bells palcy

25
Bell’s Palsy Felix Winata / D4 / 102012156 0

Upload: felixwinata

Post on 23-Dec-2015

56 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

blok 23

TRANSCRIPT

Page 1: Bells Palcy

Bell’s Palsy

Felix Winata / D4 / 102012156

0

Page 2: Bells Palcy

Bab I

Pendahuluan

Bell's Palsy (BP) ialah suatu kelumpuhan akut n. fasialis perifer yang tidak diketahui

sebabnya. Bell’s palsy atau prosoplegia adalah kelumpuhan fasialis akibat paralisis nervus

fasial perifer yang terjadi secara akut dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) di luar

sistem saraf pusat tanpa disertai adanya penyakit neurologis lainnya. Sir Charles Bell (1821)

adalah orang yang pertama meneliti beberapa penderita dengan wajah asimetrik, sejak itu

semua kelumpuhan n. fasialis perifer yang tidak diketahui sebabnya disebut Bell's pals.

Paralisis fasial idiopatik atau Bell’s palsy, ditemukan oleh Sir Charles Bell, dokter dari

Skotlandia. Bell’s palsy sering terjadi setelah infeksi virus ( misalnya herpes simplex) atau

setelah imunisasi, lebih sering terjadi pada wanita hamil dan penderita diabetes serta

penderita hipertensi Lokasi cedera nervus fasialis pada Bell’s palsy adalah di bagian perifer

nukleus nervus VII. Cedera tersebut terjadi di dekat ganglion genikulatum.

Pengamatan klinik, pemeriksaan neurologik, laboratorium dan patologi anatomi

menunjukkan bahwa BP bukan penyakit tersendiri tetapi berhubungan erat dengan banyak

faktor dan sering merupakan gejala penyakit lain. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada

usia dewasa, jarang pada anak di bawah umur 2 tahun. Biasanya didahului oleh infeksi

saluran napas bagian atas yang erat hubungannya dengan cuaca dingin.

1

Page 3: Bells Palcy

Bab II

Pembahasan

2.1 Anamnesis

Anamnesis yang perlu ditanyakan adalah:

- Identitas pasien.

- Keluhan utama : pada skenario, pasien datang dengan keluhan mata sebelah kiri

tidak dapat ditutup dan mulutnya mencong ke kanan.

- Keluhan tambahan :

- Riwayat penyakit sekarang :

o Waktu dan lamanya keluhan berlangsung.

o Rasa nyeri.

o Gangguan atau kehilangan pengecapan.

o Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari

diruangan terbuka atau di luar ruangan.

o Sifat dan beratnya serangan (masih dapat ditahan atau tidak).

o Lokasi dan penyebarannya (dapat menyebutkan tempat sakit atau menyebar).

o Hubungan dengan waktu (kapan saja terjadinya).

o Hubungannya dengan aktivitas (keluhan dirasakan setelah melakukan aktivitas

apa saja).

o Keluhan-keluhan yang menyertai serangan

o Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali.

o Faktor resiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-faktor yang

memperberat atau meringankan serangan.

o Apakah ada saudara sedarah, atau teman dekat yang menderita keluhan yang

sama.

o Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau gejala sisa

o Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat yang

telah diminum oleh pasien; juga tindakan medik lain yang berhubungan

dengan penyakit yang saat ini diderita.

o Riwayat penyakit dahulu : bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-

kemungkinan adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan

2

Page 4: Bells Palcy

penyakit sekarang. Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita

seperti infeksi saluran pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain.

- Riwayat kesehatan keluarga.

- Riwayat penyakit menahun keluarga. 1-3

2.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan tanda-tanda vital

1. Pemeriksaan neurologi

Kelumpuhan nervus fasilalis melibatkan semua otot wajah sesisi dandapat dibuktikan

dengan pemeriksaan - pemeriksaan berikut, yaitu:

a. Pemeriksaan motorik nervus fasialis.

Mengerutkan dahi : lipatan kulit dahi hanya tampak pada sisi yang

sehat saja.

Mengangkat alis : alis pada sisi yang sakit tidak dapat diangkat.

