pembahasan fix

Upload: dyn-adriani

Post on 01-Mar-2016

26 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

oke

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar Belakang

Adenoid merupakan jaringan limfoid sepanjang dinding posterior nasofaring di atas batas palatum mole. Adenoid biasanya mengalami hipertrofi selama masa anak-anak, mencapai ukuran terbesar pada usia prasekolah dan usia awal sekolah. Diharapkan dapat terjadi resolusi spontan pada usia 18-20 tahun jaringan adeonid biasanya tidak nyata pada pemeriksaan nasofaring.1

Bila sering terjadi infeksi saluran nafas atas maka dapat terjadi hipertrofi adenoid. Akibat dari hipertrofi ini akan timbul sumbatan koana dan sumbatan eustachius, sehingga dapat menyebabkan terjadinya otitis media serosa baik rekuren maupun episode berulang dari otitis media akut.1

Obstruksi pada nasal juga dapat mengganggu pernafasan normal. Hal ini dapat menyebabkan perbedaan dalam kualitas suara dan dapat menyebabkan beberapa perubahan dalam struktur gigi dan maloklusi. Akibat sumbatan koana pasien akan bernafas melalui mulut sehingga teradi: (a) facies adenoid yaitu tampak hidung kecil, gigi incicivus ke depan (prominen), arkus faring tinggi yang menyebabkan kesan wajah pasien tampak seperti orang bodoh, (b) faringitis dan bronchitis, (c) gangguan ventilasi dan drainase sinus paranasal sehingga menimbulkan sinusitis kronik.2

Nyatanya, anak-anak dibawah usia dua tahun dengan hipertrofi adenoid mempunyai gangguan dalam pernafasan normal yang mengakibatkan kor pulmonale atau jenis sindrome apnea waktu tidur, seringkali pernafasan menjadi keras dan sonor. Periode apnea yang lama memberi kesan adanya obstruksi jalan nafas dan apnea waktu tidur. 1BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1. Anatomi Jaringan Adenoid Nasofaring

Nasofaring terletak diantara basis kranial dan palatum mole, menghubungkan rongga hidung dan orofaring. Rongga nasofaring mempunyai sebuah kubus yang tidak beraturan, diameter atas-bawah dan kiri-kanan masing-masing sekitar 3 cm, diameter depan-belakang 2-3 cm, dapat dibagi menjadi dinding anterior, superior, posterior dan inferior dan dua dinding lateral yang simetris bilateral.3

Dinding superior dan posterior bersambung dan miring membentuk lengkungan, diantara kedua dinding tidak terdapat batas atas anatomis yang jelas, maka secara klinis sering disebut sebagai dinding supero-posterior, yaitu dari batas atas lubang hidung posterior ke posterior, hingga taraf palatum mole. Lapisan submukosa area itu kaya akan jaringan limfatik yang membentuk tonsil faring, dinding posterior setinggi vertebra servikal 1,2 kedua sisinya adalah batas posterior resessus faring.3

Drainase limfatik: area nasofaring sangat kaya akan saluran limfatik, terutama drainase ke kelenjar limfa faringeal posterior paravertebral servikal (disebut juga kelenjar limfe rouviere, sebagai kelenjar limfe terminal pertama drainase karsinoma nasofaring), kemudian masuk ke kelenjar limfe kelompok profunda servikal, terutama meliputi : (1) rantai kelenjar limfe jugularis interna; (2) kelenjar limfe nervi asesorius (terletak dalam segitiga posterior leher); (3) rantai kelenar limfe arteri dan vena transversalis koli (di fossa supraklavikular).32.2. Patofisiologi

Adenoid adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid yang terletak pada dinding posterior nasofaring, termasuk dalam rangkaian cincin waldeyer. Secara fisiologik adenoid ini membesar pada anak usia 3 tahun dan kemudian mengecil dan hilang sama sekali pada usia 14 tahun. Bila sering terajadi infeksi saluran napas bagian atas maka akan dapat terjadi hipertrofi adenoid. Akibat dari hipertrofi ini akan timbul sumbatan koana dan sumbatan eustachius.2

Akibat sumbatan koana pasien akan bernafas melalui mulut sehingga terjadi (a) facies adenoid yaitu tampak hidung kecil, gigi incicivus ke depan (prominens), arkus faring tinggi yang menyebabkan kesan wajah pasien tampak seperti orang bodoh, (b) faringitis dan bronkitis, (c) gangguan ventilasi dan drainase sinus paranasal sehingga menimbulkan sinusitis kronik.2

