lapkas bells palsy.docx

Upload: rachel-mongisidi

Post on 04-Mar-2016

38 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Bells palsy merupakan paresis nervus fasialis perifer yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik).1-4 Nama penyakit Bells palsy diambil dari Sir Charles Bell, seorang ahli bedah Skotlandia pada abad ke-19 yang pertama kali menjelaskan tentang gangguan ini. Kelainan pada Bells Palsy tidak berkaitan dengan stroke.5Insiden Bells Palsy sekitar 15 sampai 30 per 100.000 orang, dengan perbandingan yang hampir sama laki-laki dan perempuan.6 Insiden penyakit ini di Indonesia diperoleh frekuensi sebesar 35.000 kasus per 100.000 dari populasi dan terbanyak terjadi pada usia 21-30 tahun dan lebih sering terjadi pada wanita.7Biasanya penderita mengetahui kelumpuhan fasialis dari teman, keluarga dan pada saat bercermin,sikat gigi atau berkumur. Pada saat penderita menyadari bahwa ia mengalami kelumpuhan pada wajahnya, maka ia mulai merasa takut, malu, rendah diri, mengganggu kosmetik dan kadangkala jiwanya tertekan terutama pada wanita dan pada penderita yang mempunyai profesi yang mengharuskan ia untuk tampil di muka umum. Seringkali timbul pertanyaan didalam hatinya, apakah wajahnya bisa kembali secara normal atau tidak.1,2,8Rehabilitasi medik pada penderita Bells palsy diperlukan dengan tujuan membantu memperlancar vaskularisasi, pemulihan kekuatan otot-otot fasialis dan mengembalikan fungsi yang terganggu akibat kelemahan otot-otot fasialis sehingga penderita dapat kembali melakukan aktivitas kerja sehari-hari dan bersosialisasi dengan masyarakat.8,9

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

DefinisiBells palsy adalah kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non-supuratif, non-neoplasmatik, non-degeneratif primer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang mulanya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.10,11

EpidemiologiDi Indonesia, insiden Bells palsy secara pasti sulit ditentukan. Data yang dikumpulkan dari 4 buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bells palsy sebesar 19,55 % dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21 30 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terpapar udara dingin atau angin berlebihan.1

AnatomiNervus Fasialis sebenarnya adalah saraf motorik, tetapi dalam perjalanannya ke tepi, nervus intermedius bergabung. Nervus intermedius itu tersusun oleh serabut sekretomotorik untuk glandula salivatorius dan serabut sensorik khusus yang menghantarkan impuls pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah ke nucleus traktus solitarius.2,3 Kelompok dorsal inti nervus fasialis mempersarafi otot-otot frontalis, zigomatikus, belahan atas orbikularis okuli dan bagian atas otot wajah. Inti ini mempunyai inervasi kortikal secara bilateral. Kelompok ventral inti nervus fasialis mensarafi otot-otot belahan bawah orbikularis okuli, otot wajah bagian bawah dan platisma. Inti ini mempunyai hubungan hanya dengan korteks motorik sisi kontralateral.2,3Nervus fasialis yang melintasi jaringan glandula parotis bercabang-cabang lagi untuk mensarafi seluruh otot wajah. Adapaun otot-otot tersebut mempunyai arti klinis penting ialah: otot frontalis atau occipitofrontalis yang berfungsi mengangkat alis, mengerutkan dahi, otot corugator supercilli yang berfungsi menggerakkan kedua alis, otot proceus yang berfungsi mengerutkan kulit antara kedua alis, otot nasalis yang berfungsi mengangkat tepi lateral cuping hidung sehingga terbentuk kerutan diagonal sepanjang pangkal hidung, otot orbicularis oris yang berfungsi mulut mencucu atau bersiul, otot levator labii superior yang berfungsi mengangkat bibir atas dan melebarkan lubang hidung, otot levator mayor yang berfungsi untuk gerakan tersenyum, otot risorius yang berfungsi untuk gerakan meringis, otot businator yang berfungsi untuk gerakan meniup dengan kedua bibir dirapatkan, otot levator mentalis yang berfungsi mengangkat dan menjulurkan bibir bawah, otot depresor anguli oris dan platysma menarik sudut mulut kebawah dengan kuat akan tampak kontraksi otot platysma terutama didaerah leher.2,3

