laporan akhir farkog fix

91
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI-FARMASI BAHAN ALAM SEMESTER III TAHUN AKADEMIK 2015/2016 PRODUK JADI SUSPENSI EKSTRAK ETANOL DAUN SALAM (Syzygium polyanthum Wight) Oleh : Ketua : Adam Renaldi (NPM. 260110140090) Anggota : Ayu Apriliani (NPM. 260110140078) Putri Raraswati (NPM. 260110140079) Ummi Habibah (NPM. 260110140080) Ayyu Widyazmara (NPM. 260110140081) Anggia Diani Amaliah (NPM. 260110140082) Siti Nurrohmah (NPM. 260110140083) Ai Siti Rika Fauziah (NPM. 260110140084) Nisa Maulani (NPM. 260110140085) Tiffany Sabilla Ramadhani (NPM. 260110140086) Nurmalia Saraswati (NPM. 260110140087) Fami Fatwa (NPM. 260110140095) Rheza Andika (NPM. 260110140105) LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FARMASI BAHAN ALAM

Upload: ayu-apriliani

Post on 09-Jul-2016

69 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Akhir Farkog Fix

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI-FARMASI BAHAN ALAM

SEMESTER III TAHUN AKADEMIK 2015/2016

PRODUK JADI SUSPENSI EKSTRAK ETANOL DAUN SALAM

(Syzygium polyanthum Wight)

Oleh :Ketua :

Adam Renaldi (NPM. 260110140090)

Anggota : Ayu Apriliani (NPM. 260110140078)Putri Raraswati (NPM. 260110140079)Ummi Habibah (NPM. 260110140080)Ayyu Widyazmara (NPM. 260110140081)Anggia Diani Amaliah (NPM. 260110140082)Siti Nurrohmah (NPM. 260110140083)Ai Siti Rika Fauziah (NPM. 260110140084)Nisa Maulani (NPM. 260110140085)Tiffany Sabilla Ramadhani (NPM. 260110140086)Nurmalia Saraswati (NPM. 260110140087)Fami Fatwa (NPM. 260110140095)Rheza Andika (NPM. 260110140105)

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FARMASI BAHAN ALAMDEPARTEMEN BIOLOGI FARMASI

FAKULTAS FARMASIUNIVERSITAS PADJADJARAN

2015

Page 2: Laporan Akhir Farkog Fix

ABSTRAK

Obat Herbal Terstandar (OHT) adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau penyarian bahan alam yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun mineral. Back to nature memiliki sisi positif yang ditunjukkan oleh adanya keinginan untuk menggunakan dan mengkonsumsi ramuan obat tradisional yang diyakini memiliki efek samping yang kecil, asalkan pemanfaatanya sesuai dosis.Tujuan dari praktikum ini adalah mengetahui metode pembuatan ekstrak dari simplisia daun salam (Syzygium polyanthum) yang memenuhi parameter standar ekstrak dan mengetahui cara pembuatan produk jadi berbahan baku ekstrak Syzygium polyanthum yang memenuhi standar ekstrak. Dilakukan standarisasi bertujuan untuk memastikan kualitas ekstrak yang dihasilkan sesuai atau tidak melebihi parameter standardnya. Metode yang digunakan dalam proses ekstraksi daun salam adalah maserasi menggunakan pelarut etanol. Rendemen ekstrak yang dihasilkan adalah 3 %. Pemeriksaan parameter standar ekstrak meliputi susut pengeringan, bobot jenis, kadar air, kadar abu, kadar sari larut etanol, kadar sari larut air, angka lempeng total, identitas dan organoleptis, dan pola kromatogram. Dari hasil praktikum didapatkan sebuah sediaan suspensi obat herbal standar yang berasal dari Syzygium polyanthum.

Kata kunci : Herbal, Ekstrak, Maserasi, Standarisasasi, Parameter

ABSTRACT

Standarized herbal medicine (SHM) is a traditional medicine made from extract or filtering natural ingredients materials that can be medicinal plants, animals, and minerals. Back to nature has a positive side which is shown by the desire to use and consume traditional medicinal herbs which are believed to have minor side effects, as long as the usage in appropriate dosage. The purpose of this research is to figure out a method of making extract from bay leaf (Syzygium polyanthum) which meets the extract parameter standard and to know how to manufacture a product made from Syzygium polyanthum extract that meet the standard. The standardization aims is to ensure the quality of extraction result is appropriate or not exceed its standard. The method used in the extraction process bay leaves is maceration using ethanol. Extraction rendement result is 3%. Examination of a standardized extract parameters include drying shrinkage, specific gravity, moisture content, ash content, content of ethanol soluble extract, water soluble extract content, total plate count, identity and organoleptic, and the pattern of the chromatogram. From the research result we obtained a supply of standardized herbal drug from Syzygium polyanthum.

Key Words : Herbal, Extract, Maceration, Standarized, Parameter

I

Page 3: Laporan Akhir Farkog Fix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat

dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Farmakognosi dan Farmasi

Bahan Alam mengenai “Produk Jadi Suspensi Ekstrak Etanol Daun Salam (Syzygium

polyanthum Wight)“.

Laporan Praktikum Farmakognosi dan Farmasi Bahan Alam ini diajukan untuk

memenuhi salah satu nilai dari Praktikum Farmakognosi dan Farmasi Bahan Alam, Fakultas

Farmasi, Universitas Padjadjaran.

Dalam penyusunan laporan praktikum ini, tentunya kami memperoleh banyak

bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga laporan praktikum ini dapat selesai

tepat pada waktunya, oleh karena itu kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-

besarnya kepada :

1. Ferry Ferdiansyah Sofian, M.Si., Apt selaku dosen yang telah membimbing dalam

penyusunan laporan akhir Farmakognosi dan Farmasi Bahan Alam.

2. Zelika Mega dan Hesti Juwita Sari selaku asisten laboratorium yang telah

mengarahkan dalam kegiatan praktikum di laboratorium Farmakognosi dan Farmasi

Bahan Alam dan penyusunan laporan akhir.

3. Teman-teman kelompok yang telah bekerjasama dalam penyusunan laporan akhir

praktikum Farmakognosi dan Farmasi Bahan Alam.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan praktikum ini memiliki banyak

kekurangan, baik dari segi penyajian sampai pada materi yang kami bahas, oleh karena itu

kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang sifatnya membangun. Besar

harapan kami, semoga laporan praktikum ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Sumedang, 01 Desember 2015

Penyusun

II

Page 4: Laporan Akhir Farkog Fix

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK (Indonesia dan Inggris) I

KATA PENGANTAR II

DAFTAR ISI III

DAFTAR GAMBAR V

DAFTAR LAMPIRAN VI

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.2. Rumusan Masalah

1.3. Tujuan Praktikum

1.4. Manfaat Praktikum

1

2

2

2

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Botani Tanaman

2.1.1 Klasifikasi Tanaman

2.1.2 Nama Daerah

2.1.3 Habitat

2.1.4 Morfologi

2.1.5 Makroskopik

2.1.6 Mikroskopik

2.2. Tinjauan Kimia Tanaman

2.2.1 Kandungan Senyawa Kimia

2.2.2 Biosintesis Kuersetin

2.3. Tinjauan Farmakologi Tanaman

2.3.1 Empiris

2.3.2 Uji Pra-Klinik

2.3.3 Uji Klinik

2.4. Tinjauan Farmakognosi Tanaman

2.4.1 Parameter Spesifik

2.4.2 Parameter Non Spesifik

2.5. Tinjauan Metode

2.5.1 Ekstraksi

2.5.2 Skrining Fitokimia

3

3

3

3

3

4

4

5

5

8

10

10

11

11

13

13

13

13

14

14

III

Page 5: Laporan Akhir Farkog Fix

2.5.3 Parameter Standar Spesifik dan Non-Spesifik Tanaman 16

III. METODE PRAKTIKUM

3.1. Alat

3.2. Bahan

3.3. Tahapan Praktikum

3.3.1 Farmakognosi dan Farmasi Bahan Alam

3.3.2 Analisis Farmasi dan Kimia Medisinal Sediaan Liquid dan

Semi Solid

3.3.3 Teknologi Farmasi Sediaan Liquid dan Semi Solid

3.3.4 Mikrobiologi

20

20

20

20

24

26

27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil dan Pembahasan Praktikum

4.2. Faktor Pendukung dan Penghambat Praktikum

4.2.1 Faktor Pendukung

4.2.2 Faktor Penghambat

29

44

44

45

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

5.2. Saran

47

47

DAFTAR PUSTAKA 48

LAMPIRAN 51

DAFTAR GAMBAR

IV

Page 6: Laporan Akhir Farkog Fix

Gambar 2.1 Penampang Melintang Daun Salam 4

Gambar 2.2 Biosintesis Kuersetin 9

LAMPIRAN

V

Page 7: Laporan Akhir Farkog Fix

Lampiran 1. Foto Simplisia, Ekstrak Kental dan Produk Jadi 51

Lampiran 2. Gambar Skema Tahapan Praktikum

Lampiran 3. Resume Praktikum

52

53

Lampiran 4. Uji Hedonik 55

Lampiran 5. Susunan Kelompok 58

Lampiran 6. Pertanyaan dan Jawaban Saat Presentase 59

VI

Page 8: Laporan Akhir Farkog Fix

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Obat herbal kini menjadi tren dalam dunia pengobatan. Isu “Back to Nature”

menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen mengingat obat herbal memiliki selain

dapat mengobati berbagai penyakit namun juga memiliki efek samping yang sedikit.

Sebagai farmasis, pengetahuan tentang bagaimana mengolah bahan alam untuk

kemudian dibuat sebagai sediaan obat herbal yang selain secara kesehatan dapat

berguna untuk obat namun juga secaraekonomi mendatangkan manfaat tersendiri.

Obat herbal melalui penelitian lebih lanjut dapat dikembangkan pada isolasi

senyawa aktif di dalamnya. Hal ini dapat mendukung pada penemuan dan

pengembangan obat baru yang perlu dilakukan terutama obat-obat atibiotik yang

kian hari harus menghadapi resistensi banyak mikroorganisme penyebab penyakit.

Obat herbal diproduksi melalui serangkaian proses panjang mula dari

pembibitan, penanaman, pemeliharaan, hingga panen dan pasca panen di mana

dihasilkannya simplisia yang selanjutnya dijadikan sebagai bahan awal obat.

Melalui serngkaian penelitian, dari suatu tanaman diambil bagian tertentu

tanaman atau seluruh tanaman (herba) kemudian dikeringkan dengan berbagai

proses sehingga menjadi simplisia. Simplisia diproses melalui berbagai tahapan

berupa perajangan kemudian diekstraksi menggunakan pelarut yang sesuai,

pemekatan ekstrak hingga formulasi sediaan obat herbal.

Kajian ilmu dan pengetahuan terkait berbagai cara dalam mengolah suatu

tanaman yang berpotensi sebagaiobat dan mempresntasikannya sebagaisuatu

sediaan yang dapat dikonsumsi dan menemukan serta mngembangkan obat baru

dengan lead compound berupa senyawa alam merupakan suatu kompetensi yang

layaknya dimiliki oleh farmasis.

Syzygium polyanthum merupakan satu dari sekian banyak tanaman obat

berkhasiat yang dapat diolah lebih lanjut menjadi sediaan obat. Syygium polynthum

merupakan tanaman angiospermae yang banyak tumbuh di Asia Tenggara, dari

Burma, Semenanjung Malaya hingga daerah Jawa (Agoes, 2010). Tanaman yang

tumbuh berupa pohon, bertajuk rimbun dengan tinggi hingga 25 meter ini memiliki

nama daerah yang cukup beragam. Di Madura tanaman ini disebut Ubar serai

1

Page 9: Laporan Akhir Farkog Fix

sedangkan di Sunda, Jawa dan Kalimantan menyebut tanaman ini sebagaai

tanaman(pohon) Salam (Dirjen POM, 1980).

Konstituen kimia dalam tumbuhan Salam secara umum terdapat

persenyawaan tanin, flavonoid, saponin, triterpen, polifenol, alkaloid dan minyak

atsiri (Kurniawati, 2010). Daun salam dari berbagai penelitian diketahui memiliki

manfaat dalam bidang kesehatan. Daun Syzygium polyanthum diketahui memiliki

aktivitas antihiperglikemia, yakni dapat menurunkan kadar gula dalam darah (Nublah,

2011). Pengolahan Syzygium polyanthum sehingga dapat dikonsumsi dimulai dengan

mengekstraksi simplisia daun salam (Syzygium polyanthum) kemudian

memformulasikannya menjadi sediaan farmasi yang dapat dikonsumsi dan

memenuhi standar yang ditetapkan baik dalam bentuk sediaan maupun ekstraknya.

Berdasarkan latar belakang manfaat daun salam sebagai obat, melalui

Praktikum Farmakognosi dan Farmasi Bahan Alam, dilakukan serangkaian kegiatan

untuk mengolah daun salam berupa simplisianya menjadi suatu sediaan farmasi obat

herbal melalui metode ekstraki yang tepat menjadi sediaan obat herbal yang

memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana mempersiapkan ekstrak daun tanaman Syzygium polyanthum

sebagai bahan baku yang memenuhi parameter standar kualitas?

2. Bagaimana mempersiapkan produk jadi berbahan baku ekstrak daun Syzygium

polyanthum yang memenuhi parameter standar kualitas?

1.3 TUJUAN PRAKTIKUM

1. Mengetahui metode pembuatan ekstrak dari simplisia daun salam (Polyanthii

folium) yang memenuhi parameter standar ekstrak

2. Mengetahui cara pembuatan produk jadi berbahan baku ekstrak simplisia daun

salam (Polyanthii folium)

1.4 MANFAAT

1. Memberikan informasi mengenai cara pembuatan produk jadi berbahan baku

ekstrak.

2. Meningkatkan kemampuan pengujian dan analisis hasil pengujian.

2

Page 10: Laporan Akhir Farkog Fix

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TINJAUAN BOTANI TANAMAN

2.1.1. Klasifikasi Tanaman

Secara ilmiah, tanaman Salam diklasifikasikan sebagai berikut : Plantae

(Kingdom), Spermatophyta (Divisi), Angiospermae (Sub Divisi), Dicotyledoneae

(Kelas), Dialypetalae (Sub Kelas), Myrtales (Bangsa), Myrtaceae (Suku),

Syzygium (Marga), Syzygium polyanthum (Jenis) (Cronquist, 1981).

2.1.2. Nama Daerah

Terdapat beberapa macam nama daun salam dari berbagai daerah yaitu

Ubar Serai (Melayu), Salam (Sunda, Jawad an Madura), Kastolam (Kangean),

Manting (Jawa), dan Meselengan (Sumatera) (Suganda, 2007).

Adapun nama daun salam dari Bahasa Inggris adalah Indonesian Bay-leaf

atau Indonesian Laurel (Heyne, 1987).

2.1.3. Habitat

Salam menyebar di Asia Tenggara, mulai dari Burma, Indocina, Thailand,

Semenanjung Malaya, Sumatra, Kalimantan dan Jawa. Pohon ini ditemukan

tumbuh liar di hutan-hutan primer dan sekunder, mulai dari tepi pantai hingga

ketinggian 1.000 m (di Jawa), 1.200 m (di Sabah) dan 1.300 m dpl (di Thailand);

kebanyakan merupakan pohon penyusun tajuk bawah (de Guzman, 1999).

