referat rm
DESCRIPTION
hhhhhh.................................TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) adalah penyakit saraf progresif yang
serius yang menyebabkan kelemahan otot, kecacatan, dan akhirnya kematian 1.
ALS sering disebut juga penyakit Lou Gehrig, setelah pemain baseball terkenal
yang meninggal karena penyakit tersebut pada tahun 1941. Amyotrophic Lateral
Sclerosis (ALS) dikenal juga dengan nama Charcot’s Disease dan merupakan
salah satu dari klasifikasi paling utama (80%) dari Motor Neuron Disease (MND)
yang ditandai oleh degenerasi bertahap dan kematian pada neuron motorik 2,3.
Genetik berperan dalam penyakit ini, terjadi sekitar pada 5 – 10 % dari kasus.
Tetapi dalam kebanyakan kasus, belum diketahui mengapa ALS terjadi hanya
pada beberapa orang saja.
Pada tahun 1864 gejala pertama Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)
dipublikasikan oleh seorang ahli patologis Perancis Dr. Jean-Martin Charcot yang
juga menemukan bidang neurologi 2.
ALS biasanya dimulai dengan kelemahan pada otot tangan atau kaki, atau
bicara menjadi pelo. Akhirnya, ALS akan mempengaruhi kemampuan seseorang
untuk mengontrol otot-otot yang diperlukan untuk bergerak, berbicara, makan dan
bernapas. ALS adalah gangguan neurologis yang mempengaruhi neuron motorik
di otak dan sumsum tulang belakang. Hal ini ditandai dengan penumpukan
neurofilamen dan serat saraf sakit yang mengakibatkan hilangnya kontrol otot
sukarela seseorang. Gejala awal ALS bervariasi dengan masing-masing individu
tetapi mungkin termasuk penurunan daya tahan tubuh yang signifikan, kekakuan
dan kejanggalan, kelemahan otot, bicara meracau, dan kesulitan menelan.
Manifestasi lainnya termasuk tersandung, penurunan pegangan, kelelahan
abnormal pada lengan dan/atau kaki, kram otot dan berkedut. Bentuk progesifitas
lanjut, pasien secara bertahap kehilangan penggunaan tangan mereka, lengan,
kaki, dan otot leher, akhirnya menjadi lumpuh. Pasien akan sulit berbicara atau
menelan. Namun, kemampuan berpikir, kandung kemih, usus, dan fungsi seksual,
dan indra (penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan sentuhan) tidak
terpengaruh2.
Durasi penyakit ini berdasarkan dari awal terdiagnosis sampai meninggal
diperkirakan sekitar 3 – 5 tahun, dengan perkiraan 10% pasien dapat bertahan
rata-rata 10 tahun. Pada onset yang lebih tua dan disertai bulbar atau diikuti
dengan gangguan pernafasan berat memiliki prognosis yang buruk2.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Amyotropic lateral sclerosis sering disebut Lou Gehrig’s disease, maladie
de charcot atau motor neuron disease adalah suatu penyakit yang progresif fatal
neurodegenerative disease yang disebabkan oleh degenerasi motor neuron3.
Secara etiomologi amyotropic berasal dari bahasa yunani yang berasal dari
kata “a” artinya tidak ada atau negative dan “myo” berarti otot, serta “tropic”
artinya makanan. Kalau digabung artinya tidak ada makanan untuk otot.
Sedangkan lateral artinya medulla spinalis dimana control dan persarafan
didapatkan, dan arti sclerosis artinya jaringan ikat atau pengerasan3.
Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) merupakan penyakit motor neuron
kronik yang ditandai dengan adanya degenerasi progresif dari neuron motoris di
kornu anterior medula spinalis, nukleus motoris di batang otak, dan neuron-
neuron area motorik di lobus frontalis (kortikospinalis lateralis)3.
2.2. Epidemiologi
ALS adalah salah satu penyakit terbesar pada motor neuron disease. Setiap
etnik dan suku dapat terkena penyakit ini. Insiden ALS bervariasi antara 1-2 kasus
per 100.000 populasi 4. Onset puncak terjadinya ALS antara 40 – 60 tahun. Sangat
jarang ALS dapat terdiagnosa pada onset dibawah 20 tahun. Laki-laki terserang
penyakit ini lebih banyak dari wanita, dengan rasio 1.5 sampai 2:1 5.
