bab ii pembahasan
TRANSCRIPT
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN DIARE
1. Definisi Diare
Diare adalah Buang Air Besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih
dari 200 gram atau 200ml/24jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu
buang air besar encer lebih dari 3 kali/hari. Buang air besar encer tersebut dapat
disertai lendir dan darah.
Menurut WHO (1990) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari
tiga kali sehari. Diare akut adalah diare yang yang awalnya mendadak dan
berlangsung singkat, dalam beberapa jam atau hari.
Diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja
yang encer dengan frekuensi yang lebih banyak dari biasanya (FK UI,1965).
Diare adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan
oleh bakteri yang bermacam-macam,virus dan parasit yang patogen (Whaley &
Wong’s,1995).
Diare adalah kondisi dengan karakteristik adanya muntah dan diare yang
disebabkan oleh infeksi,alergi atau keracunan zat makanan (Marlenan Mayers,1995).
Orang yang mengalami diare akan kehilangan cairan tubuh sehingga
menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal ini membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan
baik dan dapat membahayakan jiwa, khususnya pada anak-anak dan orang tua.
Tanda-tanda orang dehidrasi antara lain:
1. Penderita sangat kehausan
2. Mulut dan lidah kering,mata cekung
3. Waktu kulit dipijit, lipatan kulit perlahan – lahan akan kembali seperti semula.
4. Denyut nadi sangat cepat pada seorang anak yang kurang dari 18 bulan , terlihat
adanya noktah lembut pada puncak kepala yang cekung ke bawah (yakni bagian
ubun-ubun )
3
2. Jenis-Jenis Diare
a. Diare Akut
Diare akut adalah diare yang disebabkan oleh virus rota virus yang ditandai
buang air besar lembek/cair bahkan berupa air saja frekuensi 3x atau lebih dalam
sehari berlangsung dari 14 hari.
Patogenesis diare akut yaitu masuk nya jasad renik yang masih hidup
kedalam usus halus setelah melewati rintangan asam lambung.jasad renik itu
berkembang biak didalam usus halus kemudian jasad renik mengeluarkan toksik.
Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan
diare.
b. Diare Bermasalah
Diare bermasalah adalah diare yang disebabkan oleh infeksi virus , bakteri,
parasit, intoleransi laktosa, alergi protein, susu sapi,penularan secara fecal-oral
kontak dari orang ke orang atau kontak orang dengan alat rumah tangga. Diare ini
diawali dengan cair kemudian pada hari berikutnya muncul darah eengan maupun
tanpa lendir,sakit perut yang di ikuti muncul tenasmus panas disertai hilang nafsu
makan dan badan terasa lemah.
c. Diare Persisten
Diare persisten adalah diare akut yang menetap, dimana titik sentral
patogenesis diare tersebut adalah kerusakan mukosa usus.diare persisten ini
merupakan istilah yang dipakai di luar negeri yang menyatakan diare yang
berlangsung 15-30 hari dan berlangsung terus menerus.
Penyebab diare ini sama dengan diare akut. Sebagai akibat diare akut
maupun diare bermasalah akan terjadi kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi)
yang mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan asam basa (asidosis,
metabolic, hipokalemi, dan sebagainya), gangguan gizi akibat kelaparan (asupan
makanan kurang sementara pengeluaran bertambah), hipoglikemia, gangguan
sirkulasi darah.
3. Klasifikasi Diare
Berdasarkan penyebabnya diare dapat dibedakan menjadi sebagai berikut:
a. Diare karena infeksi, meliputi :
1) Diare akibat virus, misalnya infeksi perut dan travelers diarrhea yang
disebabkan antara lain oleh rotavirus dan adenovirus.
4
2) Diare akibat bakteri (invasif), dapat disebabkan oleh Salmonella, Shigella,
Campylobacter, dan jenis Coli tertentu.