2.1.4. Morfologi

Pohon, bertajuk rimbun, tinggi sampai 25 m. Daun bila di remas berbau,

berbentuk lonjong sampai elips atau bundar telur sungsang, pangkal lancip

sedangkan ujung lancip sampai tumpul, panjang 5 cm sampai 15 cm, lebar 35

mm sampai 65 mm, terdapat 6 sampai 10 urat daun lateral, panjang tangkai

daun 5 mm sampai 12 mm. Perbungaan berupa malai, keluar dari ranting,

berbau harum. Bila musim berbunga pohon akan di penuhi oleh kelopak bunga

berbentuk cangkir bunga-bunganya yang lebar, ukuran lebih kurang 1 mm.

3

Page 11: Laporan Akhir Farkog Fix

Mahkota bunga berwarna putih, panjang 2,5 mm sampai 3,5 mm. Benang sari

terbagi dalam 4 kelompok, panjang lebih kurang 3 mm berwarna kuning

lembayung. Buah buni, berwarna merah gelap, bentuk bulat dengan garis

tengah 8 mm sampai 9 mm, pada bagian tepi berakar lembaga yang sangat

pendek (Ditjen POM, 1997).

2.1.5. Makroskopik

Daun salam memiliki beberapa karakteristik seperti berdaun tunggal,

bertangkai pendek 5 mm sampai 10 mm, pertulangan menyirip, letak

berhadapan, berbentuk lonjong sampai elips atau bundar telur, dan berwarna

hijau. Daun salam memiliki tangkai yang panjangnya 0.5-1 cm, panjang daun 5-

15 cm dan lebar daun 3-8 cm (Dewi, 2012).

2.1.6. Mikroskopik

Epidermis atas terdiri dari satu lapis sel berbentuk persegi panjang,

dinding empat panjang, dinding tebal, kutikula tebal; pada pengamatan

tangensial dindiing samping berkelok-kelok, kutikula jelas bergaris.Sel

epidermis bawah lebih kecil dari pada epidermis atas, dinding tipis, kutikula

tebal, pada pengamatan tangensial dinding samping lebih berkelok-

kelok.Stomata tipe parasitik, hanya terdapat pada epidermis bawa. Mesofil:

Jaringan palisade tersiri dari 1 sampai 3 lapis sel, umumnya 2 lapis, banyak

terdapat sel idioblast berbentuk bulat berisi hablur kalsium oksalat berbentuk

roset dengan ukuran 10 mm sampai 40 mm. Jaringan bunga karang terdiri dari

beberapa lapis sel yang tersusun mendatar; rongga udara banyak; pada daun

yang sudah tua dinding sel bunga karang dapat agak menebal, bernoklat dan

berlignin, hablur kalsium oksalat serupa dengan yang terdapat di jaringan

palisade. Kelenjar lisigen berisi minyak berwarna kekuningan, garis tengah 50

µm sampai 85 µm, terdapat di jaringan palisade dan janringan bungkarang

bagian bawah. Bekas pembuluh tipe bikolateral, dikelilingi serabut sklerenkim,

disertai serabut hablur berisi hablur kalsium oksalat bentuk reset; hablur di

dalam floem berukuran lebih kecil; serabut sklerenkim terdiri dari serabut

berdinding sangat tebal, tidak berwarna, jernih, berlignin, lumen sempit.Di

dalam parenkim tulang daun utama terdapat hablur di palisade. Pembuluh

4

Page 12: Laporan Akhir Farkog Fix

kayu terutama terdiri dari pembuluh dengan penebalan tangga dan spiral

(Ditjen POM, 1997).

Serbuk: Warna coklat. Fragmen penegnal adalah fragmen epidermis atas

dengan kulikula bergaris; fragmen epidermis bawah; hablur kalsium oksalat

bentuk roset, lepas atai dalam mesofil; fragmmen bekas pembulu, fragmen

serabut sklerenkim (Ditjen POM, 1997).

Gambar 2.1 Penampang Melintang Daun Salam

Gambar Penampang melintang daun salam, 1 = kutikula, 2= epidermis

atas, 3 = jaringan palisade, 4 = kelenjar lisigen, 5 = jaringan bunga karang, 6 =

hablur kalsium oksalat, 7 = epidermis bawah, 8 = stomata, 9 = berkas

pembuluh, 10 = parenkim, 11 = jaringan kolenkim (Ditjen POM, 1997).

2.2 TINJAUAN KIMIA TANAMAN

2.2.1 Kandungan Senyawa Kimia

Salam mengandung tanin, flavonoid, saponin, triterpen, polifenol,

alkaloid dan minyak atsiri (Sudarsono dkk., 2002).

1. Tanin

Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam

angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Secara kimia

terdapat dua jenis utama tanin, yaitu tanin terkondensasi dan tanin

terhidrolisis. Tanin terkondensasi atau flavolan secara biosintesis dapat

dianggap terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal

(galokatekin) yang membentuk senyawa dimer dan kemudian oligomer

yang lebih tinggi. Ikatan karbon-karbon menghubungkan satu flavon

dengan satuan berikutnya melalui ikatan 4-6 atau 6-8. Kebanyakan

flavolan mempunyai 2-20 satuan flavon. Tanin terhidrolisis terdiri atas

5

Page 13: Laporan Akhir Farkog Fix

dua kelas, yang paling sederhana ialah depsida galoiglukosa. Pada

senyawa ini, inti yang berupa glukosa dikelilingi oleh lima atau lebih

gugus ester galoil. Pada jenis yang kedua, inti molekul berupa senyawa

dimer asam galat yaitu asam heksahidroksidifenat, yang berikatan

dengan glukosa. Bila dihidrolisis, elagitanin ini menghasilkan asam elagat

(Harborne, 1987).

2. Kuersetin

Kuersetin merupakan golongan flavonoid dilaporkan menunjukkan

beberapa aktivitas biologi. Aktivitas ini dikaitkan dengan sifat

antioksidan kuersetin, antara lain karena kemampuan menangkap

radikal bebas dan spesi oksigen reaktif seperti anion superoksida dan

radikal hidroksil (Morikawa, et al., 2003; Schmalhausen, et al., 2007).

Kuersetin menunjukkan efek proteksi terhadap tukak lambung

yang diinduksi etanol, melalui penghambatan peroksidasi lipid dan

peningkatan aktivitas enzim-enzim antioksidan (Coskun, et al., 2004).

3. Asam Kaprilat / asam oktanoat

Asam kaprilat adalah asam lemak jenuh yang memiliki delapan

atom karbon yang dihubungkan oleh ikatan tunggal kovalen kuat dan

diapit oleh ikatan hidrogen kovalen.Salah satu karbon terminal memiliki

ikatan ganda pada atom oksigen dan terkait dengan gugus hidroksil

dengan ikatan tunggal.Asam kaprilat berbentuk cairan berminyak pada

suhu kamar, hanya sedikit larut dalam air, dan berbau sedikit tengik

(Tatang, 2015).

4. Nerolidol

Nerolidol adalah suatu senyawaseskiterpena alkohol yang

dilaporkan sebagai salahsatu komponen kimia volatil pada beberapa

kultivardaun tanaman teh seperti kultivar Sofu, Yabukita,Shizu Insatsu

131 dan Fujikaori (Sawai et al., 2004,Yamaguci and Shibamoto, 1981).

6

Page 14: Laporan Akhir Farkog Fix

5. Saponin

Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol yang telah

terdeteksi dalam lebih dari 90 suku tumbuhan. Saponin merupakan

senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat

dideteksi berdasarkan kemampuan membentuk busa dan

menghemolisis sel darah. Triterpen tertentu terkenal karena rasanya,

terutama kepahitannya. Pencarian saponin dalam tumbuhan telah

dirangsang oleh kebutuhan akan sumber sapogenin yang mudah

diperoleh. Saponin dan glikosida sapogenin adalah salah satu tipe

glikosida yang tersebar luas dalam tumbuhan (Harborne, 1987). Dikenal

dua macam saponin, yaitu glikosida triterpenoid alkohol dan glikosida

dengan struktur steroid. Kedua saponin ini larut dalam air dan etanol

tetapi tidak larut dalam eter (Robinson, 1995).

6. Polifenol

Polifenol Senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang

berasal dari tumbuhan, yang mempunyai ciri sama yaitu cincin aromatik

yang mengandung satu atau dua penyulih hidroksil. Senyawa fenol

cenderung mudah larut dalam air karena umumnya sering kali berikatan

dengan gula sebagai glikosida, dan biasanya terdapat dalam vakuola sel.

Beberapa ribu senyawa fenol telah diketahui strukturnya. Flavonoid

merupakan golongan terbesar, tetapi fenol monosiklik sederhana, fenil

propanoid, dan kuinon fenolik juga terdapat dalam jumlah yang besar.

Beberapa golongan bahan polimer penting dalam tumbuhan seperti

lignin, melanin, dan tanin adalah senyawa polifenol (Harborne, 1987).

7. Alkaloid

Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang

terbesar. Pada umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang

mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan,

sebagai bagian dari sistem siklik alkaloid sering kali beracun pada

manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol,

jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Umumnya alkaloid

7

Page 15: Laporan Akhir Farkog Fix

tidak berwarna, bersifat optis aktif dan sedikit yang berupa cairan pada

suhu kamar (Harborne, 1987).

2.2.2. Biosintesis Kuersetin

8

Page 16: Laporan Akhir Farkog Fix

Gambar 2.2 Biosintesis Kuersetin (Dewick, 2009).

Fenilalanina (1) dirubah menjadi 4-koumaroil-KoA (2) dalam satu rangkaian

tahapan yang dikenal sebagai jalur fenilpropanoid umum menggunakan fenil

ammonia-liase, sinnamat-4-hidroksilase, dan 4-koumaroil KoA-ligase. 4-koumaroil-

KoA (2) ditambahkan pada tiga molekul malonil-KoA (3) membentuk

tetrahidroksikhalkon (4) menggunakan 7,2’-hidroksi, 4’-metoksisoflavanol sintase.

Tetrahidroksikhalkon (4) kemudian dikonversikan menjadi naringenin (5)

menggunakan khalkon isomerase.Naringenin (5) kemudian dikonversikan menjadi

eriodiktiol (6) menggunakanflavanoid 3’ hidroksilase.Eriodiktiol (6) kemudian

dikonversi menjadi dihidrokuersetin (7) dengan flavanon 3-hidroksilase, yang

kemudian dikonverkan menjadi kuersetin menggunakan flavanol sintase (Coskun dkk,

2005).

9

Page 17: Laporan Akhir Farkog Fix

Dari studi in vitro, kuersetin telah menunjukkan aktivitas anti-inflamasi yang

signifikan dengan menghalangi sintesis dan pelepasan histamin dan mediator-

mediator alergis/inflamator lainnya. Sebagai tambahan, kuersetin mungkin memiliki

aktivitas antioksidan dan aksi cadangan vitamin C. Secara in vitro, sel-sel kanker kulit

dan prostat yang dikulturkan ditekan (dibandingkan dengan sel-sel non-malignan)

ketika diobati dengan kombinasi kuersetin dan ultrasonik. Ini juga telah diakui

bahwa kuersetin dapat menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi dan

kegemukan dengan kadar kolesterol LDL yang juga berkurang (Binsack dkk, 2001).

2.3 TINJAUAN FARMAKOLOGI TANAMAN

2.3.1 EMPIRIS

Daun salam secara empiris telah digunakan sebagian masyarakat sebagai

solusi masalah kesehatan seperi kadar asam urat tinggi, sakit maag, dan diare

(Heyne, 1987).

1. Obat Diare

Cuci 15 lembar daun salam segar sampai bersih. Tambahkan 2 gelas air,

lalu rebus sampai mendidih (selama 15 menit). Selanjutnya masukkan

sediit garam.Setelah dingin, saring dan air saringannya diminum

sekaligus (Guerre, 2011).

2. Obat Diabetes Melitus

Cuci 7-15 lembar daun salam segar, lalu rebus dalam 3 gelas air sampai

tersisa 1 gelas. Setelah dingin, saring dan air saringannya diminum

sekaligus sebelum makan.Lakukan sehari 2 kali (Guerre, 2011).

3. Obat Penurun Kadar Kolesterol

Cuci 10-15 gram daun salam segar sampai bersih, lalu rebus dalam3

gelas air sampai tersisa 1 gelas. Setelah dingin, saring dan air

saringannya diminum sekaligus di malam hari (Guerre, 2011).

4. Obat Hipertensi

Cuci 7-10 lembar daun salam sampai bersih, lalu rebus dalam 3 gelas air

sampai tersisa 1 gelas. Setelah dingin saring dan air saringannya

diminum sehari 2 kali, masing-masing ½ gelas (Guerre, 2011).

2.3.2. Pengujian Praklinis

10

Page 18: Laporan Akhir Farkog Fix

Penelitian yang dilakukan oleh Kusumaningrum dkk (2013), secara in

vitro menyimpulkan bahwa perbedaan konsentrasi infusa daun salam dan

waktu pengamatan pada suhu ruang berpengaruh nyata terhadap total bakteri

daging ayam segar. Semakin tinggi konsentrasi infusa makin rendah total

bakteri yang ditemukan.Demikian pula makin lama waktu pengamatan, makin

besar total baktei yang ditemukan.Pada penelitian ini, hasil uji keberadaan

Salmonella sp. Diperoleh hasil negatif pada semua perlakuan.

2.3.3. Pengujian Klinis

2.3.3.1. Ekstrak Daun Salam (Eugenia Poliantha) Lebih Efektif Menurunkan

Kadar Kolesterol Total dan LDL Dibandingkan Statin Pada Penderita

Dislipidemia

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dengan

rancangan randomized pre-postest control group yang dilaksanakan di

sekolah Gamaliel Palu. Penelitian ini teriri dari dua keompok yaitu

control, perlakuan 1 dnegan ekstrak daun salam 10 gram segar dan

perlakuan 2 dengan statin 10 mg. Penelitian ini ilakukan selama 15 hari

pada bulan Desember. Data diambil dari 22 orang pria dan wanita

berusia 30 – 60 tahun berat badan 50 – 70 kg (Lajuck, 2012).

Uji perbandingan sesudah diberikan ekstrak daun salam antara

kedua kelompok menggunakan t-independent. Rerata kolesterol total

kelompok kontrol (statin) adalah 213,27 ± 23,93 dan rerata kelompok

ekstrak daun salam adalah 191,64±16,40. Rerata LDL kelompok kontrol

(statin) adalah 147,82±3,21 dan rerata kemompok ekstrak daun salam

adalah 127,09±13,74. Adapun penurunan Kolesterol Total pada

kelompok stain sebesar 10% dan pada kelompok kapsul ekstrask daun

salam sebesar 22%. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat

penurunan bermaknsa pada pemberian ekstrak daun sakam (p<0,05)

dengan dosis 10 gram segar selama 15 hari dalam menurunkan

kolesterol total dan LDL (Lajuck, 2012).

11

Page 19: Laporan Akhir Farkog Fix

2.3.3.2. Perbedaan Pemberian Ekstrak Herbal (Daun Salam, Jintan Hitam dan

Daun Seledri) dengan Allopurinol terhadap Kadar IL-6 dan TNF-α Serum

Penderita Hiperurisemia

Hiperurisemia akan memacu produksi sitokin proinflamasi TNF-α,

IL-1 dan IL-6, yang akan memacu penarika leukosit ke daerah deposit

kristal monosodium urat dan melipatgandakan respons inflammasi.