Memejamkan mata dengan kuat : pada sisi yang sakit kelopak mata

tidak dapat menutupi bola mata dan berputarnya bola mata

ke atas dapat dilihat. Hal tersebut dikenal Fenomena Bell. Selain itu

dapat dilihat juga bahwa gerakan kelopak mata yang sakit lebih lambat

dibandingkan dengan gerakan kelopak mata yang sehat, hal ini dikenal

sebagai Lagoftalmus.

Mengembungkan pipi : pada sisi yang tidak sehat pipi tidak dapat

dikembungkan.

Pasien disuruh utnuk memperlihatkan gigi geliginya ataudisuruh

meringis menyeringai : sudut mulut sisi yang lumpuh tidak dapat

diangkat sehingga mulut tampaknya mencong ke arah sehat. Dan juga

sulcus nasolabialis pada sisi wajah yang sakit mendatar.

b. Pemeriksaan sensorik pada nervus fasialis.

Sensasi pengecapan diperiksa sebagai berikut : rasa manis diperiksa

pada bagian ujung lidah dengan bahan berupa garam, dan rasa asam diperiksa

pada bagian tengah lidah dengan bahan asam sitrat. Pengecapan 2/3 depan

lidah : pengecapan pada sisi yang tidak sehat kurang tajam.

c. Pemeriksaan Refleks.

Pemeriksaan reflek yang dilakukan pada penderita Bell’s Palsy adalah

pemeriksaan reflek kornea baik langsung maupun tidak langsung dimana pada

3

Page 5: Bells Palcy

paresis nervus VII didapatkan hasil berupa pada sisi yang sakit kedipan mata

yang terjadi lebih lambat atau tidak ada sama sekali. Selain itu juga dapat

diperiksa refleks nasopalpebra pada orang

sehat pengetukan ujung jari pada daerah diantara kedua alis langsung dijawab

dengan pemejaman kelopak mata pada kedua sisi, sedangkan pada paresis

facialis jenis perifer terdapat kelemahan kontraksi m. orbikularisoculi

(pemejaman mata pada sisi sakit).2,3

2.3 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium.

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk menegakkan diagnosis Bell’s palsy.

Radiologi

Pemeriksaan radiologi bukan indikasi pada Bell’s palsy. Pemeriksaan CT-Scan dilakukan jika

dicurigai adanya fraktur atau metastasis neoplasma ke tulang, stroke, sklerosis multipel dan

AIDS pada CNS. Pemeriksaan MRI pada pasien Bell’s palsy akan menunjukkan adanya

penyangatan (Enhancement) pada nervus fasialis, atau pada telinga, ganglion genikulatum.4

2.4 Working Diagnosis

Bell’s palsy

Bell’s palsy adalah suatu kelumpuhan saraf fasialis perifer yang bersifat unilateral,

penyebabnya tidak diketahui (idopatik), akut dan tidak disertai oleh gangguan pendengaran,

kelainan neurologi lainnya atau kelainan lokal.

BeIl’s palsy adalah kelumpuhan atau paralisis wajah unilateral karena gangguan nervus

fasialis perifer yang bersifat akut dengan penyebab yang tidak teridentifikasi dan dengan

perbaikan fungsi yang terjadi dalam 6 bulan.

2.5 Differential Diagnosis

Stroke

4

Page 6: Bells Palcy

Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan

kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan

oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa dikarenakan adanya

sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah.

WHO mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf yang

diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu.

Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu: stroke iskemik maupun stroke hemorragik.

Stroke iskemik 

yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau

keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke Iskemik. Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3

jenis, yaitu :

1. Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.

2. Stroke Embolik: Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.

3. Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena

adanya gangguan denyut jantung.

