case sefalgia.doc
TRANSCRIPT
Case Report Session
SEFALGIA
c
Oleh :
Tia Amalia Puti 07923022
Pembimbing :
Prof. Dr. H. Basjiruddin Ahmad, Sp.S ( K )
dr. Hj. Yuliarni Syafrita, Sp.S ( K )
Bagian Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran - Universitas Andalas Padang
2014
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
I.1. Cephalgia
I.1.1. Definisi
Dapat dikatakan sebagai rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan pada daerah
atas kepala memanjang dari orbital sampai ke daerah belakang kepala (area oksipital
dan sebagian daerah tengkuk). Nyeri kepala adalah nyeri yang berlokasi di atas garis
orbitomeatal. Pendapat lain mengatakan nyeri atau perasaan tidak enak diantara
daerah orbital dan oksipital yang muncul dari struktur nyeri yang sensitif.
I.1.2. Etiologi
Penyebab yeri kepala bersifat multifaktorial, seperti kelainan emosional,
cedera kepala, migraine, demam, kelainan vaskuler intrakranial otot, massa
intrakranial, penyakit mata, telinga / hidung.
I.1.3. Manifestasi Klinik
a) Lokasi Nyeri
Nyeri yang berasal dari bangunan intrakranial tidak dirasakan didalam
rongga tengkorak melainkan akan diproyeksikan ke permukaan dan dirasakan
di daerah distribusi saraf yang bersangkutan. Nyeri yang berasal dari dua
pertiga bagian depan kranium, di fosa kranium tengah dan depan, serta di
supratentorium serebeli dirasakan di daerah frontal, parietal di dalam atau
belakang bola mata dan temporal bawah. Nyeri ini disalurkan melalui cabang
pertama nervus Trigeminus.
Nyeri yang berasal dari bangunan di infratentorium serebeli di fosa
posterior (misalnya di serebelum) biasanya diproyeksikan ke belakang telinga,
di atas persendian serviko-oksipital atau dibagian atas kuduk. Nervi kraniales
IX dan X dan saraf spinal C1, C2 dan C3 berperan untuk perasaan di bagian
infratentorial. Bangunan peka nyeri ini terlibat melalui berbagai cara yaitu oleh
peradangan, traksi, kontraksi otot dan dilatasi pembuluh darah.
Nyeri yang berhubungan dengan penyakit mata, telinga & hidung
cenderung di frontal pada permulaannya. Nyeri kepala yang bertambah hebat
menunjukkan kemungkinan massa intrakranial yang membesar (hematoma
subdural, anerysma, tumor otak).
2
b) Durasi Nyeri
Lamanya nyeri kepala bervariasi, pada nyeri kepala tekanan (pressure
headache) disebabkan oleh ketegangan emosional dapat berlangsung berhari-
hari atau berminggu-minggu. Pada penderita migraine dirasakan nyeri kepala
paroksismal, singkat & melumpuhkan, berlansung kurang dari 30 menit.
c) Frekuensi Nyeri
Berulangnya nyeri kepala suatu fenomena yang telah diketahui. Pada
wanita yang menderita migrane akan mendapat serangan berulang ketika
sedang menstruasi. Sedangkan nyeri kepala yang berhubungan dengan
gangguan hidung akan berulang apabila sering terjadi infeksi traktus
respiratorius atas yang sering ditemukan.
I.1.4. Patogenesis
Menurut H.G.Wolf terdapat 6 mekanisme dasar yang menimbulkan nyeri kepala
yang berasal dari sumber intracranial, yaitu :
1. Tarikan pada vena yang berjalan ke sinus venosus dari permukaan otak dan
pergeseran sinus-sinus venosus utama.
2. Tarikan pada A. Meningea media
3. Tarikan pada pembuluh-pembuluh arteri besar di otak atau tarikan pada
cabang-cabangnya.
4. Distensi dan dilatasi pembuluh-pembuluh nadi intrakranial (A. Frontalis,
A. Temporalis, A. Discipitalies)
5. Inflamasi pada atau sekitar struktur kepala yang peka terhadap nyeri
meliputi kulit kepala, periosteum, (m. frontalis, m. temporalis, m.oksipitalis)
6. Tekanan langsung pada nervus cranialis V, IX, X saraf spinal dan
cervikalis bagian atas yang berisi banyak serabut aferen rasa nyeri.
Daerah yang tidak peka terhadap nyeri adalah : parenkim otak, ependim ventrikel,
pleksus koroideus, sebagian besar duramater, piarachnoid meningen meliputi
konvektivitas otak dan tulang kepala. Tetapi rasa nyeri tersebut dapat dibangkitkan
oleh karena tindakan fisik seperti batuk, mengejan yang meningkatkan tekanan
intrakranial dan dapat memperburuk nyeri kepala berhubungan dengan perdarahan
atau massa intrakranial.
3
I.1.5. Klasifikasi
Tabel 1. Klasifikasi Nyeri Kepala Berdasarkan Etiologi
Berikut ini klasifikasi nyeri kepala berdasarkan penyebabnya :
1) Nyeri kepala primer
Berikut ini beberapa jenis nyeri kepala primer :
a. Migren
b. Tension Type Headache
c. Cluster headache
d. Other primary headaches
2) Nyeri kepala sekunder
Berikut ini beberapa jenis nyeri kepala sekunder :
a. Nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan / atau
leher.
b. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan vaskuler cranial
atau servikal
c. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan non vaskuler
intracranial.
d. Nyeri kepala yang berkaitan dengan substansi atau
withdrawalnya.
e. Nyeri kepala yang berkaitan dengan infeksi.
f. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan hemostasis.
g. Nyeri kepala atau nyeri vaskuler berkaitan dengan kelainan
kranium, leher, mata, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut, atau struktur
4
facial atau kranial lainnya.
h. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan psikiatrik.