3) Diare parasit, dapat disebabkan oleh Entamoeba Hystolitica, Giardia
Lambia, Cryptosporidium, dan Cyclospora yang terutama terjadi di daerah
tropis.
4) Diare akibat enterotoksin, penyebabnya adalah kuman-kuman yang
membentuk enterotoksin, yang terpenting adalah E.Coli dan Vibrio
Cholerae dan yang terjarang adalah Shigella, Salmonella, Campylobacter,
dan Entamoeba Hystolitica (Tan dan Rahardja, 2002).
b. Klasifikasi berdasarkan organ yang terkena infeksi :
1) Diare infeksi enternal atau diare karena infeksi di usus (bakteri, virus,
parasit).
2) Diare infeksi parenteral atau diare karena infeksi di luar usus (otitis, media,
infeksi saluran pernapasan, infeksi saluran urin, dan lainnya).
c. Klasifikasi diare berdasarkan kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh
penderita yang tergantung pada banyak dan lamanya diare :
1) Diare tanpa dehidrasi
2) Diare dengan dehidrasi ringan (kehilangan cairan sampai 5% dari berat
badan)
3) Diare dengan dehidrasi sedang (kehilangan cairan 6-10% dari berat badan)
4) Diare dengan dehidrasi berat (kehilangan cairan lebih dari 10% dari berat
badan)
d. Klasifikasi diare berdasarkan lamanya diare :
1) Diare akut atau diare karena infeksi usus yang bersifat mendadak, dan bisa
berlangsung terus selama beberapa hari. Diare ini disebabkan oleh karena
infeksi usus sehingga dapat terjadi pada setiap umur dan bila menyerang
umumnya disebut gastoenteritisin fantile. Pada diare akut dengan dehidrasi
berat, volume darah berkurang sehingga dapat terjadi dampak negatif pada
bayi dan anak gejalanya antara lain renjatan hipovolemik (denyut jantung
menjadi cepat, denyut nadi cepat, kecil, tekanan darah menurun, penderita
menjadi lemah, kesadaran menurun, diuresis berkurang), gangguan
elektrolit, gangguan keseimbangan asam basa, dan gagal ginjal akut.
5
2) Diare kronik merupakan diare yang berlangsung lebih dari dua minggu,
sedangkan diare yang sifatnya menahun diantara diare akut dan diare kronik
disebut diare sub akut (Suharyono, 1991).
4. Gejala Diare
Gejala klinis diare pada bayi dan anak , ditandai oleh: mula-mula bayi dan anak
menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang
atau tidak ada, kemudian timbul diare.
Tinja cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin lama
berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah
sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai
akibat makin banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak dapat
diabsorbsi usus selama diare.
Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan
oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa
dan elektrolit. Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit, maka
gejala dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan
ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lender bibir dan mulut serta kulit tampak
kering.
Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi:
a. Diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan)
1)Berak cair 1-2 kali sehari
2)Tidak haus dan tidak muntah
3)Masih bisa makan dan bermain
b. Diare dengan dehidrasi ringan/sedang
1)Berak cair 4-9 kali sehari
2)Kadang muntah 1-2 kali sehari.
3)Kadang panas
4)Haus
5)Tidak mau makan
6)Badan lesu lemas.
c. Diare dengan dehidrasi berat
1)Berak cair terus-menerus
2)Muntah terus-menerus
3)Haus sekali
6
4)Mata cekung
5)Bibir kering dan biru
6)Tangan dan kaki dingin
7)Sangat lemah
8)Tidak mau makan
9)Tidak mau bermain
10) Tidak kencing 6 jam atau lebih
11) Kadang-kadang dengan kejang dan panas tinggi
Berdasarkan tonisitas plasma dapat dibagi menjadi:
a. Dehidrasi hipotonik (dehidrsi hiponatremia) yaitu bila kadar natrium dalam
plasma kurang dari 130 mEq/l.
b. Dehidrasi isotonic (dehidrasi isonatremia) yaitu bila kadar natrium dalam
plasma 130-150 mEq/l.
c. Dehidrasi hipertonik (dehidrasi hipernatremia) yaitu bila kadar natrium dalam
plasma lebih dari 150 mEq/l.