Transient Ischemic Attacks

Serangan iskemik sepintas merupakan gejala neurologis fokal, timbul mendadakm

berlangsung beberapa menit, pulih kembali dalam 24 jam, kebanyakan TIA kurang dari 5

mnit. Ini merupakan factor resiko terpenting terjadinya stroke iskemik, kebanyakan

disebabkan oleh emboli dan gelajanya sama dengan stroke. Amaurosis fugax (transient

mononuclear blindness) kurang dari 5 menit pada oklusi arteri oftalmika. Karena TIA

merupakan resiko tinggi terjadinya stroke, maka pasien perlu di evaluasi cepat dan di rawat.4

2.6 Etiologi

Penyebab adalah kelumpuhan n. fasialis perifer. Umumnya dapat dikelompokkan sebagai

berikut:

1) Idiopatik

Sampai sekarang belum diketahui secara pasti penyebabnya yang disebut bell’s palsy.

Faktor-faktor yang diduga berperan menyebabkan Bell’s Palsy antara lain : sesudah

bepergian jauh dengan kendaraan, tidur di tempat terbuka, tidur di lantai, hipertensi,

5

Page 7: Bells Palcy

stres, hiperkolesterolemi, diabetes mellitus, penyakit vaskuler, gangguan imunologik

dan faktor genetic.

2) Kongenital

a) anomali kongenital (sindroma Moebius)

b) trauma lahir (fraktur tengkorak, perdarahan intrakranial .dll.)

3) Didapat

a) Trauma Penyakit tulang tengkorak (osteomielitis)

b) Proses intrakranial (tumor, radang, perdarahan dll)

c) Proses di leher yang menekan daerah prosesus stilomastoideus

d) Infeksi tempat lain (otitis media, herpes zoster dll)

e) Sindroma paralisis n. fasialis familial.5,6

2.7 Epidemiologi

Bell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial akut. Di dunia,

insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan insiden terendah ditemukan di

Swedia tahun 1997. Di Amerika Serikat, insiden Bell’s palsy setiap tahun sekitar 23 kasus per

100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan. Insiden Bell’s palsy rata-rata 15-30 kasus

per 100.000 populasi. Penderita diabetes mempunyai resiko 29% lebih tinggi, dibanding non-

diabetes. Bell’s palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang sama. Akan

tetapi, wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena daripada laki-laki pada

kelompok umur yang sama. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih sering

terjadi pada umur 15-50 tahun. Pada kehamilan trisemester ketiga dan 2 minggu pasca

persalinan kemungkinan timbulnya Bell’s palsy lebih tinggi daripada wanita tidak hamil,

bahkan bisa mencapai 10 kali lipat

Sedangkan di Indonesia, insiden Bell’s palsy secara pasti sulit ditentukan. Data yang

dikumpulkan dari 4 buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bell’s palsy sebesar

19,55 % dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21 – 30 tahun. Lebih sering

terjadi pada wanita daripada pria. Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim panas

maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terpapar udara

dingin atau angin berlebihan.5

2.8 Perjalanan Nervus Facialis

Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu :

6

Page 8: Bells Palcy

1. Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot wajah dengan inti pada

nukleus fasialis

2. Serabut visero-motorik (parasimpatis) yang datang dari nukleus salivatorius

superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum,

rongga hidung, sinus paranasal, dan glandula submaksilaris serta sublingual dan

lakrimalis dengan inti pada nukleus salivatorius.

3. Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat pengecap di dua

pertiga bagian depan lidah dengan inti pada nukleus solitarius.

4. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba)

dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus trigeminus

dengan inti pada nukleus sensoris trigeminus.

Nervus fasialis (N.VII) terutama merupakan saraf motorik yang menginervasi otot-

otot ekspresi wajah. Di samping itu saraf ini membawa serabut parasimpatis ke

kelenjar ludah dan air mata dan ke selaput mukosa rongga mulut dan hidung, dan juga

menghantarkan sensasi eksteroseptif dari daerah gendang telinga, sensasi pengecapan

dari 2/3 bagian depan lidah, dan sensasi visceral umum dari kelenjar ludah, mukosa

hidung dan faring, dan sensasi proprioseptif dari otot yang disarafinya.

