laporan akhir furacne gel fix

31
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN NON STERIL FORMULASI DAN EVALUASI GEL SULFUR FURACNE GEL ® DOSEN Eka Indra Setiawan, S. Farm., M. Sc., Apt. GOLONGAN II KELOMPOK 4 Made Rai Dwitya Wiradiputra (1208505055) Kadek Giselda Gityarani (1208505056) Ni Nengah Pebriani (1208505059) Putu Putri Andiani (1208505060) I Gusti Ayu Nyoman Suastini (1208505061) JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA 2014

Upload: gusti-ayu-suastini

Post on 16-Dec-2015

98 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

Gel Sulfur

TRANSCRIPT

  • 0

    LAPORAN AKHIR

    PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN NON STERIL

    FORMULASI DAN EVALUASI GEL SULFUR

    FURACNE GEL

    DOSEN

    Eka Indra Setiawan, S. Farm., M. Sc., Apt.

    GOLONGAN II

    KELOMPOK 4

    Made Rai Dwitya Wiradiputra (1208505055)

    Kadek Giselda Gityarani (1208505056)

    Ni Nengah Pebriani (1208505059)

    Putu Putri Andiani (1208505060)

    I Gusti Ayu Nyoman Suastini (1208505061)

    JURUSAN FARMASI

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    UNIVERSITAS UDAYANA

    2014

  • 1

    BAB I

    PREFORMULASI

    1.1 Tujuan

    1.1.1 Mengetahui formulasi sediaan gel sulfur.

    1.1.2 Mengetahui tahapantahapan dalam pembuatan sediaan gel dengan zat

    aktif sulfur.

    1.1.3 Dapat membuat sediaan non steril gel sulfur skala laboratorium sesuai

    dengan persyaratan yang telah ditentukan.

    1.1.4 Melakukan pengujian terhadap sediaan gel yang telah dibuat

    1.2 Tinjauan Farmakologi Zat Aktif

    1.2.1 Indikasi

    Sulfur digunakan sebagai keratolitik parasitisida dan antiseptik lembut

    yang banyak digunakan dalam bentuk lotion, krim, atau ointment dengan

    konsentrasi mencapai 10%, yang biasa dikombinasi dengan agen lain. Sulfur

    juga biasa digunakan untuk terapi acne, dandruff atau ketombe, scabies,

    seborroic condition atau kelebihan minyak pada kulit kepala, dan infeksi

    jamur permukaan. Scabies merupakan infeksi parasit pada kulit yang

    disebabkan oleh Sarcoptes scabiei (kompedia). Gejala utamanya adalah

    pruritus, dimana disebabkan karena reaksi alergi pada parasit (Sweetman,

    2002).

    Sulfur biasanya digunakan untuk pengobatan topikal acne vulgaris

    guna mengatasi masalah jerawat, ance rosarea, dermatitis seborrheic. Sulfur

    banyak digunakan bersama dengan asam salisilat dalam salep dan lotion (2-

    10%) yang bersifat keratolitis (melarutkan kulit tanduk) untuk pengobatan

    jerawat dan kudis. Dahulu zat ini digunakan sebagai laksan lemah berkat

    perombakan dalam usus menjadi sulfide (natrium/kalium) yang merangsang

    peristaltik usus. Sulfur praecipitatum merupakan yang paling aktif, karena

    memiliki bentuk serbuk yang paling halus (Tjay dan Rahardja, 2008).

  • 2

    Sulfur bekerja sebagai agen keratolitik yaitu selain dapat

    melunakkan/menipiskan lapisan keratin, juga dapat menghilangkan sisik-sisik

    kulit yang kasar, serta memiliki aktivitas antifungi dan antibakteri lemah.

    Sulfur sering dikombinasikan dengan asam salisilat menghasilkan efek

    keratolitik yang sinergis. Dosis optimal penggunaan sulfur sebagai agen

    keratolitik yaitu sebesar 10% yang digunakan untuk terapi scabies/kudis

    untuk efek terapi yang maksimum (Sweetman, 2002).

    1.2.2 Farmakokinetik

    Absorpsi, distribusi dan eliminasi dari sulfur tidak dapat

    dikarakterisasi seluruhnya. Pemakaian sulfur secara topikal terpenetrasi ke

    dalam kulit dan mencapai epidermis dalam waktu 2 jam setelah digunakan

    dan melewati kulit selama 8 jam. Obat tidak terdeteksi dalam kulit 24 jam

    setelah digunakan. Absorpsi perkutan obat ke dalam sirkulasi sistemik

    dilaporkan terjadi setelah penggunaan topikal dari 25 % salep sulfur yang

    dioleskan pada kulit hewan. Tetapi, tidak terjadi ketika obat digunakan pada

    kulit yang tidak rusak (Mc Evoy, 2002).

    1.2.3 Mekanisme

    Mekanisme aksi sulfur sebagai agen terapi acne (jerawat) tidak

    diketahui secara pasti, namun telah dilaporkan bahwa sulfur dapat

    menghambat pertumbuhan jerawat yang diakibatkan oleh Propionibacterium

    acne dan pembentukan asam lemak bebas. Sulfur mengeluarkan kelebihan

    sebum pada wajah dengan cara melunakkan sel keratin. Sebum merupakan

    salah satu penyebab terbentuknya jerawat, dimana sebum dikeluarkan dari

    kelenjar sebaceous yang menyebabkan pH kulit menjadi sedikit asam. Sel

    keratin disekitar pori-pori menjadi tebal sehingga sebum tersumbat dan tidak

    keluar kepermukaan kulit. Pori-pori yang tersumbat tersebut menyebabkan

    inflamasi atau peradangan yang meluas dipermukaan kulit jika tidak segera

    diatasi, dapat meninggalkan bekas parut pada wajah (Reynolds, 1982).

