case bell's palsy

52
TINJAUAN PUSTAKA Anatomi Nervus Fasialis Untuk dapat menilai sebab-sebab paralisis wajah, perlu dimengerti anatomi dan fungsi saraf. Nervus kranialis ketujuh berasal dari batang otak, berjalan melalui tulang temporal, dan berakhir pada otot-otot wajah. Sedikitnya ada lima cabang utama. Selain mengurus persarafan otot wajah, Nervus kranialis ketujuh juga mengurus lakrimasi, salivasi, pengaturan impedansi dalam telinga tengah, sensasi nyeri, raba, suhu dan kecap. 1 Nervus fasialis merupakan nervus kranialis yang mengandung serabut motorik, somatosensorik serta serabut nervus intermedius. Nervus ini sering mengalami gangguan karena mempunyai perjalanan yang panjang dan berkelok-kelok, berada di dalam saluran tulang yang sempit dan kaku. 2 Saraf fasialis mempunyai 2 subdivisi , yaitu: 5,6 1. Saraf fasialis propius: yaitu saraf fasialis yang murni untuk mempersarafi otot-otot ekspresi wajah, otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di telinga tengah. 2. Saraf intermediet (pars intermedius wisberg), yaitu subdivisi saraf yang lebih tipis yang membawa saraf aferen otonom, eferen otonom, aferen somatis. 1

Upload: trie-indryani

Post on 29-Jun-2015

1.147 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

Page 1: case bell's palsy

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Nervus Fasialis

Untuk dapat menilai sebab-sebab paralisis wajah, perlu dimengerti anatomi dan fungsi

saraf. Nervus kranialis ketujuh berasal dari batang otak, berjalan melalui tulang temporal, dan

berakhir pada otot-otot wajah. Sedikitnya ada lima cabang utama. Selain mengurus persarafan

otot wajah, Nervus kranialis ketujuh juga mengurus lakrimasi, salivasi, pengaturan impedansi

dalam telinga tengah, sensasi nyeri, raba, suhu dan kecap.1

Nervus fasialis merupakan nervus kranialis yang mengandung serabut motorik,

somatosensorik serta serabut nervus intermedius. Nervus ini sering mengalami gangguan karena

mempunyai perjalanan yang panjang dan berkelok-kelok, berada di dalam saluran tulang yang

sempit dan kaku.2

Saraf fasialis mempunyai 2 subdivisi , yaitu:5,6

1. Saraf fasialis propius: yaitu saraf fasialis yang murni untuk mempersarafi otot-otot ekspresi

wajah, otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di telinga tengah.

2. Saraf intermediet (pars intermedius wisberg), yaitu subdivisi saraf yang lebih tipis yang

membawa saraf aferen otonom, eferen otonom, aferen somatis.

- Aferen otonom: mengantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga depan lidah. Sensasi

pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui saraf lingual ke korda timpani

dan kemudian ke ganglion genikulatum dan kemudian ke nukleus traktus solitarius.

- Eferen otonom (parasimpatik eferen): datang dari nukleus salivatorius superior. Terletak

di kaudal nukleus. Satu kelompok akson dari nukleus ini, berpisah dari saraf fasilalis pada

tingkat ganglion genikulatum dan diperjalanannya akan bercabang dua yaitu ke glandula

lakrimalis dan glandula mukosa nasal. Kelompok akson lain akan berjalan terus ke kaudal

dan menyertai korda timpani serta saraf lingualis ke ganglion submandibularis. Dari sana,

impuls berjalan ke glandula sublingualis dan submandibularis, dimana impuls

merangsang salivasi.

1

Page 2: case bell's palsy

- Aferen somatik: rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari sebagian

daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh saraf trigeminus. Daerah overlapping (disarafi

oleh lebih dari satu saraf atau tumpang tindih) ini terdapat di lidah, palatum, meatus

akustikus eksterna, dan bagian luar membran timpani.

Inti motorik saraf VII terletak di pons. Serabutnya mengitari saraf VI, dan keluar di

bagian lateral pons. Saraf intermedius keluar di permukaan lateral pons di antara saraf VII dan

saraf VIII. Ketiga saraf ini bersama-sama memasuki meatus akustikus internus. Di dalam meatus

ini, saraf fasialis dan intermediet berpisah dari saraf VIII dan terus ke lateral dalam kanalis

fasialis, kemudian ke atas ke tingkat ganglion genikulatum. Pada ujung akhir kanalis , saraf

fasialis meninggalkan kranium melalui foramen stilomastoideus. Dari titik ini, serat motorik

menyebar di atas wajah. Dalam melakukan penyebaran itu, beberapa melubangi glandula

parotis.5

Gambar 1.Saraf Fasialis

Sewaktu meninggalkan pons, saraf fasialis beserta saraf intermedius dan saraf VIII masuk

ke dalam tulang temporal melalui porus akustikus internus. Dalam perjalanan di dalam tulang

temporal, saraf VII dibagi dalam 3 segmen, yaitu segmen labirin, segman timpani dan segmen

mastoid.1

2

Page 3: case bell's palsy

Segmen labirin terletak antara akhir kanal akustik internus dan ganglion genikulatum .

panjang segmen ini 2-4 milimeter.1

Segmen timpani (segmen vertikal), terletak di antara bagian distal ganglion genikulatum

dan berjalan ke arah posterior telinga tengah , kemudian naik ke arah tingkap lonjong (venestra

ovalis) dan stapes, lalu turun kemudian terletak sejajar dengan kanal semisirkularis horizontal.

Panjang segmen ini kira-kira 12 milimeter.1

Segmen mastoid ( segmen vertikal) mulai dari dinding medial dan superior kavum

timpani. Perubahan posisi dari segman timpani menjadi segmen mastoid, disebut segman

piramidal atau genu eksterna. Bagian ini merupakan bagian paling posterior dari saraf VII,

sehingga mudah terkena trauma pada saat operasi. Selanjutnya segmen ini berjalan ke arah

kaudal menuju segmen stilomaoid . panjang segmen ini 15-20 milimeter.1

3

Page 4: case bell's palsy

Nukleus fasialis juga menerima impuls dari talamus yang mengarahkan yang

mengarahkan gerakan ekspresi emosional pada otot-otot wajah. Juga ada hubungan dengan

gangglion basalis. Jika bagian ini atau bagian lain dari sistem piramidal menderita penyakit

penyakit, mungkin terdapat penurunan atau hilangnya ekspresi wajah (hipomimia atau amimi).