Secara anatomis bagian motorik saraf ini terpisah dari bagian yang menghantar

sensasi dan serabut parasimpatis, yang terakhir ini sering dinamai saraf intermedius

atau pars intermedius Wisberg. Sel sensoriknya terletak di ganglion genikulatum,

pada lekukan saraf fasialis di kanal fasialis. Sensasi pengecapan daru 2/3 bagian

depan lidah dihantar melalui saraf lingual korda timpani dan kemudian ke ganglion

genikulatum. Serabut yang menghantar sensasi ekteroseptif mempunyai badan selnya

di ganglion genikulatum dan berakhir pada akar desenden dan inti akar decenden dari

saraf trigeminus (N.V). hubungan sentralnya identik dengan saraf trigeminus.

Inti motorik nervus VII terletak di pons. Serabutnya mengitari nervus VI, dan keluar

di bagian leteral pons. Nervus intermedius keluar di permukaan lateral pons, di antara

nervus V dan nervus VIII. Nervus VII bersama nervus intermedius dan nervus VIII

memasuki meatus akustikus internus. Di sini nervus fasialis bersatu dengan nervus

intermedius dan menjadi satu berkas saraf yang berjalan dalam kanalis fasialis dan

kemudian masuk ke dalam os mastoid. Ia keluar dari tulang tengkorak melalui

foramen stilomastoid, dan bercabang untuk mersarafi otot- otot wajah.

7

Page 9: Bells Palcy

Gambar 1. Perjalanan nervus fasialis

2.9 Patofisiologi

Pada Bell’s palsy terjadi proses inflamasi akut pada nervus fasialis di daerah tulang temporal,

atau di sekitar foramen stilomastoideus. Bell’s palsy hampir selalu terjadi secara unilateral.

Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi

pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi

kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis

keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong

yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan bentuk kanalis tersebut,

adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi.

Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca jendela yang

terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bell’s palsy. Karena itu nervus fasialis

bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan

fasialis LMN. Pada lesi LMN bisa terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum

atau kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis.

Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis

medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus

rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN

akan timbul bersamaan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap

dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian bahwa penyebab utama

Bell’s palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang

menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf

8

Page 10: Bells Palcy

melalui sel satelit. Pada radang herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa

ikut terlibat sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN.6

Gambar 2. Bell’s palsy

2.10 Gejala Klinik

Biasanya timbul secara mendadak, penderita menyadari adanya kelumpuhan pada salah satu

sisi wajahnya pada waktu bangun pagi, bercermin atau saat sikat

gigi/berkumur atau diberitahukan oleh orang lain/keluarga bahwa salah satu sudutnya lebih

rendah. Bell’s palsy hampir selalu unilateral. Gambaran klinis dapat berupa hilangnya

semua gerakan volunter pada kelumpuhan total. Pada sisi wajah yang terkena, ekspresi akan

menhgilang sehingga lipatan nasilabialis akan menghilang, sudut mulut menurun, bila minum

atau berkumur air menetes darisudut ini, kelopak mata tidak dapat dipejamkan sehingga

fisura papebra melebar serta kerut dahi menghilang.

Bila penderita disuruh untuk memejamkan matanya maka kelopak mata pada sisi yang lumpu

h akan tetap terbuka dimana kelumpuhan N.VII yang memper syarafi m.orbikularis

okuli dapat menyebabkan lagoftalmus yaitu palpebra tidak dapat menutup dengan sempurna.

Kelainan ini akan mengakibatkan trauma konjungtiva dan kornea karena mata tetap terbuka

sehingga konjungtiva dan kornea menjadi kering dan terjadi infeksi. Infeksi ini dapat dalam

bentuk konjungtivitis atau suatu keratitis. Serta bola mata pasien berputar ke atas. Keadaan

ini dikenal dengan tanda dari Bell (lagoftalmus disertai dorsorotasi bola mata). Karena

kedipan mata yang berkurang maka akan terjadi iritasi oleh debu dan angin, sehingga

menimbulkan epifora. Dalam mengembungkan pipi terlihat bahwa pada sisi yang lumpuh

tidak mengembung. Disamping itu makanan cenderung terkumpul diantara pipi dan gusi

9

Page 11: Bells Palcy

sisi yang lumpuh. Selain kelumpuhan seluruh otot wajah sesisi, tidak didapati gangguan lain

yang mengiringnya, bila paresisnya benar-benar bersifat Bell’s palsy.

