pembahasan tekfar
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Krim merupakan salah satu istilah yang secara luas digunakan dalam farmasi dan
industri kosmetik. Menurut definisinya krim dapat diartikan sebagai cairan kental atau
emulsi setengah padat baik bertipe air dalam minyak atau minyak dalam air. Namun
dalam kenyataannya banyak produk perdagangan sering disebut krim tetapi tidak sesuai
dengan definisi di atas, karena banyak hasil produksi yang nampaknya seperti krim
tetapi tidak mempunyai dasar seperti emulsi.
Salah satu keunggulan dari sediaan krim adalah lebih banyak disukai oleh dokter
dan pasien daripada bentuk sediaan salep. Alasannya karena pada sediaan krim lebih
mudah menyebar rata selain itu untuk krim jenis emulsi minyak dalam air lebih mudah
dibersihkan daripada kebanyakan salep, serta aman bila digunakan oleh anak-anak
maupun dewasa. Di samping kelebihan tersebut kekurangan krim diantaranya yaitu
mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe air dalam minyak, susah dalam
pembuatannya, mudah lengket, gampang pecah, dan pembuatannya harus secara aseptis.
Dari sekian banyak kelebihan dan kekurangan dari sediaan krim tersebut maka
sebisa mungkin sediaan krim dapat diformulasikan dan diproduksi secara tepat dan
sesuai sehingga dapat meminimalisir kekurangan dari sediaan krim tersebut. Dengan
demikian tentu akan lebih disukai lagi oleh dokter maupun pasien yang menggunakan
preparat ini. Langkah yang dapat dilakukan untuk meminimalisir dari kekurangan
sediaan krim dapat dilakukan dalam menentukan formulasi harus benar-benar
memperhatikan konsentrasi serta karakteristik bahan yang digunakan dan
dikombinasikan dengan baik dan benar.
1
1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu :
a. Apa saja formula Hydrocortisone Cream 1 % ?
b. Bagaimana pertimbangan bentuk sediaan dan farmakologi Hydrocortison
Cream 1 % ?
c. Bagaimana studi preformulasi Hydrocortisone ?
d. Bagaimana studi preformulasi masing – masing eksipien ?
e. Bagaimana pertimbangan formulaHydrocortisone Cream 1 % ?
f. Bagaimana prosedur pembuatan dan pertimbangan Hydrocortison Cream 1 % ?
g. Bagaimana evaluasi Hydrocortisone Cream 1 % berdasarkan monografi
sediaan menurut Farmakope ?
h. Bagaimana evaluasi Hydrocortisone Cream 1 % berdasarkan non Farmakope ?
1.3 Tujuan
Pembuatan Makalah yang berjudul “ Informasi Formula Hydrocortison Cream 1 % ”
bertujuan sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui formula Hydrocortisone Cream 1 %.
b. Untuk mengetahui pertimbangan bentuk sediaan dan farmakologi
Hydrocortison Cream 1 %.
c. Untuk mengetahui studi preformulasi Hydrocortisone.
d. Untuk mengetahui studi preformulasi masing – masing eksipien.
e. Untuk mengetahui pertimbangan formula Hydrocortisone Cream 1 %.
f. Untuk mengetahui prosedur pembuatan dan pertimbangan Hydrocortison
Cream 1 %.
g. Untuk mengetahui evaluasi Hydrocortisone Cream 1 % berdasarkan
monografi sediaan menurut Farmakope.
h. Untuk Mengetahui evaluasi Hydrocortisone Cream 1 % berdasarkan non
Farmakope
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Formula Hydrocortisone Cream 1 %
Hydrocortisone Cream 1%
Formula label
Hydrocortisone 1% w/w
Batch Size : 100 Kg.
Pratical Yield : 9750 Tube of 10 g.
Usual Packing : 10 g. Tube
Formula
No. Ingredients Quantity Overages
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Hydrocortisone ( Fine Powder )
Liquid Paraffin
White Soft Paraffin
Cetostearyl Alcohol
Cetomacrogol 1000
Propylene Glycol
Chlorocresol
Sodium Metabisulphite
Distilled Water to
1,1 %
6 %
15 %
7,12 %
1,8 %
10 %
0,1 %
0,2 %
100 %
10 %
2.2 Pertimbangan bentuk sediaan dan farmakologi Hydrocortison Cream 1 %
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Formulasi krim
ada dua, yaitu sebagai emulsi air dalam minyak (W/O), misalnya cold cream, dan
minyak dalam air (O/W), misalnya vanishing cream.
3
Dalam praktik, umumnya apotek tidak bersedia membuat krim karena tidak
tersedia emulgator dan pembuatannya lebih sulit dari salep. Jadi, jika hendak menulis
resep krim dan dibubuhi bahan aktif, dapat dipakai krim yang sudah jadi,
misalnya biocream. Krim ini bersifat ambifilik artinya berkhasiat sebagai W/O atau
O/W. Krim dipakai pada kelainan yang kering, superfi sial. Krim memiliki kelebihan
dibandingkan salep karena nyaman, dapat dipakai di daerah lipatan dan kulit
berambut.
Indikasi krim
Krim dipakai pada lesi kering dan superfisial, lesi pada rambut, daerah intertriginosa.
MEKANISME KERJA
Farmakokinetik umum
Farmakokinetik sediaan topikal secara umum menggambarkan perjalanan bahan aktif
dalam konsentrasi tertentu yang diaplikasikan pada kulit dan kemudian diserap ke
lapisan kulit, selanjutnya didistribusikan secara sistemik.
Mekanisme ini penting dipahami untuk membantu memilih sediaan topikal yang
akan digunakan dalam terapi. Perjalanan sediaan topikal setelah diaplikasikan pada
kulit tergambar pada gambar dibawah ini.
Secara umum perjalanan sediaan topikal setelah diaplikasikan melewati tiga
kompartemen yaitu: permukaan kulit, stratum korneum, dan jaringan sehat. Stratum
korneum dapat berperan sebagai reservoir bagi vehikulum tempat sejumlah unsur
pada obat masih berkontak dengan permukaan kulit namun belum berpenetrasi tetapi
tidak dapat dihilangkan dengan cara digosok atau terhapus oleh pakaian. Unsur
vehikulum sediaan topikal dapat mengalami evaporasi, selanjutnya zat aktif
berikatan pada lapisan yang dilewati seperti pada epidermis, dermis.
