pembahasan status epileptikus
DESCRIPTION
Status EpileptikusTRANSCRIPT
STATUS EPILEPTIKUS
A. Definisi
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala
yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas
muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversible dengan
berbagai etiologi. Serangan ialah suatu gejala yang timbulnya tiba-tiba dan
menghilang secara tiba-tiba pula.1
Status epileptikus adalah aktivitas kejang yang berlangsung terus-menerus
lebih dari 30 menit tanpa pulihnya kesadaran. Dalam praktek klinis lebih baik
mendefinisikannya sebagai setiap aktivitas serangan kejang yang menetap selama
lebih dari 10 menit. Status mengancam adalah serangan kedua yang terjadi dalam
waktu 30 menit tanpa pulihnya kesadaran diantara serangan. 1
Epilepsy Foundation of America memformulasikan status epileptikus
sebagai “Aktivitas kejang yang terus berlanjut hingga lebih dari 30 menit atau dua
atau lebih kejang berulang tanpa disertai pemulihan kesadaran yang sepenuhnya
diantara kejang tersebut”. Dapat terjadi bila pengobatan dengan luminal
dihentikan secara mendadak. Status epileptikus harus dipandang sebagai
kegawatdaruratan dan harus segera dihentikan, karena dapat menimbulkan
keadaan gawat dan membawa kematian. 2
B. Etiologi 3
Beberapa penyebab dari status epileptikus adalah:
1. Herediter dan Kongenital
Congenital abnormalities of the brain, termasuk lipidosis,
leukodystrophies, dan aminoacidurias
2. Trauma kepala
Acute head injury, post traumatic encephalopathy, post craniotomy
3. Infeksi
Viral encephalitis, acute purulent meningitis, chronic meningitis,
particulary tuberculosis, fungal meningitis
4. Metabolik
Hipokalsemia, hipomagnesemia, hipoglikemia, hiponatremia
5. Toxic
Alcohol withdrawal, drug abuse, particulary cocaine, withdrawal of
medications, particulary antiepileptic drugs dan benzodiazepines
6. Vaskular
Penyakit cerebrovaskular, termasuk infark akut, multi infark state, cerebral
arteritis, cerebral lupus, intracerebral hemorrhage, subarachnoid
hemorrhage
7. Neoplastic
Tumor otak, angiomatous malformation
8. Degenerative
Multiple sclerosis, Alzheimer disease.
C. Klasifikasi status epileptikus 4
Berdasarkan Klasifikasi Treiman, status epileptikus (SE) dibedakan menjadi:
General convulsive SE
Jenis yang paling sering dan berbahaya dari status epileptikus adalah general
convulsive SE.
Subtle SE
Walaupun Subtle SE menurut definisinya adalah nonconvulsive, tetapi harus
dibedakan dengan tipe nonconvulsive SE lainnya karena prognosis pasien
dengan subtle SE bertentangan dengan nonconvulsive SE yaitu lebih buruk.
Ini berdasarkan pada lebih beratnya manifestasi klinis dari General Convulsive
SE dan ditandai oleh adanya sebuah pemisahan antara aktivitas listrik otak dan
prediksi respon motorik dari general convulsive SE.
Nonconvulsive SE
Nonconvulsive SE dibagi menjadi 2 kategori, pembedaan subtypes ini adalah
penting, karena terdapat perbedaan dalam hal perawatan, etiologi, dan
prognosis. Yaitu :
o Absence SE
Dalam manifestasi klinisnya, sebuah perubahan kesadaran dapat jelas
diamati. Kebanyakan pasien tidak koma, tetapi letargi dan bingung,
dengan penurunan spontanitas dan bicara yang lambat.
Tidak ada kematian dan morbiditas jangka panjang dari tipe Absence SE
yang dilaporkan. Membedakan absence SE dari penyebab lain sangat
penting karena banyak kondisi dari absence SE dapat mendorong kearah
kerusakan neuron yang ireversibel jika tidak diterapi dengan cepat.
o Complex partial SE
Complex partial SE adalah jarang. Walaupun banyak kasus dari Complex
partial SE jangka panjang didapatkan tanpa gejala sisa/sequele nerologis,
tetapi hasil yang berlawanan juga dapat terjadi tanpa ada metode yang
dapat menjelaskan mengapa hal itu terjadi.
Simple partial SE
Dari definisinya, simple partial SE tediri dari kejang yang terlokalisasi pada
suatu area yang terpisah dari korteks cerebral, dan tidak mengubah kesadaran.
Diagnosa ditegakkan berdasarkan pada penemuan klinis . karena relative
hanya sedikit area dari korteks cerebral yang terlibat, hasil dari pemeriksaan
EEG tidak memberikan karakteristik untuk sebuah aktivitas klinis iktal
bahkan bisa normal.
Simple partial SE berlawanan dengan convulsive SE, yang tidak dihubungan
dengan tingginya angka kejadian ataupun kematian. Tapi berhubungan dengan
etiologi yang mendasarinya, durasi dari SE, umur pasien, dan komplikasi
seperti pada convulsive SE.
D. Diagnosis 4
Pendekatan diagnosis pada status epileptikus berdasarkan pada anamnesa,
manifestasi klinis dan penyebab dari terjadinya status epileptikus.
a. Ananmnesa
Anamnesis sangat penting dalam menegakkan diagnosis epilepsi. Sebagian
besar kasus, diagnosis epilepsi hanya ditegakkan atas dasar anamnesis.