Bila khorda timpani juga ikut terkena, maka terjadi gangguan pengecapan dari 2/3 depan

lidah yang merupakan kawasan sensorik khusus N.intermedius. dan bila saraf yang menuju

ke m.stapedius juga terlibat, maka akan terjadi hiperakusis. Keadaan ini dapat diperiksa

dengan pemeriksaan audiometri. Pada kasus yang lebih berat akan terjadi gangguan

produksi air mata berupa pengurangan atau hilangnya produksi air mata. Ini menunjukkan

terkenanya ganglion genikulatum dan dapat diperiksa dengan pemeriksaan tes Schimer.

Hampir separuh pasien yang mengalami Bell Palsy mengeluhkan nyeri pada bagian belakang

telinga. Nyeri biasanya terjadi bersamaan dengan timbulnya gejala Bell Palsy, namun pada

25% kasus nyeri telinga terjadi lebih dulu 2-3 hari sebelum timbulnya Bell Palsy. Beberapa

pasien juga mengeluhkan terjadinya hyperacusis pada telinga

ipsilateral dari Palsy yang terjadi, yang merupakan akibat sekunder dari kelemahan otot

stapedius.5,6

Keluhan dan gejala bergantung kepada lokasi lesi sebagai berikut :

a. Lesi pada nervus fasialis disekitar foramen stylomastoideus baik yang masih berada disebelah

dalam dan sebelah luar foramen tersebut. Mulut turun dan mencong ke sisi yang sehat

sehingga sudut mulut yang lumpuh tampaknya lebih tinggi kedudukannya daripada

posisi yang sehat, maka penderitanya tidak dapat bersiul, mengedip dan menutupkan

matanya. Lakrimalis yang berlebihan akan terjadi jika mata tidak terlindungi / tidak

bisa menutup mata sehingga pada mata akan lebih mudah mendapat iritasi berupa

angin, debudan sebagainya, selain itu pula lakrimalis yang berlebihan ini terjadi

karena proses regenerasi dan mengalirnya axon dari kelenjar liur ke kelenjar air mata

pada waktu makan.

b. Lesi pada canalis fasialis mengenai nervus chorda tympani.

Seluruh gejala di atas terdapat, ditambah dengan hilangnya sensasi pengecapan dua

pertiga depan lidah berkurangnya salivasi yang terkena.

c. Lesi yang lebih tinggi dalam canalis fasialis dan mengenai muskulus stapedius.

Gejala tanda klinik seperti pada (a) dan (b) ditambah adanya hiperakusis.

d. Lesi yang mengenai ganglion geniculatum.

Gejala tanda klinik seperti pada (a), (b), dan (c) ditambah onsetnya seringkali akut

dengan rasa nyeri di belakang dan didalam telinga. Herpes

10

Page 12: Bells Palcy

Zoster pada tympanium dan concha dapat mendahului keadaan timbul parese nervus f

asilais. Sindrome Ramsay Hunt merupakan Bell’s yangdisertai herpes Zoster pada

ganglion geniculatum, lesi – lesi herpetik terlihat pada membrana tympani, canalis

auditorium eksterna, dan pada pinna.

e. Lesi di dalam Meatus Auditorius Internus

Gejala - gejala Bell’s Palsy di atas ditambah ketulian akibat terkenanya nervus VIII.

f. Lesi pada tempat keluarnya Nervus Fasialis dari Pons

Lesi di pons yang terletak disekitar inti nervus abdduces bisa merusak akar nervus

fasialis, inti nervus abducens dan fasikulus longituinalis medialis. Lesi pada daerah

tersebut dapat menyebabkan kelumpuhan muskulus rectuslateralis atau gerakan

melirik kearah lesi.5,6

2.11 Komplikasi

Crocodile Tear Phenomenon

Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini timbul beberapa bulan

setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari regenerasi yang salah dari serabut otonom

yang seharusnya ke kelenjar saliva tetapi menuju ke kelenjar lakrimalis. Lokasi lesi di sekitar

ganglion genikulatum.

