pembahasan tekfar

44
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krim merupakan salah satu istilah yang secara luas digunakan dalam farmasi dan industri kosmetik. Menurut definisinya krim dapat diartikan sebagai cairan kental atau emulsi setengah padat baik bertipe air dalam minyak atau minyak dalam air. Namun dalam kenyataannya banyak produk perdagangan sering disebut krim tetapi tidak sesuai dengan definisi di atas, karena banyak hasil produksi yang nampaknya seperti krim tetapi tidak mempunyai dasar seperti emulsi. Salah satu keunggulan dari sediaan krim adalah lebih banyak disukai oleh dokter dan pasien daripada bentuk sediaan salep. Alasannya karena pada sediaan krim lebih mudah menyebar rata selain itu untuk krim jenis emulsi minyak dalam air lebih mudah dibersihkan daripada kebanyakan salep, serta aman bila digunakan oleh anak-anak maupun dewasa. Di samping kelebihan tersebut kekurangan krim diantaranya yaitu mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe air dalam minyak, susah dalam pembuatannya, mudah lengket, gampang pecah, dan pembuatannya harus secara aseptis. 1

Upload: rahmat-rizaldi

Post on 27-Oct-2015

524 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pembahasan TEKFAR

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Krim merupakan salah satu istilah yang secara luas digunakan dalam farmasi dan

industri kosmetik. Menurut definisinya krim dapat diartikan sebagai cairan kental atau

emulsi setengah padat baik bertipe air dalam minyak atau minyak dalam air. Namun

dalam kenyataannya banyak produk perdagangan sering disebut krim tetapi tidak sesuai

dengan definisi di atas, karena banyak hasil produksi yang nampaknya seperti krim

tetapi tidak mempunyai dasar seperti emulsi.

Salah satu keunggulan dari sediaan krim adalah lebih banyak disukai oleh dokter

dan pasien daripada bentuk sediaan salep. Alasannya karena pada sediaan krim lebih

mudah menyebar rata selain itu untuk krim jenis emulsi minyak dalam air lebih mudah

dibersihkan daripada kebanyakan salep, serta aman bila digunakan oleh anak-anak

maupun dewasa. Di samping kelebihan tersebut kekurangan krim diantaranya yaitu

mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe air dalam minyak, susah dalam

pembuatannya, mudah lengket, gampang pecah, dan pembuatannya harus secara aseptis.

Dari sekian banyak kelebihan dan kekurangan dari sediaan krim tersebut maka

sebisa mungkin sediaan krim dapat diformulasikan dan diproduksi secara tepat dan

sesuai sehingga dapat meminimalisir kekurangan dari sediaan krim tersebut. Dengan

demikian tentu akan lebih disukai lagi oleh dokter maupun pasien yang menggunakan

preparat ini. Langkah yang dapat dilakukan untuk meminimalisir dari kekurangan

sediaan krim dapat dilakukan dalam menentukan formulasi harus benar-benar

memperhatikan konsentrasi serta karakteristik bahan yang digunakan dan

dikombinasikan dengan baik dan benar.

1

Page 2: Pembahasan TEKFAR

1.2 Rumusan Masalah

Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu :

a. Apa saja formula Hydrocortisone Cream 1 % ?

b. Bagaimana pertimbangan bentuk sediaan dan farmakologi Hydrocortison

Cream 1 % ?

c. Bagaimana studi preformulasi Hydrocortisone ?

d. Bagaimana studi preformulasi masing – masing eksipien ?

e. Bagaimana pertimbangan formulaHydrocortisone Cream 1 % ?

f. Bagaimana prosedur pembuatan dan pertimbangan Hydrocortison Cream 1 % ?

g. Bagaimana evaluasi Hydrocortisone Cream 1 % berdasarkan monografi

sediaan menurut Farmakope ?

h. Bagaimana evaluasi Hydrocortisone Cream 1 % berdasarkan non Farmakope ?

1.3 Tujuan

Pembuatan Makalah yang berjudul “ Informasi Formula Hydrocortison Cream 1 % ”

bertujuan sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui formula Hydrocortisone Cream 1 %.

b. Untuk mengetahui pertimbangan bentuk sediaan dan farmakologi

Hydrocortison Cream 1 %.

c. Untuk mengetahui studi preformulasi Hydrocortisone.

d. Untuk mengetahui studi preformulasi masing – masing eksipien.

e. Untuk mengetahui pertimbangan formula Hydrocortisone Cream 1 %.

f. Untuk mengetahui prosedur pembuatan dan pertimbangan Hydrocortison

Cream 1 %.

g. Untuk mengetahui evaluasi Hydrocortisone Cream 1 % berdasarkan

monografi sediaan menurut Farmakope.

h. Untuk Mengetahui evaluasi Hydrocortisone Cream 1 % berdasarkan non

Farmakope

2

Page 3: Pembahasan TEKFAR

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Formula Hydrocortisone Cream 1 %

Hydrocortisone Cream 1%

Formula label

Hydrocortisone 1% w/w

Batch Size : 100 Kg.

Pratical Yield : 9750 Tube of 10 g.

Usual Packing : 10 g. Tube

Formula

No. Ingredients Quantity Overages

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Hydrocortisone ( Fine Powder )

Liquid Paraffin

White Soft Paraffin

Cetostearyl Alcohol

Cetomacrogol 1000

Propylene Glycol

Chlorocresol

Sodium Metabisulphite

Distilled Water to

1,1 %

6 %

15 %

7,12 %

1,8 %

10 %

0,1 %

0,2 %

100 %

10 %

2.2 Pertimbangan bentuk sediaan dan farmakologi Hydrocortison Cream 1 %

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih

bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Formulasi krim

ada dua, yaitu sebagai emulsi air dalam minyak (W/O), misalnya cold cream, dan

minyak dalam air (O/W), misalnya vanishing cream.

3

Page 4: Pembahasan TEKFAR

Dalam praktik, umumnya apotek tidak bersedia membuat krim karena tidak

tersedia emulgator dan pembuatannya lebih sulit dari salep. Jadi, jika hendak menulis

resep krim dan dibubuhi bahan aktif, dapat dipakai krim yang sudah jadi,

misalnya biocream. Krim ini bersifat ambifilik artinya berkhasiat sebagai W/O atau

O/W. Krim dipakai pada kelainan yang kering, superfi sial. Krim memiliki kelebihan

dibandingkan salep karena nyaman, dapat dipakai di daerah lipatan dan kulit

berambut.