(Ilmu Kesehatan Anak, 1985)
5. Etiologi Penyakit Diare
1) Faktor Infeksi
1) Infeksi internal, yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama diare.
2) Infeksi bakteri : Vibrio coma, Echeseria coli, Salmonella, Shigella,
Compilobacter, Yersenia dan Acromonas.
3) Infeksi virus : Entero virus (Virus echo, Coxechasi dan Poliomyelitis),
Adeno virus, Rota virus dan Astrovirus.
4) Infeksi parasit : Cacing, protozoa dan jamur.
5) Infeksi parental, yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan,
seperti otitis media akut, tonsilopharingitis dan sebagainya. Keadaan ini
terutama pada bayi dan anak dibawah 2 tahun.
b. Bukan Faktor Infeksi
1) Alergi makanan : susu dan protein
2) Gangguan metabolik atau malabsorbsi
3) Iritasi langsung pada saluran pencernaan oleh makanan
4) Obat-obatan seperti antibiotik
7
5) Penyakit usus seperti colitis ulserative, crohn disease dan enterocolitis
6) Faktor psikologis : rasa takut dan cemas
7) Obstruksi usus
8) Kurang gizi
c. Faktor Malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat
Disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa). Monosakarida
(intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang
terpenting dan tersering adalah intoleransi laktosa.
2) Malabsorbsi lemak.
6. Patofisiologi Diare
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah:`
a. Gangguan Osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit ke dalam rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
b. Gangguan Sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan
selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus
c. Gangguan Motalitas Usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan, sehingga timbul diare, sebaliknya jika peristaltik menurun
akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya akan
menimbulkan diare.
7. Pathogenesis
Pada dasarnya diare terjadi oleh karena terdapat gangguan transport terhadap
air dan elektrolit di saluran cerna. Mekanisme gangguan tersebut ada 5 kemungkinan
sebagai berikut :
a. Diare Osmotik
Diare osmotik dapat terjadi dalam beberapa keadaan :
8
1) Intoleransi makanan, baik sementara maupun menetap. Situasi ini timbul
bila seseorang makan berbagai jenis makanan dalam jumlah yang besar
sekaligus.
2) Waktu pengosongan lambung yang cepat. Dalam keadaan fisiologis
makanan yang masuk ke lambung selalu dalam keadaan hipertonis,
kemudian oleh lambung di campur dengan cairan lambung dan diaduk
menjadi bahan isotonis atau hipotonis. Pada pasien yang sudah mengalami
gastrektomi atau piroplasti atau gastroenterostomi, makanan yang masih
hipertonik akan masuk ke usus halus akibatnya akan timbul sekresi air dan
elektrolit ke usus. Keadaan ini mengakibatkan volume isi usus halus
bertambah dengan tiba-tiba sehingga menimbulkan distensi usus, yang
kemudian mengakibatkan diare yang berat disertai hipovolumik
intravaskuler. Sindrom malabsorbsi atau kelainan proses absorbsi intestinal.
3) Defisiensi enzim
Contoh yang terkenal adalah defisiensi enzim laktase. Laktase adalah
enzim yang disekresi oleh intestin untuk mencerna disakarida laktase
menjadi monosakarida glukosa dan galaktosa. Laktase diproduksi dan
disekresi oleh sel epitel usus halus sejak dalam kandungan dan diproduksi
maksimum pada waktu lahir sampai umur masa anak-anak kemudian
menurun sejalan dengan usia. Pada orang Eropa dan Amerika, produksi
enzim laktase tetap bertahan sampai usia tua, sedang pada orang Asia,
Yahudi dan Indian, produksi enzim laktase cepat menurun. Hal ini dapat
menerangkan mengapa banyak orang Asia tidak tahan susu, sebaliknya
orang Eropa senang minum susu.