Synkinesis

Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau tersendiri. selalu timbul

gerakan bersama. Misal bila pasien disuruh memejamkan mata, maka akan timbul gerakan

(involunter) elevasi sudut mulut,kontraksi platisma, atau berkerutnya dahi. Penyebabnya

adalah innervasi yang salah, serabut saraf yang mengalami regenerasi bersambung dengan

serabut-serabut otot yang salah.

Tic Facialis sampai Hemifacial Spasme

Timbul “kedutan” pada wajah (otot wajah bergerak secara spontan dan tidak terkendali) dan

juga spasme otot wajah, biasanya ringan. Pada stadium awal hanya mengenai satu sisi wajah

saja, tetapi kemudian dapat mengenai pada sisi lainnya. Kelelahan dan kelainan psikis dapat

memperberat spasme ini. Komplikasi ini terjadi bila penyembuhan tidak sempurna, yang

timbul dalam beberapa bulan atau 1-2 tahun kemudian.7

2.12 Penatalaksanaan

Non-medikamentosa

11

Page 13: Bells Palcy

Tindakan fisioterapi seperti terapi panas superfisial,elektroterapi menggunakan arus

listrik.

Perawatan mata

Pemberian air mata buatan, lubrikan, dan pelindung mata. Pemakaian kacamata

dengan lensa berwarna atau kacamata hitam kadang diperlukan untuk menjaga mata

tetap lembab saat bekerja.

Latihan dan pemijatan wajah disertai kompres panas

Istirahat

Pembedahan

Jika sudah terjadi ectropion yang parah dapat dilakukan lateral tarsorrhaphy.

Medika mentosa

Antivirus

Meskipun pada penelitian yang pernah dilakukan masih kurang menunjukkan efektifitas obat-

obat antivirus pada Bell’s palsy, hampir semua ahli percaya pada etiologi virus. Penemuan

genom virus disekitar nervus fasialis memungkinkan digunakannya agen-agen antivirus pada

penatalaksanaan Bell’s palsy. Oleh karena itu, zat antiviral merupakan pilihan yang logis

sebagai penatalaksaan farmakologis dan sering dianjurkan pemberiannya. Acyclovir 400 mg

selama 10 hari dapat digunakan dalam penatalaksanaan Bell’s palsy. Acyclovir akan berguna

jika diberikan pada 3 hari pertama dari onset penyakit untuk mencegah replikasi virus.

Nama obat Acyclovir (Zovirax) – menunjukkan aktivitas hambatan

langsung melawan HSV-1 dan HSV-2, dan sel yang terinfeksi

secara selektif.

Dosis dewasa 4000 mg/24 jam peroral selama 7-10 hari.

Dosis pediatrik < 2 tahun : tidak dianjurkan.

> 2 tahun : 1000 mg peroral dibagi 4 dosis selama 10 hari.

Kontraindikasi Pernah dilaporkan adanya hipersensitivitas.

Interaksi obat Penggunaan bersama dengan probenecid atau zidovudine dapat

memperpanjang waktu paruh dan meningkatkan toksisitas

acyclovir terhadap SSP.

12

Page 14: Bells Palcy

Kehamilan C – keamanan penggunaan selama kehamilan belum pernah

dilaporkan.

Perhatian Hati-hati pada gagal ginjal atau bila menggunakan obat yang

bersifat nefrotoksik.

Kortikosteroid.

Pengobatan Bell’s palsy dengan menggunakan steroid masih merpakan suatu kontroversi.

Berbagai artikel penelitian telah diterbitkan mengenai keuntungan dan kerugian pemberian

steroid pada Bell’s palsy. Para peneliti lebih cenderung memilih menggunakan steroid untuk

memperoleh hasil yang lebih baik. Prednison dengan dosis 40-60 mg/ hari per oral atau 1 mg/

kgBB/ hari selama 3 hari, diturunkan perlahan-lahan selama 7 hari kemudian, dimana

pemberiannya dimulai pada hari kelima setelah onset penyakit, gunanya untuk meningkatkan

peluang kesembuhan pasien.8

2.13 Preventif

1. Jika berkendaraan motor, gunakan helm penutup wajah full untuk mencegah angin

mengenai wajah.

