referat peritomitis kelompok

60
Referat Bedah “ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “ BAB I PENDAHULUAN Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada perforasi, perdarahan intraabdomen, infeksi, obstruksi dan strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis. Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptur saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen. Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri; kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi yang menurun, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang memudahkan Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUS Periode 28 Januari – 6 April 2013 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 1

Upload: trznatn1922

Post on 21-Jan-2016

58 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bedah

TRANSCRIPT

Page 1: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

BAB I

PENDAHULUAN

Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut

yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini

memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada

perforasi, perdarahan intraabdomen, infeksi, obstruksi dan strangulasi jalan cerna dapat

menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna

sehingga terjadilah peritonitis.

Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat

penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi

ulkus gastroduodenal), ruptur saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau

dari luka tembus abdomen. Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi

bakteri; kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi yang menurun, dan

adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang memudahkan

terjadinya peritonitis. Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil

karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan

morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari

kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang. Dalam penulisan referat ini akan dibahas mengenai penanganan peritonitis.

Peritonitis selain disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen yang berupa inflamasi dan

penyulitnya, juga oleh ileus obstruktif, iskemia dan perdarahan. Sebagian kelainan

disebabkan oleh cedera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran

cerna atau perdarahan.Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

1

Page 2: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

BAB II

APPENDISITIS

II.1. ANATOMI

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (3-15cm)

dan berpangkal di sekum. Pada 65% kasus apendiks terletak di intraperitoneal. Kedudukan ini

memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya tergantung pada panjang

mesoappendik penggantungnya. Pada kasus selebihnya, appendiks terletak di retroperitoneal

( belakang sekum, kolon ascendens, tepi lateral kolon ascendens). Appendiks adalah organ

imunologi yang berpartisipasi dalam proses sekresi immunoglobulin (IgA) dan merupakan

bagian dari GALT (gut associated lymphoid tissue). Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml

per hari. Lendir ini dicurahkan kedalam lumen selanjutnya yaitu sekum. Hambatan aliran

lendir di muara apendiks tampaknya berperan dalam patogenesis apendisitis akut.

Gambar anatomi apendiks dengan berbagai variasi posisi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

2

Page 3: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

Dinding abdomen terdiri dari struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks. Dibagian

belakang struktur ini, melekat pada tulang belakang sebelah atas pada costa, dan di bagian bawah

pada tulang panggul. Dinding abdomen ini terdiri dari beberapa lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapis

kulit yang terdiri dari kutis dan subkutis, lemak subkutan dan facies superfisial ( facies scarpae ),

kemudian ketiga otot dinding abdomen terdiri dari m. obliquus abdominis eksterna, m. obliquus

abdominis internus dan m. transversum abdominis, dan lapisan terakhir adalah preperitonium dan

peritonium, yaitu fascia transversalis, lemak preperitonial dan peritonium. Otot di bagian depan

tengah terdiri dari sepasang m.rektus abdominis dengan fascianya yang di garis tengah dipisahkan

linea alba.

Gambar struktur lapisan abdomen

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

3

Page 4: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

Dinding abdomen membentuk rongga cavum abdomen yang melindungi isi rongga abdomen.

Integritas lapisan muskulo-aponeurosis dinding abdomen sangat penting untuk mencegah terjadilah

hernia kongenital, akuisita, maupun iatrogenik. Fungsi lain otot dinding abdomen adalah pada

pernafasan juga pada proses berkemih dan buang air besar dengan meninggikan tekanan intra

abdominal.

Gambar struktur lapisan abdomen

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

4

Page 5: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

Perdarahan dinding abdomen berasal dari kraniodorsal diperoleh perdarahan dari cabang aa.

Intercostalis VI – XII dan a. epigastrika superior. Dari kaudal terdapat a. iliaca a. sircumfleksa

superfisialis, a. pudenda eksterna dan a. epigastrika inferior. Persarafan dinding abdomen dipersarafi

secara segmental oleh N.thorakalis VI – XII dan N. lumbalis .

II.2. Epidemiologi

Insidens apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang.

Namun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini

diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-

hari. Appendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu

tahun jarang dilaporkan. Insidens tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu

menurun. Insidens pada lelaki dan perempuan umunya sebanding, kecuali pada umur 20-30

tahun, insidens lelaki lebih tinggi.

II.3. Etiologi

Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor

pencetusnya. Sumbatan lumen appendiks merupakan factor pencetus disamping hiperplasia

jaringan limfe, fekalit, tumor appendiks dan cacing ascaris juga dapat menyebabkan

sumbatan. Penyebab lain adalah erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E.Histolytica

Penelitian epidemiologi menunjukan peran kebiasaan makan rendah serat dan konstipasi

terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikan tekanan intrasekal yang berakibat

timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatkan pertumbahan flora normal kolon

biasa.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

5

Page 6: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

II.4.Patofisiologi

Patologi apendisitis dapat dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh

lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Usaha pertahanan tubuh adalah

membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau

adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler yang dikenal dengan istilah infiltrat

apendiks. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami

perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan masa periapendikuler akan

tenang untuk selanjutnya akan menguraikan sendiri secara lambat. Apendiks yang pernah

meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang

menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan dengan jaringan

sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada

suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

6

Page 7: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

7

Page 8: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

II.5. Diagnosis:

II.5.1. Anamnesa

Pada anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluh dengan adanya nyeri merupakan

gejala yang pertama kali muncul. Seringkali dirasakan sebagai nyeri tumpul, nyeri di

periumbilikal yang samar-samar, tapi seiring dengan waktu akan berlokasi di abdomen kanan

bawah. Terjadi peningkatan nyeri yang gradual seiring dengan perkembangan penyakit.

