bell's palsy

24
BAB I PENDAHULUAN Bell’s Palsy (BP) ialah suatu kelumpuhan akut n. fasialis perifer yang tidak diketahui sebabnya. Sir Charles Bell (1821) adalah orang yang pertama meneliti beberapa penderita dengan wajah asimetrik, sejak itu semua kelumpuhan n. fasialis perifer yang tidak diketahui sebabnya disebut Bell’s Palsy. Pengamatan klinik, pemeriksaan neurologik, laboratorium dan patologi anatomi menunjukkan bahwa Bell’s Palsy bukan penyakit tersendiri, tetapi berhubungan erat dengan banyak faktor dan sering merupakan gejala penyakit lain. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada usia dewasa, jarang pada anak di bawah umur 2 tahun. Biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas yang erat hubungannya dengan cuaca dingin. Diagnosis Bell’s Palsy dapat ditegakkan dengan adanya kelumpuhan n. fasialis perifer diikuti pemeriksaan untuk menyingkirkan penyebab lain kelumpuhan n. fasialis perifer. 1 1 Gambar 1. Sir Charles Bell (1774-1842)

Upload: anton-b-tarigan

Post on 25-Jul-2015

415 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bell's Palsy

BAB I

PENDAHULUAN

Bell’s Palsy (BP) ialah suatu

kelumpuhan akut n. fasialis perifer yang

tidak diketahui sebabnya. Sir Charles

Bell (1821) adalah orang yang pertama

meneliti beberapa penderita dengan

wajah asimetrik, sejak itu semua

kelumpuhan n. fasialis perifer yang tidak

diketahui sebabnya disebut Bell’s Palsy.

Pengamatan klinik, pemeriksaan

neurologik, laboratorium dan patologi

anatomi menunjukkan bahwa Bell’s

Palsy bukan penyakit tersendiri, tetapi

berhubungan erat dengan banyak faktor

dan sering merupakan gejala penyakit

lain. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada usia dewasa, jarang pada anak di

bawah umur 2 tahun. Biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian

atas yang erat hubungannya dengan cuaca dingin.

Diagnosis Bell’s Palsy dapat ditegakkan dengan adanya kelumpuhan n.

fasialis perifer diikuti pemeriksaan untuk menyingkirkan penyebab lain

kelumpuhan n. fasialis perifer.1

Insiden penyakit ini antara 11-40 penderita per 100.000 penduduk per

tahun atau kira-kira 1 dari 60 orang pernah mengalami Bell’s Palsy sepanjang

hidupnya. Di Amerika, pertahun 1 dari 40.000 penduduknya pernah menderita

Bell’s Palsy.2 Di Belanda (1987), 1 penderita per 5000 orang dewasa lebih

banyak dijumpai pada pria, sedangkan pada anak tidak terdapat perbedaan

yang menyolok antara kedua jenis kelamin. Pada sebagian besar penderita

(70%) didapatkan sebelumnya riwayat pemaparan pada udara dingin atau

radang saluran napas bagian atas.1 Untuk lebih jelasnya, mari kita bahas Bell’s

Palsy bersama-sama.

1

Gambar 1. Sir Charles Bell (1774-1842)

Page 2: Bell's Palsy

BAB II

DEFINISI

Bell’s Palsy harus didefinisikan sebagai berikut: “Kelumpuhan fasialis

perifer akibat proses non-supuratif, non-neoplasmatik, non-degeneratif primer

namun sangat mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di

foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang

mulainya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan”. Dalam definisi

tersebut, penekanan diadakan pada kejinakan penyakit dan pada proses

edema bagian nervus fasialis di sekitar foramen stilomastoideus. Mungkin

sekali edema tersebut merupakan gejala reaksi terhadap proses yang disebut

“masuk angin” (catch cold, exposed to chili), oleh karena pada kebanyakan

penderita dapat diperoleh data bahwa paresis fasialis timbul setelah duduk di

mobil dengan jendela terbuka, tidur di lantai, atau setelah bergadang. “Bell’s

Palsy” hampir selalu unilateral.3

Gambar 2. Wajah Bell's Palsy.

