referat blok enmet kelompok 11 (isi)

35
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindrom Cushing merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan keadaan akibat peningkatan konsentrasi glukokortikoid di sirkulasi darah. Sindrom Cushing ditandai peningkatan berat badan secara cepat, obesitas sentral, hipertensi, wajah kemerahan (plethora), kelemahan otot proksimal, gangguan toleransi glukosa atau diabetes melitus, penurunan libido atau impotensi, depresi atau psikosis, osteopenia atau osteoporosis, mudah timbul memar (bruising), hiperlipidemia, gangguan menstruasi, striae keunguan dengan luas lebih dari 1 cm, infeksi bakteri atau oportunistik, jerawat dan hirsutism (Guyton, 2013). Berdasarkan penelitian dan survey Hernaningsih terhadap rumah sakit di Indonesia tentang Sindrom cushing pada tahun 2000-2001, hasil menyebutkan bahwa kejadian Sindrom cushing terjadi pada 200 orang dewasa berusia 20-30 tahun, resiko terkena sindrom cushing mencapai 10 persen. Dalam penelitian secara global didapat hasil sedikitnya 1 dari tiap 5 orang populasi dunia berkemungkinan terkena kelainan 1

Upload: gembitch

Post on 17-Jan-2016

30 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Allahuakbar

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Blok ENMET Kelompok 11 (ISI)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sindrom Cushing merupakan istilah yang digunakan untuk

menyatakan keadaan akibat peningkatan konsentrasi glukokortikoid di

sirkulasi darah. Sindrom Cushing ditandai peningkatan berat badan secara

cepat, obesitas sentral, hipertensi, wajah kemerahan (plethora), kelemahan

otot proksimal, gangguan toleransi glukosa atau diabetes melitus, penurunan

libido atau impotensi, depresi atau psikosis, osteopenia atau osteoporosis,

mudah timbul memar (bruising), hiperlipidemia, gangguan menstruasi, striae

keunguan dengan luas lebih dari 1 cm, infeksi bakteri atau oportunistik,

jerawat dan hirsutism (Guyton, 2013).

Berdasarkan penelitian dan survey Hernaningsih terhadap rumah sakit

di Indonesia tentang Sindrom cushing pada tahun 2000-2001, hasil

menyebutkan bahwa kejadian Sindrom cushing terjadi pada 200 orang dewasa

berusia 20-30 tahun, resiko terkena sindrom cushing mencapai 10 persen.

Dalam penelitian secara global didapat hasil sedikitnya 1 dari tiap 5 orang

populasi dunia berkemungkinan terkena kelainan ini tanpa membedakan jenis

kelamin. Namun sumber lain mengatakan rasio kejadian antara wanita dan

pria untuk sindrom Cushing adalah sekitar 5:1 berhubungan dengan tumor

adrenal atau pituitary (Hernaningsih, 2005).

Peran tenaga medis dan paramedis terhadap pasien dengan sindrom

cushing meliputi beberapa upaya yang terdiri dari upaya promotif yaitu upaya

untuk mencegah timbulnya penyakit atau kondisi yang memperberat sindrom

cushing yang meliputi pencegahan primer dan pencegahan sekunder.

Pencegahan primer merupakan upaya yang dilaksanakan untuk mencegah

timbulnya penyakit pada individu-individu yang sehat. Pencegahan primer

adalah pengendalian melalui jalur kesehatan (medical control) yakni,

1

Page 2: Referat Blok ENMET Kelompok 11 (ISI)

pendidikan kesehatan mulai dari gaya hidup, gizi, faktor lingkungan, cara

pengobatan, serta pemeriksaan kesehatan awal, berkala & khusus seperti

anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium rutin (Price, 2011).

Sedangkan pencegahan sekunder merupakan upaya perawat untuk

menemukan tanda dan gejala sindrom cushing sedini mungkin, mencegah

meluasnya penyakit, dan mengurangi bertambah beratnya penyakit, di

antaranya pengawasan dan penyuluhan untuk klien sindrom cushing, agar

klien tersebut benar-benar mengetahui cara pengobatan dan cara mengurangi

gejala yang bisa dimunculkan dari sindrom cushing ini (Price, 2011).

Berdasarkan angka kejadian yang ada dan kegawatan yang

dimunculkan oleh sindrom cushing, tenaga medis di sini dituntut terutama

untuk dapat melakukan tindakan kuratif terutama pencegahan,

penanggulangan maupun perawatan dalam proses penyembuhan sindrom

cushing. Dari permasalahan di atas, disusunlah referat ini sebagai pengetahuan

dan referensi penalataksanaan terhadap pasien sindrom cushing.

B. Tujuan

a. Untuk memenuhi tugas pembuatan referat pada blok Endokrin dan

Metabolisme 2014.

b. Untuk mengetahui definisi dan epidemiologi pada sindrom cushing.

c. Untuk mengetahui etiologi patomekanisme pada sindrom cushing.

d. Untuk mengetahui patofisiologi dan penegakan diagnosis pada sindrom

cushing.

e. Untuk mengetahui penatalaksanaan dan prognosis dari sindrom cushing.

