laporan tutorial l8 blok 10

62
LAPORAN TUTORIAL BLOK 10 Disusun Oleh : KELOMPOK 8 ANGGOTA KELOMPOK : Fatimah Shellya 04111001023 Erniyati Puspita Sari 04111001026 Rike Lestari 04111001027 Ferry Krisnamurti 04111001065 Devin Fidela 04111001079 Zhazha SH 04111001081 Lianita 04111001083 Fajar Ahmad P 04111001084 Auliya Bella Oktarina 04111001099 Amelia YP 04111001115 Pratiwi Raissa Windiani 04111001122 Feddy Febriyanto M 04111001128 1

Upload: fajar-ahmad-prasetya

Post on 12-Aug-2015

146 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

tutorial malaria mikrobiologi

TRANSCRIPT

LAPORAN TUTORIAL

BLOK 10

Disusun Oleh :

KELOMPOK 8

ANGGOTA KELOMPOK :

Fatimah Shellya 04111001023

Erniyati Puspita Sari 04111001026

Rike Lestari 04111001027

Ferry Krisnamurti 04111001065

Devin Fidela 04111001079

Zhazha SH 04111001081

Lianita 04111001083

Fajar Ahmad P 04111001084

Auliya Bella Oktarina 04111001099

Amelia YP 04111001115

Pratiwi Raissa Windiani 04111001122

Feddy Febriyanto M 04111001128

PENDIDIKAN DOKTER UMUMFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2012

1

PESERTA DISKUSI

Moderator : Ferry Krisnamurti

Sekretaris : Devin Fidela

Pratiwi Raissa Windiani

Anggota : Fajar Ahmad Prasetya

Lianita

Zhazha SH

Fatimah Shellya

Auliya Bella Oktarina

Erniyati Puspita Sari

Amelia YP

Rike Lestari

Feddy Febriyanto M

2

DAFTAR ISI

Halaman Judul...............................................................................................

Daftar Isi........................................................................................................

Kata Pengantar...............................................................................................

Hasil Tutorial dan Belajar Mandiri.................................................................

1. Skenario..............................................................................................

2. Klarifikasi Istilah................................................................................

3. Identifikasi Masalah............................................................................

4. Analisis Masalah.................................................................................

5. Hipotesis

6. Keterkaitan Antar Masalah………………………………………….

7. Identifikasi Topik Permasalahan.........................................................

8. Restrukturisasi Masalah dan Penyusunan Kerangka Konsep.............

9. Sintesis................................................................................................

Kesimpulan…………………………………………………………..

Daftar Pustaka.................................................................................................

134

55

6720

3

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun haturkan kepada Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya

laporan tutorial A blok 9 ini dapat terselesaikan dengan baik.

Laporan ini bertujuan untuk memaparkan hasil yang didapat dari proses belajar

tutorial, yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran

Universitas Sriwijaya.

Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak- pihak yang terlibat

dalam pembuatan laporan ini, mulai dari tutor pembimbing, anggota kelompok 8 tutorial, dan

juga teman- teman lain yang sudah ikut membantu dalam menyelesaikan laporan ini.

Tak ada gading yang tak retak. Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan

ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik akan sangat bermanfaat bagi

revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.

Palembang, Juli 2012

Penyusun

4

1. SKENARIO A BLOK 10

Tn. Andi (30 tahun) dibawa ke IGD Rumah Sakit dengan keluhan tidak sadar dan kejang sejak 6 jam yang lalu. Keluarga pasien mengatakan bahwa sejak 10 hari yang lalu pasien mengalami demam yang diikuti dengan perasaan menggigil dan berkeringat. Pasien juga mengeluh lesu, nyeri kepala, nyeri pada tulang dan sendi, rasa tidak nyman pada perut serta diare ringan. BAK berwarna seperti kopi. Selama sakit tidak ada keluhan bicara pelo dan tidak ada keluhan anggota gerak yang lemah sesisi. Sebelumnya didapatkan riwayat bepergian ke Papua tiga minggu sebelum sakit. Tidak ada riwayat transfusi darah sebelumnya.

Pemeriksaan Fisik:Kesadaran GCS 9, TD: 110/70 mmHg, Nadi 90x/menit, RR: 24 x/menit, Temperatur: 38,6 oCKepala-leher: pupil isokor, RC (+/+) N, konjungtiva palpebra anemis, sklera ikterik, kaku kuduk (-)Thorax dalam batas normalAbdomen: Hepar & lien tak terabaEkstremita: reflek patella (+/+) N, dan reflek Babinsky (-)

Pemeriksaan Laboratorium:Hb 4,6 mg/dl, GDS 145 mg%,Preparat darah tebal didapatkan delicate ring dan gametosit berbentuk pisang, kepadatan parasit 13.800/µLPreparat darah tipis didapatkan P. Falciparum (+)Pemeriksaan penunjang yang lain belum dikerjakan karena tidak ada fasilitas.

2. KLARIFIKASI ISTILAH

- Pupil Isokor : Kesamaan ukuran pupil kedua mata.

- Bicara pelo : Bicara dengan artikulasi yang tidak jelas.

- Kesadaran GCS : Glasgow Coma Scale, skala kesadaran yang meninjau tiga fungsi yaitu: mata, gerak, motorik, verbal.

- Reflekx patella : Kontraksi m. Quadricep femoris dan ekstensi tungkai bila ligamentum diketuk.

- Reflex Babinsky : Dorsofleksi ibu jari kaki pada rangsangan telapak kaki, timbul

bila terdapat lesi pada traktus piramidalis.

-GDS : Glukosa Darah Sewaktu.

-RC (+/+)N : Refleks cahaya kedua mata (+) normal.

-Kepadatan Parasit 13.800/µL : Jumlah parasit per satuan volume.

5

-Kejang : Respon kontraksi otot rangka singkat yang ditimbulkan oleh

satu rentetan maksimal impuls-impuls pada neuron yang

mempersarafinya (Dorland edisi 28 hal 1133)

-Tidak sadar : tidak mampu berespon terhadap stimulus sensorik dan tidak

dapat merasakan pengalaman subjektif (Dorland edisi 28, hal

1138)

3. IDENTIFIKASI MASALAH

6

KENYATAAN KESESUAIAN

Tn Andi (30 tahun) tidak sadar & kejang sejak 6 jam

lalu.TSH

Sejak 10 hari yang lalu, pasien demam, menggigil,

berkeringat, lesu, nyeri kepala, nyeri pada tulang &

sendi. Rasa tidak nyaman pada perut, diare ringan,

BAK berwarna seperti kopi.

TSH

Didapatkan riwayat berpergian ke Papua 3 minggu

sebelum sakit.TSH

Pemeriksaan Fisik:

Kesadaran GCS 9, TD: 110/70 mmHg, Nadi

90x/menit, RR: 24 x/menit, Temperatur: 38,6 oC

Kepala-leher: pupil isokor, RC (+/+) N, konjungtiva

palpebra anemis, sklera ikterik, kaku kuduk (-)

Thorax dalam batas normal

Abdomen: Hepar & lien tak teraba

Ekstremita: reflek patella (+/+) N, dan reflek

Babinsky (-)

TSH

Pemeriksaan Laboratorium:

Hb 4,6 mg/dl, GDS 145 mg%,

Preparat darah tebal didapatkan delicate ring dan

gametosit berbentuk pisang, kepadatan parasit

13.800/µL

Preparat darah tipis didapatkan P. Falciparum (+)

Pemeriksaan penunjang yang lain belum dikerjakan

karena tidak ada fasilitas.

TSH

4. ANALISIS MASALAH

Masalah 1

Tn Andi (30 tahun) tidak sadar & kejang sejak 6 jam lalu.

a) Bagaimana mekanisme kejang dan tidak sadar terkait dengan skenario ini?

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1o C akan menaikan metabolisme basal 10-15%dan

kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berusia 3 tahun, sirkulasiotak mencapai

65% dari seluruh tubuh, dibandingkan orang dewasa yang hanya 15%. Jadipada kenaikan suhu

tubuh tertentu, dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membransel neuron,dan dalam waktu

yang singkat terjadi difusi ion K maupun Na melaluimembran. Perpindahan ini mengakibatkan lepas

muatan listrik yang besar, sehinggameluas ke membran sel lain melalui neurotransmitter, dan

terjadilah kejang.

Masalah 2

Sejak 10 hari yang lalu, pasien demam, menggigil, berkeringat, lesu, nyeri kepala, nyeri

pada tulang & sendi. Rasa tidak nyaman pada perut, diare ringan, BAK berwarna seperti

kopi.

a) Mengapa keluhan-keluhan terjadi pada 10 hari yang lalu?

terkait dengan masa inkubasi plasmodium falciparum yaitu 9-14 hari.

b) Bagaimana patofisiologi dari demam, menggigil, berkeringat? (Hubungan

ketiganya)

7

Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih dikarenakan

oleh “zat toksin” yang masuk ke dalam tubuh. Umumnya, keadaan sakit terjadi karena

adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam tubuh. Proses peradangan itu sendiri

sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh terhadap adanya serangan yang

mengancam keadaan fisiologis tubuh. Proses peradangan diawali dengan masuknya “racun”

ke dalam tubuh kita. Mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh umumnya memiliki suatu

zat toksin tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen. Dengan masuknya MO tersebut,

tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya yakni dengan memerintahkan “tentara

pertahanan tubuh” antara lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya

(fagositosis). Dengan adanya proses ini, tentara tubuh akan mengeluarkan pirogen endogen

(khususnya interleukin 1/IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang

keluar selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus untuk mengeluarkan suatu

substandi yakni asama arakhidonat. Asam arakhidonat bisa keluar dengan adanya bantuan

enzim fosfolipase A2. selanjutnya asam arakhidonat yang dikeluarkan hipotalamus akan

memacu pengeluaran prostaglandin (PGE2) yang dibantu oleh enzim siklookigenase (COX).

Pengeluaran prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus. Sebagai

kompensasinya, hipotalamus akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh ( di atas suhu

normal). Suhu di luar tubuh sekarang berada di bawah suhu dalam tubuh sehingga terjadi

peningkatan suhu dalam tubuh. Keadaan ini memberikan ketidakseimbangan dan akibatnya

8

terjadilah respon dingin (menggigil). Kemudian kontraksi otot (menggigil) memberikan

dampak berupa penurunan suplai darah ke jaringan. Sehingga tubuh akan mengeluarkan

panas berupa keringat.

c) Bagaimana mekanisme:

- Lesu

Lesu dalam skenario ini disebabkan oleh anemia. Anemia yang terjadi pada

skenario ini disebabkan oleh :

1. Proses invasi parasit

Prosesnya yaitu plasmodium (merozoit) yang menginvasi eritrosit akan merombak

Hb dan menghasilkan digesti berupa asam amino globin dan cincin hematin

(feriprotoporfirin IX). Asam amino globin akan digunakan untuk menyusun tubuh

plasmodium sehingga menjadi tropozoit, sedangkan cincin hematin yang tidak

terpakai akan menjadi hemozoin (pigmen kuning kecoklatan-hitam), nah proses

ini kemudian menyebabkan eritrosit pecah, dan hemozoin (zat toksik) akan keluar

dan memicu respon demam. Banyaknya sel darah merah yang pecah akibat

pertumbuhan aseksual parasit ini menyebabkan anemia.