2.3. Etiologi
Sampai saat ini, penyebab dari ALS masih belum diketahui, tetapi para
peneliti sedang mempelajari beberapa kemungkinan penyebab dari ALS antara
lain:
1. Mutasi Genetik
Berbagai mutasi genetik dapat menyebabkan bentuk ALS yang familial,
yang muncul hampir identik dengan bentuk non-mewarisi. Salah satu
bentuk mutasi genetik adalah kerusakan pada gen yang menghasilkan
enzim SOD1.
2. Ketidakseimbangan kimia
Pada pasien glutamat, terdapat kadar glutamat yang lebih tinggi daripada
orang normal. Glutamat adalah neurotransmitter yang penting untuk otak.
Kadar glutamat yang berlebihan dapat menjadi racun bagi sel-sel saraf.
3. Gangguan Sistem Imun
Kadang sistem imun seseorang menyerang sel – sel normal yang ada pada
tubuhnya. Dan para ilmuan berspekulasi bahwa respon imun yang salah
dapat memicu terjadinya ALS6.
2.4. Patofisiologi
Kebanyakan kasus dari ALS bersifat sporadik. Beberapa kasus diakibatkan
oleh gen-gen autosom yang dominan pada familial ALS. Penyebab dari ALS yang
sporadik sampai saat ini tidak diketahui, meskipun etiologi yang diusulkan oleh
para ahli adalah keracunan glutamate, akumulasi abnormal dari neurofilamen, dan
keracunan dari radikal bebas. Penyebab genetik dari kebanyakan kasus familial
ALS tidak diketahui, tetapi 20 % dari kasus familial ALS memperlihatkan mutasi
pada protein copper-zinc superoxide dismutase (SOD1), yang ditemukan pada
kromosom 21 7. Enzim SOD1 ini adalah antioksidan kuat yang melindungi tubuh
dari kerusakan akibat dari radikal bebas. Radikal bebas adalah molekul yang
sangat reaktif yang diproduksi oleh sel pada metabolisme normal 8. Radikal bebas
yang bertumpuk dalam jumlah berlebih dapat mengoksidasi protein dan lemak
pada sel. Familial ALS yang disebabkan oleh mutasi SOD1 ataupun tidak, tidak
dapat dibedakan secara klinis dari ALS sporadik, sehingga ada alasan untuk
mempercayai bahwa kerusakan oksidatif pada neuron adalah mekanisme normal
yang melandasi semua bentuk ALS. 7
Penelitian juga difokuskan pada peran glutamate dalam proses degenerasi
neuron motorik. Glutamate merupakan salah satu dari neurotransmitter dalam otak
yang paling penting dalam pengantaran sinyal dari satu neuron ke neuron lainnya
dalam otak. Para ilmuan menemukan bahwa, bila dibandingkan dengan orang
normal, penderita ALS memiliki lebih tinggi kadar glutmat dalam serum dan
cairan tulang belakang. Penelitian laboratorium telah menunjukkan bahwa neuron
mulai mati saat terekspose dengan glutamate berlebih dalam waktu yang lama.