2

Page 3: Referat Blok ENMET Kelompok 11 (ISI)

BAB II

ISI

A. Definisi

Kortisol plasma berlebihan menyebabkan suatu keadaan yang disebut

dengan sindrom cushing, dimana aldosteron berlebihan menyebabkan

aldosteronisme, dan androgen adrenal berlebihan menyebabkan virilisme

adrenal. Sindrom ini tidak dijumpai dalam bentuk murni tetapi bisa

mempunyai gambaran yang tumpang tindih (Sudoyo, 2009).

Kumpulan gejala yang disebabkan oleh hiperadrenokortisisme akibat

neoplasma korteks adrenal atau adenohipofisis, atau asupan glukokortikoid

yang berlebihan. Bila terdapat sekresi sekunder hormon adrenokortikoid yang

berlebihan akibat adenoma hipofisis dikenal sebagai sindrom cushing

(Dorland, 2011). Suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolik

gabungan dari peninggian kadar glikokortikoid dalam darah yang menetap

(Price, 2006).

B. Epidemiologi

Berdasarkan Literatur Eropa, insiden sindrom Cushing diperkirakan

mencapai 1-3 kasus per juta penduduk per tahun, sedangkan angka prevalensi

obesitas hampir 40 kasus per juta penduduk. Catatan, prevalensi

hiperkortikolisme diperkirakan setara dengan 2-5% pada pasien diabetes dan

hipertensi dengan kontrol yang buruk. Cushing disease banyak terjadi pada

perempuan daripada laki laki dengan rasio 3:1. Sindrom cushing merupakan

kondisi yang sangat jarang terjadi pada anak-anak, dengan puncak pada orang

dewasa dalam 3 atau 4 dekade. Sindrom Cushing akan mengakibatkan

kematian jika tidak ditangani, ia bertanggung jawab untuk meningkatkan

angka morbiditas dan mortalitas, karena komplikasi kardiovaskular, infeksi

dan gangguan kejiwaan (Castinetti, 2012).

3

Page 4: Referat Blok ENMET Kelompok 11 (ISI)

C. Etiologi

Sindrom cushing disebabkan oleh peningkatan produksi cortisol oleh

kelenjar adrenal. Pada kebanyakan kasus penyebabnya hiperplasia adrenal

bilateral oleh tumor non-endokrin. Penyebab hipersekresi ACTH hipofisis

masih diperdebatkan. Beberapa penelitian berpendapat bahwa defek adalah

adenoma hipofisis, dan beberapa laporan dijumpai tumor lebih dari 90%

dengan hiperplasia adrenal bergantung hipofisis. Di samping itu, sindrom

cushing dapat disebabkan hipotalamus atau pusat-pusat saraf lebih tinggi,

menyebabkan pelepasan Corticotropin Releasing Hormon (CRH) yang tidak

sesuai dengan kadar kortisol yang beredar. Konsekuensinya tubuh akan

membutuhkan kadar kortisol lebih tinggi untuk menekan sekresi ACTH ke

rentang normal. Defek primer ini menyebabkan hiperstimulasi hipofisis

mengakibatkan hiperplasia atau pembentukan tumor. Penyebab lainnya karena

faktor eksogen seperti penggunaan glucocorticoid dan ACTH dalam jangka

panjang (Sudoyo, 2009).

D. Patogenesis

Secara umum penyebab dari sindrom Cushing adalah kelebihan

sekresi hormon kortisol dalam darah. Namun penyebab dari berlebihnya

sekresi hormon kortisol tersebut dapat berbeda-beda.

Tabel 1. Penyebab sindrom cushing

4

Page 5: Referat Blok ENMET Kelompok 11 (ISI)

Segala kondisi yang menyebabkan peningkatan sekresi dari hormon

kortisol adalah penyebab terjadinya sindrom cushing. Sindrom cushing ini

dapat diklasifikasikan menjadi 2 berdasarkan penyebabnya yaitu eksogen dan

endogen. Pada umumnya sindrom cushing disebabkan oleh penyebab eksogen

yaitu administrasi glukokortikoid jangka lama (disebut juga sindrom cushing

iatrogenik). Biasanya terapi steroid ini diberikan untuk penyakit asma atau

reumatoid artritis dan terapi imunosupresi setelah transplantasi organ.

Penyebab eksogen lainnya adalah administrasi ACTH namun lebih jarang

ditemukan (Kumar, 2009).

Sindrom Cushing juga dapat disebabkan oleh penyebab endogen di

mana terjadi kelainan pada sekresi kortisol dalam tubuh kita sendiri. Penyebab

endogen sindrom Cushing ini bisa dibagi menjadi 2 macam yaitu ACTH-

dependent (kelainan terdapat pada kelenjar pituitari) dan ACTH-independent

(kelainan terdapat pada kelenjar adrenal) seperti dapat dilihat pada tabel di

atas (Kumar, 2009).

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ACTH-secreting pituitary

adenoma adalah penyebab tersering sindrom cushing yang disebabkan

penyebab endogen. Pada kebanyakan kasus adenoma yang terjadi adalah

mikroadenoma (<10mm). ACTH-secreting pituitary adenoma bertanggung

jawab atas 70% kasus sindrom cushing endogen dan sering juga disebut

cushing disease (Kumar, 2009).

