refrat bells palsy

Upload: saya-ufa

Post on 02-Apr-2018

238 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/27/2019 Refrat Bells Palsy

    1/19

    1

    BAB I. PENDAHULUAN

    Peralisis bell (bells palsy) atau prosoplegia adalah kelumpuhan nervus

    fasialis perifer, terjadi secara akut, dan penyebabnya tidak diketahui atau tidak

    menyertai penyakit lain yang dapat mengakibatkan lesi nervus fasialis.

    meskipun penyakit ini pertama kali digambarkan oleh Sir charless Bell pada

    tahun 1821, namun sampai saat ini masih banyak terdapat kontroversi mengenai

    etiologi dan penatalaksanaannya. Bells palsy dapat mengenai semua umur,

    namun demikian lebih sering terjadi pada umur 20-50 tahun. Peluang untuk

    terjadinya paralisis bell pada laki-laki sama dengan pad wanita. Pada kehamilan

    trimester ketiga dan dua minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya

    paralisis bell lebih tinggi dari pada wanita tidak hamil, bahkan mencapai 10 kali

    lipat. (Harsono)

    Para ahli menyebutkan bahwa paralisis bell terjadi proses inflamasi akut

    pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, disekitar foramen

    stilomastoideus.paralisi bell ini hamper selalu terjadi unilateral. Namun

    demikian dalam jarak waktu satu minggu atau lebih dapat terjadi paralisis

    bilateral. Penyakit ini dapat berulang atau kambuh. Paralisis fasial perifer dapat

    terjadi pada penyakit-penyakit tertentu, misalnya diabetes mellitus, hipertensi

    berat, anestesi local pada pencabutan gigi, infeksi telinga bagian tengah, GBS,

    kehamilan trimester terakhir, meningitis, perdarahan, dan trauma. Apabila factor

    penyebabnya jelas maka disebut paralisis fasialis perifer dan bukannya paralisis

    bell.(Harsono)

  • 7/27/2019 Refrat Bells Palsy

    2/19

    2

    BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1DefinisiPeralisis bell (bells palsy) atau prosoplegia adalah kelumpuhan nervus

    fasialis perifer, terjadi secara akut, yang penyebabnya belum diketahui , tanpa

    adanya kelainan neurologis lain.(Lumbantobing, 2008).Bells palsy adalah suatu

    gangguan neurologis yang disebabkan oleh kerusakan saraf fasialis, yang

    menyebabkan kelemahan atau paralisis satu sisi wajah. Paralisis ini

    menyebabkan asimetri wajah serta mengganggu fungsi normal, seperti menutup

    mata dan makan. Awitan bells palsy biasanya mendadak. Penderita setelah

    bangun pagi mendapati salah satu sisi wajahnya asimetris. Gejala awal yang

    ringan seperti kesemutan di sekitar bibir atau mata kering biasanya cepat

    menjadi berat dalam waktu 48 jam atau kurang (George dewanto,2008).

    2.2 Epidemiologi

    Merupakan salah satu gangguan neurologi yang paling sering dijumpai.

    Bells palsy sebagaian besar mengenai golongan usia 15-45 tahun. Wanita muda

    usia 10-15 tahun lebih sering terkena dibandingkan laki-laki. Pasien denga

    riwayat diabetes dan saat hamil berpeluang lebih besar terkena bells palsy. Pada

    suatu penelitian menyebutkan bahwa wanita hamil memiliki resiko 3,3 kali

    lebih tinggi dari wanita yang tidak hamil. Pasien yang sudah pernah mengalami

    gangguan ini akan memiliki 8 persen resiko terjadinya kekambuhan.

    2.3EtiologiPenyebab Bells palsy masih belum jelas, kemungkinan bisa disebabkan

    karena gangguan vaskular, infeksi, genetic, atau imunologi. Berdasarkan

    penelitian yang dilakukan menyebutkan bahwa bells palsy dapat disebabkan

    oleh infeksi virus herpes simpleks tipe 1 dan herpes zoster virus (Holland

    Julian, 2004). Suatu studi yang membandingkan 10 pasien bells palsy dengan

    10 pasien control menyebutkan bahwa virus herpes simpleks tipe 1 dapat

  • 7/27/2019 Refrat Bells Palsy

    3/19

    3

    diisolasi dari otot auricular posterior pada seorang pasien yang menderita bells

    palsy. Sedangkan pada pasien yang lain ditemukan virus varisela zoster (VSV)

