pembahasan mencit

8
Pada praktikum ini, di lakukan berbagai macam cara pemberian obat urethan kepada 2 mencit. Pada awalnya mencit bersifat normal (aktif berlari, memanjat, dll). Kemudian disuntikkan obat urethan ke masing-masing mencit dengan 2 macam cara pemberian obat, yaitu oral dan subcutan. Dosis yang diberikan kepada masing-masing mencit sama, sesuai dengan berat badan mencit masing-masing. Setelah pemberian urethan, perubahan mulai terjadi pada mencit, namun ada 1 perbedaan pada hasilnya, yaitu perbedaan pada waktu obat mulai bereaksi terhadap masing-masing mencit. Injeksi di lakukan di bawah kulit pada daerah kulit tengkuk dicubit diantara jempol dan telunjuk kemudian jarum ditusukkan dibawah kulit diantara jari tersebut dilihat paling lambat memberikan efek obatnya. Sedangkan oral sangat cepat kerjanya, dikarenakan obat harus diabsorpsi melalui saluran cerna terlebih dahulu.dan juga hewan percobaan rentan sekali mati dikarnakan adanya kesalahan pada teknis pemberian obat kali ini yaitu perhitungan dosis, dimana dosis yang diberikan harus sesuai dengan bobot hewan coba, yang berarti setiap hewan coba memiliki dosis yang berbeda-beda.Percobaan pertama diberikan pada jalur peroral dan subkutan. Pemberian obat secaraoral tidak memperlihatkan efek obat yang diinginkan, rata- rata memerlukan waktu yang agak lama untuk dapat mencapai onsetnya. Hal ini disebabkan banyaknya faktor yangmempengaruhi bioavailabilitas obat, yaitu jumlah obat dalam persen terhadap dosis yangmencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh atau

Upload: triakanzaki

Post on 25-Sep-2015

33 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Farmakologi Mencit

TRANSCRIPT

Pada praktikum ini, di lakukan berbagai macam cara pemberian obat urethan kepada 2 mencit. Pada awalnya mencit bersifat normal (aktif berlari, memanjat, dll). Kemudian disuntikkan obat urethan ke masing-masing mencit dengan 2 macam cara pemberian obat, yaitu oral dan subcutan. Dosis yang diberikan kepada masing-masing mencit sama, sesuai dengan berat badan mencit masing-masing. Setelah pemberian urethan, perubahan mulai terjadi pada mencit, namun ada 1 perbedaan pada hasilnya, yaitu perbedaan pada waktu obat mulai bereaksi terhadap masing-masing mencit. Injeksi di lakukan di bawah kulit pada daerah kulit tengkuk dicubit diantara jempol dan telunjuk kemudian jarum ditusukkan dibawah kulit diantara jari tersebut dilihat paling lambat memberikan efek obatnya. Sedangkan oral sangat cepat kerjanya, dikarenakan obat harus diabsorpsi melalui saluran cerna terlebih dahulu.dan juga hewan percobaan rentan sekali mati dikarnakan adanya kesalahan pada teknis pemberian obat

kali ini yaitu perhitungan dosis, dimana dosis yang diberikan harus sesuai dengan bobot hewan coba, yang berarti setiap hewan coba memiliki dosis yang berbeda-beda.Percobaan pertama diberikan pada jalur peroral dan subkutan. Pemberian obat secaraoral tidak memperlihatkan efek obat yang diinginkan, rata-rata memerlukan waktu yang agak lama untuk dapat mencapai onsetnya. Hal ini disebabkan banyaknya faktor yangmempengaruhi bioavailabilitas obat, yaitu jumlah obat dalam persen terhadap dosis yangmencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh atau aktif. Salah satu faktor yang mempengaruhi yaitu faktor obat itu sendiri, misalnya sifat-sifat fisikokimia obat.Sifat fisikokimia obat yang mempengaruhi, antara lain

1.Stabilitas pada pH lambung,

2.stabilitas terhadap enzim-enzim pencernaan,

3.stabilitas terhadap flora usus

4.kelarutan dalam air atau cairan saluran cerna

5.ukuran molekul,6.derajat ionisasi pada pH salauran cerna,

7.kelarutan bentuk non-ion dalam lemak,

8.stabilitas terhadap enzim-enzim dalam dinding saluran cerna, dan

9.stabilitas terhadap enzim-enzim di dalam hati.

Keterangan :

Poin nomor 13 menentukan jumlah obat yang tersedia untuk diabsorpsi.

Poin nomor 47 menentukan kecepatan absorpsi obat.

Poin nomor 8 dan 9 menentukan kecepatandisintegrasi dan disolusi obat.