Sekarang, para ilmuan mencoba mencari tahu mekanisme yang menyebabkan
peningkatan dan penumpukan glutamate yang tidak dibutuhkan dalam cairan
spinal dan bagaimana pengaruh ketidakseimbangan ini memberikan pengaruh
dalam perkembangan ALS.8
Kerusakan yang sistematik akan melanda kornu anterior dan jarang
kortikospinal/kortikobulbar, menimbulkan kelumpuhan yang disertai tanda-tanda
LMN dan UMN secara berbauran. 9
2.5 Gejala Klinis
Gejala dari ALS muncul ketika neuron motorik pada otak dan medulla
spinalis mulai berdegenerasi.1 Onset ALS mungkin begitu halus sehingga gejala
awal sering diabaikan dan dianggap sebagai suatu proses penuaan2. Bagian tubuh
yang terpengaruh pada gejala-gejala awal ALS tergantung dari otot mana yang
diserang pertama kali. Dalam beberapa kasus, gejala awalnya mempengaruhi
salah satu kaki, dan pasien mengalami kesulitan saat sedang berjalan atau berlari
dan pasien lebih sering tersandung daripada sebelumnya. Beberapa penderita
merasakan gangguan untuk pertama kali pada tangan saat mengalami kesulitan
dalam melakukan pergerakan-pergerakan sederhana yang membutuhkan
keterampilan tangan, seperti mengancingkan kemeja, menulis, atau memasukkan
dan memutar kunci dalam lubang kunci. Sedangkan beberapa pasien yang lain,
mengalami masalah bicara terlebih dahulu. 8
Terlepas dari bagian tubuh mana yang terserang pertama kali, kelemahan
otot dan atropi akan menyebar seiring dengan berlangsungnya penyakit. Pasien
akan mengalami peningkatan keluhan dalam hal bergerak, menelan (disfagia), dan
dalam berbicara atau membentuk kata (disartria).8
Gejala dari keterlibatan Upper Motor Neuron (UMN) adalah spastisitas,
peningkatan refleks (hiperrefleksia), dan gag refleks yang terlalu aktif, serta
munculnya klonus pada beberapa penderita. 10. Kerusakan pada UMN juga akan
mengakibatkan munculnya refleks patologis, yaitu Hoffman-tromner dan babinski
sign.8 Gejala dari degenerasi Lower Motor Neuron(LMN) meliputi kelemahan
otot dan atropi, kram otot, kedutan sekilas otot yang dapat dilihat dibawah kulit
(fasikulasi), dan penurunan refleks fisiologis.10
Meskipun urutan gejala yang muncul dan laju perkembangan penyakit
bervariasi dari satu orang dengan orang lainnya, pada akhirnya penderita tidak
dapat berdiri atau berjalan, turun atau naik ke tempat tidur sendiri, dan tidak dapat
menggunakan tangan dan lengan. Kesulitan dalam menelan dan mengunyah
mengganggu kemampuan penderita untuk makan dengan normal dan
meningkatkan risiko tersedak. Mempertahankan berat badan akan menjadi
masalah. Karena penyakit ini tidak menyerang kognitif penderita, maka penderita
akan merasa sadar mengenai penurunan fungsi progrsif yang ia alami, dan
penderita dapat menjadi cemas, takut, dan depresi. Sebagian kecil penderita
mungkin mengalami masalah dengan memori dan kemampuan mengambil
keputusan, dan berdasarkan penelitian, ada bukti yang berkembang bahwa
beberapa penderita mengalami demensia.8
Pada tahap selanjutnya dari penyakit, pasien akan mengalami kesulitan
bernapas ketika otot-otot sistem pernapasan mulai melemah. Pasien kemudian
akan kehilangan kemampuan untuk bernapas sendiri dan sangat bergantung pada
dukungan ventilator untuk bertahan hidup. Pasien juga menghadapi risiko terkena
pneumonia pada tahap selanjutnya, akibat tirah baring yang lama.8
2.6. Diagnosis
Tidak ada tes yang dapat memberikan diagnosis ALS secara pasti,
meskipun adanya gangguan pada UMN dan LMN dalam satu tubuh sudah sangat
sugestif. Diagnosis ALS terutama didasarkan pada tanda dan gejala-gejala yang
dialami pasien dan melalui serangkaian pemeriksaan penunjang untuk
menyingkirkan kemungkinan penyakit lainnya. Dokter menggali riwayat penyakit
pasien secara mendalam dan menyeluruh dan biasanya melakukan pemeriksaan
neurologi untuk menilai apakah gejala-gejala seperti kelemahan otot, atropi otot,
hiperrefleksia, dan spastisitas semakin memburuk secara progresif. Karena gejala-
gejala pada ALS dapat mirip dengan penyakit lainnya, penyakit yang lebih dapat
diobati, maka tes yang sesuai harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
penyakit yang lain.8
Salah satu dari tes tersebut adalah electromyography (EMG), suatu teknik
perekaman khusus yang dapat mendeteksi aktifitas elektrik dalam otot ketika
sedang beristirahat atau sedaang berkontraksi. Hasil EMG dapat mendukung
diagnosis ALS dan menyingkirkan kemungkinan penyakit yang lain. Tes ini akan
menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien.1,8
Test lainnya yang umum dilakukan adalah mengukur nerve conduction
velocity (NCV). Elektroda diletakkan diatas nervus atau otot yang ingin diperiksa,
kemudian akan diberi sedikit kejutan listrik yang rasanya seperti kedutan atau
spasme yang mengalir ke saraf untuk mengukur kekuatan dan kecepatan
berjalannya impuls.14 Kelainan spesifik pada hasil NCV dapat menunjukkan,
contohnya, bahwa pasien mengalami neuropati perifer atau miopati, dibanding
ALS.8
Dokter dapat meminta dilakukannya pemeriksaan magnetic resonance
imaging (MRI), suatu prosedur noninvasive yang menggunakan medan magnet
dan gelombang radio untuk mengambil gambar rinci otak dan medulla spinalis14.
