lapkas rm bells palsy koreksi

26
PENDAHULUAN Bell’s Palsy merupakan paresis nervus fasialis primer yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) dan bersifat akut. 1,2 Banyak yang mencampuradukkan antara Bell’s Palsy dengan paresis nervus fasialis perifer lainnya yang penyebabnya diketahui. 3 Biasanya penderita mengetahui kelumpuhan fasialis dari teman atau keluarga atau pada saat bercermin atau sikat gigi/ berkumur. Pada saat penderita menyadari bahwa ia mengalami kelumpuhan pada wajahnya, maka ia mulai merasa takut, malu, rendah diri, mengganggu kosmetik dan kadangkala jiwanya tertekan terutama pada wanita dan pada penderita yang mempunyai profesi yang mengharuskan ia untuk tampil di muka umum. Seringkali timbul pertanyaan didalam hatinya, apakah wajahnya bisa kembali secara normal atau tidak. 2,4 Rehabilitasi medik pada penderita Bell’s Palsy diperlukan dengan tujuan membantu memperlancar vaskularisasi, pemulihan kekuatan otot-otot fasialis dan mengembalikan fungsi yang terganggu akibat kelemahan otot-otot fasialis sehingga penderita dapat kembali melakukan aktivitas kerja sehari-hari dan bersosialisasi dengan masyarakat. 5,6 Definisi 1

Upload: prisillia-mottoh

Post on 24-Apr-2015

48 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lapkas RM BELLS PALSY Koreksi

PENDAHULUAN

Bell’s Palsy merupakan paresis nervus fasialis primer yang penyebabnya

tidak diketahui (idiopatik) dan bersifat akut.1,2 Banyak yang mencampuradukkan

antara Bell’s Palsy dengan paresis nervus fasialis perifer lainnya yang

penyebabnya diketahui.3

Biasanya penderita mengetahui kelumpuhan fasialis dari teman atau

keluarga atau pada saat bercermin atau sikat gigi/ berkumur. Pada saat penderita

menyadari bahwa ia mengalami kelumpuhan pada wajahnya, maka ia mulai

merasa takut, malu, rendah diri, mengganggu kosmetik dan kadangkala jiwanya

tertekan terutama pada wanita dan pada penderita yang mempunyai profesi yang

mengharuskan ia untuk tampil di muka umum. Seringkali timbul pertanyaan

didalam hatinya, apakah wajahnya bisa kembali secara normal atau tidak.2,4

Rehabilitasi medik pada penderita Bell’s Palsy diperlukan dengan tujuan

membantu memperlancar vaskularisasi, pemulihan kekuatan otot-otot fasialis dan

mengembalikan fungsi yang terganggu akibat kelemahan otot-otot fasialis

sehingga penderita dapat kembali melakukan aktivitas kerja sehari-hari dan

bersosialisasi dengan masyarakat.5,6

Definisi

Bell’s Palsy adalah kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non-

supuratif, non-neoplasmatik, non-degeneratif primer namun sangat mungkin

akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau

sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang mulanya akut dan dapat sembuh

sendiri tanpa pengobatan.6

Epidemiologi

Di Amerika Serikat ditemukan 23 penderita Bell’s Palsy pada 100.000

penduduk pertahun (Hausser dkk). Di Manado, penderita Bell’s Palsy yang datang

berobat ke Poli Saraf RSUP Prof. Kandou pada tahun 1998 sebanyak 58 penderita

1

Page 2: Lapkas RM BELLS PALSY Koreksi

(9,9%) dari 586 penderita gangguan saraf tepi kranialis. Di instalasi Rehab Medik

sebanyak 281 kunjungan (5,53%) dari 7.970 kunjungan di tahun 1998.6

Di Indonesia, insiden Bell’s Palsy secara pasti sulit ditentukan. Data yang

dikumpulkan dari 4 buah Rumah Sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bell’s

Palsy sebesar 19,55% dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21-30

tahun. Lebih sering wanita daripada pria. Tidak didapati perbedaan insiden antara

iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya

riwayat terpapar udara dingin atau angin berlebihan.1,2

Etiologi

Banyak kontroversi mengenai etiologi dari Bell’s Palsy, tetapi ada 4 teori

yang dihubungkan dengan etiologi Bell’s Palsy yaitu:1,5

1. Teori Iskemik Vaskuler

Nervus fasialis dapat menjadi lumpuh secara tidak langsung karena

gangguan regulasi sirkulasi darah di kanalis fasialis.