EtiologiBanyak kontroversi mengenai etiologi dari Bells palsy, tetapi ada 4 teori yang dihubungkan dengan etiologi Bells palsy yaitu :1,81. Teori Iskemik vaskulerNervus fasialis dapat menjadi lumpuh secara tidak langsung karena gangguan regulasi sirkulasi darah di kanalis fasialis.2. Teori infeksi virusVirus yang dianggap paling banyak bertanggungjawab adalah Herpes Simplex Virus (HSV), yang terjadi karena proses reaktivasi dari HSV (khususnya tipe 1).3. Teori herediterBells palsy terjadi mungkin karena kanalis fasialis yang sempit pada keturunan atau keluarga tersebut, sehingga menyebabkan predisposisi untuk terjadinya paresis fasialis.4. Teori imunologiDikatakan bahwa Bells palsy terjadi akibat reaksi imunologi terhadap infeksi virus yang timbul sebelumnya atau sebelum pemberian imunisasi.

PatofisiologiApapun sebagai etiologi Bells palsy, proses akhir yang dianggap bertanggungjawab atas gejala klinik Bells palsy adalah proses edema yang selanjutnya menyebabkan kompresi nervus fasialis. Gangguan atau kerusakan pertama adalah endotelium dari kapiler menjadi edema dan permeabilitas kapiler meningkat, sehingga dapat terjadi kebocoran kapiler kemudian terjadi edema pada jaringan sekitarnya dan akan terjadi gangguan aliran darah sehingga terjadi hipoksia dan asidosis yang mengakibatkan kematian sel. Kerusakan sel ini mengakibatkan hadirnya enzim proteolitik, terbentuknya peptida-peptida toksik dan pengaktifan kinin dan kallikrein sebagai hancurnya nukleus dan lisosom. Jika dibiarkan dapat terjadi kerusakan jaringan yang permanen. 8,11

Gambaran klinisBiasanya timbul secara mendadak, penderita menyadari adanya kelumpuhan pada salah satu sisi wajahnya pada waktu bangun pagi, bercermin atau saat sikat gig/berkumur atau diberitahukan oleh orang lain atau keluarga bahwa salah satu sudutnya lebih rendah. Bells palsy hampir selalu unilateral. Gambaran klinis dapat berupa hilangnya semua gerakan volunter pada kelumpuhan total. Pada sisi wajah yang terkena, ekspresi akan menghilang sehingga lipatan nasolabialis akan menghilang, sudut mulut menurun, bila minum atau berkumur air menetes dari sudut ini, kelopak mata tidak dapat dipejamkan sehingga fisura papebra melebar serta kerut dahi menghilang. Bila penderita disuruh untuk memejamkan matanya maka kelopak mata pada sisi yang lumpuh akan tetap terbuka (disebutlagoftalmus) dan bola mata berputar ke atas. Keadaan ini dikenal dengan tanda dariBell(lagoftalmus disertai dorsorotasi bola mata). Karena kedipan mata yang berkurang maka akan terjadi iritasi oleh debu dan angin, sehingga menimbulkan epifora.1,10Dalam mengembungkan pipi terlihat bahwa pada sisi yang lumpuh tidak mengembung.10Disamping itu makanan cenderung terkumpul diantara pipi dan gusi sisi yang lumpuh.1Selain kelumpuhan seluruh otot wajah sesisi, tidak didapati gangguan lain yang mengiringnya, bila paresisnya benar-benar bersifat Bells palsy.10DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis serta beberapa pemeriksaan fisik, dalam hal ini yaitu pemeriksaan neurologis.1. Anamnesis :- Rasa nyeri.-Gangguan atau kehilangan pengecapan.-Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari di ruangan terbuka atau di luar ruangan.-Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi saluran pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain.2. Pemeriksaan :-Pemeriksaan neurologis ditemukan paresis N.VII tipe perifer.-Gerakan volunter yang diperiksa, dianjurkan minimal :10,121) Mengerutkan dahi2) Memejamkan mata3) Mengembangkan cuping hidung4) Tersenyum5) Bersiul6) Mengencangkan kedua bibirDi instalasi Rehabilitasi Medik RSU Prof. dr. R. D. Kandou memakai SKALA UGO FISCH untuk mengevaluasi kemajuan motorik penderita Bells palsy.