Daun salam (Eugenia polyantha), selederi (Apium graveolens) dan biji

Jinten hitam (Nigella sativa) dapat menurunkan respons infalmasi. Ketiga

tanaman ini banyak di Indonesia namun sampai saat ini belum dilakukan

uji klinik pada manusia. Tujuan penelitian adalah mengetahui apakah

pemberian formula ekstrak herbal penurun asam urat dapat

menurunkan kadar IL-6 dan TNFα serum penderita hipeurisemia

dibandingkan allopurinol (Ngestiningsih, 2012).

Desain penelitian adalah double blind randomised clinical trial

(RCT), dilaksanakan Februari – Desember 2007. Subyek penelitian adalah

penderita hiperurisemia usia ≥ 18 tahun yang berobat di poliklinik/rawat

inap penyakit dalam da geriatri RSUP dr. Kariadi Semarang. Sampel

dibagi menjadi kelompok perlakuan dan kelola. Dilakukan pemeriksan

kadar IL-6 dan TNF-α serum dengan cara ELISA ebelum dan setelah 4

minggun perlakuan (Ngestiningsih, 2012).

Sampel sebanyak 22 orang kelompok herbal dan 22 orang

kelompok allopurinol. Rerata kadar IL-6 dan TNF-α awal kelompok herba

214,58 pg/dl dan 43,2 pg/dl sedangkan kelompok allopurinol 231,8 pg.dl

dan 32,6 pg/dl. Rerata kadar IL-6 dan TNF-α akhir kelompok herbal

192,15 pg/dl dan 32,9 pgdl sedangkan kelompok allopurinol 203,8 pg/dl

dan 29,5 pg/dl. Rerata delta kadar IL-6 dan TNF-α kelompok ekstrak

herbal – 22,43 pg/dl dan 27,9 pg/dl (p 0,887) sdeangkan klompok

allopurinol 10,3 pg/dl dan 3,10 pg/dl (p 0,439)(Ngestiningsih, 2012).

Ekstrak herbal penurunn asam urat dapat menurunkan kadar IL-6

dan TNF-α serum penderita hiperurisemia, tidak berbeda makna

dibandingkan dengan allopurinol (Ngestiningsih, 2012).

2.4 TINJAUAN FARMAKOGNOSI TANAMAN

12

Page 20: Laporan Akhir Farkog Fix

2.4.1. Parameter Spesifik

1. Identitas

Identitas ekstrak dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Deskripsi tata nama :

- Nama Ekstrak : Ekstrak daun salam

- Nama latin tumbuhan : Syzygium polyanthum

- Tumbuhan yang digunakan : Daun

- Nama Indonesia tumbuhan : Tanaman Salam

2. Organoleptik

Berupa daun warna kecokelatan, bau aromatic lemah, rasa kelat (Depkes

RI, 2008).

3. Kadar Sari

Kadar sari larut air tidak kurang dari 7,4% dan kadar sari larut etanol

tidak kurang dari 7,8% (Depkes RI, 2008).

4. Kandungan Kimia Simplisia

Kadar flavonoid total tidak kurang dari 0,40% (Depkes RI, 2008).

2.4.2. Parameter Non Spesifik

1. Susut Pengeringan

Tidak lebih dari 10% (Depkes RI, 2008).

2. Kadar Abu Total

Tidak lebih dari 5,5% (Depkes RI, 2008).

3. Kadar Abu Tidak Larut Asam

Tidak lebih dari 1,8% (Depkes RI, 2008).

2.5 TINJAUAN METODE

2.5.1. Ekstraksi

Ekstraksi merupakan proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari

jaringan tumbuhan maupun hewan dengan menggunakan penyari yang sesuai.

Sedangkan ekstrak adalah sediaan dalam bentuk kering, kental atau cair yang

13

Page 21: Laporan Akhir Farkog Fix

diperoleh dari hasil penyarian simplisisa nabati atau hewani berdasarkan cara

yang sesuai, di luar pengaruh cahaya matahari langsung (Depkes RI, 2000).

Salah satu metode ekstraksi adalah maserasi. Menurut Handa (2008),

maserasi adalah proses ekstraksi dimana sampel ditempatkan dalam suatu

bejana, kemudian direndam dengan menggunakan pelarut yang sesuai dan

dibiarkan pada suhu ruangan kurang lebih selama 3 hari, dengan dilakukan

pengadukan secara berkala sampai komponen kimia yang terdapat dalam

sampel terlarut sempurna. Keuntungan maserasi adalah bahan yang sudah

halus memungkinkan untuk direndam dalam pelarut sampai meresap dan

melunakkan susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan terlarut,

sedangkan kerugiannya adalah memerlukan pelarut dalam jumlah banyak,

waktu penyarian lama dan penyaringan kurang sempurna (Ansel, 1989).

2.5.2. Skrinning Fitokimia

Penapisan fitokimia dimulai dengan pengumpulan sampel sebanyak

mungkin. Oleh karena kegiatan ini memakan waktu cukup lama maka

penapisan fitokimia memegang peranan terbesar dari kegiatan kimia bahan

alam. Sekalipun kegiatan ini bertitik tolak pada daya tarik kimiawi, hal ini

tidaklah mengurangi manfaat hasilpenelitian.Spesies-spesies yang telah

dianalisis secara fitokimia akan diinventarisasi untuk ditelaah lebih lanjut

mengenai strukturkimia senyawa- senyawa aktifnya (Lajis, 1985).

Dalam kajian farmakologi tentang pengujian komponen farmaka dalam

simplisia lahan sediaan obat erat kaitannya dengan uji fitokimia pada suatu

sampel yang pada dasarnya adalah mengetahui golongan senyawa kimia yang

terkandung dalam sediaan bahan obat tersebut. Tujuan utama dari penapisan

fitokimia adalah menganalisis tumbuhan untuk mengetahui kandungan bioaktif

yang berguna untuk pengobatan (Heyne, 1987).

Prinsip dari pendekatan skrining fitokimia yaitu analisa kualitatif

kandungan kimia dalam tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar, batang, daun,

bunga, buah, biji), terutama kandungan metabolit sekunder yang bioaktif, yaitu

alkaloid, antrakinon, flavonoid, glikosida jantung, kumarin, saponin (steroid

14

Page 22: Laporan Akhir Farkog Fix

dan triterpenoid), tanin (polifenolat), minyak atsiri (terpenoid), dan sebagainya

yang bertujuan untuk mendapatkan kandungan bioaktif (Teyler. V. E, 1988).

1. Uji alkaloid

Uji Alkaloid dilakukan dengan metode Mayer,Wagner dan Dragendorff.

Mayer’s Test: filtrate ditambahkan dengan reagen Mayer (kalium

merkuri iodide), hasil positif ditunjukan dengan perubahan warna

menjadi kuning. Dragendorff’s Test: filtrate ditambahkan dengan reagen

Dragendorff (larutan kalium bismuth iodide), hasil positif berubah

menjadi warna merah (Tiwari dkk, 2011).

2. Uji Flavonoid

Beberapa tetes dari HCl ditambahkan ke dalam sedikit

ekstrak.Perubahan warna menjadi merah mengindikasikan adanya

flavonoid (Ghani, 1998).

3. Uji Saponin

Uji Saponin dilakukan dengan metode Forth yaitu dengan cara

memasukkan 2 mL sampel kedalam tabung reaksi kemudian

ditambahkan 10 mL akuades lalu dikocok selama 30 detik, diamati

perubahan yang terjadi. Apabila terbentuk busa yang mantap (tidak

hilang selama 30 detik) maka identifikasi menunjukkan adanya saponin

(Marliana dkk, 2005).

4. Uji Tanin

Ekstrak 10 ml disaring dengan kertas saring lalu ditambahkan reagen

FeCl3. Hasil positif ditunjukkan dengan warna biru (Farhan dkk, 2012).

5. Uji Steroid

Asetat anhidrid 2 ml ditambahkan ke dalam 0,5 g ekstrak etanol dari

sampel dengan 2 ml H2SO4. Perubahan warna dari ungu menjadi biru

atau hijau menunjukkan adanya steroid (Syeikh dkk, 2013).

15

Page 23: Laporan Akhir Farkog Fix

6. Uji Terpenoid

Ekstrak 5 ml ditambahkan dengan 2 ml kloroform dan 3 ml

H2SO4.Terbentuknya monolayer berwarna coklat kemerahan di

permukaan menunjukkan hasil positif untuk uji ini (Syeikh dkk, 2013).

7. Uji Fenol

Ke dalam 2 ml ekstrak ditambahkan 1 ml larutan feri klorida

1%.Perubahan warna menjadi biru atau hijau menunjukkan reaksi positif

(Mushtaq et al, 2014).

8. Uji Minyak Atsiri

Ekstrak 10 ml disaring untuk diuji dengan sinar UV.Adanya minyak atsiri

ditandai dengan munculnya warna merah muda pada kertas saring

(Farhan dkk, 2012).

2.5.3. Parameter Standar Spesifik dan Non-Spesifik Tanaman

Standardisasi ekstrak tidak lain adalah serangkaian parameter yang

dibutuhkan sehingga ekstrak persyaratan produk kefarmasian sesuai dengan

persyaratan yang berlaku. Parameter-parameter standar ekstrak terbagi

menjadi 3, yaitu :

1. Parameter Non Spesifik

a. Susut Pengeringan

Pengukuran dan sisa zat setelah pengeringan pada temperature

105 C selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang dinyatakan

sebagai nilai prosen. Dalam hal khusus (jika bahan tidak mengandung

minyak menguap/atsiri dan sisa pelarut organic menguap) identic

dengan kadar air, yaitu kandungan air karena berada di

atmosfer/lingkungan udara terbuka (Depkes RI. 2000).

b. Bobot Jenis

Bobot jenis adalah masa per satuan volume pada suhu kamar

tertentu (25 C) yang ditentukan dengan alat khusus piknometer atau alat

16

Page 24: Laporan Akhir Farkog Fix

lainnya.Tujuannya yaitu memberikan batasan tentang besarnya masa

per satuan volume yang merupakan parameter khusus ekstrak cair

sampai ekstrak pekat (kental) yang masih dapat dituang (Depkes RI.

2000).

c. Kadar Air

Parameter kadar air merupakan pengukuran kandungan air yang

berada didalam bahan. Penetapan parameter dilakukan dengan cara

yang tepat yaitu titrasi, destilasi atau gravimetri. Tujuan dari parameter

ini adalah memberikan batasan maksimal atau rentang tentang besarnya

kandungan air di dalam bahan (Depkes RI. 2000).

d. Parameter Kadar Abu

Bahan yang dipanaskan pada temperatur dimana senyawa organik

dan turunannya terdekstruksi dan menguap.Sehingga tinggal unsur

mineral dan organik. Tujuan dari parameter ini adalah memberikan

gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari

proses awal sampai terbentuknya ekstrak (Depkes RI. 2000).

e. Kadar Abu Tidak Larut Asam

Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu pada penetapan

kadar abu yang tidak larut dalam asam ketika dilarutkan dengan pelarut

asam (Depkes RI. 2000).

f. Sisa Pelarut

Menentukan kandungan sisa pelarut tertentu (yang memang

ditambahkan) yang secara umum dengan kromatografi gas. Untuk

ekstrak cair berarti kandungan pelarutnya, misalnya kadar alcohol

(Depkes RI. 2000).

g. Residu Peptisida

Menentukan kandungan sisa peptisida yang mungkin saja pernah

ditambahkan atau mengkontaminasi pada bahan simplisisa pembuatan

ekstrak (Depkes RI, 2000).

17

Page 25: Laporan Akhir Farkog Fix

h. Parameter Cemaran Logam Berat

Parameter cemaran logam berat adalah menetukan kandungan

logam berat secara spektroskopi serapan atom atau lainnya yang lebih

valid. Tujuan dari parameter ini adalah untuk memberikan jaminan

bahwa ekstrak tidak mengandung logam berat tertentu (Hg, Pb, Cu dll.)

melebihi nilai yang ditetapkan karena berbahaya (toksik) bagi kesehatan

(Depkes RI. 2000).

i. Parameter Cemaran Aflatoksin

Parameter cemaran aflatoksin merupakan parameter yang

menetukan adanya aflatoksin dengan metode Kromatografi Lapis Tipis

(KLT). Tujuan dari parameter ini adalah memberikan jaminan bahwa

ekstrak tidak mengandung cemaran jamur melebihi batas yang

ditetapkan karena berpengaruh pada stabilitas ekstrak dan aflotoksin

yang berbahaya bagi kesehatan (Depkes RI. 2000).

j. Parameter Cemaran Mikroba

Parameter cemaran mikroba digunakan untuk menentukan

(identifikasi) adanya mikroba yang patogen secara analisis.Tujuan dari

parameter ini adalah untuk memberikan jaminan bahwa ekstrak

mengandung mikroba patogen dan tidak mengandung mikroba

nonpatogen melebihi batas yang ditetapkan karena berpengaruh pada

stabilitas ekstrak dan berbahaya (toksik) bagi kesehatan(Depkes RI.

2000).

2. Parameter Spesifik

a. Identitas

Identitas ekstrak dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Deskripsi tata nama :

Nama Ekstrak (generik, dagang, paten)

Nama latin tumbuhan (sistematika botani)

Bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang, daun, buah,)

18

Page 26: Laporan Akhir Farkog Fix

Nama Indonesia tumbuhan

Ekstrak dapat mempunyai senyawa identitas artinya senyawa tertentu

yang menjadi petunjuk spesifik dengan metode tertentu (Depkes RI,

2000).

b. Organoleptik

Parameter oranoleptik digunakan untuk mendeskripsikan bentuk,

warna, bau, rasa menggunakan panca indera dengan tujuan pengenalan

awal yang sederhana dan seobyektif mungkin (Depkes RI. 2000).

c. Senyawa Terlarut dalam Pelarut Tertentu

Melarutkan ekstrak dengan pelarut untuk ditentukan jumlah

solutm yang identic dengan jumlah senyawa kandungan secara

gravimetri (Depkes RI, 2000).

d. Uji Kandungan Kimia Ekstrak

1. Pola kromatogram

Pola kromatogram mempunyai tujuan untuk memberikan

gambaran awal komponen kandungan kimia berdasarkan pola

kromatogram kemudian dibandingkan dengan data baku yang

ditetapkan terlebih dahulu (Depkes RI, 2000).

2. Kadar Total Golongan Kandungan Kimia

Dengan penerapan metode spektrofotometri, titrimetric,

volumetric, gravimetric atau lainnya, dapat ditetapkan kadar

golongan kandungan kimia (Depkes RI, 2000).

3. Kadar Kandungan Kimia Tertentu

Instrumen yang dapat digunakan untuk uji ini yaitu Densitometer,

Kromatografi Gas, Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau instrument

lain yang sesuai (Depkes RI, 2000).

19

Page 27: Laporan Akhir Farkog Fix

BAB III

METODE

3.1 ALAT

Batang Pengaduk, Beaker glass,Botol sirup, Chamber, Corong, Cawan

porselein, Desikator, Inkubator, Kaca Arloji, Kertas perkamen, Kertas saring, Krus,

Labu ukur, Mikropipet, Mikroskop, Mixer, Neraca analitik, Ose, pH indicator,

Piknometer, Pipet volume, Plat KLT, Spektrofotometer UV-Vis, Tabung reaksi,

Tungku.