2. Teori Infeksi Virus

Virus yang dianggap paling banyak bertanggung jawab adalah Herpes

Simpleks Virus (HSV), yang terjadi karena proses reaktifasi dari HSV

(khususnya tipe 1).

3. Teori Herediter

Bell’s Palsy terjadi karena kemungkinan adanya kanalis fasialis yang

sempit pada keturunan atau keluarga tersebut, sehingga menyebabkan

predisposisi untuk terjadinya paresis fasialis.

4. Teori Imunologi

Dikatakan bahwa Bell’s Palsy terjadi akibat reaksi imunologi terhadap

infeksi virus yang timbul sebelumnya atau sebelum pemberian imunisasi.

2

Page 3: Lapkas RM BELLS PALSY Koreksi

Patofisiologi

Apapun yang menjadi etiologi dari Bell’s Palsy, proses akhir yang

dianggap bertanggung jawab atas gejala klinik Bell’s Palsy adalah proses edema

yang selanjutnya menyebabkan kompresi nervus fasialis. Gangguan atau

kerusakan pertama adalah endotelium dari kapiler menjadi edema dan

permeabilitas kapiler meningkat, sehingga dapat terjadi kebocoran kapiler

kemudian terjadi edema pada jaringan sekitarnya dan akan terjadi gangguan aliran

darah yang menyebabkan terjadinya hipoksia dan asidosis yang mengakibatkan

kematian sel. Kerusakan sel ini mengakibatkan hadirnya enzim proteolitik,

terbentuknya peptida-peptida toksik dan pengaktifan kinin dan kalikrein sebagai

hancurnya nukleus dan lisosom. Jika dibiarkan dapat terjadi kerusakan jaringan

yang permanen.5,8

Gambaran Klinis

Biasanya timbul secara mendadak, penderita menyadari adanya

kelumpuhan pada salah satu sisi wajahnya pada waktu bangun pagi, bercermin

atau saat sikat gigi/ berkumur atau diberitahukan oleh orang lain/ keluarga bahwa

salah satu sudutnya lebih rendah. Bell’s Palsy hampir selalu unilateral. Gambaran

klinis dapat berupa hilangnya semua gerakan volunter pada kelumpuhan total.

Pada sisi wajah yang terkena, ekspresi akan menghilang sehingga lipatan

nasolabial akan menghilang, sudut mulut menurun, bila minum atau berkumur air

menetes dari sudut ini, kelopak mata tidak dapat dipejamkan sehingga fisura

palpebra melebar serta kerut dahi menghilang. Bila penderita disuruh untuk

memejamkan matanya, maka kelopak mata pada sisi lumpuh akan tetap terbuka

(disebut lagoftalmus) dan bola mata berputar ke atas. Keadaan ini dikenal dengan

tanda dari Bell (lagoftalmus disertai dorsorotasi bola mata). Karena kedipan mata

yang berkurang, maka akan terjadi iritasi oleh debu dan angin sehingga

menimbulkan epifora.1,7 Saat menggembungkan pipi, terlihat bahwa pada sisi

yang lumpuh tidak menggembung. Selain itu, makanan cenderung terkumpul di

antara pipi dan gusi sisi yang lumpuh. Selain kelumpuhan seluruh otot wajah

sesisi, tidak didapati gangguan lain yang mengiringinya, bila paresisnya benar-

benar bersifat “Bell’s Palsy”.7

3

Page 4: Lapkas RM BELLS PALSY Koreksi

Diagnosa

Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis serta beberapa pemeriksaan

fisik, dalam hal ini yaitu pemeriksaan neurologis.