4
Pada kondisi tertentu sediaan obat dapat membawa bahan aktif menembus
hipodermis. Sementara itu, zat aktif pada sediaan topikal akan diserap oleh vaskular
kulit pada dermis dan hypodermis.
Jalur penetrasi sediaan topikal
Penetrasi sediaan topikal melewati beberapa macam jalur seperti pada gambar
dibawah ini.
Saat sediaan topikal diaplikasikan pada kulit, terjadi 3 interaksi:
1. Solute vehicle interaction: interaksi bahan
aktif terlarut dalam vehikulum. Idealnya zat
aktif terlarut dalam vehikulum tetap stabil
dan mudah dilepaskan. Interaksi ini telah ada
dalam sediaan.
2. Vehicle skin interaction: merupakan interaksi
vehikulum dengan kulit. Saat awal aplikasi
fungsi reservoir kulit terhadap vehikulum.
3. Solute Skin interaction: interaksi bahan aktif
terlarut dengan kulit (lag phase, rising phase,
falling phase).
a. Penetrasi secara transepidermal
Penetrasi transepidermal dapat secara interseluler dan intraseluler. Penetrasi
interseluler merupakan jalur yang dominan, obat akan menembus stratum korneum
melalui ruang antar sel pada lapisan lipid yang mengelilingi sel korneosit. Difusi
dapat berlangsung pada matriks lipid protein dari stratum korneum.
5
Setelah berhasil menembus stratum korneum obat akan menembus lapisan epidermis
sehat di bawahnya, hingga akhirnya berdifusi ke pembuluh kapiler.
Penetrasi secara intraseluler terjadi melalui difusi obat menembus dinding stratum
korneum sel korneosit yang mati dan juga melintasi matriks lipid protein startum
korneum, kemudian melewatinya menuju sel yang berada di lapisan bawah sampai
pada kapiler di bawah stratum basal epidermis dan berdifusi ke kapiler.
b. Penetrasi secara transfolikular
Analisis penetrasi secara folikular muncul setelah percobaan in vivo. Percobaan
tersebut memperlihatkan bahwa molekul kecil seperti kafein dapat berpenetrasi tidak
hanya melewati sel-sel korneum, tetapi juga melalui rute
folikular. Obat berdifusi melalui celah folikel rambut dan juga kelenjar sebasea untuk
kemudian berdifusi ke kapiler.
Absorpsi sediaan topikal secara umum
Saat suatu sediaan dioleskan ke kulit, absorpsinya akan melalui beberapa fase
a. Lag phase
Periode ini merupakan saat sediaan dioleskan dan belum melewati stratum korneum,
sehingga pada saat ini belum ditemukan bahan aktif obat dalam pembuluh darah.
b. Rising phase
Fase ini dimulai saat sebagian sediaan menembus stratum korneum, kemudian
memasuki kapiler dermis, sehingga dapat ditemukan dalam pembuluh darah.
c. Falling phase
Fase ini merupakan fase pelepasan bahan aktif obat dari permukaan kulit dan dapat
dibawa ke kapiler dermis.
Penyerapan sediaan topikal secara umum dipengaruhi oleh berbagai faktor :
1. Bahan aktif yang dicampurkan dalam
pembawa tertentu harus menyatu pada permukaan kulit dalam konsentrasi yang
cukup.
2. Konsentrasi bahan aktif merupakan factor penting, jumlah obat yang diabsorpsi
secara perkutan perunit luas permukaan setiap periode waktu, bertambah
sebanding dengan bertambahnya konsentrasi obat dalam suatu pembawa.
3. Penggunaan bahan obat pada permukaan yang lebih luas akan menambah jumlah
obat yang diabsorpsi.6
4. Absorpsi bahan aktif akan meningkat jika pembawa mudah menyebar ke
permukaan kulit.
5. Ada tidaknya pembungkus dan sejenisnya saat sediaan diaplikasikan.
6. Pada umumnya, menggosokkan sediaan akan meningkatkan jumlah bahan aktif
yang diabsorpsi.
7. Absorpsi perkutan akan lebih besar bila sediaan topikal dipakai pada kulit
yanglapisan tanduknya tipis.
8. Pada umumnya, makin lama sediaan menempel pada kulit, makin banyak
kemungkinan diabsorpsi.
Pada kulit utuh, cara utama penetrasi sediaan melalui lapisan epidermis, lebih
baik daripada melalui folikel rambut atau kelenjar keringat, karena luas permukaan
folikel dan kelenjar keringat lebih kecil dibandingkan dengan daerah kulit yang tidak
mengandung elemen anatomi ini. Stratum korneum sebagai jaringan keratin akan
berlaku sebagai membrane semi permeabel, dan molekul obat berpenetrasi dengan
cara difusi pasif.
Mekanisme kerja sediaan topikal
Secara umum, sediaan topikal bekerja melalui 3 jalur di atas. Beberapa perbedaan
mekanisme kerja disebabkan komponen sediaan yang larut dalam lemak dan larut
dalam air.
Mekanisme kerja Krim
Penetrasi krim jenis W/O jauh lebih kuat dibandingkan dengan O/W karena komponen
minyak menjadikan bentuk sediaan bertahan lama di atas permukaan kulit dan mampu
menembus lapisan kulit lebih jauh. Namun krim W/O kurang disukai secara kosmetik
karena komponen minyak yang lama tertinggal di atas permukaan kulit. Krim O/W
memiliki daya pendingin lebih baik dari krim W/O, sementara daya emolien W/O
lebih besar dari O/W.
Bentuk sediaan
Obat ini akan dibuat dalam bentuk sediaan cream dikarenakan bahan aktif yang
digunakan praktis tidak larut dalam air sehingga dibuat dalam sediaan topikal dan
menggunakan minyak dalam air.