2. Membran sel yang abnormal pada eritrosit yang terinfeksi dan tidak.

Membran sel yang abnormal akibat infeksi plasmodium menyebabkan terjadinya

hambatan magnesium-activated ATP-ase pada eritrosit yang menyebabkan

kegagalan pompa sodium, sehingga terjadi hiponatremia pada sel, akibatnya

kontraksi otot berkurang. Selain itu tejadi penurunan interaksi hemoglobin dan

dinding sel eritrosit yang menyebabkan terjadinya deformitas eritrosit sehingga

umur eritrosit memendek. Membran eritrosit yang tidak terinfeksi juga mengalami

perubahan sehingga terjadi bentuk rosette (bergerombolnya eritrosit yang

berparasit dengan eritrosit lainnya).

3. Bentuk rossete menghambat sirkulasi darah

Gangguan yang disebabkan pembentukan rosette, gumpalan yang menghambat

sirkulasi darah

4. Sitoadherensi

Adhesi endotel terhadap eritrosit yang terinfeksi parasit, menyebabkan eritrosit

matang tidak bersirkulasi lagi.

5. Pelepasan sitokin lokal

9

6. Respon imun

Respon imun untuk melawan parasit berarti menyerang eritrosit yang

mengandung parasit juga.

Semuanya berperan dalam peripheral pooling dan hambatan oksigenasi

jaringan. Terjadi peningkatan asam laktat, peningkatan rasio laktat/piruvat,

depresi respirasi mitokondria. Kekurangan oksigen menyebabkan fase recovery

untuk menghilangkan penumpukan asam laktat pun menjadi lambat. Hal itu

menyebabkan tubuh menjadi lesu karena asam laktat benar-benar terakumulasi,

dan pembentukan ATP terhambat.

- Nyeri kepala

Merozit Menginvasi eritrosit---tumbuh didalam eritrosit menjadi bentuk

matur---jumlah bertambah banyak, respon imun---permeabilitas sistemik

meningkat---tekanan intra cranial meningkat---nyeri kepala.

- Nyeri pada tulang dan sendis

Sintesis dan pelepasan pirogen endogen (sitokin) terinduksi dari pirogen

eksogenyang telah mengenali bakteri maupun jamur yang masuk ke dalam tubuh.

Virus pundapa t meng induks i p i rogen endogen me la lu i s e l yang

t e r i n f eks i . T idak hanya mikroorganisme; inflamasi, trauma, nekrosis

jaringan, dan kompleks antigen-antibodi pun mampu menginduksi pirogen

endogen.Pirogen eksogen dan endongen akan berinteraksi dengan

endotel dari kapiler-kap i l e r d i c i r cumven t r i cu l a r va scu l a r o rgan

s eh ingga meembua t konsen t r a s i  prostaglandin-E2(PGE2) meningkat.

PGE2 yang terstimulus tidak hanya yang di pusat,tetapi juga PGE2 di perifer.

Stimulus PGE2 di pusat akan memicu hipotalamus untuk meningkatkan set point-

nya dan PGE2 di perifer mampu menimbulkan rasa nyeri ditubuh (Kasper, 2005)

- Rasa tidak nyaman pada perut

Infeksi plasmodium kompleks parasit-antibodi difagisitosis oleh makrofag

dengan opsonisasi Ab mengaktivasi Th produksi limfokin & IFN γ

mengaktivasi monosit sekresi vasoaktifamin Histamin 2 ( H2) ↑sekresi asam

lambung >> nausea

10

- Diare ringan

Diare merupakan simtom yang dapat dijumpai pada penderita malaria

terutama timbul pada anak anak dan orang dewasa yang non-imun dengan

hiperparasitemia. Kejadian diare pada malaria bervariasi dari 5-38 %.

Mekanismenya belum jelas dan diperkirakan multifaktoral. TNF dan oksigen-

radikal bebas dua zat yang meningkat selama infeksi malaria, dicurigai sebagai

faktor yang mencederai liver pankreas dan usus halus, hal ini dapat mengarah ke

insiden diarrhea.

- BAK berwarna seperti kopi

RBC yg di hemolisis banyak sel hati tidak bisa mengeksresikan bilirubin

secepat pembentukannya konsentrasi plasma bilirubin meningkat di atas

normal kecepatan pembentukan urobilinogen dalam usus meningkat RBC

yang dieksresikan ke urin juga meningkat warna BAK seperti kopi

d) Adakah hubungan antar gejala-gejala yang dialami pada skenario ini?

Demam yang terjadi diduga berhubungan dengan proses skizogoni (pecahnya

merozoit atau skizon), pengaruh GPI (glycosyl phosphatidylinositol) atau

terbentuknya sitokin atau toksin lainnya.

1.      Periode dingin (15-60 menit), yaitu penderita selalu merasa kedinginan hingga

menggigil. Terjadi setelah pecahnya scizont dalam eritrosit sehingga keluar zat-zat

antigenik yang menyebabkan perasaan dingin dan menggigil.

2.      Periode panas (2-6 jam), dengan suhu sekitar 37,5o-40oC. panas badan tetap

tinggi selama beberapa jam.

3.      Periode berkeringat (2-4 jam), mengeluarkan keringat banyak dan temperatur

berangsur turun, sehingga penderita merasa telah sehat.

Kekuningan atau ikterus disebabkan karena hemolisis dan gangguan pada hepar.

Penderita terlihat pucat serta lemah karena mengalami anemia. Anemia ini

disebabkan oleh: (Mansjoer, 2001)

a.       Penghancuran eritrosit yang berlebihan

b.      Eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reduced survival time)

c.       Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum

tulang (diseritropoesis)

11

Masalah 3

Didapatkan riwayat berpergian ke Papua 3 minggu sebelum sakit.

a) Bagaimana epidemiologi dari penyakit pada skenario ini?

P.falciparum umumnya terdapat pada hampir semua negara dengan malaria;

P.Falciparum terdapat di Afrika, Haiti, dan Papua Nugini, Amerika Selatan, Asia

Tenggara, negara Oceania dan Indi. Di Indonesia timur : Kalimantan, Sulawesi

Tengah sampai Utara, Maluku, Papua dan Lombok sampai Nusa Tenggara Timur

merupakan daerah endemis malaria dengan P.falciparum dan P.vivax.

Keadaan lingkungan berpengaruh besar terhadap ada tidaknya malaria di suatu

daerah. Adanya danau air payau, genangan air di hutan, persawahan, pembukaan

hutan, tambak ikan, dan pertambangan di suatu daerah akan meningkatkan

kemungkinan timbulnya penyakit malaria, karena tempat-tempat tersebut merupakan

tempat perindukan nyamuk malaria.

Suhu dan curah hujan juga berperan penting dalam penularan penyakit

malaria. Biasanya, penularan malaria lebih tinggi pada musim hujan dibandingkan

kemarau. Air hujan yang menimbulkan genangan air, merupakan tempat yang ideal

untuk perindukan nyamuk malaria. Dengan bertambahnya tempat perindukan,

populasi nyamuk malaria juga bertambah sehingga bertambah pula jumlah

penularannya.

b) Adakah hubungan antara 3 minggu dari Papua dengan timbulnya keluhan?

Masa tunas instrinsik plasmodium falciparum berlangsung 9-14 hari, berarti ia

terinfeksi 7-12 hari setelah tiba di Papua.

Masalah 4

Pemeriksaan Fisik:

Kesadaran GCS 9, TD: 110/70 mmHg, Nadi 90x/menit, RR: 24 x/menit, Temperatur: 38,6 oC

Kepala-leher: pupil isokor, RC (+/+) N, konjungtiva palpebra anemis, sklera ikterik, kaku

kuduk (-)

Thorax dalam batas normal

Abdomen: Hepar & lien tak teraba

Ekstremita: reflek patella (+/+) N, dan reflek Babinsky (-)

12

a) Bagaimana interpretasi dari:

- Kesadaran GCS 9, TD: 110/70 mmHg, Nadi 90x/menit, RR: 24 x/menit, Temperatur:

38,6 oC

1. Kesadaran GCS

Glasgow Coma Scale (GCS) adalah skala yang menilai tiga fungsi , yaitu mata (E=eyes),

verbal (V), dan gerak motorik (M). Ketiga fungsi masing-masing dinilai dan pada akhirnya

dijumlahkan dan hasilnya merupakan derajat kesadaran. Semakin tinggi nilai menunjukkan

semakin baik nilai kesadaran.

Respon Mata (Eyes)

1. Tidak dapat membuka mata

2. Mata membuka dengan rangsang nyeri. Biasanya rangsang nyeri pada dasar kuku-kuku

jari; atau tekanan pada supraorbita, atau tulang dada, atau tulang iga

3. Mata membuka dengan rangsang suara. (jangan keliru dengan pasien yang baru terbangun

dari tidur, pasien seperti demikian mendapat nilai 4 bukan 3)

4. Mata membuka spontan

Respon Verbal (V)

1. Tidak ada respon suara

2. Suara-suara tak berarti (mengerang/mengeluh dan tidak berbentuk kata-kata)

3. Kata-kata tidak berhubungan (Berkata-kata acak atau berseru-seru, namun tidak sesuai

percakapan

4. Bingung atau disorientasi (pasien merespon pertanyaan tapi terdapat kebingungan dan

disorientasi)

5. Orientasi baik (pasien merespon dengan baik dan benar terhadap pernyataan, seperti nama,

umur, posisi sekarang dimana dan mengapa, bulan, tahun, dsb)

Respon Motorik (M)

1. Tidak ada respon gerakan

2. Ekstensi terhadap rangsang nyeri (abduksi jari tangan, bahu rotasi interna, pronasi lengan

bawah,ekstensi pergelangan tangan)

3. Fleksi abnormal terhadap rangsang nyeri (adduksi jari-jari tangan, bahu rotasi interna,

pronasi lengan bawah, flexi pergelangan tangan)

13

4. Flexi/penarikan terhadap rangsang nyeri (fleksi siku, supinasi lengan bawah, fleksi

pergelangan tangan saat ditekan daerah supraorbita; menarik bagian tubuh saat dasar kuku

ditekan)

5. Dapat melokalisasi nyeri (gerakan terarah dan bertujuan ke arah rangsang nyeri; misal

tangan menyilang dan mengarah ke atas klavikula saat area supraorbita ditekan

6. Dapat bergerak mengikuti perintah (melakukan gerakan sederhana seperti yang diminta)

Interpretasi

Nilai masing-masing elemen dan jumlah keseluruhan sangatlah penting, sehingga nilai ditulis

dalam bentuk, misalnya “GCS 9 = E2 V4 M3 pada 07:35″.

Pada orang dengan respon sangat baik GCS nya 15, pada orang yang tidak sadar sama

sekali GCS nya 3. Kesadaran orang menurun bila GCS kurang dari 15, dan pasien dikatakan

koma jika GCS < 8 atau lebih rendah.

Jadi dalam skenario ini GCS 9 berarti telah terjadi penurunan kesadaran yang hampir

mendekati koma.

Penyebab kelainan

Sitoadherensi adalah peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi P.falsiparum.

pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Sitoadherensi menyebabkan eritrosit

matur tidak beredar kembali dalam sirkulasi. Parasit dalam eritrosit matur yang tinggal dalam

jaringan mikrovaskuler disebut eritrosit matur yang mengalami sekuestrasi. Hanya

P.falciparum yang mengalami sekuestrasi, karena pada plasmodium lainnya seluruh siklus

terjadi di pembuluh darah perifer. Sekuestrasi terjadi di organ-organ vital dan hampir semua

jaringan dalam tubuh. Sekuestrasi tertinggi terdapat di otak

Rossetting adalah suatu fenomena perlekatan antara satu buah eritrosit yang

mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non parasit

sehingga berbentuk seperti bunga. Tempat melekat pada permukaan eritrosit yang terinfeksi

dikenal sebagai knob yang terdrir atas protein yang dikode oleh genom parasit. Protein ini

disebut PfEMP yang sangat bervariasi. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya

rossetting adalah golongan darah dimana terdapat antigen golongan darah A dan B yang

bertindak sebagai reseptor pada permukaan eritrosit yang terinfeksi parasit. Rossetting

menyebabkan obstruksi aliran darah lokal atau dalam jaringan sehingga mempermudah

terjadinya sitoadherensi.