Skala Ugo FischDinilai kondisi simetris atau asimetris antara sisi sehat dan sisi sakit pada 5 posisi:PosisiNilaiPersentase (%)0, 30, 70, 100Skor

Istirahat20

Mengerutkan dahi10

Menutup mata30

Tersenyum30

Bersiul10

Total

Penilaian persentase:- 0 % : asimetris komplit, tidak ada gerakan volunter- 30 %: simetris, poor/jelek, kesembuhan yang ada lebih dekat ke asimetris komplit daripada simetris normal.- 70 % : simetris, fair/cukup, kesembuhan parsial yang cenderung ke arah normal- 100% : simetris, normal/komplit

3. Diagnosa KlinisDitegakkan dengan adanya paresis N.VII perifer dan bukan sentral. Umumnya unilateral4. Diagnosa Topik :Letak LesiKelainan motorikGangguan pengecapanGangguan pendengaranHiposekresi salivaHiposekresi lakrimalis

Pons-meatus akustikus internus+++ tuli/hiperakusis++

Meatus akustikus internus-ganglion genikulatum+++Hiperakusis++

Ganglion genikulatum-N. Stapedius+++Hiperakusis+-

N.stapedius-chorda tympani++++-

Chorda tympani++-+-

Infra chorda tympani-sekitar foramen stilomastoideus+----

5. Diagnosa etiologi Sampai saat ini etiologi Bells palsy yang jelas tidak diketahui.

Diagnosis Banding1,101. Otitis Media Supurativa dan Mastoiditis2. Herpes Zoster Oticus3. Trauma kapitis4. Sindroma Guillain Barre5. Miastenia Gravis6. Tumor Intrakranialis7. Leukimia

Prognosis13Sembuh spontan pada 75-90 % dalam beberapa minggu atau dalam 1-2 bulan. Kira-kira 10-15 % sisanya akan memberikan gambaran kerusakan yang permanen.

Komplikasi1. Crocodile tear phenomenonYaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini timbul beberapa bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari regenerasi yang salah dari serabut otonom yang seharusnya ke kelenjar saliva tetapi menuju ke kelenjar lakrimalis. Lokasi lesi di sekitar ganglion genikulatum.12. SynkinesisDalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau tersendiri; selalu timbul gerakan bersama. Misal bila pasien disuruh memejamkan mata, maka akan timbul gerakan (involunter) elevasi sudut mulut, kontraksi platisma, atau berkerutnya dahi.1,4Penyebabnya adalah innervasi yang salah, serabut saraf yang mengalami regenerasi bersambung dengan serabut-serabut otot yang salah.13. Hemifacial spasmTimbul kedutan pada wajah (otot wajah bergerak secara spontan dan tidak terkendali) dan juga spasme otot wajah, biasanya ringan.1,4Pada stadium awal hanya mengenai satu sisi wajah saja, tetapi kemudian dapat mengenai pada sisi lainnya. Kelelahan dan kelainan psikis dapat memperberat spasme ini. Komplikasi ini terjadi bila penyembuhan tidak sempurna, yang timbul dalam beberapa bulan atau 1-2 tahun kemudian.14. KontrakturHal ini dapat terlihat dari tertariknya otot, sehingga lipatan nasolabialis lebih jelas terlihat pada sisi yang lumpuh dibanding pada sisi yang sehat. Terjadi bila kembalinya fungsi sangat lambat. Kontraktur tidak tampak pada waktu otot wajah istirahat, tetapi menjadi jelas saat otot wajah bergerak.4