Keluhan ini juga disertai mual dan kadang disertai muntah. Umumnya nafsu makan menurun.

Dalam beberapajam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mc burney. Disini, nyeri di

rasa lebih tajam dan jelas sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada

nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga, penderita memerlukan obat pencahar.

Tindakan ini dianggap berbahaya karena mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat

perangsangan peritoneum pasien biasanya mengeluh sakit perut dan batuk bila berjalan.

Bila appendiks terletak retrocaecal retroperitonel, tanda nyeri perut bawah tidak

begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal karena appendiks terlindung oleh

caecum. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul saat berjalan karena

kontraksi otot psoas mayor yang menggang dari dorsal.

Kadang pada appendiks yang terletak di rongga pelvis dapat menimbulkan gejala dan

tanda rangsangan sigmoid atau rectum sehingga peristalsis meningkat dan pengosongan

rectum menjadi lebih cepat serta berulang. Jika appendiks tadi menempel ke kandung kemih,

dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing akibat rangsangan appendiks terhadap dinding

kandung kemih.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

8

Page 9: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

Gejala appendiksitis akut pada anak tidak spesifik. Pada awalnya, anak sering hanya

menunjukan gejala rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa

nyerinya. Beberapa jam kemudian, anak akan muntah sehingga menjadi lemas dan letargi.

Karena gejala tidak khas tadi, appendisitis sering baru diketahuisetelah terjadi perforasi. Pada

bayi, 80-90% appendisitis baru di ketahui setelah terjadi perforasi.

Pada beberapa keadaan , appendisitis agak sulit di diagnosis sehingga tidak di tangani

pada waktunya dan terjadi komplikasi. Misalnya , pada orang berusia lanjut , gejalanya

sering samar-samar saja sehingga lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah

perforasi.

Pada kehamilan, peluang utama appendisitis adalah nyeri perut, mual, muntah. Hal ini

perlu dicermati karena pada kehamilan trimester pertama sering juga terjadi mual dan

muntah. Pada kehamilan lanjut, caecum dan appendiks terdorong ke kraniolateral sehingga

keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih di region lumbal kanan.

Pada appendisitis tanpa komplikasi biasanya demam ringan (37,5 -38,5 0 C). Jika suhu

tubuh diatas 38,6 0 C, menandakan terjadi perforasi. Bising usus meskipun bukan tanda yang

dapat dipercaya dapat menurun atau menghilang. Pasien dengan appendisitis cenderung tidak

bergerak dan berbaring di tempat tidur dengan posisi lutut difleksikan.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

9

Page 10: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

Gejala yang sering muncul dalam anamnesa pasien yang dicurigai menderita

appendisitis akut adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Gejala Appendisitis Akut

Gejala Appendisitis Akut Frekuensi

(%)

Nyeri perut 100

Anorexia 100

Mual 90

Muntah 75

Nyeri berpindah 50

Gejala sisa klasik (nyeri periumbilikal kemudian anorexia/mual/muntah

kemudian nyeri berpindah ke RLQ kemudian demam yang tidak terlalu tinggi)

50

*-- Onset gejala khas terdapat dalam 24-36 jam

II.5.2. Pemeriksaan Fisik

Pada apendicitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada

pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

10

Page 11: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik4:

Mc burney Sign : nyeri tekan pada titik dari 1/3 garis antara sias sampai umbilikus

Rovsing’s sign: dikatakan posiif jika tekanan yang diberikan pada LLQ abdomen

menghasilkan sakit di sebelah kanan (RLQ), menggambarkan iritasi peritoneum.

Sering positif tapi tidak spesifik.

Psoas sign: dilakukan dengan posisi pasien berbaring pada sisi sebelah kiri sendi

pangkal kanan diekstensikan. Nyeri pada cara ini menggambarkan iritasi pada otot

psoas kanan dan indikasi iritasi retrocaecal dan retroperitoneal dari phlegmon atau

abscess.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

11

Page 12: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

Gambar 3 . Cara melakukan Psoas sign

Dasar anatomis terjadinya psoas sign adalah appendiks yang terinflamasi yang terletak

retroperitoneal akan kontak dengan otot psoas pada saat dilakukan manuver ini.

Gambar 4. Dasar anatomis terjadinya Psoas sign

Obturator sign: dilakukan dengan posisi pasien terlentang, kemudian gerakan

endorotasi tungkai kanan dari lateral ke medial. Nyeri pada cara ini menunjukkan

peradangan pada M. obturatorius di rongga pelvis. Perlu diketahui bahwa masing-

masing tanda ini untuk menegakkan lokasi Appendix yang telah mengalami radang

atau perforasi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

12

Page 13: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

Gambar 5. Cara melakukan Obturator sign

Dasar anatomis terjadinya psoas sign adalah appendiks yang terinflamasi yang terletak

retroperitoneal akan kontak dengan otot obturator internus pada saat dilakukan manuver ini.

Gambar 6. Dasar anatomis terjadinya Obturator sign

Blumberg’s sign: nyeri lepas kontralateral (tekan di LLQ kemudian lepas dan

nyeri di RLQ)

Defence musculare: bersifat lokal, lokasi bervariasi sesuai letak Appendix.

Nyeri pada daerah cavum Douglas bila ada abscess di rongga abdomen atau

Appendix letak pelvis.

Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada jam 9-12

Skor Alvarado

Semua penderita dengan suspek Appendisitis acuta dibuat skor Alvarado dan

diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: skor <6 / >6. Selanjutnya dilakukan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

13

Page 14: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

Appendectomy, setelah operasi dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan

hasilnya diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut dan bukan radang akut.