Penurunan kesadaran diduga terjadi akibat adanya sumbatan kapiler pembuluh darah

otak sehingga terjadi anoksia otak. Sumbatan karena eritrosit berparasit sulit melalui kapiler

karena proses sitoadherensi dan sekuestrasi parasit.

14

2. Tekanan Darah

- Normal : 120/80

- 110/70 : hipotensi ringan

- Penyebab kelainan : Anemia menyebabkan vasodilatasi perifer, akibatnya tekanan

darah sedikit rendah saat diperiksa, karena suplai utama di organ vital jadi vasokonstriksi

terjadi di dalam tubuh untuk menyuplai organ vital.

3. Denyut nadi

- Normal : 60-100/menit

- Denyut nadi 90 : normal

4. Respiration Rate (RR)

- Normal : 12-20/menit

- 24/menit : tidak normal

- Penyebab kelainan : eritrosit yang mengandung Hb(F/Hb mengikat 02) banyak pecah,

sehingga tubuh kekurangan O2, dikompensasi dengan pernafasan yang cepat.

5. Temperatur

- Normal : 36-37oC

- 38,6 : Sedikit tinggi

- Penyebab kelainan : Peningkatan metabolisme tubuh akibat demam, yang

menyebabkan peningkatan panas tubuh

- Kepala-leher: pupil isokor, RC (+/+) N, konjungtiva palpebra anemis, sklera ikterik,

kaku kuduk (-)

kepala-leher : pupil isokor normal, RC (+/+) normal, konjungtiva palpebra anemis

tidak normal karena :

a.      Penghancuran eritrosit yang berlebihan

b.      Eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reduced survival time)

c.      Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang

(diseritropoesis)

- Thorax dalam batas normal

- Abdomen: Hepar & lien tak teraba

- Ekstremita: reflek patella (+/+) N, dan reflek Babinsky (-)

Normal

15

Masalah 5

Pemeriksaan Laboratorium:

Hb 4,6 mg/dl, GDS 145 mg%,

Preparat darah tebal didapatkan delicate ring dan gametosit berbentuk pisang, kepadatan

parasit 13.800/µL

Preparat darah tipis didapatkan P. Falciparum (+)

a) Bagaimana interpretasi dari:

- Hb 4,6 mg/dl, GDS 145 mg%

Kadar Hb :

-Wanita normal 120 g/L to 160 g/L (12.0 g/dL to 16.0 g/dL)

-Laki-laki normal 140 g/L to 180 g/L (14.0 g/dL to 18.0 g/dL)

-GDS normal < 200mg/dl

- Preparat darah tebal didapatkan delicate ring dan gametosit berbentuk pisang,

kepadatan parasit 13.800/µL

- Preparat darah tipis didapatkan P. Falciparum (+)

Didapati jenis parasitnya adalah P.Falciparum.

b) Adakah pemeriksaan penunjang lain?

A. Pemeriksaan Mikroskopis.

Pemeriksaan penunjang malaria dapat dilakukan menggunakan sediaan darah tebal dan tipis dilihat menggunakan mikroskop untuk menentukan ada tidaknya parasit, jenis dan kepadatan parasit.Kepadatan parasit

(a) Semi kuantitatif :

(-) = negatif. Jika tidak ditemukan parasit dalam 100 lapang pandang besar (LPB).

(+) = positif 1. Jika ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB.

(++)= positif 2. Jika ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB.

(+++) = positif 3. Jika ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB.

(++++) = positif 4. Jika ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB.

(b). Kuantitatif :

16

Jumlah parasit dihitung berdasarkan per mikro liter darah pada sediaan darah tebal (leukosit) atau tipis (eritrosit). Contoh, bila ditemukan 1500 parasit tiap 200 leukosit, dan jumlah leukosit 8000/mikroliter maka jumlah parasit = 8000/200 x 1500 =60.000 parasit / mikroliter. Contoh lain ditemukan 50 parasit per 1000 eritrosit, jumlah eritrosit 450.000 maka jumlah parasit = 450.000/1000 x 50 = 225.000/mikroliter darah.

B. Rapid Diagnostic Test.

Tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria secara imunokromatografi dalam bentuk dipstik. Tes ini bermanfaat pada uni gawat darurat, pada saat terjadi KLB dan di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas serta untuk keperluan survei.

Tes yang tersedia di pasaran pada saat ini mengandung :

1. HRP-2 (histidine rich protein -2) yang diproduksi tropozoit, skizon dan gametosit muda P. falciparum.

2. Enzim parasite lactate dehydrogenase (p-LDH) dan aldolase yang diproduksi oleh parasit dalam bentuk aseksual atau seksual P. falciparum, P. vivax, P. ovale dan P. malariae.

Kemampuan tes rapid pada umumnya ada 2 jenis yakni :

1. Single yang mampu mendiagnosis hanya P. falciparum.2. Combo yang mampu mendiagnosis infeksi baik P. falciparum maupun non- P.

falciparum.

C. Pemeriksaan PCR (Polimerase Chain Reaction)

Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan teknologi amplifikasi DNA, waktu dipakai

cukupcepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi. Keunggulan tes ini walaupun

jumlah parasitsangat sedikit dapat memberikan hasil positif. Tes ini baru dipakai sebagai

sarana penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin.

D. Pemeriksaan penunjang untuk malaria berat.

1.hemoglobin dan hematokrit

2. Jumlah leukosit, trombosit

3. Kimia darah (glukosa, bilirubin, SGOT & SGPT, alkali fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, kalium, natrium dan analisis gas darah)

4. EKG

5. Foto toraks

6. Analisis LCS

7. Biakan darah dan uji serologi

17

Pemeriksaan secara immunoserologis dapat dilakukan dengan melakukan deteksi antigen maupun antibodi dari Plasmodium pada darah penderita.

a. Deteksi antigen spesifik.

Teknik ini menggunakan prinsip pendeteksian antibodi spesifik dari parasit Plasmodium yang ada dalam eritrosit. Beberapa teknik yang dapat dipilih diantaranya adalah :

- Radio immunoassay

- Enzym immunoassay

- Immuno cromatography

Penemuan adanya antigen pada teknik ini memberikan gambaran pada saat dilakukan pemeriksaan diyakini parasit masih ada dalam tubuh penderita. Kelemahan dari teknik tersebut adalah tidak dapat memberikan gambaran derajat parasitemia.

b. Deteksi antibodi.

Teknik deteksi antibodi ini tidak dapat memberikan gambaran bahwa infeksi sedang berlangsung. Bisa saja antibodi yang terdeteksi merupakan bentukan reaksi immunologi dari infeksi di masa lalu. Beberapa teknik deteksi antibodi ini antara lain :

- Indirect Immunofluoresense Test (IFAT)

- Latex Agglutination Test

- Avidin Biotin Peroxidase Complex Elisa

8. Urinanalisis

9. Pemeriksaan ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay)

c) Bagaimana parasitologi dari P. Falciparum?

Infeksi parasit malaria mulai bila nyamuk anopheles betina menggigit manusia

dan nyamuk akan melepaskan sporozoit ke dalam pembuluh darah dimana sebagian

besar dalam waktu 45 menit akan menuju ke hati dan sebagian kecil sisanya akan mati

di darah. Di dalam sel parenkim hati mulailah perkembangan aseksual ( intrahepatic

schizogony atau pre-erythrocytes schizogony ). Perkembangan ini memerlukan waktu

5,5 hari untuk plasmodium falciparum. Setelah sel parenkim hati terinfeksi, terbentuk

sizont hati yang apabila pecah akan mengeluarkan banyak merozoit ke sirkulasi darah.

Setelah berada dalam sirkulasi darah merozoit akan menyerang eritrosit dan masuk

melalui reseptor permukaan eritrosit. Reseptor untuk P. Falciparum diduga yaitu

glycophorins. Dalam waktu kurang dari 12 jam parasit berubah bentuk menjadi ring,

pada P. Falciparum menjadi bentuk stereo-headphones, yang mengandung kromatin

dalam intinya dikelilingi sitoplasma. Parasit tumbuh setelah memakan hemoglobin

dan dalam metabolismenya membentuk pigment yang disebut hemozoin. Dinding

18

eritrosit membentuk tonjolan yang disebut knob yang nantinya penting dalam proses

cytoadherence dan rosetting. Setelah 36 jam invasi kedalam eritrosit, parasit berubah

menjadi sizont, dan bila sizont pecah akan mengeluarkan 6-36 merozoit dan siap

menginfeksi eritrosit yang lain.

Di dalam darah sebagian parasit akan membentuk gamet jantan dan betina, dan bila

nyamuk menghisap darah manusia yang sakit akan terjadi siklus seksual dalam tubuh

nyamuk. Setelah terjadi perkawinan akan terbentuk zygote dan menjadi lebih

bergerak menjadi ookinet yang menembus dinding perut nyamuk dan akhirnya

menjadi bentuk oocyst yang akan menjadi masak dan mengeluarkan sporozoit yang

akan bermigrasi ke kelenjar ludah nyamuk dan siap menginfeksi manusia.

d) Bagaimana cara pemeriksaan apusan darah tebal & tipis?

Preparat Darah Tebal

Diwarnai dengan meggunakan pewarnaan Giemsa atau Field’stain. Preparat

ini digunakan untuk melihat ada/ tidaknya gametosit,mengidentifikasi ada tidaknya

parasit seperti malaria, tripanosoma, microfilaria, dan lain-lain. Ciri-ciri sediaan apus

darah tebal yaitu lebih banyak membutuhkan darah untuk pemeriksaan dibandingkan

dengan sediaan apus darah tipis, jumlah selnya lebih banyak dalam satu lapang

pandang, dan bentuknya tidak sama seperti dalam sediaan apus darah tipis.

Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5 menit (diperkirakan 100 lapang pandangan

dengan pembesaran kuat). Preparat dinyatakan negative bila setelah diperiksa 200

lapang pandangan dengan perbesaran kuat 700-1000 kali tidak ditemukan parasit.

Preparat Darah Tipis

Diwarnai dengan menggunaka pewarnaan Wright atau Giemsa. Preparat ini

digunakan untuk melihat perubahan bentuk eritrosit dan identifikasi spesies

plasmodium. Ciri-ciri sediaan apus darah tipis yaitu lebih sedikit membutuhkan darah

untuk pemeriksaan dibandingkan dengan sediaan apus darah tebal, morfologinya akan

terlihat lebih jelas dan perubahan pada eritrosit juga dapat terlihat lebih jelas.

5. HIPOTESIS

19

Tn Andi. 30 tahun, menderita penyakit Malaria Tropicana akibat infeksi dari P.

Falciparum.