1. Anamnesis

- Rasa nyeri

- Gangguan atau kehilangan pengecapan

- Riwayat pekerjaan dan ada tidaknya aktivitas yang dilakukan pada

malam hari di ruangan terbuka atau di luar ruangan.

- Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi

saluran pernapasan, otitis, herpes, dan lain-lain.

2. Pemeriksaan

- Pemeriksaan neurologis ditemukan paresis N. VII tipe perifer.

- Gerakan volunter yang diperiksa, dianjurkan minimal:7,9

1). Mengerutkan dahi

2). Memejamkan mata

3). Mengembangkan cuping hidung

4). Tersenyum

5). Bersiul

6). Mengecangkan kedua bibir

Di instalasi Rehabilitasi Medik RSU Prof. Kandou menggunakan

Skala Ugo Fisch untuk mengevaluasi kemajuan motorik penderita

Bell’s Palsy.6

SKALA UGO FISCH

Dinilai kondisi simetris atau asimetris antara sisi sehat dan sisi sakit pada 5

posisi:

Posisi Nilai Persentasi (%) 0, 30, 70, 100 Skor

Istirahat 20

Mengerutkan Dahi 10

Menutup Mata 30

Tersenyum 30

Bersiul 10

4

Page 5: Lapkas RM BELLS PALSY Koreksi

Total

- Penilaian Persentasi:

0% : asimetris komplit, tidak ada gerakan volunter.

30% : simetris, poor/ jelek, kesembuhan yang ada lebih dekat ke

asimetris komplit daripada simetris normal.

70% : simetris, fair/ cukup, kesembuhan parsial yang cenderung

ke arah normal.

100% : simetris, normal/ komplit.

3. Diagnosis Klinis

Ditegakkan dengan adanya paresis N. VII perifer dan bukan sentral.

Umumnya unilateral.

4. Diagnosis Topis

Letak LesiKelainan

Motorik

Gangguan

Pengecapan

Gangguan

Pendengaran

Hiposekresi

Saliva

Hiposekresi

Lakrimalis

Pons-meatus

akustikus internus+ +

+ tuli/

hiperakusis+ +

Meatus akustikus

internus-ganglion

genikulatum

+ ++

hiperakusis+ +

Ganglion

genikulatum-

N. Stapedius

+ ++

hiperakusis+ -

N.stapedius-

chorda tympani+ + + + -

Chorda tympani + + _ + _

Infra chorda tympani

sekitar foramen

stilomastoideus

+ - - - -

5. Diagnosis Etiologis

Sampai saat ini, etiologi pasti dari Bell’s Palsy belum dapat diketahui.

5

Page 6: Lapkas RM BELLS PALSY Koreksi

Diagnosis Banding1,7

1. Otitis Media Supurativa dan Mastoiditis

2. Herpes Zoster Oticus

3. Trauma Kapitis

4. Sindrom Guillain-Barre

5. Miastenia Gravis

6. Tumor Intrakranialis

7. Leukemia

Prognosis10

Sembuh spontan pada 75-90% dalam beberapa minggu atau dalam 1-2

bulan. Kira-kira 10-15% akan memberikan gambaran kerusakan yang permanen.