Sumber: http://www.med.yale.edu/caim/cnerves/cn7/cn7_1.html

2

Page 3: Bell's Palsy

BAB III

PATOFISIOLOGI

3.1 ANATOMI

N. fasialis bersifat somato-motorik, visero-motorik dan somato-

sensorik. Inti motorik fasialis terletak pada batang otak, menerima impuls dari

girus presentralis korteks motorik homo-lateral untuk otot-otot wajah bagian

atas dan kontralateral untuk otot-otot wajah bagian bawah.

Gambar 3. The facial nerve.A, B, and C denote lesions of the facial nerve at the stylomastoid foramen, distal and proximal to the geniculate ganglion, respectively. Green lines indicate the parasympathetic fibers, red line indicates motor fibers, and purple lines indicate visceral afferent fibers (taste). (Adapted from Carpenter, 1978.)

Serabut n. fasialis meninggalkan batang otak bersama n. oktavus dan n.

intermedius masuk ke dalam os petrosum melalui meatus akustikus internus,

tiba di kavum timpani untuk bergabung dengan ggl. genikulatum sebagai induk

sel pengecap 2/3 bagian depan lidah. Dari ganglion ini, n. fasialis memberi

cabangnya ke ggl. otikum dan ggl. pterigopalatinum yang menghantarkan

impuls sekreto-motorik untuk kelenjar salivarius dan kelenjar lakrimalis.

N. fasialis keluar dari tengkorak melalui foramen stilomastoideum

memberikan cabangnya untuk mempersarafi otot-otot wajah mulai dari m.

frontalis sampai dengan m. platisma.1

3

Page 4: Bell's Palsy

Vaskulerisasi

Dalam perjalanannya melalui os temporalis saraf ini dipasok oleh 3

arteri, yaitu:

1. Arteri serebeli inferior anterior.

Memasok saraf pada fossa posterior. Cabang-cabang pembuluh

darah ini, yaitu arteri auditori interna memasok nervus fasialis di

dalam kanalis auditori interna. Ujung dari cabang-cabang arteria ini

memberikan aliran darah pada saraf sampai sejauh ganglion

geniculatum.

2. Cabang petrosal dari arteria meningea media memasuki canalis

fasialis pada ganglion geniculatum dan bercang menjadi cabang-

cabang asendens dan desendens. Cabang desendens berjalan ke

distal bersama saraf ke foramen stilomastoideus, sedangkan cabang

asendens memasok daerah proksimal ganglion genikulatum.

3. Cabang stilomastoid dari arteria auricularis posterior memasuki

kanalis fasialis melalui foramen stilomastoideus dan segera

bercabang menjadi cabang asendens dan desendens. Cabang

asendens berjalan bersama nervus fasialis sampai ke batas ganglion

genikulatum. Cabang desendens memasok saraf ke bawah ke

foramen stilomastoideus dan bersamaan dengan nervus aurikularis

posterior.

Pada perjalanannya di ekstrakranial, nervus fasialis juga mendapatkan aliran

darah dari beberapa sumber, yaitu cabang-cabang stilomastoid, aurikularis

posterior, temporal superfisial, dan transversa dari arteria fasialis.

3.2 PENYEBAB

Meskipun penyebab dari Bell’s Palsy sendiri belum diketahui, tetapi

untuk proses terjadinya dibagi menjadi 2, yaitu:

1.Kongenital

- Sindrom Moebius

- Trauma Lahir (fraktur tengkorak)

2.Didapat

- Trauma

- Penyakit tulang tengkorak (osteomielitis).

4

Page 5: Bell's Palsy

- Proses intrakranial (tumor, radang, perdarahan dll.).

- Proses di leher yang menekan daerah prosesus stilomastoideus).

- Infeksi di tempat lain (otitis media, herpes zoster dll.).

- Sindroma paralisis n. fasialis familial.

Faktor-faktor yang diduga berperan menyebabkan BP antara lain: sesudah

bepergian jauh dengan kendaraan, tidur di tempat terbuka, tidur di lantai,

hipertensi, stres, hiperkolesterolemi, diabetes mellitus, penyakit vaskuler,

gangguan imunologik dan faktor genetik.