Indikasi krim

Krim dipakai pada lesi kering dan superfisial, lesi pada rambut, daerah intertriginosa.

MEKANISME KERJA

Farmakokinetik umum

Farmakokinetik sediaan topikal secara umum menggambarkan perjalanan bahan aktif

dalam konsentrasi tertentu yang diaplikasikan pada kulit dan kemudian diserap ke

lapisan kulit, selanjutnya didistribusikan secara sistemik.

Mekanisme ini penting dipahami untuk membantu memilih sediaan topikal yang

akan digunakan dalam terapi. Perjalanan sediaan topikal setelah diaplikasikan pada

kulit tergambar pada gambar dibawah ini.

Secara umum perjalanan sediaan topikal setelah diaplikasikan melewati tiga

kompartemen yaitu: permukaan kulit, stratum korneum, dan jaringan sehat. Stratum

korneum dapat berperan sebagai reservoir bagi vehikulum tempat sejumlah unsur

pada obat masih berkontak dengan permukaan kulit namun belum berpenetrasi tetapi

tidak dapat dihilangkan dengan cara digosok atau terhapus oleh pakaian. Unsur

vehikulum sediaan topikal dapat mengalami evaporasi, selanjutnya zat aktif

berikatan pada lapisan yang dilewati seperti pada epidermis, dermis.

4

Page 5: Pembahasan TEKFAR

Pada kondisi tertentu sediaan obat dapat membawa bahan aktif menembus

hipodermis. Sementara itu, zat aktif pada sediaan topikal akan diserap oleh vaskular

kulit pada dermis dan hypodermis.

Jalur penetrasi sediaan topikal

Penetrasi sediaan topikal melewati beberapa macam jalur seperti pada gambar

dibawah ini.

Saat sediaan topikal diaplikasikan pada kulit, terjadi 3 interaksi:

1. Solute vehicle interaction: interaksi bahan

aktif terlarut dalam vehikulum. Idealnya zat

aktif terlarut dalam vehikulum tetap stabil

dan mudah dilepaskan. Interaksi ini telah ada

dalam sediaan.

2. Vehicle skin interaction: merupakan interaksi

vehikulum dengan kulit. Saat awal aplikasi

fungsi reservoir kulit terhadap vehikulum.

3. Solute Skin interaction: interaksi bahan aktif

terlarut dengan kulit (lag phase, rising phase,

falling phase).

a. Penetrasi secara transepidermal

Penetrasi transepidermal dapat secara interseluler dan intraseluler. Penetrasi

interseluler merupakan jalur yang dominan, obat akan menembus stratum korneum

melalui ruang antar sel pada lapisan lipid yang mengelilingi sel korneosit. Difusi

dapat berlangsung pada matriks lipid protein dari stratum korneum.

5

Page 6: Pembahasan TEKFAR

Setelah berhasil menembus stratum korneum obat akan menembus lapisan epidermis

sehat di bawahnya, hingga akhirnya berdifusi ke pembuluh kapiler.

Penetrasi secara intraseluler terjadi melalui difusi obat menembus dinding stratum

korneum sel korneosit yang mati dan juga melintasi matriks lipid protein startum

korneum, kemudian melewatinya menuju sel yang berada di lapisan bawah sampai

pada kapiler di bawah stratum basal epidermis dan berdifusi ke kapiler.

b. Penetrasi secara transfolikular

Analisis penetrasi secara folikular muncul setelah percobaan in vivo. Percobaan

tersebut memperlihatkan bahwa molekul kecil seperti kafein dapat berpenetrasi tidak

hanya melewati sel-sel korneum, tetapi juga melalui rute

folikular. Obat berdifusi melalui celah folikel rambut dan juga kelenjar sebasea untuk

kemudian berdifusi ke kapiler.

Absorpsi sediaan topikal secara umum

Saat suatu sediaan dioleskan ke kulit, absorpsinya akan melalui beberapa fase

a. Lag phase

Periode ini merupakan saat sediaan dioleskan dan belum melewati stratum korneum,

sehingga pada saat ini belum ditemukan bahan aktif obat dalam pembuluh darah.

b. Rising phase

Fase ini dimulai saat sebagian sediaan menembus stratum korneum, kemudian

memasuki kapiler dermis, sehingga dapat ditemukan dalam pembuluh darah.

c. Falling phase

Fase ini merupakan fase pelepasan bahan aktif obat dari permukaan kulit dan dapat

dibawa ke kapiler dermis.

Penyerapan sediaan topikal secara umum dipengaruhi oleh berbagai faktor :

1. Bahan aktif yang dicampurkan dalam

pembawa tertentu harus menyatu pada permukaan kulit dalam konsentrasi yang

cukup.

2. Konsentrasi bahan aktif merupakan factor penting, jumlah obat yang diabsorpsi

secara perkutan perunit luas permukaan setiap periode waktu, bertambah

sebanding dengan bertambahnya konsentrasi obat dalam suatu pembawa.

3. Penggunaan bahan obat pada permukaan yang lebih luas akan menambah jumlah

obat yang diabsorpsi.6

Page 7: Pembahasan TEKFAR

4. Absorpsi bahan aktif akan meningkat jika pembawa mudah menyebar ke

permukaan kulit.

5. Ada tidaknya pembungkus dan sejenisnya saat sediaan diaplikasikan.

6. Pada umumnya, menggosokkan sediaan akan meningkatkan jumlah bahan aktif

yang diabsorpsi.

7. Absorpsi perkutan akan lebih besar bila sediaan topikal dipakai pada kulit

yanglapisan tanduknya tipis.

8. Pada umumnya, makin lama sediaan menempel pada kulit, makin banyak

kemungkinan diabsorpsi.

Pada kulit utuh, cara utama penetrasi sediaan melalui lapisan epidermis, lebih

baik daripada melalui folikel rambut atau kelenjar keringat, karena luas permukaan

folikel dan kelenjar keringat lebih kecil dibandingkan dengan daerah kulit yang tidak

mengandung elemen anatomi ini. Stratum korneum sebagai jaringan keratin akan

berlaku sebagai membrane semi permeabel, dan molekul obat berpenetrasi dengan

cara difusi pasif.

Mekanisme kerja sediaan topikal

Secara umum, sediaan topikal bekerja melalui 3 jalur di atas. Beberapa perbedaan

mekanisme kerja disebabkan komponen sediaan yang larut dalam lemak dan larut

dalam air.