3) Neuralgia kranial, sentral atau nyeri facial primer dan nyeri kepala lainnya
Terbagi menjadi :
a. Neuralgia kranial dan penyebab sentral nyeri facial.
b. Nyeri kepala lainnya, neuralgia kranial, sentral atau nyeri facial
primer.
I.1.6. Nyeri Kepala Primer
A. Migraine
Gambar 1. Distribusi Nyeri pada Migraine
Definisi
Migraine adalah nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4 -
72 jam. Karekteristik nyeri kepala unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau
berat, bertambah berat dengan aktivitas fisik yang rutin dan diikuti dengan mual
dan/atau fotofobia dan fonofobia.
Etiologi
Penyebab pasti migraine tidak diketahui, namun 70 – 80 % penderita migraine
memiliki anggota keluarga dekat dengan riwayat migraine juga. Risiko terkena
migraine meningkat 4 kali lipat pada anggota keluarga para penderita migraine
dengan aura. Namun, dalam migraine tanpa aura tidak ada keterkaitan genetik
yang mendasarinya, walaupun secara umum menunjukkan hubungan antara
riwayat migraine dari pihak ibu. Migraine juga meningkat frekuensinya pada
orang-orang dengan kelainan mitokondria seperti MELAS (mitochondrial
5
myopathy, encephalopathy, lactic acidosis, and strokelike episodes). Pada pasien
dengan kelainan genetik CADASIL (cerebral autosomal dominant arteriopathy
with subcortical infarcts and leukoencephalopathy) cenderung timbul migrane
dengan aura.
Klasifikasi
Secara umum migraine dibagi menjadi dua, yaitu:
a) Migraine dengan aura
Migraine dengan aura disebut juga sebagai migraine klasik. Diawali
dengan adanya gangguan pada fungsi saraf, terutama visual, diikuti oleh
nyeri kepala unilateral, mual, dan kadang muntah, kejadian ini terjadi
berurutan dan manifestasi nyeri kepala biasanya tidak lebih dari 60 menit
yaitu sekitar 5-20 menit.
b) Migraine tanpa aura
Migraine tanpa aura disebut juga sebagai migraine umum. Sakit
kepalanya hampir sama dengan migraine dengan aura. Nyerinya pada
salah satu bagian sisi kepala dan bersifat pulsatil dengan disertai mual,
fotofobia dan fonofobia. Nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam.
Diagnosis
a. Migraine tanpa aura
1) Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan yang memenuhi kriteria 2-4.
2) Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (tidak diobati atau tidak
berhasil diobati).
3) Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut :
Lokasi unilateral
Kualitas berdenyut
Intensitas nyeri sedang atau berat
Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau penderita
menghindari aktivitas fisik rutin (seperti berjalan atau naik
tangga).
4) Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini :
Mual dan/atau muntah
Fotofobia dan fonofobia
5) Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain.
b. Migraine dengan aura
Kriteria diagnostik :
6
1) Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan yang memenuhi criteria 2-4.
2) Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini tetapi
tidak dijumpai kelemahan motorik:
Gangguan visual yang reversibel seperti : positif (cahaya yang
berkedip-kedip, bintik-bintik atau garis-garis) dan negatif
(hilangnya penglihatan).
Gangguan sensoris yang reversible termasuk positif (pins and
needles), dan/atau negatif (hilang rasa/baal).
Gangguan bicara disfasia yang reversibel
3) Paling sedikit dua dari dibawah ini:
Gejala visual homonim dan/atau gejala sensoris unilateral 17
Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual > 5 menit
dan /atau jenis aura yang lainnya > 5 menit.
Masing-masing gejala berlangsung > 5 menit dan < 60 menit.
4) Nyeri kepala memenuhi kriteria 2-4
5) Tidak berkaitan dengan kelainan lain.
Tatalaksana
a) Medikamentosa
1. Terapi Abortif
Sumatriptan
- Indikasi: serangan migren akut dengan atau tanpa aura
- Dosis & Cara Pemberian: dapat diberikan secara subkutan
dengan dosis 4-6 mg. Dapat diulang sekali setelah 2 jam
kemudian jika dibutuhkan. Dosis maksimum 12 mg per 24
jam.
Zolmitriptan
- Indikasi: Untuk mengatasi serangan migraine akut dengan
atau tanpa aura pada dewasa. Tidak ditujukan untuk terapi
profilaksis migren atau untuk tatalaksana migren hemiplegi
atau basilar.
- Dosis & Cara Pemberian : Pada uji klinis, dosis tunggal 1; 2,5
dan 5 mg efektif mengatasi serangan akut. Pada perbandingan
dosis 2,5 dan 5 mg, hanya terjadi sedikit penambahan manfaat
dari dosis lebih besar, namun efek samping meningkat. Oleh
karena itu, pasien sebaiknya mulai dengan doss 2,5 atau lebih
7
rendah. Jika sakit terasa lagi, dosis bisa diulang setelah 2 jam,
dan tidak lebih dari 10 mg dalam periode 24 jam.