    pada hasil biopsy. Dan hanya terdapat satu pasien saja dari hasil pemeriksaan

    didapatkan peningkatan titer antibody terhadap VSV. Namun tidak didapatkan

    peningkatan level serum antibody untuk herpes simpleks tipe 1 pada pasien

    bells palsy lainnya. Penelitian lain menyebutkan bahwa dengan pemeriksaan

    DNA, tidak berhasil menemukan virus herpes simpleks tipe 1 di dalam cairan

    serebrospinal (CSF). Namun, pada salah satu pasien didapatkan DNA dari virus

    herpes zoster-6 (HSV-6) yang berhasil diisolasi dari CSF (Charles Vega, 2008).

    Inflamasi nervus fasialis pada bells palsy termasuk neuropraksia

    reversible. Secara biologis virus herpes zoster lebih agresif dibandingkan

    dengan virus herpes simpleks tipe 1 karena HSV menyebar transversal

    sepanjang nervus fasialis melalui sel satelit (Holland Julian, 2004). Bells palsy

    yang disebabkan oleh HSV sebagian besar akibat reaktivasi virus tersebut di

    ganglion genikulatum. Namun mekanisme bagaimana virus ini dapat

    menyebabkan bells palsy masih belum diketahui dengan pasti. Selain virus,kemungkinan penyebab bells palsy adalah komplikasi dari infeksi saluran napas

    karena infeksi mycoplasma pneumonia. Pada 4 % kasus, factor genetic yakni

    autosomal dominan dapat menjadi salah satu predisposisi terjadinya bells palsy

    (Bruce Lo, 2010). Beberapa kasus menyebutkan bahwa factor iskemi pada

    pasien dengan diabetes dan arteriosclerosis memiliki kecenderungan terkena

    bells palsy seiring peningkatan usia. Hal ini dapat didukung dengan adanya

    mononeuropati iskemik pada nervus kranial yang lain pada pasien dengan

    diabetes (Donald H. Gilden, 2004).

  • 7/27/2019 Refrat Bells Palsy

    4/19

    4

    2.4Patofisiologi2.4.1 Anatomi nervus Fasialis (N VII)

    Nervus fasialis atau nervus VII terutama merupakan saraf motoric, tetapi

    pada perjalanannya nervus fasialis bergabung dengan nervus intermedius.

    Nervus intermedius tersusun oleh serabut sekretomotorik untuk glandula

    salivatorius dan serabut yang menghantarkan impuls pengecap dari 2/3 bagian

    depan lidah. Inti motoric nervus fasialis terletak di bagian ventrolateral

    tegmentum pontis. Akarnya menuju ke dorsomedial dahulu, kemudian

    melingkari inti nervus abdusen dan setelah itu baru membelok ke ventrolateral

    kembali untuk meninggalkan permukaan lateral pons. Disitu ia berdampingan

    dengan nervus oktavus dan nervus intermedius. Bertiga masuk ke dalam liang os

    petrosum melalui meatus akustikus internus. Nervus fasialis keluar dari os

    petrosum kembali dan tiba di kavum timpani.

    Kemudian ia turun dan sedikit membelok ke belakang dan keluar dari

    tulang tengkorak melalui foramen stilomastoideum. Pada waktu turun ke bawahdan membelok ke belakang di kavum timpani, disitu ia bergabung dengan

    ganglion genikulatum. Ganglion tersebut merupakan sel induk dari serabut

    penghantar impuls pengecap yang dinamakan korda timpani. Juluran sel-sel

    tersebut yang menuju ke batang otak adalah nervus intermedius. Disamping itu

    ganglion tesebut memberikan cabang-cabang kepada ganglion otikum dan

    sphenopalatinum yang menghantarkan impuls sekretomotorik otikum dan

    sphenopalatinum yang menghantarkan impuls sekretomotorik untuk kelenjar

    lender. Liang os petrosum yang nervus fasialis dinamakan akuaduktus Fallopi

    atau kanalis fasialis. di situ nervus fasialis memberikan cabang untuk muskulus

    stapedius dan lebih jauh sedikit dia menerima serabut-seabut korda timpani.