Meskipun MRI seringkali normal pada pasien ALS, MRI dapat membantu dalam
menyingkirkan kemungkinan penyebab yang lain, seperti tumor medulla spinalis,
syringomyelia, atau cervical spondylosis.7
Berdasarkan gejala yang dirasakan penderita dan hasil dari tes-tes diatas, dokter
dapat meminta tes terhadap sample darah dan urin untuk melenyapkan
kemungkinan penyakit lainnya. Dalam beberapa kasus, jika dokter mencurigai
bahwa penderita lebih condong ke myopati dibanding ALS, maka biopsy otot
dapat dilakukan. Pada biopsy otot, porsi kecil dari otot di biopsy kemudian di
analisis di laboratorium.7
2.7 Pengobatan
Belum ada obat yang ditemukan untuk memperlambat ALS. Tetapi, Food
and Drug Administration (FDA) telah menyetujui pengobatan pertama untuk
penyakit ini adalah Riluzole (Rilutek). Riluzole diyakini mengurangi kerusakan
neuron motorik dengan menurunkan pelepasan glutamate. Uji klinis terhadap
pasien ALS, menunjukkan bahwa pemberian Riluzole dapat memperpanjang
hidup pasien hingga beberpa bulan, terutama pasien dengan kesulitan menelan.
Obat ini juga memperpanjang waktu sebelum pasien membutuhkan
dukungan ventilator. Riluzole tidak memperbaiki kerusakan yang telah terjadi
pada neuron motorik. Pasien yang mengkonsumsi riluzole perlu dipantau fungsi
hatinya dan kemungkinan efek samping yang lain. Namun, pengobatan pertama
penyakit ini menawarkan harapan bahwa suatu hari nanti progresifitas dari ALS
dapat diperlambat dengan pengobatan yang baru atau mengkombinasikan obat-
obatan seperti baclofen dan tizanidine untuk spastisitas8.
Pengobatan lain untuk ALS dirancang untuk meredakan gejala yang
dialami penderita dan meningkatkan kualitas hidup bagi pasien. Pengobatan
suportif ini diberikan oleh tim kesehatan yang terdiri dari tenaga professional dari
berbagai disiplin ilmu, seperti dokter, apoteker, fisioterapi, tenaga okupasi, terapis
bicara, ahli gizi, pekerja social, perawatan rumah dan perawat rumah sakit.
Bekerja sama dengan penderita dan tenaga perawat, tim ini dapat merancang
rencana individual untuk terapi medis dan terapi fisik dan menyediakan peralatan
khusus yang bertujuan untuk menjaga mobilitas dan membuat pasien senyaman
mungkin10.
Perhatian juga harus diberikan terhadap anggota keluarga yang merawat
pasien dalam keadaan sakit parah yang memburuk secara progresif.10
Dokter bisa memberikan obat-obatan yang membantu mengurangi
kelelahan, kram otot, mengontrol spastisitas, dan mengurangi pengeluaran air liur
dan dahak. Obat-obatan juga disediakan untuk membantu pasien dengan nyeri,
depresi, ganguan tidur, dan konstipasi. Bagian farmasi dapat memberikan anjuran
mengenai penggunaan obat-obatan secara tepat dan memantau resep pasien untuk
menghindari risiko dari interaksi antar obat11.