Eletriptan
- Indikasi: Penanganan migraine akut dengan atau tanpa aura.
- Dosis & Cara Pemberian: 20–40 mg po saat onset
berlangsung, dapat diulang 2 jam kemudian sebanyak 1 kali.
Dosis maksimum tidak melebihi 80 mg/24 jam.
2. Terapi Profilaktif
Tujuan dari terapi profilaktif adalah untuk mengurangi frekuensi berat
dan lamanya serangan, meningkatkan respon pasien terhadap
pengobatan, serta pengurangan disabilitas. Obat-obatan yang sering
diberikan :
Beta-blocker:
- Propanolol yang dimulai dengan dosis 10-20 mg 2-3x1 dan
dapat ditingkatkan secara gradual menjadi 240 mg/hari.
- Atenolol 40-160 mg/hari
- Timolol 20-40 mg/hari
- Metoprolol 100-200 mg/hari
Calcium Channel Blocker:
- Verapamil 320-480 mg/hari
- Nifedipin 90-360 mg/hari
Antidepresan, misalnya amitriptilin 25-125 mg, antidepresan
trisiklik, yang terbukti efektif untuk mencegah timbulnya migraine.
Antikonvulsan:
- Asam valproat 250 mg 3-4x1
- Topiramat
Methysergid, derivatif ergot 2-6 mg/hari untuk beberapa minggu
sampai bulan efektif untuk mencegah serangan migraine.
8
B. Tension Type Headache (TTH)
Definisi
Merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala akibat kontraksi terus menerus otot- otot
kepala dan tengkuk ( M.splenius kapitis, M.temporalis, M.maseter,
M.sternokleidomastoid, M.trapezius, M.servikalis posterior, dan M.levator skapula).
Etiologi dan Faktor Resiko
Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH) adalah stress, depresi,
bekerja dalam posisi yang menetap dalam waktu lama, kelelahan mata, kontraksi otot
yang berlebihan, berkurangnya aliran darah, dan ketidakseimbangan neurotransmitter
seperti dopamin, serotonin, noerpinefrin, dan enkephalin.
Klasifikasi
Klasifikasi TTH adalah Tension Type Headache episodik dan dan Tension Type
Headache kronik. Tension Type Headache episodik, apabila frekuensi serangan tidak
mencapai 15 hari setiap bulan. Tension Type Headache episodik (ETTH) dapat
berlangsung selama 30 menit – 7 hari. Tension Type Headache kronik (CTTH)
apabila frekuensi serangan lebih dari 15 hari setiap bulan dan berlangsung lebih dari 6
bulan.
Diagnosa
Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang – kurangnya dua dari
berikut ini : (1) adanya sensasi tertekan/terjepit, (2) intensitas ringan – sedang, (3)
lokasi bilateral, (4) tidak diperburuk aktivitas. Selain itu, tidak dijumpai mual muntah,
tidak ada salah satu dari fotofobia dan fonofobia.
Terapi
Relaksasi selalu dapat menyembuhkan TTH. Pasien harus dibimbing untuk
mengetahui arti dari relaksasi yang mana dapat termasuk bed rest, massage, dan atau
latihan biofeedback. Pengobatan farmakologi adalah simpel analgesia dan atau mucles
relaxants. Ibuprofen dan naproxen sodium merupakan obat yang efektif untuk
kebanyakan orang. Jika pengobatan simpel analgesia (asetaminofen, aspirin,
ibuprofen, dll.) gagal maka dapat ditambah butalbital dan kafein ( dalam bentuk
kombinasi seperti Fiorinal) yang akan menambah efektifitas pengobatan.
9
C. Cluster Headache
Gambar 2. Lokasi Nyeri pada Cluster Headache
Definisi
Nyeri kepala klaster (cluster headache) merupakan nyeri kepala vaskular yang juga
dikenal sebagai nyeri kepala Horton, sfenopalatina neuralgia, nyeri kepala histamine,
sindrom Bing, erythrosophalgia, neuralgia migrenosa, atau migren merah (red
migraine) karena pada waktu serangan akan tampak merah pada sisi wajah yang
mengalami nyeri.
Etiologi
Etiologi cluster headache adalah sebagai berikut :
Penekanan pada nervus trigeminal (nervus V) akibat dilatasi pembuluh
darah sekitar.
Pembengkakan dinding arteri carotis interna.
Pelepasan histamin.
Letupan paroxysmal parasimpatis.
Abnormalitas hipotalamus.
Penurunan kadar oksigen.
Pengaruh genetik
Diduga faktor pencetus cluster headache antara lain :
Glyceryl trinitrate.
Alkohol.10
Terpapar hidrokarbon.
Panas.
Terlalu banyak atau terlalu sedikit tidur.
Stres.