7
Krim dengan basis minyak dalam air memiliki sifat yang lebih nyaman dan cenderung
disukai oleh masyarakat, karena memberikan konsistensi yang berminyak dan
cenderung lengket, akan tetapi banyak bahan aktif yang bersifat hidrofobik yang
pelepasannya lebih mudah jika menggunakan basis jenis ini. Krim air dalam minyak
sering digunakan untuk memberikan efek emolien pada kulit.
Sediaan krim banyak digunakan untuk sediaan obat misalnya untuk obat anti
inflamasi, antijamur, anastetik, antibiotik, dan hormon. Sediaan krim juga sering
digunakan dalam industri kosmetik, misalnya untuk sediaan pembersih, emolien, tabir
surya, antiaging, dan masih banyak lagi.
2.3 Studi Preformulasi Hydrocortisone
Zat aktif
Hydrocortison
Ø Nama senyawa : Hydrocortison
Ø Struktur Molekul : C21H30O5
Ø BM : 362,46
Ø Pemerian : - penampilan : serbuk hablur
- warna : putih atau hampir putih
- bau : tidak berbau
Ø Kelarutan : sangat sukar larut dalam air dan dalam eter P ; agak sukar larut
dalam etanol (95%) P dan dalam aseton P ; sukar larut dalam
kloroform P.
Ø Suhu lebur : ± 2150 C disertai peruraian
Ø Penyimpanan : dalam wadah tertutup kedap, terlindung dari cahaya.
Ø Khasiat dan penggunaan : Adrenoglukokortikoidum
Ø Dosis Oral : untuk terapi pengganti (replacement therapy) 20-30 mg/hari
dalam dosis terbagi untuk orang dewasa, anak-anak 10-30
mg/hari dalam dosis terbagi, Injeksi im atau iv lambat atau infus:
100-500 mg, 3-4 kali sehari. Anak sampai usia 1 tahun, 25 mg,
anak 1-5 tahun, 50 mg, anak 6-12 tahun, 100 mg,
8
Hidrokortison topikal (salep atau krim) digunakan sebagai anti radang dan antipruritis.
Ø Indikasi : Osteoarthritis, Rheumatoid Arthritis, Asma bronkial
Ø Kontraindikasi :
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit : Retensi cairan, retensi natrium
Gangguan jantung kongestif : Kehilangan kalium, Alkalosis hipokalemia,
Hipertensi.
Gangguan Muskuloskeletal : da ujung tulang paha dan tungkai,fraktur
patologis dari tulang panjang.
Lemah otot : miopati steroid, hilangnya masa otot, osteoporosis, putus tendon,
terutama tendon Achilles, fraktur vertebral, nekrosis aseptik
Gangguan Pencernaan : Iritasi dan rasa tidak enak di lambung, kembung, borok
lambung (peptic ulcer) kemungkinan disertai perforasi dan perdarahan, borok
esophagus (Ulcerative esophagitis), pankreatitis.
Gangguan dermatologis :
Gangguan penyembuhan luka : Kulit menjadi tipis dan rapuh.
Petechiae dan ecchymoses : Erythema pada wajah, Keringat berlebihan.
Gangguan Metabolisme : Keseimbangan nitrogen negatif, yang disebabkan
oleh katabolisme protein
Gangguan Neurologis : Tekanan intrakranial meningkat disertai papilledema
(pseudo-tumor cerebri), biasanya setelah terapi, konvulsi, vertigo, sakit kepala,
pusing, depresi, rasa cemas berlebihan.
Gangguan Endokrin : Menstruasi tak teratur, Cushingoid, menurunnya respons
kelenjar hipofisis dan adrenal, terutama pada saat stress, misalnya pada trauma,
pembedahan atau sakit.
Hambatan pertumbuhan pada anak-anak menurunnya toleransi karbohidrat,
manifestasi diabetes mellitus laten.
9
Ø Efek samping :
Hidrokortison memiliki efek imunosupresan, efek anti radang yang kuat,serta
meningkatkan tekanan darah dan kadar gula darah.
Hidrokortison bekerja sebagai antagonis fisiologis untuk insulin dengan
meningkatkan glikogenolisis (penguraian glikogen), lipolisis (penguraian
lipid),dan proteinolisis (penguraian protein), menurunkan pembentukan
glikogen di hati, meningkatkan mobilisasi, asam amino dan badan keton
ekstrahepatik.
Ini akan meningkatkan kadar glukosa di dalam darah. Oleh karena itu,
pemberian hidrokortison yang berlebihan dapat menyebabkan hiperglikemia.
Hidrokortison meningkatkan tekanan darah dengan jalan meningkatkan
kepekaan pembuluh darah terhadap epinefrin dan norepinefrin.Pemberian
hidrokortison topikal menyebabkan vasokonstriksi. Apabila kekurangan
kortisol di dalam darah, maka terjadi vasodilatasi secara meluas.Hidrokortison
menekan sistem imun dengan jalan menghambat proliferasi sel T.
Hidrokortison menurunkan pembentukan tulang,oleh sebab itu pemakaian
jangka panjang dapat menyebabkan osteoporosis. Hidrokortison dapat diserap
dengan baik pada pemberian per oral. Hidrokortison juga dapat diserap melalui
kulit. Tingkat absorpsi melalui kulit dipengaruhi oleh berbagai faktor,antara
lain jenis zat pembawa, integritas sawar epidermal, dan penggunaan pembalut.
Pembalut umumnya akan meningkatkan absorpsi. Kortikosteroid topikal dapat
diserap melalui kulit utuh normal.Adanya radang atau penyakit lain di kulit
dapat meningkatkan absorpsi melalui kulit. Pada pemberian per
rektal,hidrokortison diserap hanya sebagian, sekitar 30-50%. Setelah diserap,
hidrokortison yang diberikan secara topikal akan mengalami nasib sama seperti
hidrokortison per oral atau per parenteral. Di dalam darah, sebagian besar(lebih
kurang 95%) hidrokortison terikat pada protein antara lain CBG (corticosteroid
binding globulin) dan albumin serum.