Terapi fisik dan peralatan khusus dapat meningkatkan kemandirian pasien
dan keselamatan pasien selama perjalanan ALS. Latihan aerobic yang sederhana
seperti berjalan dan berenangn dan bersepeda dapat menguatkan otot-otot yang
tidak tererang, meningkatkan kesehatan jantung, menjaga kebugaran dan
membantu pasien melawan depresi. Latihan peregangan dan range of motion
dapat membantu pasien mencegah spastisitas yang menyakitkan dan kontraktur
pada otot. Pelatih fisik dapat merekomendasikan latihan yang memberikan
manfaat-manfaat tersebut tanpa kerja otot yang berlebihan. Terapis okupasional
dapat menyarankan peralatan seperti alat bantu jalan dan kursi roda utnuk
membantu pasien menghemat energi dan tetap mobile.10
Penderita ALS yang memiliki kesulitan dalam berbicara perlu
berkonsultasi dengan ahli terapi bicara. Tenaga kesehatan professional dapat
mengajarkan pasien strategi adaptasi seperti teknik untuk membantu pasien
bersuara lebih keras dan lebih jelas. Selama perlangsungan ALS, ahli terapi bicara
dapat membantu pasien mengembangkan cara-cara untuk merespon pertanyaan ya
atau tidak, dengan mata atau dengan cara non-verbal lainnya, dan dapat
merekomendasikan alat bantu seperti speech synthesizers dan sistem komunikasi
berbasis computer. Metode dan perangkat-perangkat ini dapat membantu pasien
berkomunikasi saat mereka tidak bisa lagi berbicara atau memproduksi suara10.
Pasien dan perawat dapat belajar dari ahli terapi bicr dan ahli gizi,
bagaimana merencanakan dan menyiapkan makanan sepanjang hari yang
memberikan cukup kalori, serat, dan cairan dan bagaimana menghindari makanan
yang sulit untuk ditelan. Pasien juga dapat menggunakan suction untuk
menghilangkan kelebihan cairan atau air liur yang berlebihan, dan mencegah
tersedak. Bila pasien tidak dapat lagi menerima makanan peroral, maka dokter
akan menyarankan penggunaan gastro-intestinal tube untuk memasukkan
makanan langsung ke perut pasien. Penggunaan gastro-intestinal tube juga dapat
mengurangi risiko tersedak dan risiko pneumonia yang terjadi karena masuknya
cairan ke paru-paru. Tube ini tidak menyakitkan dan tidak menghalangi pasien
untuk makan-makanan lewat mulut jika mereka menginginkannya110.
Ketika otot-otot yang berperan dalam pernapasan melemah, penggunaan
ventilator nocturnal (intermittent positive pressure ventilation [IPPV] or bilevel
positive airway pressure [BIPAP]) dapat digunakan untuk membantu pernapasan
ketika sedang tidur. Ketika otot-otot tersebut tidak mampu lagi mempertahankan
kadar oksigen dan karbon dioksida, alat ini dapat digunakan full-time.
Pasien mungkin pada akhirnya akan mempertimbangkan penggunaan
ventilasi mekanis (respirator), dimana mesin mengembangkan dan mengempiskan
paru-paru. Agar efektif, diperlukan sebuah tuba yang masuk melalui hidung atau
mulut ke trakea, dan untuk penggunaan jangka panjang, dengan operasi
tracheostomi, tuba pernapasan plastik dimasukkan secara langsung ke trakea
melalui pembukaan pada leher.
Ahli terapi pernapasan dapat membantu pengasuh dalam tugas seperti
mengoperasikan dan mempertahankan alat bantu pernapasan. Perawat rumah tidak
saja memberikan perawatan medis, tetapi juga mengajarkan kepada pengasuh
tentang pemberian makanan lewat tuba dan memindahkan pasien untuk
menghindari masalah kulit yang menyakitkan dan kontraktur. Perawat rumah sakit
bekerja dalam berkonsultasi dengan dokter untuk memastikan pengobatan yang
sesuai, mengontrol rasa nyeri, dan perawatan lain yang mempengaruhi kualitas
hidup pasien yang ingin dirawat dirumah. Tim ini juga memberikan nasihat dan
informasi kepada pasien dan pengasuh mengenai isu-isu akhir kehidupan11.
2.9 Rehabilitasi Medik
2.9.1. Rehabilitasi Secara Umum
Peran bidang rehabilitasi medik pada kasus Amyotrophic Lateral Sclerosis
sangat besar, mengingat sifat kelainan penyakit ini yang progresif. Selain
diberikan terapi medikamentosa, secara sinergis rehabilitasi bertujuan mengurangi
kelemahan, menghilangkan kram otot, mengontrol kekakuan otot, terapi bicara,
memperbaiki fungsi menelan dan mengurangi pengeluaran ludah, fungsi seksual,
dan mengatasi aspek-aspek psikologis. Jenis terapi rehabilitasi medik yang bisa
diberikan pada penderita ALS adalah exercise, modalitas fisik, prostetik-ortotik,
dan medikamentosa.