Percobaan pengaruh obat, terhadap jenis kelamin yang berbeda ternyata tidakmenunjukkan efek yang berbeda. Efek yang ditimbulkan obat adalah tidur sangat bereaksi.Perbedaan cara pemberian obat ke dalam tubuh akan mempengaruhi onset dan durasi dari obat. Dengan kata lain, perbedaan cara pemberian obat akan memberikan efek yang yangberbeda-beda. Pada pemberian secara oral, akan memberikan onset paling cepat karena melalui saluran cerna dan agak lama di absorbsi oleh tubuh. Selain itu banyak faktor yang dapat mempengaruhi bioavaibilitas obat sehingga mempengaruhi efek yang ditimbulkan.Pemberian secara subkutan (SC) (Onset of action lebih cepat daripada sediaan suspensi, determinan dari kecepatan absorpsi ialah total luas permukaan dimana terjadi penyerapan, menyebabkan konstriksi pembuluh darah lokal sehingga difusi obat tertahan/diperlama, obat dapat dipercepat dengan menambahkan hyaluronidase, suatu enzim yang memecah mukopolisakarida dari matriks jaringan. dengan cara subkutan (cara injeksi obat melalui tengkuk hewan uji tepatnya injeksi dilakukan dibawah kulit). Keuntungannya obat dapat diberikan dalam kondisi sadar atau tidak sadar, sedangkan kerugiannya dalam pemberian obat perlu prosedur steril, sakit, dapat terjadi iritasi lokal ditempat injeksi.

Sedangkan pada rute pemberian obat secara subkutan umumnya absorpsi terjadi secara lambat dan konstant sehingga efeknya bertahan lama. Oleh karena itu waktu yang dihasilkan ketika menimbulkan efek relatif lebih lama dibandingkan dengan oral, karena obat diabsorsi secara lambat dan konstan sehingga efeknya dapat bertahan lama sampai 23 menit sampai efek obatnya habis. Berdasarkan hasil pengamatan pada kelompok kami, pemberian obat secara subkutan, ketika disuntikan CTM mencit sangat resisten (tidak menimbulkan efek). Setelah 17 menit mencit memberikan efek resisten (tidak tidur tapi mengalami ataksia), setelah menit ke 20 mencit menimbulkan efek sesuai dengan dugaan (tidur). Kemudian pada menit ke-21sampai menit ke-23 mencit terlihat lebih tenang dikarenakan efek dari obat CTM masih ada. Setelah menit ke-25, mencit mulai kembali aktif dikarenakan efek dari obat CTM telah habis.

Kesalahan hasil percobaan ini dikarenakan antara lain :

1. Mekanisme injeksi yang kurang benar. Hal ini dikarenakan setiap hewan ujidiperlakukan oleh praktikan yang berbeda-beda dengan skill

2. Injeksi yang salah dapat mengakibatkan obat terakumulasi dalamjaringan yang salah sehingga absorbsi dan distribusi obat menjadi berbeda dari yangseharusnya. Injeksi yang salah juga bisa mengakibatkan dosis obat yang masuk tidaksesuai dengan yang diharapkan atau bahkan obat tidak masuk ke sirkualsi sistemik.

3. Tingkat resistensi dari hewan percobaan yang berbeda-beda. Hewanpercobaan yang lebih resisten tentu mengakibatkan onset dan durasi obat menjadi lebihcepat dari pada seharusnya atau tidak timbul efek pada hewan percobaan walaupun diberikan injeksi sesuai dosis yang telah ditentukan.

4.Kondisi hewan coba

Kesimpulan

Pada penandaan hewan percobaan dibuat pada ekor dengan garis-garis yang disesuaikan dengan urutan mencit.

Cara pemberian secara subkutan dengan cara injeksi obat melalui tengkuk hewan uji tepatnya injeksi dilakukan dibawah kulit dan melaui oral dengan menggunakan oral sonde untuk mempermudah masukknya obat kedalam mulut mencit yang sempit dan langsung ke kerongkongan.

Pada pemberian obat secara oral lebih cepat menunjukkan onset of action dibanding secara subkutan, hal ini dikarenakan umumnya absorpsi terjadi secara lambat dan konstant sehingga efeknya bertahan lama. Oleh karena itu waktu yang dihasilkan ketika menimbulkan efek relatif lebih lama dibandingkan dengan oral.Sementara pemberian secara oral, obat akan mengalami absorpsi terlebih dahulu lalu setelah itu masuk ke pembuluh darah dan memberikan efek.

Semakin tinggi dosis yang diberikan akan memberikan efek yang lebih cepat

Onset of action dari rute pemberian obat secar oral lebih cepat diperoleh daripada rute pemberian obat secara subkutan.

Duration of action dari rute pemberian obat secara subkutan lebih panjang (lama) dibandingkan rute pemberian obat secara oral.

6. Saran

Lebih berhati-hati dalam penanganan hewan percobaan dan dalam pembacaan skala spuit agar dosis yang diberikan tepat dan tercapai efek yang dikehendaki.

Lebih berhati-hati dalam pemberian obat secara interperitonial agar tidak mengalami kerusakan pada abdomen maupun tusukan pada organ-organ dalam yang vital.