    Berkas saraf ini menuju ke tepi atas kendang telinga dan membelok ke depan.

    Melalui kanalikulus anterior ia keluar dari tengkorak dan tiba di bawah

    pterigodeus eksternus. Di situ korda timpani menggabungkan diri pada nervus

    lingualis yang merupakan cabang dari nervus mandibularis. Korda timpani

  • 7/27/2019 Refrat Bells Palsy

    5/19

    5

    menghantarkan impuls pengecap dari dua pertiga bagian depan lidah. Sebagai

    saraf motoric mutlak nervus fasialis keluar dari foramen stilomastoideum dan

    memberikan cabang-cabang kepada otot stilohioid dan venter posterior

    muskulus digastrikus dan otot oksipitalis. Pangkal sisanya menuju ke glandula

    parotis. Di situ ia bercabang-cabang lagi untuk menyarafi otot wajah dan

    platisma.

    Gambar 2.1 Perjalanan N.VII (1)

  • 7/27/2019 Refrat Bells Palsy

    6/19

    6

    Gambar 2.2 Perjalanan Nervus VII (2)

    2.4.2 Patofisiologi Bells palsy

    Impuls motoric yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat

    gangguan di lintasan supranuklear, nuclear dan infranuklear. Lesi supranuklear

    (UMN) bisa terletak di daerah wajah korteks motoric primer atau di jaras

    kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah

    somatotopik wajah di korteks motoric primer. Sedangkan lesi LMN bisa terletak

    di pons, di sudut serebelopontin, di os petrosum atau kavum timpani, di foramen

    stilomastoideum da pada cabang-cabang tepi nervus fasialis.

    Pada kerusakan karena sebab apapun di jaras kortikobulbar atau bagian

    bawah korteks motoric primer, otot wajah muka sisi kontralateral akan

    memperlihatkan kelumpuhan jenis UMN. Ini berarti bahwa otot wajah bagian

    bawah tampak lebih jelas lumpuh daripada bagian atasnya. Sudut mulut sisi

    yang lumpuh tampak lebih rendah. Lipatan nasolabial sisi yang lumpuh

    mendatar. Jika kedua sudut mulut disuruh diangkat, maka sudut mulut yang

  • 7/27/2019 Refrat Bells Palsy

    7/19

    7

    sehat saja yang dapat diangkat. Otot wajah bagian dahi tidak menunjukkan

    kelemahan yang berarti. Juga tanda dari Bell (lagoftalmus dan elevasi bola mata)

    tidak dapat dijumpai. Ciri kelumpuhan fasialis UMN ini dapat dimengerti,

    karena subdivisi inti fasialis yang mengurus otot wajah di atas alis mendapatkan

    innervasi kortikal secara bilateral. Sedangkan subdivisi inti fasialis yang

    mengurus otot wajah lainnya hanya mendapat inervasi kortikal secara

    kontralateral saja (Mahar mardjono,2008)

    Sedangkan pada kelumpuhan jenis LMN seperti lesi pada nervus fasialis

    di sekitar foramen stilomastoideum baik yang masih berada di sebelah dalam

    maupun disebelah luar foramen tersebut, menimbulkan paralisis nervus fasialis

    LMN ipsilateral tanpa gejala pengiring. Adapun paralisis nervus yang disebut

    LMN itu ialah sesuai dengan paralisis fasialis perifer yang dapat dipercontohkan

    dengan gambaran Bells palsy. Bells palsy merupakan kelumpuhan fasialis

    perifer akibat proses non-supuratif, non-neoplastik, non-degeneratif primer

    namun sangat dimungkinkan karena edema jinak pada bagian nervus fasialis di

    foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yangmulanya akut.

    Karena proses yang dikenal awam sebagai masuk angin atau dalam

    bahasa inggris cold, nervus fasialis bisa sembab/edema. Karena itu nervus

    fasialis bisa terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan

    kelumpuhan fasialis LMN yang dinamakan Bells palsy. Bagian atas dan bawah

    dari otot wajah seluruhnya lumpuh . dahi tidak dapat dikerutkan. Fisura

    palpebral tidak dapat ditutup dan pada usaha memejam mata terlihatlah bola

    mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa

    dicucurkan dan platisma tidak bisa digerakkan. Karena lagoftalmus, maka air

    mata tidak dapat disalurkan secara wajar sehingga tertimbun. Gejala-gejala

    pengiring seperti ageusi dan hiperakusis tidak ada karena bagian nervus fasialis

    yang terjepit di dalam foramen stilomastoideum sudah tidak mengandung lagi

    serabut korda timpani dan serabut yang menyarafi muskulus stapedius.