Komplikasi

1. Crocodile tears phenomenon

Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Hal ini

timbul beberapa bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari

regenerasi yang salah dari serabut otonom yang seharusnya ke kelenjar

saliva tetapi menuju ke kelenjar lakrimalis. Lokasi lesi di sekitar ganglion

genikulatum.1

2. Synkinesis

Dalam hal ini, otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau

tersendiri, selalu timbul gerakan bersama. Misalnya bila pasien disuruh

memejamkan mata, maka akan timbul gerakan (involunter) elevasi sudut

mulut, kontraksi platisma, atau berkerutnya dahi. Penyebabnya adalah

inervasi yang salah, serabut saraf yang mengalami regenerasi bersambung

dengan serabut-serabut otot yang salah.1,4

3. Hemifacial Spasm

Timbul “kedutan” pada wajah (otot wajah bergerak secara spontan dan

tidak terkendali) dan juga spasme otot wajah, biasanya ringan.4 Pada

stadium awal hanya mengenai satu sisi wajah saja, tetapi berikutnya dapat

6

Page 7: Lapkas RM BELLS PALSY Koreksi

mengenai pada sisi lainnya. Kelelahan dan kelainan psikis dapat

memperberat spasme ini. Komplikasi ini terjadi bila penyembuhan tidak

sempurna, yang timbul dalam beberapa bulan atau 1-2 tahun kemudian.1,4

4. Kontraktur

Hal ini dapat terlihat dari tertariknya otot, sehingga lipatan nasolabialis

lebih jelas terlihat pada sisi yang lumpuh dibandingkan pada sisi yang

sehat. Terjadi bila kembalinya fungsi sangat lambat. Kontraktur tidak

tampak pada waktu otot wajah istirahat, tetapi menjadi jelas saat otot

wajah bergerak.1

Terapi

- Terapi medikamentosa

Golongan kortikosteroid sampai saat ini masih kontoversi. Dapat juga

diberikan golongan neurotropik.1,3

- Terapi operatif

Tindakan bedah dekompresi masih kontroversi.1,2

- Rehabilitasi medik6

Rehabilitasi Medik Pada Penderita Bell’s Palsy

Sebelum membahas mengenai rehabilitasi medik pada Bell’s Palsy, maka

akan dibicarakan mengenai rehabilitasi secara umum. Rehabilitasi medik menurut

WHO adalah semua tindakan yang ditujukan guna mengurangi dampak cacat dan

handicap serta meningkatkan kemampuan penyandang cacat mencapai integritas

sosial.6

Tujuan rehabilitasi medik adalah:

1. Meniadakan keadaan cacat bila mungkin.

2. Mengurangi keadaan cacat sebanyak mungkin.

3. Melatih orang dengan sisa keadaan cacat badan untuk dapat hidup dan

bekerja dengan apa yang tertinggal.

Untuk mencapai keberhasilan dalam tujuan rehabilitasi yang efektif dan

efisien maka diperlukan tim rehabilitasi medik yang terdiri dari dokter,

7

Page 8: Lapkas RM BELLS PALSY Koreksi

fisioterapis, okupasi terapis, ortotis prostetis, ahli wicara, psikolog, petugas sosial

medik dan perawat rehabilitasi medik.

Sesuai dengan konsep rehabilitasi medik yaitu usaha gabungan terpadu

dari segi medik, sosial dan kekaryaan, maka tujuan rehabilitasi medik pad Bell’s

Palsy adalah untuk mengurangi/ mencegah paresis menjadi bertambah dan

membantu mengatasi problem sosial serta psikologinya agar penderita tetap dapat

melaksanakan aktivitas kegiatan sehari-hari. Program-program yang diberikan

adalah program fisioterapi, okupasi terapi, sosial medik, psikologi dan ortotik

prostetik, sedangkan program perawat rehabilitasi dan terapi wicara tidak banyak

berperan.

A. Program Fisioterapi

1. Pemanasan1,11

- Pemanasan superfisial dengan infrared.

- Pemanasan dalam berupa Shortwave Diathermy atau Microwave

Diathermy.

2. Stimulasi Listrik1,9

Tujuan pemberiannya adalah menstimulasi otot untuk mencegah/

memperlambat terjadi atrofi sambil menuggu proses regenerasi dan

memperkuat otot yang masih lemah. Misalnya dengan faradisasi yang

tujuannya adalah untuk menstimulasi otot, re-edukasi dari aksi otot,

melatih fungsi otot baru, meningkatkan sirkulasi serta mencegah/

meregangkan perlengketan. Diberikan 2 minggu setelah onset.

3. Latihan Otot-otot Wajah dan Masase Wajah

Latihan gerak volunter otot wajah diberikan setelah fase akut.

Latihan berupa mengangkat alis, tahan 5 detik, mengerutkan dahi,

menutup mata dan mengangkat sudut mulut, tersenyum, beriul/ meniup

(dilakuka di depan kaca dengan konsentrasi penuh).