Diagnosis
Diagnosis nyeri kepala klaster menggunakan kriteria oleh International Headache
Society (IHS) adalah sebagai berikut:
a. Paling sedikit 5 kali serangan dengan kriteria seperti di bawah
b. Berat atau sangat berat unilateral orbital, supraorbital, dan atau nyeri
temporal selama 15 – 180 menit bila tidak di tatalaksana.
c. Sakit kepala disertai satu dari kriteria dibawah ini :
1. Injeksi konjungtiva ipsilateral dan atau lakriimasi
2. Kongesti nasal ipsilateral dan atau rhinorrhea
3. Edema kelopak mata ipsilateral
4. Berkeringat pada bagian dahi dan wajah ipsilateral
5. Miosis dan atau ptosis ipsilateral
6. Kesadaran gelisah atau agitasi
d. Serangan mempunyai frekuensi 1 kali hingga 8 kali perhari
e. Tidak berhubungan dengan kelainan yang lain.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis terhadap cluster headache dapat dibagi ke dalam pengobatan
terhadap serangan akut, dan pengobatan preventif, yang bertujuan untuk menekan
serangan. Pengobatan akut dan preventif dimulai secara bersamaan saat periode awal
cluster. Pilihan pengobatan pembedahan yang terbaru dan neurostimulasi telah
menggantikan pendekatan pengobatan yang bersifat merugikan.
a. Pengobatan Serangan Akut
Oksigen: inhalasi oksigen, kadar 100% sebanyak 10-12 liter/menit
selama 15 menit sangat efektif, dan merupakan pengobatan yang
aman untuk cluster headache akut.
Triptan: Sumatriptan 6 mg subkutan, sumatriptan 20 mg intranasal,
dan zolmitriptan 5 mg intranasal efektif pada pengobatan akut cluster
headache. Tiga dosis zolmitriptan dalam dua puluh empat jam bisa
diterima. Tidak terdapat bukti yang mendukung penggunaan triptan
oral pada cluster headache.
11
Dihidroergotamin 1 mg intramuskular efektif dalam menghilangkan
serangan akut cluster headache. Cara intranasal terlihat kurang
efektif, walaupun beberapa pasien bermanfaat menggunakan cara
tersebut.
Lidokain: tetes hidung topikal lidokain dapat digunakan untuk
mengobati serangan akut cluster headache. Pasien tidur telentang
dengan kepala dimiringkan ke belakang ke arah lantai 30° dan beralih
ke sisi sakit kepala. Tetes nasal dapat digunakan dan dosisnya 1 ml
lidokain 4% yang dapat diulang setekah 15 menit.
b. Preventif
Verapamil, dosis 80 mg tiga kali sehari, dosis harian akan
ditingkatkan secara bertahap dari 80 mg setiap 10-14 hari. Dosis
ditingkatkan sampai serangan cluster menghilang, efek samping atau
dosis maksimum sebesar 960 mg perhari.
Kortikosteroid dalam bentuk prednison 1 mg/kgbb sampai 60 mg
selama empat hari yang diturunkan bertahap selama tiga minggu.
Lithium karbonat, dosis lithium sebesar 600 mg sampai 900 per-hari
dalam dosis terbagi.
Topiramat, dosis 100-200 mg perhari.
Melatonin, dosis biasa yang digunakan adalah 9 mg perhari.
Obat-obat pencegahan lainnya termasuk gabapentin (sampai 3600
perhari) dan methysergide (3 sampai 12 mg perhari).
Injeksi pada saraf oksipital: Injeksi metilprednisolon (80 mg) dengan
lidokain ke dalam area sekitar nervus oksipital terbesar ipsilateral
sampai ke lokasi serangan.
Pendekatan Bedah: Pendekatan bedah modern pada cluster headache
didominasi oleh stimulasi otak dalam pada area hipotalamus posterior
grey matter dan stimulasi nervus oksipital.
I.1.7. Nyeri Kepala Sekunder
Sakit kepala sekunder dapat dibagi menjadi sakit kepala yang disebabkan oleh
karena trauma pada kepala dan leher, sakit kepala akibat kelainan vaskular kranial
dan servikal, sakit kepala yang bukan disebabkan kelainan vaskular intrakranial,
sakit kepala akibat adanya zat atau withdrawal, sakit kepala akibat infeksi, sakit
kepala akibat gangguan homeostasis, sakit kepala atau nyeri pada wajah akibat
12
kelainan kranium, leher, telinga, hidung, gigi, mulut atau struktur lain di kepala dan
wajah, sakit kepala akibat kelainan psikiatri. Sakit kepala sekunder merupakan sakit
kepala yang disebabkan adanya suatu penyakit tertentu (underlying disease). Pada
sakit kepala kelompok ini, rasa nyeri di kepala merupakan tanda dari berbagai
penyakit. Adapun penyakit yang dapat menimbulkan sakit kepala adalah :
1. Infeksi sistemik seperti flu, demam dengue/demam berdarah denggue,
sinusitis, radang tenggorokan dan lain-lain
2. Aneurisma otak
3. Tumor otak
4. Keracunan karbon dioksida
5. Glaukoma
6. Kelainan refraksi mata (mata minus/plus)
7. Cedera kepala
8. Ensefalitis (radang otak)
9. Meningitis (radang selaput otak)
10. Perdarahan otak
11. Stroke
12. Efek samping obat
13. Dan lain-lain
Sebagian besar sakit kepala bersifat ringan atau disebabkan penyakit yang ringan.