    Sulfur bekerja sebagai agen keratolitik yaitu selain dapat melunakkan

    atau menipiskan lapisan keratin, juga dapat menghilangkan sisik-sisik kulit

    yang kasar, serta memiliki aktivitas antifungi dan antibakteri lemah. Sulfur

  • 3

    sering dikombinasikan dengan asam salisilat menghasilkan efek keratolitik

    yang sinergis.

    1.2.4 Dosis

    Dosis optimal penggunaan sulfur sebagai agen keratolitik yaitu sebesar

    10% yang digunakan untuk terapi scabies/kudis untuk efek terapi yang

    maksimum (Sweetman, 2002).

    1.2.5 Efek Samping

    Pemakaian sulfur dapat mengakibatkan iritasi bila kontak dengan

    membran mukosa seperti membran mukosa mata, mulut dan membran

    lainnya, sehingga pemakaiannya tidak ditujukan pada daerah mata dan mulut.

    Kontak dengan sulfur dapat merubah warna logam tertentu seperti misalnya

    perak, dan pemakaian sulfur dengan komponen merkurial secara topikal dapat

    menghasilkan turunan hidrogen sulfida yang berbau busuk dan dapat dapat

    menimbulkan noda hitam pada kulit (Sweetman, 2002).

    1.2.6 Kontra Indikasi

    Hipersensitivitas terhadap sulfur dan bahan tambahan lainnya

    (Anonim, 2007). Penggunaan yang lama dapat mengganggu fungsi tiroid,

    oleh karena itu tidak dianjurkan.

    1.2.7 Peringatan dan Perhatian

    Hanya untuk pemakaian luar, hindari kontak dengan mata dan

    membran mukosa. Jika terkena mata cepat cuci dengan air. Jangan digunakan

    pada luka terbuka (Anonim , 2007).

    1.2.8 Interaksi Obat

    Penggunaan sulfur dengan sediaan topikal yang mengandung merkuri

    akan membentuk hidrogen sulfida yang dapat menyebabkan kulit menghitam

    (Sweetman, 2002).

    1.2.9 Penyimpanan

    Dalam wadah tertutup baik, dalam botol mulut lebar terlindung dari

    cahaya, di tempat sejuk (Syamsuni, 2006).

  • 4

    1.3 Tinjauan Fisikokimia Zat Aktif dan Bahan Tambahan

    1.3.1 Bahan aktif

    a) Sulfur Praecipitatum (Depkes RI, 1995)

    a. Definisi

    Merupakan belerang endap, mengandung tidak kurang dari 99,5% dan

    tidak lebih dari 100,5% S, dihitung terhadap zat anhidrat.

    b. Pemerian

    Serbuk amorf atau serbuk hablur renik; sangat halus; warna kuning

    pucat; tidak berbau; dan tidak berasa.

    c. Kelarutan

    Praktis tidak larut dalam air; sangat mudah larut dalam karbon

    disulfida; sukar larut dalam minyak zaitun; praktis tidak larut dalam

    etanol.

    d. Suhu Lebur

    388,6oK atau 115, 210

    oC

    e. pH

    4,2 6,2 (British Pharmacopeia, 2009)

    f. Penyimpanan

    Dalam wadah tertutup baik.

    g. Khasiat Penggunaan

    Antiskabies (Depkes RI, 1979)

    1.3.2 Bahan tambahan

    a) CMC-Na (Natrium Karboksil Metil Selulosa)

    Gambar 1. Struktur Kimia CMC-Na (Rowe, et al.,2009)

  • 5

    a. Definisi

    Karboksimetilselulosa natirum merupakan garam natrium dari

    polikarboksimetil eter selulosa, mengandung tida kurang dari 6,5%

    dan tidak lebih dari 9,5% natrium (Na) dihitung terhadap zat yang

    telah dikeringkan.

    b. Pemerian

    Serbuk atau granul, putih sampai krem, higroskopik.

    c. Kelarutan

    Praktis tidak larut dalam aseton, etanol 95%, eter, dan toluen. Mudah

    terdispersi dalam air dan dalam larutan koloid (Depkes RI, 1995).

    d. Suhu Lebur

    2270

    C (Rowe, et al., 2009)

    e. pH

    2 10 (Mc Evoy, 2002)

    f. Stabilitas

    CMC Na merupakan senyawa yang stabil, bersifat higroskopis. Pada

    kondisi dengan kelembaban yang tinggi CMC Na dapat menyerap air

    >50%. Pada larutan air CMC Na stabil dalam pH 2-10, dan akan

    terjadi pengendapan pada pH dibawah 2, serta penurunan viskositas

    dapat terjadi dengan cepat pada pH diatas 10 (Rowe, et al., 2009).

    g. Penyimpanan

    Dalam wadah tertutup rapat (Depkes RI, 1995).

    h. Khasiat Penggunaan

    Gelling agent ; digunakan dalam sediaan (pembentuk gel) : 3,0

    6,0% (Rowe, et al., 2009).

    b) Propylenglycolum (Propilen Glikol)

    Gambar 2. Rumus Bangun Propilenglikol (Rowe, et al., 2009)