Definisi

Istilah Bell’s palsy telah digunakan untuk menjelaskan paralisis pada wajah dengan onset

yang akut dan terjadi secara cepat, dimana etiologinya belum diketahui secara pasti. Bell's Palsy

(BP) ialah suatu kelumpuhan akut n. fasialis perifer yang tidak diketahui sebabnya. Sir Charles

Bell (1821) seorang ahli bedah dari Skotlandia adalah orang yang pertama meneliti beberapa

penderita dengan wajah asimetrik, sejak itu semua kelumpuhan n. fasialis perifer yang tidak

diketahui sebabnya disebut Bell's palsy3. Pengamatan klinik, pemeriksaan neurologik,

laboratorium dan patologi anatomi menunjukkan bahwa BP bukan penyakit tersendiri tetapi

berhubungan erat dengan banyak faktor dan sering merupakan gejala penyakit lain. Penyakit ini

lebih sering ditemukan pada usia dewasa, jarang pada anak di bawah umur 2 tahun.Biasanya

didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas yang erat hubungannya dengan cuaca dingin4.

Diagnosis BP dapat ditegakkan dengan adanya kelumpuhan n. fasialis perifer diikuti

pemeriksaan untuk menyingkirkan penyebab lain kelumpuhan n. fasialis perifer3.

Epidemiologi

Prevalensi BP di beberapa negara cukup tinggi. Di Inggris dan Amerika berturut-turut

22,4 dan 22,8 penderita per 100,000 penduduk per tahun. Di Belanda (1987) 1 penderita per

5000 orang dewasa & 1 penderita per 20,000 anak per tahun. BP pada orang dewasa lebih

banyak dijumpai pada pria, sedangkan pada anak tidak terdapat perbedaan yang menyolok antara

kedua jenis kelamin.

Etiologi 4

Page 5: case bell's palsy

Penyebab kelumpuhan saraf fasialis bisa disebabkan oleh kelainan kongenital, infeksi,

tumor, trauma, gangguan pembuluh darah, idiopatik, dan penyakit-penyakit tertentu.1,3

1.   Kongenital

Kelumpuhan yang didapat sejak lahir ( kongenital ) bersifat irreversible dan terdapat

bersamaan dengan anomaly pada telinga dan tulang pendengaran.1 Pada kelumpuhan

saraf fasialis bilateral dapat terjadi karena adanya gangguan perkembangan saraf fasialis

dan seringkali bersamaan dengan kelemahan  okular (sindrom Moibeus).3

2. Infeksi

Proses infeksi di intracranial atau infeksi telinga tengah dapat menyebabkan kelumpuhan

saraf fasialis. Infeksi intracranial yang menyebabkan kelumpuhan ini seperti pada

Sindrom Ramsay-Hunt, Herpes otikus. Infeksi Telinga tengah yang dapat menimbulkan

kelumpuhan saraf fasialis adalah otitis media supuratif kronik ( OMSK ) yang telah

merusak Kanal Fallopi.1

3. Tumor

Tumor yang bermetastasis ke tulang temporal   merupakan penyebab yang paling sering

ditemukan. Biasanya berasal dari tumor payudara, paru-paru, dan prostat. Juga dilaporkan

bahwa penyebaran langsung dari tumor regional dan sel schwann, kista dan tumor ganas

maupun jinak dari kelenjar parotis bisa menginvasi cabang akhir dari saraf fasialis yang

berdampak sebagai bermacam-macam tingkat kelumpuhan. Pada kasus yang sangat

jarang, karena pelebaran aneurisma arteri karotis dapat mengganggu fungsi motorik saraf

fasialis secara ipsilateral.2

4. Trauma

Kelumpuhan saraf fasialis bisa terjadi karena trauma kepala, terutama jika terjadi fraktur

basis cranii, khususnya bila terjadi fraktur longitudinal. Selain itu luka tusuk, luka tembak

serta penekanan forsep saat lahir juga bisa menjadi penyebab. Saraf fasialis pun dapat

5

Page 6: case bell's palsy

cedera pada operasi mastoid, operasi neuroma akustik/neuralgia  trigeminal dan operasi

kelenjar parotis.2

5. Gangguan Pembuluh Darah

Gangguan pembuluh darah yang dapat menyebabkan kelumpuhan saraf fasialis

diantaranya thrombosis arteri karotis, arteri maksilaris dan arteri serebri media.1

6. Idiopatik ( Bell’s Palsy )

Parese Bell merupakan lesi nervus fasialis yang tidak diketahui penyebabnya atau tidak

menyertai penyakit lain. Pada parese Bell terjadi edema fasialis. Karena terjepit di dalam

foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan tipe LMN yang disebut sebagai

Bell’s Palsy.3

7.  Penyakit-penyakit tertentu

Kelumpuhan fasialis perifer dapat terjadi pada penyakit-penyakit tertentu, misalnya DM,

hepertensi berat, anestesi lokal pada pencabutan gigi, infeksi telinga tengah, sindrom

Guillian Barre.

Bell’s palsy dapat terjadi pada pria atau wanita segala usia dan disebabkan oleh

kerusakan saraf fasialis yang disebabkan oleh radang, penekanan atau pembengkakan. Penyebab

kerusakan ini tidak diketahui dengan pasti, kendati demikian para ahli meyakini infeksi virus

Herpes Simpleks sebagai penyebabnya. Sehingga terjadi proses radang dan pembengkakan saraf.

Pada kasus yang ringan, kerusakan yang terjadi hanya pada selubung saraf saja sehingga proses

penyembuhannya lebih cepat, sedangkan pada kasus yang lebih berat dapat terjadi jeratan pada

kanalis falopia yang dapat menyebabkan kerusakan permanen serabut saraf.

Faktor-faktor yang diduga berperan menyebabkan BP antaralain : sesudah bepergian jauh

dengan kendaraan, tidur di tempat terbuka, tidur di lantai, hipertensi, stres, hiperkolesterolemi,

diabetes mellitus, penyakit vaskuler, gangguan imunologik dan faktor genetik.

Patofisiologi

6

Page 7: case bell's palsy

Bell’s Palsy merupakan lesi nervus fasialis yang terjadi secara akut,yang tidak diketahui

penyebabnya atau menyertai penyakit lain. Teori yang dianut saat ini yaitu teori vaskuler. Pada

Bell’s Palsy terjadi iskemi primer n. fasialis yang disebabkan oleh vasodilatasi pembuluh darah

yang terletak antara n. fasialis dan dinding kanalis fasialis. Sebab vasodilatasi ini bermacam-

macam, antara lain : infeksi virus, proses imunologik dll. Iskemi primer yang terjadi

menyebabkan gangguan mikrosirkulasi intraneural yang menimbulkan iskemi sekunder dengan

akibat gangguan fungsi n. fasialis. Terjepitnya n. fasialis di daerah foramen stilomastoideus dan

menimbulkan kelumpuhan tipe LMN yang disebut sebagai Bell’s Palsy.3Perubahan patologik

yang ditemukan pada n. fasialis sbb. :

1)Tidak ditemukan perubahan patologik kecuali udem

2)Terdapat demielinisasi atau degenerasi mielin.