Tabel Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis

Manifestasi Skor

Gejala

Adanya migrasi nyeri 1

Anoreksia 1

Mual/muntah 1

Tanda

Nyeri RLQ 2

Nyeri lepas 1

Febris 1

LaboratoriumLeukositosis 2

Shift to the left 1

Total poin 10

Keterangan:

0-4 : kemungkinan appendisitis kecil

5-6 : bukan diagnosis appendisitis

7-8 : kemungkinan besar appendisitis

9-10 : hampir pasti menderita Appendisitis

Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor > 6 maka tindakan bedah

sebaiknya dilakukan.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

14

Page 15: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

II.5.3. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% pasien dengan

appendisitis akuta. Jumlah leukosit pada penderita appendisitis berkisar antara 12.000-

18.000/mm3. Peningkatan persentase jumlah neutrofil (shift to the left) dengan jumlah normal

leukosit menunjang diagnosis klinis appendisitis. Jumlah leukosit yang normal jarang

ditemukan pada pasien dengan appendisitis.

Pemeriksaan urinalisis membantu untuk membedakan appendisitis dengan

pyelonephritis atau batu ginjal. Meskipun demikian, hematuria ringan dan piuria dapat terjadi

jika inflamasi appendiks terjadi di dekat ureter.

Ultrasonografi

Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk menunjang

diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala appendisitis. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan spesifitasnya lebih dari 90%.

Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis appendisitis acuta adalah appendix

dengan diameter anteroposterior 7 mm atau lebih, didapatkan suatu appendicolith, adanya

cairan atau massa periappendix.

False positif dapat muncul dikarenakan infeksi sekunder appendix sebagai hasil dari

salphingitis atau inflammatory bowel disease. False negatif juga dapat muncul karena letak

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

15

Page 16: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

appendix yang retrocaecal atau rongga usus yang terisi banyak udara yang menghalangi

appendix.

USG menunjukan potongan apendiks yang inflamasi secara longitudinal (panah)

CT-Scan

CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis

appendisitis akut jika diagnosisnya tidak jelas, sensitifitas dan spesifisitasnya kira-kira 95-

98%. Pasien yang obesitas, presentasi klinis tidak jelas, dan curiga adanya abscess, maka CT-

scan dapat digunakan sebagai pilihan test diagnostik.

Diagnosis appendisitis dengan CT-scan ditegakkan jika appendix dilatasi lebih dari 5-7

mm pada diameternya. Dinding pada appendix yang terinfeksi akan mengecil sehingga

memberi gambaran “halo”.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

16

Page 17: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

CT scan menunjukan potongan dari apendiks yang mengalami inflamasi (A) dengan

apendikolith(a).

CT scan menunjukan pembesaran dan inflamasi dari appendix (A) menuju ke cecum(C).

II.6 Penatalaksanaan

Jika diagnosa klinis sudah jelas, tindakan yang paling tepat dan merupakan satu-

satunya pilihan yang baik adalah appendektomi. Penundaan tindakan bedah dengan

pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Appendektomi dapat

dilakukan secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi. Terapi appendisitis akut yang

didiagnosa dalam waktu kurang dari 2 x 24 jam setelah onset gejala-gejalanya adalah

dilakukan appendektomi cito. Bila dibiarkan dapat timbul komplikasi lebih lanjut.

Terapi appendisitis akut yang sudah lebih dari 48 jam memerlukan terapi konservatif

terlebih dahulu. Pada keadaan ini jika dilakukan operasi maka akan lebih banyak manipulasi

waktu melakukan operasi karena telah terjadi perlekatan. Selain itu dapat merusak barier

yang ada sehingga infeksi dengan mudah menyebar waktu mengambil appendik, karena

appendik dapat pecah sehingga menyebabkan peritonitis generalisata dan pada kondisi ini

mosoapendik dan cecum sedang dalam keadaan edema sehingga jahitan tidak dapat rapat dan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

17

Page 18: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

stomp appendik akan bocor. Oleh karena itu terapinya adalah konservatif dahulu. Apabila

appendik telah tenang (afroid) dapat dilakukan appendektomi.

Terapi appendisitis infiltrasi adalah dilakukan terapi konservatif terlebih dahulu.

Terapi konservatif yang dilakukan berupa total bed rest posisi fowler, diet rendah serat (bubur

saring), pemberian antibiotik spektrum luas dan antibiotik untuk kuman anaerob

(metronidazole) serta observasi infiltrat, tanda-tanda peritonitis perforasi, suhu setiap 6 jam,

LED dan Leukosit. Setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan

appendektomi. Apabila gejala menghebat dan adanya tanda-tanda peritonitis perforasi maka

dianjurkan operasi secepatnya.

Terapi appendisitis perforata didahului dengan perbaikan keadaan umum dengan

pemasangan infus, NGT, kateter, pemberian antibiotik untuk kuman gram negatif, gram

positif dan kuman anaerob sebelum pembedahan. Dilakukan laparotomi dengan insisi yang

panjang agar dapat dilakukan pencucian rongga peritoneum dari pus dan pengeluaran fibrin.

Sedangkan terapi appendisitis kronis dilakukan appendektomi elektif.