  • 6

    a. Definisi

    Propilen glikol mengandung tidak kurang dari 99,5% C3H8O2 dengan

    berat molekul 76,10 gram/mol (bobot = 1,035 sampai 1,037/mL)

    b. Pemerian

    Cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak manis

    dan higroskopis.

    c. Kelarutan

    Dapat campur dengan air, dengan etanol 95 %P dan dengan kloroform

    P, larut dalam 6 bagian eter P, tidak dapat campur dengan eter minyak

    tanah P, dan dengan minyak lemak.

    d. pH

    3 6 (Allen, 2002)

    e. Penyimpanan

    Dalam wadah tertutup baik

    f. Khasiat Penggunaan

    Pelarut

    c) Metil Paraben

    Gambar 3. Rumus Bangun Metil Paraben (Rowe, et al., 2009)

    a. Definisi

    Metil paraben mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih

    dari 100,5% C8H8O3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

    b. Pemerian

    Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur, putih, tidak berbau

    atau berbau khas lemah, mempunyai sedikit rasa terbakar.

  • 7

    c. Kelarutan

    Sukar larut dalam air, dalam topikal dan dalam karbon tetraklorida;

    mudah larut dalam etanol dan dalam eter.

    d. pH

    3 6 (Rowe, et al., 2009)

    e. Penyimpanan

    Dalam wadah tertutup baik.

    f. Khasiat Penggunaan

    Zat Pengawet (Depkes RI, 1979)

    d) Propil Paraben

    a. Definisi

    Propil paraben mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih

    dari 100,5% C10H12O3, dihitunga terhadap zat yang telah dikeringkan.

    b. Pemerian

    Serbuk hablur putih; tidak berbau; tidak berasa

    c. Kelarutan

    Sangat sukar larut dalam air, larut dalam 3,5 bagian etanol (95%) P,

    dalam 3 bagian aseton P, dalam 140 bagian gliserol dan dalam 40

    bagian minyak lemak, muah larut dalam larutan alkali hidroksida..

    d. Penyimpanan

    Dalam wadah tertutup baik

    e. Khasiat Penggunaan

    Zat Pengawet (Depkes RI, 1979)

    e) Aqua Rosa

    a. Definisi

    Merupakan larutan jenuh minyak mawar dalam air.

    b. Pemerian

    Cairan jernih, atau agak keruh, bau dan rasa tidak

    boleh menyimpang dari bau dan rasa minyak atsiri asal.

  • 8

    c. Penyimpanan

    Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, di tempat sejuk.

    d. Khasiat Penggunaan

    Zat tambahan (sebagai corringen odoris)

    e. Syarat untuk resep : Jika air aromatika keruh, kocok kuat kuat

    sebelum digunakan.(Depkes RI, 1995).

    f) Aqua Purificata (Aqua Destilata)

    a. Definisi

    Merupakan air murni yang dimurnikan dengan destilasi, perlakuan

    menggunakan penukar ion, osmosis balik, atau proses lain yang

    sesuai. Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum. Tidak

    mengandung zat tambahan lain.

    b. Pemerian

    Cairan jernih, tidak berwarna; tidak berbau.

    c. Penyimpanan

    Dalam wadah tertutup rapat (Depkes RI, 1995).

    d. Khasiat Penggunaan

    Pelarut

    1.4 Bentuk sediaan, dosis, dan rute pemakaian

    1.4.1 Bentuk Sediaan

    Bentuk sediaan yang dibuat adalah dalam bentuk gel. Gel terkadang

    disebut jeli, merupakan sistem semipadat yang terdiri dari suspensi yang

    dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,

    terpenetrasi oleh suatu cairan. Penampilan gel, transparan atau berbentuk

    suspensi partikel koloid yang terdispersi, dimana dengan jumlah pelarut yang

    cukup banyak membentuk gel koloid yang mempunyai struktur tiga dimensi.

    Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal atau

    dimasukkan ke dalam lubang tubuh (Depkes RI, 1995).

  • 9

    1.4.2 Dosis

    Dosis, tidak ada dosis yang lazim untuk sediaan topikal.

    1.4.3 Rute pemakaian

    Rute pemberian yaitu secara topikal.

  • 10

    BAB II

    FORMULASI

    2.1 Permasalahan

    Adapun permasalahan pembuatan sediaan gel dengan bahan aktif sulfur

    yakni sebagai berikut:

    1. Sediaan sulfur dapat menghasilkan bau yang tidak enak .

    2. Sulfur praktis tidak larut air (Depkes RI, 1995), sehingga tidak secara

    langsung dapat terdispersi dalam cairan pembawa.

    3. Sediaan gel mengandung air yang merupakan media pertumbuhan yang

    sangat baik bagi bakteri (Ansel, 2008).

    2.2 Pengatasan Masalah

    Berdasarkan permasalahan di atas, maka cara pengatasannya adalah sebagai

    berikut:

    1. Sediaan gel sulfur mempunyai bau yang kurang sedap yang dipengaruhi

    oleh zat aktif sulfur yang digunakan, sehingga perlu ditambahkan suatu

    corrigen odoris yaitu aqua rosa untuk memberi sedikit aroma wangi pada

    sediaan, jumlah aqua rosa yang ditambahkan hanya secukupnya.

    2. Ditambahkan zat pembasah yaitu propilen glikol. Dimana selain sebagai

    zat pembasah, dia juga dapat berfungsi sebagai humectant yang akan

    mempertahankan kandungan air dalam sediaan sehingga sifat fisik dan

    stabilitas sediaan selama penyimpanan dapat dipertahankan serta sebagai

    desinfektan, dan stabilizer (Dwiastuti, 2010).