3)Terdapat degenerasi akson

4)Seluruh jaringan saraf dan jaringan penunjang rusak

Perubahan patologik ini bergantung kepada beratnya kompresi atau strangulasi terhadap n.

Fasialis.

7

Page 8: case bell's palsy

Gejala klinis

Manifestasi klinik Bell’s Palsy khas dengan memperhatikan riwayat penyakit dan gejala

kelumpuhan yang timbul mendadak. Perasaan nyeri, pegal, linu dan rasa tidak enak pada telinga

atau sekitamya sering merupakan gejala awal yang segera diikuti oleh gejala kelumpuhan otot

wajah berupa :

Dahi tidak dapat dikerutkan atau lipat dahi hanya terlihat pada sisi yang sehat.

Kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata pada sisi yang lumpuh (lagophthalmus).

Gerakan bola mata pada sisi yang lumpuh lambat, disertai bola mata berputar ke atas bila

memejamkan mata, fenomena ini disebut Bell's sign.

Sudut mulut tidak dapat diangkat, lipat nasolabialis mendatar pada sisi yang lumpuh dan

mencong ke sisi yang sehat.

Selain gejala-gejala diatas, dapat juga ditemukan gejala lain yang menyertai antara lain :

gangguan fungsi pengecap, hiperakusis dan gangguan lakrimasi.8

Page 9: case bell's palsy

Gejala dan tanda klinik yang berhubungan dengan lokasi lesi . (Lihat gambar 4) 3

1.   Lesi di luar foramen stilomastoideus

Mulut tertarik kearah sisi mulut yang sehat, makanan terkumpul di antara pipi dan gusi.

Lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak ditutup atau tidak

dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus.

2.   Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani)

Gejala dan tanda klinik seperti pada (1), ditambah dengan hilangnya ketajaman

pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang. Hilangnya

daya pengecapan pada lidah menunjukkan terlibatnya saraf intermedius, sekaligus

menunjukkan lesi di antara pons dan titik dimana korda timpani bergabung dengan saraf

fasialis di kanalis fasialis.

3.   Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus stapedius)

      Gejala dan tanda klinik seperti (1) dan (2) di tambah dengan hiperakusis.

4.   Lesi ditempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum)

Gejala dan tanda kilinik seperti pada (1),(2),(3) disertai dengan nyeri di belakang dan

didalam liang telinga, dan kegagalan lakrimal. Kasus seperti ini dapat terjadi pascaherpes

di membrana timpani dan konka. Sindrom Ramsay-Hunt adalah kelumpuhan fasialis

perifer yang berhubungan dengan herpes zoster di ganglion genikulatum. Tanda-tandanya

adalah herpes zoster otikus , dengan nyeri dan pembentukan vesikel dalam kanalis

auditorius dan dibelakang aurikel (saraf aurikularis posterior), terjadi tinitus, kegagalan

pendengaran, gangguan pengecapan, pengeluaran air mata dan salivasi.

5.   Lesi di meatus akustikus internus

9

Page 10: case bell's palsy

Gejala dan tanda klinik seperti diatas ditambah dengan tuli akibat terlibatnya nervus

akustikus.

6.   Lesi ditempat keluarnya saraf fasialis dari pons.

Gejala dan tanda klinik sama dengan diatas, disertai gejala dan tanda terlibatnya saraf

trigeminus, saraf akustikus dan kadang – kadang juga saraf abdusen, saraf aksesorius dan

saraf hipoglossus.

Diagnosis

Umumnya diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik adanya kelumpuhan n.

fasialis perifer diikuti pemeriksaan untuk menyingkirkan penyebab lain dad kelumpuhan n.

fasialis perifer.

Beberapa pemeriksaan penunjang yang penting untuk menentukan letak lesi dan derajat

kerusakan n. Fasialis.

10

Page 11: case bell's palsy

a. Anamnesis

Pasien biasa mengeluhkan : Perasaan nyeri, pegal, linu dan rasa tidak enak pada telinga

atau sekitamya sering merupakan gejala awal yang segera diikuti oleh gejala kelumpuhan

otot wajah yang terjadi secara mendadak.

b. Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan fungsi saraf motorik

Terdapat 10 otot-otot utama wajah yang bertanggung jawab untuk terciptanya mimic

dan ekspresi wajah seseorang. Adapun urutan ke-10 otot-otot tersebut dari sisi

superior adalah sebagai berikut :

a. M. Frontalis : diperiksa dengan cara mengangkat alis ke atas.

b. M. Sourcilier : diperiksa dengan cara mengerutkan alis

c. M. Piramidalis : diperiksa dengan cara mengangkat dan mengerutkan

hidung ke atas

d. M. Orbikularis Okuli : diperiksa dengan cara memejamkan kedua mata

kuat-kuat

e. M. Zigomatikus : diperiksa dengan cara tertawa lebar sambil

memperlihatkan gigi

f. M. Relever Komunis : diperiksa dengan cara memoncongkan mulut

kedepan sambil memperlihatkan gigi

g. M. Businator : diperiksa dengan cara menggembungkan kedua pipi

h. M. Orbikularis Oris : diperiksa dengan cara menyuruh penderita bersiul

i. M. Triangularis : diperiksa dengan cara menarik kedua sudut bibir ke

bawah

j. M. Mentalis : diperiksa dengan cara memoncongkan mulut yang

tertutup rapat ke depan

Pada tiap gerakan dari ke 10 otot tersebut, kita bandingkan antara kanan dan kiri :

a. Untuk gerakan yang normal dan simetris dinilai dengan angka tiga ( 3 )

b. Sedikit ada gerakan dinilai dengan angka satu ( 1 )

c. Diantaranya dinilai dengan angka dua ( 2 )

11

Page 12: case bell's palsy

d. Tidak ada gerakan sama sekali dinilai dengan angka nol ( 0 )