5

Page 6: Bell's Palsy

BAB IV

MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinik Bell’s Palsy khas dengan memperhatikan riwayat

penyakit dan gejala kelumpuhan yang timbul. Pada anak 73% didahului

infeksi saluran napas bagian atas yang erat hubungannya dengan cuaca

dingin. Perasaan nyeri, pegal, linu dan rasa tidak enak pada telinga atau

sekitamya sering merupakan gejala awal yang segera diikuti oleh gejala

kelumpuhan otot wajah berupa :

- Dahi tidak dapat dikerutkan atau lipat dahi hanya terlihat pada

sisi yang sehat.

- Kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata pada sisi yang

lumpuh (lagoftalmus).

- Gerakan bola mata pada sisi yang lumpuh lambat, disertai bola

mata berputar ke atas bila memejamkan mata (elevasi),

fenomena ini disebut Bell's Sign.

- Sudut mulut tidak dapat diangkat, lipat nasolabialis mendatar

pada sisi yang lumpuh dan mencong ke sisi yang sehat.

Selain gejala-gejala diatas, dapat juga ditemukan gejala lain yang

menyertai antara lain: gangguan fungsi pengecap, hiperakusis dan

gangguan lakrimasi.

6

Page 7: Bell's Palsy

BAB V

DIAGNOSIS

Umumnya diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik adanya

kelumpuhan n. fasialis perifer diikuti pemeriksaan untuk menyingkirkan

penyebab lain kelumpuhan n. fasialis perifer. Beberapa pemeriksaan

penunjang yang penting untuk menentukan letak lesi dan derajat kerusakan n.

fasialis adalah sebagai berikut:

1.Uji kepekaan saraf (nerve excitability test).

Pemeriksaan ini membandingkan kontraksi otot-otot wajah kiri & kanan

setelah diberi rangsang listrik. Perbedaan rangsang lebih 3,5 mA

menunjukkan keadaan patologik dan jika lebih 20 mA menunjukkan

kerusakan n. fasialis ireversibel.

2.Uji konduksi saraf (nerve conduction test).

Pemeriksaan untuk menentukan derajat denervasi dengan cara

mengukur kecepatan hantaran listrik pada n. fasialis kiri dan kanan.

3.Elektromiografi.

Pemeriksaan yang menggambarkan masih berfungsi atau tidaknya otot-

otot wajah.

4.Uji fungsi pengecap 2/3 bagian depan lidah.

Gilroy dan Meyer (1979) menganjurkan pemeriksaan fungsi pengecap

dengan cara sederhana yaitu rasa manis (gula), rasa asam dan rasa

pahit (pil kina). Elektrogustometri membandingkan reaksi antara sisi

yang sehat dan yang sakit dengan stimulasi listrik pada 2/3 bagian

depan lidah terhadap rasa kecap pahit atau metalik. Gangguan rasa

kecap pada Bell’s Palsy menunjukkan letak lesi n. fasialis setinggi

khorda timpani atau proksimalnya.

5.Uji Schirmer.

Pemeriksaan ini menggunakan kertas filter khusus yang diletakkan di

belakang kelopak mata bagian bawah kiri dan kanan.

Penilaian berdasarkan atas rembesan air mata pada kertas filter;

berkurang atau mengeringnya air mata menunjukkan lesi n. fasialis

setinggi ggl. genikulatum.

7

Page 8: Bell's Palsy

Fascial Paralysis Recovery Profile (FPRP)

Menurut Adour, ada tiga kelompok otot yang dijadikan patokan, yaitu

muskulus frontalis, muskulus orbikularis okuli dan muskulus orbikularis oris.

Kontraksi ke-3 kelompok otot ini digunakan untuk mengetahui derajat

kelemahan otot muka pada umumnya dan untuk mengetahui derajat pulihnya

paralisis fasialis. Kembalinya fungsi fasial secara akurat diukur dengan satuan

25%, nilai tambahan diberikan tiap fungsi bertambah 25% pada tiga kelompok

otot tersebut. Skor yang didapatkan disebut sebagai Fascial Paralysis

Recovery Profile (FPRP).

