutrisi
dan mempertahankan potensial bioelektris) dan oligodendroglia
(menghasilkan myelin) Astroglia sel ependim dan oligodendroglia
termasuk dalam makroglia
Sel Schwann merupakan pelindung dan penyokong neuron-neuron
dan tonjolan neuronal di luar sistem saraf pusat (fungsinya untuk
PNS)
Mielin merupakan suatu kompleks protein-lemak yang melapisi
tonjolan saraf yang berfungsi menghalangi aliran ion natrium dan
kalium dalam melintasi membrane neuronal (Price dan Wilson 2005)
2 Sistem Saraf
Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan sistem
saraf tepi (PNS) SSP terdiri dari otak dan medulla spinalis PNS terdiri
dari neuron aferen dan eferen sistem saraf somatis dan neuron sistem saraf
autonom (visceral) (Price dan Wilson 2005)
a Sistem Saraf Pusat (SSP)
1) Otak
Otak merupakan organ yang memiliki fungsi sebagai pusat
integrasi dan koordinasi organ sensorik dan sistem efektor perifer
tubuh serta fungsi sebagai pengatur informasi yang masuk
simpanan pengalaman impuls yang keluar dan tingkah laku (Price
dan Wilson 2005) Pembagian otak
a) Telensefalon
Terdiri dari korteks serebri dan hemisferium serebri
Korteks serebri mempunyai dua area area primer (daerah
dimana terjadi persepsi atau gerakan) dan area asosiasi (daerah
8
untuk integrasi dan peningkatan perilaku dan intelektual)
Dapat pula dibagi menjadi 4 korteks yaitu korteks frontalis
(bertanggungjawab untuk gerakan voluntar) korteks parietalis
(berperan pada kegiatan pemrosesan dan integrasi informasi
sensorik) korteks temporalis (area sensorik reseptif untuk
impuls pendengaran) dan korteks oksipitalis (menerima
informasi penglihatan dan sensasi warna) Hemisferium serebri
merupakan daerah pengendalian sensorik dan motorik
mengurus sisi tubuh yang letaknya kontralateral (Price dan
Wilson 2005)
b) Diensefalon
Diensefalon berfungsi memproses rangsang sensorik dan
membantu memulai atau memodifikasi reaksi tubuh terhadap
rangsangan tersebut (Price dan Wilson 2005)
Talamus merupakan stasiun penghubung dalam otak
sebagai pusat sensasi primitif (dapat merasa nyeri raba getar)
serta berperan dalam integrasi ekspresi motorik (Price dan
Wilson 2005)
Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan
sistem susunan saraf autonom perifer (ekspresi dan tingkah
laku) pengaturan hormon pengaturan cairan tubuh dan
elektrolit suhu tubuh serta lapar dan haus (Price dan Wilson
2005)
Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya
(Price dan Wilson 2005)
Epitalamus berperan pada beberapa dorongan emosi dan
integrasi informasi olfaktorius (Price dan Wilson 2005)
c) Mesensefalon
Mesensefalon terdiri dari bagian posterior yaitu tektum yang
terdiri dari kolikulus superior (berperan dalam refleks dan
koordinasi gerakan penglihatan) dan kolikulus inferior
9
(berperan dalam refleks pendengaran) (Price dan Wilson
2005) Bagian anterior yaitu pedunkulus serebri (terdiri atas
serabut motorik)
Metensefalon terdiri dari pons dan serebelum Pons
merupakan jembatan serabut yang menghubungkan dua
hemisfer hemisferium serebri serta menghubungkan
mesensefalon di sebelah atas dengan medula oblongata di
bawah Serebelum berfungsi sebagai pusat refleks yang
mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot serta
mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh (Price dan
Wilson 2005)
d) Mielensefalon
terdiri dari medula oblongata Medula oblongata merupakan
pusat refleks yang penting untuk jantung vasokonstriktor
pernafasan bersin batuk menelan salivasi dan muntah (Price
dan Wilson 2005)
b) Medula Spinalis
Medula spinalis merupakan suatu struktur yang memanjang
dari medula oblongata dan terus ke bawah melalui kolumna
vertebralis sampai setinggi vertebra lumbalis pertama (L1) dan
terbagi menjadi 31 segmen yang menjadi tempat asal dari 31
pasang saraf spinal (Price dan Wilson 2005)
10
Gambar 2 Segmen-Segmen Medula Spinalis Beserta Fungsinya (Price dan
Wilson 2005)
b Sistem Saraf Tepi (PNS)
Secara anatomis PNS dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan
12 pasang saraf kranial (Price dan Wilson 2005) Saraf perifer terdiri
dari neuron yang menerima pesan sensorik (aferen) yang menuju ke
SSP atau menerima pesan-pesan neural motorik (eferen) dari SSP atau
keduanya Saraf spinal menghantarkan pesan aferen maupun pesan
eferen Saraf kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan
11
tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina
dimana terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dalam nama
atau angka romawi (Price dan Wilson 2005)
Tabel 1 Saraf Cranial beserta Fungsinya (Price dan Wilson 2005)
Nomor Saraf KranialKomponen
SarafFungsi
I Olfaktorius Sensorik PenciumanII Optikus Sensorik PenglihatanIII Okulomotorius
Motorik
- Mengangkat kelopak mata atas
- Konstriksi pupil- Sebagian besar gerakan
ekstraokularIV Troklearis
MotorikGerakan mata ke bawah dan ke dalam
V Trigeminus
Motorik
Otot temporalis dan maseter (menutup rahang dan mengunyah) gerakan rahang ke lateral
Sensorik
- Kulit wajah dan ⅔ depan kulit kepala mukosa mata mukosa hidung dan rongga mulut lidah serta gigi
- Refleks kornea atau refleks mengedip komponen sensorik dibawa oleh saraf kranial V respons motorik melalui saraf kranial VII
VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateralVII Fasialis
Motorik
Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot dahi sekeliling mata dan mulut lakrimasi dan salivasi
SensorikPengecapan ⅔ depan lidah (rasa manis asam dan asin)
VIII VestibulokoklearisCab Vestibularis Sensorik KeseimbanganCab Koklearis Sensorik Pendengaran
IX GlosofaringeusMotorik
- Faring menelan refleks muntah
- Parotis salivasi
SensorikFaring lidah posterior termasuk rasa pahit
12
X VagusMotorik
Faring Laring menelan refleks muntah fonasi visera abdomen
SensorikFaring Laring refleks muntah visera leher thoraks dan abdomen
XI Asesorius
Motorik
Otot sternokleidomastoideus dan bagian atas dari otot trapezius pergerakan kepala dan bahu
XII Hipoglosus Motorik Gerakan lidah
Secara fungsional PNS dibagi menjadi sistem saraf somatis dan
sistem saraf autonom Sistem saraf somatis terdiri dari saraf campuran
Bagian aferen membawa informasi sensorik yang disadari maupun yang
tidak disadari (misal nyeri suhu raba propriosepsi yang disadari
maupun tidak disadari penglihatan pengecapan pendengaran dan
penciuman) Sedangkan bagian eferen berhubungan dengan otot rangka
tubuh (Price dan Wilson 2005)
Sistem saraf autonom merupakan sistem saraf campuran Serabut
aferennya membawa masukan dari organ viseral (menangani
pengaturan denyut jantung diameter pembuluh darah pernafasan
pencernaan rasa lapar mual pembuangan) Saraf eferen motorik
autonom mempersarafi otot polos otot jantung dan kelenjar viseral
Sistem saraf autonom terutama menangani pengaturan fungsi viseral
dan interaksinya dengan lingkungan internal (Price dan Wilson 2005)
Sistem saraf autonom dibagi menjadi 2 bagian yaitu parasimpatis
(PANS) dan simpatis (SANS) simpatis berfungsi meningkatkan
kecepatan denyut jantung dan pernafasan serta menurunkan aktivitas
saluran cerna Sedangkan parasimpatis berfungsi menurunkan
kecepatan denyut jantung dan pernafasan tetapi meningkatkan
pergerakan saluran cerna sehingga parasimpatis membantu konservasi
dan homeostasis fungsi tubuh (Price dan Wilson 2005)
13
D Biokimia
ATP merupakan satu ndash satunya sumber energi yang didapat langsung
digunakan untuk berbagai aktivitas Di jaringan otot persediaan ATP yang
dapat segera digunakan kembali berjumlah terbatas Terdapat tiga jalur yang
memberikan tambahan ATP sesuai kebutuhan selama kontraksi otot yaitu
transfer fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat ke ADP fosforilasi oksidatif
(siklus asam sitrat dan system transport electron) dan glikolisis (Sherwood
2011)
1 Kreatin Fosfat
Merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal
aktivitas kontraktil Energi yang diberikan berasal dari hidrolisis kreatin
fosfat bersama dengan fosfat dapat diberikan langsung ke ADP untuk
membentuk ATP Reaksi ini yang dikatalisis oleh enzim sel otot kreatin
kinase bersifat reversible
Kreatin fosfat + ADP kreatin + ATP
Sewaktu cadangan energi di otot bertambah peningkatan
konsentrasi ATP mendorong pemindahan gugus fosfat berenergi tinggi
dari ATP untuk membentuk kreatin fosfat Sebaliknya pada permulaan
kontraksi ketika ATPase myosin menguraikan cadangan ATP yang
sekedarnya penurunan ATP yang kemudian terjadi mendorong
pemindahan gugus fosfat berenegi tinggi dari kreatin fosfat simpanan
untuk membentuk lebih banyak ATP (Sherwood 2011)
2 Fosfolirasi Oksidatif
Fosforilasi oksidatif berlangsung didalam mitokondria otot jika
terjadi cukup O2 Oksigen dibutuhkan untuk menunjang rantai transport
electron mitokondria Jalur ini dijalankan oleh glukosa atau asam lemak
bergantung pada intensitas dan durasi aktivitas (Sherwood 2011)
3 Glikolisis
Reaksi reaksi kimiawi pada glikolisis menghasilkan produk ndash
produk yang akhirnya masuk ke dalam jalur fosforilasi oksidatif tetapi
glikolisis juga dapat berlangsung tanpa produk ndash produknya diproses
14
lebih lanjut oleh jalur fosforilasi oksidatif Selama glikolisis satu molekul
glukosa diuraikan menjadi dua molekul asam piruvat menghasilkan dua
molekul ATP dalam prosesnya Asam piruvat dapat diuraikan lebih lanjut
oleh fosforilasi oksidatif untuk mengekstraksi lebih banyak energi
Glikolisis memiliki dua keunggulan dibandingkan jalur fosforilasi
oksidatif yaitu dapat membentuk ATP tanpa O2 (anaerob) dan glikolisis
dapat berlangsung lebih cepat daripada fosforilasi oksidatif (Sherwood
2011)
E Patogenesis
Patogenesis pada sindroma guillain barre (SGB) sampai saat ini masih
belum diketahui dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa
kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme
imunologi
15
Gambar 3 Imunobiologi dari Sindrom Guillain Barre
Diawali dengan infeksi (misalnya C Jejuni) menginduksi respon imun
yang akhirnya mengarah ke sindrom guillain barre Respon imun tergantung
pada faktor bakteri tertentu seperti pada spesifitas dari lipo-oligosakarida
(LOS) dan pada pasien yang terkait host faktor Polimorfisme genetik pada
pasien sebagian mungkin menentukan tingkat keparahan dari sindrom guillain
barre Adanya antibodi terhadap LOS dapat berikatan dan bereaksi dengan
ganglion saraf tertentu dan dapat mengaktifkan komplemen Tingkat
kerusakan saraf tergantung pada beberapa faktor Disfungsi saraf juga
menyebabkan kelemahan dan gangguan sensori (Doorn 2008)
16
F Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala SGB
1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh
2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu atau berbulan-
bulan
3 Kelemahan pada awalnya muncul ditungkai yang kemudian menjalar ke
atas hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan
4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan
5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi
sebelumnya dll
6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf
karena kerusakan mielin
7 Perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)
8 Takikardi
9 Wajah kemerahan diaforesis
10 Kesulitan dalam mengunyah atau menelan
G Patofisiologi
Mekanisme bagaimana infeksi vaksinasi trauma atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui
dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang
terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi Bukti-bukti
bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf
tepi pada sindroma ini adalah
1 Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell
mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi
2 Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3 Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran
pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi
saraf tepi
17
Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas
seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya
Pada SGB gangliosid merupakan target dari antibodi Ikatan antibody
dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin
Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari
system imun belum diketahui tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga
sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh Hal ini
didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid
dari tubuh manusia Campylobacter jejuni bakteri patogen yang menyebabkan
terjadinya diare mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari
gangliosid GM1 Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni kerusakan
terutama terjadi pada degenerasi akson Perubahan pada akson ini
menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1
untuk merespon adanya epitop yang sama Berdasarkan adanya sinyal infeksi
yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya
infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer Terbentuk makrofag di daerah
kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan
penghantaran impuls saraf (Israr 2009)
H Diagnosis
Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis SGB ditandai dengan
timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks
tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami
demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan
motorik perifer (Dewanto 2009)
Beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menegakkan diagnosis
Sindrome Guillain Barre diantaranya
1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh
2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu bahkan
berbulan-bulan
18
3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas
hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan
4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan
5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi
sebelumnya dll
6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf
karena kerusakan myelin
7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan
untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan
menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan
penglihatan kabur (Dewanto 2009)
I Pemeriksaan Penunjang
a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa
darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain
b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada
beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya
meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi
yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan
jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)
c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk
menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien
Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf
sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta
kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya
perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya
konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir
penyakit
d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot
(Dewanto 2009)
19
J Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati
komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya
Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus
dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus
segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan
pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan
adalah
1 Fisioterapi
Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan
kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan
sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka
fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot
(Stoll BJ 2004)
2 Plasma exchange therapy (PE)
Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk
mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian
plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa
perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang
lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling
efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya
gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg
dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange
(Stoll BJ 2004)
3 Imunoglobulin IV
Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat
menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi
autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG
yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T
cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin
intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek
20
sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2
minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5
hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI
(Stoll BJ 2004)
4 Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat
steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi
digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)
5 Perbaikan komunikasi
Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu
bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk
menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika
tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape
kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi
pasien (Baughman 2000)
6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan
komunitas
Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan
okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase
pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan
kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok
pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)
K Prognosis
Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun
terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik
neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat
hingga 95
21
22
III KESIMPULAN
1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat
ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah
infeksi akut
2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan
tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam
mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis
3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik
secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada
bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka
kesembuhan telah meningkat hingga 95
23
DAFTAR PUSTAKA
Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130
Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC
Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl
GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract
Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]
Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]
Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC
24
Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC
Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC
Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press
Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc
Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing
2
bagian distal yang berat Sekitar 15 penderita berakhir dengan gejala sisa
berupa defisit neurologi (Miller 2009)
B Tujan
Mengetahui dan mempelajari mengenai Sindroma Guillain-Barre meliputi
definisi fisiologi biokimia patogenesis patofisiologi tanda dan gejala
diagnosis pemeriksaan penunjang penatalaksanaan serta prognosis
3
II TINJAUAN PUSTAKA
A Definisi
Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat
ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah
infeksi akut SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya
paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun
dimana targetnya adalah saraf perifer radiks dan nervus kranialis Beberapa
nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini yaitu Idiopathic
polyneuritis Acute Febrile Polyneuritis Infective Polyneuritis Post Infectious
Polyneuritis Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy
Guillain Barre Strohl Syndrome Landry Ascending paralysis dan Landry
Guillain Barre Syndrome (Japardi 2002)
Sindroma Guillain-Barre (SGB) adalah penyakit neurologis autoimun
yang jarang terjadi di mana sistem kekebalan tubuh menghasilkan antibodi
terhadap saraf sendiri sehingga terjadi kerusakan dari saraf tersebut Sindroma
Guillain-Barre disebut juga Acute Inflammatory Demyelinating
Polyneuropathy yang menyerang radiks saraf baik ventral maupun dorsal yang
bersifat akut dan mengakibatkan kelumpuhan yang gejalanya dimulai dari
tungkai bagian bawah dan meluas sampai tubuh dan otot-otot wajah
(Shoenfeld 2008)
Pada tahun 1859 Landry menerbitkan sebuah laporan pada 10 pasien
dengan kelumpuhan ascending Selanjutnya pada tahun 1916 3 dokter
Perancis (Guillain Barre dan Strohl) menemukan 2 tentara Prancis dengan
kelemahan motor areflexia disosiasi albuminocytological LCS dan
berkurangnya refleks tendon dalam Sindrom ini kemudian diidentifikasi
sebagai sindrom Guillain-Barre (SGB) Secara historis SGB adalah penyakit
tunggal namun pada prakteknya saat ini dapat ditemukan beberapa varian
Tingkat kejadian tahunan adalah 1-2 per 100 000 kasus Sindrom ini dapat
terjadi pada semua usia tetapi yang paling umum adalah antara usia 30 dan
50 SGB adalah penyakit heterogen di mana sekitar dua-pertiga dari pasien
4
melaporkan ada penyakit yang diderita sebelumnya biasanya infeksi seperti
diare atau infeksi saluran pernapasan bagian atas SGB umumnya merupakan
suatu proses immune-mediated yang ditandai oleh disfungsi motorik sensorik
dan otonom (Adam 2005)
Walaupun sindroma ini merupakan penyakit yang sebagian besar dapat
mengalami kesembuhan fungsional yang sempurna tetapi tidak jarang terjadi
kematian karena perjalanan penyakitnya yang akut dan meluas ke bagian atas
tubuh sehingga menimbulkan kegagalan pernafasan Untuk itu pengawasan
yang ketat dan penanganan yang baik pada penderita SGB sangat diperlukan
untuk memperkecil angka kematiannya dan mengurangi gejala sisa defisit
neurologisnya (Adam 2005)
B Anatomi dan histologi
Lokasi anatomi dari target SGB adalah saraf perifer dari system persyarafan
perifer
a Ganglion dorsal merupakan target dari sebuah respon antibody di MFS
b Nodus dari persyarafan merupakan target respon imun di AMAN
c Pada sel Schwan bagian area protein menjadi target dari ikatan antibody
AIDP
d Neurotransmiter junction
5
Histologi
Vesicular Demyelination Guillain-Barre Syndrome
Tampak anah panah dimana vesikuler terjadi demielinisasi yaitu penumpukan
reaksi antibody sehingga terjadi pembentukan myelin yang baru namun fungsinya
abnormal Pada SGB apabila terjadi demielinisasi maka impuls akan berkurang
sehingga terjadi gangguan hantaran biasanya terjadi pada system saraf perifer
Vesicular Demyelination Guillain-Barre Syndrome
C Fisiologi
Sindrom Guillain-Barre (SGB) adalah suatu demielinasi polineuropati
akut dimana dijelaskan sebagai gangguan neuron motorik bagian bawah
dalam saraf perifer (Price dan Wilson 2005) Gambaran utama SGB adalah
paralisis motorik asendens secara primer dengan berbagai gangguan fungsi
sensorik (Price dan Wilson 2005) Sehingga di sini akan dijelaskan mengenai
fisiologi dari sistem saraf itu sendiri
Sistem saraf manusia terdiri dari sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel
penyokong (neuroglia dan sel Schwann) dimana kesemuanya saling erat
berkaitan dan terintegrasi sehingga berfungsi sebagai satu unit (Price dan
Wilson 2005)
6
1 Jaringan Saraf
a Neuron
Neuron adalah sel saraf khusus peka rangsang yang menerima
masukan sensorik atau aferen dari ujung saraf perifer khusus atau dari
organ reseptor sensorik dan menyalurkan masukan motorik atau
eferen ke otot-otot dan kelenjar-kelenjar yaitu organ efektor
Neuron memiliki nukleus yang mengandung gen Setiap neuron
mempunyai badan sel dengan satu beberapa tonjolan atau
perpanjangan yang disebut akson dan dendrit Dendrit adalah tonjolan
yang menghantarkan informasi menuju badan sel Akson adalah
tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan informasi keluar
dari badan sel
Neuron menjalankan proses biokimia dengan menghasilkan energi
(dengan glukosa sebagai sumber energi dan terbatas pada metabolisme
oksidatif) untuk memulihkan dan mempertahankan diri serta membuat
dan melepaskan zat kimia yang disebut neurotransmiter dimana
neurotransmiter disimpan dalam gelembung sinaptik pada ujung akson
dan dilepaskan dari akson terminal melalui eksositosis
Neuron memiliki organel seperti Badan Nissl (terdiri dari
Reticulum Endoplasmik kasar) yang dapat menyintesis protein badan
Golgi yang menyimpan dan memproses protein mitokondria yang
menghasilkan energi dan mikrotubulus yang berperan dalam transpor
intrasel (Price dan Wilson 2005)
7
Gambar 1 Neuron (Price dan Wilson 2005)
b Neuroglia Sel Schwann dan Mielin
Neuroglia merupakan penyokong pelindung dan sumber nutrisi
bagi neuron-neuron otak dan medulla spinalis Neuroglia terdiri dari
mikroglia (fagosit sisa jaringan rusak proses melawan infeksi) sel
ependim (produksi cerebrospinal fluid) astroglia (menyediakan nutrisi
dan mempertahankan potensial bioelektris) dan oligodendroglia
(menghasilkan myelin) Astroglia sel ependim dan oligodendroglia
termasuk dalam makroglia
Sel Schwann merupakan pelindung dan penyokong neuron-neuron
dan tonjolan neuronal di luar sistem saraf pusat (fungsinya untuk
PNS)
Mielin merupakan suatu kompleks protein-lemak yang melapisi
tonjolan saraf yang berfungsi menghalangi aliran ion natrium dan
kalium dalam melintasi membrane neuronal (Price dan Wilson 2005)
2 Sistem Saraf
Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan sistem
saraf tepi (PNS) SSP terdiri dari otak dan medulla spinalis PNS terdiri
dari neuron aferen dan eferen sistem saraf somatis dan neuron sistem saraf
autonom (visceral) (Price dan Wilson 2005)
a Sistem Saraf Pusat (SSP)
1) Otak
Otak merupakan organ yang memiliki fungsi sebagai pusat
integrasi dan koordinasi organ sensorik dan sistem efektor perifer
tubuh serta fungsi sebagai pengatur informasi yang masuk
simpanan pengalaman impuls yang keluar dan tingkah laku (Price
dan Wilson 2005) Pembagian otak
a) Telensefalon
Terdiri dari korteks serebri dan hemisferium serebri
Korteks serebri mempunyai dua area area primer (daerah
dimana terjadi persepsi atau gerakan) dan area asosiasi (daerah
8
untuk integrasi dan peningkatan perilaku dan intelektual)
Dapat pula dibagi menjadi 4 korteks yaitu korteks frontalis
(bertanggungjawab untuk gerakan voluntar) korteks parietalis
(berperan pada kegiatan pemrosesan dan integrasi informasi
sensorik) korteks temporalis (area sensorik reseptif untuk
impuls pendengaran) dan korteks oksipitalis (menerima
informasi penglihatan dan sensasi warna) Hemisferium serebri
merupakan daerah pengendalian sensorik dan motorik
mengurus sisi tubuh yang letaknya kontralateral (Price dan
Wilson 2005)
b) Diensefalon
Diensefalon berfungsi memproses rangsang sensorik dan
membantu memulai atau memodifikasi reaksi tubuh terhadap
rangsangan tersebut (Price dan Wilson 2005)
Talamus merupakan stasiun penghubung dalam otak
sebagai pusat sensasi primitif (dapat merasa nyeri raba getar)
serta berperan dalam integrasi ekspresi motorik (Price dan
Wilson 2005)
Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan
sistem susunan saraf autonom perifer (ekspresi dan tingkah
laku) pengaturan hormon pengaturan cairan tubuh dan
elektrolit suhu tubuh serta lapar dan haus (Price dan Wilson
2005)
Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya
(Price dan Wilson 2005)
Epitalamus berperan pada beberapa dorongan emosi dan
integrasi informasi olfaktorius (Price dan Wilson 2005)
c) Mesensefalon
Mesensefalon terdiri dari bagian posterior yaitu tektum yang
terdiri dari kolikulus superior (berperan dalam refleks dan
koordinasi gerakan penglihatan) dan kolikulus inferior
9
(berperan dalam refleks pendengaran) (Price dan Wilson
2005) Bagian anterior yaitu pedunkulus serebri (terdiri atas
serabut motorik)
Metensefalon terdiri dari pons dan serebelum Pons
merupakan jembatan serabut yang menghubungkan dua
hemisfer hemisferium serebri serta menghubungkan
mesensefalon di sebelah atas dengan medula oblongata di
bawah Serebelum berfungsi sebagai pusat refleks yang
mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot serta
mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh (Price dan
Wilson 2005)
d) Mielensefalon
terdiri dari medula oblongata Medula oblongata merupakan
pusat refleks yang penting untuk jantung vasokonstriktor
pernafasan bersin batuk menelan salivasi dan muntah (Price
dan Wilson 2005)
b) Medula Spinalis
Medula spinalis merupakan suatu struktur yang memanjang
dari medula oblongata dan terus ke bawah melalui kolumna
vertebralis sampai setinggi vertebra lumbalis pertama (L1) dan
terbagi menjadi 31 segmen yang menjadi tempat asal dari 31
pasang saraf spinal (Price dan Wilson 2005)
10
Gambar 2 Segmen-Segmen Medula Spinalis Beserta Fungsinya (Price dan
Wilson 2005)
b Sistem Saraf Tepi (PNS)
Secara anatomis PNS dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan
12 pasang saraf kranial (Price dan Wilson 2005) Saraf perifer terdiri
dari neuron yang menerima pesan sensorik (aferen) yang menuju ke
SSP atau menerima pesan-pesan neural motorik (eferen) dari SSP atau
keduanya Saraf spinal menghantarkan pesan aferen maupun pesan
eferen Saraf kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan
11
tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina
dimana terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dalam nama
atau angka romawi (Price dan Wilson 2005)
Tabel 1 Saraf Cranial beserta Fungsinya (Price dan Wilson 2005)
Nomor Saraf KranialKomponen
SarafFungsi
I Olfaktorius Sensorik PenciumanII Optikus Sensorik PenglihatanIII Okulomotorius
Motorik
- Mengangkat kelopak mata atas
- Konstriksi pupil- Sebagian besar gerakan
ekstraokularIV Troklearis
MotorikGerakan mata ke bawah dan ke dalam
V Trigeminus
Motorik
Otot temporalis dan maseter (menutup rahang dan mengunyah) gerakan rahang ke lateral
Sensorik
- Kulit wajah dan ⅔ depan kulit kepala mukosa mata mukosa hidung dan rongga mulut lidah serta gigi
- Refleks kornea atau refleks mengedip komponen sensorik dibawa oleh saraf kranial V respons motorik melalui saraf kranial VII
VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateralVII Fasialis
Motorik
Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot dahi sekeliling mata dan mulut lakrimasi dan salivasi
SensorikPengecapan ⅔ depan lidah (rasa manis asam dan asin)
VIII VestibulokoklearisCab Vestibularis Sensorik KeseimbanganCab Koklearis Sensorik Pendengaran
IX GlosofaringeusMotorik
- Faring menelan refleks muntah
- Parotis salivasi
SensorikFaring lidah posterior termasuk rasa pahit
12
X VagusMotorik
Faring Laring menelan refleks muntah fonasi visera abdomen
SensorikFaring Laring refleks muntah visera leher thoraks dan abdomen
XI Asesorius
Motorik
Otot sternokleidomastoideus dan bagian atas dari otot trapezius pergerakan kepala dan bahu
XII Hipoglosus Motorik Gerakan lidah
Secara fungsional PNS dibagi menjadi sistem saraf somatis dan
sistem saraf autonom Sistem saraf somatis terdiri dari saraf campuran
Bagian aferen membawa informasi sensorik yang disadari maupun yang
tidak disadari (misal nyeri suhu raba propriosepsi yang disadari
maupun tidak disadari penglihatan pengecapan pendengaran dan
penciuman) Sedangkan bagian eferen berhubungan dengan otot rangka
tubuh (Price dan Wilson 2005)
Sistem saraf autonom merupakan sistem saraf campuran Serabut
aferennya membawa masukan dari organ viseral (menangani
pengaturan denyut jantung diameter pembuluh darah pernafasan
pencernaan rasa lapar mual pembuangan) Saraf eferen motorik
autonom mempersarafi otot polos otot jantung dan kelenjar viseral
Sistem saraf autonom terutama menangani pengaturan fungsi viseral
dan interaksinya dengan lingkungan internal (Price dan Wilson 2005)
Sistem saraf autonom dibagi menjadi 2 bagian yaitu parasimpatis
(PANS) dan simpatis (SANS) simpatis berfungsi meningkatkan
kecepatan denyut jantung dan pernafasan serta menurunkan aktivitas
saluran cerna Sedangkan parasimpatis berfungsi menurunkan
kecepatan denyut jantung dan pernafasan tetapi meningkatkan
pergerakan saluran cerna sehingga parasimpatis membantu konservasi
dan homeostasis fungsi tubuh (Price dan Wilson 2005)
13
D Biokimia
ATP merupakan satu ndash satunya sumber energi yang didapat langsung
digunakan untuk berbagai aktivitas Di jaringan otot persediaan ATP yang
dapat segera digunakan kembali berjumlah terbatas Terdapat tiga jalur yang
memberikan tambahan ATP sesuai kebutuhan selama kontraksi otot yaitu
transfer fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat ke ADP fosforilasi oksidatif
(siklus asam sitrat dan system transport electron) dan glikolisis (Sherwood
2011)
1 Kreatin Fosfat
Merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal
aktivitas kontraktil Energi yang diberikan berasal dari hidrolisis kreatin
fosfat bersama dengan fosfat dapat diberikan langsung ke ADP untuk
membentuk ATP Reaksi ini yang dikatalisis oleh enzim sel otot kreatin
kinase bersifat reversible
Kreatin fosfat + ADP kreatin + ATP
Sewaktu cadangan energi di otot bertambah peningkatan
konsentrasi ATP mendorong pemindahan gugus fosfat berenergi tinggi
dari ATP untuk membentuk kreatin fosfat Sebaliknya pada permulaan
kontraksi ketika ATPase myosin menguraikan cadangan ATP yang
sekedarnya penurunan ATP yang kemudian terjadi mendorong
pemindahan gugus fosfat berenegi tinggi dari kreatin fosfat simpanan
untuk membentuk lebih banyak ATP (Sherwood 2011)
2 Fosfolirasi Oksidatif
Fosforilasi oksidatif berlangsung didalam mitokondria otot jika
terjadi cukup O2 Oksigen dibutuhkan untuk menunjang rantai transport
electron mitokondria Jalur ini dijalankan oleh glukosa atau asam lemak
bergantung pada intensitas dan durasi aktivitas (Sherwood 2011)
3 Glikolisis
Reaksi reaksi kimiawi pada glikolisis menghasilkan produk ndash
produk yang akhirnya masuk ke dalam jalur fosforilasi oksidatif tetapi
glikolisis juga dapat berlangsung tanpa produk ndash produknya diproses
14
lebih lanjut oleh jalur fosforilasi oksidatif Selama glikolisis satu molekul
glukosa diuraikan menjadi dua molekul asam piruvat menghasilkan dua
molekul ATP dalam prosesnya Asam piruvat dapat diuraikan lebih lanjut
oleh fosforilasi oksidatif untuk mengekstraksi lebih banyak energi
Glikolisis memiliki dua keunggulan dibandingkan jalur fosforilasi
oksidatif yaitu dapat membentuk ATP tanpa O2 (anaerob) dan glikolisis
dapat berlangsung lebih cepat daripada fosforilasi oksidatif (Sherwood
2011)
E Patogenesis
Patogenesis pada sindroma guillain barre (SGB) sampai saat ini masih
belum diketahui dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa
kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme
imunologi
15
Gambar 3 Imunobiologi dari Sindrom Guillain Barre
Diawali dengan infeksi (misalnya C Jejuni) menginduksi respon imun
yang akhirnya mengarah ke sindrom guillain barre Respon imun tergantung
pada faktor bakteri tertentu seperti pada spesifitas dari lipo-oligosakarida
(LOS) dan pada pasien yang terkait host faktor Polimorfisme genetik pada
pasien sebagian mungkin menentukan tingkat keparahan dari sindrom guillain
barre Adanya antibodi terhadap LOS dapat berikatan dan bereaksi dengan
ganglion saraf tertentu dan dapat mengaktifkan komplemen Tingkat
kerusakan saraf tergantung pada beberapa faktor Disfungsi saraf juga
menyebabkan kelemahan dan gangguan sensori (Doorn 2008)
16
F Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala SGB
1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh
2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu atau berbulan-
bulan
3 Kelemahan pada awalnya muncul ditungkai yang kemudian menjalar ke
atas hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan
4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan
5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi
sebelumnya dll
6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf
karena kerusakan mielin
7 Perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)
8 Takikardi
9 Wajah kemerahan diaforesis
10 Kesulitan dalam mengunyah atau menelan
G Patofisiologi
Mekanisme bagaimana infeksi vaksinasi trauma atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui
dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang
terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi Bukti-bukti
bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf
tepi pada sindroma ini adalah
1 Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell
mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi
2 Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3 Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran
pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi
saraf tepi
17
Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas
seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya
Pada SGB gangliosid merupakan target dari antibodi Ikatan antibody
dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin
Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari
system imun belum diketahui tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga
sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh Hal ini
didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid
dari tubuh manusia Campylobacter jejuni bakteri patogen yang menyebabkan
terjadinya diare mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari
gangliosid GM1 Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni kerusakan
terutama terjadi pada degenerasi akson Perubahan pada akson ini
menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1
untuk merespon adanya epitop yang sama Berdasarkan adanya sinyal infeksi
yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya
infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer Terbentuk makrofag di daerah
kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan
penghantaran impuls saraf (Israr 2009)
H Diagnosis
Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis SGB ditandai dengan
timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks
tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami
demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan
motorik perifer (Dewanto 2009)
Beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menegakkan diagnosis
Sindrome Guillain Barre diantaranya
1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh
2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu bahkan
berbulan-bulan
18
3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas
hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan
4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan
5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi
sebelumnya dll
6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf
karena kerusakan myelin
7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan
untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan
menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan
penglihatan kabur (Dewanto 2009)
I Pemeriksaan Penunjang
a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa
darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain
b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada
beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya
meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi
yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan
jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)
c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk
menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien
Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf
sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta
kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya
perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya
konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir
penyakit
d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot
(Dewanto 2009)
19
J Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati
komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya
Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus
dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus
segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan
pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan
adalah
1 Fisioterapi
Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan
kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan
sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka
fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot
(Stoll BJ 2004)
2 Plasma exchange therapy (PE)
Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk
mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian
plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa
perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang
lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling
efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya
gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg
dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange
(Stoll BJ 2004)
3 Imunoglobulin IV
Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat
menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi
autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG
yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T
cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin
intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek
20
sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2
minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5
hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI
(Stoll BJ 2004)
4 Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat
steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi
digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)
5 Perbaikan komunikasi
Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu
bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk
menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika
tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape
kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi
pasien (Baughman 2000)
6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan
komunitas
Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan
okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase
pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan
kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok
pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)
K Prognosis
Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun
terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik
neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat
hingga 95
21
22
III KESIMPULAN
1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat
ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah
infeksi akut
2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan
tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam
mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis
3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik
secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada
bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka
kesembuhan telah meningkat hingga 95
23
DAFTAR PUSTAKA
Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130
Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC
Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl
GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract
Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]
Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]
Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC
24
Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC
Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC
Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press
Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc
Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing
3
II TINJAUAN PUSTAKA
A Definisi
Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat
ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah
infeksi akut SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya
paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun
dimana targetnya adalah saraf perifer radiks dan nervus kranialis Beberapa
nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini yaitu Idiopathic
polyneuritis Acute Febrile Polyneuritis Infective Polyneuritis Post Infectious
Polyneuritis Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy
Guillain Barre Strohl Syndrome Landry Ascending paralysis dan Landry
Guillain Barre Syndrome (Japardi 2002)
Sindroma Guillain-Barre (SGB) adalah penyakit neurologis autoimun
yang jarang terjadi di mana sistem kekebalan tubuh menghasilkan antibodi
terhadap saraf sendiri sehingga terjadi kerusakan dari saraf tersebut Sindroma
Guillain-Barre disebut juga Acute Inflammatory Demyelinating
Polyneuropathy yang menyerang radiks saraf baik ventral maupun dorsal yang
bersifat akut dan mengakibatkan kelumpuhan yang gejalanya dimulai dari
tungkai bagian bawah dan meluas sampai tubuh dan otot-otot wajah
(Shoenfeld 2008)
Pada tahun 1859 Landry menerbitkan sebuah laporan pada 10 pasien
dengan kelumpuhan ascending Selanjutnya pada tahun 1916 3 dokter
Perancis (Guillain Barre dan Strohl) menemukan 2 tentara Prancis dengan
kelemahan motor areflexia disosiasi albuminocytological LCS dan
berkurangnya refleks tendon dalam Sindrom ini kemudian diidentifikasi
sebagai sindrom Guillain-Barre (SGB) Secara historis SGB adalah penyakit
tunggal namun pada prakteknya saat ini dapat ditemukan beberapa varian
Tingkat kejadian tahunan adalah 1-2 per 100 000 kasus Sindrom ini dapat
terjadi pada semua usia tetapi yang paling umum adalah antara usia 30 dan
50 SGB adalah penyakit heterogen di mana sekitar dua-pertiga dari pasien
4
melaporkan ada penyakit yang diderita sebelumnya biasanya infeksi seperti
diare atau infeksi saluran pernapasan bagian atas SGB umumnya merupakan
suatu proses immune-mediated yang ditandai oleh disfungsi motorik sensorik
dan otonom (Adam 2005)
Walaupun sindroma ini merupakan penyakit yang sebagian besar dapat
mengalami kesembuhan fungsional yang sempurna tetapi tidak jarang terjadi
kematian karena perjalanan penyakitnya yang akut dan meluas ke bagian atas
tubuh sehingga menimbulkan kegagalan pernafasan Untuk itu pengawasan
yang ketat dan penanganan yang baik pada penderita SGB sangat diperlukan
untuk memperkecil angka kematiannya dan mengurangi gejala sisa defisit
neurologisnya (Adam 2005)
B Anatomi dan histologi
Lokasi anatomi dari target SGB adalah saraf perifer dari system persyarafan
perifer
a Ganglion dorsal merupakan target dari sebuah respon antibody di MFS
b Nodus dari persyarafan merupakan target respon imun di AMAN
c Pada sel Schwan bagian area protein menjadi target dari ikatan antibody
AIDP
d Neurotransmiter junction
5
Histologi
Vesicular Demyelination Guillain-Barre Syndrome
Tampak anah panah dimana vesikuler terjadi demielinisasi yaitu penumpukan
reaksi antibody sehingga terjadi pembentukan myelin yang baru namun fungsinya
abnormal Pada SGB apabila terjadi demielinisasi maka impuls akan berkurang
sehingga terjadi gangguan hantaran biasanya terjadi pada system saraf perifer
Vesicular Demyelination Guillain-Barre Syndrome
C Fisiologi
Sindrom Guillain-Barre (SGB) adalah suatu demielinasi polineuropati
akut dimana dijelaskan sebagai gangguan neuron motorik bagian bawah
dalam saraf perifer (Price dan Wilson 2005) Gambaran utama SGB adalah
paralisis motorik asendens secara primer dengan berbagai gangguan fungsi
sensorik (Price dan Wilson 2005) Sehingga di sini akan dijelaskan mengenai
fisiologi dari sistem saraf itu sendiri
Sistem saraf manusia terdiri dari sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel
penyokong (neuroglia dan sel Schwann) dimana kesemuanya saling erat
berkaitan dan terintegrasi sehingga berfungsi sebagai satu unit (Price dan
Wilson 2005)
6
1 Jaringan Saraf
a Neuron
Neuron adalah sel saraf khusus peka rangsang yang menerima
masukan sensorik atau aferen dari ujung saraf perifer khusus atau dari
organ reseptor sensorik dan menyalurkan masukan motorik atau
eferen ke otot-otot dan kelenjar-kelenjar yaitu organ efektor
Neuron memiliki nukleus yang mengandung gen Setiap neuron
mempunyai badan sel dengan satu beberapa tonjolan atau
perpanjangan yang disebut akson dan dendrit Dendrit adalah tonjolan
yang menghantarkan informasi menuju badan sel Akson adalah
tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan informasi keluar
dari badan sel
Neuron menjalankan proses biokimia dengan menghasilkan energi
(dengan glukosa sebagai sumber energi dan terbatas pada metabolisme
oksidatif) untuk memulihkan dan mempertahankan diri serta membuat
dan melepaskan zat kimia yang disebut neurotransmiter dimana
neurotransmiter disimpan dalam gelembung sinaptik pada ujung akson
dan dilepaskan dari akson terminal melalui eksositosis
Neuron memiliki organel seperti Badan Nissl (terdiri dari
Reticulum Endoplasmik kasar) yang dapat menyintesis protein badan
Golgi yang menyimpan dan memproses protein mitokondria yang
menghasilkan energi dan mikrotubulus yang berperan dalam transpor
intrasel (Price dan Wilson 2005)
7
Gambar 1 Neuron (Price dan Wilson 2005)
b Neuroglia Sel Schwann dan Mielin
Neuroglia merupakan penyokong pelindung dan sumber nutrisi
bagi neuron-neuron otak dan medulla spinalis Neuroglia terdiri dari
mikroglia (fagosit sisa jaringan rusak proses melawan infeksi) sel
ependim (produksi cerebrospinal fluid) astroglia (menyediakan nutrisi
dan mempertahankan potensial bioelektris) dan oligodendroglia
(menghasilkan myelin) Astroglia sel ependim dan oligodendroglia
termasuk dalam makroglia
Sel Schwann merupakan pelindung dan penyokong neuron-neuron
dan tonjolan neuronal di luar sistem saraf pusat (fungsinya untuk
PNS)
Mielin merupakan suatu kompleks protein-lemak yang melapisi
tonjolan saraf yang berfungsi menghalangi aliran ion natrium dan
kalium dalam melintasi membrane neuronal (Price dan Wilson 2005)
2 Sistem Saraf
Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan sistem
saraf tepi (PNS) SSP terdiri dari otak dan medulla spinalis PNS terdiri
dari neuron aferen dan eferen sistem saraf somatis dan neuron sistem saraf
autonom (visceral) (Price dan Wilson 2005)
a Sistem Saraf Pusat (SSP)
1) Otak
Otak merupakan organ yang memiliki fungsi sebagai pusat
integrasi dan koordinasi organ sensorik dan sistem efektor perifer
tubuh serta fungsi sebagai pengatur informasi yang masuk
simpanan pengalaman impuls yang keluar dan tingkah laku (Price
dan Wilson 2005) Pembagian otak
a) Telensefalon
Terdiri dari korteks serebri dan hemisferium serebri
Korteks serebri mempunyai dua area area primer (daerah
dimana terjadi persepsi atau gerakan) dan area asosiasi (daerah
8
untuk integrasi dan peningkatan perilaku dan intelektual)
Dapat pula dibagi menjadi 4 korteks yaitu korteks frontalis
(bertanggungjawab untuk gerakan voluntar) korteks parietalis
(berperan pada kegiatan pemrosesan dan integrasi informasi
sensorik) korteks temporalis (area sensorik reseptif untuk
impuls pendengaran) dan korteks oksipitalis (menerima
informasi penglihatan dan sensasi warna) Hemisferium serebri
merupakan daerah pengendalian sensorik dan motorik
mengurus sisi tubuh yang letaknya kontralateral (Price dan
Wilson 2005)
b) Diensefalon
Diensefalon berfungsi memproses rangsang sensorik dan
membantu memulai atau memodifikasi reaksi tubuh terhadap
rangsangan tersebut (Price dan Wilson 2005)
Talamus merupakan stasiun penghubung dalam otak
sebagai pusat sensasi primitif (dapat merasa nyeri raba getar)
serta berperan dalam integrasi ekspresi motorik (Price dan
Wilson 2005)
Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan
sistem susunan saraf autonom perifer (ekspresi dan tingkah
laku) pengaturan hormon pengaturan cairan tubuh dan
elektrolit suhu tubuh serta lapar dan haus (Price dan Wilson
2005)
Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya
(Price dan Wilson 2005)
Epitalamus berperan pada beberapa dorongan emosi dan
integrasi informasi olfaktorius (Price dan Wilson 2005)
c) Mesensefalon
Mesensefalon terdiri dari bagian posterior yaitu tektum yang
terdiri dari kolikulus superior (berperan dalam refleks dan
koordinasi gerakan penglihatan) dan kolikulus inferior
9
(berperan dalam refleks pendengaran) (Price dan Wilson
2005) Bagian anterior yaitu pedunkulus serebri (terdiri atas
serabut motorik)
Metensefalon terdiri dari pons dan serebelum Pons
merupakan jembatan serabut yang menghubungkan dua
hemisfer hemisferium serebri serta menghubungkan
mesensefalon di sebelah atas dengan medula oblongata di
bawah Serebelum berfungsi sebagai pusat refleks yang
mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot serta
mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh (Price dan
Wilson 2005)
d) Mielensefalon
terdiri dari medula oblongata Medula oblongata merupakan
pusat refleks yang penting untuk jantung vasokonstriktor
pernafasan bersin batuk menelan salivasi dan muntah (Price
dan Wilson 2005)
b) Medula Spinalis
Medula spinalis merupakan suatu struktur yang memanjang
dari medula oblongata dan terus ke bawah melalui kolumna
vertebralis sampai setinggi vertebra lumbalis pertama (L1) dan
terbagi menjadi 31 segmen yang menjadi tempat asal dari 31
pasang saraf spinal (Price dan Wilson 2005)
10
Gambar 2 Segmen-Segmen Medula Spinalis Beserta Fungsinya (Price dan
Wilson 2005)
b Sistem Saraf Tepi (PNS)
Secara anatomis PNS dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan
12 pasang saraf kranial (Price dan Wilson 2005) Saraf perifer terdiri
dari neuron yang menerima pesan sensorik (aferen) yang menuju ke
SSP atau menerima pesan-pesan neural motorik (eferen) dari SSP atau
keduanya Saraf spinal menghantarkan pesan aferen maupun pesan
eferen Saraf kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan
11
tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina
dimana terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dalam nama
atau angka romawi (Price dan Wilson 2005)
Tabel 1 Saraf Cranial beserta Fungsinya (Price dan Wilson 2005)
Nomor Saraf KranialKomponen
SarafFungsi
I Olfaktorius Sensorik PenciumanII Optikus Sensorik PenglihatanIII Okulomotorius
Motorik
- Mengangkat kelopak mata atas
- Konstriksi pupil- Sebagian besar gerakan
ekstraokularIV Troklearis
MotorikGerakan mata ke bawah dan ke dalam
V Trigeminus
Motorik
Otot temporalis dan maseter (menutup rahang dan mengunyah) gerakan rahang ke lateral
Sensorik
- Kulit wajah dan ⅔ depan kulit kepala mukosa mata mukosa hidung dan rongga mulut lidah serta gigi
- Refleks kornea atau refleks mengedip komponen sensorik dibawa oleh saraf kranial V respons motorik melalui saraf kranial VII
VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateralVII Fasialis
Motorik
Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot dahi sekeliling mata dan mulut lakrimasi dan salivasi
SensorikPengecapan ⅔ depan lidah (rasa manis asam dan asin)
VIII VestibulokoklearisCab Vestibularis Sensorik KeseimbanganCab Koklearis Sensorik Pendengaran
IX GlosofaringeusMotorik
- Faring menelan refleks muntah
- Parotis salivasi
SensorikFaring lidah posterior termasuk rasa pahit
12
X VagusMotorik
Faring Laring menelan refleks muntah fonasi visera abdomen
SensorikFaring Laring refleks muntah visera leher thoraks dan abdomen
XI Asesorius
Motorik
Otot sternokleidomastoideus dan bagian atas dari otot trapezius pergerakan kepala dan bahu
XII Hipoglosus Motorik Gerakan lidah
Secara fungsional PNS dibagi menjadi sistem saraf somatis dan
sistem saraf autonom Sistem saraf somatis terdiri dari saraf campuran
Bagian aferen membawa informasi sensorik yang disadari maupun yang
tidak disadari (misal nyeri suhu raba propriosepsi yang disadari
maupun tidak disadari penglihatan pengecapan pendengaran dan
penciuman) Sedangkan bagian eferen berhubungan dengan otot rangka
tubuh (Price dan Wilson 2005)
Sistem saraf autonom merupakan sistem saraf campuran Serabut
aferennya membawa masukan dari organ viseral (menangani
pengaturan denyut jantung diameter pembuluh darah pernafasan
pencernaan rasa lapar mual pembuangan) Saraf eferen motorik
autonom mempersarafi otot polos otot jantung dan kelenjar viseral
Sistem saraf autonom terutama menangani pengaturan fungsi viseral
dan interaksinya dengan lingkungan internal (Price dan Wilson 2005)
Sistem saraf autonom dibagi menjadi 2 bagian yaitu parasimpatis
(PANS) dan simpatis (SANS) simpatis berfungsi meningkatkan
kecepatan denyut jantung dan pernafasan serta menurunkan aktivitas
saluran cerna Sedangkan parasimpatis berfungsi menurunkan
kecepatan denyut jantung dan pernafasan tetapi meningkatkan
pergerakan saluran cerna sehingga parasimpatis membantu konservasi
dan homeostasis fungsi tubuh (Price dan Wilson 2005)
13
D Biokimia
ATP merupakan satu ndash satunya sumber energi yang didapat langsung
digunakan untuk berbagai aktivitas Di jaringan otot persediaan ATP yang
dapat segera digunakan kembali berjumlah terbatas Terdapat tiga jalur yang
memberikan tambahan ATP sesuai kebutuhan selama kontraksi otot yaitu
transfer fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat ke ADP fosforilasi oksidatif
(siklus asam sitrat dan system transport electron) dan glikolisis (Sherwood
2011)
1 Kreatin Fosfat
Merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal
aktivitas kontraktil Energi yang diberikan berasal dari hidrolisis kreatin
fosfat bersama dengan fosfat dapat diberikan langsung ke ADP untuk
membentuk ATP Reaksi ini yang dikatalisis oleh enzim sel otot kreatin
kinase bersifat reversible
Kreatin fosfat + ADP kreatin + ATP
Sewaktu cadangan energi di otot bertambah peningkatan
konsentrasi ATP mendorong pemindahan gugus fosfat berenergi tinggi
dari ATP untuk membentuk kreatin fosfat Sebaliknya pada permulaan
kontraksi ketika ATPase myosin menguraikan cadangan ATP yang
sekedarnya penurunan ATP yang kemudian terjadi mendorong
pemindahan gugus fosfat berenegi tinggi dari kreatin fosfat simpanan
untuk membentuk lebih banyak ATP (Sherwood 2011)
2 Fosfolirasi Oksidatif
Fosforilasi oksidatif berlangsung didalam mitokondria otot jika
terjadi cukup O2 Oksigen dibutuhkan untuk menunjang rantai transport
electron mitokondria Jalur ini dijalankan oleh glukosa atau asam lemak
bergantung pada intensitas dan durasi aktivitas (Sherwood 2011)
3 Glikolisis
Reaksi reaksi kimiawi pada glikolisis menghasilkan produk ndash
produk yang akhirnya masuk ke dalam jalur fosforilasi oksidatif tetapi
glikolisis juga dapat berlangsung tanpa produk ndash produknya diproses
14
lebih lanjut oleh jalur fosforilasi oksidatif Selama glikolisis satu molekul
glukosa diuraikan menjadi dua molekul asam piruvat menghasilkan dua
molekul ATP dalam prosesnya Asam piruvat dapat diuraikan lebih lanjut
oleh fosforilasi oksidatif untuk mengekstraksi lebih banyak energi
Glikolisis memiliki dua keunggulan dibandingkan jalur fosforilasi
oksidatif yaitu dapat membentuk ATP tanpa O2 (anaerob) dan glikolisis
dapat berlangsung lebih cepat daripada fosforilasi oksidatif (Sherwood
2011)
E Patogenesis
Patogenesis pada sindroma guillain barre (SGB) sampai saat ini masih
belum diketahui dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa
kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme
imunologi
15
Gambar 3 Imunobiologi dari Sindrom Guillain Barre
Diawali dengan infeksi (misalnya C Jejuni) menginduksi respon imun
yang akhirnya mengarah ke sindrom guillain barre Respon imun tergantung
pada faktor bakteri tertentu seperti pada spesifitas dari lipo-oligosakarida
(LOS) dan pada pasien yang terkait host faktor Polimorfisme genetik pada
pasien sebagian mungkin menentukan tingkat keparahan dari sindrom guillain
barre Adanya antibodi terhadap LOS dapat berikatan dan bereaksi dengan
ganglion saraf tertentu dan dapat mengaktifkan komplemen Tingkat
kerusakan saraf tergantung pada beberapa faktor Disfungsi saraf juga
menyebabkan kelemahan dan gangguan sensori (Doorn 2008)
16
F Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala SGB
1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh
2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu atau berbulan-
bulan
3 Kelemahan pada awalnya muncul ditungkai yang kemudian menjalar ke
atas hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan
4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan
5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi
sebelumnya dll
6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf
karena kerusakan mielin
7 Perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)
8 Takikardi
9 Wajah kemerahan diaforesis
10 Kesulitan dalam mengunyah atau menelan
G Patofisiologi
Mekanisme bagaimana infeksi vaksinasi trauma atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui
dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang
terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi Bukti-bukti
bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf
tepi pada sindroma ini adalah
1 Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell
mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi
2 Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3 Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran
pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi
saraf tepi
17
Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas
seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya
Pada SGB gangliosid merupakan target dari antibodi Ikatan antibody
dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin
Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari
system imun belum diketahui tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga
sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh Hal ini
didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid
dari tubuh manusia Campylobacter jejuni bakteri patogen yang menyebabkan
terjadinya diare mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari
gangliosid GM1 Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni kerusakan
terutama terjadi pada degenerasi akson Perubahan pada akson ini
menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1
untuk merespon adanya epitop yang sama Berdasarkan adanya sinyal infeksi
yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya
infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer Terbentuk makrofag di daerah
kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan
penghantaran impuls saraf (Israr 2009)
H Diagnosis
Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis SGB ditandai dengan
timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks
tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami
demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan
motorik perifer (Dewanto 2009)
Beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menegakkan diagnosis
Sindrome Guillain Barre diantaranya
1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh
2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu bahkan
berbulan-bulan
18
3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas
hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan
4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan
5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi
sebelumnya dll
6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf
karena kerusakan myelin
7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan
untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan
menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan
penglihatan kabur (Dewanto 2009)
I Pemeriksaan Penunjang
a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa
darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain
b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada
beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya
meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi
yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan
jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)
c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk
menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien
Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf
sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta
kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya
perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya
konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir
penyakit
d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot
(Dewanto 2009)
19
J Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati
komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya
Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus
dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus
segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan
pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan
adalah
1 Fisioterapi
Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan
kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan
sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka
fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot
(Stoll BJ 2004)
2 Plasma exchange therapy (PE)
Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk
mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian
plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa
perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang
lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling
efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya
gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg
dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange
(Stoll BJ 2004)
3 Imunoglobulin IV
Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat
menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi
autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG
yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T
cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin
intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek
20
sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2
minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5
hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI
(Stoll BJ 2004)
4 Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat
steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi
digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)
5 Perbaikan komunikasi
Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu
bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk
menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika
tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape
kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi
pasien (Baughman 2000)
6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan
komunitas
Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan
okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase
pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan
kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok
pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)
K Prognosis
Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun
terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik
neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat
hingga 95
21
22
III KESIMPULAN
1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat
ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah
infeksi akut
2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan
tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam
mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis
3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik
secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada
bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka
kesembuhan telah meningkat hingga 95
23
DAFTAR PUSTAKA
Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130
Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC
Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl
GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract
Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]
Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]
Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC
24
Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC
Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC
Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press
Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc
Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing
4
melaporkan ada penyakit yang diderita sebelumnya biasanya infeksi seperti
diare atau infeksi saluran pernapasan bagian atas SGB umumnya merupakan
suatu proses immune-mediated yang ditandai oleh disfungsi motorik sensorik
dan otonom (Adam 2005)
Walaupun sindroma ini merupakan penyakit yang sebagian besar dapat
mengalami kesembuhan fungsional yang sempurna tetapi tidak jarang terjadi
kematian karena perjalanan penyakitnya yang akut dan meluas ke bagian atas
tubuh sehingga menimbulkan kegagalan pernafasan Untuk itu pengawasan
yang ketat dan penanganan yang baik pada penderita SGB sangat diperlukan
untuk memperkecil angka kematiannya dan mengurangi gejala sisa defisit
neurologisnya (Adam 2005)
B Anatomi dan histologi
Lokasi anatomi dari target SGB adalah saraf perifer dari system persyarafan
perifer
a Ganglion dorsal merupakan target dari sebuah respon antibody di MFS
b Nodus dari persyarafan merupakan target respon imun di AMAN
c Pada sel Schwan bagian area protein menjadi target dari ikatan antibody
AIDP
d Neurotransmiter junction
5
Histologi
Vesicular Demyelination Guillain-Barre Syndrome
Tampak anah panah dimana vesikuler terjadi demielinisasi yaitu penumpukan
reaksi antibody sehingga terjadi pembentukan myelin yang baru namun fungsinya
abnormal Pada SGB apabila terjadi demielinisasi maka impuls akan berkurang
sehingga terjadi gangguan hantaran biasanya terjadi pada system saraf perifer
Vesicular Demyelination Guillain-Barre Syndrome
C Fisiologi
Sindrom Guillain-Barre (SGB) adalah suatu demielinasi polineuropati
akut dimana dijelaskan sebagai gangguan neuron motorik bagian bawah
dalam saraf perifer (Price dan Wilson 2005) Gambaran utama SGB adalah
paralisis motorik asendens secara primer dengan berbagai gangguan fungsi
sensorik (Price dan Wilson 2005) Sehingga di sini akan dijelaskan mengenai
fisiologi dari sistem saraf itu sendiri
Sistem saraf manusia terdiri dari sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel
penyokong (neuroglia dan sel Schwann) dimana kesemuanya saling erat
berkaitan dan terintegrasi sehingga berfungsi sebagai satu unit (Price dan
Wilson 2005)
6
1 Jaringan Saraf
a Neuron
Neuron adalah sel saraf khusus peka rangsang yang menerima
masukan sensorik atau aferen dari ujung saraf perifer khusus atau dari
organ reseptor sensorik dan menyalurkan masukan motorik atau
eferen ke otot-otot dan kelenjar-kelenjar yaitu organ efektor
Neuron memiliki nukleus yang mengandung gen Setiap neuron
mempunyai badan sel dengan satu beberapa tonjolan atau
perpanjangan yang disebut akson dan dendrit Dendrit adalah tonjolan
yang menghantarkan informasi menuju badan sel Akson adalah
tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan informasi keluar
dari badan sel
Neuron menjalankan proses biokimia dengan menghasilkan energi
(dengan glukosa sebagai sumber energi dan terbatas pada metabolisme
oksidatif) untuk memulihkan dan mempertahankan diri serta membuat
dan melepaskan zat kimia yang disebut neurotransmiter dimana
neurotransmiter disimpan dalam gelembung sinaptik pada ujung akson
dan dilepaskan dari akson terminal melalui eksositosis
Neuron memiliki organel seperti Badan Nissl (terdiri dari
Reticulum Endoplasmik kasar) yang dapat menyintesis protein badan
Golgi yang menyimpan dan memproses protein mitokondria yang
menghasilkan energi dan mikrotubulus yang berperan dalam transpor
intrasel (Price dan Wilson 2005)
7
Gambar 1 Neuron (Price dan Wilson 2005)
b Neuroglia Sel Schwann dan Mielin
Neuroglia merupakan penyokong pelindung dan sumber nutrisi
bagi neuron-neuron otak dan medulla spinalis Neuroglia terdiri dari
mikroglia (fagosit sisa jaringan rusak proses melawan infeksi) sel
ependim (produksi cerebrospinal fluid) astroglia (menyediakan nutrisi
dan mempertahankan potensial bioelektris) dan oligodendroglia
(menghasilkan myelin) Astroglia sel ependim dan oligodendroglia
termasuk dalam makroglia
Sel Schwann merupakan pelindung dan penyokong neuron-neuron
dan tonjolan neuronal di luar sistem saraf pusat (fungsinya untuk
PNS)
Mielin merupakan suatu kompleks protein-lemak yang melapisi
tonjolan saraf yang berfungsi menghalangi aliran ion natrium dan
kalium dalam melintasi membrane neuronal (Price dan Wilson 2005)
2 Sistem Saraf
Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan sistem
saraf tepi (PNS) SSP terdiri dari otak dan medulla spinalis PNS terdiri
dari neuron aferen dan eferen sistem saraf somatis dan neuron sistem saraf
autonom (visceral) (Price dan Wilson 2005)
a Sistem Saraf Pusat (SSP)
1) Otak
Otak merupakan organ yang memiliki fungsi sebagai pusat
integrasi dan koordinasi organ sensorik dan sistem efektor perifer
tubuh serta fungsi sebagai pengatur informasi yang masuk
simpanan pengalaman impuls yang keluar dan tingkah laku (Price