Mekanisme kerja Krim

Penetrasi krim jenis W/O jauh lebih kuat dibandingkan dengan O/W karena komponen

minyak menjadikan bentuk sediaan bertahan lama di atas permukaan kulit dan mampu

menembus lapisan kulit lebih jauh. Namun krim W/O kurang disukai secara kosmetik

karena komponen minyak yang lama tertinggal di atas permukaan kulit. Krim O/W

memiliki daya pendingin lebih baik dari krim W/O, sementara daya emolien W/O

lebih besar dari O/W.

Bentuk sediaan

Obat ini akan dibuat dalam bentuk sediaan cream dikarenakan bahan aktif yang

digunakan praktis tidak larut dalam air sehingga dibuat dalam sediaan topikal dan

menggunakan minyak dalam air.

7

Page 8: Pembahasan TEKFAR

Krim dengan basis minyak dalam air memiliki sifat yang lebih nyaman dan cenderung

disukai oleh masyarakat, karena memberikan konsistensi yang berminyak dan

cenderung lengket, akan tetapi banyak bahan aktif yang bersifat hidrofobik yang

pelepasannya lebih mudah jika menggunakan basis jenis ini. Krim air dalam minyak

sering digunakan untuk memberikan efek emolien pada kulit.

Sediaan krim banyak digunakan untuk sediaan obat misalnya untuk obat anti

inflamasi, antijamur, anastetik, antibiotik, dan hormon. Sediaan krim juga sering

digunakan dalam industri kosmetik, misalnya untuk sediaan pembersih, emolien, tabir

surya, antiaging, dan masih banyak lagi.

2.3 Studi Preformulasi Hydrocortisone

Zat aktif

Hydrocortison

Ø Nama senyawa : Hydrocortison

Ø Struktur Molekul : C21H30O5

Ø BM                          : 362,46

Ø Pemerian : - penampilan     : serbuk hablur

- warna             : putih atau hampir putih

- bau                 : tidak berbau

Ø Kelarutan               : sangat sukar larut dalam air dan dalam eter P ; agak sukar larut

dalam etanol (95%) P dan dalam aseton P ; sukar larut dalam

kloroform P.

Ø Suhu lebur              : ± 2150 C disertai peruraian

Ø Penyimpanan : dalam wadah tertutup kedap, terlindung dari cahaya.

Ø Khasiat dan penggunaan : Adrenoglukokortikoidum

Ø Dosis Oral : untuk terapi pengganti (replacement therapy) 20-30 mg/hari

dalam dosis terbagi untuk orang dewasa, anak-anak 10-30

mg/hari dalam dosis terbagi, Injeksi im atau iv lambat atau infus:

100-500 mg, 3-4 kali sehari. Anak sampai usia 1 tahun, 25 mg,

anak 1-5 tahun, 50 mg, anak 6-12 tahun, 100 mg,

8

Page 9: Pembahasan TEKFAR

Hidrokortison topikal (salep atau krim) digunakan sebagai anti radang dan antipruritis.

Ø Indikasi : Osteoarthritis, Rheumatoid Arthritis, Asma bronkial

Ø Kontraindikasi :

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit : Retensi cairan, retensi natrium

Gangguan jantung kongestif : Kehilangan kalium, Alkalosis hipokalemia,

Hipertensi.

Gangguan Muskuloskeletal : da ujung tulang paha dan tungkai,fraktur

patologis dari tulang panjang.

Lemah otot : miopati steroid, hilangnya masa otot, osteoporosis, putus tendon,

terutama tendon Achilles, fraktur vertebral, nekrosis aseptik

Gangguan Pencernaan : Iritasi dan rasa tidak enak di lambung, kembung, borok

lambung (peptic ulcer) kemungkinan disertai perforasi dan perdarahan, borok

esophagus (Ulcerative esophagitis), pankreatitis.

Gangguan dermatologis :

Gangguan penyembuhan luka : Kulit menjadi tipis dan rapuh.

Petechiae dan ecchymoses : Erythema pada wajah, Keringat berlebihan.

Gangguan Metabolisme : Keseimbangan nitrogen negatif, yang disebabkan

oleh katabolisme protein

Gangguan Neurologis : Tekanan intrakranial meningkat disertai papilledema

(pseudo-tumor cerebri), biasanya setelah terapi, konvulsi, vertigo, sakit kepala,

pusing, depresi, rasa cemas berlebihan.

Gangguan Endokrin : Menstruasi tak teratur, Cushingoid, menurunnya respons

kelenjar hipofisis dan adrenal, terutama pada saat stress, misalnya pada trauma,

pembedahan atau sakit.

Hambatan pertumbuhan pada anak-anak menurunnya toleransi karbohidrat,

manifestasi diabetes mellitus laten.

9

Page 10: Pembahasan TEKFAR

Ø Efek samping :

Hidrokortison memiliki efek imunosupresan, efek anti radang yang kuat,serta

meningkatkan tekanan darah dan kadar gula darah.

Hidrokortison bekerja sebagai antagonis fisiologis untuk insulin dengan

meningkatkan glikogenolisis (penguraian glikogen), lipolisis (penguraian

lipid),dan proteinolisis (penguraian protein), menurunkan pembentukan

glikogen di hati, meningkatkan mobilisasi, asam amino dan badan keton

ekstrahepatik.

Ini akan meningkatkan kadar glukosa di dalam darah. Oleh karena itu,

pemberian hidrokortison yang berlebihan dapat menyebabkan hiperglikemia.

Hidrokortison meningkatkan tekanan darah dengan jalan meningkatkan

kepekaan pembuluh darah terhadap epinefrin dan norepinefrin.Pemberian

hidrokortison topikal menyebabkan vasokonstriksi. Apabila kekurangan

kortisol di dalam darah, maka terjadi vasodilatasi secara meluas.Hidrokortison

menekan sistem imun dengan jalan menghambat proliferasi sel T.

Hidrokortison menurunkan pembentukan tulang,oleh sebab itu pemakaian

jangka panjang dapat menyebabkan osteoporosis. Hidrokortison dapat diserap

dengan baik pada pemberian per oral. Hidrokortison juga dapat diserap melalui

kulit. Tingkat absorpsi melalui kulit dipengaruhi oleh berbagai faktor,antara

lain jenis zat pembawa, integritas sawar epidermal, dan penggunaan pembalut.