II.6.1 Penanganan Appendisitis di IGD:

Saat pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut kanan bawah, yang dilakukan

adalah anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Setelah diagnosa

appendisitis ditegakan, pasien memerlukan tindakan pembedahan, tetapi sebelum itu

dilakukan persiapan sebelum pembedahan, antara lain ;

Pemberian terapi cairan secara IV (resusitasi cairan) dengan pemasangan infus

Pemasangan NGT (Naso Gastric Tube) untuk dekompresi lambung

Pemasangan kateter untuk monitoring urine

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

18

Page 19: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

Pemberian antibiotik untuk beberapa kondisi infeksi (peritonitis) atau sebagai

profilaksis selama preoperatif

Sebelum operasi, pasien di puasakan untuk mengistirahatkan saluran cerna

II.7 Diagnosis Banding

a. Gastroenteritis

Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa nyeri. Nyeri

perut sifatnya lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Sering dijumpai adanya

hiperperistaltik. Panas dan leukositosisi kurang menonjol dibandingkan dengan

apendisitis akut.

b. Demam dengue

Demam dengue dapat dimulai dengan nyeri perut mirip peritonitis. Pada

penyakit ini, didapatkan hasil tes pasitif unruk Rumpe Leede, trombositopenia, dan

peningkatan hematokrit.

c. Limfadenitis mesenterika

Limfadenitis mesenterika yang biasa didahului oleh enteritis atau

gastroenteritis, ditandai dengan nyeri perut, terutama perut sebelah kanan, serta

perasaan mual dan nyeri tekan perut yang sifatnya samar, terutama perut sebelah

kanan.

d. Kelainan Ovulasi

Folikel ovarium yang pecah pada ovulasi dapat menimbulkan nyeri pada perut

kanan bawah di tengah siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama pernah

timbul lebih dahulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24

jam, tetapai mungkin dapat mengganggu selama dua hari.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

19

Page 20: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

e. Infeksi panggul

Salpingitis akut kanan sering dikacuka dengan apendisitis akut. Suhu biasanya

lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus.

Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Pada colok

vagina, akan timbul nyeri hebat di panggul jika uterus diayunkan.

f. Kehamilan di luar kandungan

Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu.

Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan perdarahan, akan

timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok

hipovolemik. Pada pemeriksaan vagina, didapatkan nyeri dan penonjolan rongga

Douglas dan pada kuldosentesis didapatkan darah.

g. Kista ovarium terpuntir

Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam

rongga pelvic pada emeriksaan perut, colok vagina, atau colok rectal. Tidak terdapat

demem. Pemeriksaan ultrasonografi dapat menentukan diagnosis.

h. Endometrium eksterna

Endometrium di luar rahim akan menimbulkan nyeri di tempat endometriosis

berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak ada jalan ke luar

i. Urolitiasis pielum/ ureter kanan

Adanya riwayat kolik dari pingganga ke perut yang menjalar ke inguinal

kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan. Foto polos

perut atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut. Pielonefritis sering

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

20

Page 21: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

disertai denga demem tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral disebelah kanan dan

piuria

j. Penyakit saluran cerna lainnya

Penyakit lain yang perlu dipikirkan adalah peradangan di perut, seperti

divertikel Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistitis akut,

pancreatitis, diverticulitis kolon, obstruksi usus awal, perforasi colon, demam tifoid

abdominalis, karsinoid, dan mukokel apnediks.

II.8. Komplikasi

Komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas

maupun perforasi pada apendiks yang teah mengalami pendindingan sehingga berupa massa

yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus.

II.8.1. Masa periapendikuler

Maasa apendiks terjadi bila apendisitis ganggrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau

dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada masa periapendikular dengan

pembentukan dinding yang belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga

peritoneum jika perforasi diikuti oleh peritonitis purulen generalisata. Oleh karena itu, masa

apendikuler yang masih bebas (mobile) sebaiknya segera dioperasi untuk mencegah penyulit

tersebut. Selain itu, operasinya masih mudah. Pada anak, dipersiapkan operasi dalam waktu

2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan masa periapendikular yang disertai pendindingan yang

sempurna sebaiknya dirawat terlebih dahulu dan diberi antibiotic sambil dilakukan

pemantauan terhadap suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak

ada demam, masa periapendikular hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan

apendektomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

21

Page 22: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses

apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri,

dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit.

Riwayat klasik apendisitis akut, yang dikuti dengan adanaya massa yang nyeri di

region iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa atau abses

periapendikuler. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dari karsinoma sekum, penyakir Crohn,

dan amuboma. Perlu juga disingkirkan kemungkinanan aktinomikosisi intestinal, enteritis

tuberkulosa, dam kelainaan ginekologik sebelum memastikana diagnosisi massa apendiks.

Kunci diagnosisi biasanya terletak pada anamnesis yang khas.

Apendektomi dilakukan pada infiltrate periapendikuler tanpa pus yang telah

ditenangkan. Sebelumnya, pasien diberi antibiotic kombinasi yang aktif terhadap kuman

aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6 – 8 minggu kemudian,

dilakukan apendektomi. Pada anak kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara

konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya.

Bila sudah terjadi abses dianjurkan drainase saja; apendektomi dikerjakan setelah 6 – 8

minggu kemudian. Jika, pada saat dilakukan drainase bedah apendiks mudah diangkat,

dianjurkan sekaligus dilakukan apendektomi.

II.8.2. Apendisitis perforata

Adanya fekalit didalam lumen, umur (orang tua atau anak kecil), dan keterlambatan

diagnosis, merupakan faktor yang berperan dalam terjadinya perforasi apendiks, Insidens

perforasi pada penderita diatas 60 tahun dilaporkan 60 %. Faktor yang mempengaruhi

tingginya insidens perforasi pada orang tua adalah gejalanya yang sama, keterlambatan

berobat, adanya perubahan anatomi apendiks berupa penyempitan lumen, dan Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

22

Page 23: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

arteriosklerosis. Insidens tinggi pada anak disebabkan oleh dinding apendiks yang masih

tipis, anak kurang komunikatif sehingga memperpanjang waktu diagnosis, dan proses

pendindingan kurang sempurna akibat perforasi yang berlangsung cepat dan omentum anak

belum berkembang.

Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan

demam tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi seluruh perut dan perut menjadi tegang dan

kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler terjadi di seluruh perut, mungkin disertai dengan

pungtum maksimum di region iliaka kanan; peristaltic usus dapat menurun sampai

menghilang akibat adanya ileus paralitik. Abses rongga peritoneum dapat terjadi bila pus

yang menyebar terlokalisasi subdiafrgama. Adanya massa intraabdomen yang nyeri disertai

demam harus dicurigai sebagai abses. USG dapat membantu mendeteksi adanya kantung

nanah. Abses subdiafragma harus dibedakan dengan abses hati, pneumonia basalm atau efusi

pleura. USG dan foto Roentgen dada akan membantu membedakannya. Perbaikan keadaan

umum dengan infuse, pemberian antibiotic untuk kuman Gram negative dan positif serta

kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastrik perlu dilakukan sebelum pembedahan.

Perlu dilakukan laparatomi dengan insisi yang panjang, supaya dapat dlakukan

pencucian rongga peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin yang adekuat secara

mudah serta pembersihan kantung nanah. Akhir-akhir ini, mulai banyak dilaporkan

pengelolaan apandisitis perforasi secara laparoskopi apendektomi. Pada prosedur ini, rongga

abdomen dapat dibilas dengan mudah. Hasilnya dilaporkan tidaj berbeda jauh dibandingkan

dengan laparatomi terbuka, tetapi keuntungannya adalah lama rawat lebohpendek dan secra

kosmetik lebih baik.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

23

Page 24: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

Karena terdapat kemungkinana terjadi infeksi luka operasi, sebaiknya dilakukan

pemasangan penyalir subfasia; kulit dibiarkan terbuka dan nantinya dijahit ila sudahh

dipastikan tidak ada infeksi. Pemasangan penyalir intraperitoneal tidak perlu dilakukanoada

anak karena justru lebih sering menyebabkan komplikasi infeksi.

II.9.Prognosis

Mortalitas pada rupture apendisitis adalah sekitar 1 %, akan tetapi pada orang tua,

mortalitas rupture apendisitis adalah sekitar 5% lima kali lipatnya. Kematian biasanya

disebabkan dari sepsis-peritonitis, abses intraabdominal atau septicemia gram negative, serta

emboli paru. Prognosis membaik dengan diagnosis dini sebelum ruptur dan antibiotic yang

lebih baik.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

24

Page 25: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

BAB III

PERITONITIS

III.1. Definisi

Peritonitis adalah reaksi inflamasi (iritasi) dari peritoneum, sebuah jaringan tipis yang

berada di dinding bagian dalam dari abdomen dan menutupi hampir seluruh organ abdomen.

III.2. Etiologi

Peritonitis dapat disebabkan oleh infeksi yang masuk ke dalam daerah peritoneum

melalui perforasi organ, tetapi dapat juga disebabkan oleh iritan lain seperti adanya benda

asing, cairan empedu dari kandung empedu yang mengalami perforasi, atau dapat juga

disebabkan oleh hepar yang mengalami laserasi, atau dapat juga disebabkan oleh asam

lambung yang berasal dari perforasi gaster. wanita juga dapat mengalami peritonitis dari

infeksi tuba fallopi dan ruptur dari kista ovarium. Pasien dapat datang dengan gejala yang

akut, atau dapat juga berupa penyakit sistemik yang berat dengan didukung adanya syok

sepsis.

Infeksi pada daerah peritoneum dapat diklasifikasikan menjadi infeksi primer oleh

karena penyebaran secara hematogen, biasanya disertai dengan immunocompromise, atau

dapat merupakan infeksi sekunder yang terkait dengan proses patologi dari beberapa organ

viseral seperti perforasi atau trauma, termasuk juga trauma iatrogenik atau dapat juga berupa

infeksi tersier pada infeksi rekuren atau persisten setelah diberi terapi yang adekuat.

Peritonitis primer merupakan peritonitis bakteri yang paling banyak terjadi disebabkan oleh

penyakit hati kronik. Sedangkan peritonitis sekunder adalah peritonitis yang paling sering

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

25

Page 26: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

terjadi di praktek klinik. Sedangkan peritonitis tersier sering berkembang tanpa melibatkan

proses patologi dari organ viseral.

III.3 Patofisiologi

Pada apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh

hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma.

Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan,

makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai

keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan menghambat aliran

limfe yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena

sehingga udem bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding

apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks sehingga

menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun general. .

Selanjutnya dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai

timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit

hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria.

III.4.Diagnosis

III.4.1 Anamnesa

Nyeri perut hebat

o Pada awalnya timbul nyeri tumpul yang kemudian berubah menjadi nyeri

hebat yang lebih terlokalisir. Hal ini disebabkan karena pada awalnya proses

infeksi masih mengenai peritoneum viseral yang kemudian mengenai

peritoneum parietal. Nyeri abdomen dapat di eksaserbasi oleh pergerakan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

26

Page 27: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

(contoh: batuk, fleksi sendi panggul) dan penekanan lokal. Pada beberapa

penyakit (contoh: perforasi gaster, pankreatitis akut, iskemi pada usus), dapat

dirasakan nyeri abdomen yang hebat sejak awal.

Mual muntah

o Muntah dapat disebabkan proses patologi organ viseral yang mendasari

peritonitis (contoh: obstruksi) atau dapat bersifat sekunder akibat iritasi

peritoneal.

Penurunan nafsu makan

Demam

Tanda-tanda ileus (tidak dapat flatus dan BAB)

III.4.2 Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum lemah

Demam

Anoreksia

Mual muntah

Gejala dehidrasi sampai syok hipovolemik/sepsis

o Disebabkan oleh anoreksia, muntah, dan demam. Jika dehidrasi berjalan

progresif, pasien dapat mengalami hipotensi, oliguri dan anuri. Peritonitis

berat dapat menyebabkan syok septik.