Hanya hidrokortison dalam bentuk bebas yang dapat berikatan dengan reseptor
dan menimbulkan efek. Senyawa-senyawa kortikosteroid terutama
dimetabolisme di hati, merupakan substrat dari enzim CYP450: 3A4. Ekskresi
10
terutama melalui ginjal, namun sebagian kortikosteroid yang diberikan secara
topikal dan metabolitnya juga diekskresikan ke dalam empedu.
Ø Interaksi
- Dengan Obat Lain :
Obat-obat yang menginduksi enzim-enzim hepatik, seperti fenobarbital,
fenitoin, dan rifampisin dapat meningkatkan klirens kortikosteroid.
Oleh sebab itu jika terapi kortikosteroid diberikan bersama-sama obat-obat
tersebut,maka dosis kortikosteroid harus ditingkatkan untuk mendapatkan hasil
sebagaimana yang diharapkan.
Obat-obat seperti troleandomisin danketokonazol dapat menghambat
metabolisme kortikosteroid, dan akibatnya akan menurunkan klirens atau
ekskresi kortikosteroid. Oleh sebab itu jika diberikan bersamaan, maka dosis
kortikosteroid harus disesuaikan untuk menghindari toksisitas steroid.
Kortikosteroid dapat meningkatkan klirens aspirin dosis tinggi yang diberikan
secara kronis. Hal ini dapat menurunkan kadar salisilat di dalam serum, dan
apabila terapi kortikosteroid dihentikan akan meningkatkan risiko toksisitas
salisilat.
Aspirin harus digunakan secara berhati-hati apabila diberikan bersama-sama
dengan kortikosteroid pada pasien yang menderita hipoprotrombinemia.
Efek kortikosteroid pada terapi antikoagulan oral bervariasi. Beberapa laporan
menunjukkan adanya peningkatan dan laporan lainnya menunjukkan adanya
penurunan efek antikoagulan apabila diberikan bersama-sama dengan
kortikosteroid.
Oleh sebab itu indeks koagulasi harus selalu dimonitor untuk mempertahankan
efek antikoagulan sebagaimana yang diharapkan.
- Dengan Makanan : Ketika dalam terapi dengan hidrokortison sistemik,
sebaiknya kurangi konsumsi garam, dan makan makanan yang banyak
mengandung kalium dan tinggi protein
11
Ø Mekanisme kerja : Menurunkan inflamasi dengan menekan
migrasi leukosit polimorfonuklear, dan peningkatkan permeabilitas kapiler.
2.4 Studi preformulasi masing – masing eksipien
Dasar krim ini digunakan sebagai emolien dan sifatnya sukar dicuci, tidak mengering
dan tidak tampak berubah dalam waktu lama. Kualitas dasar krim, yaitu:
1. Stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka krim harus bebas dari
inkopat ibilitas, stabil pada suhu kamar, dan kelembaban yang ada dalam kamar.
2. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk men-jadi
lunak dan homogen.
3. Mudah dipakai, umumnya krim tipe emulsi adalah yang paling mud-ah
dipakai dan dihilangkan dari kulit.
4. Terdistribusi merata, obat harus terdispersi merata melalui dasar krim pad-at atau c
air pada penggunaan
Eksipien dari formula Hydrocortison Cream 1% yakni :
Cetomacrogolum-1000
Pemerian : Krim berwarna, ketika dipanaskan akan meleleh menjadi
kuning kecoklatan, tak bebau atau nyaris tak berbau
Kelarutan : Larut dalam air, etanol (~750 g/l) dan aseton; praktis tidak
larut dalam petroleum
Suhu Lebur : 380C
Parafin Liquidium
Pemerian : hablur tembus cahaya atau agak buram; tidak berwarna atau putih;
tidak berbau; tidak berasa; agak berminyak
Kelarutan : tidak larut dalam air dan dalam etanol, mudah larut dalam
kloroform, dalam eter, dalam minyak menguap, dalam hampir semua jenis
minyak lemak hangat; sukar larut dalam etanol mutlak
Suhu Lebur : 47 - 650C
Cetostearylalcoholum
12
Pemerian : massa putih atau kekuningan, beraroma
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol (~750 g/l) dan eter
Suhu Lebur : 43 - 530C
Propilenglikol
1. Sifat Kimia
Ø Sinonim : Metil etilen glikol
Ø Rumus kimia : C3H8O2
Ø Nama kimia : 1,2-propanadiol
Ø Berat molekul : 76,09
2. Sifat Fisika
Ø Organoleptis
ü Bentuk : Cairan kental, jernih
ü Warna : Tidak bewarna
ü Bau : Tidak berbau
ü Rasa : agak manis
Ø Kelarutan :
Dapat campur dengan air dan dengan etanol (95 %) p dan dengan
kloroform P, larut dalam 6M bagian eter P, tidak dapat bercampur
dengan eter minyak tanah P dan dengan minyak lemak.
Ø Bobot/ml : 1,035 g -1,037 g
Ø OTT : reagen pengoksidasi
Ø Indeks bias : 1,431-1,433
Ø Stabilitas :
Stabil dalam campuran dengan etanol 95%, gliserin atau air.
Ø Konstanta dielektrik : 33
3. Konsentrasi yang digunakan dalam eliksir : 10-25%
4. Sifat farmakologi
Khasiat : pelarut, humektan
5. Penyimpanan : Dalam wadah tetutup baik, di tempat yang kering
dan sejuk.
13
Tabel Penggunaan Propilenglikol
Chlorocresol
Pemerian : Serbuk hablur, tidak berwarna, bau khas
Kelarutan : Sukar larut dalam air, lebih mudah larut dalam air
panas, sangat mudah larut dalam etanol.
Jarak lebur : Antara 63o dan 66o
White soft paraffinum
Pemerian : Hablur tembus cahaya, putih, tidak berasa, agak
berminyak.
Kelarutan : Tidak larut dalam air dan dalam etanol, mudah larut
dalam kloroform.
Jarak lebur : Antara 47o dan 65o
Sodium Metabisulphite
Pemerian : Hablur putih, kekuningan berbau belerang dioksida.