Fungsi fisioterapist adalah membimbing penderita agar dapat
menggunakan alat-alat fisioterapi secara mandiri terutama yang bersifat low
impact aerobic exercise seperti berjalan, berenang dan bersepeda stationary yang
dapat mencegah kelumpuhan otot, memperbaiki fungsi kardiovaskular dan
menghindari kelemahan serta depresi. Terapi bicara dapat diberikan oleh ahli
speech terapist dengan memberi pelajaran bagaimana cara mengeluarkan suara
yang lancar dan jelas. Bila penderita susah bicara maka ahli terapi bicara akan
memberi tehnik bicara secara spesifik untuk memungkinkan penderita terus dapat
berkomunikasi.
3.2. Tujuan Rehabilitasi pada ALS
Tujuan suatu rehabilitasi medis adalah meniadakan keadaan cacad bila
mungkin, mengurangi keadaan cacad sebanyak mungkin, dan melatih dengan sisi
kecacadan untuk dapat hidup dan bekerja. Hal ini juga dipengaruhi oleh kondisi
penderita ALS dimana kondisi ini menunjukkan progresifitas dari penyakit ALS
itu sendiri. Jika diurutkan dari kondisi ringan hingga berat adalah dari impairment
– disability – handicap. Dan keberhasilan terapi rehabilitasi medik tergantung
kepada: kapan rehabilitasi diberikan, berat ringannya penyakit, dan motivasi
penderita.
3.3. Indikator Keberhasilan
Kita ketahui bahwa indikator keberhasilan program rehabilitasi medis
adalah pemulihan kondisi fisik, pemulihan kondisi psikologik, mampu bekerja
lagi sesuai kondisinya, dan tak kalah pentingnya adalah resosialisasi. Memang
sangat berat untuk mencapai indikator yang ideal pada penderita ALS, tetapi
paling tidak selama memungkinkan dilakukan bantuan terapi yang bisa
meningkatkan kualitas hidup penderita, hal ini harus tetap kita upayakan.
3.4. Rehabilitasi Respirasi
Apabila terdapat kelemahan otot-otot pernafasan maka pemberian noctural
ventilator assistance diperlukan dengan cara intermittent positive presure
ventilation atau dengan metode bilevel positif airway presure selama panderita
tidur. Bila penderita tidak bisa bernafas sama sekali maka perlu diberi ventilator
lewat mulut atau hidung langsung ke trakhea untuk pemakaian jangka panjang.
(10)
3.5. ALS dengan Spastisitas
Pada pasien ALS yang mengalami spastisitas merupakan kendala yang
sering menyebabkan kelainan fungsi motorik yang berat, maka selain diberikan
obat Baclofen dan injeksi thyrotropin-releasing hormone, juga diperlukan fisio
terapi dini yang lebih intensif.(10)
Pada fase awal penyakit ALS diusahakan untuk mempertahankan range of
motion dan untuk mencegah kontraktur. Pertama dengan melakukan terapi latihan
aktif, yang kadang dibantu bila perlu. Pada fase selanjutnya dimana penyakit
sudah berkembang progresif, maka diperlukan latihan pasif. Tujuan terapi latihan
adalah untuk meningkatkan kekuatan otot untuk mempertahankan fungsi dari
masing-masing otot tersebut. Pada terapi latihan ini harus dihindari keadaan
kelelahan pada penderita, untuk itu porsi latihan diatur sedemikian rupa sehingga
jadwal latihan tidak terlalu lama tetapi frekuensinya lebih sering. Terapi pilihan
antara lain adalah terapi berenang dan bersepeda, karena terapi ini melibatkan
banyak fungsi otot, yang diharapkan dapat meningkatkan kekuatan otot. Tetapi
pada beberapa penderita menolak ataupun malas untuk untuk melakukan terapi
ini, untuk itu para terapist harus tanggap dan terus gencar memompa semangat
para pasien tersebut.(10)
Pada latihan penguatan otot (strengthening exercise) diperlukan jika
kekuatan motoris penderita adalah 3 ke atas. Meliputi isometric exercise, isotonic
exercise, dan isokinetic exercise. Masing – masing jenis latihan disesuaikan
dengan keadaan penderita, misalnya penderita ALS dengan hipertensi dan
penyakit jantung tidak dianjurkan menggunakan jenis latihan isometrik dan yang
dianjurkan adalah jenis latihan isokinetik.