Takikardia

o Dapat disebabkan oleh pelepasan mediator inflamasi dan hipovolemia

intravaskular.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

27

Page 28: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

Pemeriksaan status lokalis:

o Distensi abdomen dengan bising usus menurun sampai hilang (gejala ileus)

o Peningkatan rigiditas dinding abdomen

Dapat terjadi akibat respon pasien terhadap pemeriksaan atau iritasi

peritoneal.

Pasien dengan peritonitis yang berat biasanya menghindari setiap

gerakan dan melakukan fleksi pada sendi panggul untuk mengurangi

tegangan pada dinding abdomen.

o Nyeri tekan dan nyeri lepas abdomen pada palpasi

o Pada perkusi pekak hepar dapat menghilang

III.4.3 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

o Leukositosis dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis

o Hemokonsentrasi

o Asidosis metabolik

Radiografi

o Foto polos abdomen free air dapat ditemukan pada kasus perforasi gaster

dan duodenum

Ultrasonografi

o Membantu mengevaluasi kelainan patologis pada organ intraabdomen kuadran

kanan atas dan bawah serta pelvis.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

28

Page 29: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

Pemeriksaan khusus

o Diagnostic paracentesis

Sebuah prosedur dengan memasukkan jarum atau kateter ke dalam

kavum peritoneum untuk mengambil cairan asites atau untuk tujuan

terapetik.

III.5. Penatalaksanaan

Pada peritonitis primer infeksi disebabkan lewat hematogen atau inokulasi langsung

(contoh: pasien dengan peritoneal dialisis). Organisme gram-positive sering dijumpai pada

pasien dengan peritoneal dialysis. Organisme lain yang sering dijumpai pada peritonitis

adalah E. coli, K. pneumoniae, pneumococci, dan lainnya. Pengobatan diberikan dengan

antibiotika yang sensitif sesuai dengan mikroba yang menginfeksi. Biasanya diperlukan

terapi selama 14-21 hari. Instrumen invasif seperti peritoneal dialisis mungkin harus

disingkirkan dahulu untuk penyembuhan yang lebih efektif pada infeksi yang rekuren. Pada

pasien dengan peritoneal dialisis dilaporkan bahwa pemberian obat ke jaringan peritoneum

secara langsung lebih efektif daripada lewat intravena.

Pada peritonitis sekunder infeksi disebabkan oleh perforasi, inflamasi yang berat,

atau infeksi dari organ intra abdominal. Penatalaksanaan yang efektif mencakup perbaikan

pada organ yang rusak; debridement pada jaringan nekrotik, jaringan yang terinfeksi dan

debris; dan penggunaan obat antimikroba untuk kuman aerob dan anaerob. Pemberian

antibiotik sebaiknya spektrum luas atau antibiotik kombinasi karena diagnosis pasti tidak

dapat ditentukan sebelum laparotomi eksplorasi dilakukan. Kebocoran pada organ GI tract

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

29

Page 30: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

bagian atas berkenaan dengan bakteri gram-positif, sedangkan pada kebocoran distal dari

usus halus dan kolon berkenaan dengan polimikroba spesies aerob dan anaerob.

Pada pasien dengan massa periappendikuler yang masih bebas (mobile) sebaiknya

segera dilakukan operasi. Sedangkan bila massa periappendikuler sudah terpancang dengan

pendindingan sempurna sebaiknya dirawat terlebih dahulu dan diberi antibiotik hingga

demam hilang, massa periapendikuler hilang, dan lekosit normal kemudian penderita boleh

pulang. Appendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan karena

perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila ileus pada pasien telah sembuh maka

pengobatan parenteral dapat diganti lewat oral. Penanganan yang baik pada sumber infeksi

dan terapi antibiotik yang adekuat menurunkan mortalitas hingga 5 - 6%; kegagalan dalam

mengontrol sumber infeksi menyebabkan mortalitas lebih dari 40%.

Peritonitis tersier atau postoperative peritonitis sering dijumpai pada pasien dengan

imunosupresi dan pasien yang tidak responsif dengan pengobatan. Kultur kuman sangat

dibutuhkan pada peritonitis tersier. Mikroba seperti E. faecalis and faecium, S. epidermidis,

C. albicans, dan P. aeruginosa sering dijumpai. Sayangnya, dengan terapi antimikroba yang

efektif pun penyakit ini menyebabkan mortalitas hingga 50%.

Bila ditemukan adanya abses intra abdominal maka dapat diketahui dengan CT scan

dan di lakukan drainase perkutaneus. Intervensi secara pembedahan dianjurkan bila terdapat

abses multipel, abses yang letaknya dekat dengan struktur vital sehingga drainase perkutan

dapat membahayakan, dan pada pasien yang diketahui adanya kontaminasi berulang (contoh:

kebocoran usus). Pemberian antibiotik untuk kuman aerob dan anaerob biasanya diberikan

selama 3-7 hari, dan kebanyakan praktisian meninggalkan kateter drainase in situ sampai

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

30

Page 31: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

kavitas abses kolaps, output <10-20mL/d, tidak ada gejala kontaminasi, dan kondisi klinis

pasien membaik.

Pembedahan emergensi seringkali dibutuhkan dalam penanganan peritonitis, terutama

pada perforasi appendiksitis, perforasi ulkus lambung, atau divertikulitis. Jaringan yang

terinfeksi seperti apendiks yang meradang dan abses harus dibuang, begitu pula jaringan

peritoneal yang terinfeksi. Pada peritonitis yang uncomplicated dengan penanganan organ

penyebab yang adekuat, biasanya diberikan antibiotik postoperatif 5-7 hari. Pada kasus yang

lebih ringan (contoh: appendisitis tanpa komplikasi, cholecystitis) hanya dibutuhkan terapi

postoperatif sekitar 24-72 jam.

