laporan ske b blok 22 kelompok 7

82
1 LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B BLOK 22 Disusun Oleh: KELOMPOK 7 Avyandara Janurizka 04121401013 Muhammad Ramzie 04121401019 M. Alniroman Y. 04121401025 Reijefki Irlastua Simbolon 04121401032 Nur Annisa Faradina 04121401034 Intan Fajrin Karimah 04121401046 Achmad Randi Raharjo 04121401051 Vivi Miliarti 04121401061 Adisti Meirizka 04121401070 M. Yufimar Riza Fadilah 04121401076 Abdur Rozak 04121401080 M. Fakhri Altyan 04121401082 Tutor : dr. Fifie Julianita, SpPA

Upload: indriani-gultom

Post on 08-Dec-2015

300 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

laporan kelompok

TRANSCRIPT

1

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO B BLOK 22

Disusun Oleh: KELOMPOK 7

Avyandara Janurizka 04121401013

Muhammad Ramzie 04121401019

M. Alniroman Y. 04121401025

Reijefki Irlastua Simbolon 04121401032

Nur Annisa Faradina 04121401034

Intan Fajrin Karimah 04121401046

Achmad Randi Raharjo 04121401051

Vivi Miliarti 04121401061

Adisti Meirizka 04121401070

M. Yufimar Riza Fadilah 04121401076

Abdur Rozak 04121401080

M. Fakhri Altyan 04121401082

Tutor : dr. Fifie Julianita, SpPA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya

sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Laporan Tutorial Skenario

B Blok 22” sebagai tugas kompetensi kelompok. Salawat beriring salam selalu tercurah kepada

junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-

pengikutnya sampai akhir zaman.

Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa mendatang.

Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan, bimbingan dan saran.

Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur, hormat, dan terimakasih kepada :

1. Allah SWT, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi tutorial,

2. dr. Fifie Julianita, SpPA selaku tutor kelompok 7

3. teman-teman sejawat FK Unsri,

4. semua pihak yang telah membantu kami.

Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan kepada

semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi kita

dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang, 10 Desember 2014

Kelompok 7

3

DAFTAR ISI

Judul…………………………………………………………………………………1

Kata Pengantar………………………………………………………………………2

Daftar Isi…………………………………………………………………………….3

Kegiatan tutorial ............................................................................................................4

I. Skenario

II. Klarifikasi Istilah…………………………………………………......................5

III. Identifikasi Masalah……………………….…………………………………...6

IV. Analisis Masalah……………………….……………………….……………....7

V. Hipotesis……………………………...………………………...……………….15

VI. Template……….……………………..…………………………………………15

VII. Learning issue........................................................................................................27

VIII. Kerangka Konsep……………………..………………………………………55

IX. Kesimpulan………………………………………………………..……………55

Daftar Pustaka……………………………………………………...……..........56

4

KEGIATAN TUTORIAL

Tutor : dr. Fifie Julianita, SpPA

Moderator : M. Alniroman Y

Sekretaris Meja 1 : Abdur rozak

Sekretaris Meja 2 : Adisti Meirizka

Pelaksanaan : 15 Desember 2014 dan 17 Desember 2014

13.00 WIB- 15.00 WIB

Peraturan selama tutorial :

1. Angkat tangan sebelum berbicara

2. Dilarang makan dan minum

3. Penggunaan gadget hanya untuk keperluan diskusi tutorial

5

I. Skenario

A 9 years old girl came to the Moh. Hoesin Hospital with complain of pale and

abdominal distention. She lives in Kayu Agung. She has been already hospitalizied

two times before (2009 and 2010) in Kayu Agung General Hospital and always got

blood transfusion. Her younger brother, 7 years, looks taller than her. Her uncle was

died when he was 21 years olddue to the similar disease like her.

Physical examination:

Compos mentis, anemia (+), wide epicantus, prominent upper-jaw

Hr: 94x/mnt, rr: 27x, td: 100/70 mmhg, temp: 36,7

Heart and lung: withn normal limit

Abdomen: hepatic enlargement ¼ x 1/4 , spleen: schoeffner iii

Extremities: pallor palm of hand. Others: normal

Laboratory result:

Hb: 7,6 gr/dl, ret: 1,8%, wbc: 10,2 x109, thrombocyte: 267x109/lt, diff. Count:

0/2/0/70/22/6

Blodd film: anisocytosis, poikylocytosis, hypochrome, target cell (+)

Mcv: 64 (fl), mch: 21 (pg), mchc: 33 (gr/dl), si within normal limit, tibc within

normal limit, serum ferritin: within normal limit

II. Klarifikasi istilah

a. Pale : pucat

b. Abdominal distention : proses peningkatan tekanan abdomen yang menghasilkan

peningkatan tekanan dalam perut dan menekan diding perut

c. Blood transfusion : pemasukkan darah lengkap/komponen darah secara

langsung ke dalam aliran darah

d. Anemia : berkurangnya jumlah eritrosit atau kadar hemoglobin

eritrosit yang kurang dari normal

e. Epicantus : lipatan kulit vertical pada kedua sisi hidung yang kadang-

kadang menutupi kantus sebelah dalam

6

f. Prominent upper-jaw :penonjolan rahang atas

g. Schoeffner iii :pembesaran lien telah ditemukan 1 cm diatas umbilicus

h. Pallor : pucat

i. Anisocytosis : adanya eritrosit dalam darah yang menunjukkan variasi

ukuran yang besar

j. Poikylocytosis : adanya eritrosit dengan keragaman bentuk yang abnormal

didalam darah

k. Hypochrome : penurunan abnormal kandungan hemoglobin dalam

eritrosit

l. Target cell : sel yang pipih dengan diameter yang besar dan dapat

terlihat pada thalassemia, penyakit obstruktif dan penyakit sel sabit, dll

m. SI : kandunganbesi yang terdapatdalam serum

n. Tibc : kemampuan total transferrin untukmengikatbesi

o. Serum ferritin : kompleks besi apoferrtin yang merupakan bentuk utama

penyimpanan besi dalam tubuh

III. Identifikasi masalah

a. A 9 years old girl came to the moh. Hoesinhosppital with complain of pale and

abdominal distention.

b. She lives in Kayu Agung. She has been already hospitalizied two times before

(2009 and 2010) in Kayu Agung General Hospital and always got blood

transfusion.

c. Her younger brother, 7 years, looks taller than her. Her uncle was died when he

was 21 years olddue to the similar disease like her.

d. Physical examination:

Compos mentis, anemia (+), wide epicantus, prominent upper-jaw

7

Hr: 94x/mnt, rr: 27x, td: 100/70 mmhg, temp: 36,7

Heart and lung: withn normal limit

Abdomen: hepatic enlargement ¼ x 1/4 , spleen: schoeffner iii

Extremities: pallor palm of hand. Others: normal

e. Laboratory results:

Hb: 7,6 gr/dl, ret: 1,8%, wbc: 10,2 x109, thrombocyte: 267x109/lt, diff. Count:

0/2/0/70/22/6

Blodd film: anisocytosis, poikylocytosis, hypochrome, target cell (+)

Mcv: 64 (fl), mch: 21 (pg), mchc: 33 (gr/dl), si within normal limit, tibc within

normal limit, serum ferritin: within normal limit

IV. Analisis masalah

a. A 9 years old girl came to the moh. Hoesinhosppital with complain of pale and

abdominal distention.

i. Apakah hubungan usia, jenis kelamin dengan penyakit ?

Jawab:

Pada thalassemia mayor, gejala klinis dapat terlihat pada usia

dibawah 1 tahun. Penyakit thalassemia diturunkan secara autosomal

resesif. Sehingga tidak berpengaruh terhadap jenis kelamin.

ii. Apakah etiologi dan mekanisme dari pale dan abdominal distention ?

Jawab:

Warna merah dari darah manusia disebabkan oleh hemoglobin

yang terdapat didalam sel darah merah. Hemoglobin terdiri atas zat besi

dan protein yang dibentuk oleh rantai globin alpha dan rantai globin beta.

Pada penderita thalasemia beta , produksi rantai globin beta tidak ada atau

berkurang, sehingga hemoglobin yang dibentuk berkurang. Selain itu

berkurangnya rantai globin beta mengakibatkan rantai globin alpha

berlebihan dan akan saling mengikat membetnuk suatu benda yang

8

menyebabkan sel darah merah mudah rusak. Berkurangnya produksi

hemoglobin dan mudah rusaknya sel darah merah mengakibatkan

penderita pucat atau anemia dan kadar hemoglobinnya rendah.

Mekan i sme

Ke l a inan gene t i k (de l e s i pada gen yang mengkode

p ro t e in g lob in d i kromosom 11 atau 16) → Tidak terbentuknya salah

satu atau kedua rantai globin (Rantai β tidak terbentuk) →

peningkatan relative rantai α → rantai α berikatan dengan rantai γ

membentuk HbF (α2γ2) → peningkatan HbF → m e n g e n d a p d i

m e m b r a n ( H e i n z b o d i e s ) → R B C m u d a h dihancurkan →

Penurunan jumlah hemoglobin → (oksigenasi ke perifer  berkurang)

→ pucat.

Abdominal distention :

Disitensi abdomen terjadi karena adanya penumpukan cairan ,

udara atau karena ada massa dan organomegali pada rongga abdomen.

Pada penderita thalasemia , distensi abdomen terjadi karena pembesaran

hati dan limpa. Limpa berfungsi membersihkan sel darah yang rusak. Pada

penderita thalasemia , sel darah merah yang rusak sangat berlebihan

sehingga kerja limpa sangat berat. Akibatnya limpa membengkak, selain

itu tugas limpa lebih diperberat untuk memproduksi sel darah merah lebih

banyak

Mekanisme

Ke la inan gene t i k (de l e s i pada gen yang mengkode

p ro t e in g lob in d i kromosom 11 atau 16) → Tidak terbentuknya salah

satu atau kedua rantai globin (Rantai β tidak terbentuk) →

peningkatan relative rantai α → rantai α berikatan dengan rantai γ

membentuk HbF (α2γ2) → peningkatan HbF → m e n g e n d a p d i

m e m b r a n ( H e i n z b o d i e s ) → R B C m u d a h d i h a n c u r k a n

9

( d i h a t i , l i m p a , d a n s i s t e m r e t i k u l o e n d o t e l i a l l a i n )

→ Pen ingka t an ke r j a ha t i dan l impa → Hepatosplenomegali

→ Distensi abdomen.

b. She lives in kayuagung. She has been already hospitalizied two times before

(2009 and 2010) in kayuagung general hospital and always got blood transfusion.

i. Apa hubungan tempat tinggal dengan penyakit yang diderita ?