3.6. Pemakaian Alat Bantu
Pada kelemahan yang progresif dan adanya kelainan fungsi yang berlanjut,
maka diperlukan pertolongan atau asistensi untuk membantu fungsi sosial dalam
jangka lama. Dan beberapa ortesa diperlukan seperti short and long opponent
hand splint, foot-ankle orthosis untuk penderita yang mengalami dropfoot, soft
cervical collar untuk mencegah fleksi leher, beberapa jenis kruk, dan wheelchair.
Dan beberapa kasus memerlukan terapi operatif untuk meningkatkan fungsi otot.
Dan penderita harus diberi edukasi agar secara rutin melakukan terapi latihan di
rumahnya seperti latihan senam lengan, tungkai, dalam waktu tidak lama tetapi
rutin. Mempertahankan range of motion dilakukan lebih progresif, pemakaian
pemanas (ultrasound diathermi) dan terapi peregangan otot. (10)
Selain itu fisioterapi bertujuan untuk mengantisipasi terjadinya sifat
penyakit ALS yang progresif. Dibutuhkan beberapa ortosa untuk beberapa jenis
penyakit ALS ini, antara lain: Lightweight molded plastic ankle-foot orthoses,
untuk penggunaan jangka panjang atau untuk mobilisasi. Dan pasien harus
diberitahu bagaimana posisi yang aman bila terjatuh. Positioning dan terapi
latihan diperlukan untuk mencegah deformitas, dan juga sekaligus memperbaiki
kemampuan untuk aktifitas sehari-hari, yang diharapkan sama baiknya pada saat
melakukan aktifitas latihan di ruang perawatan.(10)
3.7. Fungsi Seksual
Pada kasus dimana terdapat kelainan fungsi seksual yang mengakibatkan
suatu permasalahan tersendiri bagi penderita, karena selain mengenai fungsi fisik,
tetapi yang paling penting adalah aspek psikologis dan dampak sosial yang
ditimbulkannya. Maka peran dari rehabilitasi sangat diperlukan untuk
mengembalikan fungsi vital dari kelainan ini. Umumnya penderita ALS yang
mengalami penurunan fungsi seksual seperti kelainan ereksi, masalah ejakulasi,
dan lubrikasi, jarang mengalami kelainan libido dan lesi pada area sensasi erektil.
Dengan kata lain area ini masih intak.(11)
3.8. ALS dengan hipersalivasi
Kondisi hipersalivasi juga merupakan permasalahan tersendiri. Salah satu
solusi dari permasalahan ini adalah dengan terapi operatif Transtympanic
Neurectomy. Disamping diberikan obat-obat jenis anticholinergik untuk
mengurangi hipersalivasi. Secara mekanik diperlukan suction untuk mencegah
aspirasi pneumonia. Kondisi lain yang bisa terjadi akibat dari bulbar palsy adalah
kesulitan menelan, hal ini memperberat kondisi penderita dengan hipersalivasi.
Maka diindikasikan untuk pemberian obat neostigmine dan jenis makanan yang
diberikan perlu diblender, selanjutnya jika diperlukan tindakan invasif yaitu
operasi cricopharyngeal myotomy, atau esophagostomy, dan jarang gastrotomy.
(10)
3.9. Masalah Depresi
Hal yang tidak kalah penting dari yang disebutkan di atas adalah
komponen emosional penderita, yang mempengaruhi semangat dan kemauan
untuk terus berlatih dan bertahan hidup. ALS merupakan penyakit yang
destruksif, termasuk memperburuk kondisi intelektual. Kondisi ini semua
menyebabkan depresi penderita ALS, dan umumnya depresi ini tertangani hanya
sebagian saja. Untuk mengatasinya diperlukan terapi baik secara individual
maupun terapi kelompok untuk menumbuhkan semangat. Di samping pemakaian
terapi farmakologis yang sering dipergunakan seperti obat antidepresan, tetapi
memiliki efek samping misalnya kelelahan dan mulut kering. Hal ini sangat
menyusahkan bagi penderita ALS. Dan saat ini obat antidepresan yang menjadi
pilihan adalah dari golongan selective serotonine re-uptake inhibitor. (12)