Kelarutan : Mudah larut dalam air dan dalam gliserin, sukart larut
dalam etanol.
Berat molekul : 190,10
Aqua destillata
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa.
Berat molekul : 18,0214
Penggunaan Bentuk takaran Konsentrasi
(%)
Humectant Topikal ≈15
Pengawet larutan, semisolids 15–30
Pelarut atau pelarut
campur
Larutan aerosol 10–30
Larutan oral 10–25
Parenteral 10–60
Topikal 5–80
2.5 Pertimbangan Formula
Pemilihan basis krim tergantung sifat obat, OTT, absorpsi: sifat kulit, aliran
darah dan jenis luka. Pertimbangan utamanya adalah konsistensi sediaan yang
diharapkan. sifat zat berkhasiat yang digunakan dan
Persyaratan basis antara lain:
1. noniritasi
2. mudah dibersihkan
3. tidak tertinggal di kulit
4. stabil
5. tidak tergantung pada pH
6. tersatukan dengan berbagai obat
Faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan basis adalah :
1. kualitas dan kuantitas bahan
2. cara pencampuran, kecepatan dan tipe pencampurannya
3. suhu pembuatan
4. jenis emulgator
5. dengan konsentrasi yang kecil sudah dapat membentuk emulsi yang stabil
dengan tipe emulsi yang dikehendaki (M/A atau M/A)
Basis krim terdiri atas basis emulsi tipe A/M dan tipe M/A
1. Basis emulsi tipe A/M. Contoh: lanolin, cold cream
Sifat :
• emolien
• oklusif
• mengandung air
• beberapa mengabsorpsi air yang ditambahkan
• berminyak
2. Basis emulsi tipe M/A. Contoh: hydrophilic ointment
Sifat:
• mudah dicuci dengan air
• tidak berminyak
• dapat diencerkan dengan air15
• tidak oklusif
Pada saat pemakaian, fasa kontinu akan menguap, dan meningkatkan
konsentrasi zat larut air pada lapisan yang melekat. Untuk mencegah terjadinya
pengendapan obat, dan untuk meningkatkan absorbsi melalui kulit, ditambahkan zat
yang tercampur dengan air tetapi tidak menguap (propilen gilkol).
Formulasi yang lebih baik adalah krim yang dapat mendeposit lemak dan
senyawa pelembab lain sehingga membantu hidrasi kulit.
Basis emulsi terdiri dari tiga komponen, yaitu fase minyak, pengemulsi dan fase air.
Fasa minyak biasa disebut fasa internal, biasanya terbentuk dari
petrolatum atau liquid petrolatum dengan satu atau lebih alkohol berbobot
molekul tinggi seperti setil atau stearil alkohol.
Stearil alkohol dan petrolatum membentuk fasa minyak yang mempunyai
kegunaan menghaluskan dan membuat nyaman kulit. Stearil alkohol juga berpersn
sebagai adjuvan pengemulsi.
Fasa air mengandung pengawet, pengemulsi atau bagian dari pengemulsi
dan humektan. Humektan biasanya berupa gliserin, propilen glikol atau
polietilenglikol. Fasa air juga bisa mengandung komponen larut air dari sistem
emulsi, bersama dengan zat tambahan lain seperti penstabil, antioksidan, dapar
dll.
Zat Tambahan dalam Krim
Pengawet
Kriteria pengawet yang ideal adalah sebagai berikut :
1. Tidak toksik dan tidak mensensitisasi pada konsentrasi yang digunakan
2. Lebih mempunyai daya bakterisid daripada bakteriostatik
3. Efektif pada konsentrasi yang relatif rendah untuk spektrum luas
4. Stabil pada kondisi penyimpanan.
5. Tidak berbau dan tidak berasa
6. Tidak mempengaruhi/dapat bercampur dengan bahan lain dalam formula dan bahan
pengemas.
16
7. Larut dalam konsentrasi yang digunakan.
8. Tidak mahal
Contoh pengawet dan keterbatasan pemakaiannya :
Formaldehid bersifat mudah menguap dan berbau, mengiritasi kulit dan
reaktivitas tinggi.
Pengawet yang lain adalah klorkresol yang mempunyai aktivitas sebagai
antifungi dan antibakteri. Konsentrasi klorkresol yang dipakai 0,1%.
Pendapar
Pertimbangan penggunaan pendapar adalah untuk menstabilkan zat aktif, untuk
meningkatkan bioavailabilitas yang maksimum. Dalam memilih pendapar harus
diperhatikan pengaruh pendapar tersebut terhadap stabilitas krim dan zat aktif.
Humektan atau pembasah
Humektan digunakan untuk meminimalkan hilangnya air dari sediaan mencegah
kekeringan dan meningkatkan penerimaan terhadap produk dengan meningkatkan
kualitas usapan dan konsistensi secara umum. Pemilihan humektan didasarkan pada
sifatnya untuk menahan air dan efeknya terhadap viskositas dan konsistensi produk
akhir. Bahan-bahan yang biasa digunakan sebagai humektan pada krim yakni,
Poliol,Gliserin, propilenglikol, sorbitol 70 dan PEG dengan BM yang lebih rendah
digunakan sebagai pelembab (humektan) dalam krim.
Bahan-bahan ini :
1. mencegah krim menjadi kering,
2. mencegah pembentukan kerak bila krim dikemas dalam botol,
3. memperbaiki konsistensi dan mutu terhapusnya suatu krim jika dipergunakan pada
kulit sehingga memungkinkan krim dapat menyebar tanpa digosok.
17
Antioksidan
Faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan antioksidan: warna, bau, potensi, sifat
iritan, toksisitas, stabilitas, kompatibilitas. Antioksidan yang dapat ditambahkan antara
lain:
1. Antioksidan sejati : tokoferol, alkil galat, BHT, BHA.
2. Antioksidan sebagai agen pereduksi: garam Na dan K dari asam sulfit.
3. Antioksidan sinergis : asam edetat dan asam-asam organik seperti sitrat, maleat,
tartrat atau fosfat untuk khelat terhadap sesepora logam.