4) Laksan osmotik
Berbagai laksan bila diminum dapat menarik air dari dinding usus ke
lumen. Yang memiliki sifat ini adalah magnesium sulfat (garam Inggris).
Beberapa karakteristik klinis diare osmotik ini adalah sebagai berikut:
(a) Ileum dan kolon masih mampu menyerap natrium karena natrium
diserap secara aktif. Kadar natrium dalam darah cenderung tinggi, karena
itu bila didapatkan pasien dehidrasi akibat laksan harus diperhatikan
keadaan hipernatremia tersebut dengan memberikan dekstrose 5 %.
(b) Nilai pH feses menjadi bersifat asam akibat fermentasi karbohidrat oleh
bakteri.
9
(c) Diare berhenti bila pasien puasa. Efek berlebihan suatu laksan
(intoksikasi laksan) dapat diatasi dengan puasa 24-27 jam dan hanya
diberikan cairan intravena.
b. Diare sekretorik
Pada diare jenis ini terjadi peningkatan sekresi cairan dan elektrolit. Ada 2
kemungkinan timbulnya diare sekretorik yaitu diare sekretorik aktif dan pasif.
Diare sekretorik aktif terjadi bila terdapat gangguan aliran (absorpsi) dari lumen
usus ke dalam plasma atau percepatan cairan air dari plasma ke lumen. Seperti
diketahui dinding usus selain mengabsorpsi air juga mengsekresi sebagai
pembawa enzim. Jadi dalam keadaan fisiologi terdapat keseimbangan dimana
aliran absorpsi selalu lebih banyak dari pada aliran sekresi.
Diare sekretorik pasif disebabkan oleh tekanan hidrostatik dalam jaringan
karena terjadi pada ekspansi air dari jaringan ke lumen usus. Hal ini terjadi pada
peninggian tekanan vena mesenterial, obstruksi sistem limfatik, iskemia usus,
bahkan proses peradangan.
1) Diare akibat gangguan absorpsi elektrolit
Diare jenis ini terdapat pada penyakit celiac (gluten enteropathy) dan
pada penyakit sprue tropik. Kedua penyakit ini menimbulkan diare karena
adanya kerusakan di atas vili mukosa usus, sehingga terjadi gangguan
absorpsi elektrolit dan air.
2) Diare akibat hipermotilitas (hiperperistaltik)
Diare ini sering terjadi pada sindrom kolon iritabel (iritatif) yang
asalnya psikogen dan hipertiroidisme. Sindrom karsinoid sebagian juga
disebabkan oleh hiperperistaltik.
3) Diare eksudatif
Pada penyakit kolitif ulserosa, penyakit Crohn, amebiasis, shigellosis,
kampilobacter, yersinia dan infeksi yang mengenai mukosa menimbulkan
peradangan dan eksudasi cairan serta mukus.
B. EPIDEMIOLOGI DIARE
Gambaran Berdasarkan Survei dan Penelitian
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
Prevalensi diare dalam Riskesdas 2007 diukur dengan menanyakan apakah
responden pernah didiagnosis diare oleh tenaga kesehatan dalam satu bulan terakhir.
10
Responden yang menyatakan tidak pernah, ditanya apakah dalam satu bulan
tersebut pernah menderita buang air besar >3 kali sehari dengan kotoran lembek
atau cair. Responden yang menderita diare ditanya apakah minum oralit atau cairan
gula garam.
Prevalensi diare klinis adalah 9,0% (rentang: 4,2% - 18,9%), tertinggi di
Provinsi NAD (18,9%) dan terendah di DI Yogyakarta (4,2%). Beberapa provinsi
mempunyai prevalensi diare klinis >9% (NAD, Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tengara Timur, Kalimantan
Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat dan Papua)
yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Sumber : Riset Kesehatan Dasar tahun 2007
Gambar 1. Prevalensi Diare Menurut Provinsi
Bila dilihat per kelompok umur diare tersebar di semua kelompok umur dengan
prevalensi tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%.