    3. Pada sediaan gel perlu ditambahkan dengan zat pengawet seperti metil

    paraben dan propil paraben yang berfungsi untuk mencegah pertumbuhan

    bakteri dalam sediaan yang dibuat karena seperti yang diketahui bahwa

    air merupakan media yang paling mudah dan efektif untuk ditumbuhi

    oleh mikroba. Pengawet yang ditambahkan juga masih berada dalam

    batas jumlah yang kecil karena sediaan ini merupakan sediaan topikal

    yang mempunyai batas yang tidak terlalu kecil untuk jumlah mikroba.

  • 11

    2.3 Macam - Macam Formula Standar

    2.3.1 Formula Standar 1

    Formula standar gel dengan Carbopol 940 sebagai gelling agent:

    R/ Sulfur 5 g

    Resorcinol 2 g

    Propylene glycol qs

    Methylparaben 75 mg

    Carbopol 940 500 mg

    Trolamine 0,67 mL

    Alkohol USP 12,5 mL

    Purified water qs 100 mL

    (Allen and Emeritus, 2011)

    2.3.2 Formula Standar 2

    Formula standar gel dengan basis Sodium Karboksimetil Selulosa

    (Na-CMC) berdasarkan % b/b yaitu:

    R/ Na-CMC 5%

    Gliserin 10%

    Propilenglikol 5%

    Akuades ad 100%

    (Kumesan, dkk., 2013)

    2.3.3 Formula yang akan diajukan dalam praktikum

    R/ Sulfur 10 % (Allen and Emeritus, 2011)

    CMC Na 5%

    Propilen glikol 15%

    Metil paraben 0,1%

    Propil paraben 0,05%

    Aqua rosa qs

    Air purifacata 69,85%

  • 12

    BAB III

    PRODUKSI

    3.1 Alat dan Bahan

    3.1.1 Alat

    a. Timbangan dan anak timbangan

    b. Gelas ukur

    c. Gelas beker

    d. Sendok tanduk

    e. Batang pengaduk

    f. Pipet tetes

    g. Pot plastik

    h. Mortir dan stamper

    i. Sudip

    j. Kaca bening

    k. Statif

    l. pH meter

    m. Objec glass

    3.1.2 Bahan

    a. Sulfur praecipitatum

    b. CMC Na

    c. Propylen glycol

    d. Metil paraben

    e. Propil paraben

    f. Aqua rosa

    g. Aqua destilata

    3.2. Perhitungan dan Penimbangan Bahan

    3.2.1 Perhitungan

    Diketahui sediaan dalam 1 pot dengan bobot total 10 gram, maka jumlah

    masing-masing bahan yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:

  • 13

    1. Sulfur Praecipitatum

    Untuk menghindari kehilangan, ditambah bobot sebesar 5%, sehingga:

    Total bobot sulfur praecipitatum yang ditimbang adalah 1,05 gram.

    2. CMC-Na

    Untuk menghindari kehilangan, ditambah bobot sebesar 5%, sehingga:

    Total bobot CMC-Na yang ditimbang adalah 0,525 gram.

    3. Propilen glikol

    Untuk menghindari kehilangan, ditambah bobot sebesar 5%, sehingga:

    Bobot total propilen glikol 1,575 gram. Karena propilen glikol berupa cairan,

    maka dihitung volumenya. Diketahui bobot jenisnya adalah 1,038

    Jadi jumlah volume yang diukur adalah 1,517 mL.

    4. Metil paraben

    Untuk menghindari kehilangan, ditambah bobot sebesar 5%, sehingga:

    Jadi bobot total metil paraben yang ditimbang adalah 0,0105 gram.

    5. Propil paraben

  • 14

    Untuk menghindari kehilangan, ditambah bobot sebesar 5%, sehingga:

    Bobot total propil paraben yang ditimbang adalah 0,00525 gram.

    6. Aquades

    Untuk menghindari kehilangan, ditambah bobot sebesar 5%, sehingga:

    Bobot total adalah 7,334 gram. Karena akuades dalam bentuk cairan, maka

    diukur volumenya. Diketahui BJ nya adalah 1

    Jadi volume yang diukur adalah 7,334 mL.

    3.2.2 Penimbangan Bahan

    No. Nama Bahan Fungsi dalam

    formulasi

    Porsi dalam

    formulasi

    (%)