Terapia) Terapi medikamentosa : Golongan kortikosteroid sampai sekarang masih kontroversi1,2,3Juga dapat diberikan neurotropik.3b)Terapi operatif : Tindakan bedah dekompresi masih kontroversi1,2c) Rehabilitasi Medik

Rehabilitasi Medik Pada Penderita Bells PalsySebelum kita membahas mengenai rehabilitasi medik pada Bells palsy maka akan dibicarakan mengenai rehabilitasi secara umum. Rehabilitasi medik menurut WHO adalah semua tindakan yang ditujukan guna mengurangi dampak cacat dan handicap serta meningkatkan kemampuan penyandang cacat mencapai integritas sosial.Tujuan rehabilitasi medik adalah :141. Meniadakan keadaan cacat bila mungkin2. Mengurangi keadaan cacat sebanyak mungkin3. Melatih orang dengan sisa keadaan cacat badan untuk dapat hidup dan bekerja dengan apa yang tertinggal.Untuk mencapai keberhasilan dalam tujuan rehabilitasi yang efektif dan efisien maka diperlukan tim rehabilitasi medik yang terdiri dari dokter, fisioterapis, okupasi terapis, ortotis prostetis, ahli wicara, psikolog, petugas sosial medik dan perawat rehabilitasi medik.Sesuai dengan konsep rehabilitasi medik yaitu usaha gabungan terpadu dari segi medik, sosial dan kekaryaan, maka tujuan rehabilitasi medik pada Bells palsy adalah untuk mengurangi/mencegah paresis menjadi bertambah dan membantu mengatasi problem sosial serta psikologinya agar penderita tetap dapat melaksanakan aktivitas kegiatan sehari-hari. Program-program yang diberikan adalah program fisioterapi, okupasi terapi, sosial medik, psikologi dan ortotik prostetik, sedang program perawat rehabilitasi dan terapi wicara tidak banyak berperan.

Program Fisioterapi1. Pemanasan1, 14 Pemanasan superfisial dengan infra red. Pemanasan dalam berupa Shortwave Diathermy atau Microwave Diathermy2. Stimulasi listrik1,12Tujuan pemberian stimulasi listrik yaitu menstimulasi otot untuk mencegah atau memperlambat terjadi atrofi sambil menunggu proses regenerasi dan memperkuat otot yang masih lemah. Misalnya dengan faradisasi yang tujuannya adalah untuk menstimulasi otot, reedukasi dari aksi otot, melatih fungsi otot baru, meningkatkan sirkulasi serta mencegah atau meregangkan perlengketan. Diberikan 2 minggu setelah onset.3. Latihan otot-otot wajah dan massage wajahLatihan gerak volunter otot wajah diberikan setelah fase akut. Latihan berupa mengangkat alis tahan 5 detik, mengerutkan dahi, menutup mata dan mengangkat sudut mulut, tersenyum, bersiul atau meniup (dilakukan didepan kaca dengan konsentrasi penuh).Massage adalah manipulasi sitemik dan ilmiah dari jaringan tubuh dengan maksud untuk perbaikan atau pemulihan. Pada fase akut, Bells palsy diberi gentle massage secara perlahan dan berirama. Gentle massage memberikan efek mengurangi edema, memberikan relaksasi otot dan mempertahankan tonus otot.1,3Setelah lewat fase akut diberi deep kneading massage sebelum latihan gerak volunter otot wajah. Deep kneading massage memberikan efek mekanik terhadap pembuluh darah vena dan limfe, melancarkan pembuangan sisa metabolik, asam laktat, mengurangi edema, meningkatkan nutrisi serabut-serabut otot dan meningkatkan gerakan intramuskuler sehingga melepaskan perlengketan.15Massage daerah wajah dibagi 4 area yaitu dagu, mulut, hidung dan dahi. Semua gerakan diarahkan keatas, lamanya 5-10 menit.