Pengompleks
Pengompleks diperlukan untuk mengomplekskan logam yang ada dalam sediaan yang
dapat mengoksidasi.
Emulgator yang ideal untuk farmaseutika harus memenuhi persyaratan berikut:
a. Stabil.
b. Inert.
c. Bebas dari bahan yang toksik dan iritan.
d. Sebaiknya tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna.
e. Menghasilkan emulsi yang stabil pada tipe yang diinginkan.
Faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan emulgator. Berdasarkan harga HLB
butuh, umumnya kombinasi
1. Sifat ionik emulgator
Contoh emulgator menurut Remington Pharmaceutical Practice.
1. tipe emulsi M/A
- Cetomacrogol
- Macrogol eter misal cetomacrogol 1000
2. tipe A/M
- Adeps lanae
18
- Emulgid
Beberapa contoh Emulgator: Cetomacrogol 1000
o Cetomacrogol 1000
Kestabilan: stabil dalam asam dan basa kuat, adanya elektrolit kuat akan
mendorong pemisahan dari cetomacrogol, dapat terjadi otooksidasi selama
penyimpanan menyebabkan terbentuknya peroksida dan peningkatan keasaman
terus-menerus.
OTT: dengan sulfonamida, salisilat, senyawa fenolat, iodida, garam merkuri,
tannin, benzokain dan senyawa obat yang teroksidasi akan terjadi penghilangan
warna dan pengendapan; dapat menginaktivasi pengawet golongan fenolat
dengan terjadinya ikatan hydrogen pada atom oksigen dari gugus eternya.
Kegunaan: sebagai surfaktan nonionik digunakan sebagai emulgator untuk
emulsi A/M dan M/A, pengsolubilisasi minyak atsiri, vitamin berbentuk
minyak dan senyawa obat yang kelarutannya dalam air rendah.
Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam merancang sediaan krim, yakni :
Pemilihan zat aktif harus dalam bentuk aktifnya. Dimana zat aktif dari
sediaan Hydrocortison Cream 1 % ini yakni Hidrokortison serbuk halus.
Pemilihan basis krim harus sesuai dengan kestabilan zat aktif yang
digunakan. Basis krim dari sediaan Hydrocortison Cream 1 % ini yakni
paraffin liquid dan paraffin putih. Dimana keduanya merupakan basis
krim fase minyak.
Pemilihan zat pengawet, pengawet yang terdapat dalam sediaan
Hydrocortison Cream 1% ini yakni Chlorocresol, karena krim
mengandung banyak air yang merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan mikroorganisme. Dapat terjadi kontaminasi
mikroorganisme yang berasal dari bahan baku, alat maupun selama
penggunaan sediaan.
Pemilihan antioksidan, antioksidan yang terdapat dalam sediaan
Hydrocortison 1 % ini yakni Natrium Metabisulfit dimana berfungsi
untuk mencegah ketengikan yang disebabkan oleh minyak.
19
Pemilihan emulgator harus sesuai dengan tipe krim yang akan dibuat dan
harus tersatukan dengan zat aktif.
Emulgator yang terdapat dalm sediaan Hydrocortison Cream 1% ini
yakni Cetostearyl alkohol dan Cetomacrogol 1000, dimana keduanya
berfungsi sebagai emulgator yang dapat menyatukan kedua fase yang
terdapat dalam sediaan krim tersebut yakni fase air dan fase minyak yang
secara formula keduanya saling tidak bercampur.
Sehingga dengan adanya emulgator tegangan permukaan akan diturunkan
dan akan meningkatkan kontak antara kedua fase yang tidak saling
bercampur tersebut.
Pemilihan humektan atau pembasah, humektan yang terdapat dalam
sediaan Hydrocortison Cream 1 % ini yakni Propylene Glycol yang
berfungsi mencegah krim menjadi kering, Mencegah pembentukan kerak
dalam proses pengemasan dan memperbaiki konsistensi dan mutu suatu
krim sehingga memungkinkan krim menyebar tanpa harus digosok.
2.6 Prosedur pembuatan dan pertimbangannya
1. Siapkan fase minyak mencair pada 65o C, paraffin putih, setostearil Alkohol,
Cetomacrogol dan 3 % paraffin cair.
Pertimbangan : Dilakukan pencampuran dalam suhu 65O C karena agar didapat
basis krim yakni fase minyak yang benar – benar telah melebur dimana pada suhu
65O C semua bahan tersebut telah melebur sempurna. Dalam proses peleburan
dilakukan dari bahan yang mempunyai titik leleh yang paling tinggi kemudian
dicampur dengan bahan minyak lainnya dengan tujuan untuk menurunkan titik
leleh.
2. Siapkan serbuk Hidrokortison, tambahkan ke parafin cair 3 % dengan
Homogenizer Jenis Stirrer.
Pertimbangan : Metode ini disebut dengan metode triturasi, dimana metode ini
mencampurkan zat aktif (serbuk) yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis,
20
dimana dalam tahap ini yang akan dihancurkan ialah aglomerat yang terjadi
menjadi partikel yang serba sama. kemudian diaduk dengan alat Stirrer sampai
homogen.
3. Siapkan fasa air dengan melarutkan chlorocresol di propylene glycol. Larutkan
Natrium metabisulfit dalam aqua distilasi. Hitung jumlah keseimbangan aqua
distilasi dan panaskan sampai 65o C. Masukkan larutan Chlorocresol dan solusi
metabisulfit natrium.
Pertimbangan : Pada tahap ini dilakukan pencampuran chlorocresol dalam
propylene glycol pada suhu 65O C agar seluruhnya dapat tercampur dengan baik dan
homogen sehingga dengan adanya pemanasan akan memudahkan proses
pencampuran. Biasanya pencampuran bahan air dilakukan dalam keadaan suhu
lebih tinggi dari pada suhu pencampuran fase minyak hal ini agar didapat suatu
campuran yang baik dari kedua fase. Kemudian Natrium metabisulfit dilarutkan
dalam air karena menurut monografinya natrium metabisulfit larut dalam air.
Kemudian kedua fase air ini dicampurkan.
4. Campur fase minyak dan fase air pada sekitar 60o C. Campur baik dengan
pengadukan lambat.