Jawab:

Pada daerah endemi malaria, prevalensi thalasemianya sangat

tinggi karena penderita thalasemia resisten terhadap malaria. Sumatera

Selatan termasuk daerah yang sangat tinggi prevalensi thalasemia,

sehingga resiko A yang tinggal di Kayu Agung untuk menderita

thalasemia tinggi.

ii. Apa makna dari masuk rumah sakit dan transfusi dua kali ?

Jawab:

Pada penderita thalassemia dengan transfusi regular merupakan

kriteria dari thalassemia mayor, aktivitas berlebih akan menimbulkan

kelelahan. Oleh karena itu diperlukan transfusi darah rutin agar kebutuhan

tubuh kembali tercukupi. Jika tidak maka anemia dapat berulang.

iii. Apa indikasi dari transfusi darah ?

Jawab:

1. Kehilangan darah akut, bila 20–30% total volume darah hilang dan

perdarahan masih terus terjadi.

2. Anemia berat

3. Syok septik (jika cairan IV tidak mampu mengatasi gangguan sirkulasi

darah dan sebagai tambahan dari pemberian antibiotik)

4. Memberikan plasma dan trombosit sebagai tambahan faktor

pembekuan, karena komponen darah spesifik yang lain tidak ada

10

5. Transfusi tukar pada neonatus dengan ikterus berat.

6. Hb dibawah 7 g/dl dan menunjukkan gejala hemodinamik

c. Her younger brother, 7 years, looks taller than her. Her uncle was died when he

was 21 years olddue to the similar disease like her.

i. Apa hubungan perbedaan tinggi badan antara adiknya dengan dia ?

Jawab:

1. Pada pasien thalasemia, terjadi destruksi dini eritrosit sehingga

sumsum tulang merah berkompensasi dengan cara meningkatkan

eritropoiesis. Sumsum tulang merah terdapat di tulang pipih seperti os

maxilla, os frontal, dan os parietal. Hal ini mengakibatkan tulang-

tulang tersebut mengalami penonjolan dan pelebaran. Namun,

destruksi dini sel darah merah terus berlanjut sehingga sumsum tulang

putih yang normalnya berfungsi untuk membangun bentuk tubuh dan

pertumbuhan berubah fungsi menjadi sumsum tulang merah yang

menghasilkan eritrosit. Sumsum tulang putih terdapat pada tulang-

tulang panjang seperti os tibia, os fibula, os femur, os radius, dan os

ulna. Perubahan fungsi tulang-tulang ini dari pembangun tubuh

menjadi pembentuk eritrosit mengakibatkan terhambatnya

pertumbuhan A.

2. Massa jaringan eritropetik yang membesar tetapi inefektif bisa

menghabiskan nutrient sehingga menyebabkan retardasi pertumbuhan

3. Penimbunan besi pada pasien thalassemia dapat merusak organ

endokrin sehingga terjadi kegagalan pertumbuhan dan gangguan

pubertas.

4. terjadi gangguan tumbuh kembang yang kemungkinan terjadi akibat

kurangnya oksigen dan nutrisi pada jaringan

11

ii. Apa hubungan riiwayat keluarga dengan penyakit ?

Jawab:

Thalasemia merupakan suatu kelainan genetik yang diturunkan,

yaitu merupakan suatu penyakit autosomal resesif dengan delesi

dikromosom 11 (Thalasemia beta) atau 16 (Thalasemia alpha) sehingga

kemungkinan paman A juga menderita thalasemia.

Gejala pada A cocok dengan gejala thalasemia betha mayor yang

dapat mematikan bila tidak ditangani dengan benar (diberi transfusi darah

secara rutin, atau dilakukan transplantasi sumsum tulang ). Dalam kasus

thalasemia mayor, kematian terjadi pada dekade kedua atau ketiga,

biasanya akibat gagal jantung kongestif atau aritmia jantung

d. Physical examination:

Compos mentis, anemia (+), wide epicantus, prominent upper-jaw

Hr: 94x/mnt, rr: 27x, td: 100/70 mmhg, temp: 36,7

Heart and lung: withn normal limit

Abdomen: hepatic enlargement ¼ x 1/4 , spleen: schoeffner iii

Extremities: pallor palm of hand. Others: normal

i. Apakah interpretasi dan mekanisme dari hasil physical examination ?

Jawab:

Pemeriksaan fisik Interpretasi Mekanisme abnormal

Compos mentis Normal

anemis (+) Abnormal Suplai oksigen jantung

memompa lebih kencang

untuk memenuhi

kebutuhan oksigen

wide epicanthus , prominent

upper-jaw

Abnormal Hemolisis eritrosit

produksi sel darah merah di

sumsum tulang

12

hiperaktivitas penebalan

pada tulang pipih

(wajah&kepala) facies

cooley

HR: 94 x/mnt 65-110 : normal

RR: 27 x/mnt Abnormal (takipneu)

16-20 x/mnt : normal

Suplai oksigen jantung

memompa lebih kencang

untuk memenuhi

kebutuhan oksigen

takipneu

TD: 100/70 mmHg <120/<80 : normal

Temp 36,7oC 36,5-37,5 oC: sub febris mekanisme panas karena

adanya inflamasi

merangsang prostaglandin

dikeluarkan merangsang

hypothalamus untuk

meninggikan suhu tubuh

Heart & lung Within normal limit

pallor palm of hand Abnormal Penurunan eritrosit

penurunan hemoglobin

pallor penurunan

pengangkatan oksigen

Abdomen:

hepatic enlargement ¼

Spleen : Schoeffnerr II

Abnormal Hemolisis eritrosit

produksi sel darah merah di

sumsum tulang hepar

dan limfa aktif kembali

untuk menghasilkan sel

darah merah bekerja

13

keras menghasilkan

eritrosit

hepatosplenomegali

e. Laboratory results:

Hb: 7,6 gr/dl, ret: 1,8%, wbc: 10,2 x109, thrombocyte: 267x109/lt, diff. Count:

0/2/0/70/22/6

Blodd film: anisocytosis, poikylocytosis, hypochrome, target cell (+)

Mcv: 64 (fl), mch: 21 (pg), mchc: 33 (gr/dl), si within normal limit, tibc within

normal limit, serum ferritin: within normal limit

i. Apakah interpretasi dan mekanisme dari hasil laboratory results ?

Jawab:

14

Hasil Laboratorium Normal Interpretasi Dan Mekanisme

Hb: 7,6 gr/dl 11,7 – 15,5 gr/dl Anemia , penurunan hemoglobin pada

penderita thalasemia disebabkan karena

terjadinya hemolisis eritrosit akibat dari

hilangnya satu atau lebih rantai globin

penyusun eritrosit sehingga menyebabkan

eritrosit mudah pecah.

Retikulosit: 1,8% 0,5 – 1,5% Retikulositosis

(akibat hiperplasia eritroid dengan produksi

eritrosit yang dipercepat sebagai kompensasi

dari anemia hemolitik)

WBC: 10,2×109/lt 5 – 15 × 109/lt Normal

Trombosit: 267×109/lt 150 – 400×109/lt Normal

Diff count: 0/2/0/70/22/6 B: 0 – 1

E: 1 – 3

NB: 2 – 6

NS :50 – 70

L: 20 – 40

M; 2 – 8

Netrofil batang rendah, yang lain normal

Blodd film: Anisocytosis

Poikylocytosis

Hypochrome

Target cell (+)

Isositosis

Isositosis

Normokrom

-

Anemia

(terdapat gambaran sel-sel eritrosit yag

bervariasi ukurannya)

Peningkatan eritropoeisis (gambaran sel-sel

eritrosit dengan bentuk yang beragam)

Rendahnya Hb dalam darah (warna pucat

pada bagian tengah eritrosit yang lebih besar

dari biasanya)

↑ resistensi osmotik membran eritrosit

(adanya peningkatan eritropoeisis tetapi tidak

efektif sehingga menghasilkan sel-sel eritrosit

15

V. Hipotesis

Anak perempuan berumur 9 tahun diduga mengalami anemia hemolitik et causa

thalassemia

VI. Template

1. How to diagnose

Jawab :

1. Anamnesis

Keluhan utama : timbul karena anemia yaitu pucat, gangguan nafsu makan, gangguan tumbuh

kembang dan perut membesar karena pembesaran lien dan hati. Pada umumnya keluhan ini

mulai timbul pada usia 6 bulan Keluhan.

tempat tinggal di daerah Endemik Thalassemia-β

Riwayat keluhan : ada salah satu atau lebih keluarga yang juga menderita penyakit yang sama,

Riwayat pucat yang berlangsung kronis. Pernah / sering menerima transfusi darah, mudah

terkena infeksi.

2. Pemeriksaan fisis

a. Pucat

b. Bentuk muka mongoloid (facies Cooley)

c. Dapat ditemukan ikterus

d. Gangguan pertumbuhan

e. Splenomegali dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar

3. Pemeriksaan penunjang

a. Darah tepi

         Hb rendah dapat sampai 2-3 g%

           Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat

dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda

Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.

        Retikulosit meningkat.

b. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis)

16

          Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil.

          Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.

c. Pemeriksaan khusus :

          Hb F meningkat : 20%-90% Hb total

        Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.

Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan trait

(carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).

4. Pemeriksaan lain

           Foto Ro tulang kepala;

Gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak lurus

pada korteks.

          Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang;

Perluasan sumsum tulang sehingga trabekula tampak jelas.

5. Diagnosis banding

Thalasemia minor :

            Anemia kurang besi

         Anemia karena infeksi menahun

          Anemia pada keracunan timah hitam (Pb)

           Anemia sideroblastik

2. Dd

Jawab :

Berdasarkan pemeriksaan subjektif dan objektif, serta insidensi/epidemik penyakit di daerah

tempat tinggal pasien (Kayu Agung), diperoleh diagnosis banding sebagai berikut:

Thalassemia Malaria Anemia Defisiensi Besi

Pucat + + +

Distensi Abdomen + + -

Transfusi Darah + - -

17

Anemis + - +

Hepatosplenomegaly + + -

Hb < + + +

Retikulosit > + -

Anisoytosis + +

Poikylositosis + +

Hipokrom + + +

Target sel + - +/-

MCV < + + +

MCH normal + + +

MCHC < + + +

Serum iron normal + + -

TIBC normal + + -

Serum ferritin normal + + -

3. Wd

Jawab :

anemia hemolitik e.c thalasemia

4. Pemeriksaan penunjang

Jawab :

Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis thalasemia ialah

a. Darah

Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita thalasemia adalah

1. Darah rutin

Kadar hemoglobin menurun. Dapat ditemukan peningkatan jumlah lekosit, ditemukan

pula peningkatan dari sel PMN. Bila terjadi hipersplenisme akan terjadi penurunan

dari jumlah trombosit.