Program Terapi OkupasiPada dasarnya terapi disini memberikan latihan gerak pada otot wajah. Latihan diberikan dalam bentuk aktivitas sehari-hari atau dalam bentuk permainan. Perlu diingat bahwa latihan secara bertahap dan melihat kondisi penderita, jangan sampai melelahkan penderita. Latihan dapat berupa latihan berkumur, latihan minum dengan menggunakan sedotan, latihan meniup lilin, latihan menutup mata dan mengerutkan dahi di depan cermin.5

Program Sosial MedikPenderita Bells palsy sering merasa malu dan menarik diri dari pergaulan sosial. Problem sosial biasanya berhubungan dengan tempat kerja dan biaya. Petugas sosial medik dapat membantu mengatasi dengan menghubungi tempat kerja, mungkin untuk sementara waktu dapat bekerja pada bagian yang tidak banyak berhubungan dengan umum. Untuk masalah biaya, dibantu dengan mencarikan fasilitas kesehatan di tempat kerja atau melalui keluarga. Selain itu memberikan penyuluhan bahwa kerja sama penderita dengan petugas yang merawat sangat penting untuk kesembuhan penderita.5

Program PsikologikUntuk kasus-kasus tertentu dimana ada gangguan psikis amat menonjol, rasa cemas sering menyertai penderita terutama pada penderita muda, wanita atau penderita yang mempunyai profesi yang mengharuskan ia sering tampil di depan umum, maka bantuan seorang psikolog sangat diperlukan.5

Program Ortotik ProstetikDapat dilakukan pemasangan Y plester dengan tujuan agar sudut mulut yang sakit tidak jatuh. Dianjurkan agar plester diganti tiap 8 jam. Perlu diperhatikan reaksi intoleransi kulit yang sering terjadi. Pemasangan Y plester dilakukan jika dalam waktu 3 bulan belum ada perubahan pada penderita setelah menjalani fisioterapi. Hal ini dilakukan untuk mencegah teregangnya otot Zygomaticus selama parese dan mencegah terjadinya kontraktur.

Home Program1. Kompres hangat daerah sisi wajah yang sakit selama 20 menit2. Massage wajah yang sakit ke arah atas dengan menggunakan tangan dari sisi wajah yang sehat3. Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan mengunyah disisi yang sakit, minum dengan sedotan, mengunyah permen karet4. Perawatan mata : Beri obat tetes mata (golongan artifial tears) 3x sehari Memakai kacamata gelap sewaktu bepergian siang hari Biasakan menutup kelopak mata secara pasif sebelum tidur

BAB IIILAPORAN KASUS

IDENTITASNama: Tn.FMUmur: 20 tahunJenis kelamin: Laki-lakiAlamat: Malalayang, ManadoPekerjaan: Dokter MudaAgama: IslamTanggal Pemeriksaan: 25 Mei 2015

AnamnesisKeluhan utama : Kelemahan otot-otot wajah di bagian kiri.Riwayat Penyakit SekarangMulut mencong kekiri dialami penderita sejak 2 bulan yang lalu tepatnya 26 september 2013, diketahui penderita saat pagi hari ketika bangun tidur. Penderita diberitahu keluarganya kalau mulutnya mencong kekiri kemudian penderita bercermin dan melihat mulutnya tertarik ke kiri. Penderita juga mengeluh sulit mengangkat alis kanan dan bila menutup mata, mata sebelah kanan tidak dapat menutup sempurna. Penderita tidak merasa kram dan rasa tebal pada daerah wajah. Satu hari sebelumnya penderita mengalami nyeri ditelinga bagian belakang sebelah kanan. Riwayat tidur didepan kipas angin dan di depan jendela disangkal penderita. Keluar malam juga disangkal penderita. Riwayat keluar cairan ditelinga dan influensa di sangkal penderita. Kemampuan menelan baik, tidak ada gangguan pengecapan. Buang air besar dan buang air kecil baik. Sebelumnya penderita sudah berobat di RSU Sam Ratulangi Tondano dengan penyakit yang sama karena merasa tidak ada perbaikan, penderita datang ke RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado.

Riwayat Penyakit DahuluPenderita tidak pernah kecelakaan/jatuh, sakit seperti cacar air ataupun trauma di wajah/disekitar telinga. Riwayat penyakit kolestrol. Hipertensi, DM, Asam Urat, Penyakit Jantung, Ginjal disangkal penderita.