Sekresi dari ACTH ektopik oleh sel tumor non pituitari terjadi pada

sekitar 10% kasus sindrom cushing endogen. Pada sebagian besar kasus,

tumor yang menyebabkan hal ini adalah karsinoma paru sel kecil (SCLC).

Varian ini biasa terjadi pada usia antara 40 sampai 50 tahun. Neoplasma

adrenal primer seperti adenoma adrenal dan karsinoma adrenal merupakan

penyebab tersering pada sindrom Cushing ACTH-independent. Secara

biokimia tanda yang bisa dilihat adalah peningkatan kortisol serum namun

ACTH rendah. Hiperkortisolisme pada karsinoma biasanya lebih parah

daripada adenoma atau hiperplasia (Kumar, 2009).

5

Page 6: Referat Blok ENMET Kelompok 11 (ISI)

ACTH berlebihan yang dihasilkan dalam keadaan ini menyebabkan

rangsangan yang berlebihan terhadap sekresi kortisol oleh korteks adrenal dan

disebabkan oleh penekanan pelepasan ACTH hipofisis; Kadar ACTH yang

tinggi pada penderita ini berasal dari neoplasma dan bukan dari kelenjar

hipofisisnya; Sejumlah besar neoplasma dapat meyebabkan sekresi ektopik

ACTH; Jenis sidrom cushing yang disebabkan oleh sekresi ACTH yang

berlebihan hipofisis atau ektopik, seringkali disertai hiperpigmentasi.

Hiperpigmentasi disebabkan oleh sekresi peptida yang berhubungan dengan

ACTH dan kerusakan bagian-bagian ACTH yang memiliki aktivitas

melanotropik. Pigmentasi terdapat pada kulit dan selaput lendir (Kumar,

2009).

Gambar 1. Penyebab sindrom cushing

1. Kelainan hipotalamus

Kelainan anatomis atau fisiologis

Sekresi CRH meningkat

6

Page 7: Referat Blok ENMET Kelompok 11 (ISI)

Sekresi ACTH meningkat

Produksi hormon adrenokortikal meningkat

Produksi glukokortikoid meningkat Produksi aldosteron meningkat

2. Adenoma adrenal

Hiperplasia atau adenoma

Peningkatan hormon kortisol

Sindrom cushing

3. Neoplasma di bagian tubuh lain (ACTH ektopik)

Neoplasma di bagian tubuh selain adrenal

Sekresi ACTH

Menyebabkan hiperplasi adrenal

Pelepasan kortisol berlebih

4. Konsumsi glukokortikoid jangka panjang

Konsumsi glukokortikoid jangka panjang dan dosis besar

Menekan kemampuan aksis hipotalamus-hiposisis untuk melepas CRH &

ACTH

7

Page 8: Referat Blok ENMET Kelompok 11 (ISI)

Atrofi adrenal

Respon stress

Peningkatan sekresi ACTH

E. Patofisiologi

Penyebab terjadinya hipersekresi ACTH hipofisis masih

diperdebatkan. Beberapa peneliti berpendapat bahwa defek adalah adenoma

hipofisis, pada beberapa laporan dijumpai tumor-tumor pada lebih 90% pasien

dengan hiperplasia adrenal tergantung hipofisis. Di samping itu, defek bisa

berada pada hipothalamus atau pada pusat-pusat saraf yang lebih tinggi,

menyebabkan pelepasan CRH (Corticotropin Relasing Hormone) yang tidak

sesuai dengan keadaan kortisol yang beredar. Konsekuensinya akan

membutuhkan kadar kortisol yang lebih tinggi untuk menekan sekresi ACTH

ke rentang normal. Defek primer ini menyebabkan hiperstimulasi hipofisis,

menyebabkan hiperplasia atau pembentukan tumor. Pada waktu ini tumor

hipofisis menjadi independen dari pengaruh pengaturan sistem saraf pusat dan

atau kadar kortisol yang beredar. Pada serangkaian pembedahan, kebanyakan

individu yang hipersekresi ACTH hipofisis menderita adenoma (diameter

<10mm, 50% adalah 5mm atau kurang), tetapi bisa dijumpai makroadenoma

(>10mm) atau hiperplasia difusa sel-sel kortikotropik (Ruswana, 2005).

Tumor nonendokrin bisa mensekresi polipeptida yang secara biologik,

kimiawi, dan immunologik tak dapat dibedakan dari ACTH dan CRH dan

menyebabkan hiperplasia bilateral. Kebanyakan dari kasus ini berkaitan

dengan primitive small cell (Oat Cell) tipe dari karsinoma bronkogenik atau

tumor timus, pankreas, ovarium, kanker. Medulla tiroid, atau adenoma

Bronkus. Timbulnya sindrom cushing bisa mendadak, terutama pada pasien

dengan kangker. Paru, pasien tidak memperlihatkan gambaran klinis.

Sebaliknya pasien dengan tumor karsinoid atau feokromositoma mempunyai

8

Page 9: Referat Blok ENMET Kelompok 11 (ISI)

perjalanan klinis yang lama dan menunjukkan gambaran Cushingoid yang

tipikal Hiperpigmentasi pada penderita sindrom Cushing hampir selalu

menunjukkan tumor ekstra adrenal, di luar kranium atau dalam kranium

(Ruswana, 2005).