Seluruh otot ekspresi tiap sisi muka dalam keadaan normal akan mempunyai nilai tiga

puluh ( 30 ).1

2. Tonus

Pada keadaan istirahat tanpa kontraksi maka tonus otot menentukan terhadap

kesempurnaan mimic / ekspresi muka. Freyss menganggap penting akan fungsi tonus

sehingga mengadakan penilaian pada setiap tingkatan kelompok otot muka, bukan

pada setiap otot. Cawthorne mengemukakan bahwa tonus yang jelek memberikan

gambaran prognosis yang jelek. Penilaian tonus seluruhnya berjumlah lima belas (15)

yaitu seluruhnya terdapat lima tingkatan dikalikan tiga untuk setiap tingkatan. Apabila

terdapat hipotonus maka nilai tersebut dikurangi satu (-1) sampai minus dua (-2) pada

setiap tingkatan tergantung dari gradasinya.1

3. Gustometri

Sistem pengecapan pada 2/3 anterior lidah dipersarafi oleh n. Korda timpani,

salah satu cabang saraf fasialis.1 Kerusakan pada N VII sebelum percabangan korda

timpani dapat menyebabkan ageusi (hilangnya pengecapan).2

Pemeriksaan dilakukan dengan cara penderita disuruh menjulurkan lidah,

kemudian pemeriksa menaruh bubuk gula, kina, asam sitrat atau garam pada lidah

penderita. Hali ini dilakukan secara bergiliran dan diselingi istirahat. Bila bubuk

ditaruh, penderita tidak boleh menarik lidahnya ke dalam mulut, sebab bubuk akan

tersebar melalui ludah ke sisi lidah lainnya atau ke bagian belakang lidah yang

persarafannya diurus oleh saraf lain. Penderita disuruh untuk menyatakan pengecapan

yang dirasakannya dengan isyarat, misalnya 1 untuk rasa manis, 2 untuk rasa pahit, 3

untuk rasa asin, dan 4 untuk rasa asam.2

Pada pemeriksaan fungsi korda timpani adalah perbedaan ambang rangsang

antara kanan dan kiri. Freyss menetapkan bahwa beda 50% antara kedua sisi adalah

patologis.1

12

Page 13: case bell's palsy

4. Salivasi

Pemeriksaan uji salivasi dapat dilakukan dengan melakukan kanulasi kelenjar

submandibularis. Caranya dengan menyelipkan tabung polietilen no 50 kedalam

duktus Wharton. Sepotong kapas yang telah dicelupkan kedalam jus lemon

ditempatkan dalam mulut dan pemeriksa harus melihat aliran ludah pada kedua

tabung. Volume dapat dibandingkan dalam 1 menit. Berkurangnya aliran ludah

sebesar 25 % dianggap abnormal. Gangguan yang sama dapat terjadi pada jalur ini

dan juga pengecapan, karena keduanya ditransmisi oleh saraf korda timpani.4

5. Schimer Test atau Naso-Lacrymal Reflex

Dianggap sebagai pemeriksaan terbaik untuk pemeriksaan fungsi serabut-

serabut pada simpatis dari saraf fasialis yang disalurkan melalui saraf petrosus

superfisialis mayor setinggi ganglion genikulatum. Kerusakan pada atau di atas saraf

petrosus mayor dapat menyebabkan berkurangnya produksi air mata.4,5

Tes Schimer dilakukan untuk menilai fungsi lakrimasi dari mata. Cara

pemeriksaan dengan meletakkan kertas hisap atau lakmus lebar 0,5 cm panjang 5-10

cm pada dasar konjungtiva. Setelah tiga menit, panjang dari bagian strip yang menjadi

basah dibandingkan dengan sisi satunya. Freys menyatakan bahwa kalau ada beda

kanan dan kiri lebih atau sama dengan 50% dianggap patologis.

6. Refleks Stapedius

Untuk menilai reflex stapedius digunakan elektoakustik impedans meter, yaitu

dengan cara memberikan ransangan pada muskulus stapedius yang bertujuan untuk

mengetahui fungsi N. stapedius cabang N.VII.

7. Uji audiologik

13

Page 14: case bell's palsy

Setiap pasien yang menderita paralisis saraf fasialis perlu menjalani

pemeriksaan audiogram lengkap. Pengujian termasuk hantaran udara dan hantaran

tulang, timpanometri dan reflex stapes. Fungsi saraf cranial kedelapan dapat dinilai

dengan menggunakan uji respon auditorik yang dibangkitkan dari batang otak. Uji ini

bermanfaat dalam mendeteksi patologi kanalis akustikus internus. Suatu tuli konduktif

dapat memberikan kesan suatu kelainan dalam telinga tengah, dan dengan memandang

syaraf fasialis yang terpapar pada daerah ini, perlu dipertimbangkan suatu sumber

infeksi. Jika terjadi kelumpuhan saraf ketujuh pada waktu otitis media akut, maka

mungkin gangguan saraf pada telinga tengah. Pengujian reflek dapat dilakukan pada

telinga ipsilateral atau kontralateral dengan menggunakan suatu nada yang keras, yang

akan membangkitkan respon suatu gerakan reflek dari otot stapedius. Gerakan ini

mengubah tegangan membrane timpani dan menyebabkan perubahan impedansi rantai

osikular. Jika nada tersebut diperdengarkan pada belahan telinga yang normal, dan

reflek ini pada perangsangan kedua telinga mengesankan suatu kelainan pada bagian

aferen saraf kranialis.2

8. Sinkinesis

Sinkinesis menetukan suatu komplikasi dari kelumpuhan saraf fasialis yang

sering kita jumpai. Cara mengetahui ada tidaknya sinkinesis adalah sebagai berikut :1

a. Penderita diminta untuk memenjamkan mata kuat-kuat kemudian kita melihat

pergerakan otot-otot pada daerah sudut bibir atas. Kalau pergerakan normal pada

kedua sisi dinilai dengan angka dua (2). Kalau pergerakan pada sisi paresis lebih

(hiper) dibandingkan dengan sisi normal nilainya dikurangi satu (-1) atau dua (-2),

tergantung dari gradasinya.

b. Penderita diminta untuk tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi, kemudian kita

melihat pergerakan otot-otot pada sudut mata bawah. Penilaian seperti pada (a).

c. Sinkinesis juga dapat dilihat pada waktu penderita berbicara (gerakan emosi)

dengan memperhatikan pergerakan otot-otot sekitar mulut. Nilai satu (1) kalau

pergerakan normal. Nilai nol (0) kalau pergerakan tidak simetris.