Pembalut umumnya akan meningkatkan absorpsi. Kortikosteroid topikal dapat

diserap melalui kulit utuh normal.Adanya radang atau penyakit lain di kulit

dapat meningkatkan absorpsi melalui kulit. Pada pemberian per

rektal,hidrokortison diserap hanya sebagian, sekitar 30-50%. Setelah diserap,

hidrokortison yang diberikan secara topikal akan mengalami nasib sama seperti

hidrokortison per oral atau per parenteral. Di dalam darah, sebagian besar(lebih

kurang 95%) hidrokortison terikat pada protein antara lain CBG (corticosteroid

binding globulin) dan albumin serum.

Hanya hidrokortison dalam bentuk bebas yang dapat berikatan dengan reseptor

dan menimbulkan efek. Senyawa-senyawa kortikosteroid terutama

dimetabolisme di hati, merupakan substrat dari enzim CYP450: 3A4. Ekskresi

10

Page 11: Pembahasan TEKFAR

terutama melalui ginjal, namun sebagian kortikosteroid yang diberikan secara

topikal dan metabolitnya juga diekskresikan ke dalam empedu.

Ø Interaksi

- Dengan Obat Lain :

Obat-obat yang menginduksi enzim-enzim hepatik, seperti fenobarbital,

fenitoin, dan rifampisin dapat meningkatkan klirens kortikosteroid.

Oleh sebab itu jika terapi kortikosteroid diberikan bersama-sama obat-obat

tersebut,maka dosis kortikosteroid harus ditingkatkan untuk mendapatkan hasil

sebagaimana yang diharapkan.

Obat-obat seperti troleandomisin danketokonazol dapat menghambat

metabolisme kortikosteroid, dan akibatnya akan menurunkan klirens atau

ekskresi kortikosteroid. Oleh sebab itu jika diberikan bersamaan, maka dosis

kortikosteroid harus disesuaikan untuk menghindari toksisitas steroid.

Kortikosteroid dapat meningkatkan klirens aspirin dosis tinggi yang diberikan

secara kronis. Hal ini dapat menurunkan kadar salisilat di dalam serum, dan

apabila terapi kortikosteroid dihentikan akan meningkatkan risiko toksisitas

salisilat.

Aspirin harus digunakan secara berhati-hati apabila diberikan bersama-sama

dengan kortikosteroid pada pasien yang menderita hipoprotrombinemia.

Efek kortikosteroid pada terapi antikoagulan oral bervariasi. Beberapa laporan

menunjukkan adanya peningkatan dan laporan lainnya menunjukkan adanya

penurunan efek antikoagulan apabila diberikan bersama-sama dengan

kortikosteroid.

Oleh sebab itu indeks koagulasi harus selalu dimonitor untuk mempertahankan

efek antikoagulan sebagaimana yang diharapkan.

- Dengan Makanan : Ketika dalam terapi dengan hidrokortison sistemik,

sebaiknya kurangi konsumsi garam, dan makan makanan yang banyak

mengandung kalium dan tinggi protein

11

Page 12: Pembahasan TEKFAR

Ø Mekanisme kerja : Menurunkan inflamasi dengan menekan

migrasi leukosit polimorfonuklear, dan peningkatkan permeabilitas kapiler.

2.4 Studi preformulasi masing – masing eksipien

Dasar krim ini digunakan sebagai emolien dan sifatnya sukar dicuci, tidak mengering

dan tidak tampak berubah dalam waktu lama. Kualitas dasar krim, yaitu:

1.   Stabil,  selama  masih  dipakai  mengobati.  Maka  krim  harus  bebas  dari 

inkopat ibilitas, stabil pada suhu kamar, dan kelembaban yang ada dalam kamar.

2.  Lunak,  yaitu  semua  zat  dalam  keadaan  halus  dan  seluruh  produk  men-jadi  

lunak  dan homogen.

3.   Mudah  dipakai,  umumnya  krim  tipe  emulsi  adalah  yang  paling  mud-ah

dipakai  dan dihilangkan dari kulit.

4.   Terdistribusi merata, obat harus terdispersi merata melalui dasar krim pad-at atau c

air pada penggunaan

Eksipien dari formula Hydrocortison Cream 1% yakni :

Cetomacrogolum-1000

Pemerian : Krim berwarna, ketika dipanaskan akan meleleh menjadi

kuning kecoklatan, tak bebau atau nyaris tak berbau

Kelarutan : Larut dalam air, etanol (~750 g/l) dan aseton; praktis tidak

larut dalam petroleum

Suhu Lebur : 380C

Parafin Liquidium

Pemerian : hablur tembus cahaya atau agak buram; tidak berwarna atau putih;

tidak berbau; tidak berasa; agak berminyak

Kelarutan : tidak larut dalam air dan dalam etanol, mudah larut dalam

kloroform, dalam eter, dalam minyak menguap, dalam hampir semua jenis

minyak lemak hangat; sukar larut dalam etanol mutlak

Suhu Lebur : 47 - 650C

Cetostearylalcoholum

12

Page 13: Pembahasan TEKFAR

Pemerian : massa putih atau kekuningan, beraroma

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol (~750 g/l) dan eter

Suhu Lebur : 43 - 530C

Propilenglikol

1.     Sifat Kimia

Ø Sinonim                          : Metil etilen glikol                  

Ø Rumus kimia                   : C3H8O2

Ø Nama kimia                     : 1,2-propanadiol

Ø Berat molekul                  : 76,09

2.    Sifat Fisika

Ø Organoleptis

ü  Bentuk                  : Cairan kental, jernih

ü  Warna                   : Tidak bewarna

ü  Bau                       : Tidak berbau

ü  Rasa                     : agak manis

Ø Kelarutan                   :

Dapat campur dengan air dan dengan etanol (95 %) p dan dengan

kloroform P, larut dalam 6M bagian eter P, tidak dapat bercampur

dengan eter minyak tanah P dan dengan minyak lemak.

Ø Bobot/ml                   : 1,035 g -1,037 g

Ø OTT                         : reagen pengoksidasi

Ø Indeks bias                : 1,431-1,433

Ø Stabilitas                   :

    Stabil dalam campuran dengan etanol 95%, gliserin atau air.

Ø Konstanta dielektrik              : 33

3.    Konsentrasi yang digunakan dalam eliksir : 10-25%

4.    Sifat farmakologi

Khasiat                        : pelarut, humektan

5.    Penyimpanan              :  Dalam wadah tetutup baik, di tempat yang kering

dan sejuk.