Tumor atau neoplasma adrenal unilateral dan kira-kira setengahnya

adalah ganas (maligna). Pasien kadang-kadang mempunyai gambaran

biokimia hipersekresi ACTH hipofisis, individu ini biasanya mempunyai

mikro atau makronudular kedua kelenjar nodular mengakibatkan hiperplasi

nodular. Penyebabnya adalah penyakit autoimun familial pada anak-anak atau

dewasa muda (disebut displasia korteks multinodular berpigmen) dan

hipersensitivitas terhadap gastric inhibitory polypeptide, mungkin sekunder

terhadap peningkatan ekspresi reseptor untuk peptida di korteks adrenal.

Penyebab terbanyak sindrom cushing adalah iatrogenik pemberian steroid

eksogen dengan berbagai alasan (Ruswana, 2005).

Pada sindrom cushing, hipersersekresi ACTH berlangsung secara

episodik dan acak serta menyebabkan hipersekresi kortisol dan tidak terdapat

irama sirkadian yang normal. Inhibisi umpan-balik ACTH (yang disekresi dari

adenoma hipofisis) oleh kadar glukokortikoid yang fisiologis tidak ada; jadi,

hipersekresi ACTH terus menetap walaupun terdapat peningkatan sekresi

kortisol dan menyebabkan berlebihan glukokortikoid kronis. Sekresi ACTH

dan kortisol yang berlangsung episodik menyebabkan kadarnya tidak menentu

di dalam plasma; yang suatu saat dapat berada dalam batas normal. Tetapi,

hasil pemeriksaan kecepatan produksi kortisol; kortisol bebas dalam urin atau

kadar kortisol secara multipel yang diambil dari contoh darah di waktu-waktu

tertentu selama 24 jam memastikan adanya hipersekresi kortisol. Sebagai

tambahan, karena tidak adanya variabilitas diurnal, kadar ACTH dan kortisol

dalam plasma tetap meninggi sepanjang hari. Keseluruhan peningkatan

sekresi glukokortikoid ini menyebabkan terjadinya manifestasi-manifestasi

sindroma Cushing; tetapi, biasanya sekresi ACTH dan β-LPH tidak cukup

meningkat sehingga dapat menyebabkan hiperpigmentasi (Ruswana, 2005).

9

Page 10: Referat Blok ENMET Kelompok 11 (ISI)

1. Abnormalitas sekresi ACTH

Walaupun terdapat hipersekresi ACTH, respons terhadap stres

tidak ada, stimulasi-stimulasi seperti hipoglikemia atau tindakan

pembedahan gagal untuk meningkatkan sekresi ACTH dan kortisol lebih

lanjut. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya supresi fungsi

hipotalamus dan sekresi CRH oleh hiperkortisolisme, yang menyebabkan

hilangnya kontrol hipotalamus pada sekresi ACTH (Ruswana, 2005).

2. Efek kortisol yang berlebihan

Kortisol yang berlebihan tidak hanya menghambat fungsi

hipotalamus dan hipofisis yang normal, mempengaruhi pelepasan ACTH,

tirotropin, GH dan gonadotropin, tetapi juga mempengaruhi semua sistim

akibat efek sistemik glukokortikoid yang berlebihan (Ruswana, 2005).

3. Androgen yang berlebihan

Sekresi androgen oleh adrenal juga meningkat pada sindrom

cushing dan derajat berlebihnya androgen paralel dengan ACTH serta

kortisol. Jadi kadar DHEA sulfat dan androstenedion dalam plasma

meningkat dalam tingkat sedang pada sindrom cushing; konversi perifer

hormon-hormon ini menjadi testosteron dan dihidrotestosteron

menyebabkan kelebihan androgen. Pada wanita hal ini menyebabkan

hirsutisme, akne dan amenorea. Pada pria pasien sindrom cushing, supresi

LH oleh kortisol akan menyebabkan penurunan sekresi testosteron oleh

testis, menyebabkan menurunnya libido dan impotensi. Peningkatan

sekresi androgen adrenal tidak cukup untuk mengkompensasi terjadinya

penurunan produksi testosteron gonadal (Ruswana, 2005).

F. Penegakan Diagnosis

1. Diagnosis Hiperkortisolisme (Sindroma Cushing)

i. Kortisol bebas dalam urin dan deksametason semalaman

10

Page 11: Referat Blok ENMET Kelompok 11 (ISI)

Dugaan adanya hiperkortisolisme diketahui dengan melakukan

uji supresi dengan deksametason 1 mg semalaman disertai pengukuran

kadar kortisol bebas dalam contoh urin yang dikumpulkan selama 24

jam dengan metode pemeriksaan pada pasien yang dirawat jalan. Bila

uji supresi semalaman normal (kortisol plasma < 5 µg/dL 10,14

µmol/L]), diagnosis tersebut mungkin dapat disingkirkan, bila kadar

kortisol bebas dalam urin juga normal, kemungkinan adanya sindroma

cushing dapat disingkirkan (Nieman, 2008).