3.2 BAHAN

Alumunium klorida, Amil Alkohol, Amonia, Asam asetat, Asam klorida encer,

Aquades, Daun Salam, Dragendorff Reagent, Ekstrak daun Salam, Etanol, FeCl3

Reagent, Gelatin 1%, Kalium asetat, Kloroform, KOH, Liebermann Reagent,

Magnesium (Mg), Mayer Reagent, n-butanol, Serbuk simplisia daun Salam, Vanilin

Sulfat.

3.3. TAHAPAN PRAKTIKUM

3.3.1. Farmakognosi – Farmasi Bahan Alam

a. Perajangan Simplisa

Simplisia Polyanthii folium ditimbang sebanyak 1 kg, lalu dirajang

menggunakan nampan bambu. Perajangan dibantu dengan menggunakan

sarung tangan agar tidak terjadi luka.

b. Perendaman Simplisia

Simplisia yang sudah dirajang, ditimbang sebanyak 3 bagiannya (1 bagian

untuk skrinning fitokimia). 3 bagian simplisia tersebut direndam didalam

pelarut etanol 70% sebanyak 7,3 L, lalu didiamkan selama 2 hari (36 jam).

c. Penyaringan

Simplisia yang telah direndam selama 2 hari, disaring dengan

menggunakan corong yang dilapisi dengan kapas agar simplisia yang direndam

tidak ikut terbawa dalam hasil penyaringan.

d. Evaporasi

20

Page 28: Laporan Akhir Farkog Fix

Hasil penyaringan simplisia selanjutnya akan dievaporasi dengan

menggunakan alat rotavor. Tujuan dari evaporasi ini adalah menghilangkan

kadar etanol dalam simplisia sehingga nantinya akan terbentuk ekstrak kental.

e. Uji Makroskopik Ekstrak

Setelah ekstrak terbentuk, ekstrak akan diuji makroskopik dengan cara

ekstrak diamati secara langsung atau secara visual. Dilihat bentuknya,

warnanya dan baunya.

f. Uji Skrinning Fitokimia

1. Identifikasi Alkaloid

Sebanyak 5 ml sampel dibasakan dengan laritan amonium 10% (tes

dengan kertas pH) kemudian dipartisi dengan kloroform (2 X 5ml). Fraksi

kloroform digabungkan lalu diasamkan dengan HCl 1 M. Larutan asam

dipisahkan dan diuji dengan pereaksi dragendorf atau mayer. Endapan

kuning jingga atau putih menunjukan adanya alkaloid.

2. Identifikasi Flavonoid

Dilakukan dengan menggunakan reagen atau pereaksi Willstater,

Smith-Matcalfe dan NaOH 10% karena dapat menghasilkan terjadinya

perubahan warna yang menunujukan bahwa ekstrak tersebut positif

mengandung senyawa yang termasuk dalam golongan flavonoid. Pada uji

willstater akan terjadi perubahan warna dari coklat muda menjadi kuning

muda. Pada uji smith-Matcalfe akan terjadi perubahan warna dari Coklat

muda menjadi kuning muda dan pada uji dengan pereaksi NaOH 10% akan

terjadi perubahan warna dari Coklat muda menjadi kuning muda. flavonoid

yang ditambahkan dengan pereaksi Willstater, Smith-Matcalfe dan NaOH

10% kan berubah warna, hal ini dikarenakan flavonoid termasuk dari

senyawa.

3. Identifikasi Kuinon

Untuk memastikan suatu pigmen termasuk kuinon atau bukan, dapat

dilakukan dengan reaksi warna. Reaksi yang khas adalah reduksi bolak-balik

yang mengubah kuinon menjadi semyawa tanwarna, kemudian warna

kembali lagi bila terjadi oksidasi oleh udara. Reaksi dapat digunakan dengan

21

Page 29: Laporan Akhir Farkog Fix

menggunakan natrium borohidrida dan oksidasi ulang dapat dilakukan

dengan mengocok larutan itu diudara. Untuk kebanyakan kuinon, hasil uji

reduksi dalam larutan yang agak basa lebih mencolok dan oksidasi ulang di

udara lebih cepat. Kuinon menuknjukan geseran batokrom yang kuat dalam

basa, tetapi ini bukan ciri khasnya. Selain itu untuk mendeteksi kuinon juga

dapat digunakan pereaksilarutan natrium hidroksida 1 N. Bila terbentuk

wama merah menunjukkan adanya kuinon.

4. Identifikasi Saponin

Uji Saponin dilakukan dengan metode Forth yaitu dengan cara

memasukkan 2mL sampel kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan

10mL akuades lalu dikocok selama 30 detik, diamati perubahan yang

terjadi. Apabila terbentuk busa yang mantap (tidak hilang selama 30 detik)

maka identifikasi menunjukkan adanya saponin. Uji penegasan saponin

dilakukan dengan menguapkan sampel sampai kering kemudian

mencucinya dengan heksana sampai filtrat jernih. Residu yang tertinggal

ditambahkan kloroform, diaduk 5 menit, kemudian ditambahkan Na2SO4

anhidrat dan disaring. Filtrat dibagi menjadi 2 bagian, A dan B. Filtrat A

sebagai blangko, filtrat B ditetesi anhidrat asetat, diaduk perlahan,

kemudian ditambah H2SO4 pekat dan diaduk kembali.

5. Identifikasi Triterpenoid dan Steroid

Digunakan pereaksi L-B, H2SO4 pekat dan H2SO4 50%. Digunakan

pereaksi ini karena dapat menghasilkan terjadinya perubahan warna yang

menunujukan bahwa ekstrak tersebut positif mengandung senyawa yang

termasuk dalam golongan triterpen. Pada uji triterpen yang menggunakan

pereaksi L-B, H2SO4 pekat dan H2SO4 50%., terjadi perubahan warna, hal ini

disebabkan oleh Uji warna Liebermann- Burchard (LB) berguna untuk

mengetahui adanya senyawa saponin baik triterpenoid maupun steroid. Uji

warna Liebermann- Burchard (LB) . Apabila pada campuran timbul

kecoklatan atau violet pada perbatasan dua pelarut menunjukkan adanya

triterpen, sedangkan munculnya warna hijau kebiruan menunjukkan

adanya sterol. Hasil uji warna Liebermann- Burchard (LB) terhadap sampel

22

Page 30: Laporan Akhir Farkog Fix

adalah terjadinya perubahan warna pada sampel yaitu terbentuknya cincin

warna coklat muda. Sedangkan hasil uji warna Liebermann- Burchard (LB)

terhadap ekstrak terjadinya perubahan warna pada sampel yaitu

terbentuknya cincin warna coklat tua.

6. Identifikasi Tannin

Sampel ditambahkan dengan 1 % gelatin. Hasil positif menunjukkan

adanya endapan putih.

7. Identifikasi Polifenol

Sampel ditambahkan dengan reagen FeCl3. Hasil positif menunjukkan

terbentuknya warna Hitam.

8. Identifikasi Sesquiterpen dan Monoterpen

1 gram sampel digerus dengan ditambahkan dengan eter. Dipipet

dan diuapkan sehingga terbentuk residu. Residu direaksikan dengan vanillin

sulfat akan berubah warna. Sedangkan residu yang direaksikan dengan

Liebermann. Hasil positif menunjukkan warna hijau jika direaksikan dengan

Liebermaan adalah Monoterpen.

g. Uji Mikroskopik

Sampel simplisia diamati di bawah mikroskop dengan cara simplisia

digerus terlebih dahulu hingga terbentuk serbuk atau serpihan yang sangat

kecil. Setelah itu ditaburkan ke dalam kaca objek lalu ditetesi aquades dan

terakhir diamati dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10 x,

40 x dan 100 x.

h. Uji Kadar Sari Larut Etanol

Ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram lalu dimasukkan ke dalam labu

bersumbatdan ditambahkan 20 mL etanol p. Dikocok berkali kali selama 6

jam dan didiamkan selama 18 jam lalu disaring dengan menggunakan kertas

saring. Filtrate diambil sebanyak 4 mL lalu diuapkan hingga kering dalam

cawan dangkal beralas datar yang telah lebih dulu dipanaskan dengan suhu

23

Page 31: Laporan Akhir Farkog Fix

105OC. Lalu ditimbang massanya kemudian dipanaskan lagi dan ditimbang

lagi hingga massanya tetap.

i. Uji Kadar Sari Larut Air

Ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram lalu dimasukkan ke dalam labu

bersumbatdan ditambahkan 20 mL air jenuh dan kloroform. Dikocok berkali

kali selama 6 jam dan didiamkan selama 18 jam lalu disaring dengan

menggunakan kertas saring. Filtrate diambil sebanyak 4 mL lalu diuapkan

hingga kering dalam cawan dangkal beralas datar yang telah lebih dulu

dipanaskan dengan suhu 105OC. Lalu ditimbang massanya kemudian

dipanaskan lagi dan ditimbang lagi hingga massanya tetap.

j. Uji Pola Kromatografi Lapis Tipis

Ekstrak ditimbang dan diekstraksi berturut turut dengan pelarut

heksana, etil asetat, etanol dan air. Ekstraksi dilakukan dengan cara dikocok

selama 15 menit atau dengan getaran ultrasonic atau dengan pemanasan.

Kemudian disaring untuk mendapatkan larutan uji. Pelat silica gel diukur

sedemikian rupa dan diberi garis. Ekstrak cair dibutuhkan pada garis awal

menggunakan pipa kapiler, biarkan beberapa saat hingga pelarut menguap.

Pelat silica dimasukkan ke dalam bejana kromatografi yang dijenuhkan

terlebih dahulu. Hentikan hingga cairan mengembang sampai garis akhir.

Amati KLT di bawah lampu UV 254 dan 366 nm.

3.3.2. Analisis Farmasi dan Kimia Medisinal Sediaan Liquid dan Semi Solid

a. Penetapan Kadar Abu

Ditimbang sebanyak 2 gram ekstrak daun salam, lalu dimasukkan ke

dalam kurs yang telah ditara sebelumnya. Lalu dipijarkan secara perlahan-

lahan sambil suhunya dinaikkan secara bertahap hingga 600 ± 25OC bebas

karbon. Setelah selesai dipijarkan, sampel didinginkan di dalam desikator.

Setelah dingin, kemudian ditimbang berat abu. Penetapan kadar abu

dihitung dalam % terhadap berat sampel simplisia.

b. Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam

24

Page 32: Laporan Akhir Farkog Fix

Abu yang dihasilkan dari penetapan kadar abu, didihkan dengan 25

mL asam klorida encer P selama 5 menit. Kemudian bagian yang tidak larut

dikumpulkan dan disaring dengan menggunakan kertas saring bebas abu.

Lalu filtrat dicuci dengan air panas, lalu disaring dan ditimbang. Penetapan

kadar abu yang tidak larut asam dihitung dalam % terhadap berat sampel

awal.

c. Penetapan Bobot Jenis

Bobot jenis ekstrak ditentukan terhadap hasil pengenceran ekstra

(5% dan 10%) dalam pelarut tertentu (etanol) dengan alat piknometer.

d. Penentuan Jumlah Flavonoid metode Alumunium Klorida

Dibuat larutan uji ekstrak yaitu 1 gram serbuk simplisia dlam 25 mL

etanol 95%. Diaduk selama 8 jam mengunakan alat pengaaduk pada

kecepatan 200 rpm selama tiga hari. Kemudian disaring, filtrat yang

diperoleh di ad etanol 95% sampai 25 mL. Lalu dibuat kurva kalibrasi

dengan kuersetin sebagai perbandingan, dengan etanol pada konsentrasi

40, 60, 80, 100, dan 120 μg/mL. Setelah itu 0,5 mL dari tiap konsentrasi

dicampur dengan 1,5 mL etanol 95%, 0,1 mL alumunium klorida 10%, 0,1

mL kalium asetat 1M, dan 2,8 mL aquadest.

Kemudian inkubasi selama 30 menit pada suhu kamar. Lalu diukur

serapannya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang

maksimal 438 nm. Lalu ditentukan jumlah flavonoid dari larutan uji ekstrak

etanol buah merah, sejumlah 0,5 mL ekstrak etanol sampel diperlakukan

sama seperti pada pembuatan kurva kalibrasi. Dihitung kadar flavonoidnya.

Perhitungan untuk menentukan jumlah flavonoid dengan metode

kolorimetri, alumunium klorida dihitung menggunakan persamaan :

F1=C XV X F X 10−6

mx100%

Keterangan :

F1 : jumlah flavonoid dengan metode alumunium klorida

C : kesataraan kuersetin (g/mL)

V : volume total ekstrak etanol (mL)

25

Page 33: Laporan Akhir Farkog Fix

F : faktor pengenceran (2)

m : berat sampel (gr)

e. Pengujian Kualitatif dengan Kuersetin dalam Ekstrak

Ditotolkan larutan ekstrak dan baku kuersetin masig-masing 1 cm

diatas plat KLT. Kemudaan dikembangkan plat dlam chamber yang

mengandung 200 mL campuran n-butanol, asam asetat, dan air ( 4:1:5).

Lalu dikeringkan plat dan dilihat dibaawah sinar UV. Kemudian hitung Rf

sampel dan dibandingkan dengan Rf standar. Lakukan pengujian warna, plat

dkembangkan dalam cairan jenuh mengandung uap amonia. Hasil positif

warna berubah menjadi kuning pekat (kuersetin).

3.3.3. Teknologi Formulasi Sediaan Liquid dan Semi Solid

a. Proses Pembuatan Sediaan Suspensi

Ditimbang bahan – bahan yang akan digunakan untuk membuat

sediaan, yaitu ekstrak Polyanthii folium (16,8 gram), Na – CMC (2,1 gram),

Xanthan gum (1,05 gram), Gliserin (21 gram), Na – Sitrat (0,42 gram),

Sukrosa (126 gram), Nipagin (0,756 gram), Nipasol (0,084 gram), Sorbitol

(42 gram), Red Color (0,042 gram), Essence Strawberry (0,042 gram) serta

aquades.

Setelah penimbangan selesai, dibuat basis untuk pembuatan

suspense yaitu dengan cara air dipanaskan sampai 70OC lalu dimasukkan ke

dalam baskom (stainless steel). Kemudian ditambahkan Na – CMC dan

Xanthan gum lalu diaduk menggunakan alat pengaduk (mixer). Sambil

menunggu basis mengembang, tambahkan nipagin, nipasol dan aquades

sebanyak 50 mL. Lalu aduk dengan mixer sampai mengembang.

Dalam wadah berkapasitas 250 mL, dimasukkan aquades 100 mL,

ekstrak Polyanthii folium 16,8 g dan gliserin 21 g lalu diaduk hingga

semuanya tercampur merata. Setelah bercampur, kemudian dimasukkan

perlahan – lahan campuran tersebut ke dalam basis yang sudah

mengembang sambil diaduk dengan menggunakan mixer. Setelah

bercampur, ditambahkan aquades panas (± 98°C), sukrosa 126 g, sorbitol 42

g, dan pewarna merah (red color) 0,042 g, lalu diaduk dengan

26

Page 34: Laporan Akhir Farkog Fix

menggunakan mixer. Terakhir ditambahkan essence strawberry sambil

diaduk terus dengan menggunakan mixer selama 10 menit.

b. Uji Organoleptis

Dilihat bentuk, warna, aroma, dan rasa dari suspense yang telah

dibuat dari ekstrak Polyanthii folium ini.

c. Uji pH

Dimasukkan beberapa mL sediaan suspense ke dalam cawan

penguap, lalu dicek pH sediaan dengan menggunakan pH meter (Indikator

universal).