13

Page 14: Pembahasan TEKFAR

Tabel Penggunaan Propilenglikol

Chlorocresol

Pemerian : Serbuk hablur, tidak berwarna, bau khas

Kelarutan : Sukar larut dalam air, lebih mudah larut dalam air

panas, sangat mudah larut dalam etanol.

Jarak lebur : Antara 63o dan 66o

White soft paraffinum

Pemerian : Hablur tembus cahaya, putih, tidak berasa, agak

berminyak.

Kelarutan : Tidak larut dalam air dan dalam etanol, mudah larut

dalam kloroform.

Jarak lebur : Antara 47o dan 65o

Sodium Metabisulphite

Pemerian : Hablur putih, kekuningan berbau belerang dioksida.

Kelarutan : Mudah larut dalam air dan dalam gliserin, sukart larut

dalam etanol.

Berat molekul : 190,10

Aqua destillata

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak

berasa.

Berat molekul : 18,0214

Penggunaan Bentuk takaran Konsentrasi

(%)

Humectant Topikal ≈15

Pengawet larutan, semisolids 15–30

Pelarut atau pelarut

campur

Larutan aerosol 10–30

Larutan oral 10–25

Parenteral 10–60

Topikal 5–80

Page 15: Pembahasan TEKFAR

2.5 Pertimbangan Formula

Pemilihan basis krim tergantung sifat obat, OTT, absorpsi: sifat kulit, aliran

darah dan jenis luka. Pertimbangan utamanya adalah konsistensi sediaan yang

diharapkan. sifat zat berkhasiat yang digunakan dan

Persyaratan basis antara lain:

1. noniritasi

2. mudah dibersihkan

3. tidak tertinggal di kulit

4. stabil

5. tidak tergantung pada pH

6. tersatukan dengan berbagai obat

Faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan basis adalah :

1. kualitas dan kuantitas bahan

2. cara pencampuran, kecepatan dan tipe pencampurannya

3. suhu pembuatan

4. jenis emulgator

5. dengan konsentrasi yang kecil sudah dapat membentuk emulsi yang stabil

dengan tipe emulsi yang dikehendaki (M/A atau M/A)

Basis krim terdiri atas basis emulsi tipe A/M dan tipe M/A

1. Basis emulsi tipe A/M. Contoh: lanolin, cold cream

Sifat :

• emolien

• oklusif

• mengandung air

• beberapa mengabsorpsi air yang ditambahkan

• berminyak

2. Basis emulsi tipe M/A. Contoh: hydrophilic ointment

Sifat:

• mudah dicuci dengan air

• tidak berminyak

• dapat diencerkan dengan air15

Page 16: Pembahasan TEKFAR

• tidak oklusif

Pada saat pemakaian, fasa kontinu akan menguap, dan meningkatkan

konsentrasi zat larut air pada lapisan yang melekat. Untuk mencegah terjadinya

pengendapan obat, dan untuk meningkatkan absorbsi melalui kulit, ditambahkan zat

yang tercampur dengan air tetapi tidak menguap (propilen gilkol).

Formulasi yang lebih baik adalah krim yang dapat mendeposit lemak dan

senyawa pelembab lain sehingga membantu hidrasi kulit.

Basis emulsi terdiri dari tiga komponen, yaitu fase minyak, pengemulsi dan fase air.

Fasa minyak biasa disebut fasa internal, biasanya terbentuk dari

petrolatum atau liquid petrolatum dengan satu atau lebih alkohol berbobot

molekul tinggi seperti setil atau stearil alkohol.

Stearil alkohol dan petrolatum membentuk fasa minyak yang mempunyai

kegunaan menghaluskan dan membuat nyaman kulit. Stearil alkohol juga berpersn

sebagai adjuvan pengemulsi.

Fasa air mengandung pengawet, pengemulsi atau bagian dari pengemulsi

dan humektan. Humektan biasanya berupa gliserin, propilen glikol atau

polietilenglikol. Fasa air juga bisa mengandung komponen larut air dari sistem

emulsi, bersama dengan zat tambahan lain seperti penstabil, antioksidan, dapar

dll.

Zat Tambahan dalam Krim

Pengawet

Kriteria pengawet yang ideal adalah sebagai berikut :

1. Tidak toksik dan tidak mensensitisasi pada konsentrasi yang digunakan

2. Lebih mempunyai daya bakterisid daripada bakteriostatik

3. Efektif pada konsentrasi yang relatif rendah untuk spektrum luas

4. Stabil pada kondisi penyimpanan.

5. Tidak berbau dan tidak berasa

6. Tidak mempengaruhi/dapat bercampur dengan bahan lain dalam formula dan bahan

pengemas.

16

Page 17: Pembahasan TEKFAR

7. Larut dalam konsentrasi yang digunakan.

8. Tidak mahal

Contoh pengawet dan keterbatasan pemakaiannya :

Formaldehid bersifat mudah menguap dan berbau, mengiritasi kulit dan

reaktivitas tinggi.

Pengawet yang lain adalah klorkresol yang mempunyai aktivitas sebagai

antifungi dan antibakteri. Konsentrasi klorkresol yang dipakai 0,1%.

Pendapar

Pertimbangan penggunaan pendapar adalah untuk menstabilkan zat aktif, untuk

meningkatkan bioavailabilitas yang maksimum. Dalam memilih pendapar harus

diperhatikan pengaruh pendapar tersebut terhadap stabilitas krim dan zat aktif.

Humektan atau pembasah

Humektan digunakan untuk meminimalkan hilangnya air dari sediaan mencegah

kekeringan dan meningkatkan penerimaan terhadap produk dengan meningkatkan

kualitas usapan dan konsistensi secara umum. Pemilihan humektan didasarkan pada

sifatnya untuk menahan air dan efeknya terhadap viskositas dan konsistensi produk

akhir. Bahan-bahan yang biasa digunakan sebagai humektan pada krim yakni,

Poliol,Gliserin, propilenglikol, sorbitol 70 dan PEG dengan BM yang lebih rendah

digunakan sebagai pelembab (humektan) dalam krim.

Bahan-bahan ini :

1. mencegah krim menjadi kering,

2. mencegah pembentukan kerak bila krim dikemas dalam botol,

3. memperbaiki konsistensi dan mutu terhapusnya suatu krim jika dipergunakan pada

kulit sehingga memungkinkan krim dapat menyebar tanpa digosok.