III.5.1 Penanganan Peritonitis di IGD:

1. Resusitasi cairan dan keseimbangan elektrolit

bila keadaan umum pasien baik, tidak diperlukan resusitasi, namun bila ditemukan

gejala hipovolemik (nadi cepat, tekanan darah rendah) tunda operasi sembari

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

31

Page 32: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

diresusitasi sampai keadaan umum membaik. Cairan yang dipakai biasanya

Ringer’s laktat ataupun NaCl.

Monitor keluaran urin per jam dan keseimbangan cairan pasien. Untuk

memudahkan biasanya pada pasien dipasangkan kateter.

2. Pemasangan NGT untuk mengurangi tekanan abdominal dan mencegah akumulasi gas

didalam traktus gastrointestinal.

3. Pemberian oksigen untuk perbaikan perfusi jaringan.

4. Pengobatan simptomatik seperti analgesik untuk menghilangkan rasa nyeri pasien.

5. Pengobatan empiris:

Antibiotik broadspectrum yang mencakub gram +, gram -, dan anaerob seperti

kloramfenikol/ penicilin/ sefalosporin + metronidazol

Bila pasien kelak akan dioperasi menggunakan relaksan otot sebaiknya jangan

diberikan aminoglikosida karena dapat saling berinteraksi dan menyebabkan

depresi pernapasan.

III.6. Pencegahan

Penggunaan antibiotik sebagai terapi preventif sebelum dan setelah pembedahan

abdomen dapat digunakan untuk mencegah peritonitis. Pada infeksi abdominal penanganan

yang cepat dan tepat akan mencegah terjadinya peritonitis.

Pada pasien dengan peritoneal dialisis resiko peritonitis dapat dikurangi dengan cara:

Mencuci tangan secara seksama dari jari, bawah kuku, dan tangan sebelum

memegang kateter

Menggunakan masker saat penggantian kateter

Penggunaan krim antibiotik pada tempat keluar kateter setiap hari

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

32

Page 33: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

III.7. Diagnosis Banding

Appendisitis Akut

Appendisitis akut adalah suat peradangan dari appendiks yang disebabkan oleh infeksi.

Keadaan ini biasanya mempunyai gejala klinis seperti nyeri hebat pada perut kanan bawah

(tergantung letak dari appendiksnya). Apabila terjadi pada letak antecaecal maka gejala yang

ditimbulkan dapat menyerupai peritonitis.

Infeksi Saluran Kemih Akut

Infeksi saluran kemih dapat disebabkan oleh berbagai sebab seperti batu ureter, obstruksi

saluran kencing, infeksi, dan lainnya. Gejala klinisnya dapat berupa gangguan berkemih

(nyeri, tidak puas, kencing darah) dan nyeri akut yang hebat tergantung dari lokasi

kelainannya. Apabila terjadi akut pada daerah saluran kemih bagian atas, maka gejala yang

ditimbulkan dapat berupa nyeri abdomen yang hebat dan dapat menyerupai peritonitis.

Ileus Obstruksi

Ileus obstruksi adalah adanya sumbatan pada usus yang dapat disebabkan oleh berbagai

hal seperti inflamasi, intususepsi, dan lainnya. Usus disekitarnya tetap aktif sehingga

menimbulkan tanda dan gejala tertentu tergantung letaknya, salah satunya adalah diare,

konstipasim, mual muntah, dan nyeri abdomen. Apabila terjadi proses strangulasi, maka

gejala seperti nyeri akan timbul lebih hebat sehingga dapat menyerupai peritonitis.

III.8. Komplikasi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

33

Page 34: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

Sepsis

Sepsis adalah salah satu komplikasi peritonitis yang paling serius. Sepsis dapat terjadi

apabila peritoneum menjadi terinfeksi dan infeksi tersebut menyebar lewat darah menuju

organ lain. Bila tidak seger ditangani, dapat menyebabkan keadaan yang lebih lanjut yaitu

sepsis berat. Sepsis berat terjadi saat satu atau lebih organ terkena infeksi atau ketika terjadi

kekurangan suplai darah ke jaringan dan organ yang berat. Tanda kilinis pada pasien biasanya

terdapat demam tinggi (>38oC), menggigil, takikardi, takipneu.

Septik Syok

Septik syok adalah salah satu komplikasi peritonitis yang berat, ditandai dengan

penurunan tekanan darah masif dan menggambarkan gejala syok seperti akral dingin,

bradikaria dan nadi tak teraba. Keadaan ini dapat menyebabkan penurunan tekanan darah,

pernapasan, dan fungsi organ yang dapat berujung ke kematian.

Multi Organ Dysfunction

Apabila darah yang mengangkut oksigen dan nutrisi untuk sel tidak dapat

didistribusikan dengan baik akibat syok dan penyebab lainnya, maka mulai dari sel, jaringan

dan organ lama-kelamaan akan mengalami kematian, sehingga keadaan ini menyebabkan

kegagalan multi organ.

III.9. PrognosisKepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

34

Page 35: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

Peritonitis Bakterial Spontan

Angka mortalitas pada PBS <5% apabila didiagnosis lebih awal dan diberikan terapi

yang sesuai. Pada pasien yang dirawat dirumah sakit angka kematian dalam 1 tahun mencapai

50-70%. Hal ini sering disebabkan oleh komplikasi lebih lanjut seperti perdarahan

gastrointestinal, disfungsi ginjal, dan disfungsi hati. Pasien dengan riwayat insufisiensi ginjal

mempunyai resiko kematian e.c SBP lebih tinggi.