Masase adalah latihan manipulasi sistemik dan ilmiah dari jaringan

tubuh dengan maksud untuk perbaikan/ pemulihan. Pada fase akut,

Bell’s Palsy diberikan gentle masase secara perlahan dan berirama.

Gentle Massage memberikan efek mengurangi edema, memberikan

8

Page 9: Lapkas RM BELLS PALSY Koreksi

relaksasi otot dan mempertahankan tonus otot.1,3 Setelah lewat fase

akut, diberikan Deep Kneading Massage selum latihan gerak volunter

otot wajah. Hal ini dapat memberikan efek mekanik terhadap

pembuluh darah vena dan limfe, melancarkan pembuangan sisa

metabolik, asam laktat, mengurangi edema, meningkatkan nutrisi

serabut-serabut otot dan meningkatkan gerakan intramuskuler sehingga

melepaskan perlengketan. Masase daerah wajah dibagi 4 area yaitu

dagu, mulut, hidung dan dahi. Semua gerakan diarahkan ke atas,

lamanya 5-10 menit.12

B. Program Terapi Okupasi

Pada dasarnya terapi disini memberikan latihan gerak pada otot

wajah. Latihan diberikan dalam bentuk aktivitas sehari-hari atau dalam

bentuk permainan. Perlu diingat bahwa latihan secara bertahap dan melihat

kondisi penderita, jangan sampai melelahkan penderita. Latihan dapat

berupa latihan berkumur, latihan minum dengan menggunakn sedotan,

latihan meniup lilin, latihan menutup mata dan mengerutkan dahi di depan

cermin.5

C. Program Sosial Medik

Penderita Bell’s Palsy sering merasa malu dan menarik diri dari

pergaulan sosial. Problem sosial biasanya berhubungan dengan tempat

kerja dan biaya. Petugas sosial medik dapat membantu mengatasi dengan

menghubungi tempat kerja, mungkin untuk sementara waktu penderita

dapat bekerja pada bagian yang tidak banyak berhubungan dengan umum.

Untuk masalah biaya, dibantu dengan mencarikan fasilitas kesehatan di

tempat kerja atau melalui keluarga. Selain itu memberikan penyuluhan

bahwa kerja sama penderita dengan petugas yang merawat sangat penting

untuk kesembuhan penderita.5,6

D. Program Psikologi

9

Page 10: Lapkas RM BELLS PALSY Koreksi

Untuk kasus-kasus tertentu dimana ada gangguan psikis yang amat

menonjol, rasa cemas sering menyertai penderita terutama pada penderita

muda, wanita ataupun penderita yang profesinya mengharuskan dia untuk

sering tampil di depan umum, maka bantuan psikolog sangat dibutuhkan.5

E. Program Ortotik-Prostetik

Dapat dilakukan pemasangan “Y” plester dengan tujuan agar sudut

mulut yang sakit tidak jatuh. Dianjurkan agar plester diganti tiap 8 jam.

Perlu diperhatikan reaksi intoleransi kulit yang sering terjadi. Pemasangan

“Y” plester dilakukan jika dalam waktu 3 bulan belum ada perubahan pada

penderita setelah mengalami fisioterapi. Hal ini dilakukan untuk mencegah

terenggangnya otot Zygomaticus selama parese dan mencegah terjadinya

kontraktur.6

F. Home Program6,12

- Kompres hangat daerah sisi wajah yang sakit selama 20 menit.

- Masase wajah yang sakit ke arah atas dengan menggunakan tangan

dari sisi wajah yang sehat.

- Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan mengunyah pada sisi yang

sakit, minum dengan sedotan, mengunyah permen karet.

- Perawatan mata:

a. Beri obat tetes mata (golongan artifial tears) 3x sehari.

b. Memakai kacamata gelap sewaktu bepergian siang hari.

c. Biasakan menutup bola mata secara pasif sebelum tidur.