Gambar 2. Evaluasi diagnosis sindroma cushing dan prosedur-

prosedur untuk menentukan penyebabnya

Bila kedua uji tersebut memberikan hasil abnormal, terdapat

hiperkortisolisme dan diagnosis adanya sindroma Cushing dapat

dipastikan bila keadaan-keadaan yang menyebabkan hasil positif palsu

dapat disingkirkan (Nieman, 2008).

ii. Uji deksametason dosis rendah selama 2 hari

Pada pasien dengan hasil yang meragukan atau dalam nilai

batas, dilakukan uji supresi deksametason dosis rendah selama 2 hari.

Respons normal terhadap uji ini berupa kadar 17-hidroksi-

kortikosteroid yang kurang dari 4 mg/24 jam (11,2 pmol/24 jam) (atau

1 mg/gram kreatinin [0,3 mmol mol kreatinin)) dan kadar kortisol

11

Page 12: Referat Blok ENMET Kelompok 11 (ISI)

bebas kurang dari 25 µg/24 jam (69 nmol/24 jam), dan kortisol plasma

kurang dari 5 µg/dL (0,14 µmol/L). Respons yang normal

menyingkirkan kemungkinan adanya sindroma cushing; hasil supresi

yang abnormal sesuai dengan diagnosis, karena insiden respons

terjadinya hasil positif palsu dapat disingkirkan (Nieman, 2008).

2. Diagnosis Banding Hiperkortisolisme

Sejumlah faktor yang dapat menyulitkan diagnosis sindroma

cushing. Hal ini mencakup hasil negatif palsu pada pasien-pasien

sindroma Cushing, dan yang lebih sering, hasil positif palsu yang terjadi

pada individu-individu yang tidak mengalami kelainan tersebut (Piliang,

2007).

i. Respons negatif palsu

Jarang terjadi pada sindroma cushing. Pada pasien-pasien ini,

supresi normal sekresi glukokortikoid dengan deksametason dosis

rendah dapat disebabkan oleh keterlambatan bersihan deksametason

sehingga lebih tinggi dari kadar plasma yang biasa. Tetapi, adanya

peningkatan kadar kortisol bebas dalam urin akan memastikan

diagnosis. Hormonogenesis periodik atau episodik pada sindroma

Cushing juga menyebabkan kesulitan diagnosis. Pada pasien-pasien

yang termasuk dalam kekecualian ini, hiperkortisolisme mungkin

terjadi secara siklik, dengan periodisitas yang reguler selama berhari-

hari sampai berminggu-minggu, atau dalam episode yang tidak teratur;

jadi sekresi kortisol dapat normal atau mendekati nilai di antara siklik

atau episode. Dengan terjadinya sekresi kortisol spontan yang

bervariasi, pada suatu saat fungsi adrenal mungkin normal, dan

pemberian deksametason selama fase sekresi yang normal mungkin

menyebabkan hasil uji supresi yang normal. Pada pasien-pasien ini,

evaluasi dibutuhkan untuk memastikan diagnosis (Piliang, 2007).

12

Page 13: Referat Blok ENMET Kelompok 11 (ISI)

ii. Respons positif palsu

Hasil positif palsu lebih sering terjadi pada (Piliang, 2007):

a. Penyakit-penyakit akut atau kronis:

Terutama pada pasien-pasien yang dirawat di rumah sakit,

penyakit akut atau kronis dapat meningkatkan sekresi

glukokortikoid. Pasien dapat mungkin mengalami peningkatan

kortisol plasma dan kortisol bebas urin dan sering kali tidak dapat

disupresi dengan uji deksametason 1 mg semalaman. Bila diduga

terjadi sindroma Cushing, evaluasi diagnosis harus diulangi bila

keadaan stres akut telah teratasi.

b. Obesitas

Obesitas merupakan masalah bandingan yang paling sering

dijumpai pada sindroma cushing. 17-Hidroksikortikosteroid di urin

sering meningkat; lebih lanjut, sekitar 15% pasien-pasien yang

gemuk, kadar kortisol dalam plasma tidak tersupresi secara

adekuat sebagai respons terhadap uji supresi deksametason 1 mg

semalaman. Pada obesitas sederhana, ekskresi kortisol bebas dalam

urin normal, seperti juga suprebilitas yang normal dari

kortikosteroid dalam urin pada uji supresi dengan dosis rendah

selama 2 hari.

c. Keadaan tinggi estrogen

Kehamilan, terapi dengan estrogen dankontrasepsi oral

meningkatkan CBG sehingga akan meningkatkan kadar kortisol

total dalam plasma sampai 40-60 µg/dL (1,1-1,7 µmol/L). Uji

supresi, 1 mg, semalaman mungkin abnormal; tetapi, kadar

kortisol bebas dalam urin normal, dan terdapat supresibilitas yang

normal dari steroid-steroid urin pada uji dosis, rendah selama 2

hari.