Akibat sumbatan eustachius akan terjadi otitis media akut berulang, otitis media kronik dan akhirnya otitis media supuratif kronik. Akibat hipertrofi adenoid juga akan menyebabkan gangguan tidur, tidur ngorok, retardasi mental dan pertumbuhan fisik berkurang.22.3. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinik, pemeriksaan rinoskopi anterior dengan melihat tertahannya gerakan velum palatum mole pada waktu fonasi, pemeriksaan rinosopi posterior (pada anak biasanya sulit), pemeriksaan digital untuk meraba adanya adenoid dan pemeriksaan radiologik dengan membuat foto lateral kepala (pemeriksaan ini lebih sering dilakukan pada anak).1,2

2.4. Terapi

Pada hipertrofi adenoid dilakukan terapi bedah adenoidektomi dengan cara kuretase memakai adeotonom. Adapun indikasi dilakukannya adenoidektomi adalah sebagai berikut:1. Obstruksi jalan nafas yang kronis dengan akibat gangguan tidur, kor pulmonale, atau sindrome apnea waktu tidur.2. Nasofaringitis purulen kronik walaupun penatalaksanaan medik adekuat.

3. Adenoiditis kronis atau hipertrofi adenoid berhubungan dengan produksi dan persistensi cairan telinga tengah (otitis media serosa atau otitis media mukosa).4. Otitis media supuratif akut rekuren yang tidak mempunyai respon terhadap penatalaksanaan medis dengan antibiotika profilaksis.

5. Kasus-kasus otitis media supuratif kronik tertentu pada anak-anak dengan hipertrofi adenoid tertentu.

6. Curiga keganasan nasofaring (hanya biopsi).1

Adenoidektomi untuk masalah bicara sebaiknya dilakukan dengan sangat hati-hati. Sebaiknya berkonsultasi dengan ahli patologi bicara terlebih dahulu, jika terdapat palatum yang pendek, celah submukosa, atau insufisiensi velofarigealis akibat dari adenoidektomi, suara menjadi hipernasal. Pada keadaan ini pemeriksaan radiologi juga pemeriksaan nasofaringoskopi fleksibel diperlukan.1

Adenoidektomi sebaiknya dihindari pada kasus insufisiensi velofarigealis tingkat awal, yang mungkin timbul akibat pengangkatan adenoid pada penderita dengan palatum mole yang sangat pendek atau palatum durum. Hal ini sebaiknya dihindari pada penderita palatoskizis yang nyata. Walaupun mungkin bukan kasus yang tidak biasa dimana adenoidektomi terbatas dianjurkan pada penderita dengan obstruksi jalan nafas dan celah submukosa. Pada kasus ini harus diperingatkan terhadap kemungkinan dari kemunduran jauh kualitas suara jika prosedur operasi dilakukan. Tidak ada bukti yang mendukung bahwa adenoidektomi akan mengembalikan perubahan gigi yang sudah terjadi, tetapi pengangkatan dapat membantu mencegah kekambuhan maloklusi setelah ortodentia.1Sebab jaringan adenoid tidak diliputi oleh kapsul seperti tonsila, pengangkatan seluruh jaringan adenoid tidak mungkin dan hipertropi berulang atau infeksi adalah mungkin.1 2.5.Komplikasi

Komplikasi tindakan adenoidektomi adalah perdarahan dan pengerokan adenoid kurang bersih. Bila terlalu dalam menguretnya akan terjadi kerusakan dinding belakang faring. Bila kuretase terlalu ke lateral maka torus tubarius akan rusak dan dapat mengakibatkan oklusi tuba eustachius dan akan timbul tuli konduktif. 2BAB IIIGENERAL ANESTESI ENDOTRACHEAL TUBE3.1. Indikasi Anetesi Umum

Anestesia umum digunakan untuk bayi dan anak-anak, dewasa yang ingin di anestesi umum, prosedur operasi yang lama dan rumit seperti; pembedahan abdomen yang luas, pembedahan intraperitoneum, toraks, intrakranial, pembedahan yang berlangsung lama, dan operasi dengan posisi tertentu yang memerlukan pengendalian pernapasan, serta penderita dengan gangguan mental.43.2. Anestesi Umum

Anestesia umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). Komponen anestesia yang ideal terdiri dari; (1) hipnotik, (2) analgetik, (3) relaksasi otot. Ada banyak teori yang telah dikemukakan tentang bagaimana cara kerja obat anestesi, tetapi sampai sekarang belum ada keterangan yang memuaskan. Ditinjau dari vaskularisasi maka jaringan terbagi atas:4,5a. Kaya pembuluh darah, contohnya; otak dan organ lainnya, misalnya jantung, ginal, hati, dsb.b. Miskin pembuluh darah, contohnya: jaringan lemak, tulang, dsb.