6. KETERKAITAN ANTAR MASALAH

7. KERANGKA KONSEP

8. LEARNING OBJECTIVE

20

Invasi parasit ke eritrosit

Eritrosit matur mengalami sitoadhetensi

Tidak bersikulasi

diare

Tekanan darah turun

Sakit kepala

Anemia (hipoksia jaringan)

Hemozoin (zat toksik)

HCL meningkatEritrosit berumur pendek

hemoglobinuria

RR meningkat

Tidak nyaman perut

Asam amino globin untuk perkembangan

parasit

Cincin hematin

Degradasi Hb

Nyeri tulang & sendi

Respon histamin

BAK berwarna kopi

Menyumbat kapiler otak

Tidak sadar

Terbentuk knob

Rosseting

Hb turun

Temperatur turun (homeostasis)

berkeringat

Temperatur naik

Respon demam & menggigil

Hemolisis >

hiperbilirubinemia

Sklera ikterik

Pokok Bahasan

What IKnow

What I don`tKnow

How I will learn

Malaria Epidemiologi, jenis-jenis parasit penyebab malaria

Patologi, manifestasi klinik, diagnosis

IPD UI, Patofisiologi Price& Wilson, pdf, dll

Plasmodium falciparum

Siklus hidup, morfologi

IPD UI, Patofisiologi Price& Wilson, pdf, dll

Pemeriksaan apusan darah

Perbedaan, kegunaan, cara kerja

IPD UI, Patofisiologi Price& Wilson, pdf, dll

Pemeriksaan fisik

Kegunaan, cara kerja, interpretasi

IPD UI, Patofisiologi Price& Wilson, pdf, dll

10. SINTESIS

1) Malaria

Epidemiologi Malaria dapat ditemukan mulai dari belahan bumi utara (Amerika Utara sampai Eropa dan Asia) ke belahan bumi selatan (Amerika Selatan); mulai dari daerah dengan ketinggian 2850 m sampai dengan daerah yang letaknya 400m di bawah permukaan laut. Malaria di suatu daerah dapat ditemukan secara autokton, impor, induksi, introduksi, atau reintroduksi. Di daerah yang autokton, siklus hidup malaria dapat berlangsung karena adanya manusia yang rentan, nyamuk dapat menjadi vektor dan ada parasitnya. Introduksi malaria timbul karena adanya kasus kedua yang berasal dari kasus impor. Malaria reintroduksi bila kasus malaria muncul kembali yang sebelumnya sudah dilakukan eradikasi malaria. Malaria impor terjadi bila infeksinya berasal dari luar daerah (daerah endemi malaria). Malaria induksi bila kasus berasal dari transfusi darah, suntikan, atau kongenital yang tercemar malaria. Keadaan malaria di daerah endemi tidak sama. Derajat endemisitas dapat diukur dengan berbagai cara seperti angka limpa, angka parasit, dan angka sporozoit, yang disebut angka malariometri. Sifat malaria juga dapat berbeda dari satu daerah ke daerah lain, yang tergantung pada beberapa faktor, yaitu : parasit yang terdapat pada pengandung parasit, manusia yang rentan, nyamuk yang dapat menjadi vektor, dan lingkungan yang dapat menunjang kelangsungan hidup masing-masing.Batas dari penyebaran malaria adalah 64°LU (Rusia) dan 32°LS (Argentina). Ketinggian yang dimungkinkan adalah 400 meter di bawah permukaan laut (Laut mati dan Kenya) dan 2600 meter di atas permukaan laut (Bolivia). Plasmodium vivax

21

mempunyai distribusi geografis yang paling luas, mulai dari daerah beriklim dingin, subtropik sampai ke daerah tropik. Plasmodium falciparum jarang sekali terdapat di daerah yang beriklim dingin Plasmodium ovale pada umumnya dijumpai di Afrika di bagian yang beriklim tropik, kadang-kadang dijumpai di Pasifik Barat. Penyakit malaria banyak dijumpai lebih dari 100 negara di Asia, Amerika (bagian Selatan), Afrika, daerah oceania, dan kepulauan caribia. Adapun negara-negara yang bebas dari malaria, seperti Australia , Eropa (kecuali Rusia), Hongkong, Singapura, Japan, Thaiwan, Canada dan lain lain dikarenakan vektor kontrolnya baik. Walaupun demikian di negara-negara tersebut makin banyak dijumpai kasus malaria yang di import oleh pendatang dari negara malaria atau penduduknya yang mengunjungi daerah-daerah malaria.Di Indonesia, penyakit malaria tersebar diseluruh pulau dengan derajat endemisitas yang berbeda-beda dan dapat berjangkit di daerah dengan ketinggian sampai 1800 meter diatas permukaan laut. Indonesia kawasan timur, mulai dari Kalimantan, Sulawesi Tengah sampai ke Utara, Maluku, Irian jaya, Lombok, NTT, Bangka Belitung merupakan daerah endemis malaria dengan P. falciparum dan Vivax. P. malariae terdapat di daerah beberapa provinsi seperti NTT, Lampung, Papua, begitupun dengan ovale. Berdasarkan penelitian Litbangkes, P. vivax dan Falciparum terdapat di Bangka Belitung. Prevalensi malaria di Provinsi Bangka Belitung sebesar 48%.

Berdasarkan dari tingginya SPR (side positive rate ), endemisitas daerah dibagi menjadi :1. HIPOENDEMIK : bila parasit rate atau spleen rate 0-10%2. MESOENDEMIK : bila parasit rate atau spleen rate 10-50%3. HIPERENDEMIK : bila parasit rate atau spleen rate 50-75%4. HOLOENDEMIK : bila parasit rate atau spleen rate >75%Parasit rate dan spleen rate ditentukan pada pemeriksaan anak-anak usia 2-9 tahun. Pada daerah holoendemik banyak penderita pada anak-anak dengan anemia berat, pada daerah hiperendemik dan mesoendemik mulai banyak malaria serebral pada usia kanak-kanak (2-10 tahun) , sedangkan pada daerah hipoendemik / daerah tidak stabil banyak dijumpai pada orang dewasa dengan gangguan fungsi hati dan ginjal serta malaria serebral.

VEKTOR MALARIA DI INDONESIA Indonesia merupakan daerah yang sangat luas yang terdiri dari pulau-pulau dari Sabang sampai Merauke. Vektor penyakit malaria di Indonesia melalui nyamuk anopheles. Anopheles dapat disebut vektor malaria disuatu daerah, apabila species anopheles tersebut di daerah yang bersangkutan telah pernah terbukti positif mengandung sporosoit didalam kelenjar ludahnya. Disuatu daerah tertentu apabila terdapat vektor malaria dari salah satu species nyamuk anopheles, belum tentu di daerah lain juga mampu menularkan penyakit malaria. Nyamuk anopheles dapat dikatakan sebagai vektor malaria apabila memenuhi suatu persyaratan tertentu diantaranya seperti yang di sebutkan dibawah ini.

22

1. Kontaknya dengan manusia cukup besar. 2. Merupakan species yang selalu dominan. 3.Anggota populasi pada umumnya berumur cukup panjang, sehingga memungkinkan perkembangan dan pertumbuhan plasmodium hingga menjadi sporosoit 4. Ditempat lain terbukti sebagai vektor

Ada beberapa jenis vektor malaria yang perlu diketahui diantaranya. 1. An. Aconitus. 2. An. Sundaicus. 3. An. Maculatus. 4. An. Barbirostris.

An. Aconitus Vektor An. Aconitus pertama sekali ditemukan oleh Donitz pada tahun 1902. Vektor jenis An. aconitus betina paling sering menghisap darah ternak dibandingkan darah manusia. Perkembangan vektor jenis ini sangat erat hubungannya dengan lingkungan dimana kandang ternak yang ditempatkan satu atap dengan rumah penduduk. Vektor Aconitus biasanya aktif mengigit pada waktu malam hari, hampir 80% dari vektor ini bisa dijumpai diluar rumah penduduk antara jam 18.00 -22.00. Nyamuk jenis Aconitus ini hanya mencari dm-ah didalam rumah penduduk. Setelah itu biasanya langsung keluar. Nyamuk ini biasanya suka hinggap didaerah-daerah yang lembab. Seperti dipinggir-pinggir parit, tebing sungai, dekat air yang selalu basah dan lembab. Tempat perindukan vektor Aconitus terutama didaerah pesawahan dan saluran irigasi. Persawahan yang berteras merupakan tempat yang baik untuk perkembangan nyamuk ini. Selain disawah, jentik nyamuk ini ditemukan pula ditepi sungai yang airnya mengalir perlahan dan kolam air tawar. Distribusi dari An- Aconims, terdapat hubungan antara densitas dengan umur padi disawah. Densitas mulai meninggi setelah tiga - empat minggu penanaman padi dan mencapai puncaknya setelah padi berumur lima sampai enam minggu. An. Sundaicus An. Sundaictus pertama sekali ditemukan oleh Rodenwalt pada tahun 1925. Pada vektor jenis ini umurnya lebih sering menghisap darah manusia dari pada darah binatang. Nyamuk ini aktif menggigit sepanjang malam tetapi paling sering antara pukul 22.00 - 01.00 dini hari. Pada waktu malam hari nyamuk masuk ke dalam rumah untuk mencari darah, hinggap didinding baik sebelum maupun sesudah menghisap darah. Perilaku istirahat nyamuk ini sangat berbeda antara lokasi yang satu dengan lokasi yang lainnya. Di pantai Selatan Pulau Jawa dan pantai Timur Sumatera Utara, pada pagi hari, sedangkan di daerah Cilacap dan lapangan dijumpai pada pagi hingga siang hari, jenis vektor An. Sundaicus istirahat dengan hinggap didinding rumah penduduk. Jarak terbang An. Sundaicus betina cukup jauh. Pada musim densitas tinggi, masih dijumpai nyamuk betina dalam jumlah cukup banyak disuatu tempat yang berjarak kurang lebih 3 kilometer (Km) dari tempat perindukan nyamuk tersebut .

23

Vektor An. Sundaicus biasanya berkembang biak di air payau, yaitu campuran antara air tawar dan air asin, dengan kadar garam optimum antara 12% -18%. Penyebaran jentik di tempat perindukan tidak merata di permukaan air, tetapi terkumpul ditempat-tempat tertutup seperti diantara tanaman air yang mengapung, sampah dan rumput - rumput di pinggir Sungai atau pun parit. Genangan air payau yang digunakan sebagai tempat berkembang biak, adalah yang terbuka yang mendapat sinar matahari langsung. Seperti pada muara sungai, tambak ikan, galian -galian yang terisi air di sepanjang pantai dan lain -lain. An. Maculatus. Vektor An. Maculatus pertama sekali ditemukan oleh Theobaldt pada tahun 1901. Vektor An. Maculatus betina lebih sering mengiisap darah binatang daripada darah manusia. Vektor jenis ini akti fmencari darah pada malam hari antara pukul 21.00 hingga 03.00 Wib. Nyamuk ini berkembang biak di daerah pegunungan. Dimana tempat perindukan yang spesifik vektor An. Maculatus adalah di sungai yang kecil dengan air jernih, mata air yang mendapat sinar matahari langsung. Di kolam dengan air jemih juga ditemukan jentik nyamuk ini, meskipun densitasnya rendah. Densitas An. Maculatus tinggi pada musim kemarau, sedangkan pada musim hujan vektor jenis ini agak berkurang karena tempat perindukan hanyut terbawa banjir. An. Barbirostris. Vektor An. Barbirotris pertama sekali diidentifikasi oleh Van der Wulp pada tahun 1884. Jenis nyamuk ini di Sumatera dan Jawa jarang dijumpai menggigit orang tetapi lebih sering dijumpai menggigit binatang peliharaan. Sedangkan pada daerah Sulawesi, Nusa Tenggara Timur dan Timor- Timur nyamuk ini lebih sering menggigit manusia daripada binatang. Jenis nyamuk ini biasanya mencari darah pada waktu malam hingga dini hari berkisar antara pukul 23.00 -05.00. Frekuensi mencari darah tiap tiga hari sekali. Pada siang hari nyamuk jenis ini hanya sedikit yang dapat ditangkap, didalam rumah penduduk, karena tempat istirahat nyamuk ini adalah di alam terbuka. paling sering hinggap pada pohon-pohon seperti pahon kopi, nenas dan tanaman perdu disekitar rumah. Tempat berkembang biak (Perindukan) vektor ini biasanya di sawah –sawah dengan saluran irigasinya kolam dan rawa-rawa. Penyebaran nyamuk jenis ini mempunyai hubungan cukup kuat dengan curah hujan disuatu daerah. Dari pengamatan yang dilakukan didaerah Sulawesi.