  • 7/27/2019 Refrat Bells Palsy

    8/19

    8

    Patofisiologi bells palsy masih tetap diperdebatkan, namun teori

    inflamasi merupakan salah satu patofisiologi yang dianggap penting. Dalam

    teori inflamasi menyebutkan bahwa nervus fasialis mengalami pembengkakan

    sehingga terjepit di dalam tulang temporal. Keadaan ini dapat dilihat pada

    gambaran MRI. Dalam perjalanannya nervus fasialis melintasi bagian dari

    tulang temporal yakni kanal fasial. Bagian awal dari kanal fasial yakni segmen

    labirin merupakan daerah yang paling sempit. Kanal fasialis di daerah ini hanya

    berdiameter 0,66 mm. Sehingga pada keadaan tertentu yang menyebabkan

    nervus fasialis menjadi bengkak, iskemi, demyelinasi, atau proses kompresi

    dapat mengakibatkan terjepitnya nervus fasialis (Bruce, 2010).

    Gambar 2.3 Gambaran kelainan N VII pusat & perifer

  • 7/27/2019 Refrat Bells Palsy

    9/19

    9

    2.5Gejala Dan Tanda KlinikPada awalnya, penderita merasakan ada kelainan dimulut pada saat

    bangun tidur, menggosok gigi atau berkumur, minum atau berbicara. Setelah

    merasakan adanya kelainan di daerah mulut maka penderita biasanya

    memperhatikannyalebih cermat dengan menggunakan cermin.Kelumpuhan

    bells palsy melibatkan seluruh otot wajah sesisi. Bila dahi dikerutkan, lipatan

    kulit dahi hanya tampak pada sisi yang sehat saja. Bila orang sakit disuruh

    memejamkan matanya, maka pada sisi yang tidak sehat, kelopak mata tidak

    dapat menutupi bola mata secara sempurna dan tampak berputarnya bola mata

    ke atas. Fenomena tersebut dikenal sebagai tanda bell. Pada observasi sudah

    dapat disaksikan juga bahwa gerakan kelopak mata yang tidak sehat lebih

    lambat jika dibandingkan dengan gerakan kelopak mata yang sehat, dan kelopak

    mata tidak dapat menutup sempurna sehingga terdapat celah mata. Fenomena

    tersebut dikenal sebagai lagoftalmus. Lipatan nasolabial pada sisi kelumpuhan

    mendatar. Dalam mengembungkan pipi terlihat bahwa pada sisi yang lumpuh

    tidak mengembung. Dalam menjungurkan bibir, gerakan bibir tersebutmenyimpang ke sisi yang tidak sehat. Bila pasien disuruh untuk memperlihatkan

    gigi geliginya atau disuruh meringis,sudut mulut sisi yang lumpuh tidak

    terangkat sehingga mulut tampaknya mencong kearah yang sehat.

    Selain kelumpuhan seluruh otot wajah sesisi, tidak didapati gangguan

    lain yang mengiringinya. Tetapi dua hal yang harus disebut sehubungan dengan

    ini. Pertama, air mata yang keluar secara berlebihan di sisi kelumpuhan dan

    pengecapan pada dua per tiga lidah sisi kelumpuhan kurang tajam. Gejala yang

    tersebut pertama timbul karena konjungtiva bulbi tidak dapat ditutup penuh oleh

    kelopak mata yang lumpuh, sehingga mudah terkena iritasi angina, debu dsb.

    Berkurangnya ketajaman pengecapan mungkin sekali disebabkan oleh edema

    nervus fasialis di tingkat foramen stilomastoideus yang meluas sampai bagian

    nervus dimana korda timpani bergabung (Priguna sidharta, 2008).