10

Page 11: Lapkas RM BELLS PALSY Koreksi

LAPORAN KASUS

Identitas Penderita

Nama : Ny. A

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 54 thn

Alamat : Ranotana Ling V

Pekerjaan : IRT

Agama : Kristen Protestan

Tanggal pemeriksaan : 24 Desember 2012

Anamnesis

Keluhan utama: Wajah mencong ke kiri.

Riwayat penyakit sekarang : Wajah mencong ke kiri dialami penderita sejak ± 10

hari yang lalu. Penderita menyadarinya saat bangun pagi, tiba-tiba penderita

merasakan pipi sebelah kanan menjadi kaku dan saat penderita bercermin nampak

mulut penderita mencong ke kiri. Penderita juga tidak bisa menutup mata kanan

dengan baik dan mengangkat alis kanan. Saat penderita minum, air minum

tersebut menetes/ keluar dari sudut mulut kanan, dan saat penderita makan,

makanan yang dikunyah cenderung terkumpul ke sisi kanan mulut. Penderita juga

merasa sakit pada sisi wajah kanan. Penderita biasa tidur dengan pintu kamar

terbuka. Dua hari sebelum penderita mengalami keluhan mulut mencong ke kiri,

penderita bepergian dengan mobil dan duduk di sebelah pintu dengan jendela

terbuka dari Motoling – Tomohon. Penderita segera memeriksakan diri ke

Puskesmas Amurang dan diberi obat piracetam dan 3 macam obat yang penderita

tidak tahu namanya. Namun karena tidak ada perbaikan, maka penderita berobat

ke RSU Prof. Kandou. ± 6 bulan yang lalu penderita sering sakit telinga kanan,

pasien mengeluh merasa tidak nyaman di telinga, trauma (-), panas (-), keluar

cairan dari telinga (-), gangguan pengecapan (-), telinga berdengung (-), riwayat

batuk, pilek, demam dalam beberapa minggu yang lalu (-).

11

Page 12: Lapkas RM BELLS PALSY Koreksi

Riwayat Penyakit Dahulu :

Hipertensi (+), DM (-), Asam urat (-), kolesterol (-). Penderita tidak pernah

minum obat darah tinggi sebelumnya, bila sakit kepala hanya minum obat-obat

diwarung. Riwayat trauma tidak ada. Penderita tidak pernah sakit seperti ini

sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Hanya penderita yang sakit seperti ini dalam keluarga.

Riwayat Kebiasaan :

Penderita sering duduk-duduk di teras rumah sampai malam hari dimana penderita

tinggal di Motoling daerah dingin. Minum alkohol (-), merokok (-).

Riwayat Sosial Ekonomi :

Penderita sudah menikah, tinggal bersama dengan suami, dan anaknya. Rumah

permanen 1 lantai, atap terbuat dari seng, lantai dari keramik dengan 3 kamar tidur

dan 1 buah kamar mandi gabung WC jongkok, menggunakan air dari PAM dan

listrik PLN. Biaya pengobatan ditanggung sendiri.

Pemeriksaan fisik

Keadaan umum : cukup, Kesadaran : Compos Mentis.

Tanda vital : T: 180/100 mmHg, N: 72 x/m, R: 22 x/m, S: 36,3 0C

Kepala : Konjungtiva anemis (-), sclera ikterus (-),

pupil bulat isokor kiri=kanan, Refleks Cahaya: (+/+),

Lagoftalmus: 5 mm

Leher : Trakea letak tengah, pembesaran Kelenjar Getah Bening (-)

Toraks : Simetris kiri=kanan, retraksi iga (-), massa (-)

Pulmo: simetris, Stem Fremitus kiri=kanan

Suara pernapasan vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Jantung: Ictus cordis tidak tampak ICS III-IV, kuat angkat,

batas jantung normal, SI-II normal, bising (-)

Abdomen : Datar, lemas, bising usus (+) normal, nyeri tekan epigastrium (-)

Hepar/Lien tidak teraba

Ekstremitas : Hangat, Pitting udema (-/-)

12

Page 13: Lapkas RM BELLS PALSY Koreksi

Status Lokalis Regio Fasialis

Inspeksi: wajah tampak tidak simetris, mulut mencong ke kiri, hilangnya lipatan

nasolabial kanan, edema (-), celah mata 5 mm.