14

Page 15: case bell's palsy

Pemeriksaan House-Brackmann

Gambaran dari disfungsi motorik fasial ini sangat luas dan karakteristik dari kelumpuhan ini sangat sulit. Beberapa sistem telah usulkan tetapi

semenjak pertengahan 1980 sistem House-Brackmann yang selalu atau sangat dianjurkan . pada klasifikasi ini grade 1 merupakan fungsi yang normal dan

grade 6 merupakan kelumpuhan yang komplit. Pertengahan grade ini sistem berbeda penyesuaian dari fungsi ini pada istirahat dan dengan kegiatan. Ini

diringkas dalam tabel:6

Grade Penjelasan Karakteristik

I Normal Fungsi fasial normal

II Disfungsi ringan Kelemahan yang sedikit yang terlihat pada inspeksi dekat,

bisa ada sedikit sinkinesis.

Pada istirahat simetri dan selaras.

Pergerakan dahi sedang sampai baik

Menutup mata dengan usaha yang minimal

Terdapat sedikit asimetris pada mulut jika melakukan

pergerakan

III Disfungsi sedang Terlihat tapi tidak tampak adanya perbedaan antara kedua

sisi

Adanya sinkinesis ringan

Dapat ditemukam spasme atau kontraktur hemifasial

Pada istirahat simetris dan selaras

Pergerakan dahi ringan sampai sedang

Menutup mata dengan usaha

Mulut sedikit lemah dengan pergerakan yang maksimum

15

Page 16: case bell's palsy

IV Disfungsi sedang

berat

Tampak kelemahan bagian wajah yang jelas dan asimetri

Kemampuan menggerakkan dahi tidak ada

Tidak dapat menutup mata dengan sempurna

Mulut tampak asimetris dan sulit digerakkan.

V Disfungsi berat Wajah tampak asimetris

Pergerakan wajah tidak ada dan sulit dinilai

Dahi tidak dapat digerakkan

Tidak dapat menutup mata

Mulut tidak simetris dan sulit digerakkan

VI Total parese Tidak ada pergerakkan

b. Pemeriksaan Penunjang

Salah satu pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui kelumpuhan

saraf fasialis adalah dengan uji fungsi saraf. Terdapat beberapa uji fungsi saraf yang tersedia

antara lain Elektromigrafi (EMG), Elektroneuronografi (ENOG).2

1. Elektromiografi (EMG)

EMG sering kali dilakukan oleh bagian neurologi. Pemeriksaan ini bermanfaat untuk

menentukan perjalanan respons reinervasi pasien. Pola EMG dapat diklasifikasikan

sebagai respon normal, pola denervasi, pola fibrilasi, atau suatu pola yang kacau

yang mengesankan suatu miopati atau neuropati. Namun, nilai suatu EMG sangat

16

Page 17: case bell's palsy

terbatas kurang dari 21 hari setelah paralisis akut. Sebelum 21 hari, jika wajah tidak

bergerak, EMG akan memperlihatkan potensial denervasi. Potensial fibrilasi

merupakan suatu tanda positif yang menunjukkan kepulihan sebagian serabut.

Potensial ini terlihat sebelum 21 hari.

2. Elektroneuronografi (ENOG)

ENOG memberi informasi lebih awal dibandingkan dengan EMG. ENOG melakukan

stimulasi pada satu titik dan pengukuran EMG pada satu titik yang lebih distal dari

saraf. Kecepatan hantaran saraf dapat diperhitungkan. Bila terdapat reduksi 90%

pada ENOG bila dibandingkan dengan sisi lainnya dalam sepuluh hari, maka

kemungkinan sembuh juga berkurang secara bermakna. Fisch Eselin melaporkan

bahwa suatu penurunan sebesar 25 persen berakibat penyembuhan tidak lengkap

pada 88 persen pasien mereka, sementara 77 persen pasien yang mampu

mempertahankan respons di atas angka tersebut mengalami penyembuhan normal

saraf fasialis.2

Tatalaksana

a) Glukokortikoid

Farmakologi dan penggunaan klinis

Glukokortikoid berperan dalam menghambat tiap fase dari respon inflamasi, obat-

obat ini juga memainkan peran penting dalam parahnya inflamasi dan kelainan “immune-

immediate” . Mekanisme pasti oleh keuntungan steroid digunakan tidak begitu jelas

ditemukan dalam banyak kondisi dimana steroid ini digambarkan. Pada berbagai

petunjuk dan indikasi menyatakan penggunaan steroid sebagai empiris. Penggunaan

steroid lebih diarahkan ke fase aku saat serangan, contohnya pada Cerebral Palsy, tapi

tidak berefek penuh pada pemulihan total.

17

Page 18: case bell's palsy

Respon inflamasi di mediasi oleh beberapa bahan-bahan intermediate dan tipe-tipe

sel. Efek anti inflamasi umum dari kortikosteroid antara lain adalah efek dari denyut

pembuluh darah, permiabilitas, dan penekanan dari produksi leukosit dan biosintesis

kolagen. Demopilus et al menerangkan buktti bawa peroksidasi lemak menginduksi

radikal-radikal oksigen bebas membenttuk basis molekul untuk degenerasi neuron

postraumatik dan steroid mengambat proses tersebut. Hall dan Braugter mengamati

secara luas dosis-dosis pre-penatalaksanaan metilprednisolon yang dibutuhkan untuk

memproduksi pengaruh anti-oksidan ini, dan pre-penatalaksanaan dengan dosis yang

lebih rendah tidak efektif.

Terapi steroid untuk inlamasi neouropati seperti neuritis optic idiopatik masih

menadi controversial. Sementara glukokortikoid nampak dalam penggunaanya untuk

mengurangi rasa sakit dan memperpendek periode dari kebutaan, ada sedikit bukti bahwa

steroid tersebut mempengaruhi level utama dari penyembuhan visual.

Sebagai tambahan dari keuntungan ani inflamasi glukokortikoid, glokokortikoid

steroid memfasilitasi aksi dari neuromuscular junction. Efek-efek yang saling

mempengaruhhi dari steroid ini dapat mengkontribusikan penyembuhan fungsi

neuromuskular pada kelainan seperti inflamasi polyradiculoneuropati (Guilan Barre

Syndrom), patologi yang disebabkan inflamasi, demyelinisasi segmental.

Penggunaan steoid pada tatalaksana Bell’s Palsy

Adour, Stankevitch, dan May telah menyediakan pandangan komprehensiv dalam

penggunaan terapi steroid pada Bell’s Palsy. Kebanyakan pembelajaran akhir-akhir ini

mengenai kegunaan steroid pada Belss Palsy didasarkan pada pasien yang diperlakukan

dengan control sebelumnya.