EtiologiPenyebab infeksi malaria ialah plasmodium, yang selain mengiunfeksi manusia juga menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptile, dan mamalia. Plasmodium pada manusia menginfeksi eritrosit dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan di eritrosit. Pembiakan seksual terjadi di tubuh nyamuk yaitu anopheles betina. Spesies plasmodium pada manusia : •P. Falciparum : penyebab malaria tropica •P. Vivax : penyebab malaria tertiana

24

•P. Ovale : penyebab malaria ovale •P. Malariae : penyebab malaria malariaeWaktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala klinis, yang ditandai demam. •P. Falciparum : 9 – 14 (12) hari •P. Vivax : 12 - 17 (15) hari •P. Ovale : 16 - 18 (17) hari •P. Malariae : 18 - 40 (28) hari Parasit malaria yang terdapat di IndonesiaPlasmodium malaria yang sering dijumpai ialah plasmodium vivax yang menyebabkan malaria tertian dan plasmodium falsifarum yang menyebabkan malaria tropika.

Siklus Hidup PlasmodiumPatogensis (siklus hidup parasit plasmodium)

1. Sporozoit dikeluarkan dari kelenjar ludah nyamuk Anopheles betina dan disuntikkan ke dalam kulit pada waktu nyamuk menggigit manusia. Sporozoit “berkelana” mengikuti aliran darah dan akhirnya masuk ke dalam hepar. Di dalam hepar, parasit tadi matang dan menjadi skizon jaringan. Parasit kemudian dikeluarkan ke dalam aliran darah dalam bentuk merozoit dan menyebabkan infeksi simptomatis karena parasit menyerang dan menghancurkan eritrosit. P. vivax dan P. ovale mampu “bersembunyi” (dormant) di dalam hepar dan disebut sebagai hipnozoit. P. vivax dan P. ovale dapat menyebabkan relapsing malaria. Selama di dalam aliran darah, merozoit menyerang eritrosit dan mematangkan diri menjadi bentuk cincin, trofozoit, dan skizon. Skizon melisis eritrosit sambil melengkapi proses maturasinya dan mengeluarkan generasi merozoit berikutnya yang akan menyerbu eritrosit yang belum terinfeksi.

2. Di dalam eritrosit, beberapa parasit berdiferensiasi menjadi bentuk seksual (gametosit jantan dan Betina. Apabila parasit tadi dihisap oleh nyamuk Anopheles betina, gametosit jantan akan kehilangan flagelum dan berubah menjadi gamet jantan. Gamet jantan akan memfertilisasi gamet betina dan akan menghasilkan zigot. Zigot menginvasi usus nyamuk dan berkembang menjadi ookista (oocyst). Ookista matur memproduksi sporozoit. Sporozoit bermigrasi ke kelenjar ludah nyamuk dan akan mengulangi siklus.

Masa Inkubasi Parasita.Plasmodium vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan menyebabkan malaria tertiana/ vivaks (demam pada tiap hari ke tiga).

25

b.Plasmodium falciparum, memberikan banyak komplikasi dan mempunyai perlangsungan yang cukup ganas, mudah resisten dengan pengobatan dan menyebabkan malaria tropika/ falsiparum (demam tiap 24-48 jam).c.Plasmodium malariae, jarang ditemukan dan menyebabkan malaria quartana/malariae (demam tiap hari empat).d.Plasmodium ovale, dijumpai pada daerah Afrika dan Pasifik Barat, diIndonesia dijumpai di Nusa Tenggara dan Irian, memberikan infeksi yang paling ringan dan dapat sembuh spontan tanpa pengobatan, menyebabkan malaria ovale.Masa inkubasi malaria bervariasi tergantung pada daya tahan tubuh dan spesies plasmodiumnya. Masa inkubasi Plasmodium vivax 14-17 hari, Plasmodium ovale 11-16 hari, Plasmodium malariae 12-14 hari dan Plasmodium falciparum 10-12 hari (Mansjoer, 2001).

PatogenesisTerjadinya infeksi oleh parasit Plasmodium ke dalam tubuh manusia dapat terjadi melalui dua cara yaitu :1. Secara alami melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang mengandung parasit malaria2. Induksi yaitu jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam darah manusia, misalnya melalui transfuse darah, suntikan, atau pada bayi yang baru lahir melalui plasenta ibu yang terinfeksi (congenital).

Sporozoit malaria dilepaskan ke dalam darah dan dalam beberapa menit akan menempel dan menginvasi sel hati dengan cara berikatan dengan reseptor hepatosit pada protein plasma thrombospondin dan properdin, yang terletak di basolateral permukaan hepatosit. Di dalam sel hati, parasit malaria bermultiplikasi. Setelah sel hati pecah, merozoit (aseksual, bentuk darah haploid) sebanyak 30,000 (P. falciparum, sedangkan 20,000 untuk P. Malariae) untuk keluar. Setelah dilepaskan, merozoit P.falciparum berikatan oleh parasit molekul seperti lektin dengan protein sialic pada molekul glycophorin di permukaan sel darah merah. ( Merozoit P. vivax berikatan dengan antigen Duffy pada sel darah merah oleh lektin). Setelah masuk ke dalam sel darah merah, parasit akan bereplikasi di dalam membran vakuola digestive dan akan mengeluarkan beberapa enzim protease dari organel spesial yang disebut rhoptry. Enzim protease ini berfungsi untuk menghidrolisis hemoglobin. Setelah sel pecah, merozoit keluar dan mulai menginfeksi sel darah merah yang lain, dan beberapa merozoit lainnya berkembang menjadi gametosit yang menginfeksi nyamuk saat menghisap darah manusia.Selama parasit malaria matang di dalam sel darah merah, ia mengubah bentuknya dari stadium ring menjadi schizont dan mensekresi protein yang membentuk benjolan 100 nm di permukaan sel darah merah yang disebut knob. Protein malaria yang ada di permukaan knob disebut sequestrin. Sequestrin ini berikatan dengan sel endotelial oleh ICAM-1, yang merupakan reseptor thrombospondin, dan glycophorin CD46 yang dapat menyebabkan sel darah merah yang terinfeksi sel darah merah terbuang dari sirkulasi.

26

Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit , inang dan lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Oleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan menyebabkan anemia. Beratnya anemia tidak sebanding dengan parasitemia, hal ini menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Diduga terdapat toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah saat melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit.Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hiperplasi dari retikulum disertai peningkatan makrofag.Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami perubahan struktur dan biomolekuler sel untuk mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme transpor membran sel, penurunan deformabilitas, pembentukan knob, ekspresi varian non antigen di permukaan sel, sitoadherensi, sekuestrasi dan rosetting, peranan sitokin dan NO (Nitrik Oksida) 8.Menurut pendapat ahli lain patogenesis malaria berat atau malaria falciparum dipengaruhi oleh faktor parasit dan faktor penjamu (host). Yang termasuk ke dalam faktor parasit adalah intensitas transmisi, densitas parasit dan virulensi parasit. Sedangkan yang termasuk ke dalam faktor penjamu adalah tingkat endemisitas daerah tempat tinggal, genetik, usia, status nutrisi, dan status imunologi. Parasit dalam eritrosit (EP) secara garis besar mengalami 2 stadium, yaitu stadium cincin pada 24 jam I dan stadium matur pada 24 jam ke II. Permukaan EP stadium cincin akan menampilkan antign RESA (Ring-erythrocyte surgace antigen) yang menghilang setelah parasit masuk stadium matur. Permukaan membran EP stadium matur akan mengalami penonjolan dan membentuk knob dengan Histidin Rich Protein-1 (HRP-1) sebagai komponen utamanya. Selanjutnya bila EP tersebut mengalami merogoni, akan dilepaskan toksin malaria berupa GP1 yaitu glikosilfosfatidilinositol yang merangsang pelepasan TNF-α dan IL-1 dari makrofag.

Timbulnya manifestasi klinis dimulai dari :

Keterangan :•Sitoadherensi ialah perlekatan antara EP stadium matur pada permukaan endotel vaskular.•Sekuestrasi ialah Parasit dalam eritrosit matur yang tinggal dalam jaringan mikrovaskular karena sitoadherensi menyebabkan EP matur tidak beredar kembali dalam sirkulasi.

27

•Rosetting ialah berkelompoknya EP matur yang diselubungi 10 atau lebih eritrosit yang non-parasit. Rosseting ini menyebabkan obstruksi aliran darah lokal/dalam jaringan sehingga mempermudah terjadinya sitoadherensi.•Sitokin. Sitokin terbentuk dari sel endotel, monosit, dan makrofag setelah mendapat stimulasi dari malaria toksin (LPS, GP1). Sitokin ini antara lain : TNF-α, IL-1, IL-6, IL-3, LT (lymphotoxin), dan IFN-γ.

Patofisiologi malaria sangat kompleks dan mungkin berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut :1. Penghancuran eritrosit yang terjadi oleh karena :-Pecahnya eritrosit yang mengandung parasit-Fagositosis eritrosit yang mengandung dan tidak mengandung parasitAkibatnya terjadi anemia dan anoksia jaringan dan hemolisis intravaskuler2. Pelepasan mediator Endotoksin-makrofagPada proses skizoni yang melepaskan endotoksin, makrofag melepaskan berbagai mediator endotoksin.3. Pelepasan TNFMerupakan suatu monokin yang dilepas oleh adanya parasit malaria. TNF ini bertanggung jawab terhadap demam, hipoglikemia, ARDS.4. Sekuetrasi eritrositEritrosit yang terinfeksi dapat membentuk knob di permukaannya. Knob ini mengandung antigen malaria yang kemudian akan bereaksi dengan antibody. Eritrosit yang terinfeksi akan menempel pada endotel kapiler alat dalam dan membentuk gumpalan sehingga terjadi bendungan.

Patologi malariaSporozoit pada fase eksoeritrosit bermultiplikasi dalam sel hepar tanpa menyebabkan reaksi inflamasi, kemudian merozoit yang dihasilkan menginfeksi eritrosit yang merupakan proses patologi dari penyakit malaria. Infeksi eritrosit ini mengakibatkan 250 juta kasus malaria dan 2 juta kematian setiap tahunnya di seluruh dunia. Proses terjadinya patologi malaria serebral yang merupakan salah satu dari malaria berat adalah terjadinya perdarahan dan nekrosis sekitar venula dan kapiler. Kapiler dipenuhi leukosit dan monosit, terjadi sumbatan pembuluh darah oleh roset eritrosit yang terinfeksi.