  • 7/27/2019 Refrat Bells Palsy

    10/19

    10

    Pada sebagian besar penderita Bells palsy kelumpuhannya akan

    menyembuh, namun pada beberapa diantara mereka kelumpuhannya sembuh

    dengan meninggalkan gejala sisa. Gejala sisa ini dapat berupa:

    a. KontrakturHal ini dapat terlihat dari tertariknya otot, sehingga plika nasolabialis

    lebih jelas terlihat dibanding pada sisi yang sehat. Bagi pemeriksa yang

    belum berpengalaman mungkin bagian yang sehat ini yang disangkanya

    lumpuh, sedangkan bagian yang lumpuh disangkanya sehat.

    b. Sinkinesia (associated movement)Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu persatu atau

    tersendiri, selalu timbul gerakan bersama. Bila pasien disuruh

    memejamkan mata, maka otot orbicularis oris pun ikut berkontraksi dan

    sudut mulut terangkat. Bila ia disuruh menggembungkan pipi, kelopak

    mata ikut merapat.

    c. Spasme spontanDalam hal ini otot-otot wajah bergerak secara spontan, tidak terkendali.Hal ini disebut tic fasialis. akan tetapi tidak semua tic fasialis merupakan

    gejala sisa dari Bells palsy (Lumbantobing, 2008).

    Sindrom air mata buaya (crocodile tears syndrome) merupakan gejala

    sisa paralisi bell, beberapa bulan pasca awitan, dengan manifestasi klinis: air

    mata bercucuran dari mata yang terkena pada saat penderita makan. Nervus

    fasialis menginervasi glandula lakrimalis dan glandula salivarius

    submandibularis. Diperkirakan terjadi regenerasi saraf salivarius tetapi dalam

    perkembangannya terjadi salah jurusan menuju ke glandula lakrimalis.

  • 7/27/2019 Refrat Bells Palsy

    11/19

    11

    Gambar 2.4. Gambaran klinis pasien dengan Bellss Palsy

    2.6 DiagnosisDiagnosis Bells palsy dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis dan

    pemeriksaan fisis. Diagnosis Bell's palsy sering didasarkan pada gejala dan

    gangguan yang lain yang berkuasa. Kondisi lain yang dapat menyebabkan

    kelumpuhan wajah termasuk tumor wajah, kanker tertentu, dan penyakit

    autoimun. Dokter biasanya dapat mengecualikan gangguan lain dengan

    mengambil sejarah pasien gejala, dan dengan memeriksa kepala, leher, telinga,

    dan mata. Selama pemeriksaan fisik, dokter mengamati rentang pasien gerakan

    di berbagai bagian wajah (misalnya, menaikkan dan menurunkan alis, menutup

    kedua mata). Jika satu alis tidak dapat diangkat atau hanya bisa terangkat

    sedikit, ini menunjukkan bahwa satu sisi wajah lebih lemah. Demikian pula, jika

    satu mata tidak dapat ditutup rapat, ini menunjukkan masalah dengan otot

    pengendali. Jika kelumpuhan atau kelemahan otot dicatat di bagian lain dari

    tubuh, Bell's palsy dapat dikesampingkan melalui tes diagnostik. tes Imaging

    seperti computerized tomography (CT scan) atau magnetic resonance imaging

  • 7/27/2019 Refrat Bells Palsy

    12/19

    12

    (MRI scan) digunakan untuk mendeteksi infeksi, tumor, patah tulang, atau

    kelainan lainnya di dalam dan di sekitar saraf wajah.

    Mendengar dan tes keseimbangan yang digunakan untuk menentukan

    apakah saraf yang bertanggung jawab atas pendengaran juga rusak dan menilai

    cedera pada telinga bagian dalam. Pengujian dapat dilakukan untuk

    mengevaluasi kemampuan mata untuk memproduksi air mata. Rasa rasa juga

    bisa dievaluasi untuk menentukan lokasi dan tingkat keparahan lesi saraf wajah.

    Elektromiografi (EMG) menilai cedera oleh elektrik merangsang syaraf wajah.