Berdasarkan penelitian ini, yang menggunakan dosis yang lebih besar dari steroid

dan dosis luas gllukokortikoid dengan dextrran dan pentoxiflin memberikan dampak rata-

rata perkembangan kesembuhan dari pasien yang mendapat tindakan walaupun

penatalaksanaan tersebut tidak menampakkan statistic yang signifikan pada sudi-studi

sebelumnya.

18

Page 19: case bell's palsy

Hasil evaluasi dari Stankewicz, steroid diberikan pada pasien Bells Palsy dengan

alasan stetroid dapat:

Mengurangi resiko denervasi jika diberikan secara dini

Mencegah atau mengurangi sinkinesis

Mencegah dari perkembangan inkompit menjadi komplit paralisis

Mencegah sinkinesis autonomic

Tujuan utama dari terapi glukokortikoid pada facial paralysis akut adalah

menginduksi kontrol anti inflamasi efektif. Regimen dosis glukokortikoid yang optimal

untuk penanganan inflamasi neuritis tergantung dari pemberian kortikosteroid saat proses

penyakit berlangsung. Seperti yang telah ditunjukkan pada respon EEMG, pemberian

glokokortikoid pada Bells Palsy dalam 5-10 hari. Lesi-lesi pada pada organ-organ lain

biasanya hilang 1 sampai 2 minggu, tampaknya pada inflamasi saraf facial (saraf VII)

pada virus ini dapat ditangani pada periode ini.

Strategi pemberian steroid pada Belss Palsy disarankan dengan oral prednisone

(1mg/kgBB/hari)dibagi menjadi 3 dosis tiap harinya selama 7-10 hari. Dosis harian harus

ditappering off setelah 10 hari. Secara teori regimen dosis ini memaksimalkan aktivitas

anti inflamasi sementara meminimalkan efek samping dan konsisten dengan anti

inflamasi yang efektif pada hipersensitiv akut, autoimun, dan kelainan inflamasi lainnya.

Efek samping

Efek samping biasanya manifestasi selama tatalaksana steroid jangka pendek

termasuk aksi hiperglikemik. Harus diwaspadai pemberian steroid pada pasien palsy

facial akut yang berhubungan dengan intoleransi glukosa. Efek samping akut lainnya

termasuk perubahan CNS seperti psychotic breaks, ketidakseimbangan cairan dan

elektrolit, dan iritasi gastrointestinal.

Efek glukokortikoid pada seluler dan komponen-komponen jaringan inflamasi

dapat mengurangi imunitas host terhadap bakteri, virus, dan infeksi jamur. Infeksi laten

dapat reaktivasi dan berkembang. Ditambah lagi pemberian steroid yang menekan system

imun bisa menutupi gejala adanya tanda klinik dari suatu peyakit infeksi.

19

Page 20: case bell's palsy

b) Terapi Antivirus

Kemoterapi antivirus menghadirkan cara yang lebih baru dalam menangani facial

palsy akut dari penyebab virus. Berdasarkan spectrum dari aktivitasnya, toksisitas yang

rendah, asiklovir (acycloguanosine), analog nukleosida purin sintetik, telah digunakan

untuk mencegah HS tipe I dan II, VZ, dan Epstein Barr virus dan cytomegalovirus.

Asiklovir mencegah DNA polymerase dan replikasi DNA virus dengan bentuk yang

dikonversi (difosforilasi) , itulah asiklovir bertindak sebagai analog nukleosida.

Dickens, Smith, dan Graham menyarankan pemberian asiklovir pada deficit

neurologic yang dihasilkan herpes zoster otikus adalah asiklovir intravena (10mg/kgBB

setiap 8 jam selama 7 hari). Pemberian antivirus secara dini ini telah dibuktikan oleh

Given mencegah degenerasi dari saraf yang dapat menyebab hilangnya pendengaran.

c) Dekompresi nervus

Pembedahan dekompresi dari saraf fasial untuk Bells Palsy pernah dilakukan

Balance dan Duel pada tahun 1932. Kemudian penggunaan stimulasi listrik nervus fasial

mulai ditinggalkan. Yang terpenting, segen vertical telah didekompresi, lalu dekompresi

dari seluruh segmen mastoid direkomendasi (prosedur yang dilakukan adalah termasuk

htimpani dan segmen mastoid), dan akhir-akhir ini segmen labirin termasuk foramen

meatal.

Menggunakan pendekatan transmastoid untuk dekompesi saraf, May menemukan

bahwa dekompresi meningkatkan penyembuhan pada pasien yang stimulasi nervusnya

telah berkurang 75%atau lebih. Bagaimanapun, prosedur ini tidak menampakkan bukti

signifikan antara yang mendapatkan operasi yang sembuh (87% dari 273pasien) dengan

pasien yang sembuh dengan sendirinya.

PROGNOSIS

Sangat bergantung kepada derajat kerusakan n. fasialis. Pada anak prognosis

umumnya baik oleh karena jarang terjadi denervasi total. Penyembuhan spontan terlihat

beberapa hari setelah onset penyakit dan pada anak 90% akan mengalami penyembuhan

tanpa gejala sisa. Jika dengan prednison dan fisioterapi selama 3 minggu belum mengalami

20

Page 21: case bell's palsy

penyembuhan, besar kemungkinan akan terjadi gejala sisa berupa kontraktur otot-otot

wajah, sinkinesis, tik fasialis dan sindrom air mata buaya

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. Y

Umur : 52 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Suku Bangsa : Minang

Alamat : Kuranji

21

Page 22: case bell's palsy

Tanggal pemeriksaan : 27 Januari 2011

ANAMNESIS

Seorang pasien perempuan berumur 52 tahun datang ke poli THT RS DR.M Djamil Padang

sejak tanggal 27 Januari 2011, dengan :

Keluhan Utama :

Mulut pencong ke sebelah kiri sejak 1 minggu yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang

- Mulut pencong ke sebelah kiri sejak 1 minggu yang lalu

- Awalnya pasien merasa wajahnya bergerak-gerak sendiri dan terasa tebal, lidah juga

terasa tebal, hingga ketika pasien bangun tidur pasien merasakan mulutnya tiba-tiba

pencong ke kiri.