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis malaria tergantung pada imunitas penderita, tingginya transmisi infeksi malaria. Berat/ringannya infeksi dipengaruhi oleh jenis plasmodium, daerah asal infeksi, umur, dugaan konstitusi genetic, kesehatan dan nutrisi, kemoprofilaktis, dan pengobatan sebelumnya.1. Demam. Demam mempunyai dua stadium yaitu : stadium frigoris (menggigil) yang berlangsung selama 20-60 menit, kemudian stadium akme (puncak demam) selama 1-4 jam, lalu memasuki stadium surodis selama 1-3 jam dimana penderita

28

banyak berkeringat. Serangan demam ini umumnya diselingi masa tidak demam. Pada malaria tertiana demam timbul setiap 2 hari, pada malaria quartana timbul setiap 3 hari; sedangkan pada malaria tropikal demam bersifat “hectic”, timbul tidak teratur. Bila tidak diobati, karena kekebalan yang timbul, demam ini akan hilang dalam 3 bulan. Dan jika keadaan tubuh lemah dapat terjadi relaps. 2. Pembesaran Limpa. Pada malaria tertiana, limpa membesar mulai minggu kedua, sedangkan pada malaria tropika pada hari ke-3 sampai 4, limpa membesar karena harus menghilangkan eritrosit yang pecah. Pada infeksi kronik hepar juga akan membesar.3. Anemia. Bervariasi dan ringan sampai berat. Paling berat pada infeksi “plasmodium falciparum”. Eritrosit juga menjadi lebih mudah melekat satu dengan yang lain dan dengan endotel, sehingga lebih mudah timbul trombus.

Gejala Patologik1. Masa tunas intrinsik berakhir dengan timbulnya serangan demam pertama.

Serangan demam yang khas terdiri atas 3 stadium : a. stadium ferigoris (menggigil) ; b. stadium acme (puncak demam) ; c. stadium sudoris (berkeringat banyak, suhu turun). Serangan demam berbeda-beda sesuai dengan jenis malaria. a. Kekambuhan dapat bersifat : a. Rekrudensi (short term relapse) : timbul

karena marasit malaria dalam eritrosit menjadi banyak. Timbul beberapa minggu setelah penyakit sembuh . b. Rekuren (long term relapse) karena parasit ekso-eritrosit masuk kedalam darah dan menjadi banyak. Biasanya timbul 6 bulan setelah penyakit sembuh.

2. Hipertrofi dan hiperplasi sistim retikuloendotelial menyebabkan limpa membesar. Sel makrofag bertambah dan dalam darah terdapat monositosis.

3. Anemia dapat terjadi oleh karena: a. Eritrosit ysng diserang hancur pada sporulasi. b. Derajat fagositosis RES meningkat, akibatnya banyak eritrosit hancur.

Manifestasi umum malariaMalaria memiliki gambaran karakteristik demam periodic, anemia, dan splenomegali. Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing plasmodium. Keluhan prodormal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa kelesuhan, malaise, sakit kepala, sakit belakang, merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan, anoreksia, perut tak enak, diare ringan dan kadang-kadang dingin. Keluhan prodormal sering terjadi pada P.ovale dan P.vivax, sedang pada Pfalsiparum dan P.malariae sering tidak jelas bahkan dapat timbul mendadak. Gejala yang klasik yaitu terjadinya Trias Malaria secara berurutan:1. Periode dingin (15-60) menit2. Periode panas3. Periode berkeringatTrias Malaria lebih sering terjadi pa P.vivax, pada P.falsiparum menggigil dapat berlangsung berat atau tidak ada. Periode tidak panas belangsung 12 jam pada P.falsiparum, 36 jam pada P.vivax dan P.ovale, 60 jam pada P.malariae.

29

Anemia merupakan gejala yang paling sering dijumpai pada infeksi malaria. Pembesaran limpa sering dijumpai pada penderita malaria, limpa akan teraba setelah 3 hari dari serangan infeksi akut, limpa menjadi bengkak, nyeri dan hiperemis. Limpa merupakan organ yang penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi malaria.Beberapa keadaan klinik dalam perjalanan infeksi malaria:1. Serangan primer: masa dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi serangan paroksismal yang terdiri dari dingin / menggigil, panas, dan berkeringat. Serangan paroksismal ini dapat pendek atau panjang tergantung dari perbanyakan parasit dan keadaan imunitas penderita2. Periode laten : yaitu periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadinya infeksi malaria. Biasanya terjadi diantara 2 keadaan paroksismal. 3. Recrudescence: yaitu berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam masa 8 minggu sesudah berakhirnya serangan primer. Recrudescence dapat terjadi berupa berulangnya gejala klinik sesudah periode laten dari serangan primer.4. Recurrence: yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu berakhirnya serangan primer. 5. Relaps atau rechute: yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama dari waktu diantara serangan periodic dari infeksi primer yaitu setelah periode yang lama dari masa laten (sampai 5 tahun), biasanya terjadi karena infeksi tidak sembuh atau oleh bentuk diluar eritrosit atau hati pada malaria vivax atau ovale.Jenis-jenis MalariaMenurut Harijanto (2000) pembagian jenis-jenis malaria berdasarkan jenis plasmodiumnya antara lain sebagai berikut :a. Malaria Tropika (Plasmodium Falcifarum) Malaria tropika/ falciparum malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat, ditandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia yang banyak dan sering terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika menyerang semua bentuk eritrosit. Disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Plasmodium ini berupa Ring/ cincin kecil yang berdiameter 1/3 diameter eritrosit normal dan merupakan satu-satunya spesies yang memiliki 2 kromatin inti (Double Chromatin).

Klasifikasi penyebaran Malaria Tropika:Plasmodium Falcifarum menyerang sel darah merah seumur hidup. Infeksi Plasmodium Falcifarum sering kali menyebabkan sel darah merah yang mengandung parasit menghasilkan banyak tonjolan untuk melekat pada lapisan endotel dinding kapiler dengan akibat obstruksi trombosis dan iskemik lokal. Infeksi ini sering kali lebih berat dari infeksi lainnya dengan angka komplikasi tinggi (Malaria Serebral, gangguan gastrointestinal, Algid Malaria, dan Black Water Fever).

b. Malaria Kwartana (Plasmoduim Malariae) Plasmodium Malariae mempunyai tropozoit yang serupa dengan Plasmoduim vivax, lebih kecil dan sitoplasmanya lebih kompak/ lebih biru. Tropozoit matur mempunyai granula coklat tua sampai hitam dan kadang-kadang mengumpul sampai

30

membentuk pita. Skizon Plasmodium malariae mempunyai 8-10 merozoit yang tersusun seperti kelopak bunga/ rossete. Bentuk gametosit sangat mirip dengan Plasmodium vivax tetapi lebih kecil. Ciri-ciri demam tiga hari sekali setelah puncak 48 jam. Gejala lain nyeri pada kepala dan punggung, mual, pembesaran limpa, dan malaise umum. Komplikasi yang jarang terjadi namun dapat terjadi seperti sindrom nefrotik dan komplikasi terhadap ginjal lainnya. Pada pemeriksaan akan di temukan edema, asites, proteinuria, hipoproteinemia, tanpa uremia dan hipertensi.

c. Malaria Ovale (Plasmodium Ovale) Malaria Tersiana (Plasmodium Ovale) bentuknya mirip Plasmodium malariae, skizonnya hanya mempunyai 8 merozoit dengan masa pigmen hitam di tengah. Karakteristik yang dapat di pakai untuk identifikasi adalah bentuk eritrosit yang terinfeksi Plasmodium Ovale biasanya oval atau ireguler dan fibriated. Malaria ovale merupakan bentuk yang paling ringan dari semua malaria disebabkan oleh Plasmodium ovale. Masa inkubasi 11-16 hari, walau pun periode laten sampai 4 tahun. Serangan paroksismal 3-4 hari dan jarang terjadi lebih dari 10 kali walau pun tanpa terapi dan terjadi pada malam hari.

d. Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax) Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax) biasanya menginfeksi eritrosit muda yang diameternya lebih besar dari eritrosit normal. Bentuknya mirip dengan plasmodium Falcifarum, namun seiring dengan maturasi, tropozoit vivax berubah menjadi amoeboid. Terdiri dari 12-24 merozoitovale dan pigmen kuning tengguli. Gametosit berbentuk oval hampir memenuhi seluruh eritrosit, kromatinin eksentris, pigmen kuning. Gejala malaria jenis ini secara periodik 48 jam dengan gejala klasik trias malaria dan mengakibatkan demam berkala 4 hari sekali dengan puncak demam setiap 72 jam.

Dari semua jenis malaria dan jenis plasmodium yang menyerang system tubuh, malaria tropika merupakan malaria yang paling berat di tandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemis yang banyak, dan sering terjadinya komplikasi.

Manifestasi malaria tertiana Inkubasi 12-17 hari, kadang-kadang lebih panjang 12-20 hari. Pada hari pertama panas irregular, kadang-kadang remitten atrau intermitten, pada saat tersebut perasaan dingin atau menggigil jarang terjadi. Pada akhir minggu tipe panas menjadi intermitten dan periodic setiap 48 jam dengan gejala klasik Trias Malaria. Serangan paroksismal biasanya terjadi waktu sore hari. Kepadatan parasit mencapai maksimal dalam waktu 7-14 hari. Pda minggu kedua limpa mulai teraba. Parasitemia mulai menurun setelah 14 hari, liumpa masih membesar dan panas masih berlangsung, pada akhir minggu kelima panas mulai menurun secara krisis.

31

Pada malaria vivax manifestasi klinik dapat berlangsung secara berat tetapi kurang membahayakan, limpa dapat membesar sampai derajat 4/5. Malaria serebral jarang terjadi. Edema tungkai terjadi karena hipoalbuminemia. Mortalitas malaria vivax rendah tetapi morbiditas tinggi karenma seringnya terjadi relaps. Pada penderita yang semi imun kelangsungan malaria vivax tidak spesifik dan ringan, parasitemia rendah, serangan demam pendek dan penyembuhan lebih cepat. Relaps sering terjadi karena keluarnya bentuk hipnozoit yang tertinggal di hati pada saat status imun tubuh menurun.Manifestasi klinis malaria Quartana/ Malariae Banyak dijumpai di daerah Afrika, Amerika latin, dan sebagian Asia. Penyebarannya tidak seluas P.vivax dan P.falsiparum. masa inkubasi 18-40 hari. Manifestasi klinik seperti pada malaria vivax hanya berlangsung lebih ringan, anemia jarang terjadi, splenomegali sering dijumpai walaupun pemeriksaan ringan. Biasanya pada waktu sore dan parasitemia sangat rendah <1%. Manifestasi klinis malaria Ovale Merupakan bentuk yang paling ringan dari semua jenis malaria. Masa inkubasi 11-16 hari, serangan paroksismal 3-4 hari terjadi malam hari dan jarang lebih dari 10 kali walaupun tanpa terapi. Apabila terjadi infeksi campuran dengan plasmodium lain, maka P.Ovale tidak akan tampak di darah tepi, tetapi plasmodium lain yang akan ditemukan. Gejala klinis hampir sama dengan vivax, lebih ringan, puncak panas lebih rendah dan perlangsungan lebih pendek, dan dapat sembuh spontan tanpa pengobatan. Serangan menggigil jarang terjadi dan splenomegali jarang sampai dapat diraba.Manifestasi klinis Malaria Tropika/M.falsiparum Malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat, ditandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia sering dijumpai, dan sering terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika mempunyai perlangsungan yang cepat, dan parasitemia yang tinggi dan menyerang semua bentuk eritrosit. Gejala prodormal yang sering dijunpai yaitu sakit kepala, nyeri belakang/tungkai, perasaan dingin, mual, muntah dan diare. Parasit sulit ditemui dengan pengobatan supresif. Panas biasanya ireguler dan tidak periodik, sering terjadi hiperpireksia dengan temperatur diatas 40oC. Gejala lain berupa konvulsi, pneumonia aspirasi dan banyak keringat walaupun temperatur normal. Apabila infeksi memberat nadi cepat, nausea, muntah, diarea menjadi berat dan diikuti kelainan paru (batuk). Splenomegali dijumpai lebih sering dari hepatomegali dan nyeri pada perabaan; hati membesar dapat disertai timbulnya ikterus. Kelainan urin dapat berupa albuminaria, hialin dan kristal yang granuler. Anemia lebih menonjol dengan leukopenia dan monositosis.