2. Jika tidur menggunakan kipas angin, jangan biarkan kipas angin menerpa wajah

langsung. Arahkan kipas angin itu ke arah lain. Jika kipas angin terpasang di langit-

langit, jangan tidur tepat di bawahnya. Dan selalu gunakan kecepatan rendah saat

pengoperasian kipas.

3. Kalau sering lembur hingga malam, jangan mandi air dingin di malam hari. Selain

tidak  bagus untuk jantung, juga tidak baik untuk kulit dan syaraf.

4. Bagi penggemar naik gunung, gunakan penutup wajah / masker dan pelindung mata.

Suhu rendah, angin kencang, dan tekanan atmosfir yang rendah berpotensi tinggi

menyebabkan serangan Bell’s Palsy.

5. Setelah berolah raga berat, jangan mandi atau mencuci wajah dengan air dingin.

6. Saat menjalankan pengobatan, jangan membiarkan wajah terkena angin langsung.

Tutupi wajah dengan kain atau penutup.7

2.14 Prognosis

Pada umumnya prognosis Bell’s palsy baik: sekitar 80-90 % penderita sembuh dalam waktu 6

minggu sampai tiga bulan tanpa ada kecacatan. Penderita yang berumur 60 tahun atau lebih,

13

Page 15: Bells Palcy

mempunyai peluang 40% sembuh total dan beresiko tinggi meninggalkan gejala sisa.

Penderita yang berusia 30 tahun atau kurang, hanya memiliki perbedaan peluang 10-15

persen antara sembuh total dengan meninggalkan gejala sisa. Jika tidak sembuh dalam waktu

4 bulan, maka penderita cenderung meninggalkan gejala sisa, yaitu sinkinesis, dan kadang

spasme hemifasial.

14

Page 16: Bells Palcy

Bab III

Kesimpulan

Bell’s palsy didefinisikan sebagai suatu keadaan paresis atau kelumpuhan yang akut dan

idiopatik akibat disfungsi nervus facialis perifer. Penyebab Bell’s palsy Adalah edema dan

iskemia akibat penekanan (kompresi) pada nervus fasialis.

Kelumpuhan perifer N.VII memberikan ciri yang khas hingga dapat didiagnosa dengan

inspeksi. Otot muka pada sisi yang sakit tak dapat bergerak. Lipatan-lipatan didahi akan

menghilang dan nampak seluruh muka sisi yang sakit akan mencong tertarik kearah sisi yang

sehat. Gejala kelumpuhan perifer ini tergantung dari lokalisasi kerusakan.

Pengobatan pasien dengan Bell’s palsy adalah dengan kombinasi obat- obat anantiviral dan

kortikosteroid serta perawatan mata yang berkesinambungan. Prognosis pasien dengan Bell’s

palsy relative baik meskipun pada beberapa pasien, gejala sisa dan rekurensi dapat terjadi.

15

Page 17: Bells Palcy

DAFTAR PUSTAKA

1. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis.

Jakarta:EGC;2009.hal.77-89.

2. Burnside JW, McGlynn TJ. Diagnosis fisik. Edisi 17.

Jakarta:EGC;2007.hal. 267-83.

3. Bickley LS, Szilagyi PG. Bates buku ajar pemeriksaan fisik dan

riwayat kesehatan.edisi 8. Jakarta:EGC;2009. Hal. 166-290.

4. Dewanto, G dkk. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta : penerbit Buku

Kedokteran EGC, 2009.

5. Mardjono, M. Sidharta, P. Nervus Fasialis dan Patologinya. Neurologi Klinis Dasar,

5thed. Jakarta : PT Dian Rakyat, 2006. 159-163.

6. Price SA, Wilson LM . Patofisiologi: konsep klinis proses-proses

penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2006. Hal.966-71.

7. Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y. Panduan praktis

diagnosis dan tatalaksana penyakit araf. Jakarta: penerbit buku

kedokteran EGC; 2007. Hal 140.

8. Lumbantobing. Neurologi Klinik.Jakarta: Universitas Indonesia, 2007.

16