Namun kita tetap harus waspada karena sakit kepala juga dapat merupakan gejala
dari penyakit yang serius seperti radang otak/selaput otak, perdarahan otak, stroke,
tumor otak, glaukoma, dan lain-lain. Adapun karakteristik sakit kepala yang
menjadi tanda penyakit serius adalah sebagai berikut :
1. Sangat sakit – paling sakit ( “worst” headache ever) : rasa sakit yang dirasakan
sangat sakit, jauh lebih sakit dibandingkan sakit kepala sebelumnya
2. Sakit kepala berat yang dirasakan pertama kalinya
3. Sakit kepala yang bertambah berat dalam beberapa hari atau beberapa minggu
4. Ada gangguan saraf seperti kelumpuhan, kebutaan, dan lain-lain
13
5. Sakit kepala disertai demam (yang penyebab demam tidak diketahui dengan
jelas)
6. Muntah yang terjadi mendahului sakit kepala
7. Sakit kepala yang dicetuskan oleh bending, mengangkat beban, dan batuk
8. Sakit kepala timbul segera setelah bangun tidur
9. Usia lebih dari 55 tahun
10. Sakit kepala pada anak
I.2. Space Occupying Lesion (SOL)
I.2.1. Definisi
Space occupying lesion intrakranial (lesi desak ruang intrakranial)
didefinisikan sebagai neoplasma, jinak atau ganas, primer atau sekunder, serta setiap
inflamasi yang berada di dalam rongga tengkorak yang menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial dan menempati ruang di dalam otak. Space occupying lesion
intrakranial meliputi tumor, hematoma, dan abses.
I.2.2. Etiologi SOL
1. Tumor Otak
Tumor otak atau tumor intrakranial adalah neoplasma atau proses desak ruang
(space occupying lesion) yang timbul di dalam rongga tengkorak baik di dalam
kompartemen supertentorial maupun infratentorial. Keganasan tumor otak yang
memberikan implikasi pada prognosanya didasari oleh morfologi sitologi tumor
dan konsekuensi klinis yang berkaitan dengan tingkah laku biologis. Sifat-sifat
keganasan tumor otak didasari oleh hasil evaluasi morfologi makroskopis dan
histologis neoplasma, dikelompokkan atas :
a. Benigna (jinak)
Morfologi tumor tersebut menunjukkan batas yang jelas, tidak
infiltratif dan hanya mendesak organ-organ sekitar. Selain itu, ditemukan
adanya pembentukan kapsul serta tidak adanya metastasis maupun rekurensi
setelah dilakukan pengangkatan total. Secara histologis, menunjukkan
struktur sel yang reguler, pertumbuhan la,a tanpa mitosis, densitas sel yang
rendah dengan diferensiasi struktur yang jelas parenkhim, stroma yang
tersusun teratur tanpa adanya formasi baru.
b. Maligna (ganas)
14
Tampilan mikroskopis yang infiltratif atau ekspansi destruktur tanpa
batas yang jelas, tumbuh cepat serta cenderung membentuk metastasis dan
rekurensi pasca pengangkatan total.
Tumor otak menyebabkan timbulnya gangguan neurologik progresif.
Gangguan neurologik pada tumor otak biasanya disebabkan oleh dua faktor,
yaitu gangguan fokal akibat tumor dan kenaikan intrakranial. Gangguan fokal
terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi atau invasi
langsung pada aprenkim otak dengan kerusakan jaringan neural. Perubahan
suplai darah akibat tekanan tumor yang bertumbuh menyebabkan nekrosis
jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi
sebagai hilangnya fungsi secara akut dan gangguan serebrovaskular primer.
Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron dihubungkan
dengan kompresi, invasi, dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Beberapa
tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitar sehingga
memperberat gangguan neurologis fokal.
Berikut ini klasifikasi tumor intracranial menurut WHO :
Jenis Tumor AsalStatus
Keganasan
Persentase
Dari Semua
Tumor Otak
Yang Sering
Terkena
KordomaSel saraf dari
kolumna spinalis
Jinak tetapi
invasif<> Dewasa
Tumor sel germ Sel-sel embrionikGanas atau
jinak1% Anak-anak
Glioma (glioblastoma
multiformis, astrositoma,
oligodendtrositoma)
Sel-sel penyokong
otak, termasuk
astrosit &
oligodendrosit
Ganas atau
relatif jinak65%
Anak-anak &
dewasa
Hemangioblastoma Pembuluh darah Jinak 1-2%Anak-anak &
dewasa
Meduloblastoma Sel-sel embrionik Ganas Anak-anak
Meningioma Sel-sel dari selaput
yg membungkus
Jinak 20% Dewasa
15
otak
Osteoma Tulang tengkorak Jinak 2&Anak-anak &
dewasa
Osteosarkoma Tulang tengkorak Ganas <>Anak-anak &
dewasa
PinealomaSel-sel di kelenjar
pinealisJinak 1% Anak-anak
Adenoma hipofisaSel-sel epitel
hipofisaJinak 2%
Anak-anak &
dewasa
Schwannoma
Sel Schwann yg
membungkus
persarafan
Jinak 3% Dewasa
Tabel 2. Klasifikasi Tumor Intrakranial (WHO)
Manifestasi klinis tumor otak dapat berupa:
1) Gejala serebral umum
Dapat berupa perubahan mental yang ringan (Psikomotor asthenia), yang dapat
dirasakan oleh keluarga dekat penderita berupa: mudah tersinggung, emosi,
labil, pelupa, perlambatan aktivitas mental dan sosial, kehilangan inisiatif dan
spontanitas, mungkin diketemukan ansietas dan depresi. Gejala ini berjalan
progresif dan dapat dijumpai pada 2/3 kasus.