2. Hitung retikulosit

Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %.

18

3. Gambaran darah tepi

Anemia pada thalassemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom. Pada

gambaran sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit, poikilositosis, tear drops sel

dan target sel.

4. Serum Iron & Total Iron Binding Capacity

Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan anemia terjadi

karena defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi SI akan menurun, sedangkan TIBC

akan meningkat.

5. LFT

Kadar unconjugated bilirubin akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila angka tersebut

sudah terlampaui maka harus dipikir adanya kemungkinan hepatitis, obstruksi batu

empedu dan cholangitis. Serum SGOT dan SGPT akan meningkat dan menandakan

adanya kerusakan hepar. Akibat dari kerusakan ini akan berakibat juga terjadi

kelainan dalam faktor pembekuan darah.

b. Elektroforesis Hb

Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan eleltroforesis hemoglobin. Pemeriksaan

ini tidak hanya ditujukan pada penderita thalassemia saja, namun juga pada orang tua, dan

saudara sekandung jika ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis hemoglobin dan kadar Hb

A2. petunjuk adanya thalassemia α adalah ditemukannya Hb Barts dan Hb H. Pada

thalassemia β kadar Hb F bervariasi antara 10-90%, sedangkan dalam keadaan normal

kadarnya tidak melebihi 1%.

c. Pemeriksaan sumsum tulang

Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang sangat aktif sekali. Ratio

rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8. pada keadaan normal biasanya nilai

perbandingannya 10 : 3.

d. Pemeriksaan roentgen

Ada hubungan erat antara metabolisme tulang dan eritropoesis. Bila tidak mendapat tranfusi

dijumpai osteopeni, resorbsi tulang meningkat, mineralisasi berkurang, dan dapat diperbaiki

dengan pemberian tranfusi darah secara berkala. Apabila tranfusi tidak optimal terjadi

19

ekspansi rongga sumsum dan penipisan dari korteknya. Trabekulasi memberi gambaran

mozaik pada tulang. Tulang terngkorak memberikan gambaran yang khas, disebut dengan

“hair on end” yaitu menyerupai rambut berdiri potongan pendek pada anak besar.

5. Epidemiologi

Jawab :

Dilihat dari distribusi geografiknya maka thalasemia β banyak dijumpai dii Mediterania,

timur Tengah, India/Pakistan, dan Asia Tenggara. Di Siprus dan Yunani lebih banyak

dijumpai varian β+, sedangkan di Asia Tenggara lebih banyak varian βo. Jika diilukiskan

dalam peta dunia, seolah-olah membentuk sebuah sabuk thalasemia, dimana Indonesia

termasuk didalamnya. Sedangkan thalasemia α sering di jumpai di Asia Tenggara.

6. Etiologi

Jawab :

Kelainan genetik : dalam hal kurangnya satu atau lebih atau tidak terbentuknya rantai globin (α atau β) dari Hb.• Mutasi gen β globin pada kromosom 11 yang mengkode rantai β• Delesi gen α globin pada kromosom 16 yang mengkode rantai α

7. Pathogenesis

Jawab :

Hemoglobin dewasa atau HbA mengandung dua rantai αdan dua rantai . Ditandai oleh dua

gen globin yang bertempat pada masing-masing dari dua kromosom nomor 11. Dan, dua

pasang gen α-globin yang fungsional berada pada setiap kromosom nomor 16. Struktur dasar gen

α-globin dan, begitu juga langkah-langkah yang terlibat dalam biosintesis rantai globin adalah

sama. Setiap gen globin memiliki tiga rangkaian pengkodean (ekson) yang diganggu oleh dua

rangkaina peratara (intron). Pengapitan sisi 5’ gen globin merupakan serentetan “rangkaian

20

promoter” yang tidak dapat diterjemahkan, yang diperlukan untuk inisiasi sintesis mRNA -

globin.

Seperti pada semua gen eukariotik, biosintesis rantai globin mulai dengan transkripsi gen

globin di dalam nucleus. Transkripsi mRNA awal mengandung suatu salinan seluruh gen,

termasuk semua ekson dan intron. Precursor mRNA yang besar ini mengalami beberapa

modifikasi pascatranskripsi (proses) sebelum diubah menjadi mRNA sitoplasma dewasa yang

siap untuk translasi yaitu penyambungan dua intron dan mengikat kembali ekson. mRNa dewasa

yang terbentuk meninggalkan nucleus dan menjadi terkait ribosom pada tempat translasi berlaku.

Jalur ekspresi gen α-globin sangat serupa. (Buku Ajar Patologi II, Robbins & Kumar –

Jakarta :EGC, 1995).

Thalassemia diartikan sebagai sekumpulan gangguan genetik yang mengakibatkan

berkurang atau tidak ada sama sekali sintesis satu atau lebih rantai globin (Weatherall and Clegg,

1981). Abnormalitas dapat terjadi pada setiap gen yang menyandi sintesis rantai polipeptid

globin, tetapi yang mempunyai arti klinis hanya gen-βdan gen-α. Karena ada 2 pasang gen-α,

maka dalam pewarisannya akan terjadi kombinasi gen yang sangat bervariasi. Bila terdapat

kelainan pada keempat gen-α maka akan timbul manifestasi klinis dan masalah. Adanya kelainan

gen-α lebih kompleks dibandingan dengan kelainan gen-β yang hanya terdapat satu pasang.

Gangguan pada sintesis rantai-α dikenal dengan penyakit thalassemia-α, sedangkan gangguan

pada sintesis rantai-β disebut thalassemia-β.

Kelainan klinis pada sintesis rantai globin-alfa dan beta dapat terjadi, sebagai berikut:

a. Silent carrier yang hanya mengalami kerusakan 1 gen, sehingga pada kasus ini tidak

terjadi kelainan hematologis. Identifikasi hanya dapat dilakukan dengan analisis

molekular menggunakan RFLP atau sekuensing.

b. Bila terjadi kerusakan pada 2 gen-α atau thalassemia-α minor atau carrier thalassemia-

α menyebabkan kelainan hematologis.

c. Bila terjadi kerusakan 3 gen-α yaitu pada penyakit HbH secara klinis termasuk

thalassemia intermedia.

21

Mutasi / delesi gen globin β

Hemoglobin menurun

Sintesis rantai β globin menurun atau terhenti

Peningkatan rantai globin α yg tidak berpasangan

Berikatan dng rantai γ globin

HbF meningkat

Afinitas thd oksigen meningkat

Hipoksia jaringan

Presipitasi rantai α pd eritroblas di sumsum tulang

Eritropoeisis tidak efektif

ANEMIA

Presipitasi rantai α pd membrane eritrosit

Fleksibilitas eritrosit ↓

↑ hemolisis di limpa

Pemendekan umur eritrosit

d. Pada Hb-Bart’s hydrop fetalis disebabkan oleh kerusakan keempat gen globin-alfa dan

bayi terlahir sebagai Hb-Bart’s hydrop fetalis akan mengalami oedema dan asites

karena penumpukan cairan dalam jaringan fetus akibat anemia berat.

e. Pada thalassemia-β mayor bentuk homozigot (β0) dan thalassemia-β minor (β+)

bentuk heterozigot yang tidak menunjukkan gejala klinis yang berat.

Gangguan yang terjadi pada sintesis rantai globin-α ataupun-β jika terjadi pada satu atau

dua gen saja tidak menimbulkan masalah yang serius hanya sebatas pengemban sifat (trait atau

carrier). Thalassemia trait disebut uga thalassemia minor tidak menunjukkan gejala klinis yang

berarti sama halnya seperti orang normal kalaupun ada hanya berupa anemia ringan. Kadar Hb

normal aki-laki: 13,5 – 17,5 g/dl dan pada wanita: 12 – 14 g/dl. Namun demikian nilai indeks

hematologis, yaitu nilai MCV dan MCH berada di bawah nilai rentang normal. Rentang normal

MCV: 80 – 100 g/dl, MCH: 27 – 34 g/dl

22

8. Tatalaksana

Jawab :

a. Transfusi darah :

Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan

memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi

besi,  dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita.

Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap

kenaikan Hb 1 g/dl.

b. Medikamentosa

1) Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang

umur sel darah merah.

23

2) Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.

3) Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan

efek kelasi besi.

4) Bila kadar ferritin serum atau serum iron meningkat:

Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin

serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar

10-20 kali transfusi darah.Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari

subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5

hari berturut setiap selesai transfusi darah. Atau desferopron oral.

c. Bedah

Splenektomi merupakan prosedur pembedahan utama yang digunakan pada pasien

dengan thalassemia. Limpa diketahui mengandung sejumlah besar besi nontoksik (yaitu,

fungsi penyimpanan). Limpa juga meningkatkan perusakan sel darah merah dan

distribusi besi. Fakta-fakta ini harus selalu dipertimbangkan sebelum memutuskan

melakukan splenektomi.. Limpa berfungsi sebagai penyimpanan untuk besi nontoksik,

sehingga melindungi seluruh tubuh dari besi tersebut. Pengangkatan limpa yang terlalu

dini dapat membahayakan.

Sebaliknya, splenektomi dibenarkan apabila limpa menjadi hiperaktif,

menyebabkan penghancuran sel darah merah yang berlebihan dan dengan demikian

meningkatkan kebutuhan transfusi darah, menghasilkan lebih banyak akumulasi besi.

Imunisasi pada penderita ini dengan vaksin hepatitis B, vaksin H.Influenzae tipe B, dan

vaksin polisakarida pneumokokus diharapkan, dan terapi profilaksis penisilin juga

dianjutkan.

Splenektomi, dengan indikasi:

Anak usia >6 tahun

Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan

peningkatan  tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur. Hipersplenisme

ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi

eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam 1 tahun.

d. Transplantasi sumsum tulang (TST)

24

Pengobatan thalassemia β yang berat dengan transplantasi sumsum tulang allogenik pertama kali

dilaporkan lebih dari satu dekade yang lalu, sebagai alternatif dari pelaksanaan klinis standar dan

saat ini diterima dalam pengobatan thalassemia β.

9. Pencegahan

Jawab :

Kelahiran penderita thalassemia dapat dicegah dengan 2 cara. Pertama adalah mencegah

perkawinan antara 2 orang pembawa sifat thalassemia. Kedua adalah memeriksa janin

yang dikandung oleh pasangan pembawa sifat, dan menghentikan kehamilan bila janin

dinyatakan sebagai penderita thalassemia (mendapat kedua gen thalassemia dari ayah dan

ibunya).VSebaiknya semua orang Indonesia dalam masa usia subur diperiksa

kemungkinan membawa sifat thalassemia beta. Karena frekuensi pembawa sifat

thalassemia beta di Indonesia berkisar antara 6-10%, artinya setiap 100 orang ada 6

sampai 10 orang pembawa sifat thalassemia beta. Terlebih lagi apabila ada riwayat

seperti di bawah ini, pemeriksaan pembawa sifat thalassemia sangat dianjurkan: Ada

saudara sedarah yang menderita thalassemia beta.Kadar hemoglobin relatif rendah antara

10-12 g/dl, walaupun sudah minum obat penambah darah seperti zat besi. Ukuran sel

darah merah lebih kecil dari normal walaupun keadaan Hb normal.