Obat anestesia yang masuk ke pembuluh darah/ sirkulasi kemudian menyebar ke jaringan. Yang pertama terpengaruh oleh obat anestesia adalah jaringan yang kaya akan pembuluh darah seperti otak, sehingga kesadaran menurun/hilang, hilangnya rasa sakit, dan sebagainya.4,5Adapun metode pemberian anestesia umum dilihat dari cara pemberian obat antara lain:4,51. Parenteral Anestesia umum yang diberikan secara parenteral baik intravena maupun intramuscular biasanya digunakan untuk tujuan yang singkat atau untuk induksi anestesia. Obat yang umum dipakai adalah tiopental. Kecuali untuk kasus-kasus tertentu dapat digunakan ketamin, diazepam, dll. Untuk tindakan yang lama biasanya dikombinasi dengan obat anastesia yang lain.2. Perektal Anestesia umum yang diberikan melalui rektal kebanyakan dipakai pada anak, terutama untuk induksi anestesia atau tindakan singkat.

3. Perinhalasi Anestesia inhalasi ialah anestesia dengan menggunakan gas atau cairan anestetika yang mudah menguap (votile agent) sebagai zat anestetika melalui udara pernafasan. Zat anestetia yang dipergunaan berupa suatu campuran gas (dengan O2) dan konsentrasi zat anestetika tersebut tergantung dari tekanan parsialnya, tekanan parsial dalam jaringan otak menentukan kekuatan daya anestesia, zat anestetika disebut kuat bila dengan tekanan parsial yang rendah mampu memberi anestesia yang adekuat. anestesia inhalasi masuk dengan inhalasi/inspirasi melalui peredaran darah dan sampai ke jaringan otak.

Beberapa faktor yang mempengaruhi anestesia inhalasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain, faktor respiraso, faktor sirkulasi, fator jaringan,faktor lain:

Faktor Respirasi Pada setiap inspirasi seumlah zat anestesia akan masuk ke dalam paru-paru (alveolus). Dalam alveolus akan muncul suatu tekanan parsial tertentu. Kemudian zat anestetika akan berdifusi melalui membran alveolus. Hal-hal yang mempengaruhi tekanan parsial zat anestetika dalam alveolus antara lain:1. Konsentrasi zat anestetika yang dihirup/diinhalasi dalam alveolus konsentrasinya, makin cepat naik tekanan parsial zat anetetika dalam alveolus.

2. Ventilasi alveolus; makin tinggi ventilasi alveolus, makin cepat meningginya tekanan parsial alveolus dan keadaan sebaliknya pada hipoventilasi. Faktor Sirkulasi: Terdiri atas sirkulasi arterial dan sirkulasi vena, dimana waktu induksi, konsentrasi zat anestetika dalam darah arterial akan lebih besar dari darah vena. Dalam sirkulasi, sebagian zat anestesia diserap jaringan dan kembali kedalam vena. Makin lama jaringan tersebut menjadi jenuh, sehingga zat-zat anestesia yang kembali ke dalam paru akan lebih banyak. Akibatnya tekanan parsial dalam vena semakin meninggi dan hal ini akan mempengaruhi difusi zat anestetika melalui membran alveolus. Bila zat anestetika mempunyai koefisien partisi darah/gas rendah, konsentrasi alveolus akan naik cepat tergantung ventilasi. Karena konsentrasi ini akan menentukan tekanan zat anestetika dalam arteri, maka tekanan darah parsial pun akan naik dengan cepat. Demikian pula waktu pulih sadar cepat, makin tinggi nilai koefisiensi partisi darah/gas makin lama waktu yang diperlukan untuk mencapai anestesia yang adekuat, masa pulih pun lambat. Aliran darah, yaitu aliran darah paru dan curah jantung, makin banyak aliran darah yang melalui paru maka makin banyak zat anestesia yang diambil dari alveolus, konsentrasi alveolus akan turun sehingga induksi lambat dan makin lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat anestesia yang dalam. 4Faktor Jaringan1. Perbedaan tekanan parsial obat anestetika antara darah arteri dan jaringan