17

Page 18: Pembahasan TEKFAR

Antioksidan

Faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan antioksidan: warna, bau, potensi, sifat

iritan, toksisitas, stabilitas, kompatibilitas. Antioksidan yang dapat ditambahkan antara

lain:

1. Antioksidan sejati : tokoferol, alkil galat, BHT, BHA.

2. Antioksidan sebagai agen pereduksi: garam Na dan K dari asam sulfit.

3. Antioksidan sinergis : asam edetat dan asam-asam organik seperti sitrat, maleat,

tartrat atau fosfat untuk khelat terhadap sesepora logam.

Pengompleks

Pengompleks diperlukan untuk mengomplekskan logam yang ada dalam sediaan yang

dapat mengoksidasi.

Emulgator yang ideal untuk farmaseutika harus memenuhi persyaratan berikut:

a. Stabil.

b. Inert.

c. Bebas dari bahan yang toksik dan iritan.

d. Sebaiknya tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna.

e. Menghasilkan emulsi yang stabil pada tipe yang diinginkan.

Faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan emulgator. Berdasarkan harga HLB

butuh, umumnya kombinasi

1. Sifat ionik emulgator

Contoh emulgator menurut Remington Pharmaceutical Practice.

1. tipe emulsi M/A

- Cetomacrogol

- Macrogol eter misal cetomacrogol 1000

2. tipe A/M

- Adeps lanae

18

Page 19: Pembahasan TEKFAR

- Emulgid

Beberapa contoh Emulgator: Cetomacrogol 1000

o Cetomacrogol 1000

Kestabilan: stabil dalam asam dan basa kuat, adanya elektrolit kuat akan

mendorong pemisahan dari cetomacrogol, dapat terjadi otooksidasi selama

penyimpanan menyebabkan terbentuknya peroksida dan peningkatan keasaman

terus-menerus.

OTT: dengan sulfonamida, salisilat, senyawa fenolat, iodida, garam merkuri,

tannin, benzokain dan senyawa obat yang teroksidasi akan terjadi penghilangan

warna dan pengendapan; dapat menginaktivasi pengawet golongan fenolat

dengan terjadinya ikatan hydrogen pada atom oksigen dari gugus eternya.

Kegunaan: sebagai surfaktan nonionik digunakan sebagai emulgator untuk

emulsi A/M dan M/A, pengsolubilisasi minyak atsiri, vitamin berbentuk

minyak dan senyawa obat yang kelarutannya dalam air rendah.

Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam merancang sediaan krim, yakni :

Pemilihan zat aktif harus dalam bentuk aktifnya. Dimana zat aktif dari

sediaan Hydrocortison Cream 1 % ini yakni Hidrokortison serbuk halus.

Pemilihan basis krim harus sesuai dengan kestabilan zat aktif yang

digunakan. Basis krim dari sediaan Hydrocortison Cream 1 % ini yakni

paraffin liquid dan paraffin putih. Dimana keduanya merupakan basis

krim fase minyak.

Pemilihan zat pengawet, pengawet yang terdapat dalam sediaan

Hydrocortison Cream 1% ini yakni Chlorocresol, karena krim

mengandung banyak air yang merupakan media yang baik untuk

pertumbuhan mikroorganisme. Dapat terjadi kontaminasi

mikroorganisme yang berasal dari bahan baku, alat maupun selama

penggunaan sediaan.

Pemilihan antioksidan, antioksidan yang terdapat dalam sediaan

Hydrocortison 1 % ini yakni Natrium Metabisulfit dimana berfungsi

untuk mencegah ketengikan yang disebabkan oleh minyak.

19

Page 20: Pembahasan TEKFAR

Pemilihan emulgator harus sesuai dengan tipe krim yang akan dibuat dan

harus tersatukan dengan zat aktif.

Emulgator yang terdapat dalm sediaan Hydrocortison Cream 1% ini

yakni Cetostearyl alkohol dan Cetomacrogol 1000, dimana keduanya

berfungsi sebagai emulgator yang dapat menyatukan kedua fase yang

terdapat dalam sediaan krim tersebut yakni fase air dan fase minyak yang

secara formula keduanya saling tidak bercampur.

Sehingga dengan adanya emulgator tegangan permukaan akan diturunkan

dan akan meningkatkan kontak antara kedua fase yang tidak saling

bercampur tersebut.

Pemilihan humektan atau pembasah, humektan yang terdapat dalam

sediaan Hydrocortison Cream 1 % ini yakni Propylene Glycol yang

berfungsi mencegah krim menjadi kering, Mencegah pembentukan kerak

dalam proses pengemasan dan memperbaiki konsistensi dan mutu suatu

krim sehingga memungkinkan krim menyebar tanpa harus digosok.

2.6 Prosedur pembuatan dan pertimbangannya

1. Siapkan fase minyak mencair pada 65o C, paraffin putih, setostearil Alkohol,

Cetomacrogol dan 3 % paraffin cair.

Pertimbangan : Dilakukan pencampuran dalam suhu 65O C karena agar didapat

basis krim yakni fase minyak yang benar – benar telah melebur dimana pada suhu

65O C semua bahan tersebut telah melebur sempurna. Dalam proses peleburan

dilakukan dari bahan yang mempunyai titik leleh yang paling tinggi kemudian

dicampur dengan bahan minyak lainnya dengan tujuan untuk menurunkan titik

leleh.

2. Siapkan serbuk Hidrokortison, tambahkan ke parafin cair 3 % dengan

Homogenizer Jenis Stirrer.

Pertimbangan : Metode ini disebut dengan metode triturasi, dimana metode ini

mencampurkan zat aktif (serbuk) yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis,

20

Page 21: Pembahasan TEKFAR

dimana dalam tahap ini yang akan dihancurkan ialah aglomerat yang terjadi

menjadi partikel yang serba sama. kemudian diaduk dengan alat Stirrer sampai

homogen.

3. Siapkan fasa air dengan melarutkan chlorocresol di propylene glycol. Larutkan

Natrium metabisulfit dalam aqua distilasi. Hitung jumlah keseimbangan aqua

distilasi dan panaskan sampai 65o C. Masukkan larutan Chlorocresol dan solusi

metabisulfit natrium.

Pertimbangan : Pada tahap ini dilakukan pencampuran chlorocresol dalam

propylene glycol pada suhu 65O C agar seluruhnya dapat tercampur dengan baik dan

homogen sehingga dengan adanya pemanasan akan memudahkan proses

pencampuran. Biasanya pencampuran bahan air dilakukan dalam keadaan suhu

lebih tinggi dari pada suhu pencampuran fase minyak hal ini agar didapat suatu

campuran yang baik dari kedua fase. Kemudian Natrium metabisulfit dilarutkan

dalam air karena menurut monografinya natrium metabisulfit larut dalam air.