- Pasien juga merasakan mata kiri tidak bisa tertutup sempurna dan sering terasa kering

- Telinga kanan terasa sakit dan mengalami penurunan pendengaran

- Pasien juga mengeluhkan air mengalir pada bibir sebelah kanan saat pasien minum

dan susah mengunyah makanan

- Pengecapan juga dirasakan berkurang sejak mulut pencong

- Riwayat keluar air dan nanah dari telinga tidak ada

- Riwayat demam sebelum mulut pencong tidak ada

- Riwayat flu dan bersin-bersin tidak ada

- Riwayat trauma pada kepala tidak ada

- Riwayat badan lemah sebelah tidak ada

22

Page 23: case bell's palsy

- Riwayat pusing berputar tidak ada

- Riwayat hipertensi ada sejak 1 tahun yang lalu kontrol tidak teratur

- Riwayat diabetes mellitus tidak ada

- Riwayat alergi tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama seperti pasien

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, dan Kebiasaan:

- Pasien seorang Ibu rumah tangga

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan Umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : CMC

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Frekuensi nadi : 85 x/menit

Frekuensi nafas : 19 x/menit

23

Page 24: case bell's palsy

Suhu : 36,8 º C

Pemeriksaan sistemik

Kepala : tidak ada kelainan

Mata : Konjungtiva : tidak anemis

Sklera : tidak ikterik

Toraks : tidak dilakukan

Jantung : tidak dilakukan

Abdomen : tidak dilakukan

Extremitas : tidak ada kelainan, edem (–)

STATUS LOKALIS THT

Telinga

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Daun Telinga Kel. Kongenital Tidak ada Tidak ada