Riwayat Penyakit KeluargaHanya penderita yang sakit seperti ini.

Riwayat KebiasaanSehari-hari penderita sering jalan-jalan dengan menggunakan kendaraan roda dua, baik di siang hari maupun malam hari. Penderita biasanya berjalan-jalan dengan motor penderita sekitar 2-3 jam /hari. Belakangan ini penderita juga sering mandi saat malam hari dan saat subuh.

Riwayat Psikologi:Penderita merasa malu dan kurang percaya diri saat berinteraksi dengan orang disekitarnya oleh karena wajah yang mencong ke kiri. Riwayat Sosial EkonomiPenderita seorang dokter muda. Saat ini penderita tinggal di rumah permanen, 2 lantai, WC duduk. Orang tua penderita bekerja sebagai PNS, penderita tidak mengalami kesulitan dalam biaya pengobatan karena dijamin oleh ASKES.

Pemeriksaan Fisik1. Status General Keadaan umum : Baik Kesadaran : Compos mentis, kontak (+), pengertian baik Tanda vital T : 110/80 mmHg, N : 76x /menit, R : 20 x/menit, Suhu Badan : afebrisKepala : Konjungtiva anemis-/-, sclera icterus-/- Leher: benjolan dileher depan, bergerak dengan menelan, jaringan parut (sikatrik) (-)Thorax PulmoInspeksi: Gerakan thorax simetrisPalpasi: Stem fremitus kiri=kananPerkusi: Sonor diseluruh lapangan paruAuskultasi: Suara napas vesicular, wheezing (-/-), ronki (-/-) CorInspeksi: Ictus cordis tidak terlihatPalpasi: Ictus cordis tidak terabaPerkusi: Batas jantung dalam batas normalAuskultasi: Bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-) AbdomenInspeksi: Datar,Palpasi: Hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri tekan (-)Perkusi: Timpani diseluruh abdomenAuskultasi: Bising usus 4-5x/menit Esktremitas : Akral hangat2. Status Lokalis : Regio Fasialis Inspeksi: Lagoftalmus (+), mulut mencong ke kiri, hilangnya lipatan nasolabial kiri, edema (-) Palpasi: hangat (-), nyeri tekan (-)

3. Pemeriksaan Saraf KranialisN. I : Tidak ada gangguan penghidu.N.II: Visus normal, tidak ada buta warna, lapangan pandang baikN.III, IV, VI: Pergerakan bola mata tidak terganggu pada semua arah.N. V: Motorik dan sensorik tidak ada gangguan

N.VII:Kekuatan otot wajahOTOTDEKSTRASINISTRA

M.Frontalis31

M. Corrugator supercilli31

M. Orbicularis Oculi31

M. Procerus31

M. ZigomatikusM. Nasalis3311

M. Orbicularis Oris31

M. Bucinator31

Celah mata kanan saat menutup kelopak mata 2 mm.Tes fungsi pengecapan: tidak ada gangguan pengecapan 2/3 anterior lidah.

Skala UGO FISCH:PosisiNilaiPersentase (%)0, 30, 70, 100Skor

Istirahat20306

Mengerutkan dahi10303

Menutup mata30309

Tersenyum30309

Bersiul10303

Total30

Penilaian persentase:- 0 % : asimetris komplit, tidak ada gerakan volunter- 30 %: simetris, poor/jelek, kesembuhan yang ada lebih dekat ke asimetris komplit daripada simetris normal.- 70 % : simetris, fair/cukup, kesembuhan parsial yang cenderung ke arah normal- 100% : simetris, normal/komplit

N V.III: Tes menggesekkan jari +/+, tes romberg (-)N. V.IX, X: Uvula tampak ditengah, tidak ada gangguan menelan,tidak ada disfoniaN. XI: Tidak ada gangguan pada otot sternokleidomastoideusmaupun otot trapezius.N. XII: Tidak ada fasikulasi maupun atrofi, pergerakkan lidahbaik ke segala arah.