3.3.4. Mikrobiologi

a. Uji Angka Lempeng Total (ALT)

Pertama Timbang 1 gram ekstrak, kemudian dilarutkan ke dalam

etanol di dalam beaker glass. Pindahkan ke dalam labu ukur 100 mL. Lalu

larutan tersebut di add hingga tanda batas dengan aquadest. Kemudian

larutan tersebut diencerkan dengan memipet 1 mL larutan ke dalam tabung

reaksi lalu ditambahkan aquadest 9 mL. Hingga diperoleh hasil pengenceran

10-1. Lakukan pengenceran hingga 10-3.

Dari setiap pengenceran dipipet ke dalam cawan petri dan dibuat

duplo. Ke dalam cawan petri dituangkan 15 – 20 mL PCA (media). Cawan

petri segera digoyang dan diputar sedemikian rupa hingga suspense

tersebut merata. Setelah terbentuk agar atau memadat, cawan petri

diinkubasi pada suhu 35OC – 37OC selama 24 – 48 jam dengan posisi

terbalik.

b. Uji Hemolisis

Ditimbang 0,5 gram ektrak. Lalu dilarutkan dengan 4,5 mL NaCl

fisiologi steril. Lalu diencerkan dengan cara diambil larutan sebanyak 0,5 mL

dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan NaCl fisiologi

steril sebanyak 4,5 mL dan diencerkan lagi hingga konsentrasinya 10-2.

27

Page 35: Laporan Akhir Farkog Fix

Dimasukkan darah sebagai media percobaan ke dalam cawan petri.

Lalu setiap larutannya digoreskan menggunakan ose dengan lup ke dalam

media percobaan. Penggoresan dilakukan dengan mengikuti huruf Y.

28

Page 36: Laporan Akhir Farkog Fix

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL DAN PEMBAHASAN PRAKTIKUM

4.1.1. Hasil dan Pembahasan Proses Pembuatan Ekstrak

Pada praktikum ini akan dibuat ekstrak simplisia daun salam. Daun salam

merupakan tanaman yang sering kita jumpai di pekarangan atau perkebunan. Pada

zaman dahulu daun ini digunakan sebagai bumbu masak khas indonesia. Selain

bermanfaat untuk bumbu masak daun salam juga bisa di gunakan untuk kesehatan

dan pengobatan secara tradisional.

Telah dilakukan serangkaian proses ekstraksi, uji organoleptis, makroskopik

serta mikroskopik, uji parameter nonspesifik, serta dilakukan formulasi sediaan

suspensi daun salam.

Pertama yang dilakukan adalah persiapan simplisia, pada persiapan simplisia

ini daun salam disortir dan dibersihkan dari kotorannya agar tidak mengganggu saat

proses ekstraksi. Proses perajangan ini dilakukan untuk memperluas permukaan dan

mempercepat proses pengeringan serta memudahkan dalam proses pengecilan luas

permukaan. Kemudian dilakukan proses pengeringan untuk mengurangi kadar air

yang didalamnya guna mencegah terjadinya reaksi enzimatis dan mencegah jamur

sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama dan komposisi kimia

didalmnya tidak mengalami perubahan. Untuk ukuran simplisia sendiri bahwa

semakin kecil ukuran sampel maka semakin luas permukaan semakin banyak dan

proses ekstraksi akan berlangung lebih efektif karena interaksi antara pelarut dengan

komponen kimia sampel semakin besar.

Selanjutnya adalah proses perendaman simplisia. Pada proses ini, ditimbang

simplisia dengan perbandingan 3:1 dengan 3 bagian untuk ekstraksi dan 1 bagian

untuk skrining fitokimia dan uji mikroskopik. 3 bagian simplisia direndam utnuk

dilakukan ekstraksi dengann menggunakna metode maserasi dengan cara

memasukkan hasil perajangan simplisia daun salam kedalam jerigen lalu direndam

dengan 7,3 L etanol 70% didiamkan selama 36 jam.

29

Page 37: Laporan Akhir Farkog Fix

Ekstraksi adalah proses penarikan senyawa aktif dari suatusimplisia

menggunakan pelarut tertentu, dimana ekstraksi memilikiprinsip umum yaitu difusi

dan osmosis. Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi

senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang

sesuai.

Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarikkomponen kimia yang

terdapat pada bahan alam. Ekstraksi inididasarkan pada prinsip perpindahan massa

komponen zat kedalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan

antarmuka kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut.

Etanol digunakan dalam hal ini karena etanol memiliki tingkat kepolaran yang

cocok untuk mengekstrak senyawa-senyawa yang polar dari tanaman.Pelarut polar

cenderung universal digunakan karenabiasanya walaupun polar, tetap dapat menyari

senyawa-senyawa dengan tingkat kepolaran lebih rendah. Etanol hanya dapat

melarutkan zat-zat tertentu,Umumnya pelarut yang baik untuk alkaloida,

glikosida,damar-damar, minyak atsiri tetapi bukan untuk jenis-jenisgom, gula dan

albumin. Etanol juga menyebabkan enzim-enzim tidak bekerja termasuk peragian

dan menghalangi perutumbuhan jamur dan kebanyakan bakteri. Sehingga disamping

sebagai cairan penyari juga berguna sebagai pengawet. Campuran air-etanol

(hidroalkoholic menstrum) lebih baik dari pada air sendiri.

Selain itu juga alasan digunakan cairan penyari etanol 70% karena etanol tidak

menyebabkan pembengkakan pada membran sel dan memperbaiki stabilitas bahan

obat terlarut, dan sangat efektif menghasilkan bahan aktif yang optimal, bahan

simplisia yang ikut tersari dalam cairan penyari hanya sedikit, sehingga zat aktif yang

tersari akan lebih banyak. Dan juga karena simplisia yang digunakan adalah simplisia

kering yang butuh air (70% : 70 etanol-30 air) banyak untuk membuka pori-pori sel

agar terjadi kesetimbangan. Serta etanol juga mudah diuapkan sehingga hemat

dalam segi waktu dan kuantitas.

Proses ekstraksi yang digunakan maserasi karena keuntungan cara penyarian

dengan maserasi adalah cara pengerjaan yang digunakan sederhana dan mudah

diusahakan namun kerugiannya adalah pengerjaannya lama dan penyariannya

kurang sempurna.

30

Page 38: Laporan Akhir Farkog Fix

Setelah proses perendaman dilakukan penyaringan ke 1. Rendemen pertama

simplisisa daun salam disaring dengan corong yang dilapisi kapas agar simplisia yang

direndam tidak ikut terbawa dalam hasil penyaringan. Daun simplisia tadi diganti

pelarutnya dengan ditambahkan kembali pelarut etanol, lalu direndam kembali

selama 24 jam.

Jumlah pelarut yang digunakan pada maserasi ulangan lebih sedikit dari

maserasi sebelumnya. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa:

1. Ada pelarut yang tertahan dalam wadah selama proses penyaringan

2. Jumlah zat yang tertarik pada maserasi ulangan lebih sedikit dari maserasi

sebelumnya.

Pada penyaringan kedua hasil perendaman daun simplisia disaring kembali dan

hasilnya dimasukkan kedalam labu besar unuk dilakukan proses evaporasi

menggunakan rotavapor untuk didapatkan maserat. Pada proses ini akan terjadi

penguapan dimana etanol akan terpisah dari ekstrak sehingga didapat ekstrak yang

pekat. Pada saat proses penguapan, temperatur harus dijaga pada kisaran 60 untuk

mencegah penguraian zat-zat yang terjadi pada temperatur yang lebih tinggi. Setelah

selesai dilakukan rangakaian pemisahan ekstrak dari penyarinya dengan

menggunakan alat rotavapor, rendemen didapat sebesar 30 gram dari 1000 gram

sehingga hasilnya adalah 3 %.

4.1.2. Hasil dan Pembahasan Uji Makroskopik dan Mikroskopik

Makroskopik daun salam yaitu daun tunggal bertangkai pendekk , panjang

tangkai daun 5mm sampai 10 mmm, helai daun berbentuk jorong memanjang.

Panjang 7 cm sampai 15 cm, lebar 5 cm sampai 10 cm; ujung dan pangkal daun

meruncing, tepi rata; permukaan atas berwarna coklat kehijauan, licin , mengkilat,

permukaan bawah berwarna coklat tua; tulang daun menyirip dan menonjol pada

permukaan bawah, tulang cabang halus.

Mikroskopik daun salam yaitu Epidermis atas terdiri dari satu lapis sel

berbentuk persegi panjang, diinding empat panjang dinding tebal, kutikula tebal,

pada pengamatan tangensial dinding samping berkelok-kelok , kutikula jelas bergaris.

Sel epidermis bawah kecil daripada epidermis atas, dinding tipis, kutikula tebal, pada

pengamatan tangensial dinding samping lebih berkelok kelok. Stomata tipe parasitic,

31

Page 39: Laporan Akhir Farkog Fix

hanya terdapat pada epidermis bawah. Mesofil ; jaringan palisade terdiri dari 1

sampai 3 lapis, berisi serbuk hablur kalsium oksalat. Serbuk warna coklat, fragmen

pengenal adalah fragmen epidermis atas dengan kutikula bergari; fragmen epidermis

bawah; hablur kalsium oksalat bentuk roset, lepas atau dalam mesofil; fragmen

berkas pembuluh , fragmen serabut sklerenkim.

4.1.3. Hasil dan Pembahasan Uji Skrinning Fitokimia

Pendekatan skrining fitokimia meliputi analisis kualiatif kandungan kimia

dalam tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar, batang, daun, bunga, buah, biji),

terutama kandungan metabolit sekunder yang bioaktif, yaitu alkaloid, antrakinon,

flavonoid, glikosida jantung, kumarin, saponin (steroid dan triterpenoid), tannin

(polifenolat), minyak atsiri (terpenoid), iridoid, dan sebagainya. Adapun tujuan

utama dari pendekatan skrining fitokimia adalah untuk mengetahui apakah dalam

tumbuhan yang diuji mengandung kandungan bioaktif atau kandungan yang

berguna untuk pengobatan yang mempunyai efek racun atau efek efek farmakologis

lain yang bermanfaat bila diujikan dengan system biologi atau bioassay.

Dalam literature dikatakan bahwa kandungan metabolit sekunder yang dimiliki

daun salam diantaranya tanin, flavonoid, saponin, triterpen, polifenol, alkaloid dan

minyak atsiri (Sudarsono dkk., 2002).

Keberadaan metabolit sekunder dapat diidentifikasi keberadaannya dengan

melakukan uji penapisan menggunakan perlakuan dan pemberian pereaksi-pereaksi

tertentu, setiap ,metabolit sekunder yang ingin diketahui akan berbeda tiap

perlakuannya. Pada kali ini metabolit sekunder yang akan diuji hanya flavonoid,

tannin (polifenolat), polifenol, kuinon, saponin, alkaloid, sesquiterpen dan

monoterpen.

Daun salam (Syzygium polianthum) harus diserbukkan atau dihaluskan terlebih

dahulu sebelum dilakukan skrining fitokimia. Hal ini bertujuan untuk menghancurkan

dinding sel yang sifatnya kaku sehingga senyawa target (metabolic sekunder) yang

berada dalam vakuola mudah diambil dan memudahkan dalam pengujian.

Untuk pengujian flavonoid, tannin, polifenol, kuinon dan saponin, simplisia

daun salam digerus terlebih dahulu sehinggga didapatkan serbuk simplisia, serbuk

simplsia daun salam dilarutkan terlebih dahulu dalam air sebanyak 10 ml dan

32

Page 40: Laporan Akhir Farkog Fix

dipanaskan selama 30 menit dalam air mendidih, lalu disaring dan filtratnya diambil

untuk dilakukan pengujian. Filtrate yang didapat dibagi atas 5 tabung reaksi.

Untuk pengujian alkaloid, kedalam simplisia daun salam ditambahkan amoniak

lalu simplisia digerus kuat hingga homogeny, tujuan penambahan Ammonia

berfungsi untuk membasakan dan pengendapan alkaloid agar dapat diperoleh

alkaloid dalam bentuk garam atapun alkaloid dalam bentuk basa bebas. Lalu

ditambah 5ml kloroform dan di gerus kuat. Kloroform digunakan dengan tujuan

dapat menarik senyawa alkaloid karena alkaloid mempunyai kelarutan yang baik

dalam kloroform, alkohol, tetapi tidak larut dalam air meskpun dapat larut dalam air

panas. Setelah homogeny kemudian disaring menggunakan kertas saring dan

filtratnya diambil untuk pengujian.

No Pengujian Reagen Hasil Literature

1 Flavonoid Mg, HCl, amil alkohol Positif

(menghasilkan

warna kuning)

Positif

2 Tannin Gelatin 1% Positif (Endapan

putih)

Positif

3 Polifenol FeCl3 Positif Larutan

Hitam

Positif

4 Kuinon KOH Positif Larutan

merah coklat

Positif

5 Saponin Pengocokan 10 detik Positif Terbentuk

busa persisten

Positif

6 Alkaloid HCl, pereaksi mayer dan

dragendorf

Negatif Positif

7 Monoterpen dan

sesquiterpen

Eter, vanilinsulfat Positif Positif

1. Uji flavonoid

33

Page 41: Laporan Akhir Farkog Fix

Dari hasil percobaan, daun salam yang telah diuji positif memiliki

kandungan flavonoid, hasil positef ditandai dengan terbentuknya larutan

berwarna kuning setelah filtrat ditambahkan Mg, HCl dan amil alkohol kedalam

filtrate dan dilakukan pengocokan. Flavonoid adalah kelompok senyawa fenil

propanoid dengan kerangka karbon C6-C3-C6. Flavonoid mempunyai banyak

fungsi seperti : sebagai pigmen warna, fungsi fisiologi dan patologi, fungsi

farmakologi dan flavonoid dalam makanan, antiflamasi, antikanker,

antifertilitas, antiviral, antidiabetes, antidepresant, diuretik dll. Flavonoid inilah

yang dikandung oleh daun salam sehingga banyak banyak berfungsi dalam

kesehatan.

2. Uji tanin

Daun salam juga positif mengandung tannin dengan terbentuknya

endapan putih setelah filtrat ditambah gelatin 1% dan dilakukan pengocokan.

gelatin 1% ditambahkan bertujuan untuk mengendapkan garam. Sehingga

pada larutan tersebut terdapat endapan putih. Tanin dapat berfungsi sebagai

astringent dan memiliki kemampuan untuk menyamak kulit. Secara kimia,

tanin adalah ester yang dapat dihidrolisis oleh pemanasan dengan larutan

asam sampai menghasilkan senyawa fenol, biasanya merupakan derivate atau

turunan dari asam garlic dan gula.

3. Uji polifenol

Daun salam juga positif mengandung polifenol dengan terbentuknya

larutan berwarna hitam setelah filtrate ditambah larutan FeCl3 dan dilakukan

pengocokan. Terbentuknya warna hitam karena FeCl3 berfungsi untuk

membentuk kompleks. FeCl3 ditambahkan saat larutan dingin agar tidak

teroksidasi. Senyawa polifenol adalah suatu senyawa yang berasal dari

tumbuhan, dimana salah satu cirinya adalah mengandung cincin aromatik yang

tersubstitusi oleh dua atau lebih gugus fenol. Dua gugus fenol, hidrolisis dan

terkondensasi terdiri dari tanin yang merupakan suatu zat yang penting secara

ekonomi sebagai agen untuk menghaluskan kulit dan juga penting untuk

tujuan kesehatan.