Trauma Tidak ada Tidak ada

Radang Tidak ada Tidak ada

Kel. Metabolik Tidak ada Tidak ada

Nyeri tarik Tidak ada Tidak ada

24

Page 25: case bell's palsy

Nyeri tekan Tidak ada -

Dinding Liang

Telinga

Cukup lapang (N) Cukup lapang Cukup lapang

Sempit Tidak ada Tidak ada

Hiperemi Tidak ada Tidak ada

Edema Tidak ada Tidak ada

Massa Tidak ada Tidak ada

Sekret / Serumen

Bau Tidak ada Tidak ada

Warna Coklat Coklat

Jumlah Sedikit Sedikit

Jenis Serumen Serumen

Membran Timpani

Utuh

Warna Putih mengkilat Putih mengkilat

Refleks cahaya + +

Bulging Tidak ada Tidak ada

Retraksi Tidak ada Tidak ada

Atrofi Tidak ada Tidak ada

Perforasi

Jumlah perforasi Tidak ada Tidak ada

Jenis Tidak ada Tidak ada

Kwadran Tidak ada Tidak ada

Pinggir Tidak ada Tidak ada

Mastoid Tanda radang Tidak ada Tidak ada

Fistel Tidak ada Tidak ada

25

Page 26: case bell's palsy

Sikatrik Tidak ada Tidak ada

Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada

Tes Garpu tala

Rinne + +

Schwabach Sama dengan

pemeriksa

Sama dengan

pemeriksa

Weber Tidak ada lateralisasi

Kesimpulan Tidak ada gangguan pendengaran

Audiometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Hidung

Pemeriksaan Kelainan Dextra Sinistra

Hidung luar

Deformitas Tidak ada

Kelainan congenital Tidak ada

Trauma Tidak ada

Radang Tidak ada

Massa Tidak ada

Sinus Paranasal

Pemeriksaan Dextra Sinistra

Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada

Rinoskopi Anterior

26

Page 27: case bell's palsy

Vestibulum Vibrise + +

Radang Tidak ada Tidak ada

Kavum nasi Cukup lapang (N) Cukup lapang Cukup lapang

Sempit Tidak ada Tidak ada

Lapang Tidak ada Tidak ada

Sekret Lokasi vestibulum vestibulum

Jenis padat Padat

Jumlah minimal minimal

Bau Tidak ada Tidak ada

Konka inferior Ukuran Eutrofi Eutrofi

Warna Merah muda Merah muda

Permukaan Licin Licin

Edema Tidak ada Tidak ada

Konka media Ukuran Eutrofi Eutropi

Warna Merah muda Merah muda

Permukaan Licin Licin

Edema Tidak ada Tidak ada

Septum Cukup lurus/deviasi Cukup lurus Cukup lurus

Permukaan Tidak rata Tidak rata

Warna Merah muda Merah muda

Spina Tidak ada Tidak ada

Krista Tidak ada Tidak ada

Abses Tidak ada Tidak ada

Perforasi Tidak ada Tidak ada

Massa Lokasi Tidak ada Tidak ada

27

Page 28: case bell's palsy

Bentuk Tidak ada Tidak ada

Ukuran Tidak ada Tidak ada

Permukaan Tidak ada Tidak ada

Warna Tidak ada Tidak ada

Konsistensi Tidak ada Tidak ada

Mudah digoyang Tidak ada Tidak ada

Pengaruh

vasokonstriktor

Tidak ada Tidak ada

Rinoskopi Posterior

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Koana

Cukup lapang (N) Cukup lapang Cukup lapang

Sempit

Lapang

Mukosa

Warna Merah muda Merah muda

Edema Tidak ada Tidak ada

Jaringan granulasi Tidak ada Tidak ada

Konkha superior

Ukuran Tidak telihat Tidak telihat

Warna Tidak ada Tidak ada

Permukaan Tidak ada Tidak ada

Edema Tidak ada Tidak ada

Adenoid Ada/tidak Tidak ada

Muara tuba

eustachius

Tertutup secret Tidak ada Tidak ada

Edema mukosa Tidak ada Tidak ada

28

Page 29: case bell's palsy

Massa

Lokasi Tidak ada Tidak ada

Ukuran Tidak ada Tidak ada

Bentuk Tidak ada Tidak ada

Permukaan Tidak ada Tidak ada

Post Nasal Drip

Ada/tidak Tidak ada Tidak ada

Jenis Tidak ada Tidak ada

Orofaring dan Mulut

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Palatum mole +

Arkus faring

Simetris/tidak Simetris

Warna Merah muda

Edema Tidak ada

Bercak/eksudat Tidak ada

Dinding Faring Warna Merah muda

Permukaan Licin

Tonsil Ukuran T1 T1

Warna Merah muda Merah muda

Permukaan Rata Rata

Muara kripti Tidak Melebar Tidak Melebar

Detritus Tidak ada Tidak ada

Eksudat Tidak ada Tidak ada

Perlengketan

dengan pilar

Tidak ada Tidak ada

Peritonsil Warna Merah muda Merah muda

Edema Tidak ada Tidak ada

29

Page 30: case bell's palsy

Abses Tidak ada Tidak ada

Tumor Lokasi Tidak ada Tidak ada

Bentuk Tidak ada Tidak ada

Ukuran Tidak ada Tidak ada

Permukaan Tidak ada Tidak ada

Konsistensi Tidak ada Tidak ada

GigiKaries/radiks Tidak ada Tidak ada

Kesan Tidak ditemukan kelainan

Lidah

Warna Merah muda

Bentuk Normal

Deviasi Tidak ada

Massa Tidak ada

Laringoskopi Indirek

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Epiglottis

Bentuk Normal

Warna Merah muda

Edema Tidak ada

Pinggir rata/tidak Rata

Massa Tidak ada

Aritenoid Warna Merah muda

Edema Tidak ada

Massa Tidak ada

30

Page 31: case bell's palsy

Gerakan Simetris

Ventrikular Band

Warna Merah muda

Edema Tidak ada

Massa Tidak ada

Plika Vokalis

Warna Tidak ada

Gerakan Simetris

Pinggir medial Rata

Massa Tidak ada

Subglotis/tracheaMassa Sulit dinilai

Sekret ada/tidak Sulit dinilai

Sinus piriformis

Massa Tidak ada

Sekret Tidak ada

Valekule

Massa Tidak ada

Sekret (jenisnya) Tidak ada

Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher

Inspeksi : Lokasi : tidak terlihat adanya pembesaran KGB

Palpasi : Bentuk : tidak teraba adanya pembesaran KGB

PEMERIKSAAN NEUROOTOLOGI

Audiometri Nada Murni

31

Page 32: case bell's palsy

Kesan

AD: normal dengan ambang dengar 16,25 dB

AS: normal dengan ambang dengan 17,5 dB

Timpanometri

32

Page 33: case bell's palsy

33

Page 34: case bell's palsy

AD AS

Tipe AS AS

Ear Volume 0,92 mL 0,87 mL

Compliance 0,21 mL 0,16 mL

Tekanan -14 daPa -3 daPa

Reflek stapedius Menghilang Baik

Fungsi tuba Baik Baik

Kesan : reflek stapedius telinga kanan menghilang

Pemeriksaan Saraf Fasialis

Metode Freys

34

Page 35: case bell's palsy

Diagnosis

Lesi setinggi infra genikulatum

Dengan fungsi motorik yang baik : 52 %

Derajat House-Brackman

Derajat IV disfungsi sedang-berat

RESUME

(DASAR DIAGNOSIS)

Anamnesis :

- Mulut pencong ke sebelah kiri sejak 1 minggu yang lalu

- Awalnya merasa wajahnya bergerak-gerak sendiri dan menebal, lidah menebal, dan

saat bangun tidur tiba-tiba mulutnya pencong ke kiri.

- Mata kiri tidak bisa tertutup sempurna dan sering terasa kering

- Telinga kanan terasa sakit dan mengalami penurunan pendengaran

35

Page 36: case bell's palsy

- Air mengalir pada bibir sebelah kanan saat minum dan susah mengunyah makanan

- Pengecapan berkurang sejak mulut pencong

Pemeriksaan Fisik

Indeks House-brackman : derajat IV, disfungsi sedang-berat

Metode Freyss: parese nervus fasialis dekstra, lesi setinggi infra genikulatum

Diagnosis

Bell’s palsy dekstra

Pemeriksaan Anjuran

Terapi

- Prednisone 60 mg/hari tapering off

- Acyclovir 5x 400mg selama 7-10 hari

- Neurotropik 2x1

Terapi anjuran

Fisioterapi

Prognosis

Quo ad vitam : bonam

Quo ad sanam : bonam

Nasehat

- Istirahat yang cukup

36

Page 37: case bell's palsy

- Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makan makanan bergizi

DISKUSI

Seorang pasien perempuan usia 52 tahun datang ke poli THT RSUP Dr.M.Djamil

Padang pada tanggal 27 Januari 2011 dengan keluhan wajah pencong ke kiri sejak 1

minggu yang lalu. Diawali dengan rasa Awalnya merasa wajahnya bergerak-gerak sendiri

dan menebal, lidah menebal, dan saat bangun tidur tiba-tiba mulutnya pencong ke kiri.

Mata kiri tidak bisa tertutup sempurna dan sering terasa kering. Telinga kanan terasa sakit

dan mengalami penurunan pendengaran. Air mengalir pada bibir sebelah kanan saat

minum dan susah mengunyah makanan. Pengecapan berkurang sejak mulut pencong. Dari

pemeriksaan fisik ditemukan indeks House-Brackman derajat IV, disfungsi sedang-berat, 37

Page 38: case bell's palsy

Bell’s sign positif. Dari metode freyss didapatkan lesi nervus fasialis setinggi infra

genikulatum dan fungsi motorik yang baik sebanyak 52%. Dari timpanometri didapatkan

reflex stapedius menghilang pada telinga kanan. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik ini

pasien didiagnosis dengan Bell’s palsy dekstra, karena onsetnya yang akut dan penyebab

lain dari parese nervus fasialis tidak ditemukan. Pada pasien ini diberikan terapi Prednison

60 mg/hari dan acyclovir 5x400 mg selama 7-10 hari serta neurotropik 2x1. Prognosis pada

pasien ini bonam karena dari hasil penelitian kebanyakan Bell’s palsy dapat mengalami

perbaikan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Maisel R, Levine S. Gangguan Saraf Fasialis. Dalam Boies Buku Ajar Penyakit THT

edisi 6. Jakarta : EGC, 1997.

2. Sjarifuddin, Bashiruddin J, Bramantyo B. Kelumpuhan Nervus Fasialis Perifer. Dalam

Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. 6 th ed. Jakarta :

Balai Penerbit FK-UI, 2007: Hal. 114-117

38

Page 39: case bell's palsy

3. Bailey.J.Byron. Bell’s Pals. Dalam Head and Neck Surgery Otolarylongogy. IIIrd Edition, Volume Two. Chapter 144: Acute Paralysis of Facial Nerve. Philadelpia: Lippincot William & Wilkins.2001.

4. Jackler.K.Robert. The Acute Facial Palsies. Dalam Neurotology. USA: Mosby. 1994.5. Paparella.Michael. Facial Nerve Paralysis. Dalam Otolaryngology. Volume II, Third

Edition. USA: Saunders Company. 1991. 6. SM. Lumbantobing. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Balai

Penerbit FK-UI, 2006.7. Nara,Sukardi. Bell’s Palsy. Cermin Dunia Kedokteran. Diakses dari

www.kalbe.co.id/files/cdk/files/espalsy.pdf/espalsy.html. Pada tanggal 29 Januari 2011.8. John YS Kim. Facial Nerve Paralysis. Diakses dari

www.emedicine.com/plastic/topic522.htm. Januari 2011.

39