    Jumlah

    untuk 1

    sediaan

    Jumlah

    untuk 3

    sediaan

    1 Sulfur

    Praecipitatum Bahan aktif 10

    1,05

    gram 3,15 gram

    2 CMC Na Gelling agent 5 0,525

    gram

    1,575

    gram

    3 Propilen

    glikol

    Co-solven,

    pembasah,

    stabilizer

    15 1,517

    mL 4,551 mL

    4 Metil paraben Preservative 0,1 0,0105

    gram

    0,0315

    gram

    5 Propil

    paraben Preservative 0,05%

    0,00525

    gram

    0,01575

    gram

    6 Aqua rosa corrigen odoris qs q.s q.s

    7 Aquadest Pelarut 69,85% 7,334

    mL 22,002 mL

  • 15

    3.3 Cara Kerja

    3.3.1 Pembuatan Gel

    3.3.2 Evaluasi Sediaan

    a. Uji Organoleptis

    Dilakukan pengembangan CMC-Na sejumlah 1,575 gram dengan

    22,002 mL akuades dalam gelas beker dan didiamkan selama 1 hari

    Ditimbang semua bahan-bahan yang diperlukan

    Sulfur praecipitatum digerus halus dan ditambahkan sedikit demi

    sedikit ke dalam propilen glikol dan digerus homogen

    Ditambahkan metil paraben dan propil paraben kemudian digerus

    hingga homogen

    CMC-Na ditambahkan sedikit demi sedikit sambil digerus homogen

    Ditambahkan aqua rosa secukupnya

    Dikemas dalam wadah dan diberi etiket

    Diamati secara langsung bentuk, warna dan bau dari gel yang dibuat

    Gel harus jernih dengan konsistensi setengah padat

  • 16

    b. Uji Homogenitas

    c. Uji pH

    d. Uji Daya Sebar

    Sampel gel dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain

    yang cocok

    Sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat

    adanya butiran kasar

    pH meter dicelupkan ke dalam sampel gel yang telah diencerkan

    Dilihat nilai pH yang dihasilkan pada alat

    pH sediaan gel harus sesuai dengan pH kulit yaitu 4,5 6,5

    Diletakkan sebanyak 0,5 gram sampel gel di atas kaca bulat

    berdiameter 15 cm

    Diletakkan kaca lain di atasnya dan dibiarkan selama 1 menit dan

    diukur diameter sebar gel

    pH meter dikalibrasi dengan menggunakan larutan asam pH 4,0 dan

    larutan basa pH 7,0

    Ditimbang 1 gram sampel kemudian diencerkan dengan akuades

    secukupnya

  • 17

    e. Uji Daya Lekat

    Daya sebar 5 7 cm menunjukkan konsistensi semisolid yang sangat

    nyaman dalam penggunaan

    Ditambahkan 100 gram beban tambahn dan didiamkan selama 1

    menit lalu diukur diameter yang konstan

    Ditimbang sampel 1 gram dan diletakkan diantara 2 gelas obyek

    Ditekan dengan menggunakan beban 1 kg selama 5 menit.

    Setelah itu beban diangkat dari gelas obyek, kemudian gelas obyek

    dipasang pada alat uji.

    Alat uji diberi beban 80 gram dan kemudian dicatat waktu pelepasan

    gel dari gelas obyek

  • 18

    BAB IV

    PENGEMASAN

    4.1 Kemasan Primer

    Pot plastik

    4.2 Kemasan Sekunder

  • 19

    4.3 Etiket

    a. Etiket Bagian Atas

    b. Etiket Bagian Bawah

  • 20

    4.4 Brosur

  • 21

    BAB V

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    5.1 Hasil

    5.1.1 Uji Organoleptis

    Tabel 5.1. Hasil Pengamatan Uji Organoleptis

    Warna Bau Bentuk

    Kuning Susu Bau Sulfur Lemah Semi Padat

    5.1.2 Uji Homogenitas

    Pada sediaan terlihat adanya butiran-butiran halus sulfur.

    5.1.3 Uji pH

    Sediaan memiliki pH 5,2

    5.1.4 Uji Daya Lekat

    Tabel 5.1.2. Hasil Pengamatan Uji Daya Lekat

    Sampel Bobot Waktu Penekanan Beban Waktu Lekat

    1 1,011 gram 5 menit 5 detik

    2 1,002 gram 5 menit 5 detik

    3 1,002 gram 5 menit 5 detik

    5.1.5 Uji Daya Sebar

    Pada uji daya sebar berat beban yang digunakan saat penekanan adalah 100

    gram.

    Tabel 5.1.3. Hasil Pengamatan Uji Daya Sebar

    Sampel Bobot Diameter Sebelum

    Ditekan

    Diameter Sebelum

    Ditekan

    1 0,505 gram 3,3 cm; 3,2 cm; 3,2 cm;

    3,2 cm

    3,5 cm; 3,6 cm; 3,6 cm;

    3,6 cm

  • 22

    Rata-rata 3,22 cm Rata-rata 3,58 cm

    2 0,514 gram

    3,1 cm; 3 cm; 3 cm; 3

    cm

    Rata-rata 3,02 cm

    3,5 cm; 3,4 cm; 3,3 cm;

    3,3 cm

    Rata-rata 3,38 cm

    3 0,508

    2,9 cm; 3,2cm; 3 cm; 3

    cm

    Rata-rata 3,02 cm

    3,2 cm; 3,3 cm; 3,2cm;

    3,2 cm

    Rata-rata 3,22 cm

    Tabel 5.1.4. Perhitungan RSD diameter setelah ditekan

    Sampel Diameter

    Sampel (x)

    Diameter Rata-

    rata (x ) x- x (x- x )

    2

    1 3,58 3,39 0,19 0,0348

    2 3,38 3,39 -0,01 0,0002

    3 3,22 3,39 -0,17 0,03

    (x- x )2 0,0651

    Standar Deviasi (SD)

    ( )

    Jadi, diameter rata-rata uji daya sebar adalah 3,39 0,1804 cm

    Simpangan Baku Relatif (RSD)

  • 23

    Jadi, Simpangan Baku Relatif data diatas adalah 5,32 %

    5.2 Pembahasan

    Sediaan gel merupakan suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu

    sistem dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul

    organik besar dan saling diresapi cairan (Ansel, 1989). Dalam praktikum ini

    dibuat suatu sediaan gel yang berbahan aktif sulfur praecipitatum. Sulfur

    merupakan suatu bahan yang memiliki aktivitas anti jerawat karena sulfur mampu

    menghambat pertumbuhan jerawat yang diakibatkan oleh Propionibacterium acne

    dan pembentukan asam lemak bebas. Sulfur mengeluarkan kelebihan sebum pada

    wajah dengan cara melunakkan sel keratin (Reynolds, 1982).