4. Status Neuromuskular Ekstremitas Superior dan InferiorEkstremitas superiorEkstremitas inferior

DekstraSinistraDekstraSinistra

Gerakan NormalnormalnormalNormal

Kekuatan otot5/5/5/55/5/5/55/5/5/55/5/5/5

Tonus ototnormalnormalnormalnormal

Atrofi otot----

Refleks fisiologisnormalnormalnormalNormal

Refleks patologis----

Sensibilitasnormalnormalnormalnormal

ResumePenderita perempuan 54 tahun, datang ke Poli Rehabilitasi Medik RSUP Prof. Kandou dengan keluhan mulut mencong kekiri sejak sekitar 2 bulan yang lalu. Penderita bekerja sebagai ibu Rumah Tangga. Riwayat tidur dengan kipas angin (-), riwayat kebiasaan naik ojek tanpa helm (+).Pada pemeriksaan fisik, status generalis dalam batas normal. Pada inspeksi ditemukan asimetri wajah dan pendataran nasolabial kanan. Pemeriksaan kekuatan otot wajah didapatkan kesan paresis otot-otot wajah. Pemeriksaan dengan skala UGO FISCH diperoleh total skor 30. Pada pemeriksaan fisik lainnya didapati dalam batas normal.DiagnosisDiagnosa klinis : Bells palsy dextraDiagnosa topik : Sekitar foramen stilomastoideusDiagnosa etiologi: IdiopatikDiagnosa fungsional: Gangguan aktifitas kehidupan sehari-hari pada saat makan dan minum

Problem Rehabilitasi Medik Kelemahan otot wajah sebelah kanan (M. Frontalis dekstra= 1, M. corrugators supercili dekstra=1, M.orbicularis oculi dekstra= 1, M. proceus=1, M.nasalis dekstra=1, M.orbicularis oris dekstra=2, m.zygomatikus dekstra=1, M.bucinnators=2) Gangguan dalam AKS otot-otot wajah :- Pada saat makan, makanan cenderung berkumpul di sisi kanan- Pada saat minum atau berkumur, air keluar menetes dari sudut mulut kanan Gangguan psikologis, penderita merasa malu dengan keadaan ini

Program Rehabilitasi Dokter Rehabilitasi Medik: Memberikan konseling dan edukasi tentang penyakit yang dihadapi penderita serta merencanakan program untuk fisioterapi, okupasi terapi, ortosis prosthesis, terapi wicara, psikologi, sosial medik dan memberikan program latihan untuk dirumah (home program) Medikamentosa : melanjutkan terapi dari RSU Sam Ratulangi Tondano berupa artificial eye tears.

A. FisioterapiEvaluasi : - Penderita memiliki kontak dan pemahaman yang baik-Kelemahan otot wajah kanannya-Celah mata kanan: 5 mm- Pada saat makan, makanan cenderung berkumpul di sisi kanan- Pada saat minum/berkumur, air keluar menetes dari sudut mulut kananProgram : Pemanasan superfisial berupa infra red pada wajah sebelah kanan selama 10 menit Faradisasi selama 10 menit pada wajah sebelah kanan- Deep kneading massage sebelum latihan gerak volunter otot wajah, lamanya 5-10 menit- Latihan gerak volunter wajah sisi kanan di depan cermin dengan gerakan mengerutkan dahi, menutup mata, tersenyum, bersiul/meniup, mengangkat sudut mulut.

B. Okupasi TerapiEvaluasi : Terdapat gangguan AKS pada wajah seperti makan dan berkumurProgram : - Latihan penguat otot wajah dengan memberikan latihan menutup mata, mengerutkan dahi, meniup lilin, tersenyum- Latihan meningkatkan aktivitas kerja sehari-hari dengan berkumur, latihan makan dengan mengunyah di sisi kanan, minum dengan sedotan

C. PsikologiEvaluasi : - Kontak dan pengertian baik- Penderita merasa sedikit cemas dan malu- Keinginan penderita untuk sembuh sangat besar- Penderita menjalankan aturan rehabilitasi medikProgram : - Memberikan dorongan mental supaya penderita tidak merasa cemas dan malu dengan penyakitnya- Memberikan dorongan mental agar penderita rajin menjalankan program rehabilitasi dan melakukan home progam yang diberikan agar penyakitnya cepat sembuh

D. Sosial MedikEvaluasi : - Kontak dan pengertian penderita baik-Penderita seorang ibu rumah tangga dengan 3 orang anak- Biaya pengobatan ditanggung ASKES dan tidak ada masalah dengan biaya pengobatannyaProgram: Motivasi kepada penderita untuk rajin mengikuti terapi Menganjurkan penderita untuk memakai helm dengan penutup wajah dan sementara waktu tidak naik ojek dulu.