a. Nyeri Kepala
b. Muntah
c. kejang
d. Gejala Tekanan Tinggi Intrakranial
e. Gejala spesifik tumor otak yang berhubungan dengan lokasi
I.2.3. Diagnosis SOL
Untuk menegakkan diagnosis pada penderita yaitu melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik neurologik yang teliti serta pemeriksaan penunjang.Perubahan
tanda vital pada kasus space occupying lesion intrakranial, meliputi:
f. Denyut Nadi
Denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan ICP, terutama
pada anak-anak. Bradikardi merupakan mekanisme kompensasi yang mungkin
terjadi untuk mensuplai darah ke otak dan mekanisme ini dikontrol oleh
tekanan pada mekanisme reflex vagal yang terdapat di medulla. Apabila 16
tekanan ini tidak dihilangkan, maka denut nadi akan menjadi lambat dan
irregular dan akhirnya berhenti.
g. Pernapasan
Pada saat kesadaran menurun, korteks serebri akan lebih tertekan daripada
batang otak dan pada pasien dewasa, perubahan pernafasan ini normalnya akan
diikuti dengan penurunan level dari kesadaran.Perubahan pada pola pernafasan
adalah hasil dari tekanan langsung pada batang otak. Pada bayi, pernafasan
irregular dan meningkatnya serangan apneu sering terjadiantara gejala-gejala
awal dari peningkatan tekanan intrakranial yang cepat dan dapat berkembang
dengan cepat ke respiratory arrest.
h. Tekanan darah
Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari
peningkatan tekanan intrakranial, terutama pada anak-anak. Dengan terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah akan meningkat sebagai
mekanisme kompensasi; Sebagai hasil dari respon Cushing, dengan
meningkatnya tekanan darah, akan terjadi penurunan dari denyut nadi disertai
dengan perubahan pada pola pernafasan. Apabila kondisi ini terus berlangsung,
maka tekanan darah akan mulai turun .
i. Suhu tubuh
Selama mekanisme kompensasi dari peningkatan tekanan intrakranial
berlangsung, suhu tubuh akan tetap stabil. Ketika mekanisme dekompensasi
berubah, peningktan suhu tubuh akan muncul akibta dari disfungsi dari
hipotalamus atau edema pada traktus yang menghubungkannya.
j. Reaksi pupil
Serabut saraf simpatis menyebabkan otot pupil berdilatasi. Reaksi pupil yang
lebih lambat dari normalnya dapat ditemukan pada kondisi yang menyebabkan
penekanan pada nervus okulomotorius, seperti edema otak atau lesi pada otak.
Penekanan pada n. Oklulomotorius menyebabkan penekanan ke bawah,
menjepit n.Okkulomotorius di antara tentorium dan herniasi dari lobus
temporal yang mengakibatkan dilatasi pupil yang permanen. N. okulomotorius
(III) berfungsi untuk mengendalikan fungsi pupil. Pupil harus diperiksa
ukuran, bentuk dan kesimetrisannya dimana ketika dibandingkan antara kiri
17
dan kanan, kedua pupil harus memiliki ukuran yang sama. Normalnya,
konstriksi pupil akan terjadi dengan cepat.
Pemeriksaan fisik neurologis dalam menegakan diagnosis
a. Pemeriksaan mata yaitu ukuran pupil, bentuknya dan reaksinya terhadap
cahaya,pemeriksaan visus dan lapang pandang penglihatan serta pemeriksaan
gerakan bola mata
b. Pemeriksaan funduskopi untuk menentukan oedema pada papil nervus optikus
atau atrofi papil nervus optikus et causa papil odema tahap lanjut.
c. Pemeriksaan motorik yaitu gerak, kekuatan, tanus, trofi, refleks fisiologi,
reflek patologis, dan klonus.
d. Pemeriksaan sensibilitas.
I.2.4. Tatalaksana SOL
1) Pembedahan
Jika hasil CT-Scan didapati adanya tumor, dapat dilakukan pembedahan. Ada
pembedahan total dan parsial, hal ini tergantung jenis tumornya. Pada kasus
abses seperti loculated abscess, pembesran abses walaupun sudah diberi
antibiotik yang sesuai, ataupun terjadi impending herniation. Sedangkan pada
subdural hematoma, operasi dekompresi harus segera dilakukan jika terdapat
subdural hematoma akut dengan middle shift > 5 mm. Operasi juga
direkomendasikan pada subdural hematoma akut dengan ketebalan lebih dari 1
cm.
2) Radioterapi
3) Kemoterapi
4) Antikolvusan
Mengontrol kejang merupakan bagian terapi yang penting pada pasien dengan
gejala klinis kejang. Pasien SOL sering mengalami peningkatan tekanan
intrakranial, yang salah satu gejala klinis yang sering terjadi adalah kejang .
Phenytoin (300-400mg/kali) adalah yang paling umum digunakan. Selain itu
dapat juga digunakan carbamazepine (600-1000mg/hari), phenobarbital (90-
150mg/hari) dan asam valproat (750-1500mg/hari).
5) Antibiotik
6) Kortikosteroid
7) Head up 30-45˚
8) Menghindari Terjadinya Hiperkapnia
18
PaCO2 harus dipertahankan dibawah 40 mmHg, karena hiperkapnia dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan aliran darah ke otak sehingga terjadi
peningkatan TIK, dengan cara hiperventilasi ringan disertai dengan analisa gas
darah untuk menghindari global iskemia pada otak.
9) Diuretika Osmosis
Manitol 20% dengan dosis 0,25-1 gr/kgBB diberikan cepat dalam 30-60 menit
untuk membantu mengurangi peningakatan TIK dan dapat mencegah edema
serebri.