dan Wilson 2005) Pembagian otak
a) Telensefalon
Terdiri dari korteks serebri dan hemisferium serebri
Korteks serebri mempunyai dua area area primer (daerah
dimana terjadi persepsi atau gerakan) dan area asosiasi (daerah
8
untuk integrasi dan peningkatan perilaku dan intelektual)
Dapat pula dibagi menjadi 4 korteks yaitu korteks frontalis
(bertanggungjawab untuk gerakan voluntar) korteks parietalis
(berperan pada kegiatan pemrosesan dan integrasi informasi
sensorik) korteks temporalis (area sensorik reseptif untuk
impuls pendengaran) dan korteks oksipitalis (menerima
informasi penglihatan dan sensasi warna) Hemisferium serebri
merupakan daerah pengendalian sensorik dan motorik
mengurus sisi tubuh yang letaknya kontralateral (Price dan
Wilson 2005)
b) Diensefalon
Diensefalon berfungsi memproses rangsang sensorik dan
membantu memulai atau memodifikasi reaksi tubuh terhadap
rangsangan tersebut (Price dan Wilson 2005)
Talamus merupakan stasiun penghubung dalam otak
sebagai pusat sensasi primitif (dapat merasa nyeri raba getar)
serta berperan dalam integrasi ekspresi motorik (Price dan
Wilson 2005)
Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan
sistem susunan saraf autonom perifer (ekspresi dan tingkah
laku) pengaturan hormon pengaturan cairan tubuh dan
elektrolit suhu tubuh serta lapar dan haus (Price dan Wilson
2005)
Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya
(Price dan Wilson 2005)
Epitalamus berperan pada beberapa dorongan emosi dan
integrasi informasi olfaktorius (Price dan Wilson 2005)
c) Mesensefalon
Mesensefalon terdiri dari bagian posterior yaitu tektum yang
terdiri dari kolikulus superior (berperan dalam refleks dan
koordinasi gerakan penglihatan) dan kolikulus inferior
9
(berperan dalam refleks pendengaran) (Price dan Wilson
2005) Bagian anterior yaitu pedunkulus serebri (terdiri atas
serabut motorik)
Metensefalon terdiri dari pons dan serebelum Pons
merupakan jembatan serabut yang menghubungkan dua
hemisfer hemisferium serebri serta menghubungkan
mesensefalon di sebelah atas dengan medula oblongata di
bawah Serebelum berfungsi sebagai pusat refleks yang
mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot serta
mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh (Price dan
Wilson 2005)
d) Mielensefalon
terdiri dari medula oblongata Medula oblongata merupakan
pusat refleks yang penting untuk jantung vasokonstriktor
pernafasan bersin batuk menelan salivasi dan muntah (Price
dan Wilson 2005)
b) Medula Spinalis
Medula spinalis merupakan suatu struktur yang memanjang
dari medula oblongata dan terus ke bawah melalui kolumna
vertebralis sampai setinggi vertebra lumbalis pertama (L1) dan
terbagi menjadi 31 segmen yang menjadi tempat asal dari 31
pasang saraf spinal (Price dan Wilson 2005)
10
Gambar 2 Segmen-Segmen Medula Spinalis Beserta Fungsinya (Price dan
Wilson 2005)
b Sistem Saraf Tepi (PNS)
Secara anatomis PNS dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan
12 pasang saraf kranial (Price dan Wilson 2005) Saraf perifer terdiri
dari neuron yang menerima pesan sensorik (aferen) yang menuju ke
SSP atau menerima pesan-pesan neural motorik (eferen) dari SSP atau
keduanya Saraf spinal menghantarkan pesan aferen maupun pesan
eferen Saraf kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan
11
tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina
dimana terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dalam nama
atau angka romawi (Price dan Wilson 2005)
Tabel 1 Saraf Cranial beserta Fungsinya (Price dan Wilson 2005)
Nomor Saraf KranialKomponen
SarafFungsi
I Olfaktorius Sensorik PenciumanII Optikus Sensorik PenglihatanIII Okulomotorius
Motorik
- Mengangkat kelopak mata atas
- Konstriksi pupil- Sebagian besar gerakan
ekstraokularIV Troklearis
MotorikGerakan mata ke bawah dan ke dalam
V Trigeminus
Motorik
Otot temporalis dan maseter (menutup rahang dan mengunyah) gerakan rahang ke lateral
Sensorik
- Kulit wajah dan ⅔ depan kulit kepala mukosa mata mukosa hidung dan rongga mulut lidah serta gigi
- Refleks kornea atau refleks mengedip komponen sensorik dibawa oleh saraf kranial V respons motorik melalui saraf kranial VII
VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateralVII Fasialis
Motorik
Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot dahi sekeliling mata dan mulut lakrimasi dan salivasi
SensorikPengecapan ⅔ depan lidah (rasa manis asam dan asin)
VIII VestibulokoklearisCab Vestibularis Sensorik KeseimbanganCab Koklearis Sensorik Pendengaran
IX GlosofaringeusMotorik
- Faring menelan refleks muntah
- Parotis salivasi
SensorikFaring lidah posterior termasuk rasa pahit
12
X VagusMotorik
Faring Laring menelan refleks muntah fonasi visera abdomen
SensorikFaring Laring refleks muntah visera leher thoraks dan abdomen
XI Asesorius
Motorik
Otot sternokleidomastoideus dan bagian atas dari otot trapezius pergerakan kepala dan bahu
XII Hipoglosus Motorik Gerakan lidah
Secara fungsional PNS dibagi menjadi sistem saraf somatis dan
sistem saraf autonom Sistem saraf somatis terdiri dari saraf campuran
Bagian aferen membawa informasi sensorik yang disadari maupun yang
tidak disadari (misal nyeri suhu raba propriosepsi yang disadari
maupun tidak disadari penglihatan pengecapan pendengaran dan
penciuman) Sedangkan bagian eferen berhubungan dengan otot rangka
tubuh (Price dan Wilson 2005)
Sistem saraf autonom merupakan sistem saraf campuran Serabut
aferennya membawa masukan dari organ viseral (menangani
pengaturan denyut jantung diameter pembuluh darah pernafasan
pencernaan rasa lapar mual pembuangan) Saraf eferen motorik
autonom mempersarafi otot polos otot jantung dan kelenjar viseral
Sistem saraf autonom terutama menangani pengaturan fungsi viseral
dan interaksinya dengan lingkungan internal (Price dan Wilson 2005)
Sistem saraf autonom dibagi menjadi 2 bagian yaitu parasimpatis
(PANS) dan simpatis (SANS) simpatis berfungsi meningkatkan
kecepatan denyut jantung dan pernafasan serta menurunkan aktivitas
saluran cerna Sedangkan parasimpatis berfungsi menurunkan
kecepatan denyut jantung dan pernafasan tetapi meningkatkan
pergerakan saluran cerna sehingga parasimpatis membantu konservasi
dan homeostasis fungsi tubuh (Price dan Wilson 2005)
13
D Biokimia
ATP merupakan satu ndash satunya sumber energi yang didapat langsung
digunakan untuk berbagai aktivitas Di jaringan otot persediaan ATP yang
dapat segera digunakan kembali berjumlah terbatas Terdapat tiga jalur yang
memberikan tambahan ATP sesuai kebutuhan selama kontraksi otot yaitu
transfer fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat ke ADP fosforilasi oksidatif
(siklus asam sitrat dan system transport electron) dan glikolisis (Sherwood
2011)
1 Kreatin Fosfat
Merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal
aktivitas kontraktil Energi yang diberikan berasal dari hidrolisis kreatin
fosfat bersama dengan fosfat dapat diberikan langsung ke ADP untuk
membentuk ATP Reaksi ini yang dikatalisis oleh enzim sel otot kreatin
kinase bersifat reversible
Kreatin fosfat + ADP kreatin + ATP
Sewaktu cadangan energi di otot bertambah peningkatan
konsentrasi ATP mendorong pemindahan gugus fosfat berenergi tinggi
dari ATP untuk membentuk kreatin fosfat Sebaliknya pada permulaan
kontraksi ketika ATPase myosin menguraikan cadangan ATP yang
sekedarnya penurunan ATP yang kemudian terjadi mendorong
pemindahan gugus fosfat berenegi tinggi dari kreatin fosfat simpanan
untuk membentuk lebih banyak ATP (Sherwood 2011)
2 Fosfolirasi Oksidatif
Fosforilasi oksidatif berlangsung didalam mitokondria otot jika
terjadi cukup O2 Oksigen dibutuhkan untuk menunjang rantai transport
electron mitokondria Jalur ini dijalankan oleh glukosa atau asam lemak
bergantung pada intensitas dan durasi aktivitas (Sherwood 2011)
3 Glikolisis
Reaksi reaksi kimiawi pada glikolisis menghasilkan produk ndash
produk yang akhirnya masuk ke dalam jalur fosforilasi oksidatif tetapi
glikolisis juga dapat berlangsung tanpa produk ndash produknya diproses
14
lebih lanjut oleh jalur fosforilasi oksidatif Selama glikolisis satu molekul
glukosa diuraikan menjadi dua molekul asam piruvat menghasilkan dua
molekul ATP dalam prosesnya Asam piruvat dapat diuraikan lebih lanjut
oleh fosforilasi oksidatif untuk mengekstraksi lebih banyak energi
Glikolisis memiliki dua keunggulan dibandingkan jalur fosforilasi
oksidatif yaitu dapat membentuk ATP tanpa O2 (anaerob) dan glikolisis
dapat berlangsung lebih cepat daripada fosforilasi oksidatif (Sherwood
2011)
E Patogenesis
Patogenesis pada sindroma guillain barre (SGB) sampai saat ini masih
belum diketahui dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa
kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme
imunologi
15
Gambar 3 Imunobiologi dari Sindrom Guillain Barre
Diawali dengan infeksi (misalnya C Jejuni) menginduksi respon imun
yang akhirnya mengarah ke sindrom guillain barre Respon imun tergantung
pada faktor bakteri tertentu seperti pada spesifitas dari lipo-oligosakarida
(LOS) dan pada pasien yang terkait host faktor Polimorfisme genetik pada
pasien sebagian mungkin menentukan tingkat keparahan dari sindrom guillain
barre Adanya antibodi terhadap LOS dapat berikatan dan bereaksi dengan
ganglion saraf tertentu dan dapat mengaktifkan komplemen Tingkat
kerusakan saraf tergantung pada beberapa faktor Disfungsi saraf juga
menyebabkan kelemahan dan gangguan sensori (Doorn 2008)
16
F Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala SGB
1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh
2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu atau berbulan-
bulan
3 Kelemahan pada awalnya muncul ditungkai yang kemudian menjalar ke
atas hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan
4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan
5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi
sebelumnya dll
6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf
karena kerusakan mielin
7 Perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)
8 Takikardi
9 Wajah kemerahan diaforesis
10 Kesulitan dalam mengunyah atau menelan
G Patofisiologi
Mekanisme bagaimana infeksi vaksinasi trauma atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui
dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang
terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi Bukti-bukti
bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf
tepi pada sindroma ini adalah
1 Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell
mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi
2 Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3 Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran
pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi
saraf tepi
17
Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas
seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya
Pada SGB gangliosid merupakan target dari antibodi Ikatan antibody
dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin
Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari
system imun belum diketahui tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga
sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh Hal ini
didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid
dari tubuh manusia Campylobacter jejuni bakteri patogen yang menyebabkan
terjadinya diare mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari
gangliosid GM1 Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni kerusakan
terutama terjadi pada degenerasi akson Perubahan pada akson ini
menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1
untuk merespon adanya epitop yang sama Berdasarkan adanya sinyal infeksi
yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya
infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer Terbentuk makrofag di daerah
kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan
penghantaran impuls saraf (Israr 2009)
H Diagnosis
Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis SGB ditandai dengan
timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks
tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami
demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan
motorik perifer (Dewanto 2009)
Beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menegakkan diagnosis
Sindrome Guillain Barre diantaranya
1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh
2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu bahkan
berbulan-bulan
18
3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas
hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan
4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan
5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi
sebelumnya dll
6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf
karena kerusakan myelin
7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan
untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan
menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan
penglihatan kabur (Dewanto 2009)
I Pemeriksaan Penunjang
a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa
darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain
b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada
beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya
meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi
yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan
jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)
c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk
menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien
Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf
sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta
kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya
perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya
konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir
penyakit
d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot
(Dewanto 2009)
19
J Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati
komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya
Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus
dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus
segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan
pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan
adalah
1 Fisioterapi
Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan
kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan
sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka
fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot
(Stoll BJ 2004)
2 Plasma exchange therapy (PE)
Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk
mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian
plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa
perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang
lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling
efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya
gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg
dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange
(Stoll BJ 2004)
3 Imunoglobulin IV
Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat
menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi
autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG
yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T
cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin
intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek
20
sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2
minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5
hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI
(Stoll BJ 2004)
4 Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat
steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi
digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)
5 Perbaikan komunikasi
Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu
bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk
menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika
tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape
kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi
pasien (Baughman 2000)
6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan
komunitas
Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan
okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase
pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan
kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok
pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)
K Prognosis
Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun
terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik
neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat
hingga 95
21
22
III KESIMPULAN
1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat
ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah
infeksi akut
2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan
tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam
mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis
3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik
secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada
bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka
kesembuhan telah meningkat hingga 95
23
DAFTAR PUSTAKA
Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130
Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC
Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl
GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract
Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]
Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]
Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC
24
Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC
Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC
Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press
Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc
Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing
5
Histologi
Vesicular Demyelination Guillain-Barre Syndrome
Tampak anah panah dimana vesikuler terjadi demielinisasi yaitu penumpukan
reaksi antibody sehingga terjadi pembentukan myelin yang baru namun fungsinya
abnormal Pada SGB apabila terjadi demielinisasi maka impuls akan berkurang
sehingga terjadi gangguan hantaran biasanya terjadi pada system saraf perifer
Vesicular Demyelination Guillain-Barre Syndrome
C Fisiologi
Sindrom Guillain-Barre (SGB) adalah suatu demielinasi polineuropati
akut dimana dijelaskan sebagai gangguan neuron motorik bagian bawah
dalam saraf perifer (Price dan Wilson 2005) Gambaran utama SGB adalah
paralisis motorik asendens secara primer dengan berbagai gangguan fungsi
sensorik (Price dan Wilson 2005) Sehingga di sini akan dijelaskan mengenai
fisiologi dari sistem saraf itu sendiri
Sistem saraf manusia terdiri dari sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel
penyokong (neuroglia dan sel Schwann) dimana kesemuanya saling erat
berkaitan dan terintegrasi sehingga berfungsi sebagai satu unit (Price dan
Wilson 2005)
6
1 Jaringan Saraf
a Neuron
Neuron adalah sel saraf khusus peka rangsang yang menerima
masukan sensorik atau aferen dari ujung saraf perifer khusus atau dari
organ reseptor sensorik dan menyalurkan masukan motorik atau
eferen ke otot-otot dan kelenjar-kelenjar yaitu organ efektor
Neuron memiliki nukleus yang mengandung gen Setiap neuron
mempunyai badan sel dengan satu beberapa tonjolan atau
perpanjangan yang disebut akson dan dendrit Dendrit adalah tonjolan
yang menghantarkan informasi menuju badan sel Akson adalah
tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan informasi keluar
dari badan sel
Neuron menjalankan proses biokimia dengan menghasilkan energi
(dengan glukosa sebagai sumber energi dan terbatas pada metabolisme
oksidatif) untuk memulihkan dan mempertahankan diri serta membuat
dan melepaskan zat kimia yang disebut neurotransmiter dimana
neurotransmiter disimpan dalam gelembung sinaptik pada ujung akson
dan dilepaskan dari akson terminal melalui eksositosis
Neuron memiliki organel seperti Badan Nissl (terdiri dari
Reticulum Endoplasmik kasar) yang dapat menyintesis protein badan
Golgi yang menyimpan dan memproses protein mitokondria yang
menghasilkan energi dan mikrotubulus yang berperan dalam transpor
intrasel (Price dan Wilson 2005)
7
Gambar 1 Neuron (Price dan Wilson 2005)
b Neuroglia Sel Schwann dan Mielin
Neuroglia merupakan penyokong pelindung dan sumber nutrisi
bagi neuron-neuron otak dan medulla spinalis Neuroglia terdiri dari
mikroglia (fagosit sisa jaringan rusak proses melawan infeksi) sel
ependim (produksi cerebrospinal fluid) astroglia (menyediakan nutrisi
dan mempertahankan potensial bioelektris) dan oligodendroglia
(menghasilkan myelin) Astroglia sel ependim dan oligodendroglia
termasuk dalam makroglia
Sel Schwann merupakan pelindung dan penyokong neuron-neuron
dan tonjolan neuronal di luar sistem saraf pusat (fungsinya untuk
PNS)
Mielin merupakan suatu kompleks protein-lemak yang melapisi
tonjolan saraf yang berfungsi menghalangi aliran ion natrium dan
kalium dalam melintasi membrane neuronal (Price dan Wilson 2005)
2 Sistem Saraf
Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan sistem
saraf tepi (PNS) SSP terdiri dari otak dan medulla spinalis PNS terdiri
dari neuron aferen dan eferen sistem saraf somatis dan neuron sistem saraf
autonom (visceral) (Price dan Wilson 2005)
a Sistem Saraf Pusat (SSP)
1) Otak
Otak merupakan organ yang memiliki fungsi sebagai pusat
integrasi dan koordinasi organ sensorik dan sistem efektor perifer
tubuh serta fungsi sebagai pengatur informasi yang masuk
simpanan pengalaman impuls yang keluar dan tingkah laku (Price
dan Wilson 2005) Pembagian otak
a) Telensefalon
Terdiri dari korteks serebri dan hemisferium serebri
Korteks serebri mempunyai dua area area primer (daerah
dimana terjadi persepsi atau gerakan) dan area asosiasi (daerah
8
untuk integrasi dan peningkatan perilaku dan intelektual)
Dapat pula dibagi menjadi 4 korteks yaitu korteks frontalis
(bertanggungjawab untuk gerakan voluntar) korteks parietalis
(berperan pada kegiatan pemrosesan dan integrasi informasi
sensorik) korteks temporalis (area sensorik reseptif untuk
impuls pendengaran) dan korteks oksipitalis (menerima
informasi penglihatan dan sensasi warna) Hemisferium serebri
merupakan daerah pengendalian sensorik dan motorik
mengurus sisi tubuh yang letaknya kontralateral (Price dan
Wilson 2005)
b) Diensefalon
Diensefalon berfungsi memproses rangsang sensorik dan
membantu memulai atau memodifikasi reaksi tubuh terhadap
rangsangan tersebut (Price dan Wilson 2005)
Talamus merupakan stasiun penghubung dalam otak
sebagai pusat sensasi primitif (dapat merasa nyeri raba getar)
serta berperan dalam integrasi ekspresi motorik (Price dan
Wilson 2005)
Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan
sistem susunan saraf autonom perifer (ekspresi dan tingkah
laku) pengaturan hormon pengaturan cairan tubuh dan
elektrolit suhu tubuh serta lapar dan haus (Price dan Wilson
2005)
Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya
(Price dan Wilson 2005)
Epitalamus berperan pada beberapa dorongan emosi dan
integrasi informasi olfaktorius (Price dan Wilson 2005)
c) Mesensefalon
Mesensefalon terdiri dari bagian posterior yaitu tektum yang
terdiri dari kolikulus superior (berperan dalam refleks dan
koordinasi gerakan penglihatan) dan kolikulus inferior
9
(berperan dalam refleks pendengaran) (Price dan Wilson
2005) Bagian anterior yaitu pedunkulus serebri (terdiri atas
serabut motorik)
Metensefalon terdiri dari pons dan serebelum Pons
merupakan jembatan serabut yang menghubungkan dua
hemisfer hemisferium serebri serta menghubungkan
mesensefalon di sebelah atas dengan medula oblongata di
bawah Serebelum berfungsi sebagai pusat refleks yang
mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot serta
mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh (Price dan
Wilson 2005)
d) Mielensefalon
terdiri dari medula oblongata Medula oblongata merupakan
pusat refleks yang penting untuk jantung vasokonstriktor
pernafasan bersin batuk menelan salivasi dan muntah (Price
dan Wilson 2005)
b) Medula Spinalis
Medula spinalis merupakan suatu struktur yang memanjang
dari medula oblongata dan terus ke bawah melalui kolumna
vertebralis sampai setinggi vertebra lumbalis pertama (L1) dan
terbagi menjadi 31 segmen yang menjadi tempat asal dari 31
pasang saraf spinal (Price dan Wilson 2005)
10
Gambar 2 Segmen-Segmen Medula Spinalis Beserta Fungsinya (Price dan
Wilson 2005)
b Sistem Saraf Tepi (PNS)
Secara anatomis PNS dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan
12 pasang saraf kranial (Price dan Wilson 2005) Saraf perifer terdiri
dari neuron yang menerima pesan sensorik (aferen) yang menuju ke
SSP atau menerima pesan-pesan neural motorik (eferen) dari SSP atau
keduanya Saraf spinal menghantarkan pesan aferen maupun pesan
eferen Saraf kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan
11
tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina
dimana terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dalam nama
atau angka romawi (Price dan Wilson 2005)
Tabel 1 Saraf Cranial beserta Fungsinya (Price dan Wilson 2005)
Nomor Saraf KranialKomponen
SarafFungsi
I Olfaktorius Sensorik PenciumanII Optikus Sensorik PenglihatanIII Okulomotorius
Motorik
- Mengangkat kelopak mata atas
- Konstriksi pupil- Sebagian besar gerakan
ekstraokularIV Troklearis
MotorikGerakan mata ke bawah dan ke dalam
V Trigeminus
Motorik
Otot temporalis dan maseter (menutup rahang dan mengunyah) gerakan rahang ke lateral
Sensorik
- Kulit wajah dan ⅔ depan kulit kepala mukosa mata mukosa hidung dan rongga mulut lidah serta gigi
- Refleks kornea atau refleks mengedip komponen sensorik dibawa oleh saraf kranial V respons motorik melalui saraf kranial VII
VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateralVII Fasialis
Motorik
Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot dahi sekeliling mata dan mulut lakrimasi dan salivasi
SensorikPengecapan ⅔ depan lidah (rasa manis asam dan asin)
VIII VestibulokoklearisCab Vestibularis Sensorik KeseimbanganCab Koklearis Sensorik Pendengaran
IX GlosofaringeusMotorik
- Faring menelan refleks muntah
- Parotis salivasi
SensorikFaring lidah posterior termasuk rasa pahit
12
X VagusMotorik
Faring Laring menelan refleks muntah fonasi visera abdomen
SensorikFaring Laring refleks muntah visera leher thoraks dan abdomen
XI Asesorius
Motorik
Otot sternokleidomastoideus dan bagian atas dari otot trapezius pergerakan kepala dan bahu
XII Hipoglosus Motorik Gerakan lidah
Secara fungsional PNS dibagi menjadi sistem saraf somatis dan
sistem saraf autonom Sistem saraf somatis terdiri dari saraf campuran
Bagian aferen membawa informasi sensorik yang disadari maupun yang
tidak disadari (misal nyeri suhu raba propriosepsi yang disadari
maupun tidak disadari penglihatan pengecapan pendengaran dan
penciuman) Sedangkan bagian eferen berhubungan dengan otot rangka
tubuh (Price dan Wilson 2005)
Sistem saraf autonom merupakan sistem saraf campuran Serabut
aferennya membawa masukan dari organ viseral (menangani
pengaturan denyut jantung diameter pembuluh darah pernafasan
pencernaan rasa lapar mual pembuangan) Saraf eferen motorik
autonom mempersarafi otot polos otot jantung dan kelenjar viseral
Sistem saraf autonom terutama menangani pengaturan fungsi viseral
dan interaksinya dengan lingkungan internal (Price dan Wilson 2005)
Sistem saraf autonom dibagi menjadi 2 bagian yaitu parasimpatis
(PANS) dan simpatis (SANS) simpatis berfungsi meningkatkan
kecepatan denyut jantung dan pernafasan serta menurunkan aktivitas
saluran cerna Sedangkan parasimpatis berfungsi menurunkan
kecepatan denyut jantung dan pernafasan tetapi meningkatkan
pergerakan saluran cerna sehingga parasimpatis membantu konservasi
dan homeostasis fungsi tubuh (Price dan Wilson 2005)
13
D Biokimia
ATP merupakan satu ndash satunya sumber energi yang didapat langsung
digunakan untuk berbagai aktivitas Di jaringan otot persediaan ATP yang
dapat segera digunakan kembali berjumlah terbatas Terdapat tiga jalur yang
memberikan tambahan ATP sesuai kebutuhan selama kontraksi otot yaitu
transfer fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat ke ADP fosforilasi oksidatif
(siklus asam sitrat dan system transport electron) dan glikolisis (Sherwood
2011)
1 Kreatin Fosfat
Merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal
aktivitas kontraktil Energi yang diberikan berasal dari hidrolisis kreatin
fosfat bersama dengan fosfat dapat diberikan langsung ke ADP untuk
membentuk ATP Reaksi ini yang dikatalisis oleh enzim sel otot kreatin
kinase bersifat reversible
Kreatin fosfat + ADP kreatin + ATP
Sewaktu cadangan energi di otot bertambah peningkatan
konsentrasi ATP mendorong pemindahan gugus fosfat berenergi tinggi
dari ATP untuk membentuk kreatin fosfat Sebaliknya pada permulaan
kontraksi ketika ATPase myosin menguraikan cadangan ATP yang
sekedarnya penurunan ATP yang kemudian terjadi mendorong
pemindahan gugus fosfat berenegi tinggi dari kreatin fosfat simpanan
untuk membentuk lebih banyak ATP (Sherwood 2011)
2 Fosfolirasi Oksidatif
Fosforilasi oksidatif berlangsung didalam mitokondria otot jika
terjadi cukup O2 Oksigen dibutuhkan untuk menunjang rantai transport
electron mitokondria Jalur ini dijalankan oleh glukosa atau asam lemak
bergantung pada intensitas dan durasi aktivitas (Sherwood 2011)
3 Glikolisis
Reaksi reaksi kimiawi pada glikolisis menghasilkan produk ndash
produk yang akhirnya masuk ke dalam jalur fosforilasi oksidatif tetapi
glikolisis juga dapat berlangsung tanpa produk ndash produknya diproses
14
lebih lanjut oleh jalur fosforilasi oksidatif Selama glikolisis satu molekul
glukosa diuraikan menjadi dua molekul asam piruvat menghasilkan dua
molekul ATP dalam prosesnya Asam piruvat dapat diuraikan lebih lanjut
oleh fosforilasi oksidatif untuk mengekstraksi lebih banyak energi
Glikolisis memiliki dua keunggulan dibandingkan jalur fosforilasi
oksidatif yaitu dapat membentuk ATP tanpa O2 (anaerob) dan glikolisis
dapat berlangsung lebih cepat daripada fosforilasi oksidatif (Sherwood
2011)
E Patogenesis
Patogenesis pada sindroma guillain barre (SGB) sampai saat ini masih
belum diketahui dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa
kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme
imunologi
15
Gambar 3 Imunobiologi dari Sindrom Guillain Barre
Diawali dengan infeksi (misalnya C Jejuni) menginduksi respon imun
yang akhirnya mengarah ke sindrom guillain barre Respon imun tergantung
pada faktor bakteri tertentu seperti pada spesifitas dari lipo-oligosakarida
(LOS) dan pada pasien yang terkait host faktor Polimorfisme genetik pada
pasien sebagian mungkin menentukan tingkat keparahan dari sindrom guillain
barre Adanya antibodi terhadap LOS dapat berikatan dan bereaksi dengan
ganglion saraf tertentu dan dapat mengaktifkan komplemen Tingkat
kerusakan saraf tergantung pada beberapa faktor Disfungsi saraf juga
menyebabkan kelemahan dan gangguan sensori (Doorn 2008)
16
F Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala SGB
1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh
2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu atau berbulan-
bulan
3 Kelemahan pada awalnya muncul ditungkai yang kemudian menjalar ke
atas hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan
4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan
5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi
sebelumnya dll
6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf
karena kerusakan mielin
7 Perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)
8 Takikardi
9 Wajah kemerahan diaforesis
10 Kesulitan dalam mengunyah atau menelan
G Patofisiologi
Mekanisme bagaimana infeksi vaksinasi trauma atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui
dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang
terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi Bukti-bukti
bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf
tepi pada sindroma ini adalah
1 Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell
mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi
2 Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3 Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran
pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi
saraf tepi
17
Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas
seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya
Pada SGB gangliosid merupakan target dari antibodi Ikatan antibody
dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin
Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari
system imun belum diketahui tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga
sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh Hal ini
didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid
dari tubuh manusia Campylobacter jejuni bakteri patogen yang menyebabkan
terjadinya diare mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari
gangliosid GM1 Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni kerusakan
terutama terjadi pada degenerasi akson Perubahan pada akson ini
menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1
untuk merespon adanya epitop yang sama Berdasarkan adanya sinyal infeksi
yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya
infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer Terbentuk makrofag di daerah
kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan
penghantaran impuls saraf (Israr 2009)
H Diagnosis
Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis SGB ditandai dengan
timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks
tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami
demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan
motorik perifer (Dewanto 2009)
Beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menegakkan diagnosis
Sindrome Guillain Barre diantaranya
1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh
2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu bahkan
berbulan-bulan
18
3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas
hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan
4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan
5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi
sebelumnya dll
6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf
karena kerusakan myelin
7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan
untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan
menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan
penglihatan kabur (Dewanto 2009)
I Pemeriksaan Penunjang
a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa
darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain
b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada
beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya
meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi
yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan
jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)
c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk
menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien
Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf
sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta
kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya
perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya
konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir
penyakit
d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot
(Dewanto 2009)
19
J Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati
komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya
Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus
dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus
segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan
pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan
adalah
1 Fisioterapi
Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan
kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan
sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka
fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot
(Stoll BJ 2004)
2 Plasma exchange therapy (PE)
Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk
mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian
plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa
perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang
lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling
efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya
gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg
dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange
(Stoll BJ 2004)
3 Imunoglobulin IV
Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat
menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi
autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG
yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T
cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin
intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek
20
sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2
minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5
hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI
(Stoll BJ 2004)
4 Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat
steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi
digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)
5 Perbaikan komunikasi
Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu
bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk
menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika
tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape
kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi
pasien (Baughman 2000)
6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan
komunitas
Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan
okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase
pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan
kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok
pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)
K Prognosis
Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun
terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik
neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat
hingga 95
21
22
III KESIMPULAN
1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat
ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah
infeksi akut
2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan
tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam
mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis
3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik
secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada
bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka
kesembuhan telah meningkat hingga 95
23
DAFTAR PUSTAKA
Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130
Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC
Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl
GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract
Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]
Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]
Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC
24
Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC
Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC
Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press
Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc
Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing
6
1 Jaringan Saraf
a Neuron
Neuron adalah sel saraf khusus peka rangsang yang menerima
masukan sensorik atau aferen dari ujung saraf perifer khusus atau dari
organ reseptor sensorik dan menyalurkan masukan motorik atau
eferen ke otot-otot dan kelenjar-kelenjar yaitu organ efektor
Neuron memiliki nukleus yang mengandung gen Setiap neuron
mempunyai badan sel dengan satu beberapa tonjolan atau
perpanjangan yang disebut akson dan dendrit Dendrit adalah tonjolan
yang menghantarkan informasi menuju badan sel Akson adalah
tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan informasi keluar
dari badan sel
Neuron menjalankan proses biokimia dengan menghasilkan energi
(dengan glukosa sebagai sumber energi dan terbatas pada metabolisme
oksidatif) untuk memulihkan dan mempertahankan diri serta membuat
dan melepaskan zat kimia yang disebut neurotransmiter dimana
neurotransmiter disimpan dalam gelembung sinaptik pada ujung akson
dan dilepaskan dari akson terminal melalui eksositosis
Neuron memiliki organel seperti Badan Nissl (terdiri dari
Reticulum Endoplasmik kasar) yang dapat menyintesis protein badan
Golgi yang menyimpan dan memproses protein mitokondria yang
menghasilkan energi dan mikrotubulus yang berperan dalam transpor
intrasel (Price dan Wilson 2005)
7
Gambar 1 Neuron (Price dan Wilson 2005)
b Neuroglia Sel Schwann dan Mielin
Neuroglia merupakan penyokong pelindung dan sumber nutrisi
bagi neuron-neuron otak dan medulla spinalis Neuroglia terdiri dari
mikroglia (fagosit sisa jaringan rusak proses melawan infeksi) sel
ependim (produksi cerebrospinal fluid) astroglia (menyediakan nutrisi
dan mempertahankan potensial bioelektris) dan oligodendroglia
(menghasilkan myelin) Astroglia sel ependim dan oligodendroglia
termasuk dalam makroglia
Sel Schwann merupakan pelindung dan penyokong neuron-neuron
dan tonjolan neuronal di luar sistem saraf pusat (fungsinya untuk
PNS)
Mielin merupakan suatu kompleks protein-lemak yang melapisi
tonjolan saraf yang berfungsi menghalangi aliran ion natrium dan
kalium dalam melintasi membrane neuronal (Price dan Wilson 2005)
2 Sistem Saraf
Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan sistem
saraf tepi (PNS) SSP terdiri dari otak dan medulla spinalis PNS terdiri
dari neuron aferen dan eferen sistem saraf somatis dan neuron sistem saraf
autonom (visceral) (Price dan Wilson 2005)
a Sistem Saraf Pusat (SSP)
1) Otak
Otak merupakan organ yang memiliki fungsi sebagai pusat
integrasi dan koordinasi organ sensorik dan sistem efektor perifer
tubuh serta fungsi sebagai pengatur informasi yang masuk
simpanan pengalaman impuls yang keluar dan tingkah laku (Price
dan Wilson 2005) Pembagian otak
a) Telensefalon
Terdiri dari korteks serebri dan hemisferium serebri
Korteks serebri mempunyai dua area area primer (daerah
dimana terjadi persepsi atau gerakan) dan area asosiasi (daerah
8
untuk integrasi dan peningkatan perilaku dan intelektual)
Dapat pula dibagi menjadi 4 korteks yaitu korteks frontalis
(bertanggungjawab untuk gerakan voluntar) korteks parietalis
(berperan pada kegiatan pemrosesan dan integrasi informasi
sensorik) korteks temporalis (area sensorik reseptif untuk
impuls pendengaran) dan korteks oksipitalis (menerima
informasi penglihatan dan sensasi warna) Hemisferium serebri
merupakan daerah pengendalian sensorik dan motorik
mengurus sisi tubuh yang letaknya kontralateral (Price dan
Wilson 2005)
b) Diensefalon
Diensefalon berfungsi memproses rangsang sensorik dan
membantu memulai atau memodifikasi reaksi tubuh terhadap
rangsangan tersebut (Price dan Wilson 2005)
Talamus merupakan stasiun penghubung dalam otak
sebagai pusat sensasi primitif (dapat merasa nyeri raba getar)
serta berperan dalam integrasi ekspresi motorik (Price dan
Wilson 2005)
Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan
sistem susunan saraf autonom perifer (ekspresi dan tingkah
laku) pengaturan hormon pengaturan cairan tubuh dan
elektrolit suhu tubuh serta lapar dan haus (Price dan Wilson
2005)
Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya
(Price dan Wilson 2005)
Epitalamus berperan pada beberapa dorongan emosi dan
integrasi informasi olfaktorius (Price dan Wilson 2005)
c) Mesensefalon
Mesensefalon terdiri dari bagian posterior yaitu tektum yang
terdiri dari kolikulus superior (berperan dalam refleks dan
koordinasi gerakan penglihatan) dan kolikulus inferior
9
(berperan dalam refleks pendengaran) (Price dan Wilson
2005) Bagian anterior yaitu pedunkulus serebri (terdiri atas
serabut motorik)
Metensefalon terdiri dari pons dan serebelum Pons
merupakan jembatan serabut yang menghubungkan dua
hemisfer hemisferium serebri serta menghubungkan
mesensefalon di sebelah atas dengan medula oblongata di
bawah Serebelum berfungsi sebagai pusat refleks yang
mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot serta
mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh (Price dan
Wilson 2005)
d) Mielensefalon
terdiri dari medula oblongata Medula oblongata merupakan
pusat refleks yang penting untuk jantung vasokonstriktor
pernafasan bersin batuk menelan salivasi dan muntah (Price
dan Wilson 2005)
b) Medula Spinalis
Medula spinalis merupakan suatu struktur yang memanjang
dari medula oblongata dan terus ke bawah melalui kolumna
vertebralis sampai setinggi vertebra lumbalis pertama (L1) dan
terbagi menjadi 31 segmen yang menjadi tempat asal dari 31
pasang saraf spinal (Price dan Wilson 2005)
10
Gambar 2 Segmen-Segmen Medula Spinalis Beserta Fungsinya (Price dan
Wilson 2005)
b Sistem Saraf Tepi (PNS)
Secara anatomis PNS dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan
12 pasang saraf kranial (Price dan Wilson 2005) Saraf perifer terdiri
dari neuron yang menerima pesan sensorik (aferen) yang menuju ke
SSP atau menerima pesan-pesan neural motorik (eferen) dari SSP atau
keduanya Saraf spinal menghantarkan pesan aferen maupun pesan
eferen Saraf kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan
11
tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina
dimana terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dalam nama
atau angka romawi (Price dan Wilson 2005)
Tabel 1 Saraf Cranial beserta Fungsinya (Price dan Wilson 2005)
Nomor Saraf KranialKomponen
SarafFungsi
I Olfaktorius Sensorik PenciumanII Optikus Sensorik PenglihatanIII Okulomotorius
Motorik
- Mengangkat kelopak mata atas
- Konstriksi pupil- Sebagian besar gerakan
ekstraokularIV Troklearis
MotorikGerakan mata ke bawah dan ke dalam
V Trigeminus
Motorik
Otot temporalis dan maseter (menutup rahang dan mengunyah) gerakan rahang ke lateral
Sensorik
- Kulit wajah dan ⅔ depan kulit kepala mukosa mata mukosa hidung dan rongga mulut lidah serta gigi
- Refleks kornea atau refleks mengedip komponen sensorik dibawa oleh saraf kranial V respons motorik melalui saraf kranial VII
VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateralVII Fasialis
Motorik
Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot dahi sekeliling mata dan mulut lakrimasi dan salivasi
SensorikPengecapan ⅔ depan lidah (rasa manis asam dan asin)
VIII VestibulokoklearisCab Vestibularis Sensorik KeseimbanganCab Koklearis Sensorik Pendengaran
IX GlosofaringeusMotorik
- Faring menelan refleks muntah
- Parotis salivasi
SensorikFaring lidah posterior termasuk rasa pahit
12
X VagusMotorik
Faring Laring menelan refleks muntah fonasi visera abdomen
SensorikFaring Laring refleks muntah visera leher thoraks dan abdomen
XI Asesorius
Motorik
Otot sternokleidomastoideus dan bagian atas dari otot trapezius pergerakan kepala dan bahu
XII Hipoglosus Motorik Gerakan lidah
Secara fungsional PNS dibagi menjadi sistem saraf somatis dan
sistem saraf autonom Sistem saraf somatis terdiri dari saraf campuran
Bagian aferen membawa informasi sensorik yang disadari maupun yang
tidak disadari (misal nyeri suhu raba propriosepsi yang disadari
maupun tidak disadari penglihatan pengecapan pendengaran dan
penciuman) Sedangkan bagian eferen berhubungan dengan otot rangka
tubuh (Price dan Wilson 2005)
Sistem saraf autonom merupakan sistem saraf campuran Serabut
aferennya membawa masukan dari organ viseral (menangani
pengaturan denyut jantung diameter pembuluh darah pernafasan
pencernaan rasa lapar mual pembuangan) Saraf eferen motorik
autonom mempersarafi otot polos otot jantung dan kelenjar viseral
Sistem saraf autonom terutama menangani pengaturan fungsi viseral
dan interaksinya dengan lingkungan internal (Price dan Wilson 2005)
Sistem saraf autonom dibagi menjadi 2 bagian yaitu parasimpatis
(PANS) dan simpatis (SANS) simpatis berfungsi meningkatkan
kecepatan denyut jantung dan pernafasan serta menurunkan aktivitas
saluran cerna Sedangkan parasimpatis berfungsi menurunkan
kecepatan denyut jantung dan pernafasan tetapi meningkatkan
pergerakan saluran cerna sehingga parasimpatis membantu konservasi
dan homeostasis fungsi tubuh (Price dan Wilson 2005)
13
D Biokimia
ATP merupakan satu ndash satunya sumber energi yang didapat langsung
digunakan untuk berbagai aktivitas Di jaringan otot persediaan ATP yang
dapat segera digunakan kembali berjumlah terbatas Terdapat tiga jalur yang
memberikan tambahan ATP sesuai kebutuhan selama kontraksi otot yaitu
transfer fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat ke ADP fosforilasi oksidatif
(siklus asam sitrat dan system transport electron) dan glikolisis (Sherwood
2011)
1 Kreatin Fosfat
Merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal
aktivitas kontraktil Energi yang diberikan berasal dari hidrolisis kreatin
fosfat bersama dengan fosfat dapat diberikan langsung ke ADP untuk
membentuk ATP Reaksi ini yang dikatalisis oleh enzim sel otot kreatin
kinase bersifat reversible
Kreatin fosfat + ADP kreatin + ATP
Sewaktu cadangan energi di otot bertambah peningkatan
konsentrasi ATP mendorong pemindahan gugus fosfat berenergi tinggi
dari ATP untuk membentuk kreatin fosfat Sebaliknya pada permulaan
kontraksi ketika ATPase myosin menguraikan cadangan ATP yang
sekedarnya penurunan ATP yang kemudian terjadi mendorong
pemindahan gugus fosfat berenegi tinggi dari kreatin fosfat simpanan
untuk membentuk lebih banyak ATP (Sherwood 2011)
2 Fosfolirasi Oksidatif
Fosforilasi oksidatif berlangsung didalam mitokondria otot jika
terjadi cukup O2 Oksigen dibutuhkan untuk menunjang rantai transport
electron mitokondria Jalur ini dijalankan oleh glukosa atau asam lemak
bergantung pada intensitas dan durasi aktivitas (Sherwood 2011)
3 Glikolisis
Reaksi reaksi kimiawi pada glikolisis menghasilkan produk ndash
produk yang akhirnya masuk ke dalam jalur fosforilasi oksidatif tetapi
glikolisis juga dapat berlangsung tanpa produk ndash produknya diproses
14
lebih lanjut oleh jalur fosforilasi oksidatif Selama glikolisis satu molekul
glukosa diuraikan menjadi dua molekul asam piruvat menghasilkan dua
molekul ATP dalam prosesnya Asam piruvat dapat diuraikan lebih lanjut
oleh fosforilasi oksidatif untuk mengekstraksi lebih banyak energi
Glikolisis memiliki dua keunggulan dibandingkan jalur fosforilasi
oksidatif yaitu dapat membentuk ATP tanpa O2 (anaerob) dan glikolisis
dapat berlangsung lebih cepat daripada fosforilasi oksidatif (Sherwood
2011)
E Patogenesis
Patogenesis pada sindroma guillain barre (SGB) sampai saat ini masih
belum diketahui dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa
kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme
imunologi
15
Gambar 3 Imunobiologi dari Sindrom Guillain Barre
Diawali dengan infeksi (misalnya C Jejuni) menginduksi respon imun
yang akhirnya mengarah ke sindrom guillain barre Respon imun tergantung
pada faktor bakteri tertentu seperti pada spesifitas dari lipo-oligosakarida
(LOS) dan pada pasien yang terkait host faktor Polimorfisme genetik pada
pasien sebagian mungkin menentukan tingkat keparahan dari sindrom guillain
barre Adanya antibodi terhadap LOS dapat berikatan dan bereaksi dengan
ganglion saraf tertentu dan dapat mengaktifkan komplemen Tingkat
kerusakan saraf tergantung pada beberapa faktor Disfungsi saraf juga
menyebabkan kelemahan dan gangguan sensori (Doorn 2008)
16
F Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala SGB
1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh
2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu atau berbulan-
bulan
3 Kelemahan pada awalnya muncul ditungkai yang kemudian menjalar ke
atas hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan
4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan
5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi
sebelumnya dll
6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf
karena kerusakan mielin
7 Perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)
8 Takikardi
9 Wajah kemerahan diaforesis
10 Kesulitan dalam mengunyah atau menelan
G Patofisiologi
Mekanisme bagaimana infeksi vaksinasi trauma atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui
dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang
terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi Bukti-bukti
bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf
tepi pada sindroma ini adalah
1 Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell
mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi
2 Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3 Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran
pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi
saraf tepi
17
Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas
seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya
Pada SGB gangliosid merupakan target dari antibodi Ikatan antibody
dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin
Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari
system imun belum diketahui tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga
sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh Hal ini
didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid
dari tubuh manusia Campylobacter jejuni bakteri patogen yang menyebabkan
terjadinya diare mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari
gangliosid GM1 Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni kerusakan
terutama terjadi pada degenerasi akson Perubahan pada akson ini
menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1
untuk merespon adanya epitop yang sama Berdasarkan adanya sinyal infeksi
yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya
infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer Terbentuk makrofag di daerah
kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan
penghantaran impuls saraf (Israr 2009)
H Diagnosis
Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis SGB ditandai dengan
timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks
tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami
demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan
motorik perifer (Dewanto 2009)
Beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menegakkan diagnosis
Sindrome Guillain Barre diantaranya
1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh
2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu bahkan
berbulan-bulan
18
3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas
hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan
4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan
5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi
sebelumnya dll
6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf
karena kerusakan myelin
7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan
untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan
menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan
penglihatan kabur (Dewanto 2009)
I Pemeriksaan Penunjang
a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa
darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain
b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada
beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya
meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi
yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan
jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)
c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk
menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien
Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf
sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta
kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya
perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya
konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir
penyakit
d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot
(Dewanto 2009)
19
J Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati
komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya
Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus
dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus
segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan
pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan
adalah
1 Fisioterapi
Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan
kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan
sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka
fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot
(Stoll BJ 2004)
2 Plasma exchange therapy (PE)
Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk
mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian
plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa
perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang
lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling
efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya
gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg
dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange
(Stoll BJ 2004)
3 Imunoglobulin IV
Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat
menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi
autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG
yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T
cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin
intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek
20
sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2
minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5
hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI
(Stoll BJ 2004)
4 Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat
steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi
digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)
5 Perbaikan komunikasi
Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu
bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk
menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika
tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape
kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi
pasien (Baughman 2000)
6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan
komunitas
Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan
okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase
pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan
kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok
pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)
K Prognosis
Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun
terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik
neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat
hingga 95
21
22
III KESIMPULAN
1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat
ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah
infeksi akut
2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan
tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam
mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis
3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik
secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada
bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka
kesembuhan telah meningkat hingga 95
23
DAFTAR PUSTAKA
Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130
Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC
Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl
GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract
Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]
Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]
Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC
24
Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC
Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC
Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press
Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc
Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing
7
Gambar 1 Neuron (Price dan Wilson 2005)
b Neuroglia Sel Schwann dan Mielin
Neuroglia merupakan penyokong pelindung dan sumber nutrisi
bagi neuron-neuron otak dan medulla spinalis Neuroglia terdiri dari
mikroglia (fagosit sisa jaringan rusak proses melawan infeksi) sel
ependim (produksi cerebrospinal fluid) astroglia (menyediakan nutrisi
dan mempertahankan potensial bioelektris) dan oligodendroglia
(menghasilkan myelin) Astroglia sel ependim dan oligodendroglia
termasuk dalam makroglia
Sel Schwann merupakan pelindung dan penyokong neuron-neuron
dan tonjolan neuronal di luar sistem saraf pusat (fungsinya untuk
PNS)
Mielin merupakan suatu kompleks protein-lemak yang melapisi
tonjolan saraf yang berfungsi menghalangi aliran ion natrium dan
kalium dalam melintasi membrane neuronal (Price dan Wilson 2005)
2 Sistem Saraf
Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan sistem
saraf tepi (PNS) SSP terdiri dari otak dan medulla spinalis PNS terdiri
dari neuron aferen dan eferen sistem saraf somatis dan neuron sistem saraf
autonom (visceral) (Price dan Wilson 2005)
a Sistem Saraf Pusat (SSP)
1) Otak
Otak merupakan organ yang memiliki fungsi sebagai pusat
integrasi dan koordinasi organ sensorik dan sistem efektor perifer
tubuh serta fungsi sebagai pengatur informasi yang masuk
simpanan pengalaman impuls yang keluar dan tingkah laku (Price
dan Wilson 2005) Pembagian otak
a) Telensefalon
Terdiri dari korteks serebri dan hemisferium serebri
Korteks serebri mempunyai dua area area primer (daerah
dimana terjadi persepsi atau gerakan) dan area asosiasi (daerah
8
untuk integrasi dan peningkatan perilaku dan intelektual)
Dapat pula dibagi menjadi 4 korteks yaitu korteks frontalis
(bertanggungjawab untuk gerakan voluntar) korteks parietalis
(berperan pada kegiatan pemrosesan dan integrasi informasi
sensorik) korteks temporalis (area sensorik reseptif untuk
impuls pendengaran) dan korteks oksipitalis (menerima
informasi penglihatan dan sensasi warna) Hemisferium serebri
merupakan daerah pengendalian sensorik dan motorik
mengurus sisi tubuh yang letaknya kontralateral (Price dan
Wilson 2005)
b) Diensefalon
Diensefalon berfungsi memproses rangsang sensorik dan
membantu memulai atau memodifikasi reaksi tubuh terhadap
rangsangan tersebut (Price dan Wilson 2005)
Talamus merupakan stasiun penghubung dalam otak
sebagai pusat sensasi primitif (dapat merasa nyeri raba getar)
serta berperan dalam integrasi ekspresi motorik (Price dan
Wilson 2005)
Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan
sistem susunan saraf autonom perifer (ekspresi dan tingkah
laku) pengaturan hormon pengaturan cairan tubuh dan
elektrolit suhu tubuh serta lapar dan haus (Price dan Wilson
2005)
Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya
(Price dan Wilson 2005)
Epitalamus berperan pada beberapa dorongan emosi dan
integrasi informasi olfaktorius (Price dan Wilson 2005)
c) Mesensefalon
Mesensefalon terdiri dari bagian posterior yaitu tektum yang
terdiri dari kolikulus superior (berperan dalam refleks dan
koordinasi gerakan penglihatan) dan kolikulus inferior
9
(berperan dalam refleks pendengaran) (Price dan Wilson
2005) Bagian anterior yaitu pedunkulus serebri (terdiri atas
serabut motorik)
Metensefalon terdiri dari pons dan serebelum Pons
merupakan jembatan serabut yang menghubungkan dua
hemisfer hemisferium serebri serta menghubungkan
mesensefalon di sebelah atas dengan medula oblongata di
bawah Serebelum berfungsi sebagai pusat refleks yang
mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot serta
mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh (Price dan
Wilson 2005)
d) Mielensefalon
terdiri dari medula oblongata Medula oblongata merupakan
pusat refleks yang penting untuk jantung vasokonstriktor
pernafasan bersin batuk menelan salivasi dan muntah (Price
dan Wilson 2005)
b) Medula Spinalis
Medula spinalis merupakan suatu struktur yang memanjang
dari medula oblongata dan terus ke bawah melalui kolumna
vertebralis sampai setinggi vertebra lumbalis pertama (L1) dan
terbagi menjadi 31 segmen yang menjadi tempat asal dari 31
pasang saraf spinal (Price dan Wilson 2005)
10
Gambar 2 Segmen-Segmen Medula Spinalis Beserta Fungsinya (Price dan
Wilson 2005)
b Sistem Saraf Tepi (PNS)
Secara anatomis PNS dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan
12 pasang saraf kranial (Price dan Wilson 2005) Saraf perifer terdiri
dari neuron yang menerima pesan sensorik (aferen) yang menuju ke
SSP atau menerima pesan-pesan neural motorik (eferen) dari SSP atau
keduanya Saraf spinal menghantarkan pesan aferen maupun pesan
eferen Saraf kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan
11
tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina
dimana terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dalam nama
atau angka romawi (Price dan Wilson 2005)
Tabel 1 Saraf Cranial beserta Fungsinya (Price dan Wilson 2005)
Nomor Saraf KranialKomponen
SarafFungsi
I Olfaktorius Sensorik PenciumanII Optikus Sensorik PenglihatanIII Okulomotorius
Motorik
- Mengangkat kelopak mata atas
- Konstriksi pupil- Sebagian besar gerakan
ekstraokularIV Troklearis
MotorikGerakan mata ke bawah dan ke dalam
V Trigeminus
Motorik
Otot temporalis dan maseter (menutup rahang dan mengunyah) gerakan rahang ke lateral
Sensorik
- Kulit wajah dan ⅔ depan kulit kepala mukosa mata mukosa hidung dan rongga mulut lidah serta gigi
- Refleks kornea atau refleks mengedip komponen sensorik dibawa oleh saraf kranial V respons motorik melalui saraf kranial VII
VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateralVII Fasialis
Motorik
Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot dahi sekeliling mata dan mulut lakrimasi dan salivasi
SensorikPengecapan ⅔ depan lidah (rasa manis asam dan asin)
VIII VestibulokoklearisCab Vestibularis Sensorik KeseimbanganCab Koklearis Sensorik Pendengaran
IX GlosofaringeusMotorik
- Faring menelan refleks muntah
- Parotis salivasi
SensorikFaring lidah posterior termasuk rasa pahit
12
X VagusMotorik
Faring Laring menelan refleks muntah fonasi visera abdomen
SensorikFaring Laring refleks muntah visera leher thoraks dan abdomen
XI Asesorius
Motorik
Otot sternokleidomastoideus dan bagian atas dari otot trapezius pergerakan kepala dan bahu
XII Hipoglosus Motorik Gerakan lidah
Secara fungsional PNS dibagi menjadi sistem saraf somatis dan
sistem saraf autonom Sistem saraf somatis terdiri dari saraf campuran
Bagian aferen membawa informasi sensorik yang disadari maupun yang
tidak disadari (misal nyeri suhu raba propriosepsi yang disadari
maupun tidak disadari penglihatan pengecapan pendengaran dan
penciuman) Sedangkan bagian eferen berhubungan dengan otot rangka
tubuh (Price dan Wilson 2005)
Sistem saraf autonom merupakan sistem saraf campuran Serabut
aferennya membawa masukan dari organ viseral (menangani
pengaturan denyut jantung diameter pembuluh darah pernafasan
pencernaan rasa lapar mual pembuangan) Saraf eferen motorik
autonom mempersarafi otot polos otot jantung dan kelenjar viseral
Sistem saraf autonom terutama menangani pengaturan fungsi viseral
dan interaksinya dengan lingkungan internal (Price dan Wilson 2005)
Sistem saraf autonom dibagi menjadi 2 bagian yaitu parasimpatis
(PANS) dan simpatis (SANS) simpatis berfungsi meningkatkan
kecepatan denyut jantung dan pernafasan serta menurunkan aktivitas
saluran cerna Sedangkan parasimpatis berfungsi menurunkan
kecepatan denyut jantung dan pernafasan tetapi meningkatkan
pergerakan saluran cerna sehingga parasimpatis membantu konservasi
dan homeostasis fungsi tubuh (Price dan Wilson 2005)
13
D Biokimia
ATP merupakan satu ndash satunya sumber energi yang didapat langsung
digunakan untuk berbagai aktivitas Di jaringan otot persediaan ATP yang
dapat segera digunakan kembali berjumlah terbatas Terdapat tiga jalur yang
memberikan tambahan ATP sesuai kebutuhan selama kontraksi otot yaitu
transfer fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat ke ADP fosforilasi oksidatif
(siklus asam sitrat dan system transport electron) dan glikolisis (Sherwood
2011)
1 Kreatin Fosfat
Merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal
aktivitas kontraktil Energi yang diberikan berasal dari hidrolisis kreatin
fosfat bersama dengan fosfat dapat diberikan langsung ke ADP untuk
membentuk ATP Reaksi ini yang dikatalisis oleh enzim sel otot kreatin
kinase bersifat reversible
Kreatin fosfat + ADP kreatin + ATP
Sewaktu cadangan energi di otot bertambah peningkatan
konsentrasi ATP mendorong pemindahan gugus fosfat berenergi tinggi
dari ATP untuk membentuk kreatin fosfat Sebaliknya pada permulaan
kontraksi ketika ATPase myosin menguraikan cadangan ATP yang
sekedarnya penurunan ATP yang kemudian terjadi mendorong
pemindahan gugus fosfat berenegi tinggi dari kreatin fosfat simpanan
untuk membentuk lebih banyak ATP (Sherwood 2011)
2 Fosfolirasi Oksidatif
Fosforilasi oksidatif berlangsung didalam mitokondria otot jika
terjadi cukup O2 Oksigen dibutuhkan untuk menunjang rantai transport
electron mitokondria Jalur ini dijalankan oleh glukosa atau asam lemak
bergantung pada intensitas dan durasi aktivitas (Sherwood 2011)
3 Glikolisis
Reaksi reaksi kimiawi pada glikolisis menghasilkan produk ndash
produk yang akhirnya masuk ke dalam jalur fosforilasi oksidatif tetapi
glikolisis juga dapat berlangsung tanpa produk ndash produknya diproses
14
lebih lanjut oleh jalur fosforilasi oksidatif Selama glikolisis satu molekul
glukosa diuraikan menjadi dua molekul asam piruvat menghasilkan dua
molekul ATP dalam prosesnya Asam piruvat dapat diuraikan lebih lanjut
oleh fosforilasi oksidatif untuk mengekstraksi lebih banyak energi
Glikolisis memiliki dua keunggulan dibandingkan jalur fosforilasi
oksidatif yaitu dapat membentuk ATP tanpa O2 (anaerob) dan glikolisis
dapat berlangsung lebih cepat daripada fosforilasi oksidatif (Sherwood
2011)
E Patogenesis
Patogenesis pada sindroma guillain barre (SGB) sampai saat ini masih
belum diketahui dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa
kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme
imunologi
15
Gambar 3 Imunobiologi dari Sindrom Guillain Barre
Diawali dengan infeksi (misalnya C Jejuni) menginduksi respon imun
yang akhirnya mengarah ke sindrom guillain barre Respon imun tergantung
pada faktor bakteri tertentu seperti pada spesifitas dari lipo-oligosakarida
(LOS) dan pada pasien yang terkait host faktor Polimorfisme genetik pada
pasien sebagian mungkin menentukan tingkat keparahan dari sindrom guillain
barre Adanya antibodi terhadap LOS dapat berikatan dan bereaksi dengan
ganglion saraf tertentu dan dapat mengaktifkan komplemen Tingkat
kerusakan saraf tergantung pada beberapa faktor Disfungsi saraf juga
menyebabkan kelemahan dan gangguan sensori (Doorn 2008)
16
F Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala SGB
1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh
2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu atau berbulan-
bulan
3 Kelemahan pada awalnya muncul ditungkai yang kemudian menjalar ke
atas hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan
4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan
5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi
sebelumnya dll
6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf
karena kerusakan mielin
7 Perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)
8 Takikardi
9 Wajah kemerahan diaforesis
10 Kesulitan dalam mengunyah atau menelan
G Patofisiologi
Mekanisme bagaimana infeksi vaksinasi trauma atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui
dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang
terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi Bukti-bukti
bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf
tepi pada sindroma ini adalah
1 Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell
mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi
2 Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3 Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran
pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi
saraf tepi
17
Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas
seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya
Pada SGB gangliosid merupakan target dari antibodi Ikatan antibody
dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin
Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari
system imun belum diketahui tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga
sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh Hal ini
didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid
dari tubuh manusia Campylobacter jejuni bakteri patogen yang menyebabkan
terjadinya diare mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari
gangliosid GM1 Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni kerusakan
terutama terjadi pada degenerasi akson Perubahan pada akson ini
menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1
untuk merespon adanya epitop yang sama Berdasarkan adanya sinyal infeksi
yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya
infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer Terbentuk makrofag di daerah
kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan
penghantaran impuls saraf (Israr 2009)
H Diagnosis
Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis SGB ditandai dengan
timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks
tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami
demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan
motorik perifer (Dewanto 2009)
Beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menegakkan diagnosis
Sindrome Guillain Barre diantaranya
1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh
2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu bahkan
berbulan-bulan
18
3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas
hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan
4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan
5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi
sebelumnya dll
6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf
karena kerusakan myelin
7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan
untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan
menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan
penglihatan kabur (Dewanto 2009)
I Pemeriksaan Penunjang
a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa
darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain
b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada
beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya
meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi
yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan
jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)
c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk
menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien
Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf
sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta
kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya
perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya
konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir
penyakit
d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot
(Dewanto 2009)
19
J Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati
komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya
Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus
dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus
segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan
pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan
adalah
1 Fisioterapi
Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan
kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan
sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka
fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot
(Stoll BJ 2004)
2 Plasma exchange therapy (PE)
Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk
mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian
plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa
perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang
lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling
efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya
gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg
dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange
(Stoll BJ 2004)
3 Imunoglobulin IV
Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat
menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi
autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG
yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T
cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin
intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek
20
sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2
minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5
hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI
(Stoll BJ 2004)
4 Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat
steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi
digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)
5 Perbaikan komunikasi
Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu
bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk
menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika
tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape
kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi
pasien (Baughman 2000)
6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan
komunitas
Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan
okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase
pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan
kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok
pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)
K Prognosis
Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun
terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik
neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat
hingga 95
21
22
III KESIMPULAN
1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat
ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah
infeksi akut
2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan
tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam
mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis
3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik
secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada
bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka
kesembuhan telah meningkat hingga 95
23
DAFTAR PUSTAKA
Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130
Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC
Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl
GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract
Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]
Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]
Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC
24
Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC
Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC
Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press
Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc
Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing
8
untuk integrasi dan peningkatan perilaku dan intelektual)
Dapat pula dibagi menjadi 4 korteks yaitu korteks frontalis
(bertanggungjawab untuk gerakan voluntar) korteks parietalis
(berperan pada kegiatan pemrosesan dan integrasi informasi
sensorik) korteks temporalis (area sensorik reseptif untuk
impuls pendengaran) dan korteks oksipitalis (menerima
informasi penglihatan dan sensasi warna) Hemisferium serebri
merupakan daerah pengendalian sensorik dan motorik
mengurus sisi tubuh yang letaknya kontralateral (Price dan
Wilson 2005)
b) Diensefalon
Diensefalon berfungsi memproses rangsang sensorik dan
membantu memulai atau memodifikasi reaksi tubuh terhadap
rangsangan tersebut (Price dan Wilson 2005)
Talamus merupakan stasiun penghubung dalam otak
sebagai pusat sensasi primitif (dapat merasa nyeri raba getar)
serta berperan dalam integrasi ekspresi motorik (Price dan
Wilson 2005)
Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan
sistem susunan saraf autonom perifer (ekspresi dan tingkah
laku) pengaturan hormon pengaturan cairan tubuh dan
elektrolit suhu tubuh serta lapar dan haus (Price dan Wilson
2005)
Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya
(Price dan Wilson 2005)
Epitalamus berperan pada beberapa dorongan emosi dan
integrasi informasi olfaktorius (Price dan Wilson 2005)
c) Mesensefalon
Mesensefalon terdiri dari bagian posterior yaitu tektum yang
terdiri dari kolikulus superior (berperan dalam refleks dan
koordinasi gerakan penglihatan) dan kolikulus inferior
9
(berperan dalam refleks pendengaran) (Price dan Wilson
2005) Bagian anterior yaitu pedunkulus serebri (terdiri atas
serabut motorik)
Metensefalon terdiri dari pons dan serebelum Pons
merupakan jembatan serabut yang menghubungkan dua
hemisfer hemisferium serebri serta menghubungkan
mesensefalon di sebelah atas dengan medula oblongata di
bawah Serebelum berfungsi sebagai pusat refleks yang
mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot serta
mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh (Price dan
Wilson 2005)
d) Mielensefalon
terdiri dari medula oblongata Medula oblongata merupakan
pusat refleks yang penting untuk jantung vasokonstriktor
pernafasan bersin batuk menelan salivasi dan muntah (Price
dan Wilson 2005)
b) Medula Spinalis
Medula spinalis merupakan suatu struktur yang memanjang
dari medula oblongata dan terus ke bawah melalui kolumna
vertebralis sampai setinggi vertebra lumbalis pertama (L1) dan
terbagi menjadi 31 segmen yang menjadi tempat asal dari 31
pasang saraf spinal (Price dan Wilson 2005)
10
Gambar 2 Segmen-Segmen Medula Spinalis Beserta Fungsinya (Price dan
Wilson 2005)
b Sistem Saraf Tepi (PNS)
Secara anatomis PNS dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan
12 pasang saraf kranial (Price dan Wilson 2005) Saraf perifer terdiri
dari neuron yang menerima pesan sensorik (aferen) yang menuju ke
SSP atau menerima pesan-pesan neural motorik (eferen) dari SSP atau
keduanya Saraf spinal menghantarkan pesan aferen maupun pesan
eferen Saraf kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan
11
tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina
dimana terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dalam nama
atau angka romawi (Price dan Wilson 2005)
Tabel 1 Saraf Cranial beserta Fungsinya (Price dan Wilson 2005)
Nomor Saraf KranialKomponen
SarafFungsi
I Olfaktorius Sensorik PenciumanII Optikus Sensorik PenglihatanIII Okulomotorius
Motorik
- Mengangkat kelopak mata atas
- Konstriksi pupil- Sebagian besar gerakan
ekstraokularIV Troklearis
MotorikGerakan mata ke bawah dan ke dalam
V Trigeminus
Motorik
Otot temporalis dan maseter (menutup rahang dan mengunyah) gerakan rahang ke lateral
Sensorik
- Kulit wajah dan ⅔ depan kulit kepala mukosa mata mukosa hidung dan rongga mulut lidah serta gigi
- Refleks kornea atau refleks mengedip komponen sensorik dibawa oleh saraf kranial V respons motorik melalui saraf kranial VII
VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateralVII Fasialis
Motorik
Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot dahi sekeliling mata dan mulut lakrimasi dan salivasi
SensorikPengecapan ⅔ depan lidah (rasa manis asam dan asin)
VIII VestibulokoklearisCab Vestibularis Sensorik KeseimbanganCab Koklearis Sensorik Pendengaran
IX GlosofaringeusMotorik
- Faring menelan refleks muntah
- Parotis salivasi
SensorikFaring lidah posterior termasuk rasa pahit
12
X VagusMotorik
Faring Laring menelan refleks muntah fonasi visera abdomen
SensorikFaring Laring refleks muntah visera leher thoraks dan abdomen
XI Asesorius
Motorik
Otot sternokleidomastoideus dan bagian atas dari otot trapezius pergerakan kepala dan bahu
XII Hipoglosus Motorik Gerakan lidah
Secara fungsional PNS dibagi menjadi sistem saraf somatis dan
sistem saraf autonom Sistem saraf somatis terdiri dari saraf campuran
Bagian aferen membawa informasi sensorik yang disadari maupun yang
tidak disadari (misal nyeri suhu raba propriosepsi yang disadari
maupun tidak disadari penglihatan pengecapan pendengaran dan
penciuman) Sedangkan bagian eferen berhubungan dengan otot rangka
tubuh (Price dan Wilson 2005)
Sistem saraf autonom merupakan sistem saraf campuran Serabut
aferennya membawa masukan dari organ viseral (menangani
pengaturan denyut jantung diameter pembuluh darah pernafasan
pencernaan rasa lapar mual pembuangan) Saraf eferen motorik
autonom mempersarafi otot polos otot jantung dan kelenjar viseral
Sistem saraf autonom terutama menangani pengaturan fungsi viseral
dan interaksinya dengan lingkungan internal (Price dan Wilson 2005)
Sistem saraf autonom dibagi menjadi 2 bagian yaitu parasimpatis
(PANS) dan simpatis (SANS) simpatis berfungsi meningkatkan
kecepatan denyut jantung dan pernafasan serta menurunkan aktivitas
saluran cerna Sedangkan parasimpatis berfungsi menurunkan
kecepatan denyut jantung dan pernafasan tetapi meningkatkan
pergerakan saluran cerna sehingga parasimpatis membantu konservasi
dan homeostasis fungsi tubuh (Price dan Wilson 2005)
13
D Biokimia
ATP merupakan satu ndash satunya sumber energi yang didapat langsung
digunakan untuk berbagai aktivitas Di jaringan otot persediaan ATP yang
dapat segera digunakan kembali berjumlah terbatas Terdapat tiga jalur yang
memberikan tambahan ATP sesuai kebutuhan selama kontraksi otot yaitu
transfer fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat ke ADP fosforilasi oksidatif
(siklus asam sitrat dan system transport electron) dan glikolisis (Sherwood
2011)
1 Kreatin Fosfat
Merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal
aktivitas kontraktil Energi yang diberikan berasal dari hidrolisis kreatin
fosfat bersama dengan fosfat dapat diberikan langsung ke ADP untuk
membentuk ATP Reaksi ini yang dikatalisis oleh enzim sel otot kreatin
kinase bersifat reversible
Kreatin fosfat + ADP kreatin + ATP
Sewaktu cadangan energi di otot bertambah peningkatan
konsentrasi ATP mendorong pemindahan gugus fosfat berenergi tinggi
dari ATP untuk membentuk kreatin fosfat Sebaliknya pada permulaan
kontraksi ketika ATPase myosin menguraikan cadangan ATP yang
sekedarnya penurunan ATP yang kemudian terjadi mendorong
pemindahan gugus fosfat berenegi tinggi dari kreatin fosfat simpanan
untuk membentuk lebih banyak ATP (Sherwood 2011)
2 Fosfolirasi Oksidatif
Fosforilasi oksidatif berlangsung didalam mitokondria otot jika
terjadi cukup O2 Oksigen dibutuhkan untuk menunjang rantai transport
electron mitokondria Jalur ini dijalankan oleh glukosa atau asam lemak
bergantung pada intensitas dan durasi aktivitas (Sherwood 2011)
3 Glikolisis
Reaksi reaksi kimiawi pada glikolisis menghasilkan produk ndash
produk yang akhirnya masuk ke dalam jalur fosforilasi oksidatif tetapi
glikolisis juga dapat berlangsung tanpa produk ndash produknya diproses
14
lebih lanjut oleh jalur fosforilasi oksidatif Selama glikolisis satu molekul
glukosa diuraikan menjadi dua molekul asam piruvat menghasilkan dua
molekul ATP dalam prosesnya Asam piruvat dapat diuraikan lebih lanjut
oleh fosforilasi oksidatif untuk mengekstraksi lebih banyak energi
Glikolisis memiliki dua keunggulan dibandingkan jalur fosforilasi
oksidatif yaitu dapat membentuk ATP tanpa O2 (anaerob) dan glikolisis
dapat berlangsung lebih cepat daripada fosforilasi oksidatif (Sherwood
2011)
E Patogenesis
Patogenesis pada sindroma guillain barre (SGB) sampai saat ini masih
belum diketahui dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa
kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme
imunologi
15
Gambar 3 Imunobiologi dari Sindrom Guillain Barre
Diawali dengan infeksi (misalnya C Jejuni) menginduksi respon imun
yang akhirnya mengarah ke sindrom guillain barre Respon imun tergantung
pada faktor bakteri tertentu seperti pada spesifitas dari lipo-oligosakarida
(LOS) dan pada pasien yang terkait host faktor Polimorfisme genetik pada
pasien sebagian mungkin menentukan tingkat keparahan dari sindrom guillain
barre Adanya antibodi terhadap LOS dapat berikatan dan bereaksi dengan
ganglion saraf tertentu dan dapat mengaktifkan komplemen Tingkat
kerusakan saraf tergantung pada beberapa faktor Disfungsi saraf juga
menyebabkan kelemahan dan gangguan sensori (Doorn 2008)
16
F Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala SGB
1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh
2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu atau berbulan-
bulan
3 Kelemahan pada awalnya muncul ditungkai yang kemudian menjalar ke
atas hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan
4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan
5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi
sebelumnya dll
6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf
karena kerusakan mielin
7 Perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)
8 Takikardi
9 Wajah kemerahan diaforesis
10 Kesulitan dalam mengunyah atau menelan
G Patofisiologi
Mekanisme bagaimana infeksi vaksinasi trauma atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui
dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang
terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi Bukti-bukti
bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf
tepi pada sindroma ini adalah
1 Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell
mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi
2 Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3 Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran
pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi
saraf tepi
17
Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas
seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya
Pada SGB gangliosid merupakan target dari antibodi Ikatan antibody
dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin
Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari
system imun belum diketahui tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga
sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh Hal ini
didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid
dari tubuh manusia Campylobacter jejuni bakteri patogen yang menyebabkan
terjadinya diare mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari
gangliosid GM1 Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni kerusakan
terutama terjadi pada degenerasi akson Perubahan pada akson ini
menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1
untuk merespon adanya epitop yang sama Berdasarkan adanya sinyal infeksi
yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya
infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer Terbentuk makrofag di daerah
kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan
penghantaran impuls saraf (Israr 2009)
H Diagnosis
Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis SGB ditandai dengan
timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks
tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami
demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan
motorik perifer (Dewanto 2009)
Beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menegakkan diagnosis
Sindrome Guillain Barre diantaranya
1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh
2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu bahkan
berbulan-bulan
18
3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas
hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan
4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan
5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi
sebelumnya dll
6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf
karena kerusakan myelin
7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan
untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan
menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan
penglihatan kabur (Dewanto 2009)
I Pemeriksaan Penunjang
a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa
darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain
b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada
beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya
meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi
yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan
jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)
c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk
menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien
Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf
sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta
kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya
perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya
konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir
penyakit
d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot
(Dewanto 2009)
19
J Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati
komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya
Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus
dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus
segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan
pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan
adalah
1 Fisioterapi
Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan
kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan
sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka
fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot
(Stoll BJ 2004)
2 Plasma exchange therapy (PE)
Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk
mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian
plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa
perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang
lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling
efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya
gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg
dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange
(Stoll BJ 2004)
3 Imunoglobulin IV
Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat
menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi
autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG
yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T
cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin
intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek
20
sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2
minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5
hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI
(Stoll BJ 2004)
4 Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat
steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi
digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)
5 Perbaikan komunikasi
Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu
bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk
menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika
tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape
kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi
pasien (Baughman 2000)
6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan
komunitas
Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan
okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase
pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan
kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok
pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)
K Prognosis
Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun
terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik
neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat
hingga 95
21
22
III KESIMPULAN
1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat
ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah
infeksi akut
2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan
tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam
mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis
3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik
secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada
bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka
kesembuhan telah meningkat hingga 95
23
DAFTAR PUSTAKA
Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130
Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC
Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl
GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract
Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]
Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]
Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC
24
Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC
Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC
Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press
Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc
Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing
9
(berperan dalam refleks pendengaran) (Price dan Wilson
2005) Bagian anterior yaitu pedunkulus serebri (terdiri atas
serabut motorik)
Metensefalon terdiri dari pons dan serebelum Pons
merupakan jembatan serabut yang menghubungkan dua
hemisfer hemisferium serebri serta menghubungkan
mesensefalon di sebelah atas dengan medula oblongata di
bawah Serebelum berfungsi sebagai pusat refleks yang
mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot serta
mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh (Price dan
Wilson 2005)
d) Mielensefalon
terdiri dari medula oblongata Medula oblongata merupakan
pusat refleks yang penting untuk jantung vasokonstriktor
pernafasan bersin batuk menelan salivasi dan muntah (Price
dan Wilson 2005)
b) Medula Spinalis
Medula spinalis merupakan suatu struktur yang memanjang
dari medula oblongata dan terus ke bawah melalui kolumna
vertebralis sampai setinggi vertebra lumbalis pertama (L1) dan
terbagi menjadi 31 segmen yang menjadi tempat asal dari 31
pasang saraf spinal (Price dan Wilson 2005)
10
Gambar 2 Segmen-Segmen Medula Spinalis Beserta Fungsinya (Price dan
Wilson 2005)
b Sistem Saraf Tepi (PNS)
Secara anatomis PNS dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan
12 pasang saraf kranial (Price dan Wilson 2005) Saraf perifer terdiri
dari neuron yang menerima pesan sensorik (aferen) yang menuju ke
SSP atau menerima pesan-pesan neural motorik (eferen) dari SSP atau
keduanya Saraf spinal menghantarkan pesan aferen maupun pesan
eferen Saraf kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan
11
tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina
dimana terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dalam nama
atau angka romawi (Price dan Wilson 2005)
Tabel 1 Saraf Cranial beserta Fungsinya (Price dan Wilson 2005)
Nomor Saraf KranialKomponen
SarafFungsi
I Olfaktorius Sensorik PenciumanII Optikus Sensorik PenglihatanIII Okulomotorius
Motorik
- Mengangkat kelopak mata atas
- Konstriksi pupil- Sebagian besar gerakan
ekstraokularIV Troklearis
MotorikGerakan mata ke bawah dan ke dalam
V Trigeminus
Motorik
Otot temporalis dan maseter (menutup rahang dan mengunyah) gerakan rahang ke lateral
Sensorik
- Kulit wajah dan ⅔ depan kulit kepala mukosa mata mukosa hidung dan rongga mulut lidah serta gigi
- Refleks kornea atau refleks mengedip komponen sensorik dibawa oleh saraf kranial V respons motorik melalui saraf kranial VII
VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateralVII Fasialis
Motorik
Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot dahi sekeliling mata dan mulut lakrimasi dan salivasi
SensorikPengecapan ⅔ depan lidah (rasa manis asam dan asin)
VIII VestibulokoklearisCab Vestibularis Sensorik KeseimbanganCab Koklearis Sensorik Pendengaran
IX GlosofaringeusMotorik
- Faring menelan refleks muntah
- Parotis salivasi
SensorikFaring lidah posterior termasuk rasa pahit
12
X VagusMotorik
Faring Laring menelan refleks muntah fonasi visera abdomen
SensorikFaring Laring refleks muntah visera leher thoraks dan abdomen
XI Asesorius
Motorik
Otot sternokleidomastoideus dan bagian atas dari otot trapezius pergerakan kepala dan bahu
XII Hipoglosus Motorik Gerakan lidah
Secara fungsional PNS dibagi menjadi sistem saraf somatis dan
sistem saraf autonom Sistem saraf somatis terdiri dari saraf campuran
Bagian aferen membawa informasi sensorik yang disadari maupun yang
tidak disadari (misal nyeri suhu raba propriosepsi yang disadari
maupun tidak disadari penglihatan pengecapan pendengaran dan
penciuman) Sedangkan bagian eferen berhubungan dengan otot rangka
tubuh (Price dan Wilson 2005)
Sistem saraf autonom merupakan sistem saraf campuran Serabut
aferennya membawa masukan dari organ viseral (menangani
pengaturan denyut jantung diameter pembuluh darah pernafasan
pencernaan rasa lapar mual pembuangan) Saraf eferen motorik
autonom mempersarafi otot polos otot jantung dan kelenjar viseral
Sistem saraf autonom terutama menangani pengaturan fungsi viseral
dan interaksinya dengan lingkungan internal (Price dan Wilson 2005)
Sistem saraf autonom dibagi menjadi 2 bagian yaitu parasimpatis
(PANS) dan simpatis (SANS) simpatis berfungsi meningkatkan
kecepatan denyut jantung dan pernafasan serta menurunkan aktivitas
saluran cerna Sedangkan parasimpatis berfungsi menurunkan
kecepatan denyut jantung dan pernafasan tetapi meningkatkan
pergerakan saluran cerna sehingga parasimpatis membantu konservasi
dan homeostasis fungsi tubuh (Price dan Wilson 2005)
13
D Biokimia
ATP merupakan satu ndash satunya sumber energi yang didapat langsung
digunakan untuk berbagai aktivitas Di jaringan otot persediaan ATP yang
dapat segera digunakan kembali berjumlah terbatas Terdapat tiga jalur yang
memberikan tambahan ATP sesuai kebutuhan selama kontraksi otot yaitu
transfer fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat ke ADP fosforilasi oksidatif
(siklus asam sitrat dan system transport electron) dan glikolisis (Sherwood
2011)
1 Kreatin Fosfat
Merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal
aktivitas kontraktil Energi yang diberikan berasal dari hidrolisis kreatin
fosfat bersama dengan fosfat dapat diberikan langsung ke ADP untuk
membentuk ATP Reaksi ini yang dikatalisis oleh enzim sel otot kreatin
kinase bersifat reversible
Kreatin fosfat + ADP kreatin + ATP
Sewaktu cadangan energi di otot bertambah peningkatan
konsentrasi ATP mendorong pemindahan gugus fosfat berenergi tinggi
dari ATP untuk membentuk kreatin fosfat Sebaliknya pada permulaan
kontraksi ketika ATPase myosin menguraikan cadangan ATP yang
sekedarnya penurunan ATP yang kemudian terjadi mendorong
pemindahan gugus fosfat berenegi tinggi dari kreatin fosfat simpanan
untuk membentuk lebih banyak ATP (Sherwood 2011)
2 Fosfolirasi Oksidatif
Fosforilasi oksidatif berlangsung didalam mitokondria otot jika
terjadi cukup O2 Oksigen dibutuhkan untuk menunjang rantai transport
electron mitokondria Jalur ini dijalankan oleh glukosa atau asam lemak
bergantung pada intensitas dan durasi aktivitas (Sherwood 2011)
3 Glikolisis
Reaksi reaksi kimiawi pada glikolisis menghasilkan produk ndash
produk yang akhirnya masuk ke dalam jalur fosforilasi oksidatif tetapi
glikolisis juga dapat berlangsung tanpa produk ndash produknya diproses
14
lebih lanjut oleh jalur fosforilasi oksidatif Selama glikolisis satu molekul
glukosa diuraikan menjadi dua molekul asam piruvat menghasilkan dua
molekul ATP dalam prosesnya Asam piruvat dapat diuraikan lebih lanjut
oleh fosforilasi oksidatif untuk mengekstraksi lebih banyak energi
Glikolisis memiliki dua keunggulan dibandingkan jalur fosforilasi
oksidatif yaitu dapat membentuk ATP tanpa O2 (anaerob) dan glikolisis
dapat berlangsung lebih cepat daripada fosforilasi oksidatif (Sherwood
2011)
E Patogenesis
Patogenesis pada sindroma guillain barre (SGB) sampai saat ini masih
belum diketahui dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa
kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme
imunologi
15
Gambar 3 Imunobiologi dari Sindrom Guillain Barre
Diawali dengan infeksi (misalnya C Jejuni) menginduksi respon imun
yang akhirnya mengarah ke sindrom guillain barre Respon imun tergantung
pada faktor bakteri tertentu seperti pada spesifitas dari lipo-oligosakarida
(LOS) dan pada pasien yang terkait host faktor Polimorfisme genetik pada
pasien sebagian mungkin menentukan tingkat keparahan dari sindrom guillain
barre Adanya antibodi terhadap LOS dapat berikatan dan bereaksi dengan
ganglion saraf tertentu dan dapat mengaktifkan komplemen Tingkat
kerusakan saraf tergantung pada beberapa faktor Disfungsi saraf juga
menyebabkan kelemahan dan gangguan sensori (Doorn 2008)
16
F Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala SGB
1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh
2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu atau berbulan-
bulan
3 Kelemahan pada awalnya muncul ditungkai yang kemudian menjalar ke
atas hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan
4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan
5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi
sebelumnya dll
6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf
karena kerusakan mielin
7 Perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)
8 Takikardi
9 Wajah kemerahan diaforesis
10 Kesulitan dalam mengunyah atau menelan
G Patofisiologi
Mekanisme bagaimana infeksi vaksinasi trauma atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui
dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang
terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi Bukti-bukti
bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf
tepi pada sindroma ini adalah
1 Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell
mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi
2 Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3 Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran
pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi
saraf tepi
17
Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas
seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya
Pada SGB gangliosid merupakan target dari antibodi Ikatan antibody
dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin
Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari
system imun belum diketahui tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga
sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh Hal ini
didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid
dari tubuh manusia Campylobacter jejuni bakteri patogen yang menyebabkan
terjadinya diare mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari
gangliosid GM1 Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni kerusakan
terutama terjadi pada degenerasi akson Perubahan pada akson ini
menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1
untuk merespon adanya epitop yang sama Berdasarkan adanya sinyal infeksi
yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya
infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer Terbentuk makrofag di daerah
kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan
penghantaran impuls saraf (Israr 2009)
H Diagnosis
Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis SGB ditandai dengan
timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks
tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami
demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan
motorik perifer (Dewanto 2009)
Beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menegakkan diagnosis
Sindrome Guillain Barre diantaranya
1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh
2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu bahkan
berbulan-bulan
18
3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas
hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan
4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan
5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi
sebelumnya dll
6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf
karena kerusakan myelin
7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan
untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan
menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan
penglihatan kabur (Dewanto 2009)
I Pemeriksaan Penunjang
a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa
darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain
b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada
beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya
meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi
yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan
jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)
c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk
menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien
Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf
sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta
kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya
perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya
konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir
penyakit
d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot
(Dewanto 2009)
19
J Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati
komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya
Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus
dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus
segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan
pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan
adalah
1 Fisioterapi
Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan
kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan
sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka
fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot
(Stoll BJ 2004)
2 Plasma exchange therapy (PE)
Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk
mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian
plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa
perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang
lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling
efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya
gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg
dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange
(Stoll BJ 2004)
3 Imunoglobulin IV
Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat
menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi
autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG
yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T
cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin
intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek
20
sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2
minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5
hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI
(Stoll BJ 2004)
4 Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat
steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi
digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)
5 Perbaikan komunikasi
Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu
bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk
menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika
tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape
kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi
pasien (Baughman 2000)
6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan
komunitas
Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan
okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase
pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan
kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok
pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)
K Prognosis
Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun
terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik
neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat
hingga 95
21
22
III KESIMPULAN
1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat
ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah
infeksi akut
2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan
tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam
mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis
3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik
secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada
bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka
kesembuhan telah meningkat hingga 95
23
DAFTAR PUSTAKA
Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130
Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC
Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl
GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract
Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]
Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]
Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC
24
Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC
Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC
Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press
Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc
Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing
10
Gambar 2 Segmen-Segmen Medula Spinalis Beserta Fungsinya (Price dan
Wilson 2005)
b Sistem Saraf Tepi (PNS)
Secara anatomis PNS dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan
12 pasang saraf kranial (Price dan Wilson 2005) Saraf perifer terdiri
dari neuron yang menerima pesan sensorik (aferen) yang menuju ke
SSP atau menerima pesan-pesan neural motorik (eferen) dari SSP atau
keduanya Saraf spinal menghantarkan pesan aferen maupun pesan
eferen Saraf kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan
11
tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina
dimana terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dalam nama
atau angka romawi (Price dan Wilson 2005)
Tabel 1 Saraf Cranial beserta Fungsinya (Price dan Wilson 2005)
Nomor Saraf KranialKomponen
SarafFungsi
I Olfaktorius Sensorik PenciumanII Optikus Sensorik PenglihatanIII Okulomotorius
Motorik
- Mengangkat kelopak mata atas
- Konstriksi pupil- Sebagian besar gerakan
ekstraokularIV Troklearis
MotorikGerakan mata ke bawah dan ke dalam
V Trigeminus
Motorik
Otot temporalis dan maseter (menutup rahang dan mengunyah) gerakan rahang ke lateral
Sensorik
- Kulit wajah dan ⅔ depan kulit kepala mukosa mata mukosa hidung dan rongga mulut lidah serta gigi
- Refleks kornea atau refleks mengedip komponen sensorik dibawa oleh saraf kranial V respons motorik melalui saraf kranial VII
VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateralVII Fasialis
Motorik
Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot dahi sekeliling mata dan mulut lakrimasi dan salivasi
SensorikPengecapan ⅔ depan lidah (rasa manis asam dan asin)
VIII VestibulokoklearisCab Vestibularis Sensorik KeseimbanganCab Koklearis Sensorik Pendengaran
IX GlosofaringeusMotorik
- Faring menelan refleks muntah
- Parotis salivasi
SensorikFaring lidah posterior termasuk rasa pahit
12
X VagusMotorik
Faring Laring menelan refleks muntah fonasi visera abdomen
SensorikFaring Laring refleks muntah visera leher thoraks dan abdomen
XI Asesorius
Motorik
Otot sternokleidomastoideus dan bagian atas dari otot trapezius pergerakan kepala dan bahu
XII Hipoglosus Motorik Gerakan lidah
Secara fungsional PNS dibagi menjadi sistem saraf somatis dan
sistem saraf autonom Sistem saraf somatis terdiri dari saraf campuran
Bagian aferen membawa informasi sensorik yang disadari maupun yang
tidak disadari (misal nyeri suhu raba propriosepsi yang disadari
maupun tidak disadari penglihatan pengecapan pendengaran dan
penciuman) Sedangkan bagian eferen berhubungan dengan otot rangka
tubuh (Price dan Wilson 2005)
Sistem saraf autonom merupakan sistem saraf campuran Serabut
aferennya membawa masukan dari organ viseral (menangani
pengaturan denyut jantung diameter pembuluh darah pernafasan
pencernaan rasa lapar mual pembuangan) Saraf eferen motorik
autonom mempersarafi otot polos otot jantung dan kelenjar viseral
Sistem saraf autonom terutama menangani pengaturan fungsi viseral
dan interaksinya dengan lingkungan internal (Price dan Wilson 2005)
Sistem saraf autonom dibagi menjadi 2 bagian yaitu parasimpatis
(PANS) dan simpatis (SANS) simpatis berfungsi meningkatkan
kecepatan denyut jantung dan pernafasan serta menurunkan aktivitas
saluran cerna Sedangkan parasimpatis berfungsi menurunkan
kecepatan denyut jantung dan pernafasan tetapi meningkatkan
pergerakan saluran cerna sehingga parasimpatis membantu konservasi
dan homeostasis fungsi tubuh (Price dan Wilson 2005)
13
D Biokimia
ATP merupakan satu ndash satunya sumber energi yang didapat langsung
digunakan untuk berbagai aktivitas Di jaringan otot persediaan ATP yang
dapat segera digunakan kembali berjumlah terbatas Terdapat tiga jalur yang
memberikan tambahan ATP sesuai kebutuhan selama kontraksi otot yaitu
transfer fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat ke ADP fosforilasi oksidatif
(siklus asam sitrat dan system transport electron) dan glikolisis (Sherwood
2011)
1 Kreatin Fosfat
Merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal
aktivitas kontraktil Energi yang diberikan berasal dari hidrolisis kreatin
fosfat bersama dengan fosfat dapat diberikan langsung ke ADP untuk
membentuk ATP Reaksi ini yang dikatalisis oleh enzim sel otot kreatin
kinase bersifat reversible
Kreatin fosfat + ADP kreatin + ATP
Sewaktu cadangan energi di otot bertambah peningkatan
konsentrasi ATP mendorong pemindahan gugus fosfat berenergi tinggi
dari ATP untuk membentuk kreatin fosfat Sebaliknya pada permulaan
kontraksi ketika ATPase myosin menguraikan cadangan ATP yang
sekedarnya penurunan ATP yang kemudian terjadi mendorong
pemindahan gugus fosfat berenegi tinggi dari kreatin fosfat simpanan
untuk membentuk lebih banyak ATP (Sherwood 2011)
2 Fosfolirasi Oksidatif
Fosforilasi oksidatif berlangsung didalam mitokondria otot jika
terjadi cukup O2 Oksigen dibutuhkan untuk menunjang rantai transport
electron mitokondria Jalur ini dijalankan oleh glukosa atau asam lemak
bergantung pada intensitas dan durasi aktivitas (Sherwood 2011)
3 Glikolisis
Reaksi reaksi kimiawi pada glikolisis menghasilkan produk ndash
produk yang akhirnya masuk ke dalam jalur fosforilasi oksidatif tetapi
glikolisis juga dapat berlangsung tanpa produk ndash produknya diproses
14
lebih lanjut oleh jalur fosforilasi oksidatif Selama glikolisis satu molekul
glukosa diuraikan menjadi dua molekul asam piruvat menghasilkan dua
molekul ATP dalam prosesnya Asam piruvat dapat diuraikan lebih lanjut
oleh fosforilasi oksidatif untuk mengekstraksi lebih banyak energi
Glikolisis memiliki dua keunggulan dibandingkan jalur fosforilasi
oksidatif yaitu dapat membentuk ATP tanpa O2 (anaerob) dan glikolisis
dapat berlangsung lebih cepat daripada fosforilasi oksidatif (Sherwood
2011)
E Patogenesis
Patogenesis pada sindroma guillain barre (SGB) sampai saat ini masih
belum diketahui dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa
kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme
imunologi
15
Gambar 3 Imunobiologi dari Sindrom Guillain Barre
Diawali dengan infeksi (misalnya C Jejuni) menginduksi respon imun
yang akhirnya mengarah ke sindrom guillain barre Respon imun tergantung
pada faktor bakteri tertentu seperti pada spesifitas dari lipo-oligosakarida
(LOS) dan pada pasien yang terkait host faktor Polimorfisme genetik pada
pasien sebagian mungkin menentukan tingkat keparahan dari sindrom guillain
barre Adanya antibodi terhadap LOS dapat berikatan dan bereaksi dengan
ganglion saraf tertentu dan dapat mengaktifkan komplemen Tingkat
kerusakan saraf tergantung pada beberapa faktor Disfungsi saraf juga
menyebabkan kelemahan dan gangguan sensori (Doorn 2008)
16
F Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala SGB
1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh
2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu atau berbulan-
bulan
3 Kelemahan pada awalnya muncul ditungkai yang kemudian menjalar ke
atas hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan
4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan
5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi
sebelumnya dll
6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf
karena kerusakan mielin
7 Perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)
8 Takikardi
9 Wajah kemerahan diaforesis
10 Kesulitan dalam mengunyah atau menelan
G Patofisiologi
Mekanisme bagaimana infeksi vaksinasi trauma atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui
dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang
terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi Bukti-bukti
bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf
tepi pada sindroma ini adalah
1 Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell
mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi
2 Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3 Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran
pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi
saraf tepi
17
Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas
seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya
Pada SGB gangliosid merupakan target dari antibodi Ikatan antibody
dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin
Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari
system imun belum diketahui tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga
sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh Hal ini
didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid
dari tubuh manusia Campylobacter jejuni bakteri patogen yang menyebabkan
terjadinya diare mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari
gangliosid GM1 Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni kerusakan
terutama terjadi pada degenerasi akson Perubahan pada akson ini
menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1
untuk merespon adanya epitop yang sama Berdasarkan adanya sinyal infeksi
yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya
infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer Terbentuk makrofag di daerah
kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan
penghantaran impuls saraf (Israr 2009)
H Diagnosis
Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis SGB ditandai dengan
timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks
tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami
demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan
motorik perifer (Dewanto 2009)
Beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menegakkan diagnosis
Sindrome Guillain Barre diantaranya
1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh
2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu bahkan
berbulan-bulan
18
3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas
hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan
4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan
5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi
sebelumnya dll
6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf
karena kerusakan myelin
7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan
untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan
menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan
penglihatan kabur (Dewanto 2009)
I Pemeriksaan Penunjang
a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa
darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain
b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada
beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya
meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi
yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan
jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)
c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk
menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien
Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf
sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta
kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya
perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya
konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir
penyakit
d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot
(Dewanto 2009)
19
J Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati
komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya
Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus
dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus
segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan
pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan
adalah
1 Fisioterapi
Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan
kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan
sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka
fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot
(Stoll BJ 2004)
2 Plasma exchange therapy (PE)
Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk
mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian
plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa
perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang
lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling
efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya
gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg
dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange
(Stoll BJ 2004)
3 Imunoglobulin IV
Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat
menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi
autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG
yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T
cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin
intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek
20
sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2
minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5
hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI
(Stoll BJ 2004)
4 Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat
steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi
digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)
5 Perbaikan komunikasi
Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu
bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk
menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika
tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape
kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi
pasien (Baughman 2000)
6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan
komunitas
Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan
okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase
pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan
kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok
pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)
K Prognosis
Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun
terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik
neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat
hingga 95
21
22
III KESIMPULAN
1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat
ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah
infeksi akut
2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan
tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam
mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis
3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik
secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada
bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka
kesembuhan telah meningkat hingga 95
23
DAFTAR PUSTAKA
Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130
Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC
Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl
GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract
Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]
Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]
Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC
24
Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC
Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC
Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press
Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc
Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing
11
tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina
dimana terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dalam nama
atau angka romawi (Price dan Wilson 2005)
Tabel 1 Saraf Cranial beserta Fungsinya (Price dan Wilson 2005)
Nomor Saraf KranialKomponen
SarafFungsi
I Olfaktorius Sensorik PenciumanII Optikus Sensorik PenglihatanIII Okulomotorius
Motorik
- Mengangkat kelopak mata atas
- Konstriksi pupil- Sebagian besar gerakan
ekstraokularIV Troklearis
MotorikGerakan mata ke bawah dan ke dalam
V Trigeminus
Motorik
Otot temporalis dan maseter (menutup rahang dan mengunyah) gerakan rahang ke lateral
Sensorik
- Kulit wajah dan ⅔ depan kulit kepala mukosa mata mukosa hidung dan rongga mulut lidah serta gigi
- Refleks kornea atau refleks mengedip komponen sensorik dibawa oleh saraf kranial V respons motorik melalui saraf kranial VII
VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateralVII Fasialis
Motorik
Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot dahi sekeliling mata dan mulut lakrimasi dan salivasi
SensorikPengecapan ⅔ depan lidah (rasa manis asam dan asin)
VIII VestibulokoklearisCab Vestibularis Sensorik KeseimbanganCab Koklearis Sensorik Pendengaran
IX GlosofaringeusMotorik
- Faring menelan refleks muntah
- Parotis salivasi
SensorikFaring lidah posterior termasuk rasa pahit
12
X VagusMotorik
Faring Laring menelan refleks muntah fonasi visera abdomen
SensorikFaring Laring refleks muntah visera leher thoraks dan abdomen
XI Asesorius
Motorik
Otot sternokleidomastoideus dan bagian atas dari otot trapezius pergerakan kepala dan bahu
XII Hipoglosus Motorik Gerakan lidah
Secara fungsional PNS dibagi menjadi sistem saraf somatis dan
sistem saraf autonom Sistem saraf somatis terdiri dari saraf campuran
Bagian aferen membawa informasi sensorik yang disadari maupun yang
tidak disadari (misal nyeri suhu raba propriosepsi yang disadari
maupun tidak disadari penglihatan pengecapan pendengaran dan
penciuman) Sedangkan bagian eferen berhubungan dengan otot rangka
tubuh (Price dan Wilson 2005)
Sistem saraf autonom merupakan sistem saraf campuran Serabut
aferennya membawa masukan dari organ viseral (menangani
pengaturan denyut jantung diameter pembuluh darah pernafasan
pencernaan rasa lapar mual pembuangan) Saraf eferen motorik
autonom mempersarafi otot polos otot jantung dan kelenjar viseral
Sistem saraf autonom terutama menangani pengaturan fungsi viseral
dan interaksinya dengan lingkungan internal (Price dan Wilson 2005)
Sistem saraf autonom dibagi menjadi 2 bagian yaitu parasimpatis
(PANS) dan simpatis (SANS) simpatis berfungsi meningkatkan
kecepatan denyut jantung dan pernafasan serta menurunkan aktivitas
saluran cerna Sedangkan parasimpatis berfungsi menurunkan
kecepatan denyut jantung dan pernafasan tetapi meningkatkan
pergerakan saluran cerna sehingga parasimpatis membantu konservasi
dan homeostasis fungsi tubuh (Price dan Wilson 2005)
13
D Biokimia
ATP merupakan satu ndash satunya sumber energi yang didapat langsung
digunakan untuk berbagai aktivitas Di jaringan otot persediaan ATP yang
dapat segera digunakan kembali berjumlah terbatas Terdapat tiga jalur yang
memberikan tambahan ATP sesuai kebutuhan selama kontraksi otot yaitu
transfer fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat ke ADP fosforilasi oksidatif
(siklus asam sitrat dan system transport electron) dan glikolisis (Sherwood
2011)
1 Kreatin Fosfat
Merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal
aktivitas kontraktil Energi yang diberikan berasal dari hidrolisis kreatin
fosfat bersama dengan fosfat dapat diberikan langsung ke ADP untuk
membentuk ATP Reaksi ini yang dikatalisis oleh enzim sel otot kreatin
kinase bersifat reversible
Kreatin fosfat + ADP kreatin + ATP
Sewaktu cadangan energi di otot bertambah peningkatan
konsentrasi ATP mendorong pemindahan gugus fosfat berenergi tinggi
dari ATP untuk membentuk kreatin fosfat Sebaliknya pada permulaan
kontraksi ketika ATPase myosin menguraikan cadangan ATP yang
sekedarnya penurunan ATP yang kemudian terjadi mendorong
pemindahan gugus fosfat berenegi tinggi dari kreatin fosfat simpanan
untuk membentuk lebih banyak ATP (Sherwood 2011)
2 Fosfolirasi Oksidatif
Fosforilasi oksidatif berlangsung didalam mitokondria otot jika
terjadi cukup O2 Oksigen dibutuhkan untuk menunjang rantai transport
electron mitokondria Jalur ini dijalankan oleh glukosa atau asam lemak
bergantung pada intensitas dan durasi aktivitas (Sherwood 2011)
3 Glikolisis
Reaksi reaksi kimiawi pada glikolisis menghasilkan produk ndash
produk yang akhirnya masuk ke dalam jalur fosforilasi oksidatif tetapi
glikolisis juga dapat berlangsung tanpa produk ndash produknya diproses
14
lebih lanjut oleh jalur fosforilasi oksidatif Selama glikolisis satu molekul
glukosa diuraikan menjadi dua molekul asam piruvat menghasilkan dua
molekul ATP dalam prosesnya Asam piruvat dapat diuraikan lebih lanjut
oleh fosforilasi oksidatif untuk mengekstraksi lebih banyak energi
Glikolisis memiliki dua keunggulan dibandingkan jalur fosforilasi
oksidatif yaitu dapat membentuk ATP tanpa O2 (anaerob) dan glikolisis
dapat berlangsung lebih cepat daripada fosforilasi oksidatif (Sherwood
2011)
E Patogenesis
Patogenesis pada sindroma guillain barre (SGB) sampai saat ini masih
belum diketahui dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa
kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme
imunologi
15
Gambar 3 Imunobiologi dari Sindrom Guillain Barre
Diawali dengan infeksi (misalnya C Jejuni) menginduksi respon imun
yang akhirnya mengarah ke sindrom guillain barre Respon imun tergantung
pada faktor bakteri tertentu seperti pada spesifitas dari lipo-oligosakarida
(LOS) dan pada pasien yang terkait host faktor Polimorfisme genetik pada
pasien sebagian mungkin menentukan tingkat keparahan dari sindrom guillain
barre Adanya antibodi terhadap LOS dapat berikatan dan bereaksi dengan
ganglion saraf tertentu dan dapat mengaktifkan komplemen Tingkat
kerusakan saraf tergantung pada beberapa faktor Disfungsi saraf juga
menyebabkan kelemahan dan gangguan sensori (Doorn 2008)
16
F Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala SGB
1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh
2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu atau berbulan-
bulan
3 Kelemahan pada awalnya muncul ditungkai yang kemudian menjalar ke
atas hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan
4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan
5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi
sebelumnya dll
6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf
karena kerusakan mielin
7 Perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)
8 Takikardi
9 Wajah kemerahan diaforesis
10 Kesulitan dalam mengunyah atau menelan
G Patofisiologi
Mekanisme bagaimana infeksi vaksinasi trauma atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui
dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang
terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi Bukti-bukti
bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf
tepi pada sindroma ini adalah
1 Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell
mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi
2 Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3 Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran
pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi
saraf tepi
17
Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas
seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya
Pada SGB gangliosid merupakan target dari antibodi Ikatan antibody
dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin
Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari
system imun belum diketahui tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga
sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh Hal ini
didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid
dari tubuh manusia Campylobacter jejuni bakteri patogen yang menyebabkan
terjadinya diare mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari
gangliosid GM1 Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni kerusakan
terutama terjadi pada degenerasi akson Perubahan pada akson ini
menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1
untuk merespon adanya epitop yang sama Berdasarkan adanya sinyal infeksi
yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya
infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer Terbentuk makrofag di daerah
kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan
penghantaran impuls saraf (Israr 2009)
H Diagnosis
Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis SGB ditandai dengan
timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks
tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami
demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan
motorik perifer (Dewanto 2009)
Beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menegakkan diagnosis
Sindrome Guillain Barre diantaranya
1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh
2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu bahkan
berbulan-bulan
18
3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas
hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan
4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan
5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi
sebelumnya dll
6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf
karena kerusakan myelin
7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan
untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan
menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan
penglihatan kabur (Dewanto 2009)
I Pemeriksaan Penunjang
a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa
darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain
b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada
beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya
meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi
yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan
jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)
c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk
menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien
Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf
sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta
kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya
perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya
konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir
penyakit
d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot
(Dewanto 2009)
19
J Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati
komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya
Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus
dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus
segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan
pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan
adalah
1 Fisioterapi
Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan
kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan
sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka
fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot
(Stoll BJ 2004)
2 Plasma exchange therapy (PE)
Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk
mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian
plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa
perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang
lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling
efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya
gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg
dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange
(Stoll BJ 2004)
3 Imunoglobulin IV
Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat
menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi
autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG
yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T
cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin
intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek
20
sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2
minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5
hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI
(Stoll BJ 2004)
4 Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat
steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi
digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)
5 Perbaikan komunikasi
Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu
bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk
menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika
tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape
kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi
pasien (Baughman 2000)
6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan
komunitas
Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan
okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase
pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan
kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok
pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)
K Prognosis
Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun
terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik
neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat
hingga 95
21
22
III KESIMPULAN
1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat
ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah
infeksi akut
2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan
tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam
mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis
3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik
secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada
bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka
kesembuhan telah meningkat hingga 95
23
DAFTAR PUSTAKA
Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130
Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC
Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl
GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract
Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]
Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]
Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC
24
Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC
Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC
Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press
Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc
Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing
12
X VagusMotorik
Faring Laring menelan refleks muntah fonasi visera abdomen
SensorikFaring Laring refleks muntah visera leher thoraks dan abdomen
XI Asesorius
Motorik
Otot sternokleidomastoideus dan bagian atas dari otot trapezius pergerakan kepala dan bahu
XII Hipoglosus Motorik Gerakan lidah
Secara fungsional PNS dibagi menjadi sistem saraf somatis dan
sistem saraf autonom Sistem saraf somatis terdiri dari saraf campuran
Bagian aferen membawa informasi sensorik yang disadari maupun yang
tidak disadari (misal nyeri suhu raba propriosepsi yang disadari
maupun tidak disadari penglihatan pengecapan pendengaran dan
penciuman) Sedangkan bagian eferen berhubungan dengan otot rangka
tubuh (Price dan Wilson 2005)
Sistem saraf autonom merupakan sistem saraf campuran Serabut
aferennya membawa masukan dari organ viseral (menangani
pengaturan denyut jantung diameter pembuluh darah pernafasan
pencernaan rasa lapar mual pembuangan) Saraf eferen motorik
autonom mempersarafi otot polos otot jantung dan kelenjar viseral
Sistem saraf autonom terutama menangani pengaturan fungsi viseral
dan interaksinya dengan lingkungan internal (Price dan Wilson 2005)
Sistem saraf autonom dibagi menjadi 2 bagian yaitu parasimpatis
(PANS) dan simpatis (SANS) simpatis berfungsi meningkatkan
kecepatan denyut jantung dan pernafasan serta menurunkan aktivitas
saluran cerna Sedangkan parasimpatis berfungsi menurunkan
kecepatan denyut jantung dan pernafasan tetapi meningkatkan
pergerakan saluran cerna sehingga parasimpatis membantu konservasi
dan homeostasis fungsi tubuh (Price dan Wilson 2005)
13
D Biokimia
ATP merupakan satu ndash satunya sumber energi yang didapat langsung
digunakan untuk berbagai aktivitas Di jaringan otot persediaan ATP yang
dapat segera digunakan kembali berjumlah terbatas Terdapat tiga jalur yang
memberikan tambahan ATP sesuai kebutuhan selama kontraksi otot yaitu
transfer fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat ke ADP fosforilasi oksidatif
(siklus asam sitrat dan system transport electron) dan glikolisis (Sherwood
2011)
1 Kreatin Fosfat
Merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal
aktivitas kontraktil Energi yang diberikan berasal dari hidrolisis kreatin
fosfat bersama dengan fosfat dapat diberikan langsung ke ADP untuk
membentuk ATP Reaksi ini yang dikatalisis oleh enzim sel otot kreatin
kinase bersifat reversible
Kreatin fosfat + ADP kreatin + ATP
Sewaktu cadangan energi di otot bertambah peningkatan
konsentrasi ATP mendorong pemindahan gugus fosfat berenergi tinggi
dari ATP untuk membentuk kreatin fosfat Sebaliknya pada permulaan
kontraksi ketika ATPase myosin menguraikan cadangan ATP yang
sekedarnya penurunan ATP yang kemudian terjadi mendorong
pemindahan gugus fosfat berenegi tinggi dari kreatin fosfat simpanan
untuk membentuk lebih banyak ATP (Sherwood 2011)
2 Fosfolirasi Oksidatif
Fosforilasi oksidatif berlangsung didalam mitokondria otot jika
terjadi cukup O2 Oksigen dibutuhkan untuk menunjang rantai transport
electron mitokondria Jalur ini dijalankan oleh glukosa atau asam lemak
bergantung pada intensitas dan durasi aktivitas (Sherwood 2011)
3 Glikolisis
Reaksi reaksi kimiawi pada glikolisis menghasilkan produk ndash
produk yang akhirnya masuk ke dalam jalur fosforilasi oksidatif tetapi
glikolisis juga dapat berlangsung tanpa produk ndash produknya diproses
14
lebih lanjut oleh jalur fosforilasi oksidatif Selama glikolisis satu molekul