Kemudian kedua fase air ini dicampurkan.

4. Campur fase minyak dan fase air pada sekitar 60o C. Campur baik dengan

pengadukan lambat.

Pertimbangan : Pada tahap ini kerja emulgator yakni cetostearyl alkohol dan

cetomacrogol 1000 sangat berpengaruh terhadap sediaan yang akan dibuat, dimana

dalam tahap ini tegangan permukaan antara fase air dan fase minyak yang

sebelumnya tidak saling bercampur akan diturunkan dan daya kontak antara

keduanya akan dinaikkan sehingga kedua fase tersebut akan saling bercampur,

tentunya faktor suhu sangat berpengaruh dalam tahap ini, dimana proses

pencampurannya harus dalam keadaan hangat atau panas. Agar basis tetap berada

dalam konsistensi yang baik.

21

Page 22: Pembahasan TEKFAR

5. Tambahkan serbuk Hidrokortison dan aduk selama 10 menit dengan pencampuran

dengan kecepatan konstan.

Pertimbangan : Dilakukan pencampuran selama 10 menit dengan kecepatan

konstan bertujuan untuk menjaga konsistensi bahan sehingga terbentuk krim yang

baik.

6. Tambahkan propylene glycol dan tambahkan aqua destilatta sampai 100 %

Pertimbangan : Dalam tahap ini penambahan propyleng glycol bertujuan sebagai

humektan atau pelembab atau pembasah dengan tujuan mencegah krim menjadi

kering, mencegah pembentukan kerak dalam proses pengemasan dan memperbaiki

konsistensi dan mutu suatu krim sehingga memungkinkan krim menyebar tanpa

harus digosok.

2.7 Evaluasi berdasarkan monografi sediaan di Farmakope

1. Isi minimum

2. Penetapan pH

3. Uji kebocoran tube

4. Identifikasi (tergantung monografi).

5. Uji penetapan kadar (Tergantung monografi).

6. Uji pelepasan bahan aktif dari sediaan

Prinsip : mengukur kecepatan pelepasan bahan aktif dari sediaan krim dengan

cara mengukur konsentrasi zat aktif dalam cairan penerima pada waktu tertentu.

Prosedur :

Sejumlah krim dioleskan pada cawan Petri, permukaan dibuat

serata mungkin.

Cairan penerima disiapkan (dapar, Lar. NaCl 0,9%, dll) dalam

gelas kimia 600 mldengan volume tertentu (ex. 250 mL). Kemudian gelas

kimia direndam dalam water bath bersuhu 370C. Pengaduk dipasang tepat

ditengah-tengah antara permukaan cairan penerima dengan krim, dengan

kecepatan 60 rpm.

22

Page 23: Pembahasan TEKFAR

Cawan Petri yang telah diolesi krim dimasukkan.

Cairan penerima dipipet pada waktu-waktu tertentu, missal pada

menit ke 5, 10, 15, 25, 30, 60, 90, 120, 180 dan 240.

Cairan yang dipipet diganti dengan cairan penerima yang sama,

bersuhu 37oC.

Kadar zat aktif dalam sample ditentukan dengan metode yang

sesuai, jika perlu diencerkan.

Jika komponen krim mengandung bahan yang dapat bercampur

dengan cairan penerima, maka pada permukaan krim dipasang membran

selofen sehingga krim tidak kontak langsung dengan cairan penerima.

Penafsiran hasil

Bahan aktif dinyatakan mudah lepas dari sediaan apabila pada waktu tunggu

(waktu pertama kali zat aktif ditemukan dalam cairan penerima) semakin kecil.

Dalam hal ini tergantung dari pembawa, penambahan komponen lain dan jenis

cairan penerima.

7. Penetapan potensi antibiotik

2.8 Evaluasi berdasarkan non Farmakope

Viskositas

Untuk mengetahui besarnya tahanan suatu cairan untuk mengalir. Makin

tinggi viskositas, makin besar tahanannya

Ukuran partikel:

Prinsip : perubahan reflektan pada panjang gelombang dimana fase dalam

berwarna mengabsorbsi sebagian cahaya yang masuk, ternyata berbanding terbalik

dengan suatu kekuatan dari diameter partikel.

Prosedur : sebarkan sejumlah krim yang membentuk lapisan tipis pada slide

mikroskop. Lihat di bawah mikroskop.

Syarat : Tidak boleh lebih dari 20 partikel berukuran >20μm, tidak boleh lebih

dari 2 partikel berukuran >50μm, dan tidak satupun partikel berukuran >90μm.

23

Page 24: Pembahasan TEKFAR

Stabilitas krim

Dilakukan uji percepatan dengan Agitasi atau sentrifugasi (mekanik)

Prosedur : sediaan disentrifuga dengan kecepatan tinggi (+ 30000 RPMO). Amati

adanya pemisahan atau tidak.

Menurut Becher : sentrifugasi 3750 rpm, radius 10 cm, 5 jam sebanding dengan

efek gravitasi 1 tahun. Ultrasentrifugassi 25000 rpm atau lebih sebanding dengan

efek yang tidak diamati selama umur normal emulsi/krim.

Uji Stabilitas dengan Manipulasi suhu (termik)

Prosedur : krim dioleskan pada kaca objek dan dipanaskan pada suhu 30, 40, 50,

60 dan 70 oC. Amati dengan bantuan indikator (ex. Sudan merah), mulai suhu

berapa terjadi pemisahan. Makin tinggi suhu, krim makin stabil.

Penentuan tipe emulsi

Uji kelarutan zat warna

Sedikit zat warna larut air, misal metilen biru atau biru brillian CFC diteteskan

pada permukaan emulsi. Jika zat warna terlarut dan berdifusi homogen pada

fase eksternal yang berupa air, maka tipe emulsi adalah M/A. Jika zat warna

tampak sebagai tetesan di fase internal, maka tipe emulsi adalah A/M. Hal

yang terjadi adalah sebaliknya jika digunakan zat warna larut minyak (Sudan

III).

Uji pengenceran

Uji ini dilakukan dengan mengencerkan emulsi dengan air. Jika emulsi

tercampur baik dengan air, tanpa adanya ketidakcampuran, maka tipe emulsi

adalah M/A. Hal ini dapat dilakukan dengan mikroskop untuk memberikan

visualisasi yang baik tentang tidak adanya ketidakcampuran.