Tabel Skor FPRP

0 0 – 25% 25 – 50% 50 – 75% 75 – 100%

Otot dahi 0 + 1 + 1 + 2 + 2

Otot mata 0 + 1 + 2 + 3 + 4

Otot mulut 0 + 1 + 2 + 3 + 4

Skor FPRP berkisar antara 0 sampai +10. Skor +5 menunjukkan

pengembalian fungsi otot muka secara keseluruhan sebesar 50% dan +7

menunjukkan pengembalian fungsi 70%.

Gerakan otot dahi ditentukan dengan mengukur secara tepat jarak

gerakan alis mata yang digerakkan ke atas secara volunter pada sisi yang

terkena, dan dibandingkan dengan jarak pada sisi normal. Gerakan mulut

ditentukan dengan mengukur jarak yang dapat dibuat waktu penderita

menggerakkan mulutnya ke lateral dan membandingkannya dengan jarak yang

didapatkan pada sisi normal. Pada evaluasi gerakan otot orbikularis okuli,

penderita dianjurkan untuk menutup mata saat pemeriksa memegang alis pada

posisi elevasi dan memegang kelopak mata bawah pada posisi eversi untuk

menghindari salah tafsir akibat gerakan bola mata.

8

Page 9: Bell's Palsy

BAB VI

DIAGNOSIS BANDING

Yang menjadi diagnosis banding Bell’s palsy adalah:

1. Semua paralisis n. fasialis perifer yang bukan Bell’s Palsy.

2. Kelumpuhan n. fasialis sentral yang mudah dikenal.

Bila dahi dikerutkan tidak terlihat asimetri, karena otot-otot dahi

mempunyai inervasi bilateral.

3. Herpes zooster otikus (Ramsay Hunt Syndrome).

Penyakit ini pertama kali dijelaskan oleh Ramsay Hunt pada tahun 1907

dengan gejala-gejala paralisis fasialis disertai gangguan pendengaran,

dizziness, dan erupsi herpetik sekitar daun telinga.

Sesudah periode prodromal ini (ditandai dengan malaise dan sedikit

demam), terjadi serangan sakit yang hebat di dalam telinga, kemudian

diikuti erupsi herpes di sekitar gendang pendengaran, meatus eksternus

dan telinga. Paralisis fasialis sering disertai oleh gangguan lakrimasi dan

salivasi, serta hilangnya rasa pengecapan pada sisi yang sama. Sering

disertai gejala nervus VIII, yaitu gangguan pendengaran, vertigo dan

tinitus. Perjalanan penyakit singkat, sembuh dalam beberapa hari

sampai minggu, tetapi rasa sakit dapat menetap sampai beberapa bulan

(neuralgia post herpetic).

4. Otitis media.

Otitis media akut maupun kronik dapat menyebabkan paralisis fasialis.

Pada otitis media akut terjadinya paresis fasialis karena adanya tekanan

edema dalam kanalis fasialis yang mungkin disebabkan deschisence

dari tulang. Pada otitis media kronik paresis fasialis terjadi karena

adanya tekanan kolesteatoma atau abses yang berkapsul di dalam

mastoid dan merusak kanalis fasialis atau daerah sekitarnya. Adanya

paresis fasialis pada otitis media kronik merupakan suatu isyarat

berbahaya akan terjadinya komplikasi intrakranial.

5. Tumor.

Paresis fasialis dapat disebabkan oleh tumor primer dan tumor

sekunder. Neuroma merupakan tumor primer yang sering menyebabkan

9

Page 10: Bell's Palsy

paresis fasialis. Sedangkan tumor sekunder di batang otak, os.

temporalis dan di wajah atau leher.

6. Trauma.

Trauma yang bisa menyebabkan paresis fasialis adalah trauma pada

tulang temporal, bisa berupa fraktur transversal dan longitudinal. Post

mastoidektomi timpanoplasti, atau pembedahan stapes bisa

menyebabkan paralisis nervus fasialis. Paralisis ini terjadi bisa karena

trauma atau edema setempat dari saraf fasialis.