34

Page 42: Laporan Akhir Farkog Fix

4. Uji kuinon

Daun salam juga positif mengandung kuinon dengan terbentuknya

larutan berwarna merah coklat setelah filtrate ditambahkan KOH beberapa

tetes dan dilakukan pengocokan. Kuinon adalah senyawa berwarna dan

mempunyai kromofor dasar seperti kromofor pada benzokuinon, yang terdiri

atas 2 gugus karbonil yang berkonyugasi dengan 2 ikatan rangkap karbon –

karbon. Warna pigmen kuinon alam beragam, mulai dari kuning pucat sampai

ke hampir hitam. Walaupun kuinon tersebar secara luas, namun perannya

terhadap warna tumbuhan sangat kecil.

5. Uji saponin

Daun salam juga positif mengandung saponin dengan terbentuknya busa

persisten setelah filtrate dikocok kuat selama 10 detik dan setelah ditambah

HCl pun masih berbusa. Saponin dapat menghasilkan busa karena saponin

merupakan salah satu surfaktan. Saponin merupakan senyawa glikosida

kompleks yaitu senyawa hasil kondensasi suatu gula dengan suatu senyawa

hidroksil organik yang apabila dihidrolisis akan menghasilkan gula (glikon) dan

non-gula (aglikon).

6. Uji alkaloid

Filtrate yang sudah didapat ditambah HCl. Penambahan HCl

ini berfungsi untuk membentuk garam alkaloid, karena alkaloid yang bersifat

basa dapat larut dalam pelarut yang bersifat asam, setelah itu filtrate dibagi

dalam 2 tabung reaksi, kedalam tabung reaksi tersebut ditetesi pereaksi mayer

dan dragendorf. Namun hasil yang didapat tidak menimbulkan hasil yang

positif karena pada filtrate tidak ditemukan perubahan menjadi warna ungu

pada pereaksi dragendorf ataupun putih pada pereaksi mayer.

Ketidaksesuaian tersebut diduga karena penambahan kloroform kurang

banyak, karena penambahan kloroform itu dimaksudkan untuk

mengangkat/menarik senyawa alkaloid yang terdapat dari daun salam tersebut

karena alkaloid memiliki kelarutan yang bagus dalam kloroform dan alkohol.

Untuk membuahkan hasil yang positif bisa juga di lakukan dengan penggantian

kroloform oleh alkohol untuk menarik senyawa alkaloidnya. Alkaloid

35

Page 43: Laporan Akhir Farkog Fix

merupakan kelompok senyawa yang mengandung nitrogen dalam bentuk

gugus fungsi amin. Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang

besar. Pada umumnya, alakaloid mencakup senyawa yang bersifat basa yang

mengandung satu atau lebih atom N sebagai bagian dalam surem siklik.

7. Monoterpen dan sesquiterpen

Terakhir pengujian monoterpen dan sesquiterpen, pada pengujian ini

simplisia sebanyak 1 gram lalu ditambahkan eter kedalamnya, kemudian

disaring dan dipipet, lalu diuapkan dalam cawan penguap sehingga terbentuk

residu, kedalam residu yang didapat, tetesi oleh vanillinsulfat, dan terbenuk

perubahan warna menjadi hijau, hal ini menandakan adanya monoterpen dan

sesquiterpen. Monoterpenoid terbentuk dari dua satuan isoprena dan

biasanya mempunyai sepuluh atom karbon. Monoterpenoid juga merupakan

komponen utama banyak minyak atsiri dan mempunyai makna ekonomi yang

besar sebagai bau – rasa, wewangian, dan pelarut. Sedangkan seskuiterpenoid

adalah senyawa C15, biasanya dianggap berasal dari tiga satuan isoprena.

Seperti monoterpenoid seskuiterpenoid terdapat sebagai komponen minyak

atsiri yang tersuling uap, dan berperan penting dalam memberi aroma kepada

buah dan bunga yang kita kenal.

4.1.4. Hasil dan Pembahasan Uji Organoleptis

Pemeriksaan organoleptis pada ekstrak meliputi warna, bau dan rasa. Warna

yang dihasilkan adalah warna coklat pekat, baunya adalah bau khas aromatik, dan

rasa yang khelat dan pahit. Hasil tersebut merupakan hasil yang sesuai dengan

organoleptis Syzygium polyanthum pada Farmakope Herbal Indonesia.

4.1.5.Hasil dan Pembahasan Uji Kadar Abu Total

Selanjutnya adalah penentuan kadar abu total. Prosedur penentuan kadar abu

total adalah pertama ditimbang 2 gram ekstrak kedalam krus yang telah ditara,

dikarenakan penentuan kadar merupakan kuantitatif sehingga perlu dilakukan

penyetaraan. Selanjutnya dilakukan pemijaran terhadap ekstrak dengan

36

Page 44: Laporan Akhir Farkog Fix

menggunakan tanur/furnace dan suhu dinaikkan dari 250C hingga 6000C. Pemijaran

ini dilakukan agar menghasilkan semua abu yang ada dala ekstrak. Kemudian

didinginkan dalam desikator. Desikator merupakan tempat bahan yang bersifat

higroskopis sehingga jika abu diletakkan dalam desikator maka tidak akan ada air

yang masih tertinggal dalam abu dan tidak mengganggu hasil penimbangan.

Kemudian ditimbang dan kadar abu dihitung terhadap berat sampel awal. Dan

didapatkan kadar abu total dalam ekstrak adalah 20%.

Kadar ini mengindikasikan bahwa kadar abu total dalam ekstrak tidak

memenuhi kadar yang seharusnya, yaitu 3-5%. Ini berarti bahwa pada saat

melakukan perajangan terhadap simplisia masih terdapat adanya mineral organik

dan mineral anorganik. Kemudian pada saat maserasi didalam pelarut etanol

terdapat mineral organik. Dan pada saat evaporasi dikarenakan penggunaan alat

yang tidak disiplin, didalamnya menyisakkan mineral anorganik yang berlebih.Kadar

abu tidak larut asam untuk menunjukkan jumlah silikat yang berasal dari pasir atau

tanah. Prosedur untuk penentuan kadar abu tidak larut asam adalah dengan

menimbang abu yang diperoleh dari kadar abu total dan dilarutkan dengan 25 ml

asam klorida encer selama 5 menit. Bagian yang tidak larut asam dikumpulkan dan

dilakukan penyaringan dengan kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas dan

disaring kembali. Pencucian dengan air panas ini dilakukan agar hasil penyaringan

akurat dan stabil saat ditimbang. Kadar yang didapatkan adalah 15%. Kadar ini

mengindikasika bahwa kadar tersebut tidak memenuhi kadar yang seharusnya, yaitu

tidak boleh lebih dari 0,9%.

Ini dikarenakan masih terdapat pasir dan silikat dalam ekstrak. Pada saat

dilakukan perajangan pasir masih terdapat dalam bahan, kemudian pada saat

maserasi didalam etanol tidak bersih dan meninggalkan pasir. Pada saat pengeringan

didalam waterbath, substansi asing berupa pasir dapa masuk ke dalam ekstrak

sehingga menghasilkan pasir dan silikat yang berlebih.

4.1.6. Hasil dan Pembahasan Penentuan Bobot Jenis

Kemudian dilanjutkan dengan penentuan bobot jenis. Prosedur penentuan

bobot jenis adalah dengan menimbang piknometer bersih di neraca analitis

dihasilkan bobotnya 21 gram, kemudian menimbang piknometer yang diisi dengan

37

Page 45: Laporan Akhir Farkog Fix

etanol didapatkan bobotnya 21,8 gram, dan piknometer diisi 5% dan 10% ekstrak

yang dilarutkan dalam etanol bobotnya dalah 21,9 gram. Setelah dilakukan

perhitungan maka didapatkan bobot jenis dari ekstrak adalah 0,125 gram. Ini berati

bahwa dalam 1 ml etanol yang ada dalam ekstrak kental terdapat 0,125 gram massa

ekstrak. Standardisasi dan aspek non spesifik diarahkan pada batas maksimal yang

diperbolehkan terhadap material berbahaya yang ada dalam ekstrak. Untuk itu

penggunaan metode yang memiliki batas deteksi rendah dan sensitif sangat

diperlukan.

4.1.7. Hasil dan Pembahasan Uji Susut Pengeringan

Untuk susut pengeringan dilakukan untuk mendapatkan apakah dalam ekstrak

masih terdapat kandungan air yang memenuhi standar. Prosedur penentuan susut

pengeringan adalah dengan ditimbang 1 gram ekstrak dalam krus yang sebelumnya

telah dipanaskan pada suhu 105 C selama 30 menit. Selanjutnya ekstrak dalam krus

dipanaskan pada suhu 105 C untuk mendapatkan berat yag konstan dengan toleransi

0,05 mg. Dan terakhir adalah didinginkan dalam desikator, selanjutnya dilakukan

perhitungan dan didapatkan kadarnya 11,88%.

Kadar ini mengindikasikan bahwa dalam ekstrak masih terdapat kadar air

sebanyak 11,88%. Kadar ini tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan. Ini

dikarenakan dalam proses ekstraksi jumlah air yang berlebih masih terjerat dalam

ekstrak saat evaporasi dan saat pengeringan dengan water bath.

Suatu ekstrak yang telah terbentuk perlu diuji kandungan air di dalamnya yang

kemudian dibandingkan dengan standar yang ditetapkan oleh Farmakope Herbal

Indonesia. Kadar air suatu ekstrak perlu dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

seberapa banyak kandungan air di dalam ekstrak untuk memudahkan penanganan

ekstrak selanjutnya seperti penyimpanan dan pengolahan agar kualitas dari ekstrak

itu sendiri dapat terjaga. Kadar air dalam esktrak akan memengaruhi daya tahan atau

stabilitas ekstrak selama penyimpanan. Ekstrak yang terlalu banyak air akan

mengakibatkan mudahnya mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan lainnya

tumbuh dan berkembang biak karena air merupakan media yang baik untuk

pertumbuhan mikroorganisme.

38

Page 46: Laporan Akhir Farkog Fix

4.1.8. Hasil dan Pembahasan Uji Kadar Air

Penentuan kadar air dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti dengan cara

pemanasan, dengan oven (oven vakum) atau pun dengan cara destilasi toluen.

Namun, penentuan kadar air yang dilakukan dalam praktikum ini hanyalah satu

metode saja yaitu penentuan kadar air dengan metode destilasi toluen meskipun

sebenarnya metode ini lebih rumit bila dibandingkan dengan metode lainnya, namun

metode ini dipilih karena bisa dilakukan pada ekstrak yang diperkirakan masih

banyak kandungan airnya dan satu-satunya pilihan ketika ekstrak tidak tahan

terhadap pemanasan dalam oven. Toluen merupakan pelarut yang massa jenisnya

lebih rendah dibandingkan dengan air, yang merupakan zat cair dapat membias,

tanpa warna, dan memiliki bau khas yang terbakar dengan nyala berasap. Toluen

dapat digantikan perannya oleh xilol ataupun heptana.

Ekstrak yang akan diuji kadar airnya ditimbang sebanyak 1 gram lalu

dimasukkan ke dalam labu kering. Ditambahkan ke dalamnya batu didih untuk

meredam gejolak mendadak saat mendidih. Lalu dimasukkan toluena dan setelah

mendidih dilakukan penyulingan sedikit demi sedikit dengan kecepatan 2 tetes per

detik agar diperoleh hasil sulingan yang baik. Dari praktikum yang dilakukan

diperoleh nilai kadar air sebesar 830% dan ini sangat jauh dari keadaan nstandar

tidak kurang dari sepuluh persen. Hal ini terjadi karena ada sebagian toluen yang ikut

tersuling sehingga tercampur dengan air.

4.1.9. Hasil dan Pembahasan Penentuan Kadar Sari Larut Air dan Etanol

Kadar sari larut air dlakukan dengan tujuan untuk mengetahui dan

menetapkan jumlah kandungan senyawa dalam ekstrak yang dapat larut dalam

pelarut yang sangat polar yaitu air. Metode penentuan kadar sari dilakukan pula

dengan tujuan untuk melihat hasil dari ekstraksi, sehingga dapat terlihat pelarut yang

cocok untuk dapat mengekstraksi senyawa tertentu. Dalam penentuan kadar sari

larut air ini, ditambahkan klorfom terlebih dahulu agar mikroba dan mikroorgansime

lainnya tidak dapat tumbuh. Bila tidak terdapat klorofom dikhawatirkan akan tumbuh

mikroorgansime yang dapat merusak ekstrak dan mungkin saja terjadi reaksi

hidrolisis di dalamnya sehingga merusak mutu ekstrak. Dari percobaan yang telah

39

Page 47: Laporan Akhir Farkog Fix

dilakukan diperoleh nilai kadar sari larut air sebesar 55 %, kadar sari larut air

seharusnya tidak lebih dari 7, 40 %. Artinya tidak sesuai dengan standar.

Sama halnya dengan kadar sari larut air, kadar sari larut etanol dilakukan

dengan tujuan agar diperoleh hasil penetapan jumlah kandungan senyawa dalam

ekstrak yang dapat larut dalam pelarut etanol (bersifat semi polar cenderung polar).

Di dalam kadar sari larut etanol, tidak dilakukan penambahan kloroform, karena

etanol sendiri bersifat sebagai antiseptik yang artinya dapat menghambat

pertumbuhan mikroorganisme. Dari percobaan diperoleh hasil 15 % yang seharusnya

tidak kurang dari 7, 8 %. Artinya, tidak sesuai dengan standar.

4.1.10. Hasil dan Pembahasan Uji KLT

Dalam pengujian ekstrak selanjutnya dilakukan pengujian menggunakan

Kromatografi Lapis Tipis atau KLT. KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa

– senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang sukar

dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen

untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom,

identifikasi senyawa secara kromatografi dan isolasi senyawa murni skala kecil.

Pelarut yang dipilih untuk pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa

yang dianalisis. Tujuan dari menggunakan KLT adalah untuk mencari nilai Rf yang

merupakan jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak

yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal. Nilai Rf dapat digunakan untuk identifikasi

senyawa. Dalam menggunakan KLT, nilai Rf dari sampel akan dibandingkan dengan

nilai Rf dari zat standar/baku untuk melihat kemurnian/kandungan zat didalam

senyawa sampel. Dalam menggunakan KLT terdapat dua fase yaitu fase diam dan

fase gerak. Fase diam yang digunakan dalam praktikum ini adalah plat silica dan

pelarut dalam praktikum ini adalah kombinasi n-butanol; asetat; dan air untuk polar,

kombinasi aseton; etil asetat untuk semipolar dan kombinasi n-heksan; kloroform

untuk pelarut non polar. Pada praktikum kali ini nilai Rf dari senyawa sampel tidak

dapat diketahui baik pada sinar UV 254 nm ataupun pada UV 366 nm. Hal ini

dikarenakan sifat zat sampel yang akan dideteksi tidak sesuai dengan sifat eluen

sehingga tidak dapat dideteksi. Seharusnya digunakan kombinasi pelarut yang sesuai

40

Page 48: Laporan Akhir Farkog Fix

dengan ekstrak sehingga Rf dapat diketahui dan bisa dibandingkan dengan Rf dari

senyawa baku.