    Dalam pembuatan gel sulfur terdapat beberapa permasalahan yang ditemui,

    dimana sulfur memiliki bau yang tidak sedap sehingga akan menimbulkan rasa

    ketidaknyamanan pada saat penggunaan. Sulfur memiliki kelarutan yang rendah

    dalam air sehingga sulit untuk terdispersi, dan sediaan gel yang mengandung air

    merupakan media pertumbuhan yang baik bagi bakteri. Untuk dapat mengatasi

    permasalah tersebut maka diperlukan suatu bahan tambahan yang dapat mengatasi

    permasalahan tersebut. Maka dalam pembuatan gel sulfur ini perlu dibuat suatu

    formulasi yang dapat menghasilkan sediaan yang baik.

    Formulasi gel dalam praktikum ini terdiri dari bahan aktif sulfur

    praecipitatum 10%, CMC Na 5%, Propilenglikol 15%, Metil Paraben 0,1%, Propil

    Paraben 0,05%, Aqua rosa, dan akuades. Konsentrasi sulfur yang digunakan

    merupakan konsentrasi maksimal yang dipersyaratkan. Konsentrasi tersebut

    dipilih dengan tujuan untuk mendapatkan efek terapi yang lebih maksimal.

    CMC Na dalam praktikum ini berfungsi sebagai gelling agent. Gelling

    agent merupakan bahan pembentuk gel dan akan membentuk jaringan struktural

    yang merupakan faktor yang sangat penting dalam sistem gel. CMC Na dengan

    konsentrasi 4% sampai 6% dapat digunakan sebagai gelling agent (Anwar, 2012).

  • 24

    Konsentrasi CMC Na yang digunakan pada praktikum ini yaitu 5%. Konsentrasi

    tersebut digunakan dengan harapan mendapatkan konsistensi gel yang sesuai.

    Apabila konsentrasi gel yang digunakan terlalu besar maka akan dapat dihasilkan

    gel dengan konsistensi yang terlalu kental.

    Sifat sulfur yang tidak dapat terdispersi dalam air diatasi dengan

    mencampurkan sulfur ke dalam propilenglikol. Propilenglikol berfungasi sebagai

    kosolven yang dapat meningkatkan kelarutan bahan obat sehingga meningkatkan

    penetrasinya melalui membrane kulit untuk mencapai tempat aksinya (Melani,

    dkk., 2005). Propilenglikol dalam hal ini juga berfungsi sebagai humektan yang

    akan mempertahankan kandungan air dalam sediaan sehingga sifat fisik dan

    stabilitas sediaan selama penyimpanan dapat dipertahankan (Dwiastuti, 2010).

    Kadar propilen glikol 15% dipilih karena pada kadar tersebut fungsi

    propilenglikol sebagai humektan dan kosolven dapat tercapai (Melani, dkk.,

    2005).

    Metil dan propil paraben berfungsi sebagai pengawet dalam formulasi ini.

    Pengawet diperlukan dalam formulasi mengingat bahwa tingginya kandungan air

    dalam sedian gel dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi mikroba. Dalam

    praktikum ini akuades digunakan sebagai pelarut dalam formulasi gel. Metil

    paraben (nipagin) dalam sediaan topikal konsentrasi yang umum digunakan

    adalah 0,02 0,3% (Budiman, 2008). Konsentrasi metil paraben yang digunakan

    dalam praktikum ini adalah 0,1%. Metil paraben dikombinasikan dengan propil

    paraben (0,05%) dengan tujuan untuk meningkatkan aktivitas antimikrobanya.

    Pembuatan gel sulfur pada praktikum ini diawali dengan melakukan

    pengembangan CMC Na dalam air selama 1 hari untuk memperoleh hasil

    pengembangan yang optimal. CMC Na mudah terdispersi dalam air dan gel

    dengan basis ini mudah untuk ditumbuhi mikroba (Dwiastuti, 2010). CMC Na

    memberikan pengaruh terhadap sifat fisik gel. Semakin tinggi konsentrasi CMC

    Na maka akan semakin rigid gel yang dihasilkan. Viskositas dan pengaturan

    struktur CMC Na dalam air tergantung pada derahat netralisasinya. Saat CMC Na

    dimasukkan ke dalam air, Na+ lepas dan diganti dengan ion H

    + dan membentuk

    HCMC yang akan meningkatkan viskositas dengan terbentuknya cross-linking

  • 25

    (Bochek, et al., 2002). Ikatan hidrogen menurunkan kelarutan CMC Na dalam air

    dan menghasilkan formasi hidrogel yang elastis. Semakin banyak CMC Na dalam

    air maka semakin banyak ikatan hidrogen yang mungkin terjadi dan akan

    membuat larutan menjadi semakin rigid (Yuliani, 2012). Hal ini yang

    menyebabkan CMC Na memberikan kontribusi positif terhadap viskositas gel

    sulfur.