11
Prevalensi diare menurut kelompok umur dapat dilihat pada gambar dibawah
ini:
Sumber : Riset Kesehatan Dasar tahun 2007
Gambar 2. Prevalensi Diare Menurut Kelompok Umur
Dari hasil SDKI 2007 didapatkan 13,7% balita mengalami diare dalam waktu
dua minggu sebelum survei, 3% lebih tinggi dari temuan SDKI 2002-2003 (11
persen). Prevalensi diare tertinggi adalah pada anak umur 12-23 bulan, diikuti umur 6-
11 bulan dan umur 23-45 bulan seperti pada Gambar 5. Dengan demikian seperti yang
diprediksi, diare banyak diderita oleh kelompok umur 6-35 bulan karena anak mulai
aktif bermain dan berisiko terkena infeksi.
Sumber : SDKI tahun 2007
Gambar 3. Persentase balita yang diare dua minggu sebelum surevei berdasarkan
kelompok umur
12
Kejadian Diare juga menpunyai trend yang semakin naik pada periode tahun
1996-2006. Sedangkan dari tahun 2006 sampai tahun 2010 terjadi sedikit penurunan
angka kesakitan, yaitu dari 423 menjadi 411 per 1000 penduduk. Hasil Survei
Morbiditas Diare dari tahun 2000 s.d 2010 dapat dilihat trend sbb
Sumber : Kementerian Kesehatan, Survei morbiditas diare tahun 2010
Gambar 4. Angka kesakitan diare per 1000 penduduk pada semua umur tahun
1996-2010
Untuk angka kesakitan diare balita Tahun 2000-2010 tidak menunjukkan pola
kenaikan maupun pola penurunan (berfluktuasi). Pada tahun 2000 angka kesakitan
balita 1.278 per 1000 turun menjadi 1.100 per 1000 pada tahun 2003 dan naik lagi
pada tahun 2006 kemudian turun pada tahun 2010 yang dapat dilihat pada gambar di
bawah ini:
Sumber : Kementerian Kesehatan, Survei morbiditas diare tahun 2010
13
Gambar 5. Angka kesakitan diare balita tahun 1996-2010 (per 1000)
Kejadian diare di negara berkembang antara 3,5 - 7 episode setiap anak pertahun
dalam dua tahun pertama dan 2-5 episode pertahun dalam 5 tahun pertama kehidupan.
Departemen Kesehatan RI dalam surveinya tahun 2000 mendapatkan angka kesakitan
diare sebesar 301/1000 penduduk, berarti meningkat dibanding survei tahun 1996
sebesar 280/1000 penduduk, diare masih merupakan penyebab kematian utama bayi
dan balita. (Hasil Surkesnas, 2001) mendapatkan angka kematian bayi 9,4% dan
kematian balita 13,2%.
Distribusi Penyakit Diare Berdasarkan Orang (umur) sekitar 80% kematian diare
tersebut terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Data terakhir menunjukkan bahwa
dari sekitar 125 juta anak usia 0- 11 bulan, dan 450 juta anak usia 1-4 tahun yang
tinggal di negara berkembang, total episode diare pada balita sekitar 1,4 milyar kali
pertahun, dari jumlah tersebut total episode diare pada bayi usia di bawah 0-11 bulan
sebanyak 475 juta kali dan anak usia 1-4 tahun sekitar 925 juta kali pertahun (Budi,
2006).