Diagnosis prenatal melalui beberapa tahap. Tahap pertama adalah pemeriksaan

ibu janin yang meliputi pemeriksaan darah tepi lengkap dan analisis hemoglobin. Bila ibu

dinyatakan pembawa sifat thalassemia beta maka pemeriksaan dilanjutkan ke tahap kedua

yaitu suami diperiksa darah tepi lengkap dan analisis hemoglobin. Bila suami juga

membawa sifat thalassemia maka suami-isteri ini diperiksa DNAnya untuk menentukan

jenis kelainann pada gen globin beta. Selanjutnya diambil jaringan janin (villi choriales

atau jaringan ari-ari) pada saat janin berumur 10-12 minggu untuk diperiksa DNAnya.

Bila janin ternyata hanya membawa satu belah gen globin beta yang mengalami kelainan

(gen thalassemia beta) atau sama sekali tidak membawa gen thalassemia beta maka

kehamilan dapat diteruskan dengan aman. Tetapi bila janin ternyata membawa kedua

belah gen thalassemia yang artinya janin akan menderita thalassemia beta maka

penghentian kehamilan dapat menjadi pilihan.

25

Pengambilan jaringan janin dari ari-ari dilakukan dengan menusukkan jarum

melalui jalan lahir atau dinding perut ke dalam alat kandungan clan menembus ke ari-ari,

kemudian pada daerah ari-ari yang disebut villi choriales diambil dengan cara aspirasi

sejumlah jaringan tersebut untuk bahan pemeriksaan DNA. Prosedur ini dilakukan oleh

dokter ahli kandungan yang sudah berpengalaman melakukan tindakan ini. Prosedur ini

dilakukan pada kehamilan 11 minggu. Tindakan ini mempunyai risiko keguguran sebesar

2-3%. Cara lain untuk mendapat sel dari janin adalah dengan pengambilan cairan amnion

yang baru dapat dilakukan pada kehamilan 15 minggu. Risiko abortus pada prosedur ini

adalah 1%.

10. Komplikasi

Jawab :

a. Hemosiderosis

b. Cardiac disease (akibat iron overload pada myocardium)

c. Kematian

d. Fraktur patologis

e. Disfungsi organ

Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi darah yang

berulang-ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah tinggi, sehingga

ditimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, ku.lit, jantung dan lainnya. Hal ini

dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut. Limpa yang besar mudah rupture akibat

trauma yang ringan. Kadang-kadang thalasemia disertai oleh tanda hipersplenisme seperti

leukopenia dan trombopenia.

Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.

Kelebihan Fe (khususnya pada pemberian transfusi)

Komplikasi pada jantung, contoh constrictive pericarditis to heart failure and arrhythmias.

Komplikasi pada hati, contoh hepatomegali sampai cirrhosis.

Komplikasi jangka panjang, contoh HCV.

Komplikasi hematologic, contoh VTE.

26

Komplikasi pada endokrin, seperti endokrinopati, DM.

Gagal tumbuh karena diversi dari sumber kalori untuk eritropoesis.

11. Prognosis

Jawab :

Quo Vitam: malam

Quo Fungsionam: malam

Prognosis thalassemia tergantung pada tipe dan derajat keparahan thalassemia. Perjalanan

klinis thalassemia sangat bervariasi mulai dari yang ringan atau terkadang asimptomatik

sampai keadaan yang berat dan mengancam jiwa.

Thalassemia beta homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan jarang mencapai

usia dekade ke 3, walaupun digunakan antibiotik untuk mencegah infeksi dan pemberian

chelating agent untuk mengurangi hemosiderosis.

12. Kdu

Jawab :

3A

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-

pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya:X-ray).Dokter dapat

memutuskan dan memberi terapi pendahuluan,serta merujuk ke spesialis yang

relevan(bukan kasus gawat darurat)

VII. Learning issue

1. Proses haematopoesis

Jawab :

27

- Hematopoiesis merupakan proses produksi (mengganti sel yang mati) dan perkembangan

sel darah dari sel induk / asal / stem sel, dimana terjadi proliferasi, maturasi dan

diferensiasi sel yang terjadi secara serentak.- Proliferasi sel menyebabkan peningkatan atau pelipat gandaan jumlah sel, dari satu sel

hematopoietik pluripotent menghasilkan sejumlah sel darah. Maturasi merupakan proses

pematangan sel darah, sedangkan diferensiasi menyebabkan beberapa sel darah yang

terbentuk memiliki sifat khusus yang berbeda-beda.- Tempat terjadinya hematopoiesis pada manusia :- 1. Embrio dan Fetus- a. Stadium Mesoblastik, Minggu ke 3-6 s/d 3-4 bulan kehamilan : Sel-sel mesenchym di

yolk sac. Minggu ke 6 kehamilan produksi menurundiganti organ-organ lain- b. Stadium Hepatik, Minggu ke 6 s/d 5-10 bulan kehamilan : Menurun dalam waktu

relatif singkat. Terjadi di Limpa, hati, kelenjar limfe- c. Stadium Mieloid, Bulan ke 6 kehamilan sampai dengan lahir, pembentukan di sumsum

tulang : Eritrosit, leukosit, megakariosit.- 2. Bayi sampai dengan dewasa- Hematopoiesis terjadi pada sumsum tulang, normal tidak diproduksi di hepar dan limpa,

keadaan abnormal dibantu organ lain.- a. Hematopoiesis Meduler (N)- Lahir sampai dengan 20 tahun : sel sel darah → sumsum tulang. Lebih dari 20 tahun :

corpus tulang panjang berangsur – angsur diganti oleh jaringan lemak karena produksi

menurun.- b. Hematopoiesis Ekstrameduler (AbN)- Dapat terjadi pada keadaan tertentu, misal: Eritroblastosis foetalis, An.Peniciosa,

Thallasemia, An.Sickle sel, Spherositosis herediter, Leukemia. Organ – organ

Ekstrameduler : Limpa, hati, kelenjar adrenal, tulang rawan, ginjal, dll - Macam – macam hematopoiesis- 1. Seri Eritrosit (Eritropoesis)

28

- Perkembangan eritrosit ditandai dengan penyusutan ukuran (makin tua makin kecil),

perubahan sitoplasma (dari basofilik makin tua acidofilik), perubahan inti yaitu nukleoli

makin hilang, ukuran sel makin kecil, kromatin makin padat dan tebal, warna inti gelap.- Tahapan perkembangan eritrosit yaitu sebagai berikut :- a. Proeritroblas- Proeritroblas merupakan sel yang paling awal dikenal dari seri eritrosit. Proeritroblas

adalah sel yang terbesar, dengan diameter sekitar 15-20µm. Inti mempunyai pola

kromatin yang seragam, yang lebih nyata dari pada pola kromatin hemositoblas, serta

satu atau dua anak inti yang mencolok dan sitoplasma bersifat basofil sedang. Setelah

mengalami sejumlah pembelahan mitosis, proeritroblas menjadi basofilik eritroblas.- b. Basofilik Eritroblas- Basofilik Eritroblas agak lebih kecil daripada proeritroblas, dan diameternya rata-rata

10µm. Intinya mempunyai heterokromatin padat dalam jala-jala kasar, dan anak inti

biasanya tidak jelas. Sitoplasmanya- yang jarang nampak basofil sekali.- c. Polikromatik Eritroblas (Rubrisit)- Polikromatik Eritoblas adalah Basofilik eritroblas yang membelah berkali-kali secara

mitotris, dan menghasilkan sel-sel yang memerlukan hemoglobin yang cukup untuk dapat

diperlihatkan di dalam sediaan yang diwarnai. Setelah pewarnaan Leishman atau Giemsa,

sitoplasma warnanya berbeda-beda, dari biru ungu sampai lila atau abu-abu karena

adanya hemoglobin terwarna merah muda yang berbeda-beda di dalam sitoplasma yang

basofil dari eritroblas. Inti Polikromatik Eritroblas mempunyai jala kromatin lebih padat

dari basofilik eritroblas, dan selnya lebih kecil.- d. Ortokromatik Eritroblas (Normoblas)- Polikromatik Eritroblas membelah beberapa kali secara mitosis. Normoblas lebih kecil

daripada Polikromatik Eritroblas dan mengandung inti yang lebih kecil yang terwarnai

basofil padat. Intinya secara bertahap menjadi piknotik. Tidak ada lagi aktivitas mitosis.

Akhirnya inti dikeluarkan dari sel bersama-sama dengan pinggiran tipis sitoplasma. Inti

yang sudah dikeluarkan dimakan oleh makrofagmakrofag- yang ada di dalam stroma sumsum tulang- e. Retikulosit

29

- Retikulosit adalah sel-sel eritrosit muda yang kehilangan inti selnya, dan mengandung

sisa-sisa asam ribonukleat di dalam sitoplasmanya, serta masih dapat mensintesis

hemoglobin. Retikulosit dianggap kehilangan sumsum retikularnya sebelum

meninggalkan sumsum tulang, karena jumlah retikulosit dalam darah perifer normal

kurang dari satu persen dari jumlah eritrosit. Dalam keadaan normal keempat tahap

pertama sebelum menjadi retikulosit terdapat pada sumsung tulang. Retikulosit terdapat

baik pada sumsum tulang maupun darah tepi. Di dalam sumsum tulang memerlukan

waktu kurang lebih 2 – 3 hari untuk menjadi matang, sesudah itu lepas ke dalam darah. - f. Eritrosit- Eritrosit merupakan produk akhir dari perkembangan eritropoesis. Sel ini berbentuk

lempengan bikonkaf dan dibentuk di sumsum tulang. Pada manusia, sel ini berada di

dalam sirkulasi selama kurang lebih 120- hari. Jumlah normal pada tubuh laki – laki 5,4 juta/µl dan pada perempuan 4,8 juta/µl.

setiap eritrosit memiliki diameter sekitar 7,5 µm dan tebal 2 µm. - Perkembangan normal eritrosit tergantung pada banyak macammacam faktor, termasuk

adanya substansi asal (terutama globin, hem dan besi). Faktor-faktor lain, seperti asam

askorbat, vitamin B12, dan faktor intrinsic (normal ada dalam getah lamung), yang

berfungsi sebagai koenzim pada proses sintesis, juga penting untuk pendewasaan normal

eritrosit.- Pada sistem Eritropoesis dikenal juga istilah Eritropoiesis inefektif, yang dimaksud

Eritropoiesis inefektif adalah suatu proses penghancuran sel induk eritroid yang prematur

disumsum tulang. Choi, dkk, dalam- studinya bahwa pengukuran radio antara retikulosit di sumsum tulang terhadap retikulosit

di darah tepi merupakan ukuran yang pentng untuk bisa memperkirakan beratnya

gangguan produksi SDM. - 2. Seri Leukosit- a. Leukosit Granulosit / myelosit- Myelosit terdiri dari 3 jenis yaitu neutrofil, eosinofil dan basofil yang mengandung

granula spesifik yang khas. Tahapan perkembangan myelosit yaitu :- 1) Mieloblas

30

- Mieloblas adalah sel yang paling muda yang dapat dikenali dari seri granulosit. Diameter

berkisar antara 10-15µm. Intinya yang bulat dan besar memperlihatkan kromatin halus

serta satu atau dua anak inti.- 2) Promielosit- Sel ini agak lebih besar dari mielobas. Intinya bulat atau lonjong, serta anak inti yang tak

jelas.- 3) Mielosit- Promielosit berpoliferasi dan berdiferensiasi menjadi mielosit. Pada proses diferensiasi

timbul grnula spesifik, dengan ukuran, bentuk, dan sifat terhadap pewarnaan yang

memungkinkan seseorang mengenalnya sebagai neutrofil, eosinofil, atau basofil.