Pertimbangan : Pada tahap ini kerja emulgator yakni cetostearyl alkohol dan
cetomacrogol 1000 sangat berpengaruh terhadap sediaan yang akan dibuat, dimana
dalam tahap ini tegangan permukaan antara fase air dan fase minyak yang
sebelumnya tidak saling bercampur akan diturunkan dan daya kontak antara
keduanya akan dinaikkan sehingga kedua fase tersebut akan saling bercampur,
tentunya faktor suhu sangat berpengaruh dalam tahap ini, dimana proses
pencampurannya harus dalam keadaan hangat atau panas. Agar basis tetap berada
dalam konsistensi yang baik.
21
5. Tambahkan serbuk Hidrokortison dan aduk selama 10 menit dengan pencampuran
dengan kecepatan konstan.
Pertimbangan : Dilakukan pencampuran selama 10 menit dengan kecepatan
konstan bertujuan untuk menjaga konsistensi bahan sehingga terbentuk krim yang
baik.
6. Tambahkan propylene glycol dan tambahkan aqua destilatta sampai 100 %
Pertimbangan : Dalam tahap ini penambahan propyleng glycol bertujuan sebagai
humektan atau pelembab atau pembasah dengan tujuan mencegah krim menjadi
kering, mencegah pembentukan kerak dalam proses pengemasan dan memperbaiki
konsistensi dan mutu suatu krim sehingga memungkinkan krim menyebar tanpa
harus digosok.
2.7 Evaluasi berdasarkan monografi sediaan di Farmakope
1. Isi minimum
2. Penetapan pH
3. Uji kebocoran tube
4. Identifikasi (tergantung monografi).
5. Uji penetapan kadar (Tergantung monografi).
6. Uji pelepasan bahan aktif dari sediaan
Prinsip : mengukur kecepatan pelepasan bahan aktif dari sediaan krim dengan
cara mengukur konsentrasi zat aktif dalam cairan penerima pada waktu tertentu.
Prosedur :
Sejumlah krim dioleskan pada cawan Petri, permukaan dibuat
serata mungkin.
Cairan penerima disiapkan (dapar, Lar. NaCl 0,9%, dll) dalam
gelas kimia 600 mldengan volume tertentu (ex. 250 mL). Kemudian gelas
kimia direndam dalam water bath bersuhu 370C. Pengaduk dipasang tepat
ditengah-tengah antara permukaan cairan penerima dengan krim, dengan
kecepatan 60 rpm.
22
Cawan Petri yang telah diolesi krim dimasukkan.
Cairan penerima dipipet pada waktu-waktu tertentu, missal pada
menit ke 5, 10, 15, 25, 30, 60, 90, 120, 180 dan 240.
Cairan yang dipipet diganti dengan cairan penerima yang sama,
bersuhu 37oC.
Kadar zat aktif dalam sample ditentukan dengan metode yang
sesuai, jika perlu diencerkan.
Jika komponen krim mengandung bahan yang dapat bercampur
dengan cairan penerima, maka pada permukaan krim dipasang membran
selofen sehingga krim tidak kontak langsung dengan cairan penerima.
Penafsiran hasil
Bahan aktif dinyatakan mudah lepas dari sediaan apabila pada waktu tunggu
(waktu pertama kali zat aktif ditemukan dalam cairan penerima) semakin kecil.
Dalam hal ini tergantung dari pembawa, penambahan komponen lain dan jenis
cairan penerima.
7. Penetapan potensi antibiotik
2.8 Evaluasi berdasarkan non Farmakope
Viskositas
Untuk mengetahui besarnya tahanan suatu cairan untuk mengalir. Makin
tinggi viskositas, makin besar tahanannya
Ukuran partikel:
Prinsip : perubahan reflektan pada panjang gelombang dimana fase dalam
berwarna mengabsorbsi sebagian cahaya yang masuk, ternyata berbanding terbalik
dengan suatu kekuatan dari diameter partikel.
Prosedur : sebarkan sejumlah krim yang membentuk lapisan tipis pada slide
mikroskop. Lihat di bawah mikroskop.
Syarat : Tidak boleh lebih dari 20 partikel berukuran >20μm, tidak boleh lebih
dari 2 partikel berukuran >50μm, dan tidak satupun partikel berukuran >90μm.
23
Stabilitas krim
Dilakukan uji percepatan dengan Agitasi atau sentrifugasi (mekanik)
Prosedur : sediaan disentrifuga dengan kecepatan tinggi (+ 30000 RPMO). Amati
adanya pemisahan atau tidak.
Menurut Becher : sentrifugasi 3750 rpm, radius 10 cm, 5 jam sebanding dengan
efek gravitasi 1 tahun. Ultrasentrifugassi 25000 rpm atau lebih sebanding dengan
efek yang tidak diamati selama umur normal emulsi/krim.
Uji Stabilitas dengan Manipulasi suhu (termik)
Prosedur : krim dioleskan pada kaca objek dan dipanaskan pada suhu 30, 40, 50,
60 dan 70 oC. Amati dengan bantuan indikator (ex. Sudan merah), mulai suhu
berapa terjadi pemisahan. Makin tinggi suhu, krim makin stabil.
Penentuan tipe emulsi
Uji kelarutan zat warna
Sedikit zat warna larut air, misal metilen biru atau biru brillian CFC diteteskan
pada permukaan emulsi. Jika zat warna terlarut dan berdifusi homogen pada
fase eksternal yang berupa air, maka tipe emulsi adalah M/A. Jika zat warna
tampak sebagai tetesan di fase internal, maka tipe emulsi adalah A/M. Hal
yang terjadi adalah sebaliknya jika digunakan zat warna larut minyak (Sudan
III).
Uji pengenceran
Uji ini dilakukan dengan mengencerkan emulsi dengan air. Jika emulsi
tercampur baik dengan air, tanpa adanya ketidakcampuran, maka tipe emulsi
adalah M/A. Hal ini dapat dilakukan dengan mikroskop untuk memberikan
visualisasi yang baik tentang tidak adanya ketidakcampuran.