Terdapat Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare Per Provinsi Tahun 2005 yaitu
daftar provinsi yang menduduki tingkat utama diare yaitu Provinsi Sulawesi Tengah
dengan jumlah penderita 69 orang dan yang meninggal mencapai 13 orang, dengan
persentase 18,84%. Selanjutnya disusul Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah
penderita kedua terbanyak yaitu 145 orang dan yang meninggal 6 orang dengan
persentase 8,38%. Provinsi ketiga terbanyak yaitu Papua dengan jumlah penderita 486
orang dan yang meninggal 37 orang dengan persentase 7,61% (Sumber Profil PP &
PL, 2005).
Dalam hal ini juga diterangkan distribusi penyakit diare berdasarkan waktu yaitu
tentang cakupan penderita diare dalam lima tahun terakhir dengan data misalnya pada
tahun 2000 jumlah penderita diare mencapai 4.771.340, tahun 2001 sebanyak
2.873.414, tahun 2002 sebanyak 1.788.492, tahun 2003 sebanyak 1.950.745 dan yang
terakhir tahun 2004 sebanyak 596.050 (Survei Subdit Diare).
Variasi musiman untuk diare yaitu dapat terjadi menurut letak geografi, pada
daerah sub-tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas
sedangkan diare karena virus terutama rotavirus puncaknya pada musim dingin. Di
daerah tropik diare rotavirus terjadi sepanjang tahun, frekuensinya meningkat pada
musim kemarau, sedangkan puncak diare karena bakteri adalah pada musim hujan.
14
Insiden diare persisten mengikuti pola musiman yang sama seperti pada diare cair
akut (Depkes RI, 1999).
C. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA DIARE
1. Faktor Infeksi
Faktor infeksi penyebab diare dapat dibagi dalam infeksi parenteral dan infeksi
enteral. Di negara berkembang, campak yang disertai dengan diare merupakan
faktor yang sangat penting pada morbiditas dan mortalitas anak. Walaupun
mekanisme sinergetik antara campak dan diare pada anak belum diketahui,
diperkirakan kemungkinan virus campak sebagai penyebab diare secara
enteropatogen.
Sampai beberapa tahun yang lalu kuman-kuman patogen hanya dapat
diidentifikasikan 25% dari tinja penderita diare akut. Pada saat ini dengan
menggunakan teknik yang baru, tenaga laboratorium yang berpengalaman dapat
mengidentifikasi pada sekitar 75% kasus yang datang ke sarana kesehatan dan pada
sekitar 50% kasus-kasus ringan di masyarakat.
Penyebab infeksi utama timbulnya diare adalah golongan virus, bakteri, dan
parasit. Rotavirus merupakan penyebab utama diare akut pada anak. Sedangkan
bakteri penyebab diare tersering antara lain ETEC, Shigella, Campylobacter.
2. Faktor Umur
Pengaruh usia tampak jelas pada manifestasi diare. Komplikasi lebih banyak
terjadi pada umur di bawah 2 bulan secara bermakna, dan makin muda usia bayi
makin lama kesembuhan klinik diarenya. Kerusakan mukosa usus yang
menimbulkan diare dapat terjadi karena gangguan integritas mukosa usus yang
banyak dipengaruhi dan dipertahankan oleh sistem imunologik intestinal serta
regenerasi epitel usus yang pada masa bayi muda masih terbatas kemampuannya.
Sudigbia (1982) mendapatkan penderita diare yang dirawat selama tahun 1981
di RS. Dr. Kariadi Semarang kejadian tertinggi pada golongan umur 6-12 bulan, dan
Sutoto (1982) mendapatkan kejadian tertinggi diare di RS. Karantina Jakarta
1980/1981 dari golongan umur 6-24 bulan. Sudigbia (1990) juga mendapatkan pada
survei diare di Kecamatan Beringin kejadian tertinggi pada golongan umur 6-24
bulan.
Keadaan tersebut terjadi sangat mungkin karena pada umur 6-24 bulan jumlah
air susu ibu sudah mulai berkurang dan pemberian makanan sapih yang kurang nilai
gizinya serta nilai kebersihannya.