Diameter berkisar 10µm, inti mengadakan cekungan dan mulai berbentuk seperti tapal

kuda.- 4) Metamielosit- Setelah mielosit membelah berulang-ulang, sel menjadi lebih kecil kemudian berhenti

membelah. Sel-sel akhir pembelahan adalah metamielosit. Metamielosit mengandung

granula khas, intinya berbentuk cekungan. Pada akhir tahap ini, metamielosit dikenal

sebagai sel batang. Karena sel-sel bertambah tua, inti berubah, membentuk lobus khusus

dan jumlah lobi bervariasi dari 3 sampai 5. Sel dewasa (granulosit bersegmen) masuk

sinusoid-sinusoid dan mencapai peredaran darah. Pada masing-masing tahap mielosit

yang tersebut di atas jumlah neutrofil jauh lebih banyak daripada eosinofil dan basofil.- b. Leukosit non granuler- 1) Limfosit- Sel-sel precursor limfosit adalah limfoblas, yang merupakan sel berukuran relatif besar,

berbentuk bulat. Intinya besar dan mengandung kromatin yang relatif dengan anak inti

mencolok. Sitoplasmanya homogen dan basofil. Ketika limfoblas mengalami diferensiasi,

kromatin intinya menjadi lebih tebal dan padat dan granula azurofil terlihat dalam

sitoplasma. Ukuran selnya berkurang dan diberi nama prolimfosit. Sel-sel tersebut

langsung menjadi limfosit yang beredar.- 2) Monosit

31

- Monosit awalnya adalah monoblas berkembang menjadi promonosit. Sel ini berkembang

menjadi monosit. Monosit meninggalkan darah lalu masuk ke jaringan, disitu jangka

hidupnya sebagai makrofag mungkin 70 hari.- 3. Seri Trombosit (Trombopoesis)- Pembentukan Megakariosit dan Keping-keping darah Megakariosit adalah sel raksasa

(diameter 30-100µm atau lebih). Inti berlobi secara kompleks dan dihubungkan dengan

benang-benang halus dari bahan kromatin. Sitoplasma mengandung banyak granula

azurofil dan memperlihatkan sifat basofil setempat. Megakariosit membentuk

tonjolantonjolan sitoplasma yang akan dilepas sebagai keping-keping darah. Setelah

sitoplasma perifer lepas sebagai keping-keping darah, megakariosit mengeriput dan

intinya hancur.

2. Thalasemia

Thalassemia adalah sekelompok anemia hipokromik herediter dengan berbagai derajat

keparahan. Defek genetik yang mendasari meliputi delesi total atau parsial gen globin dan

substitusi, delesi, atau insersi nukleotida. Akibat dari berbagai perubahan ini adalah penurunan

atau tidak adanya mRNA bagi satu atau lebih rantai globin atau pembentukan mRNA yang cacat

secara fungsional. Akibatnya adalah penurunan dan supresi total sintesis rantai polipeptida Hb.

Kira-kira 100 mutasi yang berbeda telah ditemukan mengakibatkan fenotip thalassemia; banyak

di antara mutasi ini adalah unik untuk daerah geografi setempat. Pada umumnya, rantai globin

yang disintesis dalam eritrosit thalassemia secara struktural adalah normal. Pada bentuk

thalassemia-α yang berat, terbentuk hemoglobin hemotetramer abnormal (β4 atau γ4) tetapi

komponen polipeptida globin mempunyai struktur normal. Sebaliknya, sejumlah Hb abnormal

juga menyebabkan perubahan hemotologi mirip thalassemia.

Gen thalassemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini diyakini merupakan penyakit

genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama meliputi daerah-daerah perbatasan Laut

32

Mediterania, sebagian besar Afrika, Timur Tengah, sub-benua India, dan Asia Tenggara. Dari

3% sampai 8% orang Amerika keturunan Itali atau Yunani dan 0,5 % dari kulit hitam Amerika

membawa gen untuk thalassemia-β. Di beberapa daerah Asia Tenggara sebanyak 40 % dari

populasi mempunyai satu atau lebih gen thalassemia.

A. Epidemiologi

Di seluruh dunia, 15 juta orang memiliki presentasi klinis dari thalassemia. Fakta ini

mendukung thalassemia sebagai salah satu penyakit turunan yang terbanyak; menyerang hampir

semua golongan etnik dan terdapat pada hampir seluruh negara di dunia.

Beberapa tipe thalassemia lebih umum terdapat pada area tertentu di dunia. Thalassemia-

β lebih sering ditemukan di negara-negara Mediteraniam seperti Yunani, Itali, dan Spanyol.

Banyak pulau-pulau Mediterania seperti Ciprus, Sardinia, dan Malta, memiliki insidens

thalassemia-β mayor yang tinggi secara signifikan. Thalassemia-β juga umum ditemukan di

Afrika Utara, India, Timur Tengah, dan Eropa Timur. Sebaliknya, thalassemia-α lebih sering

ditemukan di Asia Tenggara, India, Timur Tengah, dan Afrika.

Mortalitas dan Morbiditas

Thalassemia-α mayor adalah penyakit yang mematikan, dan semua janin yang terkena

akan lahir dalam keadaan hydrops fetalis akibat anemia berat. Beberapa laporan pernah

mendeskripsikan adanya neonatus dengan thalassemia-α mayor yang bertahan setelah mendapat

transfusi intrauterin. Penderita seperti ini membutuhkan perawatan medis yang ekstensif

setelahnya, termasuk transfusi darah teratur dan terapi khelasi, sama dengan penderita

thalassemia-β mayor. Terdapat juga laporan kasus yang lebih jarang mengenai neonatus dengan

thalassemia-α mayor yang lahir tanpa hydrops fetalis yang bertahan tanpa transfusi intrauterin.

33

Pada kasus ini, tingginya level Hb Portland, yang merupakan Hb fungsional embrionik,

diperkirakan sebagai penyebab kondisi klinis yang jarang tersebut.

Pada pasien dengan berbagai tipe thalassemia-β, mortalitas dan morbiditas bervariasi

sesuai tingkat keparahan dan kualitas perawatan. Thalassemia-β mayor yang berat akan berakibat

fatal bila tidak diterapi. Gagal jantung akibat anemia berat atau iron overload adalah penyebab

tersering kematian pada penderita. Penyakit hati, infeksi fulminan, atau komplikasi lainnya yang

dicetuskan oleh penyakit ini atau terapinya termasuk merupakan penyebab mortalitas dan

morbiditas pada bentuk thalassemia yang berat.

Mortalitas dan morbiditas tidak terbatas hanya pada penderita yang tidak diterapi; mereka

yang mendapat terapi yang dirancang dengan baik tetap berisiko mengalami bermacam-macam

komplikasi. Kerusakan organ akibat iron overload, infeksi berat yang kronis yang dicetuskan

transfusi darah, atau komplikasi dari terapi khelasi, seperti katarak, tuli, atau infeksi, merupakan

komplikasi yang potensial.

Usia

Meskipun thalassemia merupakan penyakit turunan (genetik), usia saat timbulnya gejala

bervariasi secara signifikan. Dalam talasemia, kelainan klinis pada pasien dengan kasus-kasus

yang parah dan temuan hematologikpada pembawa (carrier) tampak jelas pada saat lahir.

Ditemukannya hipokromia dan mikrositosis yang tidak jelas penyebabnya pada neonatus,

digambarkan di bawah ini, sangat mendukung diagnosis.

34

Gambar 1. Sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H pada neonatus

Namun, pada thalassemia-β berat, gejala mungkin tidak jelas sampai paruh kedua tahun

pertama kehidupan; sampai waktu itu, produksi rantai globin γ dan penggabungannya ke Hb

Fetal dapat menutupi gejala untuk sementara.

Bentuk thalassemia ringan sering ditemukan secara kebetulan pada berbagai usia. Banyak

pasien dengan kondisi thalassemia-β homozigot yang jelas (yaitu, hipokromasia, mikrositosis,

elektroforesis negatif untuk Hb A, bukti bahwa kedua orang tua terpengaruh) mungkin tidak

menunjukkan gejala atau anemia yang signifikan selama beberapa tahun. Hampir semua pasien

dengan kondisi tersebut dikategorikan sebagai thalassemia-β intermedia. Situasi ini biasanya

terjadi jika pasien mengalami mutasi yang lebih ringan.

B. Patofisiologi

Thalassemia adalah kelainan herediter dari sintesis Hb akibat dari gangguan produksi

rantai globin. Penurunan produksi dari satu atau lebih rantai globin tertentu (α,β,γ,δ) akan

menghentikan sintesis Hb dan menghasilkan ketidakseimbangan dengan terjadinya produksi

rantai globin lain yang normal.

Karena dua tipe rantai globin (α dan non-α) berpasangan antara satu sama lain dengan

rasio hampir 1:1 untuk membentuk Hb normal, maka akan terjadi produksi berlebihan dari

rantai globin yang normal dan terjadi akumulasi rantai tersebut di dalam sel menyebabkan sel

35

menjadi tidak stabil dan memudahkan terjadinya destruksi sel. Ketidakseimbangan ini

merupakan suatu tanda khas pada semua bentuk thalassemia. Karena alasan ini, pada sebagian

besar thalassemia kurang sesuai disebut sebagai hemoglobinopati karena pada tipe-tipe

thalassemia tersebut didapatkan rantai globin normal secara struktural dan juga karena defeknya

terbatas pada menurunnya produksi dari rantai globin tertentu.