13

Page 14: Referat Blok ENMET Kelompok 11 (ISI)

d. Obat-obatan

Berbagai jenis obat, terutama fenitoin, fenobarbital dan

primidon, menyebabkan hasil positif palsu pada uji deksametason

dosis rendah tetapi kadar kortisol bebas dalam urin normal.

e. Alkoholisme

Sejumlah pasien-pasien alkoholisme mempunyai gambaran

klinis dan biokimia sindroma Cushing (sindroma pseudo-cushing

yang diinduksi oleh adanya alkohol) disertai dengan peningkatan

kadar basal kortisol dalam plasma, variasi diurnal yang abnormal,

peningkatan jumlah produksi kortisol, peningkatan ekskresi

kortikosteroid urin, dan supresibilitas dengan deksametason yang

abnormal. Abnormalitas-abnormalitas ini akan kembali normal

bila penggunaan alkohol dihentikan.

f. Depresi

Depresi endogen sering menyebabkan peningkatan sekresi

kortisol disertai dengan peningkatan kadarnya dalam plasma, tidak

adanya variasi diurnal, peningkatan kortisol bebas dalam urin,

peningkatan 17-hidroksikortikosteroid urin dan gagalnya

supresibilitas dengan deksametason. Dinamika steroid yang

abnormal akan pulih kembali bila keadaan psikologis kembali

normal. Pasien-pasien ini dapat dibedakan dengan sindroma

cushing sejati, karena pasien-pasien yang hanya mengalami

depresi akan tetap menunjukkan respons kortisol yang normal

terhadap hipoglikemia yang diinduksi oleh insulin, sedangkan

pasien-pasien dengan sindroma cushing tidak. Di samping itu,

pasien depresi biasanya mempertahankan respons normal terhadap

uji deksametason dosis rendah 2 hari.

14

Page 15: Referat Blok ENMET Kelompok 11 (ISI)

3. Diagnosis Banding Sindroma Cushing

Bila terdapat sindroma cushing, hipersekresi ACTH hipofisis

(sindrom cushing) harus dibedakan dengan sindroma ACTH ektopik dan

tumor-tumor primer di adrenal (Nieman, 2008).

i. Prosedur-prosedur:

Pengukuran kadar basal ACTH plasma dan uji supresi

deksametason dosis tinggi akan menegakkan diagnosis yang tepat

pada kebanyakan keadaan, walau cukup sering ada pengecualian-

pengecualian.

ii. Hasil:

a. Sindrom cushing

Pasien-pasien sindrom cushing mempunyai kadar ACTH

dalam plasma yang normal atau meningkat sedang, dan adanya

kadar yang dapat dideteksi konsisten dengan adanya hiperplasia

adrenokortikal bilateral. Kadar ACTH plasma pada sindrom

cushing berkisar dari 40 sampai 200 pg/mL (8,844,4 pmol/L), dan

sekitar 50% pasien mempunyai nilai-nilai yang konsistensi dalam

batas-batas normal. Pasien-pasien sindrom cushing khas

mempertahankan keadaan supresibilitas sekresi ACTH; yaitu,

sekresi kortisol dapat disupresi sampai di bawah 50% kadar basal

dengan uji deksametason dosis tinggi.

b. Sindroma ACTH ektopik

Pada sindroma ACTH ektopik, kadar ACTH plasma sering

sangat meningkat (500-10.000 pg/mL [111-2222 pmol/L]) dan

berbeda di atas 200 pg/mL (44,4 pmol/L) pada 65% pasien. Tetapi,

karena pada kadar yang rendah overlap dengan kisaran tersebut

terlihat pada sindrom cushing, uji supresi dengan deksametason

harus dilakukan juga. Karena kontrol sekresi ACTH tidak ada,

sekresi kortisol secara klasik tidak tersupresi dengan deksametason

15

Page 16: Referat Blok ENMET Kelompok 11 (ISI)

dosis tinggi. Sebagai tambahan, pada sebagian besar pasien secara

minis terbukti adanya tumor primer.

c. Tumor-tumor adrenal

Tumor-tumor adrenal yang berfungsi secara otonom mensekresi

glukokortikoid, dan hasil supresi pada aksis hipotalamushipofisis

yang normal menimbulkan kadar ACTH plasma yang tidak dapat

dideteksi (< 20 pg/mL [2.2 pmol/L]) dan tidak terjadi supresi

steroid dengan pemberian deksametason dosis tinggi.

iii. Uji-uji lain:

Uji CRH pada sindroma Cushing di mana kebanyakan pasien

dengan sindrom cushing berespons terhadap CRH, sementara pasien

dengan sindroma ACTH ektopik tidak. Namun, beberapa pengecualian

telah dilaporkan pada kedua kelompok, dan jadi kegunaan klinis utama

prosedur ini masih belum jelas. Uji metapiron dan uji stimulasi ACTH

tidak cukup adekuat membedakan berbagai jenis penyebab sindroma

cushing dan mempunyai sedikit kegunaan diagnostik.

G. Penatalaksanaan

Sebagian besar kasus sindrom cushing merupakan kasus iatrogenik

akibat administrasi glukokortikoid jangka panjang. Oleh karena itu, untuk

penatalaksanaannya adalah memberikan terapi secara hati-hati dengan

pengawasan atau menghentikan terapi glukokortikoidnya (kumar, 2009).

Pada pasien dengan adenoma pituitari ataupun adenoma adrenal,

adenoma dapat diangkat (operasi) setelah diagnosis ditegakkan. Biasanya

pasien akan membutuhkan terapi replacement steroid paska operasi tidak

peduli di mana lokasi adenomanya. Pada pasien yang diangkat kedua kelenjar

adrenalnya, replacement dapat dilakukan dengan hidrocortison & prednisolon

(kumar, 2009).