2) Plasmodium falciparumNama penyakitP. falciparum menyebabkan malaria falciparum atau malaria tropika.

Distribusi geografikP.falciparum ditemukan di daerah tropik, terutama di Afrika dan Asia Tenggara. Di Indonesia parasit ini tersebar di seluruh kepulauan.

32

Morfologi dan daur hidupP. falciparum merupakan spesies yang paling berbahaya karena penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi berat. Perkembangan aseksual dalam hati hanya menyangkut fase praeritrosit saja; tidak ada fase eksoeritrosit yang dapat menimbulkan relaps seperti pada infeksi P.vivax dan P.ovale yang mempunyai hipnozoit dalam sel hati. Stadium dini yang dapat dilihat dalam hati adalah skizon yang berukuran + 30 mikron pada hari keempat setelah infeksi. Jumlah merozoit pada skizon matang (matur) kira-kira 40.000 buah. Dalam darah bentuk cincin stadium trofozoit muda P.falciparum sangat kecil dan halus dengan ukuran kira-kira seperenam diameter eritrosit. Pada bentuk cincin dapat dilihat dua butir kromatin; bentuk pinggir (marginal) dan bentuk accole sering ditemukan. Beberapa bentuk cincin dapat ditemukan dalam satu eritrosit (infeksi multiple). Walaupun bentuk marginal, accole, cincin dengan kromatin ganda dan infeksi multiple dapat juga ditemukan dalam eritrosit yang terinfeksi spesies Plasmodium lain tetapi sifat ini lebih sering ditemukan pada P.falciparum. Hal ini penting untuk membantu diagnosis spesies. Bentuk cincin P.falciparum kemudian menjadi lebih besar, berukuran seperempat dan kadang-kadang hampir setengah diameter eritrosit dan mungkin dapat disangka P.malariae. Sitoplasmanya dapat mengandung satu atau dua butir pigmen. Stadium perkembangan dasar aseksual berikut pada umumnya tidak berlangsung dalam darah tepi, kecuali pada kasus berat (pernisiosa). Adanya skizon muda dan skizon matang P.falciparum dalam sediaan darah tepi berarti keadaan infeksi berat, sehingga merupakan indikasi untuk tindakan pengobatan cepat. Stadium skizon muda P.falciparum dapat dikenal dengan mudah oleh adanya satu atau dua butir pigmen yang menggumpal. Pada spesies parasit lain terdapat 20 atau lebih butir pigmen pada stadium skizon yang lebih tua.Bentuk cincin dan trofozoit tua menghilang dari darah tepi setelah 24 jam dan tertahan di kapiler alat dalam, seperti otak, jantung, plasenta, usus atau sumsum tulang, di tempat ini parasit berkembang lebih lanjut. Dalam waktu 24 jam parasit di dalam kapiler berkembang biak secara skizogoni. Bila skizon sudah matang, akan mengisi kira-kira dua pertiga eritrosit dan membentuk 8-24 buah merozoit, dengan jumlah rata-rata 16 buah merozoit. Skizon matang P.falciparum lebih kecil daripada skizon matang parasit matang yang lain. Derajat infeksi pada jenis malaria ini lebih tinggi dari spesies lainnya, kadang-kadang melebihi 500.000/µL darah. Dalam badan manusia parasit tidak tersebar merata di kapiler alat dalam sehingga gejala klinis malaria falciparum dapat berbeda-beda. Sebagian besar kasus berat dan fatal disebabkan eritrosit yang dihinggapi parasit menggumpal dan menyumbat kapiler.Eritrosit yang mengandung trofosoit tua dan skizon mempunyai titik-titik kasar yang tampak jelas (titik Maurer) tersebar pada dua pertiga bagian eritrosit.Pembentukan gametosit juga berlangsung di kapiler alat-alat dalam, tetapi kadang-kadang stadium muda dapat ditemukan di daerah tepi. Gametosit muda mempunyai bentuk agak lonjong, kemudian menjadi lebih panjang atau berbentuk elips; akhirnya mencapai bentuk khas seperti sabit atau pisang sebagi gametosit matang. Gametosit

33

untuk pertama kali tampak di daerah tepi setelah beberapa generasi mengalami skizogoni; biasanya 10 hari setelah parasit pertama kali tampak dalam darah. Gametosit betina atau makrogametosit biasanya lebih langsing dan lebih panjang dari gametosit jantan atau mikrogametosit dan sitoplasmanya lebih biru dengan pulasan Romanowsky/Giemsa. Intinya lebih kecil dan padat, berwarna merah tua dan butir-butir pigmen tersebar disekitar inti. Mikrogametosit berbentuk lebih lebar seperti sosis. Sitoplasmanya biru pucat atau agak kemerah-merahan dan intinya berwarna merah muda, besar dan tidak padat; butir-butir pigmen tersebar di sitoplasma sekitar inti. Jumlah gametosit pada infeksi P.falciparum berbeda-beda, kadang-kadang sampai 50.000-150.000 /L darah; jumlah ini tidak pernah dicapai oleh spesies Plasmodium lain pada manusia.Walaupun skizogoni eritrosit pada P.falciparum selesai dalam kurun waktu 48 jam dan periodisitasnya khas tersiana, sering kali terdapat dua atau lebih kelompok parasit, dengan sporulasi yang tidak sinkron, sehingga periodisitas gejala menjadi tidak teratur, terutama pada permulaan serangan malaria. Siklus seksual P.falciparum dalam nyamuk umumya sama seperti Plasmodium yang lain. Siklus berlangsung 22 hari pada suhu 200 C; 15 sampai 17 hari pada suhu 250C dan 10 sampai 11 hari pada suhu 250-28 0C. Pigmen pada ookista berwarna agak hitam dan butir-butirnya relatif besar, membentuk pola pada kista sebagai lingkaran ganda sekitar tepinya, tetapi dapat tersusun sebagai lingkaran kecil di pusat atau sebagai garis lurus ganda. Pada hari kedelapan pigmen tidak tampak, kecuali beberapa butir masih dapat dilihat.

Patologi dan Gejala KlinisMasa tunas intrinsik malaria falsiparum berlangsung 9-14 hari. Penyakitnya mulai dengan nyeri kepala, punggung, perasaan dingin, mual, muntah atau diare ringan. Demam mungkin tidak ada atau ringan dan penderita tidak tampak sakit; diagnosis pada stadium ini tergantung dari anamnesis riwayat bepergian ke daerah endemic malaria.Penyakit berlangsung terus, nyeri kepala, punggung lebih hebat dan keadaan umum memburuk. Pada stadium ini penderita tampak gelisah, pikau mental (mental confusion). Demam tidak teratur dan tidak menunjukkan periodisitas yang jelas. Keringat keluar banyak walaupun demamnya tidak tinggi. Nadi dan napas menjadi cepat. Mual, muntah dan diare menjadi lebih hebat, kadang-kadang batuk oleh karena kelainan paru. Limpa membesar dan lembek pada perabaan. Hati membesar dan tampak ikterus ringan. Kadang-kadang dalam urin ditemukan albumin dan torak hialin atau torak granular. Ada anemia ringan dan leukopenia dengan monositosis serta trombositopenia. Bila stadium dini penyakit dapat didiagnosis dan diobati dengan baik, maka infeksi dapat segera diatasi. Sebaliknya bila tidak segera ditangani, penderita dapat jatuh ke malaria berat.Penderita malaria falciparum berat biasanya datang dalam keadaan kebingungan atau mengantuk dalam keadaannya sangat lemah (tidak dapat duduk atau berdiri). Pada pemeriksaan darah ditemukan P.falciparum stadium aseksual (trofozoit dan/atau skizon)dan penyebab yang lain (infeksi bakteri atau virus) disingkirkan. Selain itu, dapat ditemukan satu atau lebih keadaan di bawah ini:

34

Malaria otak dengan koma Anemia normositik berat Gagal ginjal akut Asidosis metabolic dengan gangguan pernapasan Hipoglikemia Edema paru akut Syok dan sepsis Perdarahan abnormal Kejang umum yang berulang Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit Haemoglobinuria Demam tinggi Hiperparasitemia

Mortalitas malaria berat masih cukup tinggi, yaitu 20-50% dan hal ini tergantung umur penderita, status imun, asal infeksi, fasilitas kesehatan serta kecepatan menegakkan diagnosis dan pengobatan. Prognosis penderita malaria falsiparum berat akan jauh lebih baik bila penderita sudah ditangani dalam 48 jam sejak masuk ke stadium malaria berat.

DiagnosisDiagnosis malaria falsiparum dapat dibuat dengan menemukan parasit stadium trofozoit muda (bentuk cincin) tanpa atau dengan stadium gametosit dalam sediaan darah tepi. Sediaan darah tebal jauh lebih sensitif daripada sediaan darah tipis pada infeksi dengan jumlah parasitemia rendah. Secara umum, semakin tinggi jumlah parasit dalam darah tipis, semakin tinggi pula kemungkinan terjadinya malaria berat. Hal ini terutama ditemukan pada penderita non-imun. Malaria berat dapat juga terjadi dengan parasit yang rendah dalam darah tepi. Walaupun sangat jarang, dapat juga ditemukan penderita tanpa parasitemia dalam darah tepi, tetapi pada autopsi terbukti adanya parasit dalam berbagai kapiler alat dalam.

Data EpidemiologiSekitar 49,7 % populasi atau 107.785.000 dari 217.328.000 penduduk Indonesia hidup di daerah yang beresiko menjadi tempat penyebaran penyakit malaria. Malaria masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, semua provinsi di Indonesia punya area yang beresiko tinggi menjadi daerah jangkitan penyakit malaria. Usai menerima bantuan obat antimalaria dari pemerintah Republik Rakyat China (RRC), hampir 70 % atau 309 dari 441 kabupaten/kota di Indonesia punya area yang beresiko menjadi daerah penularan malaria. Masih ditemukan 300 ribu hingga 400 ribu kasus positif malaria setiap tahun.