24

Page 25: Pembahasan TEKFAR

Organoleptis

Uji tentang karakteristik sediaan yang dilakukan dengan menggunakan

bantuan panca indra meliputi,

- Bentuk : dengan indera mata diskripsikan bentuk

fisik sediaan.

- Warna : dengan indera mata diskripsikan warna

sediaan.

- Rasa : dengan indera peraba diskripsikan rasa sediaan.

- Bau : dengan indera penciuman diskripsikan aroma

sediaan.

Homogenitas

Prosedur : Timbang 0,5 g sediaan dan oleskan pada kaca bening transparan,

kemudian terawang dibawah lampu neon dan amati homogenitas, selanjutnya

apabila diraba terasa halus tidak ada partikel kasar.

pH

Untuk mengetahui kesesuaian pH sediaan dengan pH kulit.

Prosedur : Masukan kertas ph ke dalam druple plate, kemudian teteskan kertas

sampai seluruh kertas terbasahi, amati warna kertas lakmus dan cocokan

dengan indikator ph standar.

Daya sebar

Untuk mengetahui kecepatan penyebaran krim pada kulit yang sedang diobati

dan mengetahui kelunakan dari sediaan.

Prosedur : Timbang 0,5 g sediaan tempatkan ditengah kaca, timbang kaca

penutup, letakan kaca penutup pada basis sediaan dan biarkan 1 menit, ukur

diameter krim yang menyebar, timbang 50 g beban tambahan dan diamkan 1

menit lalu ulangi langkah ke tiga, ulangi percobaan selama 2 kali dengan

25

Page 26: Pembahasan TEKFAR

penambahan 50 g pada setiap pengujiannya diamkan 1 menit ukur

diameternya, lakukan replikasi 3 kali.

Daya lekat

Untuk mengetahui kemampuan krim melekat pada kulit.

Prosedur : Letakan 0,5 g sediaan diatas object glass yang telah diukur luasnya,

oleskan pada bagian yang halus, letakan object glass yang lain dengan diberi

beban 0,5 Kg selama 5 menit, lepaskan beban seberat 80 g sehingga menarik

object glass yang ada dibawah, catat waktu yang diperlukan untuk terlepasnya

kedua object glass tersebut, lakukan replikasi sebanyak 3 kali.

Daya proteksi

Prosedur : Ambil sepotong kertas saring ( 10 x 10 cm ). Basahi dengan larutan

phenolphthalein sebagai indicator hingga seluruh permukaannya terbasahi,

kemudiaan keringkan Olesi kertas tersebut dengan 0,5 g sediaan pada satu sisi

permukaan secara merata seperti lazimnya orang menggunakan krim,

Buat area 2,4 cm x 2,5 cm sebanyak 3 tempat pada kertas saring yang lain,

Oleskan paraffin padat yang di lelehkan pada bagian tepi ketiga urea yang

telah dibuat, Tempelkan kertas (3) diatas kertas (2), dimana

permukaan kertas (2) yang menempel pada kertas (3) adalah permukaan yang

diolesi denagn sediaan, Tetesi area yang telah dibuat dikertas (3)

denagn 1 tetes NaOH encer P (4%) atau NaOH LP, Amati timbulnya noda

kemerahan pada bagian kertas yang dibasahi dengan larutan

phenolphthalein (kertas 2),

Catat waktu yang diperlukanmulai kertas ditetesi NaOH

encer P hingga muncul warna merah, Lakukan replikasi 3x.

26

Page 27: Pembahasan TEKFAR

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Obat ini dibuat dalam bentuk sediaan cream dikarenakan bahan aktif yang

digunakan praktis tidak larut dalam air sehingga dibuat dalam sediaan topikal

dan menggunakan minyak dalam air.

Farmakokinetik sediaan topikal secara umum menggambarkan perjalanan bahan

aktif dalam konsentrasi tertentu yang diaplikasikan pada kulit dan kemudian

diserap ke lapisan kulit, selanjutnya didistribusikan secara sistemik.

Mekanisme kerja hydrokortison yakni menurunkan inflamasi dengan menekan

migrasi leukosit polimorfonuklear, dan peningkatkan permeabilitas kapiler.

Eksipien krim haruslah stabil, lunak, mudah  dipakai dan terdistribusi merata.

Dalam merancang dan membuat prosedur suatu sediaan khususnya sediaan krim

perlu diperhatikan berbagai aspek yakni karakteristik bahan, interaksi bahan,

konsentrasi dan lain sebagainya yang dapat menjaga stabilitas serta konsistensi

krim sehingga terbentuk sediaan krim yang layak pakai.

Sediaan krim yang dibuat hendaknya memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan,

untuk itu evaluasi sediaan sangat penting demi menjaga mutu sediaan krim

tersebut.

27

Page 28: Pembahasan TEKFAR

3.2 Saran

Hendaknya dalam memformulasikan suatu sediaan harus benar-banar

memperhatikan karakteristik bahan, konsentrasi bahan, sifat dari masing-masing

bahan serta interaksi antar bahan yang besar kemungkinannnya  sangat bias terjadi.

Sehingga dengan demikian sediaan yang diformulasikan akan menghasilkan suatu

sediaan yang benar-benar layak pakai dan seminimal mungkin dapat mengurangi

kekurangan dari sediaan krim tersebut.

Selain itu faktor lain yang perlu diperhatikan adalah pada proses

pembuatannya. Dengan mempertimbangkan karakteristik, konsentrasi dan interaksi

dari masig-masing bahan tadi, maka harus tepat dalam melakukan prosedur kerja yang

sebaik mungkin sesuai ketentuan, agar sediaan yang dibuat dapat memenuhi standar

evaluasi yang ditetapkan.

28

Page 29: Pembahasan TEKFAR

DAFTAR PUSTAKA

Kohli, “ Drug Formulation Manual “

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan RI

 Anonim. 1995. Farmakope Indonesia ediai IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI

Departemen Kesehatan RI. 1978. Formularium Nasional edisi II. Jakarta

Anief. 2006.  Ilmu Meracik Obat.  Yogyakarta : UGM Pres

Handbook of Pharmaceutical Excipients 14h ed.

Lachman, Teori dan Praktek Far. Ind., Hal 1081

Cooper & Guns

Pharmaceutical Codex" 12nd ed.

RPP, 2002

Art of Compounding

RPS 18th ed. 2002

Prof. Martin, Farmasi Fisik jilid I

29