E. Ortotik ProstetikEvaluasi : - Wajah tidak simetris- Kelopak mata kanan tidak bisa menutup rapat- Mulut mencong ke kiriProgram : Akan dilakukan pemasangan Y plester

F. Terapi WicaraEvaluasi : - Kontak dan pengertian baik- Artikulasi baik, tidak ada gangguan dalam bicaraProgram : Saat ini belum diperlukan

G. Home Program:1. Perawatan mata :- Beri obat tetes mata (golongan artifial tears) 3x sehari- Memakai kacamata saat bepergian siang hari- Sebelum tidur, kelopak mata ditutup secara pasif2. Kompres dengan air hangat pada sisi wajah sebelah kanan selama 20 menit3. Massage wajah sebelah kanan ke arah atas dengan menggunakan tangan dari sebelah kiri4. Latihan meniup lilin dengan jarak semakin dijauhkan, makan dengan mengunyah di sisi kanan, minum dengan sedotan dan mengunyah permen karet.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sabirin J. Bells Palsy. Dalam : Hadinoto dkk. Gangguan Gerak. Cetakan I. Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, 1990 : 171-812. Maisel RH, Levine SC. Gangguan Saraf Fasialis. Dalam : Adams dkk. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta : Penerbit EGC, 1997 : 139-523. Rusk HA. Disease of the Cranial Nerves. In : Rehabilitation Medicine. 2nded. New York : Mc Graw Hill, 1971 : 429-314. Lumbantobing SM. Saraf Otak : Nervus Fasial. Dalam : Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : FK Universitas Indonesia, 2004 : 55-605. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. Bells Palsy Fact Sheet. (http://www.ninds.nih.gov/disorders/bells/detail_bells.htm).20116. Gilden DH. Clinical Practice. Bells Palsy. New England Journal of Medicine 2004;351:1323-31.7. Mardjono M, Sidharta P. Nervus Fasialis dan Patologinya. Neurologi Klinis Dasar, 5th ed. Jakarta: PT. Dian Rakyat.2005.8. Thamrinsyam. Beberapa Kontroversi Bells Palsy. Dalam : Thamrinsyam dkk. Bells Palsy. Surabaya : Unit Rehabilitasi Medik RSUD Dr. Soetomo/FK UNAIR, 1991 : 1-79. Sengkey LS, Angliadi LS, Mogi TI, Gessal J. Bells Palsy. Dalam: Bahan Kuliah Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi. Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi. Bagian Ilmu kedokteran Fisik dan Rehabilitasi FKL UNSRAT. Manado. 2006. Hal79-90.10. Sidharta P. Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Edisi ke-2. Jakarta : Dian Rakyat, 1985 : 311-1711. Walton SJ. Disease of Nervous System, 9thed. English : ELBS, 1985 :113-612. Thamrinsyam. Penilaian Derajat Kekuatan Otot Fasialis. Dalam : Thamrinsyam dkk. Bells Palsy. Surabaya : Unit Rehabilitasi Medik RSUD Dr. Soetomo/FK UNAIR, 1991 : 31-4913. Raymond D, Adam S, Maurice V. Disease of the Cranial Nerves. In : Principles of Neurology. 5thed. New York : Mc Graw Hill, 1994 : 1174-514. Kendall FP, Mc Creary EK. Muscle Testing and Function; 3thed. Baltimore : William & Wilkins, 1983 : 235-4815. Reyes TM, Reyes OBL. Hydrotherapy, Massage, Manipulation and Traction. Volume 2 Philippines : U. S. T Printing Office, 1977 : 78-84, 210

17