Data Departemen Kesehatan menunjukkan tahun 2007 jumlah populasi beresiko terjangkit malaria diperkirakan sebanyak 116 juta orang sementara jumlah kasus malaria klinis yang dilaporkan 1.775.845 kasus (Annual Malaria Incidence/AMI=15,3/1000 penduduk). Dari jumlah kasus malaria klinis yang

35

dilaporkan sebanyak 930 ribu diantaranya terjangkau pemeriksaan darah (cakupan pemeriksaan darah 52,4 %) dan jumlah kasus positif malaria sebanyak 311.790 kasus (Annual Parasite Incidence/API=2,6 per mil). Sementara angka temuan kasus positif malaria selama 2006 dilaporkan sebanyak 340.400 kasus.Untuk mengendalikan vektor penular penyakit malaria, pemerintah melakukan manajemen vektor terpadu yang meliputi upaya pemberantasan nyamuk penular dengan berbagai metode dan memberikan bantuan kelambu berpestisida kepada masyarakat yang tinggal di daerah endemis malaria. Penyuluhan mengenai cara penularan malaria serta upaya pencegahan dan penanggulangannya, juga dilakukan secara berlanjut untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya penanggulangan penyakit malaria. Penanggulangan malaria selanjutnya juga dilakukan dengan menyediakan obat anti-malaria, kelambu dan obat penyucihama di fasilitas kesehatan yang berada di daerah endemis malaria. Berbagai upaya juga dilakukan untuk meningkatkan akses masyarakat di daerah endemis terhadap sarana kesehatan dan tenaga kesehatan. Salah satu daerah epidemis yang diperoleh adalah Provinsi Jambi. 11 Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi daerah endemisitas malaria dari 424 Kabupaten/Kota indemik malaria di Indonesia. Daerah ini terbagi dalam tiga kategori, yaitu endemis tinggi (Kabupaten Batanghari), edemisitas menengah (Kabupaten Muaro Jambi, Tebo, Bungo, Merangin dan Kabupaten Sarolangun), sedangkan yang endemisitasnya rendah (Kabupaten Tanjungjabung Barat, Tanjungjabung Timur, Kerinci, Kota Sungai Penuh dan Kota Jambi). Kasus malaria di Jambi dalam kurun waktu tahun 2002-2008 jumlah penderita malaria di Jambi selalu berpluktuasi, dan dalam tiga terakhir dimana pada tahun 2006 ada 56.137 penderita atau (21,07 %), tahun 2007 menurun menjadi 47.510 penderita atau (17,02%, kemudian pada tahun 2008 kembali naik menjadi 52.927 penderita atau (18,63 %), dari data ini kemungkinan besar di lapangan bisa lebih tinggi lagi, karena yang terdata ini adalah yang mendapatkan pelayanan kesehatan di sarana-sarana kesehatan pemerintah.Kemudian pemerintah Provinsi Jambi juga berupaya untuk menemukan aktif penderita di daerah-daerah yang sulit dijangkau pelayanan kesehatan, mensurvei masyarakat di desa daerah indemis tinggi untuk melihat dan mengobati pada penderita yang dinyakan positif, pemenegakkan diagnosis malaria melalui pemeriksaan mikroskopis yang bertujuan untuk memastikan penderita benar-benar menderita malaria, sehingga pengobatannya bisa cepat dan tepat, karena selama ini setiap orang yang mengalami demam tinggi, menggigil, yang berulang lantas diberikan obat malaria dan diberikan obat malaria, ternyata yang bersangkutan tidak menderita malaria tetapi menderita demam berdarah atau yang lainnya.

3) Pemeriksaan apusan darahPemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit malaria

sangat penting untuk menegakkan diagnosa. Pemeriksaan satu kali dengan hasil

negative tidak mengenyampingkan diagnosa malaria. Pemeriksaan darah tepi tiga kali

36

dan hasil negative maka diagnosa malaria dapat dikesampingkan. Adapun

pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan melalui :

a. Tetesan preparat darah tebal.

Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan darah

cukup banyak dibandingkan preparat darah tipis. Sediaan mudah dibuat khususnya

untuk studi di lapangan. Ketebalan dalam membuat sediaan perlu untuk

memudahkan identifikasi parasit. Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5 menit

(diperkirakan 100 lapang pandangan dengan pembesaran kuat). Preparat

dinyatakan negative bila setelah diperiksa 200 lapang pandangan dengan

pembesaran 700-1000 kali tidak ditemukan parasit. Hitung parasit dapat dilakukan

pada tetes tebal dengan menghitung jumlah parasit per 200 leukosit. Bila leukosit

10.000/ul maka hitung parasitnya ialah jumlah parasit dikalikan 50 merupakan

jumlah parasit per mikro-liter darah.

b. Tetesan preparat darah tipis.

Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium, bila dengan preparat darah tebal

sulit ditentukan. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung parasit (parasite

count), dapat dilakukan berdasar jumlah eritrosit yang mengandung parasit per

1000 sel darah merah. Bila jumlah parasit > 100.000/ul darah menandakan infeksi

yang berat. Hitung parasit penting untuk menentukan prognosa penderita malaria.

Pengecatan dilakukan dengan pewarnaan Giemsa, atau Leishman’s, atau Field’s

dan juga Romanowsky. Pengecatan Giemsa yang umum dipakai pada beberapa

laboratorium dan merupakan pengecatan yang mudah dengan hasil yang cukup

baik.

4) Pemeriksaan fisik (umum dan khusus)1. Kesadaran GCSGlasgow Coma Scale (GCS) adalah skala yang menilai tiga fungsi , yaitu mata (E=eyes), verbal (V), dan gerak motorik (M). Ketiga fungsi masing-masing dinilai dan pada akhirnya dijumlahkan dan hasilnya merupakan derajat kesadaran. Semakin tinggi nilai menunjukkan semakin baik nilai kesadaran.

Respon Mata (Eyes)1. Tidak dapat membuka mata2. Mata membuka dengan rangsang nyeri. Biasanya rangsang nyeri pada dasar kuku-kuku jari; atau tekanan pada supraorbita, atau tulang dada, atau tulang iga

37

3. Mata membuka dengan rangsang suara. (jangan keliru dengan pasien yang baru terbangun dari tidur, pasien seperti demikian mendapat nilai 4 bukan 3)4. Mata membuka spontanRespon Verbal (V)

1. Tidak ada respon suara2. Suara-suara tak berarti (mengerang/mengeluh dan tidak berbentuk kata-kata)3. Kata-kata tidak berhubungan (Berkata-kata acak atau berseru-seru, namun tidak sesuai percakapan4. Bingung atau disorientasi (pasien merespon pertanyaan tapi terdapat kebingungan dan disorientasi)5. Orientasi baik (pasien merespon dengan baik dan benar terhadap pernyataan, seperti nama, umur, posisi sekarang dimana dan mengapa, bulan, tahun, dsb)Respon Motorik (M)

1. Tidak ada respon gerakan2. Ekstensi terhadap rangsang nyeri (abduksi jari tangan, bahu rotasi interna, pronasi lengan bawah,ekstensi pergelangan tangan)3. Fleksi abnormal terhadap rangsang nyeri (adduksi jari-jari tangan, bahu rotasi interna, pronasi lengan bawah, flexi pergelangan tangan)4. Flexi/penarikan terhadap rangsang nyeri (fleksi siku, supinasi lengan bawah, fleksi pergelangan tangan saat ditekan daerah supraorbita; menarik bagian tubuh saat dasar kuku ditekan)5. Dapat melokalisasi nyeri (gerakan terarah dan bertujuan ke arah rangsang nyeri; misal tangan menyilang dan mengarah ke atas klavikula saat area supraorbita ditekan6. Dapat bergerak mengikuti perintah (melakukan gerakan sederhana seperti yang diminta)InterpretasiNilai masing-masing elemen dan jumlah keseluruhan sangatlah penting, sehingga nilai ditulis dalam bentuk, misalnya “GCS 9 = E2 V4 M3 pada 07:35″.

Pada orang dengan respon sangat baik GCS nya 15, pada orang yang tidak sadar sama sekali GCS nya 3. Kesadaran orang menurun bila GCS kurang dari 15, dan pasien dikatakan koma jika GCS < 8 atau lebih rendah.

Jadi dalam skenario ini GCS 9 berarti telah terjadi penurunan kesadaran yang hampir mendekati koma.Penyebab kelainan

Sitoadherensi adalah peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi P.falsiparum. pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Sitoadherensi menyebabkan eritrosit matur tidak beredar kembali dalam sirkulasi. Parasit dalam eritrosit matur yang tinggal dalam jaringan mikrovaskuler disebut eritrosit matur yang mengalami sekuestrasi. Hanya P.falciparum yang mengalami sekuestrasi, karena pada plasmodium lainnya seluruh siklus terjadi di pembuluh darah perifer. Sekuestrasi terjadi di organ-organ vital dan hampir semua jaringan dalam tubuh. Sekuestrasi tertinggi terdapat di otak

38

Rossetting adalah suatu fenomena perlekatan antara satu buah eritrosit yang mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non parasit sehingga berbentuk seperti bunga. Tempat melekat pada permukaan eritrosit yang terinfeksi dikenal sebagai knob yang terdrir atas protein yang dikode oleh genom parasit. Protein ini disebut PfEMP yang sangat bervariasi. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya rossetting adalah golongan darah dimana terdapat antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan eritrosit yang terinfeksi parasit. Rossetting menyebabkan obstruksi aliran darah lokal atau dalam jaringan sehingga mempermudah terjadinya sitoadherensi.

Penurunan kesadaran diduga terjadi akibat adanya sumbatan kapiler pembuluh darah otak sehingga terjadi anoksia otak. Sumbatan karena eritrosit berparasit sulit melalui kapiler karena proses sitoadherensi dan sekuestrasi parasit.

2.Tekanan Darah-Normal : 120/80-110/70 : hipotensi ringan-Penyebab kelainan : Anemia menyebabkan vasodilatasi perifer, akibatnya tekanan darah sedikit rendah saat diperiksa, karena suplai utama di organ vital jadi vasokonstriksi terjadi di dalam tubuh untuk menyuplai organ vital.3.Denyut nadi-Normal : 60-100/menit-Denyut nadi 90 : normal4.Respiration Rate (RR)-Normal : 12-20/menit-24/menit : tidak normal-Penyebab kelainan : eritrosit yang mengandung Hb(F/Hb mengikat 02) banyak pecah, sehingga tubuh kekurangan O2, dikompensasi dengan pernafasan yang cepat.5.Temperatur-Normal : 36-37oC-38,6 : Sedikit tinggi-Penyebab kelainan : Peningkatan metabolisme tubuh akibat demam, yang menyebabkan peningkatan panas tubuh

kepala-leher : pupil isokor normal, RC (+/+) normal, konjungtiva palpebra anemis tidak normal karena : a. Penghancuran eritrosit yang berlebihan b. Eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reduced survival time) c. Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang (diseritropoesis)

39

KESIMPULAN

Tn. Andi mengalami demam, kejang, disertai penurunan kesadaran karena menderita malaria falciparum dengan komplikasi malaria berat.

DAFTAR PUSTAKA

Adam, Sry Amsunir, 1992, mikrobiologi dan parasitologi untuk perawat, Jakarta; EGC.

Depkes RI, Epidemiologi Malaria, Direktorat Jenderal PPM-PL, Departemen Kesehatan RI, Jakarta 2003.

Harijanto P.N, Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan, EGC, Jakarta 2000.

Indan Entjan, 2001, mikrobiologi dan parasit untuk perawat, Bandung; Citra Aditya Bakri.

Jawetz, Melnick, Adelberg. 2007. Mikrobiologi Kedokteran Ed. 23. Jakarta : EGC.

J.M.Gibson,MD, 1996. Mikrobiologi dan patologi modern untuk perawat, Jakarta, EGC.

Harold W Brown, 1983, Dasar-dasar parasitologi klinik, Jakarta, PT. Gramedia.

Margono, Sri, 1998, parasitologi kodekteran, Jakarta; FKUI

http://www.docstoc.com/Docs/DownloadFile.ashx?docId=75472283&key=&pass=

http://referensiartikelkedokteran.blogspot.com/2010/10/malariadefinisietiologipatofisiologiman.html

http://wakeriko.blogspot.com/2012/05/plasmodium.html

http://referensiartikelkedokteran.blogspot.com/2010/10/malariadefinisietiologipatofisiologiman.html

http://blognosepuluh.blogspot.com/2011/01/pengobatan-malaria.html

http://wakeriko.blogspot.com/2012/05/plasmodium.html

40

41