    Listrik saat ini diterapkan pada kulit alih fungsi saraf dan saraf ditentukan oleh

    jumlah arus yang dibutuhkan untuk menyebabkan kontraksi otot-otot wajah. Tes

    ini sering diulang untuk menilai perkembangan penyakit dan sejauh mana

    cedera. Uji laboratorium dapat membantu dokter menentukan penyebab yang

    mendasari. Misalnya, tes darah untuk penyakit Lyme mungkin diperintahkan

    jika ada kemungkinan bahwa pasien digigit kutu rusa, atau tes glukosa darah

    dapat diperoleh untuk menentukan apakah pasien telah terdiagnosis

    diabetes.Pada pemeriksaan nervus kranialis akan didapatkan adanya parese darinervus fasialis yang menyebabkan bibir mencong, tidak dapat memejamkan

    mata dan rasa nyeri pada telinga. Hiperakusis dan augesia juga dapat ditemukan.

    Harus dibedakan antara lesi UMN dan LMN. Pada Bells palsy lesinya bersifat

    LMN

    2.7Differensial DiagnosisKondisi lain yang dapat menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis

    diantaranya tumor, infeksi herpes zoster pada ganglion genikulatum (Ramsay

    Hunt syndrom), penyakit Lyme, AIDS dan sarkoidosis) Guillain Barre syndrom,

    DiabetesMellitus.

  • 7/27/2019 Refrat Bells Palsy

    13/19

    13

    Tabel 2.1 Differensial diagnosis Bells Palsy

    2.8KomplikasiKira-kira 30% pasien Bells palsy yang sembuh dengan gejala sisa seperti

    fungsi motorik dan sensorik yang tidak sempurna, serta kelemahan saraf

    parasimpatik. Komplikasi yang paling banyak terjadi yaitu disgeusia atau

    ageusia, spasme nervus fasialis yang kronik dan kelemahan saraf parasimpatik

    yang menyebabkan kelenjar lakrimalis tidak berfungsi dengan baik sehingga

    terjadiinfeksipadakornea.

    2.9TerapiDasar dari pengobatan pada bells palsy adalah untuk menurunkan

    kemungkinan terjadinya kelumpuhan yang sifatnya permanen yang disebabkan

    oleh pembengkakan nervus fasialis di dalam kanal fasialis yang sempit. Terapi

    harus diberikan seawall mungkin karena proses denervasi terjadi dalam waktu 4

  • 7/27/2019 Refrat Bells Palsy

    14/19

    14

    hari pertam dan Terapi yang biasanya digunakan dalam penatalaksanaan bells

    palsy ialah:

    1. Antiviral agent.Penemuan genom virus disekitar nervus fasialis memungkinkan

    digunakannya agen-agen antivirus pada penatalaksanaan Bells palsy. Acyclovir

    (400 mg selama 10 hari) dapat digunakan dalam penatalaksanaan Bells palsy

    yang dikombinasikan dengan prednison atau dapat juga diberikan sebagai dosis

    tunggal untuk penderita yang tidak dapat mengkonsumsi prednisone.

    Penggunaan Acyclovir akan berguna jika diberikan pada 3 hari pertama dari

    onset penyakit untuk mencegah replikasi virus.

    2. KortikosteroidPemberian kortikosteroid masih tetap kontroversial. Berbagai laporan

    menyatakan bahwa kortikosteroid sangat efektif untuk paralisis bell, sementara

    itu laporan lainnya menyatakan bahwa kortikosteroid sama sekali tidak

    bermanfaat. Di antara kontroversi tadi ada yang mengambil sikap jalan tengahialah dengan memberi saran agar kortikosteroid tetap diberikan hanya saja

    cukup dalam waktu 4 hari pertama saja. Alasannya ialah bahwa dalam waktu 4

    hari pertama tadi masih mungkin terjadi proses kea rah paralisis total.

    Kortikosteroid dalam pengobatan bell palsy berperan sebagai anti inflamasi.

    Biasanya dapat digunakan prednisone dengan dosis 1mg/kgBB/hari sampai 60

    mg/ hari selama 7-10 hari

  • 7/27/2019 Refrat Bells Palsy

    15/19

    15

    Tabel 2.2 Terapi Medikamentosa Bells Palsy

    3. Obat MataMelindungi mata pada saat tidur dan pemberian tetes mata metilselulosa,

    memijat otot-otot yang lemah dan mencegah kendornya otot-otot di bagian

    bawah wajah merupakan kondisi yang dapat dikelola secara umum. Kornea

    harus dilindungi terutama pad waktu tidur karena dapat terjadi kekeringan.