24
Organoleptis
Uji tentang karakteristik sediaan yang dilakukan dengan menggunakan
bantuan panca indra meliputi,
- Bentuk : dengan indera mata diskripsikan bentuk
fisik sediaan.
- Warna : dengan indera mata diskripsikan warna
sediaan.
- Rasa : dengan indera peraba diskripsikan rasa sediaan.
- Bau : dengan indera penciuman diskripsikan aroma
sediaan.
Homogenitas
Prosedur : Timbang 0,5 g sediaan dan oleskan pada kaca bening transparan,
kemudian terawang dibawah lampu neon dan amati homogenitas, selanjutnya
apabila diraba terasa halus tidak ada partikel kasar.
pH
Untuk mengetahui kesesuaian pH sediaan dengan pH kulit.
Prosedur : Masukan kertas ph ke dalam druple plate, kemudian teteskan kertas
sampai seluruh kertas terbasahi, amati warna kertas lakmus dan cocokan
dengan indikator ph standar.
Daya sebar
Untuk mengetahui kecepatan penyebaran krim pada kulit yang sedang diobati
dan mengetahui kelunakan dari sediaan.
Prosedur : Timbang 0,5 g sediaan tempatkan ditengah kaca, timbang kaca
penutup, letakan kaca penutup pada basis sediaan dan biarkan 1 menit, ukur
diameter krim yang menyebar, timbang 50 g beban tambahan dan diamkan 1
menit lalu ulangi langkah ke tiga, ulangi percobaan selama 2 kali dengan
25
penambahan 50 g pada setiap pengujiannya diamkan 1 menit ukur
diameternya, lakukan replikasi 3 kali.
Daya lekat
Untuk mengetahui kemampuan krim melekat pada kulit.
Prosedur : Letakan 0,5 g sediaan diatas object glass yang telah diukur luasnya,
oleskan pada bagian yang halus, letakan object glass yang lain dengan diberi
beban 0,5 Kg selama 5 menit, lepaskan beban seberat 80 g sehingga menarik
object glass yang ada dibawah, catat waktu yang diperlukan untuk terlepasnya
kedua object glass tersebut, lakukan replikasi sebanyak 3 kali.
Daya proteksi
Prosedur : Ambil sepotong kertas saring ( 10 x 10 cm ). Basahi dengan larutan
phenolphthalein sebagai indicator hingga seluruh permukaannya terbasahi,
kemudiaan keringkan Olesi kertas tersebut dengan 0,5 g sediaan pada satu sisi
permukaan secara merata seperti lazimnya orang menggunakan krim,
Buat area 2,4 cm x 2,5 cm sebanyak 3 tempat pada kertas saring yang lain,
Oleskan paraffin padat yang di lelehkan pada bagian tepi ketiga urea yang
telah dibuat, Tempelkan kertas (3) diatas kertas (2), dimana
permukaan kertas (2) yang menempel pada kertas (3) adalah permukaan yang
diolesi denagn sediaan, Tetesi area yang telah dibuat dikertas (3)
denagn 1 tetes NaOH encer P (4%) atau NaOH LP, Amati timbulnya noda
kemerahan pada bagian kertas yang dibasahi dengan larutan
phenolphthalein (kertas 2),
Catat waktu yang diperlukanmulai kertas ditetesi NaOH
encer P hingga muncul warna merah, Lakukan replikasi 3x.
26
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Obat ini dibuat dalam bentuk sediaan cream dikarenakan bahan aktif yang
digunakan praktis tidak larut dalam air sehingga dibuat dalam sediaan topikal
dan menggunakan minyak dalam air.
Farmakokinetik sediaan topikal secara umum menggambarkan perjalanan bahan
aktif dalam konsentrasi tertentu yang diaplikasikan pada kulit dan kemudian
diserap ke lapisan kulit, selanjutnya didistribusikan secara sistemik.
Mekanisme kerja hydrokortison yakni menurunkan inflamasi dengan menekan
migrasi leukosit polimorfonuklear, dan peningkatkan permeabilitas kapiler.
Eksipien krim haruslah stabil, lunak, mudah dipakai dan terdistribusi merata.
Dalam merancang dan membuat prosedur suatu sediaan khususnya sediaan krim
perlu diperhatikan berbagai aspek yakni karakteristik bahan, interaksi bahan,
konsentrasi dan lain sebagainya yang dapat menjaga stabilitas serta konsistensi
krim sehingga terbentuk sediaan krim yang layak pakai.
Sediaan krim yang dibuat hendaknya memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan,
untuk itu evaluasi sediaan sangat penting demi menjaga mutu sediaan krim
tersebut.
27
3.2 Saran
Hendaknya dalam memformulasikan suatu sediaan harus benar-banar
memperhatikan karakteristik bahan, konsentrasi bahan, sifat dari masing-masing
bahan serta interaksi antar bahan yang besar kemungkinannnya sangat bias terjadi.
Sehingga dengan demikian sediaan yang diformulasikan akan menghasilkan suatu
sediaan yang benar-benar layak pakai dan seminimal mungkin dapat mengurangi
kekurangan dari sediaan krim tersebut.
Selain itu faktor lain yang perlu diperhatikan adalah pada proses
pembuatannya. Dengan mempertimbangkan karakteristik, konsentrasi dan interaksi
dari masig-masing bahan tadi, maka harus tepat dalam melakukan prosedur kerja yang
sebaik mungkin sesuai ketentuan, agar sediaan yang dibuat dapat memenuhi standar
evaluasi yang ditetapkan.
28
DAFTAR PUSTAKA
Kohli, “ Drug Formulation Manual “
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia ediai IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Departemen Kesehatan RI. 1978. Formularium Nasional edisi II. Jakarta
Anief. 2006. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : UGM Pres
Handbook of Pharmaceutical Excipients 14h ed.
Lachman, Teori dan Praktek Far. Ind., Hal 1081
Cooper & Guns
Pharmaceutical Codex" 12nd ed.
RPP, 2002
Art of Compounding
RPS 18th ed. 2002
Prof. Martin, Farmasi Fisik jilid I
29