Tipe thalassemia biasanya membawa nama dari rantai yang tereduksi. Reduksi bervariasi

dari mulai sedikit penurunan hingga tidak diproduksi sama sekali (complete absence). Sebagai

contoh, apabila rantai β hanya sedikit diproduksi, tipe thalassemia-nya dinamakan sebagai

thalassemia-β+, sedangkan tipe thalassemia-β° menandakan bahwa pada tipe tersebut rantai β

tidak diproduksi sama sekali. Konsekuensi dari gangguan produksi rantai globin mengakibatkan

berkurangnya deposisi Hb pada sel darah merah (hipokromatik). Defisiensi Hb menyebabkan sel

darah merah menjadi lebih kecil, yang mengarah ke gambaran klasik thalassemia yaitu anemia

hipokromik mikrositik. Hal ini berlaku hampir pada semua bentuk anemia yang disebabkan oleh

adanya gangguan produksi dari salah satu atau kedua komponen Hb : heme atau globin. Namun

hal ini tidak terjadi pada silent carrier, karena pada penderita ini jumlah Hb dan indeks sel darah

merah berada dalam batas normal.

Pada tipe trait thalassemia-β yang paling umum, level Hb A2 (δ2/α2) biasanya meningkat.

Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan rantai δ oleh rantai α bebas yang eksesif,

yang mengakibatkan terjadinya kekurangan rantai β adekuat untuk dijadikan pasangan. Gen δ,

tidak seperti gen β dan α, diketahui memiliki keterbatasan fisiologis dalam kemampuannya untuk

memproduksi rantai δ yang stabil; dengan berpasangan dengan rantai α, rantai δ memproduksi

Hb A2 (kira-kira 2,5-3% dari total Hb). Sebagian dari rantai α yang berlebihan digunakan untuk

membentuk Hb A2, dimana sisanya (rantai α) akan terpresipitasi di dalam sel, bereaksi dengan

36

membran sel, mengintervensi divisi sel normal, dan bertindak sebagai benda asing sehingga

terjadinya destruksi dari sel darah merah. Tingkat toksisitas yang disebabkan oleh rantai yang

berlebihan bervariasi berdasarkan tipe dari rantai itu sendiri (misalnya toksisitas dari rantai α

pada thalassemia-β lebih nyata dibandingkan toksisitas rantai β pada thalassemia-α).

Dalam bentuk yang berat, seperti thalassemia-β mayor atau anemia Cooley, berlaku

patofisiologi yang sama dimana terdapat adanya substansial yang berlebihan. Kelebihan rantai α

bebas yang signifikan akibat kurangnya rantai β akan menyebabkan terjadinya pemecahan

prekursor sel darah merah di sumsum tulang (eritropoesis inefektif).

Produksi Rantai Globin

Untuk memahami perubahan genetik pada thalassemia, kita perlu mengenali dengan baik

proses fisiologis dari produksi rantai globin pada orang sehat atau normal. Suatu unit rantai

globin merupakan komponen utama untuk membentuk Hb : bersama-sama dengan Heme, rantai

globin menghasilkan Hb. Dua pasangan berbeda dari rantai globin akan membentuk struktur

tetramer dengan Heme sebagai intinya. Semua Hb normal dibentuk dari dua rantai globin α (atau

mirip-α) dan dua rantai globin non-α. Bermacam-macam tipe Hb terbentuk, tergantung dari tipe

rantai globin yang membentuknya. Masing-masing tipe Hb memiliki karakteristik yang berbeda

dalam mengikat oksigen, biasanya berhubungan dengan kebutuhan oksigen pada tahap-tahap

perkembangan yang berbeda dalam kehidupan manusia.

Pada masa kehidupan embrionik, rantai ζ(rantai mirip-α) berkombinasi dengan rantai γ

membentuk Hb Portland (ζ2γ2) dan dengan rantai ε untuk membentuk Hb Gower-1 (ζ2ε2).

37

Selanjutnya, ketika rantai α telah diproduksi, dibentuklah Hb Gower-2, berpasangan dengan

rantai ε (α2ε2). Hb Fetal dibentuk dari α2γ2 dan Hb dewasa primer (Hb A) dibentuk dari α2β2. Hb

fisiologis yang ketiga, Hb A2, dibentuk dari rantai α2δ2.

Gambar 2. Gen rantai α yang berduplikasi pada kromosom 16 berpasangan dengan rantai-rantai non-α untuk memproduksi bermacam-macam Hb normal.

Patofisiologi seluler

Kelainan dasar dari semua tipe thalassemia adalah ketidakseimbangan sintesis rantai

globin. Namun, konsekuensi akumulasi dari produksi rantai globin yang berlebihan berbeda-beda

pada tiap tipe thalassemia. Pada thalassemia-β, rantai α yang berlebihan, tidak mampu

membentuk Hb tetramer, terpresipitasi di dalam prekursor sel darah merah dan, dengan berbagai

cara, menimbulkan hampir semua gejala yang bermanifestasi pada sindroma thalassemia-β;

situasi ini tidak terjadi pada thalassemia-α.

Rantai globin yang berlebihan pada thalassemia-α adalah rantai γ pada tahun-tahun

pertama kehidupan, dan rantai β pada usia yang lebih dewasa. Rantai-rantai tipe ini relatif

bersifat larut sehingga mampu membentuk homotetramer yang, meskipun relatif tidak stabil,

mampu tetap bertahan (viable) dan dapat memproduksi molekul Hb seperti Hb Bart (γ4) dan Hb

38

H (β4). Perbedaan dasar pada dua tipe utama ini mempengaruhi perbedaan besar pada manifestasi

klinis dan tingkat keparahan dari penyakit ini.

Rantai α yang terakumulasi di dalam prekursor sel darah merah bersifat tidak larut

(insoluble), terpresipitasi di dalam sel, berinteraksi dengan membran sel (mengakibatkan

kerusakan yang signifikan), dan mengganggu divisi sel. Kondisi ini menyebabkan terjadinya

destruksi intramedular dari prekursor sel darah merah. Sebagai tambahan, sel-sel yang bertahan

yang sampai ke sirkulasi darah perifer dengan intracellular inclusion bodies (rantai yang

berlebih) akan mengalami hemolisis; hal ini berarti bahwa baik hemolisis maupun eritropoesis

inefektif menyebabkan anemia pada penderita dengan thalassemia-β.

Kemampuan sebagian sel darah merah untuk mempertahankan produksi dari rantai γ,

yang mampu untuk berpasangan dengan sebagian rantai α yang berlebihan untuk membentuk Hb

F, adalah suatu hal yang menguntungkan. Ikatan dengan sebagian rantai berlebih tidak diragukan

lagi dapat mengurangi gejala dari penyakit dan menghasilkan Hb tambahan yang memiliki

kemampuan untuk membawa oksigen.

Selanjutnya, peningkatan produksi Hb F sebagai respon terhadap anemia berat,

menimbulkan mekanisme lain untuk melindungi sel darah merah pada penderita dengan

thalassemia-β. Peningkatan level Hb F akan meningkatkan afinitas oksigen, menyebabkan

terjadinya hipoksia, dimana, bersama-sama dengan anemia berat akan menstimulasi produksi

dari eritropoetin. Akibatnya, ekspansi luas dari massa eritroid yang inefektif akan menyebabkan

ekspansi tulang berat dan deformitas. Baik penyerapan besi dan laju metabolisme akan

meningkat, berkontribusi untuk menambah gejala klinis dan manifestasi laboratorium dari

penyakit ini. Sel darah merah abnormal dalam jumlah besar akan diproses di limpa, yang

39

bersama-sama dengan adanya hematopoesis sebagai respon dari anemia yang tidak diterapi, akan

menyebabkan splenomegali masif yang akhirnya akan menimbulkan terjadinya hipersplenisme.

Apabila anemia kronik pada penderita dikoreksi dengan transfusi darah secara teratur,

maka ekspansi luas dari sumsum tulang akibat eritropoesis inefektif dapat dicegah atau

dikembalikan seperti semula. Memberikan sumber besi tambahan secara teori hanya akan lebih

merugikan pasien. Namun, hal ini bukanlah masalah yang sebenarnya, karena penyerapan besi

diregulasi oleh dua faktor utama : eritropoesis inefektif dan jumlah besi pada penderita yang

bersangkutan. Eritropoesis yang inefektif akan menyebabkan peningkatan absorpsi besi karena

adanya downregulation dari gen HAMP, yang memproduksi hormon hepar yang dinamakan

hepcidin, regulator utama pada absorpsi besi di usus dan resirkulasi besi oleh makrofag. Hal ini

terjadi pada penderita dengan thalassemia intermedia.

Dengan pemberian transfusi darah, eritropoesis yang inefektif dapat diperbaiki, dan

terjadi peningkatan jumlah hormon hepcidin; sehingga penyerapan besi akan berkurang dan

makrofag akan mempertahankan kadar besi.

Pada pasien dengan iron overload (misalnya hemokromatosis), absorpsi besi menurun

akibat meningkatnya jumlah hepsidin. Namun, hal ini tidak terjadi pada penderita thalassemia-β

berat karena diduga faktor plasma menggantikan mekanisme tersebut dan mencegah terjadinya

produksi hepsidin sehingga absorpsi besi terus berlangsung meskipun penderita dalam keadaan

iron overload.

Efek hepsidin terhadap siklus besi dilakukan melalui kerja hormon lain bernama

ferroportin, yang mentransportasikan besi dari enterosit dan makrofag menuju plasma dan

menghantarkan besi dari plasenta menuju fetus. Ferroportin diregulasi oleh jumlah penyimpanan

besi dan jumlah hepsidin. Hubungan ini juga menjelaskan mengapa penderita dengan

40

thalassemia-β yang memiliki jumlah besi yang sama memiliki jumlah ferritin yang berbeda

sesuai dengan apakah mereka mendapat transfusi darah teratur atau tidak. Sebagai contoh,

penderita thalassemia-β intermedia yang tidak mendapatkan transfusi darah memiliki jumlah

ferritin yang lebih rendah dibandngkan dengan penderita yang mendapatkan transfusi darah

secara teratur, meskipun keduanya memiliki jumlah besi yang sama.

Kebanyakan besi non-heme pada individu yang sehat berikatan kuat dengan protein

pembawanya, transferrin. Pada keadaan iron overload, seperti pada thalassemia berat, transferrin

tersaturasi, dan besi bebas ditemukan di plasma. Besi ini cukup berbahaya karena memiliki

material untuk memproduksi hidroksil radikal dan akhirnya akan terakumulasi pada organ-organ,

seperti jantung, kelenjar endokrin, dan hati, mengakibatkan terjadinya kerusakan pada organ-

organ tersebut (organ damage).