    Jenis gel sulfur dalam praktikum ini ialah hidrogel. Hidrogel adalah

    polimer hidrofilik yang mempunyai kemampuan mengembang (swelling) dalam

    air, tetapi tidak larut dalam air serta mempunyai kemampuan mempertahankan

    bentuk asalnya (Tamat, dkk., 2008). Jenis hidrogel baik digunakan untuk gel

    yang dimaksudkan dengan tujuan mengobati jerawat karena sifatnya yang

    hidrofilik. Apabila digunakan sifat gel yang hidrofob maka akan menyumbat pori-

    pori kulit dan akan memperparah kondisi jerawat. Sifat hidrofilik dari hidrogel

    dipengaruhi oleh adanya gugus hidroksil, gugus karboksil, gugus amida atau

    gugus hidrosulfit, sedangkan sifat ketidaklarutannya dalam air dipengaruhi oleh

    struktur tiga dimensi dari hidrogel (Tamat, dkk., 2008).

    Sulfur sebelum dicampur dengan propilenglikol harus digerus terlebih

    dahulu untuk memperkecil ukuran partikel sehingga dapat terdispersi merata

    dalam gel. Sulfur selanjutnya dibasahi dengan propilenglikol dan digerus

    homogen hingga terbasahi seluruhnya. Metil dan propil paraben kemudian

    ditambahkan dan digerus homogen. CMC Na yang telah mengembang selanjutnya

    ditambahkan sedikit demi sedikit hingga terbentuk gel. Gel yang dihasilkan

    memiliki bau yang tidak sedap akibat bau dari sulfur. Untuk mengatasi bau yang

    tidak sedap tersebut, maka dilakukan penambahan aqua rosa secukupnya.

    Penambahan aqua rosa perlu diperhatikan karena penambahan yang berlebih dapat

    membuat viskositas gel berubah. Namun, dalam praktikum ini penambahan aqua

    rosa tidak mampu menutupi bau yang tidak sedap dari sulfur. Hal tersebut dapat

    disebabkan oleh kualitas aqua rosa yang mungkin telah menurun sehingga

    penambahan aqua rosa dalam jumlah yang banyak belum mampu untuk menutupi

    bau yang tidak sedap dari sulfur.

  • 26

    Evaluasi sediaan gel selanjutnya dilakukan untuk mengetahui gel yang

    dihasilkan telah memenuhi syarat atau tidak. Evaluasi gel terdiri dari uji

    organoleptis, uji homogenitas, pH, daya sebar dan daya lekat.

    Uji organoleptis meliputi bentuk, bau, dan warna. Secara fisik sediaan yang

    dihasilkan berupa semi padat dan memiliki viskositas seperti gel dengan bau

    sulfur dan berwarna kuning susu. Gel yang dihasilkan tidak dapat menjadi jernih

    karena sulfur berwarna kuning. Sediaan gel tidak selalu jernih, karena tergantung

    pada bahan yang digunakan.

    Uji homogenitas dilakukan untuk melihat adanya butiran kasar dalam gel.

    Pada uji homogenitas ini tampak terlihat adanya butiran-butiran halus sulfur yang

    tersebar merata. Secara makro gel sediaan yang dihasilkan tersebut dapat

    dikatakan homogen.

    Hasil pemeriksaan pH sediaan gel sulfur yaitu 5,2. pH sediaan tersebut telah

    memenuhi syarat yang ditentukan, dimana pH kulit berada pada rentang 4,5

    sampai 6,5 (Kumesan, dkk., 2013). Pemeriksaan pH sediaan merupakan parameter

    fisikokimia yang harus dilakukan untuk sedia topikal karena pH mempunyai

    kaitan dengan efektivitas obat, stabilitas obat/sediaan, dan kenyamanan di kulit

    sewaktu digunakan (Melani, dkk., 2005).

    Daya sebar gel diukur dengan cara mengukur diameter sebar gel pada kaca.

    Daya sebar yang baik akan menjamin pemerataan gel saat diaplikasikan pada kulit

    (Dwiastuti, 2010). Daya sebar rata-rata yang diperoleh adalah 3,39 0,1804 cm.

    Hasil tersebut tidak sesuai dengan pustaka yang menyebutkan bahwa daya sebar

    yang menunjukkan konsistensi semisolid yang sangat nyaman dalam penggunaan

    adalah 5-7 cm (Kumesan, dkk., 2013). Salah satu faktor yang mempengaruhi daya

    sebar gel adalah jumlah dan kekuatan matriks gel. CMC Na merupakan faktor

    dominan dalam menentukan respon daya sebar. Semakin banyak dan kuat matriks

    gel, maka daya sebar gel akan menurun. Dalam sistem gel yang bertanggung

    jawab terhadap terbentuknya matriks gel adalah gelling agent. Dengan demikian

    konsentrasi gelling agent akan menambah dan memperkuat matriks gel. Oleh

    karena itu faktor dominan yang menentukan respon daya sebar adalah CMC Na.

    Sehingga, perlu diperhatikan dalam hal penambahan CMC Na, karena konsentrasi

  • 27

    yang berlebih akan berakibat terhadap penurunan daya sebar (Dwiastuti, 2010).

    Selain itu, CMC Na memiliki gugus hidroksil yang banyak yang menyebabkan gel

    CMC Na menjadi lebih kental. CMC Na juga diduga memiliki gaya kohesi yang

    besar. Gaya kohesi yang besar karena adanya interaksi antar molekul sejenis lebih

    besar. Gaya kohesi antar molekul basis gel yang besar menyebabkan sediaan

    cenderung mengumpul dan sulit menyebar (Kumesan, 2013).

    Hasil uji daya lekat menunjukkan kemampuan salep untuk melekat pada

    saat penggunaan. Dalam praktikum ini diperoleh hasil daya lekat selama 5 detik.