2. Koefisiensi arteri darah

3. Aliran darah terdapat kedalam 4 kelompok jaringan:

a. Jaringan kaya pembuluh darah: otak, jantung, hepar, ginjal, organ-organ ini menerima 70-75% curah jantung sehingga tekanan parsial zat anestetika meninggi dengan cepat dalam organ-organ ini, otak menerima 14% curah jantung.b. Kelompok intermediate: otot skelet dan kulit

c. Lemak : jaringan lemak

d. Jaringan sedikit pembuluh darah ; relatif tidak ada darah misalnya ligamen dan tendon. Penggolongan ini penting untuk zat anestetika yang kurang dapat larut misalnya N2O, yang mula-mula akan memasuki (JKPD) dulu dan keseimbangan dalam alveolus dan (JSPD) ini tercapai dalam 10 menit

Faktor Zat Anestetika: Bermacam-macam zat anestetika mempunyai potensi yang berbeda beda. Untuk menentukan derajat potensi ini kita kenal adanya minimal alveolus concentration atau MAC yaitu konsentrasi terendah zat anestetika dalam udara alveolus yang mampu mencegah terjadinya tanggapan (respon) terhadap rangsang rasa sakit makin rendah MAC makin tinggi potensi zat anestesia tersebut.4Faktor Lain: Faktor lain yang mempengaruhi disini antara lain ventilasi, curah jantung, dan suhu. Pada suhu, makin turun suhu makin banyak larut dalam darah makin banyak zat anestesia yang masuk dalam darah. Sehingga semakin cepat dalam anestesia. 43.3.Intubasi Trakea

Intubasi trakea: Tindakan memasukkan pipa khusus kedalam trakea sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah dibantu atau dikendalikan. Dapat merupakan tindakan pertolongan darurat (penyelamatan hidup) karena itu harus dapat dilakukan oleh semua dokter. Pada anestesia umum tindakan ini bertujuan untuk: 41. Mempermudah pemberian anestesi

2. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas, mempertahankan kelancaran pernafasan.

3. Mencegah kemungkinan aspirasi isi lambung (pada keadaan-keadaan tidak sadar, lambung penuh, tidak ada refleks batuk).

4. Memudahkan penghisapan sekret trakeo-bronkial

5. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.

6. Mengatasi obstruksi laring akut.Anestesia umum dengan tehnik endotrakea dilakukan pada operasi-operasi lama yang memerlukan nafas kendali, operasi didaerah leher-kepala, operasi dengan posisi miring, terungkap atau duduk di mana jalan nafas bebas sulit dipertahankan.4,53.4.Persiapan Alat Anestesi

Alat-alat harus dipersiapkan terlebih dahulu sebelum tindakan anestesi dilakukan, hal ini untuk menghindari kejadian-kejadian yang tidak dinginkan selama proses anestesi berlangsung. Persiapan alat-alat ini meliputi: 4,51. Persiapan mesin anestesi antara lain: Canester yang berisi sodalime berfungsi sebagai absorber untuk mengikat karbondioksida yang dikeluarkan pasien sewaktu ekspirasi, cairan volatil seperti isofluran, halotan, nitros oksida, dan oksigen. Pastikan flow meter berfungsi dengan baik, vaporiser tidak bocor dan terisi dengan baik oleh cairan volatil halotan, enfluran, isofluran, atau sefofluran, pastikan sirkuit aliran oksigen dan nitrous oksida berfungsi dan tidak bocor.

2. Persiapan alat-alat intubasi antara lain, Cope yang terdiri dari stetoskop, untuk mendengarkan suara paru dan jantung dan laryngoscop untuk melihat laring. Pilih bilah atau daun (blade) sesuai dengan usia pasien. Blade lurus (machintos) untuk bayi atau anak-anak dan Blade lengkung (Miller, Magil) untuk anak besar dan dewasa, serta lampunya harus cukup terang. Tubes atau pipa trakea, pilih nomor sesuai usia yaitu usia 9

Pergerakan

: 2

Pernafasan

: 2

Warna Kulit

: 2

Tekanan Darah

: 2

Kesadaran

: 2

Dalam hal ini, pasien memiliki score 10 sehingga bisa dipindahkan ke ruang rawat.

Perawatan Post Operasi

Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke ruang pemulihan, setelah dipastikan pasien pulih dari anastesi dan keadaan umum, kesadaran serta vital sign stabil, pasien dipindahkan ke bangsal dengan anjuran bedrest 24 jam, tidur telentang, karena obat anastesi masih ada.

Terapi Post Operasi

Istirahat sampai pengaruh obat anastesi hilang

IVFD RL 30gtt/menit

Minum sedikit sedikit bila sadar penuh dan keadaan umum sudah membaik

Inj. Ketorolac 30mg/8jam IV

Inj. Ranitidin 50mg/12jam IV32