Anamnesis harus dilakukan dengan baik dan cermat, sehingga kita
mendiferensiasinya dengan syncope atau hysteria. Tidak jarang gejala
hysteria mirip dengan epilepsi, namun dengan anamnesis yang cermat, hal
ini dapat dibedakan. Bila seseorang mengemukakan ia waktu sedang berdiri
tiba-tiba merasa kepalanya ringan dan kemudian pingsan, perlu
disingkirkan kemungkinan syncope, keadaan hipoglikemia. 1
b. Manifestasi klinis
Sejumlah gambaran yang kita dapatkan pada pemeriksaan fisik dapat
memberikan informasi mengenai penyebab dari SE. Pemeriksaan
neurologis juga sangat menolong, papiledema, sebuah tanda terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial, menunjukkan kemungkinan akan adanya
sebuah lesi atau massa pada otak. Gambaran lateralisasi neurologis, seperti
peningkatan irama, refleks yang asimetri, atau gambaran lateralisasi dari
gerakan selama SE, menunjukkan bahwa kejang terjadi karena adanya
lokalisasi region dalam otak, dan hal ini akan menyebabkan terjadinya
struktur otak yang abnormal.
c. Penyebab
Banyak pasien dengan convulsive SE tidak memiliki riwayat kejang
sebelumnya
o Pada orang dengan epilepsi, penyebab terbanyak adalah
perubahan pengobatan.
o Penyebab lain meliputi trauma kepala, stroke, serangan jantung,
infeksi CNS, dan neoplasma.
Usia
o Pada pasien dengan usia <16 tahun, penyebab yang paling umum
adalah demam dan atau infeksi (36%) dan berlawanan pada orang
dewasa yang hanya sekitar 5% (DeLorenzo, 1995)
o Faktor presipitasi yang paling banyak pada orang dewasa adalah
penyakit cerebrovascular (25%)
E. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang harus diperoleh berdasarkan pada
kondisi emergensi yang meliputi elektrolit, kalsium, magnesium
dan GDS
CBC dan tes fungsi ginjal, analisa gas darah, skreening toksikologi,
dan level anti konvulsi, sering membantu
Kultur darah, urinalisis, dan lumbal pungsi
b. Pemeriksaan pencitraan (Imaging)
CT Scan sangat membantu untuk mengevaluasi sebuah lesi diotak
(seperti tumor otak, infark, abses, perdarahan) yang bisa menjadi
etiologi dari SE
MRI jarang diindikasikan pada fase akut. Walaupun MRI
memberikan informasi yang lebih baik dibanding CT Scan, tapi
lebih banyak menghabiskan waktu dan informasi tambahan yang
diberikan jarang mempengaruhi pengobatan dan evaluasi segera.
c. Tes lain
Beberapa penulis mempercayai bahwa EEG adalah suatu bagian dari
perawatan rutin ( Brenner, 2004; Kaplan, 2006)
F. Diagnosis banding
Complex partial seizure
Frontal lobe epilepsy
Shuddering attacks
Temporal lobe epilepsy
Uremic encephalopathy
G. Penatalaksanaan
1. Lima menit pertama
Pastikan diagnosis dengan observasi aktivitas serangan atau satu
serangan berikutnya
Beri oksigen lewat kanul nasal atau masker, atur posisi kepala
dan jalan nafas, intubasi bila perlu bantuan ventilasi
Tanda-tanda vital dan EKG, koreksi bila ada kelainan
Pasang jalur intravena dengan NaCl 0,9%, periksa gula darah,
kimia darah, hematologi dan kadar OAE (bila ada fasilitas dan
biaya)
2. Menit ke - 6 hingga ke - 9
Jika hipoglikemia/gula darah tidak diperiksa, berikan 50 ml glukosa
50% bolus intravena (pada anak: 2ml/kgBB/glukosa 25%) disertai
100mg tiamin intravena.
3. Menit ke - 10 hingga ke – 20
Pada dewasa: berikan 0,2 mg/kgBB diazepam dengan kecepatan
5mg/menit sampai maksimum 20mg. Jika serangan masih ada setelah
5 menit, dapat diulangi lagi. Diazepam harus diikuti dengan dosis
rumat fenitoin.
4. Menit ke - 20 hingga ke – 60
Berikan fenitoin 20 mg/kgBB dengan kecepatan <50 mg/menit pada
dewasa dan 1mg/kgBB/menit pada anak; monitor EKG dan tekanan
darah selama pemberian.
5. Setelah 60 menit
Jika status masih berkelanjutan setelah fenitoin 20 mg/kg maka
berikan fenitoin tambahan 5mg/kg sampai maksimun 30mg/kg. Jika
status menetap, berikan 20mg/kg fenobarbital intravena dengan
kecepatan 60mg/menit. Bila apneu, berikan bantuan ventilasi
(intubasi). Jika status menetap, anesthesia umum dengan pentobarbital,
midazolam, atau propofol.
Cara lainnya dengan pemberian 50 mg diazepam dalam 250 ml dekstrosa
5% intravena dengan kecepatan 20 tetes permenit selama 2-3 jam, namun
hati-hati karena dapat menyebabkan depresi pernafasan. Selain itu dapat
pula diberikan 100mg fenobarbital intramuscular. Bila kejang menetap,
beri narkosis umum, pasien dirawat di ruang perawatan intensif (ICU) agar
dapat dilakukan pemantauan sistem kardiorespirasi dan bila terjadi
kegagalan respirasi sebagai efek samping pengobatan dapat segera
dilakukan resusitasi. 1
H. Prognosis
Prognosis dari status epileptikus sangat berhubungan dengan durasi dan
etiologi. 4