4.1.11. Hasil dan Pembahasan Uji Kadar Flavonoid

Praktikum selanjutnya yang dilakukan untuk sampel ekstrak adalah

menentukan kadar flavonoid dalam sampel, Flavonoid adalah senyawa fenol alam

yang terdapat dalam hampir semua tumbuhan. Sejumlah tanaman obat yang

mengandung flavonoid telah dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan, antibakteri,

antivirus, antiradang, antialergi, dan antikanker. Efek antioksidan senyawa ini

disebabkan oleh penangkapan radikal bebas melalui donor atom hidrogen dari gugus

hidroksil flavonoid. Penentuan kadar flavonoid ini merupakan parameter spesifik.

Metode yang digunakan adalah metode kolorimeteri AlCl3, metode ini dikhususkan

untuk menentukan flavonoid total khususnya senyawa flavon dan flavonol dalam

ekstrak. Prinsip dari kolorimetri ini adalah pembentukan kompleks antara AlCl3

dengan gugus keto pada atom C-4 dan juga dengan gugus hidroksi pada atom C-3

atau C-4 yang bertetangga dari flavon dan flavonol. Kadar flavonoid yang didapat

pada larutan 1000 ppm adalah 0,006851 % dan pada larutan 500 ppm adalah

0,00579%. Kadar yang didapat tidak memenuhi syarat karena kadar flavonoid yang

seharusnya adalah tidak kurang dari 0,4%. Hal ini dikarenakan pada saat pembuatan

ekstrak banyak pengotor yang mengganggu kandungan kimia dalam ekstrak tersebut

dan dilakukan pemanasan yang berlebihan sehingga kandungan-kandungan yang

terdapat dalam ekstrak bisa rusak.

4.1.12. Hasil dan Pembahasan Uji ALT

Pengujian ekstrak sampel selanjutnya adalah kandungan mikroba. Untuk

mengukur kandungan mikroba digunakan pengujian Angka Lempeng Total (ALT). Uji

angka lempeng total dapat dilakukan dengan dua teknik, yaitu teknik cawan tuang

(pour plate) dan teknik sebaran (spread plate). Pada prinsipnya dilakukan

pengenceran terhadap sediaan yang diperiksa kemudian dilakukan penanaman pada

media lempeng agar. Jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada lempeng agar dihitung

setelah inkubasi pada suhu dan waktu yang sesuai. Perhitungan dilakukan terhadap

petri dengan jumlah koloni bakteri antara 30-300. Angka lempeng total dinyatakan

41

Page 49: Laporan Akhir Farkog Fix

sebagai jumlah koloni bakteri hasil perhitungan dikalikan faktor pengenceran. Hasil

ALT (Angka Lempeng Total) menunjukan pertumbuhan koloni rata-rata dari setiap

cawan uji terdapat sekitar 7,78 x 105 koloni per/mL. Sebagaimana dikutip dari

Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor

12 tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional menetapkan cemaran

mikroba dalam obat tradisional untun pemakaian dalam dibagi ke dalam beberapa

kelompok. Obat tradisional (obat dalam) obat dalam dalam bentuk rajangan yang

diseduh dengan air panas sebelum digunakan memiliki nilai Angka Lempeng Total

(ALT) ≤106 koloni/mL artinya sampel yang di dalamnya terdapat 106 koloni mikroba

per mililiter dianggap masih aman (tidak berbahaya). Sediaan obat dalam berupa

rajangan yang direbus sebelum digunakan memiliki nilai Angka Lempeng Total senilai

≤107 koloni per/mL. Sediaan obat dalam beupa serbuk simplisia yang direbus dengan

air panas sebelum digunakan memiliki nilai Angka Lempeng Total ≤106 koloni

per/mL. Sedangkan sediaan lain termasuk di dalamnya cairan obat dalam (suspensi)

mempunyai batas jumlah mikroba yang tumbuh pada sampel adalah ≤104 koloni per

mililiter. Dari ketentuan tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ekstrak yang

dihasilkan belum memenuhi standar mutu ekstrak yang telah ditetapkan. Hal ini

karena sediaan atau ekstrak jika dibiarkan memiliki cemaran mikroba melebihi batas

yang diizinkan maka hal tersebut dapat berdampak buruk bagi kesehatan. Cemaran

tersebut berasal dari berbagai sumber. Selain merupakan mikroba bawaan dari

simplisia tanaman tersebut. Mikroba yang tumbuh dapat berasal dari tiap langkah

pengolahan yang tidak bersih sehingga ekstrak terkontminasi oleh kotoran di

lingkungan sekitarnya.

4.1.13. Hasil dan Pembahasan Pembuatan Sediaan Suspensi

Di laboratorium Teknologi Formulasi dibuat sediian suspensi dengan zat aktif

ekstrak daun salam. Suspensi adalah sediaan yang mengandung obat padat dalam

bentuk halus dan tidak boleh cepat mengendap dan bila dikocok perlahan lahan

endapan harus segera terdispersi kembali atau sediaan cair yang mengandung

partikel tidak larut dalam bentuk halus yang terdispersi dalam fase cair. Dalam

pembuatan suspensi perlu adanya suspending agent. Adapun suspending agent yang

digunakan adalah kombinasi dari xanthan gum sebanyak 0,25% dan Na-CMC

42

Page 50: Laporan Akhir Farkog Fix

sebanyak 0,5%. Dalam pengolahannya, dibuat mucilago terlebih dahulu pada

kombinasi xanthan gum dan na-CMC, dalam proses pengembangannya

menggunakan air panas agar proses pengembangan dapat lebih cepat dan mudah

dilarutkan.

Dalam pembuatan suspensi penggunaan surfaktan (Wetting agent ) adalah

sangat berguna dalam penurunan tegangan antar muka antara partikel padat dan

cairan pembawa. Wetting agent yang digunakan adalah gliserin, adapun kadar

gliserin yang digunakan adalah 5%, dimana gliserin sebagai wetting agent memiliki

standar konsentrasi sebesar ≤ 30%.

Dalam pengolahannya, pencampuran esktrak daun salam ini ditambahkan

dengan gliserin, bertujuan untuk penurunan tegangan antar muka, sehingga ketika

ditambahkan aquadest, ekstrak ini akan sedikit lebih mudah larut juga dengan cairan

pembawa yaitu aquadest.Dalam hal menjaga keadaan pH dari suatu sediaan suspensi

ini maka digunakan Na-Sitrat sebagai larutan dapar, digunakan sebesar 0,1 %, akan

tetapi konsentrasi yang digunakan tidak sesuai dengan standar yaitu 0,3- 2,0% hal

ini yang menyebabkan ketika dilakukan evaluasi sediaan, nilai pH yang didapatkan

tidak sesuai dengan ketentuan.

Sediaan suspensi ini pun ditambahkan pengawet yaitu nipagin sebesar 0,18%

dan nipasol sebesar 0,02%. Ini memenuhi syarat konsentrasi yang boleh digunakan

yaitu untuk nipagin sebesar 0,015-0,2 % dan untuk nipasol yaitu 0,01 - 0,02 %, kedua

zat tersebut dilarutkan menggunakan air panas sebanyak 50 mL. Ditambahkan pula

pemanis untuk menutupi rasa yang pahit dengan penambahan sukrosa dan sorbitol,

adapun konsentrasi sukrosa yang digunakan adalah 30% dan sorbitol yang digunakan

adalah 10%, konsentrasi ini memenuhi persyaratan dengan ketentuan yaitu bahwa

sukrosa yang digunakan untuk pemanis tidak lebih dari 67% b/b dan sorbitol yaitu

tidak lebih dari 70%.

Zat pewarna digunakan untuk menutupi penampilan yang tidak enak dan

untuk menambah daya tarik pasien. Zat warna yang digunakan adalah red color yaitu

eritrosin sebesar 0,01 % dan untuk penambahan pewangi digunakan essence

strawberry karena memiliki kesesuaian dengan pewarna yang digunakan yaitu red

color. Pewangi yang digunakan sebesar 0,01%. Setelah dilakukan formulasi,

kemudian dilakukan pengemasan ke kemasan primer.

43

Page 51: Laporan Akhir Farkog Fix

4.1.14. Hasil dan Pembahasan Uji Haemolisis

Dalam melakukan pengujian mikroba pada ekstrak, dilakukan pula uji

haemolisis. Uji haemolisis ini merupakan pengujian ekstrak yang diinokulasi pada

media agar darah (blood agar). Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah dalam

ekstrak yang diuji terdapat bakteri yang dapat menghemolisis darah sehingga dapat

ditetapkan eksrak ini dapat digunakan sebagai obat atau tidak. Prinsip dari uji

haemolisis ini adalah adanya perubahan pada media blood agar ketika dihemolisis

oleh bakteri yang terdapat dalam ekstrak dengan pengerjaan mengikuti aturan teknik

aseptis.

Uji haemolisis ini dilakukan dengan menyiapkan terlebih dahulu blood agar.

Blood agar adalah media pertumbuhan mikroorganisme yang digunakan untuk

mengetahui apakah mikroorganisme tersebuat dapat menghemolisis darah atau

tidak dapat menghemolisis darah. Kemudian cawan petri yang telah di sterilkan

ditambahkan darah yang steril dan selanjutnya ditambahkan nutrient agar. Setelah

itu goyangkan secara perlahan agar darah dapat bercampur secara homogen dengan

nutrient agar, diamkan sampai memadat, dan diinkubasi selama 24 jam dalam

incubator. Hasil inkubasi menunjukan bahwa pada ekstrak yang daun salam yang

diteliti tidak mengandung bakteri patogen yang dapat menghemolisis darah yang

sesuai dengan literatur yang ditetapkan. Hal ini dapat diketahui dengan tidak adanya

zona bening pada ekstrak yang digoreskan pada blood agar. Ketika ada zona bening

menunjukkan bahwa bakteri patogen berhasil melisis media blood agar, jika itu

terdapat pada eksrak maka ektrak tersebut tidak dapat dijadikan untuk obat karena

dapat membahayakan kesehatan tubuh sedangkan pada ekstrak daun salam yang

diteliti saat praktikum tidak ditemukan bakteri yang berbahaya yang bersifat

patogen.

4.2. FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PRAKTIKUM

4.2.1. FAKTOR PENDUKUNG

1. Pengolahan simplisia menjadi ekstrak

Tersedia alat rotavapor dan etanol yang cukup.

2. Uji Makroskopik dan Organoleptis

Adanya literatur yang memadai dan valid.

44

Page 52: Laporan Akhir Farkog Fix

3. Uji Mikroskopik

Tersedianya mikroskop electron sehingga simplisia dapat dilihat dengan jelas.

4. Skrining Fitokimia

Adanya proses penggerusan dan pemanasan terhadap simplisia sempurna

sehingga dinding sel dari simplisia dapat terhancurkan dan senyawa metabolit

sekunder dapat teramati.

5. Kadar Abu Total

Adanya pemanasan pada furnace

6. Kadar Abu Tidak Larut Asam

Adanya Pelarutan pada asam encer.

7. Bobot Jenis

Tersedianya alat piknometer, bahan ekstrak dan etanol yang cukup.

8. Susut Pengeringan

Alat-alat dan bahan tersedia lengkap.

9. Kadar Air

Alat-alat dan bahan tersedia lengkap.

10. Kadar Sari Larut Etanol

Bahan tersedia lengkap.

11. Kadar Sari Larut Air

Bahan tersedia lengkap.

12. Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Ketersediaan bahan untuk pengujian yang cukup.

13. Uji Kadar Flavonoid

Ketersediaan bahan untuk pengujian yang cukup.

14. Uji Angka Lempeng Total (ALT)

Alat yang digunakan tersedia dalam jumlah yang cukup.

4.2.2. FAKTOR PENGHAMBAT

1. Pengolahan simplisia menjadi ekstrak

Ketersediaan alat-alat pada saat perajangan kurang, dan fungsi dari alat

rotavapor kurang baik sehingga waktu penguapan yang dibutuhkan menjadi

lama.

45

Page 53: Laporan Akhir Farkog Fix

2. Uji Makroskopik dan Organoleptis

Perbedaan panca indera dalam pengamatan.

3. Uji Mikroskopik

Perbedaan sayatan simplisia (ketebalan) menyebabkan kurang jelasnya

jaringan-jaringan simplisia ketika dilihat dibawah mikroskop.

4. Skrining Fitokimia

Penambahan pereaksi yang terlalu berlebihan atau kurang

menyebabkan hasil yang diperoleh kurang tepat.

5. Kadar Abu Total

6. Kadar Abu Tidak Larut Asam

Tidak tersedianya kertas saring khusus untuk abu.

7. Bobot Jenis

Pada saat pengukuran menggunakan piknometer tidak menggunakan

sarung tangan, sehingga adanya sidik jariyang menempel pada

piknometer dan mempengaruhi bobot jenis dari sampel.

8. Kadar Air

Alat yang digunakan jumlahnya terbatas, praktikan yangkurang

menguasai metode sehingga diduga toluene ikut terbawa dan

menyebabkan kadar air yang dihitung terlalu tinggi jumlahnya kerana

toluene.

9. Kadar Sari Larut Etanol

Keterbatasan alat sehingga pengocokan dilakukan secara manual oleh

praktikan.

10. Kadar Sari Larut Air

Keterbatasan alat sehingga pengocokan dilakukan secara manual oleh

praktikan.

11. Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Tidak tersedianya chamber untuk menampung pelarut, dan kesalahan

pemilihan pelarut sehingga spot akhir tidak terlihat.

46

Page 54: Laporan Akhir Farkog Fix

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

1. Metode pembuatan ekstrak simplisia daun salam (Syzygium polyanthum)

menggunakan metode maserasi. Metode maserasi adalah proses ekstraksi

dimana sampel ditempatkan dalam suatu bejana, kemudian direndam dengan

menggunakan pelarut yang sesuai dan dibiarkan pada suhu ruangan kurang

lebih selama 3 hari, dengan dilakukan pengadukan secara berkala sampai

komponen kimia yang terdapat dalam sampel terlarut sempurna.

2. Tujuan dari standardisasi mutu ekstrak daun salam melalui parameter spesifik

dan non spesifik adalah untuk memastikan bahwa ekstrak daun salam

memenuhi persyaratan yang tertera di Farmakope Herbal Indonesia.

5.2 SARAN

1. Intensitas dalam melakukan evaporasi lebih ditingkatkan lagi agar hasil ekstrak

yang diperoleh lebih banyak, karena maserator dari daun salam masih

terdapat sisa yang belum di evaporasi.

2. Lebih berani mencoba dalam menggunakan campuran pelarut pada percobaan

kromatografi lapis tipis (KLT).

3. Ketelitian Praktikan dalam melakukan percobaan berbeda-beda sehingga

mempengaruhi hasil akhir.

47

Page 55: Laporan Akhir Farkog Fix

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, A. 2010. Tanaman Obat Indonesia. Palembang : Salemba Medica.

Binsack, R., Boersma, B. J., Patel R. P., Kirk, M., and White, C. R. 2001.Enhanced Antioxidant

Activity After Chlorination of Quercetin by Hypochlorous Acid, Alcohol. Clin. Exp.

Res., 25 (3), 434–443.