Hipotesa Malaria

Pada tahun 1949, Haldane menyatakan adanya suatu keuntungan selektif untuk bertahan

hidup pada individu dengan trait thalassemia pada daerah endemik malaria. Hardane berpendapat

bahwa penyakit sel darah merah letal seperti pada thalassemia, anemia sel sabit, dan defisiensi

G6PD terdapat hampir secara eksklusif pada daerah tropis dan subtropis. Insidens dari mutasi

genetik ini pada populas tertentu merefleksikan adanya keseimbangan antara kematian dini pada

penderita homozigot dengan peningkatan kesehatan pada penderita heterozigot.

Mekanisme proteksi terhadap malaria pada penderita trait thalassemia belum jelas. Sel

Hb F telah didemonstrasikan dapat menghambat pertumbuhan parasit malaria, dan, berdasarkan

tingginya level Hb F tersebut pada bayi dengan trait thalassemia-β, malaria serebral fatal yang

diketahui dapat menyebabkan kematian pada bayi tersebut dapat dicegah. Sel darah merah pada

41

penderita Penyakit Hb H juga memiliki semacam efek supresif terhadap pertumbuhan parasit.

Namun efek ini tidak ditemukan pada penderita dengan trait thalassemia-α.

C. Klasifikasi Thalassemia dan Presentasi Klinisnya

Saat ini dikenal sejumlah besar sindrom thalasemia; masing-masing melibatkan penurunan

produksi satu atau lebih rantai globin, yang membentuk bermacam-macam jenis Hb yang

ditemukan pada sel darah merah. Jenis yang paling penting dalam praktek klinis adalah sindrom

yang mempengaruhi baik atau sintesis rantai α maupun β.

Thalassemia-α

Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin-α banyak ditemukan

di Afrika, negara di daerah Mediterania, dan sebagian besar Asia. Delesi gen globin-α

menyebabkan sebagian besar kelainan ini. Terdapat empat gen globin-α pada individu normal,

dan empat bentuk thalassemia-α yang berbeda telah diketahui sesuai dengan delesi satu, dua,

tiga, dan semua empat gen ini

Tabel 1. Thalassemia-α

G e n o t i p J u m l a h g e n α Presentasi Klinis H e m o g l o b i n E l e k t r o f o r e s i s

S a a t L a h i r > 6 b u l a n

α α / α α 4 N o r m a l N N

- α / α α 3 S i l e n t c a r r i e r 0-3 % Hb Bar t s N

--/αα atau –α/-α 2 T r a i t t h a l - α 2-10% Hb Barts N

- - / - α 1 P e n y a k i t H b H 15-30% Hb Bart H b H

42

- - / - - 0 Hydrops fe tal i s > 7 5 % H b B a r t -

Ket : N = hasil normal, Hb = hemoglobin, Hb Bart’s = γ4, HbH = β4

Silent carrier thalassemia-α

o Merupakan tipe thalassemia subklinik yang paling umum, biasanya ditemukan

secara kebetulan diantara populasi, seringnya pada etnik Afro-Amerika. Seperti

telah dijelaskan sebelumnya, terdapat 2 gen α yang terletak pada kromosom 16.

o Pada tipe silent carrier, salah satu gen α pada kromosom 16 menghilang,

menyisakan hanya 3 dari 4 gen tersebut. Penderita sehat secara hematologis,

hanya ditemukan adanya jumlah eritrosit (sel darah merah) yang rendah dalam

beberapa pemeriksaan.

o Pada tipe ini, diagnosis tidak dapat dipastikan dengan pemeriksaan elektroforesis

Hb, sehingga harus dilakukan tes lain yang lebih canggih. Bisa juga dicari akan

adanya kelainan hematologi pada anggota keluarga ( misalnya orangtua) untuk

mendukung diagnosis. Pemeriksaan darah lengkap pada salah satu orangtua yang

menunjukkan adanya hipokromia dan mikrositosis tanpa penyebab yang jelas

merupakan bukti yang cukup kuat menuju diagnosis thalasemia.

Trait thalassemia-α

o Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah merah yang

rendah. Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen α pada satu kromosom 16

atau satu gen α pada masing-masing kromosom. Kelainan ini sering ditemukan di

Asia Tenggara, subbenua India, dan Timur Tengah.

43

o Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts (γ4) dapat ditemukan

pada elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb Barts tidak terlihat lagi, dan

kadar Hb A2 dan HbF secara khas normal.

Gambar 3. Thalassemia alpha menurut hukum Mendel

Penyakit Hb H

o Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin α, merepresentasikan

thalassemia-α intermedia, dengan anemia sedang sampai berat, splenomegali,

ikterus, dan jumlah sel darah merah yang abnormal. Pada sediaan apus darah tepi

yang diwarnai dengan pewarnaan supravital akan tampak sel-sel darah merah

yang diinklusi oleh rantai tetramer β (Hb H) yang tidak stabil dan terpresipitasi di

dalam eritrosit, sehingga menampilkan gambaran golf ball. Badan inklusi ini

dinamakan sebagai Heinz bodies.

44

Gambar 4. Pewarnaan supravital pada sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H yang menunjukkan Heinz-Bodies

Thalassemia-α mayor

o Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen globin-α,

disertai dengan tidak ada sintesis rantai α sama sekali.

o Karena Hb F, Hb A, dan Hb A2 semuanya mengandung rantai α, maka tidak

satupun dari Hb ini terbentuk. Hb Barts (γ4) mendominasi pada bayi yang

menderita, dan karena γ4 memiliki afinitas oksigen yang tinggi, maka bayi-bayi

itu mengalami hipoksia berat. Eritrositnya juga mengandung sejumlah kecil Hb

embrional normal (Hb Portland = ζ2γ2), yang berfungsi sebagai pengangkut

oksigen.

o Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang lahir

hidup meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik, dengan

gagal jantung kongestif dan edema anasarka berat. Yang dapat hidup dengan

manajemen neonatus agresif juga nantinya akan sangat bergantung dengan

transfusi.

Thalassemia-β

45

Sama dengan thalassemia-α, dikenal beberapa bentuk klinis dari thalassemia-β; antara

lain :

Silent carrier thalassemia-β

o Penderita tipe ini biasanya asimtomatik, hanya ditemukan nilai eritrosit yang

rendah. Mutasi yang terjadi sangat ringan, dan merepresentasikan suatu

thalassemia-β+.

o Bentuk silent carrier thalassemia-β tidak menimbulkan kelainan yang dapat

diidentifikasi pada individu heterozigot, tetapi gen untuk keadaan ini, jika

diwariskan bersama-sama dengan gen untuk thalassemia-β°, menghasilkan

sindrom thalassemia intermedia.

Gambar 5. Thalassemia beta menurut Hukum Mendel

Trait thalassemia-β

o Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan elektroforesis

Hb abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb A2, Hb F, atau keduanya

46

o Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai anemia

defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan preparat besi

selama waktu yang panjang. Lebih dari 90% individu dengan trait thalassemia-β

mempunyai peningkatan Hb-A2 yang berarti (3,4%-7%). Kira-kira 50% individu

ini juga mempunyai sedikit kenaikan HbF, sekitar 2-6%. Pada sekelompok kecil

kasus, yang benar-benar khas, dijumpai Hb A2 normal dengan kadar HbF berkisar

dari 5% sampai 15%, yang mewakili thalassemia tipe δβ.

Thalassemia-β yang terkait dengan variasi struktural rantai β

o Presentasi klinisnya bervariasi dari seringan thalassemia media hingga seberat

thalassemia-β mayor

o Ekspresi gen homozigot thalassemia (β+) menghasilkan sindrom mirip anemia

Cooley yang tidak terlalu berat (thalassemia intermedia). Deformitas skelet dan

hepatosplenomegali timbul pada penderita ini, tetapi kadar Hb mereka biasanya

bertahan pada 6-8 gr/dL tanpa transfusi.

o Kebanyakan bentuk thalassemia-β heterozigot terkait dengan anemia ringan.

Kadar Hb khas sekitar 2-3 gr/dL lebih rendah dari nilai normal menurut umur.

47

o Eritrosit adalah mikrositik hipokromik dengan poikilositosis, ovalositosis, dan

seringkali bintik-bintik basofil. Sel target mungkin juga ditemukan tapi biasanya

tidak mencolok dan tidak spesifik untuk thalassemia.

o MCV rendah, kira-kira 65 fL, dan MCH juga rendah (<26 pg). Penurunan ringan

pada ketahanan hidup eritrosit juga dapat diperlihatkan, tetapi tanda hemolisis

biasanya tidak ada. Kadar besi serum normal atau meningkat.

Thalassemia-β° homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)

o bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan kedua

kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita ini untuk

mencegah kelemahan yang amat sangat dan gagal jantung yang disebabkan oleh

anemia. Tanpa transfusi, 80% penderita meninggal pada 5 tahun pertama

kehidupan.

o Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang menerima

transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan eritropoetik

disumsum tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulang-tulang menjadi tipis dan

fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi masif sumsum tulang di wajah dan

tengkorak menghasilkan bentuk wajah yang khas.

48

Gambar 6. Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor (Facies Cooley)

o Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat kekuningan.

Limpa dan hati membesar karena hematopoesis ekstrameduler dan hemosiderosis.

Pada penderita yang lebih tua, limpa mungkin sedemikian besarnya sehingga

menimbulkan ketidaknyamanan mekanis dan hipersplenisme sekunder.

Gambar 7. Splenomegali pada thalassemia

o Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat atau tidak

terjadi karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang disebabkan

49

oleh siderosis pankreas mungkin terjadi. Komplikasi jantung, termasuk aritmia

dan gagal jantung kongestif kronis yang disebabkan oleh siderosis miokardium

sering merupakan kejadian terminal.

o Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia-β° homozigot yang tidak

ditransfusi adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan mikrositosis berat, banyak

ditemukan poikilosit yang terfragmentasi, aneh (sel bizarre) dan sel target.

Sejumlah besar eritrosit yang berinti ada di darah tepi, terutama setelah

splenektomi. Inklusi intraeritrositik, yang merupakan presipitasi kelebihan rantai

α, juga terlihat pasca splenektomi. Kadar Hb turun secara cepat menjadi < 5 gr/dL

kecuali mendapat transfusi. Kadar serum besi tinggi dengan saturasi kapasitas

pengikat besi (iron binding capacity). Gambaran biokimiawi yang nyata adalah

adanya kadar HbF yang sangat tinggi dalam eritrosit.