10

Page 11: Bell's Palsy

BAB VII

PENATALAKSANAAN

1. Istirahat terutama pada keadaan akut.

2. Medikamentosa.

Prednison: pemberian sebaiknya selekas-lekasnya terutama pada kasus

Bell’s Palsy yang secara elektrik menunjukkan denervasi. Tujuannya

untuk mengurangi edema dan mempercepat reinervasi. Dosis yang

dianjurkan 3 mg/kg BB/hari sampai ada perbaikan, kemudian dosis

diturunkan bertahap selama 2 minggu.

3. Fisioterapi.

Sering dikerjakan bersama-sama dengan pemberian prednison, dapat

dianjurkan pada stadium akut. Tujuan fisioterapi untuk mempertahankan

tonus otot yang lumpuh. Cara yang sering digunakan yaitu:

mengurut/massage otot wajah selama 5 menit pagi-sore atau dengan

faradisasi.

4. Operasi.

Tindakan operatif umumnya tidak dianjurkan pada anak-anak karena

dapat menimbulkan komplikasi lokal maupun intrakranial.

Tindakan operatif dilakukan apabila:

- Tidak terdapat penyembuhan spontan.

- Tidak terdapat perbaikan dengan pengobatan prednison.

11

Page 12: Bell's Palsy

BAB VIII

KOMPLIKASI

Adour membagi komplikasi Bell’s Palsy menjadi komplikasi dini dan

komplikasi lanjut. Yang dimaksud dengankomplikasi dini adalah gejala-gejala

akut sehubungan dengan gangguan fungsi nervus fasialis, yaitu: nyeri, epifora,

disgeusia, menurunnya lakrimasi dan hiperakusis. Komplikasi lanjut dari Bell’s

Palsy bisa didapatkan adanya paresis fasialis ringan maupun berat. Komplikasi

ini antara lain:

1. Fenomena air mata buaya (crocodile tear phenomena).

Yaitu keadaan dimana terjadi pengeluaran air mata saat penderita

mengunyah makanan. Ini biasanya terjadi beberapa bulan setelah onset

penyakit. Hal ini timbul oleh karena proses regenerasi serabut saraf

otonom yang salah arah, yang menimbulkan hubungan fisiologis antar

pleksus timpani yang mensarafi kelenjar ludah dan n. petrosus

superfasialis mayor yang mensarafi kelenjar lakrimalis. Letak kelainan

pada daerah sekitar ganglion genikuli.

2. Kontraktur otot-otot wajah.

Sesudah reinervasi sebagai akibat lesi degeneratif, sering ditemukan

menetap dari satu atau beberapa kelompok otot. Keadaan ini biasanya

menambah lipatan nasolabial. Kontraktur ini tidak tampak kalau wajah

dalam keadaan istirahat, akan tetapi menjadi tampak lebih jelas bila

wajah berkontraksi. Bila otot sisi yang lemah berkontraksi, maka lipatan

nasolabial jadi lebih dalam dan alis mata tampak lebih rendah

dibandingkan dengan sisi yang sehat.

3. Sinkinesis (abnormal associated movement).

Dalam usaha secara sadar untuk menutup mata, terdapat gerakan

pengangkatan sudut mulut, kontraksi otot platisma, atau pengerutan

dahi. Gerakan asosiasi ini diduga oleh karena regenerasi serabut saraf

mencapai serabut otot yang salah.

4. Spasme otot wajah klonik (Clonic facial spasm).

Kadang-kadang dapat timbul dalam beberapa bulan sampai 1-2 tahun

setelah permulaan Bell’s Palsy. Bila penyembuhan yang terjadi

12

Page 13: Bell's Palsy

inkomplit, spasme yang terjadi jarang sampai berat. Dapat juga timbul tic

yang merupakan kontraksi dari sejumlah otot wajah.

5. Ptosis alis.

Alis pada sisi yang sakit tampak lebih rendah dibanding sisi normal.

6. Bell’s Palsy rekuren.

Insidennya kira-kira 7% dari kasus Bell’s Palsy. Faktor predisposisinya

diduga karena penyempitan dari kanalis fasialis (falopii).