Coskun O, Kanter M, Korkmaz A, Oter S., 2005, Quercetin, a flavonoid antioxidant, prevents

and protects streptozotocin-induced oxidative stress and beta-cell damage in rat

pancreas. Pharmacol Res. 51(2):117-23

Cronquist, A,. 1981. An Integrated System of Classification of Flowering Plants. Columbia

University Press. New York.

Dirjen POM. 1980. Materia Medika Indonesia Jilid IV. Jakarta : Depkes RI.

Dewi, R. 2012. Aktivitas Antioksidan dan Sitotoksisitas Metabolit Sekunder Daun Salam

(Syzygium polyanthum Wight) Dan Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.),

Skripsi, (Bogor : Program studi Strata satu Institut Pertanian Bogor, hlm. 3 de

Guzman, C.C. and J.S. Siemonsma (eds.). 1999. Plant Resources of South_East Asia

13: Spices.Bogor: PROSEA.

Dewick, P. M. 2009. Medicinal Natural Products A Biosynthetic Approach 3 rd Edition. United

Kingdom : a John Wiley and Sons, Ltd., Publication Dzulkarnain B, L Widowati. 1996.

Scientific Back Up of Tradisional Remedy for Obesity. Cermin Dunia Kedokteran .

Departemen Kesehatan RI : Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi. 3:49-52.

Ditjen POM, Depkes RI.1997. Materia Medika Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI

Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri Jilid I. Jakarta : UI.

Guerre, J. 2011. Tanaman Obat Keluarga: Daun Salam tersedia online

http://www.ibujempol.com/khasiat-manfaat-kandungan-daun-salam/ [Diakses

tanggal akses 29 November 2015].

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Bandung: Penerbit ITB

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid III. Jakarta : Badan Penelitian dan

Pengembangan Kehutanan Republik Indonesia. Hlm 1521

Kurniawati. 2010. Sehat dan cantic Alami Berkat Khasiat Bumbu Dapur. Bandung : Mizan

Pustaka.

48

Page 56: Laporan Akhir Farkog Fix

Kusumaningrum, A. 2013.Penurunan Total Bakteri Daging Ayam dengan Perlakuan

Perendaman Infusa Daun Salam (Syzygium polyanthum).Jurnal MIPA Unnes 36 (1):

14-19. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Lajis, N. Hj. 1985. The Phytochemical Survey, Proceedings of a Workshop, Department of

Chemistry. University Pertanian Malaysia, Serdang Selangor, Malaysia. 138 – 139.

Lajuck, P. 2012. Ekstrak Daun Salam (Eugenia poliantha) Lebih Efektif Menurunkan Kadar

Kolesterol Total dan LDL Dibandingkan Statin pada Penderita Disiplidemia. Tesis.

Bali: Universitas Udayana

Morikawa, K., Nonaka, M., Narahara, M, Torii, I., Kawaguchi, K., and Yoshikawa,T.,

Kumazawa, Y., and Morikawa, S. 2003. Inhibitory effect of Quercetin on

Carrageenan-induced Inflammation in Rats. Life Science. Vol. 26(6), 709-21.

Ngestiningsih, D. 2012.Perbedaan Pemberian Ekstrak Herbal (Daun Salam, Jintan Hitam dan

Daun Seledri) dengan Allopurinol terhadap Kadar IL-6 dan TNF-α Serum Penderita

Hiperurisemia. Jurnal Medical Hospitalia Vol 1 (1): 20-24.

Nublah. 2011. Identifikasi Golongan Senayawa Penurun Kadar Glukosa Darah Tikus Putih

(Rattus noregicus Berkenhuit 1769) Hiperglikemia pada Daun Sukun (Artocarpus altilis

park.. forsbig). Tesis. Universitas Gadjah Mada.

Nuratmi, B.1998.Khasiat Daun Salam (Eugenia polyantha Wight) sebagai Antidiare pada

Tikus Putih.Media Penelitian dan Pengembangan KesehatanVol 8 No. 3 & 4.

Jakarta: Depkes RI

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi ke-4. Bandung: ITB Press.

Schmalhausen, E. V., Zhlobek, E. B., Shalova, I. N., Firuzi, O., Saso, L., and Muronetz, V. I.

2007. Antioxidant and prooxidant effects of quercetin on glyceraldehyde-3

phosphate dehydrogenase. Food and Chemical Toxicology, 45, 1988–93

Sudarsono, D.G. 2002. Tumbuhan Obat II. Yogyakarta: Pusat Studi Obat Tradisional UGM.

Suganda AG, Ruslan K, dkk. 2007. Serial Tanaman Obat:Salam. Jakarta: Badan Pengawas

Obat dan Makanan. Hlm 1-11

Tatang. 2015. Apa itu Asam Kaprilat? Ketahui Manfaat & Efek Sampingnya. Tersedia di

http://www.amazine.co/28528/apa-itu-asam-kaprilat-ketahui-manfaat-efek-

sampingnya/ [tanggal akses 8 Desember 2015].

Tjitrosoepomo, G. 1988. Taksonomi Tumbuhan (Spermathopyta). Universitas Gadjah Mada.

Yogyakarta.

49

Page 57: Laporan Akhir Farkog Fix

Tyler. V. E. et al. 1988. Pharmacognosy Ninth edition Lea and Febiger. Philadelphia. Pages.

57 – 59, 67, 77 – 78, 186 – 187.

Sawai Y, Y Yamaguchi and J Tanaka. 2004. Methyl Anthranilateis the Cause ofCultivar

Specific Aroma in the JapaneseTea Cultivar ‘Sofu’.JARQ 38, 271 – 274

Yamaguchi K and T Shibamoto. 1981. Volatile constituents ofgreen tea, Gyokuro (Camellia

sinensis L. var Yabukita).Japanese Agriculture Food Chemisty, 29, 366–370

50

Page 58: Laporan Akhir Farkog Fix

Lampiran 1 Foto SImplisia, Ekstrak dan Produk Jadi

Foto Simplisia Daun Salam

Foto Ekstrak Daun Salam

Foto Produk Salamualaikum Suspensi

51

Page 59: Laporan Akhir Farkog Fix

Lampiran 2 Gambar Skema Praktikum

52

Proses Perajangan Proses Perendaman Penyaringan

EvaporasiSkrinning Fitokimia, uji mikroskopis dan

makroskopis

Penentuan Kadar Abu Total

Penentuan Kadar Abu Tidak Larut

Asam

Penentuan Bobot Jenis Susut Pengeringan

Kadar AirPola Kromatografi Lapis Tipis

Penentuan Kadar Flavonoid

Penentuan Kadar sari larut etanol dan air Uji Cemaran Bakteri Uji Hemolisis

Page 60: Laporan Akhir Farkog Fix

Lampiran 3 Resume Praktikum

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FARMASI BAHAN ALAMFAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN

KETERANGAN/TAHAPAN PENJELASAN ISI/HASILIDENTITAS 1 Kelompok Kelompok 3 Shift 5 (NPM 78-87, 90,

95, 105)KELOMPOK 2 Hari Kamis

3 Waktu (Jam) 13.00 - 16.004 Nama Ketua Kelompok Adam Renaldi5 Nama Koordinator Asisten Zelika Mega6 Nama Asisten Pendamping Hesti Juwita

IDENTITAS 1 Tumbuhan Syzygium polyanthumBAHAN 2 Simplisia Polyanthii folium

PEMERIKSAAN 1 OrganoleptikSIMPLISIA Warna Coklat

Rasa KelatBentuk Serpihan daunAroma Daun Salam

2 Skrining FitokimiaAlkaloid NegativeSenyawa Polifenolat Positif (warna hitam)Tanin Positif (endapan putih)Flavonoid Positif (warna kuning)Monoterpen & sesquiterpen Positif (perubahan warna dan

residu warna hijau)Steroid & Triterpenoid Positif (warna ungu)Kuinon Positif (warna merah coklat)Saponin Positif (busa persisten)

EKSTRAKSI 1 Metode Maserasi2 Berat Simplisia (gram) 250 gram3 Pelarut Etanol 96%4 Berat Ekstrak (gram) 30 gram5 Organoleptik Bau aromatik, rasa kelat, warna

coklat6 Rendemen (%) 3 %7 Bobot Jenis Ekstrak 1,125 gr/mL8 Kadar air (%) 830 %9 Pola dinamolisis -

KLT 1 Senyawa target Kuersetin

53

Page 61: Laporan Akhir Farkog Fix

EKSTRAK 2 Fase Gerak Polar : n-butanol, as. Asetat, airSemi Polar : aseton, etil asetatNon polar : n-heksana, kloroform

3 Penampakan BercakSinar TampakUV 254 Tidak terdeteksiUV 366 Tidak terdeteksiPereaksi Semprot :

H2SO4

Tidak terdeteksi

Rf -

STANDARDISASI 1 Susut Pengeringan 11,88 %EKSTRAK 2 Bobot Jenis 1.13%

3 Kadar Air 830%4 Kadar Sari Larut Air 55%5 Kadar Sari Larut Etanol 15%1 Kadar Abu Total 20%2 Kadar Abu Tidak Larut Asam 15%3 Kadar Total Kandungan Kimia -4 Kadar Kandungan Kimia

Kuersetin F1000 = 0,06451 % F500 = 0,0579 %

KLT SEDIAAN 1 Fase Gerak n-butanol, asam asetat, air2 Penampakan Bercak

Sinar TampakUV 254 Tidak terdeteksiUV 366 Tidak terdeteksiPereaksi Semprot : H2SO4 Tidak terdeteksi

Rf -

54

Page 62: Laporan Akhir Farkog Fix

Lampiran 4 Uji Hedonik

HASIL UJI HEDONIK PRODUK JADI

Panelis

Produk IIIPenilaian Scoring

Penilaian Deskriptif(A) (B) (C) (D)Warn

a Aroma Kemanisan Kepahitan Tekstur

1 5 5 8 8 1

Susensi warna coklat oranye, menarik dan berasa manis, baunya

manis, tekstur homogen

2 5 5 8 8 8

warna kurang menarik, aromanya enak,

manisnya cukup, tidak terlalu pahit, tekstur baik

3 7 6 5 4 8

warna sediaan sangat tidak menarik dan

memiliki aroma yang lumayan menarik. Rasa manis dan pahit sangat tidak menarik, tekstur

halus

4 8 4 4 4 4

tekstur sediaan sedikit kasar, rasanya tidak

terlalu manis sehingga masih terasa ekstrak. Namun kelebihannya memiliki aroma yang

enak

5 4 6 7 2 7 aroma enak, rasa manis, tekstuurnya homogen

6 4 6 6 2 7

aroma enak, rasa manis, warna kurang, tekstur halus dan homogen, terdistribusi merata

55

Page 63: Laporan Akhir Farkog Fix

7 6 2 7 1 5

rasa dan tekstur enak, tidak pahit, tetapi

aromanya tidak enak karena aroma

pemanisnya terlalu mencolok

8 6 6 6 6 5aroma enak wangi, warna

sesuai simplisia, rasa enak

9 6 9 6 6 6

aroma enak, karena wangi, warna sesuai

dengan simplisia rasa enak karena manis

10 6 7 2 8 4

dari warna menarik, aromanya enak dari rasa manis tetapi agak pahit juga, dan tekstur tidak terlalu kental dan tidak

terlalu encer

11 8 8 8 5 8

dari warna dan aroma sudah bagus rasa enak

manisnya pas dan teksturnya bagus

12 7 7 6 3 7

warna, rasa, dan teksturnya homogen dan cukup enak. Rasa manis di awal namun semakin

lama semakin pahit

13 8 8 7 1 7rasa produk manis. Masih bau ekstrak serta warna

baik

14 4 7 4 2 5rasa kurang enak, aroma

menarik, tekstur agak halus

15 4 8 4 6 7

wanginya enak, penampilannya juga

kurang menarik, rasanya manis

16 2 2 1 9 5warna tidak menarik

(keruh), rasa seperti obat antibiotik, tekstur cair

56

Page 64: Laporan Akhir Farkog Fix

17 9 10 4 1 10

aromanya menarik, tekstur baik, namun

rasanya manis di awal kemudian pahit

18 3 10 6 5 5penampilan kurang

menjual berwarna coklat dan rasanya tidak pas

19 4 8 8 2 10

bau, rasa, dan warna sangat bagus, menarik.

Hanya saja warna kurang menarik

20 5 7 6 3 7

warna cukup menarik. Aroma enak. Rasa manis

cukup, namun pahit masih terasa. Tekstur

homogen.

Jumlah 111 131 113 86 126Rata2 5.55 6.55 5.65 4.3 6.3

57

Page 65: Laporan Akhir Farkog Fix

Lampiran 5 Susunan Kerja Kelompok

No Nama NPM Jabatan Tugas

1. Adam Renaldi 260110140090Supervisor Produksi

Metode Praktikum, Lampiran

2. Fami Fatwa 260110140095Supervisor

PengemasanPembahasan, lampiran

3. Ayu Apriliani 260110140078 Anggota Pendahuluan

4. Putri Raraswati 260110140079 AnggotaMetode Praktikum, edit

laporan

5. Ummi Habibah 260110140080 Anggota Pembahasan

6. Ayyu Widyazmara 260110140081 Anggota Membuat PPT

7. Anggia Diani A 260110140082 Anggota Membuat PPT

8. Siti Nurrohmah 260110140083 Anggota Pembahasan

9. Ai Siti Rika Fauziah 260110140084 Anggota Tinjauan Pustaka

10. Nisa Maulani 260110140085 Anggota Pendahuluan

11. Tiffany Sabilla R 260110140086 Anggota Pembahasan

12. Nurmalia Saraswati 260110140087 Anggota Pembahasan

13. Reza Andhika 260110140105 Anggota Tinjauan Pustaka

58

Page 66: Laporan Akhir Farkog Fix

Lampiran 6 Pertanyaan dan jawaban Hasil Presentasi Praktikum

Pertanyaan

1. Uji Mikroskopik, apa jaringan khusus atau ciri khas dari daun salam ? (Siti Sofiatul

Jannah)

2. Uji alkaloid apa pengaruh basa dengan uji alkaloid ? (Nabilla Azka Qanita)

3. Tujuan dari kadar sari larut air atau etanol, apa hubungannya dengan gambaran

awal ? (Siti Rositah)

4. Kadar Abu, bagaimana cara membersihkan simplisia dari mineral organic dan

anorganik ? (Tri Nenci Puri S)

Jawaban

1. Berada pada bagian epidermis atas dan mesofil daun. Pada epidermis atas terdapat

lapisan lilin, sedangkan pada mesofil terdapat jaringan bunga karang dan hablur

Kristal oksalat.

2. Pada dasarnya alkaloid merupakan suatu zat yang bersifat basa, jadi untuk

mengetahui suatu ekstrak memiliki kandungan alkaloid atau tidak harus dibuat suatu

kondisi dalam keadaan basa.

3. Untuk mengetahui apakah kelarutan dari komponen ekstrak (larut dalam air ataukah

etanol) sehingga dapat dijadikan petunjuk awal dari sifat kepolaran ekstrak.

4. Dilakukan suatu proses yaitu sortasi basah dengan baik dan benar agar cemarannya

dapat hilang dan tidak ikut ke proses ekstraksi. Karena telah kita ketahui bahwa

proses sortasi yang kita lakukan hanyalah sortasi kering, dimana hasilnya belum tentu

bebas dari mineral organic dan cemaran lainnya. Oleh karena itulah harus dilakukan

proses sortasi kembali yaitu sortasi basah.

59