D. Stadium Thalassemia

Terdapat suatu sistem pembagian stadium thalassemia berdasarkan jumlah kumulatif

transfusi darah yang diberikan pada penderita untuk menentukan tingkat gejala yang melibatkan

kardiovaskuler dan untuk memutuskan kapan untuk memulai terapi khelasi pada pasien dengan

thalassemia-β mayor atau intermedia. Pada sistem ini, pasien dibagi menjadi tiga kelompok,

yaitu :

Stadium I

o Merupakan mereka yang mendapat transfusi kurang dari 100 unit Packed Red

Cells (PRC). Penderita biasanya asimtomatik, pada echokardiogram (ECG) hanya

50

ditemukan sedikit penebalan pada dinding ventrikel kiri, dan elektrokardiogram

(EKG) dalam 24 jam normal.

Stadium II

o Merupakan mereka yang mendapat transfusi antara 100-400 unit PRC dan

memiliki keluhan lemah-lesu. Pada ECG ditemukan penebalan dan dilatasi pada

dinding ventrikel kiri. Dapat ditemukan pulsasi atrial dan ventrikular abnormal

pada EKG dalam 24 jam

Stadium III

o Gejala berkisar dari palpitasi hingga gagal jantung kongestif, menurunnya fraksi

ejeksi pada ECG. Pada EKG dalam 24 jam ditemukan pulsasi prematur dari atrial

dan ventrikular.

E. Terapi

Penderita trait thalassemia tidak memerlukan terapi ataupun perawatan lanjut setelah

diagnosis awal dibuat. Terapi preparat besi sebaiknya tidak diberikan kecuali memang dipastikan

terdapat defisiensi besi dan harus segera dihentikan apabila nilai Hb yang potensial pada

penderita tersebut telah tercapai. Diperlukan konseling pada semua penderita dengan kelainan

genetik, khususnya mereka yang memiliki anggota keluarga yang berisiko untuk terkena

penyakit thalassemia berat.

Penderita thalassemia berat membutuhkan terapi medis, dan regimen transfusi darah

merupakan terapi awal untuk memperpanjang masa hidup. Transfusi darah harus dimulai pada

usia dini ketika anak mulai mengalami gejala dan setelah periode pengamatan awal untuk

menilai apakah anak dapat mempertahankan nilai Hb dalam batas normal tanpa transfusi.

Transfusi Darah

51

Transfusi darah bertujuan untuk mempertahankan nilai Hb tetap pada level 9-9.5 gr/dL

sepanjang waktu.

Pada pasien yang membutuhkan transfusi darah reguler, maka dibutuhkan suatu studi

lengkap untuk keperluan pretransfusi. Pemeriksaan tersebut meliputi fenotip sel darah

merah, vaksinasi hepatitis B (bila perlu), dan pemeriksaan hepatitis.

Darah yang akan ditransfusikan harus rendah leukosit; 10-15 mL/kg PRC dengan

kecepatan 5 mL/kg/jam setiap 3-5 minggu biasanya merupakan regimen yang adekuat

untuk mempertahankan nilai Hb yang diinginkan.

Pertimbangkan pemberikan asetaminofen dan difenhidramin sebelum transfusi untuk

mencegah demam dan reaksi alergi.

Komplikasi Transfusi Darah

Komplikasi utama dari transfusi adalah yang berkaitan dengan transmisi bahan infeksius

ataupun terjadinya iron overload. Penderita thalassemia mayor biasanya lebih mudah untuk

terkena infeksi dibanding anak normal, bahkan tanpa diberikan transfusi. Beberapa tahun lalu,

25% pasien yang menerima transfusi terekspose virus hepatitis B. Saat ini, dengan adanya

imunisasi, insidens tersebut sudah jauh berkurang. Virus Hepatitis C (HCV) merupakan

penyebab utama hepatitis pada remaja usia di atas 15 tahun dengan thalassemia. Infeksi oleh

organisme opurtunistik dapat menyebabkan demam dan enteriris pada penderita dengan iron

overload, khususnya mereka yang mendapat terapi khelasi dengan Deferoksamin (DFO).

Demam yang tidak jelas penyebabnya, sebaiknya diterapi dengan Gentamisin dan Trimetoprim-

Sulfametoksazol.

52

Terapi Khelasi (Pengikat Besi)

Apabila diberikan sebagai kombinasi dengan transfusi, terapi khelasi dapat menunda

onset dari kelainan jantung dan, pada beberapa pasien, bahkan dapat mencegah kelainan

jantung tersebut.

Chelating agent yang biasa dipakai adalah DFO yang merupakan kompleks

hidroksilamin dengan afinitas tinggi terhadap besi. Rute pemberiannya sangat penting

untuk mencapai tujuan terapi, yaitu untuk mencapai keseimbangan besi negatif (lebih

banyak diekskresi dibanding yang diserap). Karena DFO tidak diserap di usus, maka rute

pemberiannya harus melalui parenteral (intravena, intramuskular, atau subkutan).

Dosis total yang diberikan adalah 30-40mg/kg/hari diinfuskan selama 8-12 jam saat

pasien tidur selama 5 hari/minggu.

Transplantasi Sel Stem Hematopoetik (TSSH)

TSSH merupakan satu-satunya yang terapi kuratif untuk thalassemia yang saat ini

diketahui. Prognosis yang buruk pasca TSSH berhubungan dengan adanya hepatomegali, fibrosis

portal, dan terapi khelasi yang inefektif sebelum transplantasi dilakukan. Prognosis bagi

penderita yang memiliki ketiga karakteristik ini adalah 59%, sedangkan pada penderita yang

tidak memiliki ketiganya adalah 90%.Meskipun transfusi darah tidak diperlukan setelah

transplantasi sukses dilakukan, individu tertentu perlu terus mendapat terapi khelasi untuk

menghilangkan zat besi yang berlebihan. Waktu yang optimal untuk memulai pengobatan

tersebut adalah setahun setelah TSSH. Prognosis jangka panjang pasca transplantasi , termasuk

fertilitas, tidak diketahui. Biaya jangka panjang terapi standar diketahui lebih tinggi daripada

biaya transplantasi. Kemungkinan kanker setelah TSSH juga harus dipertimbangkan.

53

Terapi Bedah

Splenektomi merupakan prosedur pembedahan utama yang digunakan pada pasien

dengan thalassemia. Limpa diketahui mengandung sejumlah besar besi nontoksik(yaitu, fungsi

penyimpanan). Limpa juga meningkatkan perusakan sel darah merah dan distribusi besi. Fakta-

fakta ini harus selalu dipertimbangkan sebelum memutuskan melakukan splenektomi.. Limpa

berfungsi sebagai penyimpanan untuk besi nontoksik, sehingga melindungi seluruh tubuh dari

besi tersebut. Pengangkatan limpa yang terlalu dini dapat membahayakan.

Sebaliknya, splenektomi dibenarkan apabila limpa menjadi hiperaktif, menyebabkan

penghancuran sel darah merah yang berlebihan dan dengan demikian meningkatkan kebutuhan

transfusi darah, menghasilkan lebih banyak akumulasi besi.

Splenektomi dapat bermanfaat pada pasien yang membutuhkan lebih dari 200-250 mL /

kg PRC per tahun untuk mempertahankan tingkat Hb 10 gr / dL karena dapat menurunkan

kebutuhan sel darah merah sampai 30%.

54

Gambar 8. Splenektomi

Risiko yang terkait dengan splenektomi minimal, dan banyak prosedur sekarang

dilakukan dengan laparoskopi. Biasanya, prosedur ditunda bila memungkinkan sampai anak

berusia 4-5 tahun atau lebih. Pengobatan agresif dengan antibiotik harus selalu diberikan untuk

setiap keluhan demam sambil menunggu hasil kultur. Dosis rendah Aspirin® setiap hari juga

bermanfaat jika platelet meningkat menjadi lebih dari 600.000 / μL pasca splenektomi.

Diet

Pasien dianjurkan menjalani diet normal, dengan suplemen sebagai berikut : asam folat,

asam askorbat dosis rendah, dan alfa-tokoferol. Sebaiknya zat besi tidak diberikan, dan makanan

yang kaya akan zat besi juga dihindari. Kopi dan teh diketahui dapat membantu mengurangi

penyerapan zat besi di usus.

55

A,9th, thalassemia

Riwayat keluarga

Anemia Hemolitik

Kerja hati&limpa meningkat

Pucat

HepatosplenomegaliIcterik sklera

F. Skrining

Dapat dilakukan skrining premarital dengan menggunakan pedigree. Atau bisa juga dilakukan

pemeriksaan terhadap setiap wanita hamil berdasar ras, melalui ukuran eritrosit, kadar Hb A2

(meningkat pada thalassemia-β). Bila kadarnya normal, pasien dikirim ke pusat yang bisa

menganalisis rantai α.

G. Prognosis

Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari thalassemia. Seperti dijelaskan sebelumnya, kondisi klinis penderita thalassemia sangat bervariasi dari ringan bahkan asimtomatik hingga berat dan mengancam jiwa.

VIII. Kerangka Konsep

IX. Kesimpulan

Anakperempuan, 9 tahun, dating ke RSMH dengan keluhan distensi abdomen mengalami anemia

hemolitik e.c thalasemia

56

Daftar Pustaka

1. Berhman, RE; Kliegman, RM ; Arvin: Nelson Ilmu Kesehatan Anak, volume 2, edisi 15.

Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta : 2005, hal1708-1712

2. Berhman, RE; Kliegman, RM and Jensen, HB: Nelson Text Book of Pediatrics, 16th

edition. WB Saunders company, Philadelphia: 2000, page 1630-1634

3. Permono, H. BAmbang; Sutaryo; Windiastuti, Endang; Abdulsalam, Maria; IDG

Ugrasena: Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak, Cetakan ketiga. Penerbit Badan

Penerbit IDAI, Jakarta : 2010, hlm 64-84

4. Paediatrica Indonesiana, The Indonesian Journal of pediatrics and Perinatal Medicine,

volume 46, No.5-6. Indonesian Pediatric Society, Jakarta: 2006, page 134-138

5. Ananta Yovita. Terapi Kelasi Pada Thalassemia . Sari Pustaka. 2009

6. Atmakusuma, Djumhana, dkk., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi V.

Jakarta Pusat: Interna Publishing.

7. Bakta, I Made. 2009. Hematologi klinik ringkas. EGC : Jakarta

8. Darling D. THALASSEMIA. . United states of america www.daviddarling.info( akses 2

Desember 2007 )

9. Kartoyo, Purnamawati. Pengaruh Penimbunan Besi Terhadap Hati pada Thalassemia.

Sari Pediatri. 2003. 05(01): 34-38.