19
LAPORAN KASUS
STATUS NEUROLOGI
I. IDENTITAS
Nama : Ny. AM
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 38 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Alamat :
Pendidikan : Tamat SLTA
A. Keluhan Utama
Nyeri kepala sejak 3 hari SMRS.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri kepala pada seluruh kepala terutama bagian
belakang sejak 3 hari yang lalu.
Nyeri kepala dirasakan seperti berdenyut dan seperti ditekan terutama pada
bagian belakang kepala sampai ke leher. Nyeri kepala dirasakan terus menerus
selama 3 hari ini, tidak hilang dengan minum obat. Nyeri kepala disertai mual.
Tidak disertai muntah, takut melihat cahaya ataupun takut mendengar suara.
Pasien sering sakit kepala seperti ini sejak 3 tahun yang lalu. Nyeri hilang
timbul. Setiap keluhan timbul intensitas bervariasi dari ringan ke berat, dan saat
keluhan timbul, keluhan menetap pada lokasi yang sama. Lamanya setiap
serangan tidak menentu, biasanya paling cepat sehari dengan obat dan saat ini
nyeri kepala berlangsung paling lama. Nyeri dikatakan pasien biasa datang
dengan frekuensi tidak menentu, terkadang sebulan satu kali, namun semakin
lama semakin sering dan tidak hilang dengan minum obat warung. Pasien
mengatakan keluhan nyeri biasanya timbul jika telat makan, stress, saat
membaca, menonton tv, ataupun pekerjaan lain yang membutuhkan
konsentrasi. Rasa nyeri semakin terasa berat bila pasien beraktivitas dan sedikit
20
berkurang bila pasien berbaring atau beristirahat. Keluhan tidak dipengaruhi
oleh siklus menstruasi pasien dan makanan (seperti indomie, coklat,dll).
Keluhan telinga berdenging (-), penglihatan buram (-), penglihatan ganda (-),
penglihatan kabur (-), silau (-). Sakit gigi (-). Pusing berputar disangkal. Pasien
mengaku tidak ada tanda-tanda khusus sebelum serangan nyeri datang.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak pernah ada riwayat trauma sebelumnya. Tidak ada riwayat penurunan berat
badan dalam waktu singkat. Tidak ada riwayat hipertensi.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi dalam keluarga (-)
Riwayat sakit seperti ini dalam keluarga (-)
E. Riwayat Kebiasaan
Pasien biasa senam 1 minggu sekali
Kebiasaan Merokok (-)
Minum alkohol (-)
II. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum : TSS
Kesadaran : CM, GCS E4M6V5=15
Sikap : duduk aktif
Kooperasi : kooperatif
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 76x/ menit
Suhu : Afebris
Pernafasan : 18x/menit
B. Keadaan Lokal : baik
Trauma Stigmata : tidak ada
Pulsasi Aa.Carotis : regular, cukup, equal kanan dan kiri
Pembuluh Darah Perifer : CRT <2`
Kelenjar Getah Bening : tidak teraba membesar
Columna Vertebralis : lurus di tengah
21
Pemeriksaan
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V linea midklavikularis
sinistra
Perkusi :
- Batas atas : ICS III linea parasternalis sinistra
- Batas kanan : ICS IV linea sternalis dextra
- Batas kiri : ICS V, linea midklavikularis sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : vocal fremitus simetris kedua hemithoraks
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
membesar
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstrimitas : akral hangat, oedem - -
- -
III. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
A. Rangsang Selaput Otak
Kanan Kiri
Kaku Kuduk : (-)
Laseque : >70° >70°
Laseque Menyilang : (-) (-)22
Kernig : > 135° > 135°
Brudzinski I : (-) (-)
Brudzinski II : (-) (-)
B. Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial
Sakit kepala (+), muntah (-), penurunan kesadaran (-)
C. Saraf-saraf Kranialis
N. I : normosmia
N. II
Kanan Kiri
Acies Visus : baik baik
Campus Warna : baik baik
Melihat Warna : baik baik
Funduskopi : tidak dilakukan
N. III, IV, VI
Kanan Kiri
Kedudukan Bola Mata : ortoforia ortoforia
Kelopak mata : Normal Normal
Pergerakan Bola Mata
Nasal : (+) (+)
Temporal : (+) (+)
Nasal Atas : (+) (+)
Temporal Atas: (+) (+)
Temporal Bawah: (+) (+)
Eksopthalmus : (-) (-)
Nistagmus : (-) (-)
Pupil
Bentuk : bulat, Ø3 mm bulat, Ø3 mm
Refleks Cahaya Langsung : (+) (+)
Refleks Cahaya Konsensual: (+) (+)
Akomodasi : baik baik
Konvergensi : baik baik
N. V
23
Kanan Kiri
Cabang Motorik : baik baik
Cabang Sensorik
Ophtalmik : baik baik
Maxilla : baik baik
Mandibularis : baik baik
N.VII
Kanan Kiri
Motorik Orbitofrontal : baik baik
Motorik Orbicularis : baik baik
Pengecap lidah : baik baik
Kesan parese (-)
N.VIII
Kanan Kiri
Vestibular :