Peritonitis Sekunder dan Abses Peritoneal

Peritonitis Sekunder tanpa komplikasi dan abses peritoneal sederhana mempunyai

angka kematian <5%, namun dapat meningkat hingga 30%-50% pada infeksi berat. Angka

kematian e.c pembentukan abses peritoneum sendiri sebesar 10%-20%

Metode Penentuan Prognosis

Salah satu metode penentuan prognosis yang paling ideal adalah dengan Acute

Physiology and Chronic Health Evaluation II (APACHE II). Metode ini menggunakan

metode penghitungan Knaus. Acute Physiology Score (APS) berdasarkan 12 variabel

fisiologis dengan skor 0-4(Tabel.1). Age Points (AP) dinilai berdasarkan usia pasien dalam

tahun (44=0, 45-54=2, 55-64=3, 65-74=5, >75=6). Chronic Health Point (CHP) menilai

riwayat insufisiensi organ dari pasien, skor 2 untuk pasien dengan riwayat operasi elektif,

dan skor 5 untuk pasien non operatif atau riwayat operasi darurat.Penghitungan APACHE II

menggunakan forumula APACHEII=APS+AP+CHP

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

35

Page 36: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

Tabel.1.Acute Physiology Score of APACHE II Scoring

Berdasarkan skor APACHE II pada sebuah penelitian, pasien dibagi menjadi 3 grup.

Pasien dengan skor <10 mempunyai angka mortalitas 0%, pasien dengan skor 11-20

mempunyai angka mortalitas 35.29%, dan pasien dengan skor >20 mempunyai angka

mortalitas 91.7%.

Metode lain adalah dengan menggunakan Mannheim Peritonitis Index (MPI). Cara ini

menggunakan faktor resiko peritonitis sebagai variabel prognostik (Tabel.2). Faktor resiko

yang digunakan dalam metode ini adalah usia, jenis kelamin, fungsi organ, keganasan, durasi

peritonitis sebelum operasi, asal infeksi, luas peritonitis dan eksudasi.

Tabel.2. Mannheim Peritonitis Indexscoring

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

36

Page 37: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

Penghitungan skor MPI pada suatu penelitian menunjukkan hasil seperti berikut;

pasien dengan skor <15 mempunyai angka mortalitas 0%, pasien dengan skor 16-25

mempunyai angka mortalitas 4%, dan pasien dengan skor >25 mempunyai angka mortalitas

82.3%.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

37

Page 38: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

BAB IV

Kesimpulan

Apendisitis adalah peradangan pada apendik. Berbagai hal berperan sebagai faktor

pencetusnya. Sumbatan lumen appendiks merupakan factor pencetus disamping hiperplasia

jaringan limfe, fekalit, tumor appendiks, dan cacing ascaris juga dapat menyebabkan

sumbatan. Penyebab lain adalah erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E.Histolytica.

Penelitian epidemiologi menunjukan peran kebiasaan makan rendah serat dan konstipasi

terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat

timbulnya sumbatan fungsional appendiks dan meningkatkan pertumbuhan flora normal

kolon.

Gejala awal appendisitis adalah nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikus

disertai mual dan anoreksi. Lalu nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukan tanda

rangsangan peritoneum lokal di titik McBurney, yaitu berupa nyeri tekan, nyeri lepas, dan

defans muskuler. Selain itu juga terdapat nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung, yaitu

nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing), nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah

kiri dilepaskan (Blumberg), dan nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti nafas

dalam, berjalan, batuk atau mengejan. Pada apendisitis perforata ditandai dengan demam

tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi seluruh perut dan perut menjadi tegang dan

kembung, nyeri tekan dan defans muskuler terjadi di seluruh perut.

Tindakan yang paling tepat dan merupakan satu-satunya pilihan yang baik dalam

penanganan appendisitis adalah appendektomi. Appendektomi dapat dilakukan secara

terbuka ataupun dengan cara laparoskopi. Terapi appendisitis perforata didahului dengan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

38

Page 39: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

perbaikan keadaan umum dengan pemasangan infus, NGT, kateter, pemberian antibiotik

untuk kuman gram negatif, gram positif, dan kuman anaerob sebelum pembedahan.

Dilakukan laparotomi dengan insisi yang panjang agar dapat dilakukan pencucian rongga

peritoneum dari pus dan pengeluaran fibrin. Sedangkan terapi appendisitis kronis dilakukan

appendektomi elektif.

Kematian biasanya disebabkan dari sepsis-peritonitis, abses intraabdominal atau

septicemia gram negatif, serta emboli paru. Prognosis membaik dengan diagnosis dini

sebelum ruptur dan antibiotik yang lebih baik.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

39

Page 40: REFERAT PERITOMITIS KELOMPOK

Referat Bedah“ Penanganan Peritonitis Generalisata et cause Apendiks Perforasi “

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidayat R, Wim de Jong, 2004.Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta :EGC

Brunicardi FC et al. 2009. Schwartz’s Manual of Surgery. Edisi 8.Sungapore : McGraw Hill.

Bryan JD. (2011 – last update). ‘Peritonitis and Abdominal Sepsis’, Available from :

http://emedicine.medscape.com/article/180234-overview(Accessed: 2013, February 20th).

Pubmed H. (2012 – last update). ‘Peritonitis Acute Abdomen’, Available from :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002311/ (Accessed: 2013, February 20th).

http://www.webmd.com/digestive-disorders/peritonitis-symptoms-causes-treatments?page=2

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KUDUSPeriode 28 Januari – 6 April 2013Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

40