    Apabila kornea kering maka akan mudah terjadi ulserasi dan infeksi yang

    akhirnya dapat mengalami kebutaan.

    4. OperasiFisioterapi (masase otot wajah, diatermi, faradisasi) dapat dikerjakan

    sedini mungkin. Disrankan agar dalam 7 hari pertama cukup diberi diatermi dan

    sesudahnya dikombinasi dengan faradisasi. Penderita juga perlu dilatih untuk

    dapat melakukan masase otot wajah di rumah.

  • 7/27/2019 Refrat Bells Palsy

    16/19

    16

    Peran operasi sebagai terapi untuk Bell's palsy adalah kontroversial. Jika

    pasien tidak sepenuhnya pulih, perawatan bedah dapat diindikasikan. Prosedur-

    prosedur kompleks dilakukan pada saraf dan otot wajah untuk mengurangi

    distorsi fitur wajah dan membantu mengembalikan fungsi (misalnya, penutupan

    mata).Tiga prosedur utama adalah perbaikan saraf saraf wajah dan korupsi,

    substitusi saraf, dan transposisi otot. Prosedur-prosedur ini tidak dapat

    sepenuhnya mengembalikan fungsi normal, tetapi mereka dapat secara

    signifikan meningkatkan fungsi wajah dan penampilan. perbaikan saraf wajah

    adalah prosedur yang paling efektif untuk mengembalikan fungsi wajah pada

    pasien yang telah mengalami kerusakan saraf dari kecelakaan atau selama

    operasi. Ini melibatkan perbaikan mikroskopis dari saraf yang telah dipotong.

    Sebuah graft saraf menggantikan yang telah dihapus.

    Saraf substitusi ditunjukkan ketika saraf tidak dapat diperbaiki dengan

    cara konvensional. Dalam prosedur ini, saraf kranial lain yang terlibat dalam

    gerakan wajah terhubung ke saraf yang rusak dan mengambil alih fungsinya

    Otot transposisi digunakan pada pasien yang telah mengalami kelumpuhanwajah setidaknya selama 2 tahun dan adalah kandidat tidak mungkin untuk

    perbaikan saraf atau substitusi. Prosedur ini melibatkan transfer otot dengan

    pasokan saraf aslinya (unit neuromuscular) ke daerah yang terkena. Otot otot

    temporalis atau masseter (dua otot di wajah yang tidak dikendalikan oleh saraf

    wajah) dipindahkan dan terhubung ke sudut mulut untuk memberikan gerakan

    pada bagian bawah wajah. Dalam transfer otot bebas, otot-otot dari kaki akan

    dipindah ke wajah untuk memberikan massal dan fungsi. Kelopak mata bawah,

    yang mungkin mulai terkulai dan putar luar (ectropion) bisa diperketat dengan

    operasi korektif. Berat dapat ditanamkan ke dalam kelopak mata untuk

    membantu kedipan mata.

    Operasi pengangkatan tulang dekat saraf, yang dikenal sebagai operasi

    dekompresi, dilakukan dalam kasus-kasus parah ketika saraf wajah serius

    memburuk. Pasien-pasien ini beresiko untuk kelumpuhan permanen dan

    memiliki prognosis buruk tanpa intervensi agresif. Penelitian telah menunjukkan

  • 7/27/2019 Refrat Bells Palsy

    17/19

    17

    bahwa prosedur ini efektif dalam meningkatkan hasil dalam kelompok memilih

    pasien. Agar efektif, operasi harus dilakukan dalam waktu 2 minggu setelah

    timbulnya gejala.

    2.10Prognosis

    Walaupun tanpa diberikan terapi, pasien Bells palsy cenderung memiliki

    prognosis yang baik . Dalam sebuah penelitian pada 1.011 penderita Bells

    palsy, 85% memperlihatkan tanda-tanda perbaikan pada minggu ketiga setelah

    onset penyakit. 15% kesembuhan terjadi pada 3-6 bulan kemudian. Sepertiga

    dari penderita Bells palsy dapat sembuh seperti sedia kala tanpa gejala sisa. 1/3

    lainnya dapat sembuh tetapi dengan elastisitas otot yang tidak berfungsi dengan

    baik. Penderita seperti ini tidak memiliki kelainan yang nyata.Penderita Bells

    palsy dapat sembuh total atau meninggalkan gejala sisa.Faktor resiko yang

    memperburuk prognosis Bells palsy adalah

    (1) Usia di atas 60 tahun

    (2) Paralisis komplit

    (3) Menurunnya fungsi pengecapan atau aliran saliva pada sisi yang lumpuh,

    (4) Nyeri pada bagian belakang telinga dan

    (5) Berkurangnya air mata.