Kebanyakan pasien dengan karsinoma adrenal meninggal dalam 3

tahun setelah diagnosis karena terjadi metastasis. Metastasis tersering terjadi

16

Page 17: Referat Blok ENMET Kelompok 11 (ISI)

di hati dan paru. Obat utama untuk karsinoma adrenal adalah mitotan. Obat ini

menekan produksi kortisol dan menurunkan kadar kortisol dalam darah dan

urin. Obat ini biasa diberikan 3-4 kali sehari dengan dosis ditingkatkan

bertahap 8-10 g perhari (kumar, 2009).

Operasi menghilangkan tumor

Selama perawatan paska operasi, lakukan perawatan pengganti kortisol dan

bisa ditambah dengan radiasi

Jika tidak berhasil, adrenalektomi bilateral parsial atau bahkan total (untuk

hentikan tingginya tingkat kolesterol)

Diikuti pemberian steroid adrenal untuk mencegah gejala insufisiensi

Dapat diberikan pula obat yang dapat menghambat steroidogenesis, seperti

metirapon, ketokonazol, dan aminoglutemid atau yang menghambat

sekresi ACTH, seperti anatagonis serotonin dan inhibitor transaminase-

GABA dapat pula diberikan bila pembedahan tidak dapat dilakukan

Ringkasan terapi yang ada:

1. Inhibitor steroidogenesis adrenal melalui penghambatan fungsi sitokrom

P450. Prevalensi yang tinggi pada gastrointestinal (GI) mempunyai efek

samping untuk membatasi utilitas fungsi sitokrom P450. Hal tersebut akan

meningkatkan kadar ACTH yang kemudian mengatasi penghambatan

enzim yang membatasi produksi kortisol (kumar, 2009).

a. Ketokonazol telah ditemukan untuk menghambat beberapa enzim

P450, termasuk 17,20-liase, 11 β-hidroksilase, dan 17 α-hidroksilase.

Pada dosis 600-1200 mg perhari, baik digunakan sendiri atau pada

dosis yang lebih tinggi dengan steroid (biasanya deksametason 0,5 mg

17

Page 18: Referat Blok ENMET Kelompok 11 (ISI)

BID), obat ini telah efektif dalam mengontrol kadar kortisol.

Ketokonazol tetap obat yang paling umum untuk pengobatan medis

sindrom cushing. Efek samping termasuk ginekomastia (13% laki-

laki), GI upset (8%), edema (6%), ruam (2%), dan transaminase tinggi

(15%). Transminitis, ketika itu terjadi dalam waktu 60 hari dari

dimulainya pengobatan. Hepatotoksisitas biasanya sembuh setelah

penghentian terapi dan kerusakan hati yang parah jarang terjadi

(1/15.000). Meskipun terdapat kemampuan untuk mengendalikan

sekresi glukokortikoid yang berlebihan pada beberapa pasien, namun

tingkat pertahanan tersebut sangat khas dan tidak ada penghambatan

pertumbuhan tumor kortikotrop yang terjadi (kumar, 2009).

b. Metirapon bekerja dengan menghambat P450c11. Sebagai terapi

tunggal (250-750 mg TID), normalisasi kadar kortisol plasma terjadi

sampai dengan 75% dari pasien. Seperti agen lain di kelas ini,

ketergantungan dosis efek samping sering membatasi utilitas klinis.

Efek samping ini termasuk ruam kulit (4%), pusing dan ataksia (15%),

mual (5%), edema (8%), hipokalemia, dan memburuknya jerawat atau

hirsutisme pada 70% wanita yang diobati karena penghambatan

aldosteron biosintesis dan akumulasi prekursor aldosteron dengan

aktivitas mineralokortikoid lemah. Dari catatan, metirapon tidak

tersedia secara komersial di Amerika Serikat, tetapi dapat diperoleh

dari produsen (Novartis, Basel, Swiss) untuk kepentingan tertentu

(kumar, 2009).

2. Modulator reseptor memblokir efek dari kortisol pada tingkat reseptor

tanpa mengurangi tingkat kortisol. Di kelas ini, hanya mifepriston secara

klinis yang tersedia (kumar, 2009).

Mifepriston (RU-486) adalah glukokortikoid, androgen, dan

reseptor progesterone antagonis kompetitif, menghalangi umpan balik

negatif pada tingkat hipotalamus-hipofisis. Mifepriston (khas dosis 6-25

mg/kg/hari) memiliki efek antagonis hiperkortisolemis di tingkat reseptor

18

Page 19: Referat Blok ENMET Kelompok 11 (ISI)

sehingga tidak mengubah ACTH plasma dan kadar kortisol serum dan

benar-benar dapat menyebabkan peningkatan. Sementara mifepriston

mungkin efektif dalam pertentangan efek hiperkortisolisme, pasien sering

mengalami hipokalemia, terkait dengan aktivitas mineralkortikoid

kelebihan kortisol, yang memerlukan spironolakton. Gagal jantung

reversibel juga telat dilaporkan karena sodium dan retensi cairan. Sebuah

studi retrospektif meneliti 20 pasien dengan hiperkortisolisme, termasuk

empat pasien dengan sindrom cushing yang diobati mifepriston dengan

median dosis awal 600 mg/hari (300-600 mg/hari) dan median dosis

maksimal 700 mg/hari (600-1200 mg/hari) (kumar, 2009).