Untuk komplikasi ini, Adour memberikan skor minimum yang disebut

Facial Paralysis Recovery Index (FPRI). Pada FPRI diberikan nilai -1 untuk

tiap komplikasi (tabel 2). Jumlah total dari nilai minus ini dikurangkan pada nilai

FPRP. Skor tertinggi adalah +10 yang menunjukkan pemulihan sempurna

tanpa komplikasi. Nilai FPRP dan FPRI dapat berubah selama pengobatan dan

selama observasi.

Tabel 2. Angka minus pada tiap komplikasi untuk menetapkan FPRI.

Komplikasi Nilai

Komplikasi dini (sering) :

- Nyeri -1

- Epifora -1

- Ageusia -1

- Menurunnya lakrimasi -1

- Hiperakusis -1

Komplikasi lambat (sering) :

- Kontraktur -1

- Sinkinesis -1

- Air mata buaya -1

- Spasme wajah -1

- Ptosis alis -1

Komplikasi berat (jarang) :

- Ulkus kornea -4

- Facial sling -4

13

Page 14: Bell's Palsy

- Tarsorrhaphy -4

BAB IX

PROGNOSIS

Sekitar 80-90 % penderita Bell’s Palsy mengalami perbaikan pada

kekuatan otot-otot ekspresi muka. Jika terdapat tanda-tanda kesembuhan otot

wajah sebelum hari ke-18, maka kesembuhan sempurna atau hampir

sempurna diharapkan dapat terjadi.

Perbaikan kelainan yang komplit biasanya dimulai setelah 8 minggu dan

mencapai maksimal dalam 9 bulan sampai 1 tahun. Pada penderita dengan

kelainan inkomplit, perbaikan biasanya dimulai setelah 2 minggu. Kurang dari

15% penderita didapatkan gejala sisa. Hampir 80% mendapatkan

perbaikannya sampai 95% atau lebih.

Faktor-faktor yang meramalkan prognosis yang baik adalah kelainan

inkomplit, umur relatif muda ( kurang dari 60 tahun ), interval yang pendek

antara onset dan perbaikan pertama (initial improvement) dalam 2 minggu, dan

studi elektrodiagnostik yang menunjang. Faktor-faktor yang meramalkan

prognosis yang jelek adalah paralisis total, usia lanjut (lebih dari 60 tahun),

interval yang panjang antara onset dan perbaikan (sekitar 2 bulan), dan studi

elektrodiagnostik yang tidak menunjang.

Nilai peramalan sehubungan dengan paralisis nervus fasialis (nyeri

belakang telinga, fonofobia, hilangnya pengecapan, berkurangnya sekresi air

mata dan aliran saliva) adalah tidak jelas. Tetapi kelemahan pada fungsi-fungsi

ini dapat menunjukkan luasnya degenerasi motor akson.

14

Page 15: Bell's Palsy

BAB X

PENUTUP

10.1 KESIMPULAN

Bell's palsy adalah nama penyakit yang menyerang saraf wajah no 7,

sehingga menyebabkan kelumpuhan pada otot wajah disalah satu sisi. Ingat,

kelumpuhan hanya terjadi di satu wajah yang terkena. Ini yang

membedakannya dengan stroke. Ditandai dengan susahnya menggerakkan

otot wajah dibagian yang terserang, seperti mata tidak bisa menutup, tidak bisa

meniup, dsb. Penyebab kelumpuhan ini masih menjadi perdebatan. Beberapa

ahli menyatakan penyebabnya adalah karena terpapar angin dingin disalah

satu sisi wajah secara terus menerus, ada juga yang menyatakan hal itu

disebabkan oleh virus herpes yang menetap di tubuh dan aktif kembali karena

trauma, faktor lingkungan, stress, dll. Sebagian penderita bisa sembuh tanpa

pengobatan, tapi disarankan untuk menjalani terapi dan pengobatan agar bisa

segera sembuh.