    Adapun syarat waktu daya lekat yang baik adalah tidak kurang dari 4 detik

    (Selfie, dkk., 2013). Berdasarkan hasil uji yang dilakukan sediaan ini sudah

    memenuhi syarat daya lekat. Semakin lama gel melekat pada kulit maka efek yang

    ditimbulkan juga semakin besar.

  • 28

    BAB VI

    KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil pembahasan, maka kesimpulan yang dapat diperoleh pada

    praktikum ini adalah sebagai berikut:

    1. Formulasi sediaan gel terdiri dari sulfur praecipitatum 10%, CMC Na 5%,

    propilenglikol 15%, metil paraben 0,1%, propil paraben 0,05%, aqua rosa dan

    akuades.

    2. Pembuatan gel sulfur dilakukan dengan membuat gelling agent dari CMC Na

    dan dilakukan pencampuran sulfur dengan propilenglikol selanjutnya diikuti

    dengan penambahan bahan lainnya dan terakhir gelling agent.

    3. Uji organoleptis diperoleh bentuk gel yang semi padat, bau khas sulfur dan

    berwarna kuning susu. Uji homogenitas tampak terlihat adanya butiran halus

    sulfur yang tersebar merata pada gel. Uji pH menunjukkan pH sediaan 5,2. Uji

    daya sebar rata-rata 3,39 0,1804 cm. Uji daya lekat diperoleh hasil daya lekat

    selama 5 detik.

  • 29

    DAFTAR PUSTAKA

    Allen, L. V. dan Emeritus. 2011. Secundum Artem: Basics of Compounding for

    Acne. Oklahoma: University of Oklahoma.

    Allen, L. V. Jr. 2002. The Art, Science, and Technology of Pharmaceutical

    Compounding. 2nd Ed, 301-324. Washington, D.C.: American

    Pharmaceutical Association.

    Anonim. 2007. MIMS Petunjuk Konsultasi Edisi 7. Jakarta: PT Info Master

    Ansel C. H.. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press.

    Anwar, E. 2012. Eksipien Dalam Sediaan Farmasi. Cetakan I. Jakarta: PT. Dian

    Rakyat

    Budiman, M. H. 2008. Uji Stabilitas Fisik dan Aktivitas Antioksidan Sediaan

    Krim yang Mengandung Ekstrak Kering Tomat (Solanum lycopersicum

    Linn). Skripsi. Departemen Farmasi, Fakultas MIPA, Universitas

    Indonesia, Depok.

    Bochek, A. M., Yusupova, L. D., Zabivalova, N. M., Petropavlovskii, G. A.,

    2002. Rheological Properties of Aqueous H-Carboxymethyl Cellulose

    Solutions with Various Additives. Russian Journal of Applied Chemistry,

    75, 47.

    Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan

    Republik Indonesia.

    Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan

    Republik Indonesia.

    Dwiastuti, R. 2010. Pengaruh Penambahan CMC (Carboxymethyl cellulose)

    sebagai Gelling Agent dan Propilen Glikol sebagai Humektan Dalam

    Sediaan Gel Sunscreen Ekstrak Kering Polifenol The Hijau (Camellia

    sinensis L). Jurnal Penelitian. Vol 13(2). Hlm: 227-240

    Kumesan, Y. A. N., P. V. Y. Yamlean., dan H. S. Supriati. 2013. Formulasi dan

    Uji Aktivitas Gel Antijerawat Ekstrak Umbi Bakung (Crinum asiaticum

    L.) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus Secara In Vitro. Jurnal Ilmiah

    Farmasi. Vol 2(2): 18-26. ISSN: 2302 2493.

  • 30

    McEvoy, G. K. 2002. AHFS Drug Information. USA: American Society of

    Health-System Pharmacistsm,Inc.

    Melani, D., T. Purwati., W. Soeratri. 2005. Korelasi Kadar Propilenglikol Dalam

    Basis dan Pelepasan Dietilammonium Diklofenak dari Basis Carbopol

    ETD 2020. Majalah Farmasi Airlangga. Vol 5(1):1-6

    Reynolds, J. E. F. 1989. Martindale The Extra Pharmacopoeia, Twenty-ninth

    edition. London: The Pharmaceutical Press.

    Rowe, C. R., Sheskey, P. J., Quinn, M. E. 2009. Handbook of Pharmaceutical

    Excipients 6th

    Edition. Amerika: Pharmaceutical Press.

    Royal Pharmaceutical Society of Great Britain. 2009. British National Formulary.

    London : RPS publishing.

    Selfie, P. J., Ulaen., Y. Banne., dan R. A. Suatan. 2013. Pembuatan Salep Anti

    Jerawat dari Ekstrak rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.).

    Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Kemenkes Manado

    Sweetman, S. C. 2002. Martindale: The Complete Drug Reference Thirty-Third

    Edition. London: Chicago Pharmaceutical Press.

    Syamsuni, H. A.. 2007. Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

    Tamat, S. R., Erizal., C. Gunawan. 2008. Sintesis Hidrogel Poli (N-Vinil-2-

    Pirolidon-Asam Tartrat Secara Iridiasi Gamma dan Karakterisasinya.

    Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. Vol. 6(1):7-14

    Tjay, T. H. dan K. Rahardja. 2008. Obat-Obat Penting. Edisi VI. Jakarta: PT.

    Elex Media Komputindo.

    Yuliani, S. H. 2012. Formulasi Sediaan Hidrogel Penyembuh Luka Ekstrak Etanol

    Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis). Disertasi. Program

    Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Farmasi, Universitas Gadjah Mada,

    Yogyakarta.