glukosa diuraikan menjadi dua molekul asam piruvat menghasilkan dua
molekul ATP dalam prosesnya Asam piruvat dapat diuraikan lebih lanjut
oleh fosforilasi oksidatif untuk mengekstraksi lebih banyak energi
Glikolisis memiliki dua keunggulan dibandingkan jalur fosforilasi
oksidatif yaitu dapat membentuk ATP tanpa O2 (anaerob) dan glikolisis
dapat berlangsung lebih cepat daripada fosforilasi oksidatif (Sherwood
2011)
E Patogenesis
Patogenesis pada sindroma guillain barre (SGB) sampai saat ini masih
belum diketahui dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa
kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme
imunologi
15
Gambar 3 Imunobiologi dari Sindrom Guillain Barre
Diawali dengan infeksi (misalnya C Jejuni) menginduksi respon imun
yang akhirnya mengarah ke sindrom guillain barre Respon imun tergantung
pada faktor bakteri tertentu seperti pada spesifitas dari lipo-oligosakarida
(LOS) dan pada pasien yang terkait host faktor Polimorfisme genetik pada
pasien sebagian mungkin menentukan tingkat keparahan dari sindrom guillain
barre Adanya antibodi terhadap LOS dapat berikatan dan bereaksi dengan
ganglion saraf tertentu dan dapat mengaktifkan komplemen Tingkat
kerusakan saraf tergantung pada beberapa faktor Disfungsi saraf juga
menyebabkan kelemahan dan gangguan sensori (Doorn 2008)
16
F Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala SGB
1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh
2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu atau berbulan-
bulan
3 Kelemahan pada awalnya muncul ditungkai yang kemudian menjalar ke
atas hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan
4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan
5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi
sebelumnya dll
6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf
karena kerusakan mielin
7 Perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)
8 Takikardi
9 Wajah kemerahan diaforesis
10 Kesulitan dalam mengunyah atau menelan
G Patofisiologi
Mekanisme bagaimana infeksi vaksinasi trauma atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui
dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang
terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi Bukti-bukti
bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf
tepi pada sindroma ini adalah
1 Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell
mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi
2 Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3 Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran
pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi
saraf tepi
17
Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas
seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya
Pada SGB gangliosid merupakan target dari antibodi Ikatan antibody
dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin
Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari
system imun belum diketahui tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga
sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh Hal ini
didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid
dari tubuh manusia Campylobacter jejuni bakteri patogen yang menyebabkan
terjadinya diare mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari
gangliosid GM1 Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni kerusakan
terutama terjadi pada degenerasi akson Perubahan pada akson ini
menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1
untuk merespon adanya epitop yang sama Berdasarkan adanya sinyal infeksi
yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya
infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer Terbentuk makrofag di daerah
kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan
penghantaran impuls saraf (Israr 2009)
H Diagnosis
Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis SGB ditandai dengan
timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks
tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami
demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan
motorik perifer (Dewanto 2009)
Beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menegakkan diagnosis
Sindrome Guillain Barre diantaranya
1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh
2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu bahkan
berbulan-bulan
18
3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas
hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan
4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan
5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi
sebelumnya dll
6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf
karena kerusakan myelin
7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan
untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan
menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan
penglihatan kabur (Dewanto 2009)
I Pemeriksaan Penunjang
a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa
darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain
b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada
beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya
meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi
yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan
jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)
c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk
menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien
Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf
sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta
kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya
perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya
konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir
penyakit
d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot
(Dewanto 2009)
19
J Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati
komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya
Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus
dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus
segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan
pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan
adalah
1 Fisioterapi
Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan
kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan
sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka
fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot
(Stoll BJ 2004)
2 Plasma exchange therapy (PE)
Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk
mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian
plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa
perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang
lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling
efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya
gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg
dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange
(Stoll BJ 2004)
3 Imunoglobulin IV
Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat
menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi
autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG
yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T
cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin
intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek
20
sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2
minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5
hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI
(Stoll BJ 2004)
4 Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat
steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi
digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)
5 Perbaikan komunikasi
Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu
bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk
menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika
tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape
kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi
pasien (Baughman 2000)
6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan
komunitas
Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan
okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase
pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan
kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok
pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)
K Prognosis
Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun
terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik
neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat
hingga 95
21
22
III KESIMPULAN
1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat
ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah
infeksi akut
2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan
tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam
mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis
3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik
secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada
bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka
kesembuhan telah meningkat hingga 95
23
DAFTAR PUSTAKA
Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130
Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC
Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl
GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract
Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]
Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]
Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC
24
Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC
Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC
Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press
Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc
Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing
13
D Biokimia
ATP merupakan satu ndash satunya sumber energi yang didapat langsung
digunakan untuk berbagai aktivitas Di jaringan otot persediaan ATP yang
dapat segera digunakan kembali berjumlah terbatas Terdapat tiga jalur yang
memberikan tambahan ATP sesuai kebutuhan selama kontraksi otot yaitu
transfer fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat ke ADP fosforilasi oksidatif
(siklus asam sitrat dan system transport electron) dan glikolisis (Sherwood
2011)
1 Kreatin Fosfat
Merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal
aktivitas kontraktil Energi yang diberikan berasal dari hidrolisis kreatin
fosfat bersama dengan fosfat dapat diberikan langsung ke ADP untuk
membentuk ATP Reaksi ini yang dikatalisis oleh enzim sel otot kreatin
kinase bersifat reversible
Kreatin fosfat + ADP kreatin + ATP
Sewaktu cadangan energi di otot bertambah peningkatan
konsentrasi ATP mendorong pemindahan gugus fosfat berenergi tinggi
dari ATP untuk membentuk kreatin fosfat Sebaliknya pada permulaan
kontraksi ketika ATPase myosin menguraikan cadangan ATP yang
sekedarnya penurunan ATP yang kemudian terjadi mendorong
pemindahan gugus fosfat berenegi tinggi dari kreatin fosfat simpanan
untuk membentuk lebih banyak ATP (Sherwood 2011)
2 Fosfolirasi Oksidatif
Fosforilasi oksidatif berlangsung didalam mitokondria otot jika
terjadi cukup O2 Oksigen dibutuhkan untuk menunjang rantai transport
electron mitokondria Jalur ini dijalankan oleh glukosa atau asam lemak
bergantung pada intensitas dan durasi aktivitas (Sherwood 2011)
3 Glikolisis
Reaksi reaksi kimiawi pada glikolisis menghasilkan produk ndash
produk yang akhirnya masuk ke dalam jalur fosforilasi oksidatif tetapi
glikolisis juga dapat berlangsung tanpa produk ndash produknya diproses
14
lebih lanjut oleh jalur fosforilasi oksidatif Selama glikolisis satu molekul
glukosa diuraikan menjadi dua molekul asam piruvat menghasilkan dua
molekul ATP dalam prosesnya Asam piruvat dapat diuraikan lebih lanjut
oleh fosforilasi oksidatif untuk mengekstraksi lebih banyak energi
Glikolisis memiliki dua keunggulan dibandingkan jalur fosforilasi
oksidatif yaitu dapat membentuk ATP tanpa O2 (anaerob) dan glikolisis
dapat berlangsung lebih cepat daripada fosforilasi oksidatif (Sherwood
2011)
E Patogenesis
Patogenesis pada sindroma guillain barre (SGB) sampai saat ini masih
belum diketahui dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa
kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme
imunologi
15
Gambar 3 Imunobiologi dari Sindrom Guillain Barre
Diawali dengan infeksi (misalnya C Jejuni) menginduksi respon imun
yang akhirnya mengarah ke sindrom guillain barre Respon imun tergantung
pada faktor bakteri tertentu seperti pada spesifitas dari lipo-oligosakarida
(LOS) dan pada pasien yang terkait host faktor Polimorfisme genetik pada
pasien sebagian mungkin menentukan tingkat keparahan dari sindrom guillain
barre Adanya antibodi terhadap LOS dapat berikatan dan bereaksi dengan
ganglion saraf tertentu dan dapat mengaktifkan komplemen Tingkat
kerusakan saraf tergantung pada beberapa faktor Disfungsi saraf juga
menyebabkan kelemahan dan gangguan sensori (Doorn 2008)
16
F Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala SGB
1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh
2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu atau berbulan-
bulan
3 Kelemahan pada awalnya muncul ditungkai yang kemudian menjalar ke
atas hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan
4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan
5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi
sebelumnya dll
6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf
karena kerusakan mielin
7 Perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)
8 Takikardi
9 Wajah kemerahan diaforesis
10 Kesulitan dalam mengunyah atau menelan
G Patofisiologi
Mekanisme bagaimana infeksi vaksinasi trauma atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui
dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang
terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi Bukti-bukti
bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf
tepi pada sindroma ini adalah
1 Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell
mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi
2 Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3 Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran
pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi
saraf tepi
17
Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas
seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya
Pada SGB gangliosid merupakan target dari antibodi Ikatan antibody
dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin
Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari
system imun belum diketahui tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga
sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh Hal ini
didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid
dari tubuh manusia Campylobacter jejuni bakteri patogen yang menyebabkan
terjadinya diare mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari
gangliosid GM1 Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni kerusakan
terutama terjadi pada degenerasi akson Perubahan pada akson ini
menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1
untuk merespon adanya epitop yang sama Berdasarkan adanya sinyal infeksi
yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya
infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer Terbentuk makrofag di daerah
kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan
penghantaran impuls saraf (Israr 2009)
H Diagnosis
Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis SGB ditandai dengan
timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks
tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami
demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan
motorik perifer (Dewanto 2009)
Beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menegakkan diagnosis
Sindrome Guillain Barre diantaranya
1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh
2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu bahkan
berbulan-bulan
18
3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas
hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan
4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan
5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi
sebelumnya dll
6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf
karena kerusakan myelin
7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan
untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan
menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan
penglihatan kabur (Dewanto 2009)
I Pemeriksaan Penunjang
a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa
darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain
b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada
beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya
meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi
yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan
jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)
c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk
menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien
Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf
sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta
kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya
perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya
konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir
penyakit
d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot
(Dewanto 2009)
19
J Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati
komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya
Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus
dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus
segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan
pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan
adalah
1 Fisioterapi
Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan
kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan
sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka
fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot
(Stoll BJ 2004)
2 Plasma exchange therapy (PE)
Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk
mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian
plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa
perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang
lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling
efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya
gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg
dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange
(Stoll BJ 2004)
3 Imunoglobulin IV
Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat
menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi
autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG
yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T
cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin
intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek
20
sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2
minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5
hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI
(Stoll BJ 2004)
4 Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat
steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi
digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)
5 Perbaikan komunikasi
Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu
bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk
menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika
tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape
kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi
pasien (Baughman 2000)
6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan
komunitas
Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan
okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase
pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan
kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok
pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)
K Prognosis
Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun
terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik
neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat
hingga 95
21
22
III KESIMPULAN
1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat
ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah
infeksi akut
2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan
tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam
mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis
3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik
secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada
bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka
kesembuhan telah meningkat hingga 95
23
DAFTAR PUSTAKA
Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130
Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC
Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl
GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract
Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]
Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]
Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC
24
Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC
Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC
Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press
Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc
Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing
14
lebih lanjut oleh jalur fosforilasi oksidatif Selama glikolisis satu molekul
glukosa diuraikan menjadi dua molekul asam piruvat menghasilkan dua
molekul ATP dalam prosesnya Asam piruvat dapat diuraikan lebih lanjut
oleh fosforilasi oksidatif untuk mengekstraksi lebih banyak energi
Glikolisis memiliki dua keunggulan dibandingkan jalur fosforilasi
oksidatif yaitu dapat membentuk ATP tanpa O2 (anaerob) dan glikolisis
dapat berlangsung lebih cepat daripada fosforilasi oksidatif (Sherwood
2011)
E Patogenesis
Patogenesis pada sindroma guillain barre (SGB) sampai saat ini masih
belum diketahui dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa
kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme
imunologi
15
Gambar 3 Imunobiologi dari Sindrom Guillain Barre
Diawali dengan infeksi (misalnya C Jejuni) menginduksi respon imun
yang akhirnya mengarah ke sindrom guillain barre Respon imun tergantung
pada faktor bakteri tertentu seperti pada spesifitas dari lipo-oligosakarida
(LOS) dan pada pasien yang terkait host faktor Polimorfisme genetik pada
pasien sebagian mungkin menentukan tingkat keparahan dari sindrom guillain
barre Adanya antibodi terhadap LOS dapat berikatan dan bereaksi dengan
ganglion saraf tertentu dan dapat mengaktifkan komplemen Tingkat
kerusakan saraf tergantung pada beberapa faktor Disfungsi saraf juga
menyebabkan kelemahan dan gangguan sensori (Doorn 2008)
16
F Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala SGB
1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh
2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu atau berbulan-
bulan
3 Kelemahan pada awalnya muncul ditungkai yang kemudian menjalar ke
atas hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan
4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan
5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi
sebelumnya dll
6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf
karena kerusakan mielin
7 Perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)
8 Takikardi
9 Wajah kemerahan diaforesis
10 Kesulitan dalam mengunyah atau menelan
G Patofisiologi
Mekanisme bagaimana infeksi vaksinasi trauma atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui
dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang
terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi Bukti-bukti
bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf
tepi pada sindroma ini adalah
1 Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell
mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi
2 Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3 Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran
pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi
saraf tepi
17
Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas
seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya
Pada SGB gangliosid merupakan target dari antibodi Ikatan antibody
dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin
Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari
system imun belum diketahui tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga
sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh Hal ini
didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid
dari tubuh manusia Campylobacter jejuni bakteri patogen yang menyebabkan
terjadinya diare mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari
gangliosid GM1 Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni kerusakan
terutama terjadi pada degenerasi akson Perubahan pada akson ini
menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1
untuk merespon adanya epitop yang sama Berdasarkan adanya sinyal infeksi
yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya
infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer Terbentuk makrofag di daerah
kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan
penghantaran impuls saraf (Israr 2009)
H Diagnosis
Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis SGB ditandai dengan
timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks
tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami
demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan
motorik perifer (Dewanto 2009)
Beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menegakkan diagnosis
Sindrome Guillain Barre diantaranya
1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh
2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu bahkan
berbulan-bulan
18
3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas
hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan
4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan
5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi
sebelumnya dll
6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf
karena kerusakan myelin
7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan
untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan
menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan
penglihatan kabur (Dewanto 2009)
I Pemeriksaan Penunjang
a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa
darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain
b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada
beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya
meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi
yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan
jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)
c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk
menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien
Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf
sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta
kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya
perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya
konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir
penyakit
d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot
(Dewanto 2009)
19
J Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati
komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya
Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus
dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus
segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan
pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan
adalah
1 Fisioterapi
Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan
kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan
sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka
fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot
(Stoll BJ 2004)
2 Plasma exchange therapy (PE)
Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk
mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian
plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa
perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang
lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling
efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya
gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg
dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange
(Stoll BJ 2004)
3 Imunoglobulin IV
Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat
menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi
autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG
yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T
cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin
intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek
20
sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2
minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5
hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI
(Stoll BJ 2004)
4 Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat
steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi
digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)
5 Perbaikan komunikasi
Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu
bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk
menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika
tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape
kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi
pasien (Baughman 2000)
6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan
komunitas
Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan
okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase
pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan
kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok
pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)
K Prognosis
Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun
terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik
neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat
hingga 95
21
22
III KESIMPULAN
1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat
ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah
infeksi akut
2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan
tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam
mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis
3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik
secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada
bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka
kesembuhan telah meningkat hingga 95
23
DAFTAR PUSTAKA
Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130
Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC
Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl
GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract
Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]
Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]
Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC
24
Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC
Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC
Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press
Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc
Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing
15
Gambar 3 Imunobiologi dari Sindrom Guillain Barre
Diawali dengan infeksi (misalnya C Jejuni) menginduksi respon imun
yang akhirnya mengarah ke sindrom guillain barre Respon imun tergantung
pada faktor bakteri tertentu seperti pada spesifitas dari lipo-oligosakarida
(LOS) dan pada pasien yang terkait host faktor Polimorfisme genetik pada
pasien sebagian mungkin menentukan tingkat keparahan dari sindrom guillain
barre Adanya antibodi terhadap LOS dapat berikatan dan bereaksi dengan
ganglion saraf tertentu dan dapat mengaktifkan komplemen Tingkat
kerusakan saraf tergantung pada beberapa faktor Disfungsi saraf juga
menyebabkan kelemahan dan gangguan sensori (Doorn 2008)
16
F Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala SGB
1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh
2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu atau berbulan-
bulan
3 Kelemahan pada awalnya muncul ditungkai yang kemudian menjalar ke
atas hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan
4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan
5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi
sebelumnya dll
6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf
karena kerusakan mielin
7 Perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)
8 Takikardi
9 Wajah kemerahan diaforesis
10 Kesulitan dalam mengunyah atau menelan
G Patofisiologi
Mekanisme bagaimana infeksi vaksinasi trauma atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui
dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang
terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi Bukti-bukti
bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf
tepi pada sindroma ini adalah
1 Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell
mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi
2 Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3 Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran
pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi
saraf tepi
17
Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas
seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya
Pada SGB gangliosid merupakan target dari antibodi Ikatan antibody
dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin
Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari
system imun belum diketahui tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga
sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh Hal ini
didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid
dari tubuh manusia Campylobacter jejuni bakteri patogen yang menyebabkan
terjadinya diare mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari
gangliosid GM1 Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni kerusakan
terutama terjadi pada degenerasi akson Perubahan pada akson ini
menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1
untuk merespon adanya epitop yang sama Berdasarkan adanya sinyal infeksi
yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya
infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer Terbentuk makrofag di daerah
kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan
penghantaran impuls saraf (Israr 2009)
H Diagnosis
Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis SGB ditandai dengan
timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks
tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami
demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan
motorik perifer (Dewanto 2009)
Beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menegakkan diagnosis
Sindrome Guillain Barre diantaranya
1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh
2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu bahkan
berbulan-bulan
18
3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas
hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan
4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan
5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi
sebelumnya dll
6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf
karena kerusakan myelin
7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan
untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan
menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan
penglihatan kabur (Dewanto 2009)
I Pemeriksaan Penunjang
a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa
darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain
b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada
beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya
meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi
yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan
jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)
c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk
menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien
Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf
sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta
kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya
perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya
konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir
penyakit
d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot
(Dewanto 2009)
19
J Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati
komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya
Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus
dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus
segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan
pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan
adalah
1 Fisioterapi
Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan
kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan
sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka
fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot
(Stoll BJ 2004)
2 Plasma exchange therapy (PE)
Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk
mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian
plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa
perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang
lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling
efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya
gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg
dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange
(Stoll BJ 2004)
3 Imunoglobulin IV
Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat
menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi
autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG
yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T
cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin
intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek
20
sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2
minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5
hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI
(Stoll BJ 2004)
4 Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat
steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi
digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)
5 Perbaikan komunikasi
Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu
bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk
menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika
tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape
kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi
pasien (Baughman 2000)
6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan
komunitas
Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan
okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase
pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan
kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok
pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)
K Prognosis
Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun
terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik
neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat
hingga 95
21
22
III KESIMPULAN
1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat
ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah
infeksi akut
2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan
tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam
mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis
3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik
secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada
bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka
kesembuhan telah meningkat hingga 95
23
DAFTAR PUSTAKA
Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130
Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC
Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl
GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract
Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]
Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]
Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC
24
Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC
Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC
Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press
Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc
Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing
16
F Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala SGB
1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh
2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu atau berbulan-
bulan
3 Kelemahan pada awalnya muncul ditungkai yang kemudian menjalar ke
atas hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan
4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan
5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi
sebelumnya dll
6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf
karena kerusakan mielin
7 Perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)
8 Takikardi
9 Wajah kemerahan diaforesis
10 Kesulitan dalam mengunyah atau menelan
G Patofisiologi
Mekanisme bagaimana infeksi vaksinasi trauma atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui
dengan pasti Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang
terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi Bukti-bukti
bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf
tepi pada sindroma ini adalah
1 Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell
mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi
2 Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3 Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran
pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi
saraf tepi
17
Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas
seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya
Pada SGB gangliosid merupakan target dari antibodi Ikatan antibody
dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin
Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari
system imun belum diketahui tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga
sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh Hal ini
didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid
dari tubuh manusia Campylobacter jejuni bakteri patogen yang menyebabkan
terjadinya diare mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari
gangliosid GM1 Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni kerusakan
terutama terjadi pada degenerasi akson Perubahan pada akson ini
menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1
untuk merespon adanya epitop yang sama Berdasarkan adanya sinyal infeksi
yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya
infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer Terbentuk makrofag di daerah
kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan
penghantaran impuls saraf (Israr 2009)
H Diagnosis
Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis SGB ditandai dengan
timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks
tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami
demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan
motorik perifer (Dewanto 2009)
Beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menegakkan diagnosis
Sindrome Guillain Barre diantaranya
1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh
2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu bahkan
berbulan-bulan
18
3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas
hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan
4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan
5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi
sebelumnya dll
6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf
karena kerusakan myelin
7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan
untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan
menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan
penglihatan kabur (Dewanto 2009)
I Pemeriksaan Penunjang
a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa
darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain
b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada
beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya
meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi
yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan
jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)
c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk
menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien
Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf
sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta
kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya
perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya
konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir
penyakit
d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot
(Dewanto 2009)
19
J Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati
komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya
Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus
dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus
segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan
pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan
adalah
1 Fisioterapi
Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan
kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan
sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka
fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot
(Stoll BJ 2004)
2 Plasma exchange therapy (PE)
Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk
mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian
plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa
perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang
lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling
efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya
gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg
dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange
(Stoll BJ 2004)
3 Imunoglobulin IV
Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat
menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi
autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG
yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T
cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin
intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek
20
sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2
minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5
hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI
(Stoll BJ 2004)
4 Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat
steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi
digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)
5 Perbaikan komunikasi
Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu
bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk
menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika
tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape
kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi
pasien (Baughman 2000)
6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan
komunitas
Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan
okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase
pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan
kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok
pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)
K Prognosis
Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun
terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik
neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat
hingga 95
21
22
III KESIMPULAN
1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat
ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah
infeksi akut
2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan
tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam
mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis
3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik
secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada
bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka
kesembuhan telah meningkat hingga 95
23
DAFTAR PUSTAKA
Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130
Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC
Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl
GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract
Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]
Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]
Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC
24
Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC
Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC
Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press
Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc
Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing
17
Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas
seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya
Pada SGB gangliosid merupakan target dari antibodi Ikatan antibody
dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin
Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari
system imun belum diketahui tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga
sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh Hal ini
didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid
dari tubuh manusia Campylobacter jejuni bakteri patogen yang menyebabkan
terjadinya diare mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari
gangliosid GM1 Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni kerusakan
terutama terjadi pada degenerasi akson Perubahan pada akson ini
menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1
untuk merespon adanya epitop yang sama Berdasarkan adanya sinyal infeksi
yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya
infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer Terbentuk makrofag di daerah
kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan
penghantaran impuls saraf (Israr 2009)
H Diagnosis
Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis SGB ditandai dengan
timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks
tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami
demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan
motorik perifer (Dewanto 2009)
Beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menegakkan diagnosis
Sindrome Guillain Barre diantaranya
1 Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh
2 Kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari atau minggu bahkan
berbulan-bulan
18
3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas
hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan
4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan
5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi
sebelumnya dll
6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf
karena kerusakan myelin
7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan
untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan
menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan
penglihatan kabur (Dewanto 2009)
I Pemeriksaan Penunjang
a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa
darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain
b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada
beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya
meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi
yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan
jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)
c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk
menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien
Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf
sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta
kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya
perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya
konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir
penyakit
d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot
(Dewanto 2009)
19
J Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati
komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya
Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus
dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus
segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan
pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan
adalah
1 Fisioterapi
Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan
kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan
sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka
fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot
(Stoll BJ 2004)
2 Plasma exchange therapy (PE)
Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk
mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian
plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa
perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang
lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling
efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya
gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg
dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange
(Stoll BJ 2004)
3 Imunoglobulin IV
Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat
menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi
autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG
yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T
cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin
intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek
20
sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2
minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5
hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI
(Stoll BJ 2004)
4 Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat
steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi
digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)
5 Perbaikan komunikasi
Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu
bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk
menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika
tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape
kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi
pasien (Baughman 2000)
6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan
komunitas
Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan
okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase
pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan
kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok
pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)
K Prognosis
Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun
terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik
neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat
hingga 95
21
22
III KESIMPULAN
1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat
ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah
infeksi akut
2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan
tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam
mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis
3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik
secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada
bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka
kesembuhan telah meningkat hingga 95
23
DAFTAR PUSTAKA
Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130
Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC
Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl
GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract
Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]
Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]
Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC
24
Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC
Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC
Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press
Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc
Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing
18
3 Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai kemudian menjalar ke atas
hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot lengan
4 Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan
5 Adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi kehamilan operasi
sebelumnya dll
6 Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf
karena kerusakan myelin
7 Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah kesulitan
untuk mulai BAK inkontinensia urin dan alvi konstipasi kesulitan
menelan dan bernapas perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan
penglihatan kabur (Dewanto 2009)
I Pemeriksaan Penunjang
a Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap glukosa
darah dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain
b Pada peemeriksaan CSS ditemukan peningkatan kosentrasi protein pada
beberapa pasien setelah 2-3 minggu Fraksi gama-globulin biasanya
meningkat Sel-sel terutama monosit ditemukan pada 20 kasus tetapi
yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan
jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik)
c Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk
menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson Gambaran pada pasien
Sindroma Guillain Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf
sensorik dan motorik memanjangnya latensi motorik distal serta
kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya
perlambatanpada segmen proksimal dan radiks saraf Melambatnya
konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada perjalanan akhir
penyakit
d Pemeriksaan EMG (Electromyograph) untuk menilai aksi potensial otot
(Dewanto 2009)
19
J Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati
komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya
Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus
dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus
segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan
pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan
adalah
1 Fisioterapi
Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan
kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan
sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka
fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot
(Stoll BJ 2004)
2 Plasma exchange therapy (PE)
Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk
mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian
plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa
perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang
lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling
efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya
gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg
dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange
(Stoll BJ 2004)
3 Imunoglobulin IV
Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat
menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi
autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG
yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T
cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin
intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek
20
sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2
minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5
hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI
(Stoll BJ 2004)
4 Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat
steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi
digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)
5 Perbaikan komunikasi
Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu
bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk
menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika
tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape
kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi
pasien (Baughman 2000)
6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan
komunitas
Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan
okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase
pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan
kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok
pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)
K Prognosis
Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun
terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik
neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat
hingga 95
21
22
III KESIMPULAN
1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat
ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah
infeksi akut
2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan
tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam
mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis
3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik
secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada
bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka
kesembuhan telah meningkat hingga 95
23
DAFTAR PUSTAKA
Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130
Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC
Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl
GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract
Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]
Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]
Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC
24
Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC
Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC
Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press
Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc
Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing
19
J Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala mengobati
komplikasi mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya
Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus
dilakukan observasi tanda-tanda vital Penderita dengan gejala berat harus
segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan
pengobatan dan fisioterapi Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan
adalah
1 Fisioterapi
Fisioterapi dada secara tratur untuk mencegah retensi sputum dan
kolaps paru Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan
sendi Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka
fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot
(Stoll BJ 2004)
2 Plasma exchange therapy (PE)
Plasmaparesis atay plasma exchange bertujuan untuk
mengeluarkan faktor autoantibody yang beredar Pemakaian
plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik berupa
perbaikan klinis yang lebih cepat penggunaaan alat bantu nafas yang
lebih sedikit dan lama perawatn yang lebih pendek Waktu yang paling
efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya
gejala Jumlah plasma dikeluarkan per exchange adalah 40-50 mlkg
dalam waktu 7 ndash 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange
(Stoll BJ 2004)
3 Imunoglobulin IV
Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat
menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi
autoantibodi tersebut IVI g juga dapat mempercepat katabolisme IgG
yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T
cells patologis tidak terbentuk Pengobatan dengan gamma globulin
intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek
20
sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2
minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5
hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI
(Stoll BJ 2004)
4 Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat
steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi
digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)
5 Perbaikan komunikasi
Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu
bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk
menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika
tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape
kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi
pasien (Baughman 2000)
6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan
komunitas
Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan
okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase
pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan
kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok
pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)
K Prognosis
Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun
terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik
neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat
hingga 95
21
22
III KESIMPULAN
1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat
ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah
infeksi akut
2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan
tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam
mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis
3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik
secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada
bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka
kesembuhan telah meningkat hingga 95
23
DAFTAR PUSTAKA
Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130
Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC
Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl
GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract
Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]
Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]
Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC
24
Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC
Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC
Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press
Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc
Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing
20
sampingkomplikasi lebih ringan Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2
minggu setelah gejala muncul dengan dosis 04 g kgBB hari selama 5
hari Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVI
(Stoll BJ 2004)
4 Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat
steroid tidak mempunyai nilaitidak bermanfaat untuk terapi SGB Tetapi
digunakan pada SGB tipe CIDP (Stoll BJ 2004)
5 Perbaikan komunikasi
Tetapkan komunikasi melalui teknik membaca bibir gunakan kartu
bergambar gabungkan dengan system mengedipkan mata untuk
menandakan ya atau tidak jika pasien sedang dalam ventilator atau jika
tidak dapat berbicara Berikan terapi hiburan yaitu televise radio tape
kunjungan untuk menghilangkan sebagian rasa frustrasi yang dihadapi
pasien (Baughman 2000)
6 Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan perawayan di rumah dan
komunitas
Berikan dorongan untuk melakukan program terapi fisik dan
okupasi di rumah kemudian dukung pasien dan keluarga melewati fase
pemulihan ang panjang dan tingkatan keterlibatan untuk mengembalikan
kemampuan yang sebelumnya di miliki Informasikan kepada kelompok
pendukung Guillain Barre (bila ada) (Baughman 2000)
K Prognosis
Mortalitas dan morbilitas telah membaik secara bemakna selama 50 tahun
terakhir Dengan adanya kemajuan pada bidang anastesi pediatrik
neonatologi dan teknik pembedahan angka kesembuhan telah meningkat
hingga 95
21
22
III KESIMPULAN
1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat
ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah
infeksi akut
2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan
tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam
mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis
3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik
secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada
bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka
kesembuhan telah meningkat hingga 95
23
DAFTAR PUSTAKA
Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130
Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC
Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl
GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract
Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]
Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]
Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC
24
Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC
Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC
Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press
Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc
Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing
21
22
III KESIMPULAN
1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat
ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah
infeksi akut
2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan
tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam
mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis
3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik
secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada
bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka
kesembuhan telah meningkat hingga 95
23
DAFTAR PUSTAKA
Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130
Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC
Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl
GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract
Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]
Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]
Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC
24
Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC
Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC
Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press
Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc
Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing
22
III KESIMPULAN
1 Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat
ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah
infeksi akut
2 Tanda dan gejala yaitu kelemahan otot refleks tendon menghilang perubahan
tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) takikardi kesulitan dalam
mengunyah atau menelan wajah kemerahan diaforesis
3 Mortalitas dan morbilitas dari Sindroma Guillain Barre (SGB) telah membaik
secara bemakna selama 50 tahun terakhir Dengan adanya kemajuan pada
bidang anastesi pediatrik neonatologi dan teknik pembedahan angka
kesembuhan telah meningkat hingga 95
23
DAFTAR PUSTAKA
Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130
Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC
Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl
GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract
Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]
Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]
Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC
24
Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC
Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC
Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press
Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc
Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing
23
DAFTAR PUSTAKA
Adam RD Victor M 2005 Principles of Neurology Mc Graw-Hill Inc New York 1126 - 1130
Baughman Diane C 2000 Keperawatan medikal-bedah Jakarta EGC
Dewanto George 2009 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Dewanto George 200 Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf Jakarta EGC
Doorn Pieter A Van Ruts Liselotte Jaccobs Bart C 2008 Clinical Features Pathogenesis and Treatment of Guillain-Barreacute Syndrome Vol 203 URL pavandoornerasmusmcnl
GianluigiPKyprosNXimenesRet al 2009 Diploma in Fetal Medicine and ISUOG Education Series Gastrointestinal Tract
Israr Yayan Akhyar dkk 2009 Sindroma Guillain-Barre Faculty of Medicine ndash University of Riau Available from httpwwwFiles-of-DrsMedtk [diakses tanggal 9 November 2011]
Japardi I 2002 Sindroma Guillan-Barre FK USU Bagian Bedah Available from httplibraryusuaciddownloadfkbedah-iskandar20japardi46pdf [diakses tanggal 9 November 2011]
Miller AC 2009 Guillain-Barre Syndrome Available from httpemedicinemedscapecomarticle792008-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Nelson amp Behrman K 2004 Nelson Text Book of Pediatric Volume 2 Ed 15 Jakarta EGC
24
Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC
Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC
Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press
Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc
Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing
24
Price Sylvia Anderson Lorraine McCarty Wilson 2005 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta EGC
Ramachandran TS 2009 Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAvailable from httpemedicinemedscapecomarticle1169959-overview [diakses tanggal 9 November 2011]
Sherwood Lauralee 2011 Fisiologi Manusia dari Sel Ke System Jakarta EGC
Shoenfeld Yehuda 2008 Diagnostic Criteria in Autoimune Diseases Israel Humana Press
Stoll BJ Kliegman RM 2004 Behrman-Nelson Pediatric Textbook Pennsylvania Saunders Inc
Wilkinson I Lennox G 2005 Essential Neurology 4th Ed UK Blackwell Publishing