    Pada penderita kelumpuhan nervus fasialis perifer tidak boleh dilupakan

    untuk mengadakan pemeriksaan neurologis dengan teliti untuk mencari gejala

    neurologis lain.Pada umumnya prognosis Bells palsy baik: sekitar 80-90 %

    penderita sembuh dalam waktu 6 minggu sampai tiga bulan tanpa ada kecacatan.

    Penderita yang berumur 60 tahun atau lebih, mempunyai peluang 40% sembuh

    total dan beresiko tinggi meninggalkan gejala sisa.

    Penderita yang berusia 30 tahun atau kurang, hanya punya perbedaan

    peluang 10-15 persen antara sembuh total dengan meninggalkan gejala sisa. Jika

    tidak sembuh dalam waktu 4 bulan, maka penderita cenderung meninggalkan

    gejala sisa, yaitu sinkinesis, crocodile tears dan kadang spasme hemifasial.

    Penderita diabetes 30% lebih sering sembuh secara parsial dibanding penderita

    nondiabetik dan penderita DM lebih sering kambuh dibanding yang non DM.

  • 7/27/2019 Refrat Bells Palsy

    18/19

    18

    Hanya 23 % kasus Bells palsy yang mengenai kedua sisi wajah. Bells palsy

    kambuh pada 10-15 % penderita. Sekitar 30 % penderita yang kambuh

    ipsilateral menderita tumor N.VII atau tumor kelenjar parotis

    Antara 80-85 % penderita akan sembuh sempurna dalam waktu 3 bulan.

    Paralisis ringan atau sedang pada saat awitan merupakan tanda prognosis baik .

    denervasi otot wajah sesudah 2-3 minggu menunjukkan bahwa terjadi

    degenerasi aksonal dan hal demikian ini menunjukkan pemulihan yang lebih

    lama dan tidak sempurna. Pulihnya daya pengecapan lidah dalam waktu 14 hari

    pasca awitan biasanya berkaitan dengan pulihnya paralisis secara sempurna.

    Apabila lebih 14 hari, maka hal tersebut menunjukkan prognosis yang buruk.

  • 7/27/2019 Refrat Bells Palsy

    19/19

    19

    DAFTAR PUSTAKA

    Mardjono, Mahar. Prof.DR. 2008.Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat

    Yulius Djamil & Basjiruddin A. 2009.Kapita Selekta Neurologi. Paralisis Bell.

    Gadjah mada university press: Yogyakarta.

    [Best Evidence] Sullivan FM, Swan IR, Donnan PT, Morrison JM, Smith BH,

    McKinstry B. Early treatment with prednisolone or acyclovir in Bell's palsy. N

    Engl J Med. Oct 18 2007;357(16):1598-607. [Medline].

    Teixeira LJ, Soares BG, Vieira VP, Prado GF. Physical therapy for Bell s palsy

    (idiopathic facial paralysis). Cochrane Database Syst Rev. Jul 16

    2008;CD006283. [Medline].

    Gilden DH. Clinical practice. Bell's Palsy. N Engl J Med. Sep 23

    2004;351(13):1323-31. [Medline].

    Salinas RA, Alvarez G, Ferreira J. Corticosteroids for Bell's palsy (idiopathic

    facial paralysis). Cochrane Database Syst Rev. 2004;(4):CD001942. [Medline].

    Allen D, Dunn L. Aciclovir or valaciclovir for Bell's palsy (idiopathic facial

    paralysis). Cochrane Database Syst Rev. 2004;CD001869. [Medline].

    Grogan PM, Gronseth GS. Practice parameter: Steroids, acyclovir, and surgery

    for Bell's palsy (an evidence-based review): report of the Quality Standards

    Subcommittee of the American Academy of Neurology. Neurology. Apr 10

    2001;56(7):830-6. [Medline].

    Holland, N.J et al. Recent development in bells palsy. 2004.BMJ Medical

    Journal.