15
3. Faktor Status Gizi
Menurut Satiri (1963) dan Gordon (1964) pada penderita malnutrisi serangan
diare terjadi lebih sering dan lebih lama. Semakin buruk keadaan gizi anak, semakin
sering dan berat diare yang dideritanya. Diduga bahwa mukosa penderita malnutrisi
sangat peka terhadap infeksi, namun konsep ini tidak seluruhnya diketahui benar,
patogenesis yang terperinci tidak diketahui.
Di negara maju dengan tingkat pendidikan dan tingkat kesehatan yang tinggi,
kelompok bayi yang mendapat air susu ibu lebih jarang menderita diare karena
infeksi enteral dan parenteral. Hal ini disebabkan karena berkurangnya kontaminasi
bakteri serta terdapatnya zat-zat anti infeksi dalam air susu ibu. Menurut Stanfield
(1974) perubahan-perubahan yang terjadi pada penderita malnutrisi adalah: 1)
perubahan gastrointestinal dan 2) perubahan sistem imunitas.
4. Faktor Lingkungan
Sebagian besar penularan penyakit diare adalah melalui dubur, kotoran dan
mulut. Dalam hal mengukur kemampuan penularan penyakit di samping tergantung
jumlah dan kekuatan penyebab penyakit, juga tergantung dari kemampuan
lingkungan untuk menghidupinya, serta mengembangkan kuman penyebab penyakit
diare.
Sehingga dapat dikatakan bahwa penularan penyakit diare merupakan hasil dari
hubungan antara a) faktor jumlah kuman yang disekresi (penderita atau carrier), b)
kemampuan kuman untuk hidup di lingkungan, dan c) dosis kuman untuk
menimbulkan infeksi, disamping ketahanan pejamu untuk menghadapi mikroba tadi.
Perubahan atau perbaikan air minum dan jamban secara fisik tidak menjamin
hilangnya penyakit diare, tetapi perubahan sikap dan tingkah laku manusia yang
memanfaatkan sarana tersebut di atas sangat menentukan keberhasilan perbaikan
sanitasi dalam mengurangi masalah diare.
5. Faktor Susunan Makanan
Faktor susunan makanan terhadap terjadinya diare tampak sebagai kemampuan
usus untuk menghadapi kendala yang berupa:
a. Antigen Susunan makanan mengandung protein yang tidak homolog, sehingga
dapat berlaku sebagai antigen. Lebih-lebih pada bayi dimana kondisi ketahanan
lokal usus belum sempurna sehingga terjadi migrasi molekul makro.
16
b. Osmolaritas Susunan makanan baik berupa formula susu maupun makanan padat
yang memberikan osmolaritas yang tinggi sehingga dapat menimbulkan diare
misalnya Neonatal Entero Colitis Necroticans pada bayi.
c. Malabsorpsi Kandungan nutrien makanan yang berupa karbohidrat, lemak
maupun protein dapat menimbulkan intoleransi, malabsorpsi maupun alergi
sehingga terjadi diare pada anak maupun bayi.
d. Mekanik Kandungan serat yang berlebihan dalam susunan makanan secara
mekanik dapat merusak fungsi mukosa usus sehingga timbul diare.
D. UPAYA PENCEGAHAN
Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat
dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan
setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia
harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran
manusia.
Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan
perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air
yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan
tentang keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air,
harus direbus dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau
atau sungai, harus diperingatkan untuk tidak menelan air.
Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih (air
rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia atau hewan yang
tidak diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran. Semua
daging dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi dan jus
yang boleh dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan meminum jus apel
yang tidak dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena
kotoran ternak.
Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi efektivitas
dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang tersedia adalah untuk
V. colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak
direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi
imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan
sering memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 70 %,
17
tetapi hanya memerlukan 1 dosis dan memberikan efek samping yang lebih sedikit.
Vaksin tipoid oral telah tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali
dan memberikan efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya.
18