Palpasi : hangat (-), nyeri tekan (-)

MMT Otot-otot Wajah:

M. Frontalis : 0

M. Corrugator supercilli : 1

M. Dilator Nasalis : 1

M. Orbicularis Okuli : 1

M. Orbicularis Oris : 0

M. Zygomaticus major : 0

Skala Ugo Fisch

Posisi Nilai Persentasi (%) 0, 30, 70, 100 Skor

Istirahat 20 70% 14

Mengerutkan Dahi 10 0 0

Menutup Mata 30 30% 9

Tersenyum 30 0% 0

Bersiul 10 0% 0

Total 23

Resume

♀ , umur 54 tahun. Keluhan wajah mencong . Mulut mencong sejak ±10

hari yang lalu. Riwayat bepergian dengan wajah terkena angin dan kebiasaan

penderita duduk-duduk di teras rumah sampai malam hari dimana daerah tempat

tinggal penderita di daerah dingin. Pada pemeriksaan didapatkan kelemahan otot-

otot wajah kanan skor UGO FISCH 23.

Diagnosis Klinik : Bell’s Palsy dextra, hipertensi gr II

Diagnosis Topis : paresis N. VII perifer dextra (pada foramen stilomastoid)

Diagnosis Etiologik : Idiopatik

Diagnosis Fungsional: Disabilitas ringan (gangguan makan dan minum)

13

Page 14: Lapkas RM BELLS PALSY Koreksi

Pengobatan : pemberian obat antihipertensi captopril

Problem rehabilitasi medik

- Kelemahan otot-otot wajah sebelah kanan.

- Mata kanan tidak bisa menutup dengan baik sehingga mata sering

berair.

- Gangguan makan dan minum.

- Penderita merasa malu dan minder karena wajah mencong.

Program Rehabilitasi Medik

1. Fisioterapi

Evaluasi:

- Kelumpuhan otot-otot wajah pada sisi sebelah kanan.

- KO: M. Frontalis : 0

M. Orbicularis Okuli : 1

M. Orbicularis Oris : 0

M. Dilator Nasalis : 1

M. Corrugator supercilli : 1

M. Zygomaticus major : 0

Program:

- Pemanasan superfisialis dengan infra red pada regio facialis dextra.

- Latihan otot wajah sebelah kanan antara lain: mengangkat alis (tahan 5

detik), mengerutkan dahi, menutup mata, mengangkat sudut mulut,

tersenyum, bersiul/ meniup (dilakukan didepan kaca dengan penuh

konsentrasi).

- Deep kneading massage.

- Faradisasi

2. Ortotik Prostetik

Evaluasi:

- Kelumpuhan otot-otot wajah pada sisi sebelah kanan.

- Sudut mulut kanan lebih rendah daripada kiri

- KO: M. Frontalis : 0

14

Page 15: Lapkas RM BELLS PALSY Koreksi

M. Orbicularis Okuli : 1

M. Dilator Nasalis : 1

M. Orbicularis Oris : 0

M. Corrugator supercilli : 1

M. Zygomaticus major : 0

Program:

- Rencana pemasangan plester “Y”.

3. Okupasi Terapi

Evaluasi:

- Kelumpuhan otot-otot wajah pada sisi sebelah kanan.

- Gangguan fungsi saat minum air, air keluar dari sudut mulut kiri

Program:

- Latihan AKS antara lain berkumur, minum dengan sedotan, latihan

meniup lilin (hindari menggembungkan pipi dengan mulut tertutup).

Latihan ini dilakukan secara bertahap, sesuai kondisi penderita dan

jangan sampai melelahkan penderita.

4. Psikologi

Evaluasi:

- Merasa malu, minder, dan cemas, apakah akan sembuh atau tidak.

Program:

- Support mental

- Memberikan dorongan agar penderita tetap menjalani terapi di

Instalasi Rehabilitasi Medik dan rajin melakukan latihan di rumah.