Sementara tanda-tanda klinis hiperkortisolisme meningkat pesat

dalam tiga dari empat pasien (75%), dua pasien mengalami hipokalemia

berat, dan satu pasien hipertensi dikembangkan. Selain itu, pengobatan

mifepriston menyebabkan peningkatan ACTH dan kadar kortisol akibat

perubahan umpan balik negatif pada pasien dengan cushing disease.

Faktor lain yang harus dipertimbangkan ketika menggunakan RU-486

adalah bahwa sulit untuk menilai remisi pasien karena kadar kortisol dan

ACTH tetap tinggi bahkan pada pasien klinis hipoadrenal. Dengan

demikian, pasien yang dirawat mifespirstone memerlukan evaluasi dekat

dan sering untuk bukti klinis insufisiensi adrenal (kumar, 2009).

H. Prognosis

Prognosis terhadap sindrom cushing bervariasi, tergantung tipe

penyakit yang diderita pasien. Pada kasus tumor kelenjar adrenal, tindakan

bedah (adrenalectomy) dapat mengatasi tumor yang belum menyebar. Namun

bilamana telah terjadi penyebaran sel tumor kelenjar adrenal maka prognosis

yang lebih buruk dapat terjadi (pada kasus tumor ganas). Sindrom cushing

akibat aktifitas kelenjar hipofise yang berlebihan memiliki prognosa yang

baik, namun penderita sindrom cushing dalam jangka waktu lama memiliki

predisposisi terhadap penyakit-penyakit lain seperti diabetes mellitus, infeksi

19

Page 20: Referat Blok ENMET Kelompok 11 (ISI)

saluran urin, penyakit ginjal, hipertensi, dan pankreatitis.  Penderita sindrom

cushing memiliki prognosa yang baik bilamana substitusi kortisol yang sesuai

tetap terjaga dengan baik. Umumnya, terapi terhadap penderita sindrom

cushing diberikan dalam jangka waktu cukup lama dengan senantiasa

melakukan monitoring terhadap kadar kortisol tubuh.

BAB III

20

Page 21: Referat Blok ENMET Kelompok 11 (ISI)

KESIMPULAN

Sindrom cushing merupakan suatu kondisi peningkatan konsentrasi

glukokortikoid di sirkulasi darah. Sindrom cushing ini diklasifikasikan menjadi 2

berdasarkan penyebabnya yaitu eksogen dan endogen. Penyebab eksogen yaitu

administrasi glukokortikoid jangka lama sedangkan penyebab endogen terjadi

kelainan pada sekresi kortisol dalam tubuh kita sendiri.

Resiko terkena sindrom cushing ini mencapai 10 persen. Bahkan dalam

penelitian secara global didapat hasil sedikitnya 1 dari tiap 5 orang populasi dunia

berkemungkinan terkena kelainan ini tanpa membedakan jenis kelamin. Oleh karena

itu tenaga medis dituntut untuk dapat melakukan tindakan kuratif pada sindrom

cucshing terutama pencegahan, penanggulangan maupun perawatan dalam proses

penyembuhan.

DAFTAR PUSTAKA

21

Page 22: Referat Blok ENMET Kelompok 11 (ISI)

Castinetti, Frederic. et al. 2012. Cushing’s disease. Orphanet Journal of Rare Diseases. 7:41.

Dorlan, W. A. Newman. 2011. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta : EGC

Findling, J.W., Raff, H., 2001, Diagnosis and Differential Diagnosis of Cushing’s Syndrome. Endocrinology and Metabolism Clinic. 30 : 3.

Guyton dan Hall. 2013. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : Saunders.

Grua, J. R, Nelson DH. 1991. ACTH-producing pituitary tumors. EndocrinolMetab. 20:319.

Hernianingsih Yetti, Sidarti Soehita. 2005. SINDROMA CUSHING. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory. Vol. 12 : 23-30.

Kumar, et al. 2009. Robbins and Cotran : Pathologic Basis of Disease 8th ed. Philadelphia : Saunders Elsevier.

Nieman, Lynnette K. Et al. 2008. The Diagnosis of Cushing's Syndrome: An Endocrine Society Clinical Practice Guideline. J Clin Endocrinol Metab; 93(5):15261540.Available\at:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2386281/. (Diakses tanggal 9 Oktober 2014)

Piliang, Sjafri dan Chairul Bahri. 2007 Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Ruswana Anwar,2005. Kelainan-Kelainan Adrenokortikal. Bandung : Sub Bagian Fertilitas dan Endokrinologi Reproduksi Bagian Obstetri dan Ginekologi.

Sudoyo, AW, et al. 2009. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Sylvia A. Price. 2011. Patofisiologi Konsep Klinis Penyakit. Jakarta : EGC.

Wiliam G.H., Dluhy R.G. 2005. Disease of the Adrenal Cortex, in Harrison’s Principles of Internal Medicine . Vol II ed 16 th. Boston : McGraw – Hill.

22