Vertigo : (-) (-)
Nistagmus : (-) (-)
Cochlear
Tes Rinne : tidak dilakukan pemeriksaan
Tes Webber : tidak dilakukan pemeriksaan
Tes Swabach : tidak dilakukan pemeriksaan
N.IX, X
Motorik : deviasi uvula (-), arcus faring simetris
Sensorik : refleks muntah (+)
N.XI
Kanan Kiri
Mengangkat bahu : baik baik
Menoleh : baik baik
N.XII
Pergerakan Lidah : baik
Atrofi : (-)
Fasikulasi : (-)
Tremor : (-)
Kesan parese : (-)
D. Sistem Motorik
24
Ekstrimitas Atas Proksimal Distal 5555 5555
Ekstrimitas Bawah Proksimal Distal 5555 5555
E. Gerakan Involunter
Tremor : (-)
Chorea : (-)
Athetose : (-)
Mioklonik : (-)
Tics : (-)
F. Trofik : eutrofik
G. Tonus : normotonus
H. Sistem Sensorik Kanan Kiri
: baik baik
I. Fungsi Cerebellar dan Koordinasi
Ataxia : (-)
Tes Rhomberg : (-)
Disdiadokinesa : (-) / (-)
Jari-Jari : (-) / (-)
Jari-Hidung : (-) / (-)
Tumit-Lutut : baik / baik
Rebound Phenomenon : (-) / (-)
Hipotoni : (-)
J. Fungsi Luhur
Astereognosia : (-)
Apraksia : (-)
Afasia : (-)
K. Fungsi Otonom
Miksi : baik
Defekasi : baik
Sekresi Keringat : baik
L. Refleks-refleks Fisiologis
Kanan Kiri
Kornea : (+) (+)
Berbangkis : (+) (+)
Pharing : (+) (+)
Bisep : +2 +2
25
Trisep : +2 +2
Radius : +2 +2
Dinding Perut : (+) (+)
Otot Perut : (+) (+)
Lutut : +2 +2
Tumit : +2 +2
Sfingter Ani : tidak dilakukan
M. Refleks-refleks Patologis
Kanan Kiri
Hoffman Trommer : (-) (-)
Babinsky : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Gonda : (-) (-)
Schaeffer : (-) (-)
Klonus Lutut : (-) (-)
Klonus Tumit : (-) (-)
N. Keadaan Psikis
Intelegensia : baik
Tanda regresi : (-)
Demensia : (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
DARAH RUTIN
Hemoglobin 13,8 g/dl N = 13.2-17.3 g/dl
Hematokrit 43 % N = 33-45 %
Lekosit 7700 N = 5.000-10.000/ul
Trombosit 358.000/ul N = 150.000-440.000/ul
Eritrosit 4.76 jt/ul N = 4.40-5.90 jt/ul
VER/HER/KHER/RDW
VER 89.3 fl N = 80.0 – 100.0 fl
HER 28.9 pg N = 26.0 – 34.0 pg
KHER 32.4 g/dl N = 32.0 – 36.0 g/dl
RDW 13.7 % N = 11.5 – 14.5 %
V. DIAGNOSIS KERJA
26
Diagnosis Klinis : Cephalgia
Diagnosis Etiologi : Tension type headache kronis
Diagnosis Topik : (-)
VI. PENATALAKSANAAN
Psikologik (psikoterapi)
Fisiologik (relaksasi)
Farmakologik:
Tizanidina 2mg tab 1x1
Eperisone HCL tab 3x1
Metampiron 500mg tab 3x1
VII. RENCANA PEMERIKSAAN
EMG
VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
Ad Functionam : ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
27
DISKUSI
Pasien, perempuan, usia 38 tahun, datang dengan keluhan nyeri pada seluruh kepala
terutama bagian belakang sejak 3 hari yang lalu. Nyeri kepala dirasakan seperti
berdenyut dan seperti ditekan terutama pada bagian belakang kepala sampai ke leher.
Lehernya terasa tegang jika sakit kepala timbul. Nyeri kepala dirasakan terus menerus
selama 3 hari ini, tidak hilang dengan minum obat, disertai mual. Pasien mengaku
sudah sering sakit kepala seperti ini sejak 3 tahun yang lalu. Nyeri dirasakan hilang
timbul. Setiap keluhan timbul intensitas bervariasi dari ringan ke berat, dan saat
keluhan timbul, keluhan menetap pada lokasi yang sama. Lamanya setiap serangan
tidak menentu, biasanya paling cepat sehari dengan obat dan saat ini nyeri kepala
berlangsung paling lama. Nyeri dikatakan pasien biasa datang dengan frekuensi tidak
menentu, terkadang sebulan satu kali, namun semakin lama semakin sering dan tidak
hilang dengan minum obat warung. Pasien mengatakan keluhan nyeri biasanya timbul
jika telat makan, stress, saat membaca, menonton tv, ataupun pekerjaan lain yang
membutuhkan konsentrasi. Rasa nyeri semakin terasa berat bila pasien beraktivitas
dan sedikit berkurang bila pasien berbaring atau beristirahat. Pada pemeriksaan fisik
dan neurologi didapatkan dalam batas normal. Pemeriksaan darah rutin dalam batas
normal. Pada pemeriksaan CT scan kepala tidak tampak kelainan intra parenkim
cerebri dan dicurigai adanya infark lacuner di temporal kiri.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Lumbantombing, SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 2004
2. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2004. hal
303-20 & 374-75.
3. Misbach J. Hamid AB, Mayza A. Standar Pelayanan Medis dan Standar Prosedur
Neurologi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia 2006.
4. Pertemuan Nasional III Nyeri, Nyeri Kepala & Vertigo PERDOSSI, Solo, 4 - 6 Juli
2008
5. Sidharta, Priguna. Tension Headache dalam Kumpulan naskah Headache. FKUI.
Jakarta.
29