5. Sosial Medik

Evaluasi:.

- Penderita cenderung mengurangi sosialisasi dengan lingkungannya

karena merasa malu akan penyakitnya.

- Penderita tidak bekerja, biaya pengobatan ditanggung sendiri dan

membutuhkan terapi dalam waktu lama.

15

Page 16: Lapkas RM BELLS PALSY Koreksi

Program:

- Memberikan edukasi kepada lingkungan dan keluarga penderita

mengenai penyakit penderita dan memberikan dorongan kepada

penderita agar tetap menjalani terapinya.

- Penderita disarankan untuk mengurus Jamkesmas atau sementara

membutuhkan bantuan dari keponakan penderita.

6. Home Program

- Kompres hangat daerah sisi wajah yang sakit selama 10 menit.

- Masase wajah yang sakit ke arah atas

- Latihan tiup lilin, bersiul, berkumur, mengunyah permen karet disisi

yang sakit.

- Perawatan mata: Beri obat tetes mata (artificial tears), memakai

kacamata gelap sewaktu bepergian siang hari, biasakan menutup

kelopak mata secara pasif sebelum tidur dengan kasa.

7. Edukasi

- Penderita disarankan apabila tidur pintu dengan jendela ditutup agar

angin (udara dingin) tidak masuk. Dan hilankan kebiasaan pasien yang

suka duduk-duduk sampai malam hari di teras rumah.

- Penderita disarankan untuk diet rendah garam

- Edukasi pasien agar berolahraga teratur.

Prognosis- Ad vitam : ad bonam- Ad functionam : ad bonam- Ad sanationam : dubia ad bonam

16

Page 17: Lapkas RM BELLS PALSY Koreksi

DAFTAR PUSTAKA

1. Sabirin J. Bell’s Palsy. Dalam: Hadinoto, dkk. Gangguan gerak. Cetakan I. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, 1990: 171-81

2. Maisel RH, Levine SC. Gangguan Saraf Fasialis. Dalam: Adams, dkk. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: Penerbit EGC, 1997: 139-52

3. Rusk HA. Disease of the Cranial Nerves. In: Rehabilitation Medicine. 2nd

ed. New York: Mc Graw Hill, 1971: 429-31

4. Lumbantobing SM. Saraf Otak: Nervus Fasial. Dalam: Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: FK Universitas Indonesia, 2004: 55-60

5. Thamrinsyam. Beberapa kontroversi Bell’s Palsy. Dalam: Thamrinsyam, dkk. Bell’s Palsy. Surabaya: Unit Rehabilitasi Medik RSUD Dr. Soetomo/ FK UNAIR, 1991: 45-51

6. Angliadi LS, Sengkey L, Mogi TI, Gessal J. Bell’s Palsy. Dalam: Bahan Kuliah Ilmu Kedokteran Fisik Dan Rehabilitasi. Bagian Ilmu Kedokteran Fisik Dan Rehabilitasi FK UNSRAT. Manado. 2006. Hal: 79-90

7. Sidharta P. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Edisi ke-2. Jakarta: Dian Rakyat, 1985: 311-17

8. Walton SJ. Disease of Nervous System, 9th ed. English: ELBS, 1985: 3-16

9. Thamrinsyam. Penilaian Derajat Kekuatan Otot Fasialis. Dalam Thamrimsyam, dkk. Bell’s Palsy. Surabaya: Unit Rehabilitasi Medik RSUD Dr. Soetomo/ FK UNAIR, 1991: 31-49

10. Raymond D, Adam S, Maurice V. Disease of the Cranial Nerves. In: Principles of Neurology. 5th ed. New York: Mc Graw Hill, 1994: 1174-5

11. Kendall FP, Mc Creary EK. Muscle Testing and Function; 3rd ed. Baltimore: William & Wilkins, 1983: 235-48

12. Reyes TM, Reyes OBL. Hydrotherapy, Message, Manipulation and Traction. Volume 2 Philippines: U. S. Printing Office, 1977: 78-84, 210

17