Bell's Palsy diambil dari nama Sir Charles Bell, dokter dari abad 19 yang

pertama menggambarkan kondisi ini dan menghubungkan dengan kelainan

pada syaraf wajah. Meski namanya unik, penyakit ini akan mengganggu secara

estetika ataupun fungsi pada wajah. Artinya, muka yang terlihat cantik dan

bagus di depan kaca itu tidak terjadi dengan sendirinya. Karena, bila salah satu

saja syarafnya minta istirahat, maka proporsi wajah menjadi tidak seimbang.

Jika tidak ditangani maka akan terjadi kecacatan dengan muka penyok.

10.2 SARAN

Seperti disarankan oleh Dokter Syaraf agar Bell's Palsy tidak mengenai

anda, cara-cara yang bisa ditempuh adalah :

1. Jika berkendaraan motor, gunakan helm penutup wajah full untuk

mencegah angin mengenai wajah.

2. Jika tidur menggunakan kipas angin, jangan biarkan kipas angin

menerpa wajah anda secara langsung. Arahkan kipas angin itu ke arah

15

Page 16: Bell's Palsy

lain. Jika kipas angin terpasang di langit-langit, jangan tidur tepat di

bawahnya. Dan selalu gunakan kecepatan rendah saat pengoperasian

kipas.

3. Kalau sering lembur hingga malam, jangan mandi air dingin di malam

hari. Selain tidak bagus untuk jantung, juga tidak baik untuk kulit dan

syaraf.

4. Bagi penggemar naik gunung, gunakan penutup wajah / masker dan

pelindung mata. Suhu rendah, angin kencang, dan tekanan atmosfir

yang rendah berpotensi tinggi menyebabkan anda menderita Bell's

Palsy.

5. Setelah berolah raga berat, jangan langsung mandi atau mencuci wajah

dengan air dingin.

6. Saat menjalankan pengobatan, jangan membiarkan wajah terkena angin

langsung. Tutupi wajah dengan kain atau penutup. Takut dibilang "orang

aneh"? Pertimbangkan dengan biaya yang anda keluarkan untuk

pengobatan.

Pengobatan yang disarankan dokter adalah fisioterapi, di mana wajah

penderita akan dikompres dengan lampu sinar dan diberi kejutan listrik di

sekitar wajah. Namun anda bisa juga menggunakan alternatif pengobatan lain,

seperti akupunktur. Jangan mencampur pengobatan fisioterapi dan akupunktur

di waktu bersamaan.

16

Page 17: Bell's Palsy

DAFTAR PUSTAKA

Cermin Dunia Kedokteran. “BELL'S PALSY”. http://www.kalbe.co.id/Bell’s_Palsy. (Diakses 01 Februari 2009)

Beal MF, Hauser SL. “Trigeminal Neuralgia, Bell’s Palsy, and Other Cranial Nerve Disorders”.

Dalam Kasper DL, et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine, Vol. II, 16 th edition. USA :

McGraw-Hill Companies, Inc, 2005; Bab 355: 2436-2437.

Barbieri RL, Repke JT. “Medical Disorders During Pregnancy”. Dalam Kasper DL, et al.

Harrison’s Principles of Internal Medicine, Vol. I, 16th edition. USA : McGraw-Hill Companies,

Inc, 2005; Bab 6: 36.

Bell’s Palsy InfoSite. “Frequently Asked Questions”. http://www.bellspalsy.ws/. (Diakses 01

Februari 2009)

Cermin Dunia Kedokteran. “BELL'S PALSY”.

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/21_Kapsul.pdf/21_Kapsul.html. (Diakses 01 Februari 2009)

Lumbantobing SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI, 2008.

Nara P, Lumbantobing SM. “Penyakit Unit Motor dan Sindrom Neurokutan”. Dalam Buku Ajar

Neurologi Anak. Jakarta: IDAI, 2000; Bab 11: 280-281

Sidharta, P.Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Jakarta: Dian Rakyat, 2008.

Sidharta, P. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Jakarta: Dian Rakyat, 2008.

Wikipedia.“Bell’s Palsy”. http://www.en.wikipedia.org/wiki/Bell’s_palsy. (Diakses 29 Januari

2009)

World Health Organization (WHO). “Intranasal vaccines”.

http://www.who.int/entity/vaccine_safety/topics/influenza/intranasal/en/. (Diakses 01 Februari

2009)

17