bab ii skenario 2 blok 8

46
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Sindrom Sjogren atau sering disebut autoimmune exocrinopathy adalah penyakit autoimun sistemik yang terutama mengenai kelenjar eksokrin dan biasanya memberikan gejala kekeringan persisten pada mulut dan mata akibat gangguan fungsional kelenjar saliva dan lakrimalis. Sindrom Sjogren di klasifikasikan sebagai Sindrom Sjogren Sekunder bila berkaitan dengan penyakit autoimun sistemik lain dan yang paling sering adalah Artritis Reumatoid, SLE dan Sklerosis Sistemik. Sindrom Sjogren Primer paling banyak ditemukan sedangkan Sindrom Sjogren Sekunder hanya 30% kejadiannya (Sumariyono, 2008). Etiologi Sindrom Sjogren sampai saat ini masih belum diketahui. Terdapat faktor genetik dan non genetik pada patogenesis Sindrom Sjogren. Gejala kliniknya tidak terbatas hanya pada gangguan sekresi kelenjar tetapi disertai juga dengan gejala sistemik atau ekstraglandular. Gejala awal biasanya ditandai dengan gejala mulut dan mata kering dan terkadang disertai pembesaran kelenjar parotis. Secara histopatologi kelenjar eksokrin penuh dengan infiltrasi

Upload: okywnd

Post on 21-Dec-2015

34 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

n

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Skenario 2 Blok 8

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Sindrom Sjogren atau sering disebut autoimmune exocrinopathy adalah

penyakit autoimun sistemik yang terutama mengenai kelenjar eksokrin dan

biasanya memberikan gejala kekeringan persisten pada mulut dan mata akibat

gangguan fungsional kelenjar saliva dan lakrimalis. Sindrom Sjogren di

klasifikasikan sebagai Sindrom Sjogren Sekunder bila berkaitan dengan penyakit

autoimun sistemik lain dan yang paling sering adalah Artritis Reumatoid, SLE dan

Sklerosis Sistemik. Sindrom Sjogren Primer paling banyak ditemukan sedangkan

Sindrom Sjogren Sekunder hanya 30% kejadiannya (Sumariyono, 2008).

Etiologi Sindrom Sjogren sampai saat ini masih belum diketahui.

Terdapat faktor genetik dan non genetik pada patogenesis Sindrom Sjogren.

Gejala kliniknya tidak terbatas hanya pada gangguan sekresi kelenjar tetapi

disertai juga dengan gejala sistemik atau ekstraglandular. Gejala awal biasanya

ditandai dengan gejala mulut dan mata kering dan terkadang disertai pembesaran

kelenjar parotis. Secara histopatologi kelenjar eksokrin penuh dengan infiltrasi

limfosit yang mengantikan epitel yang berfungsi untuk sekresi kelenjar

(exocrinopathy) (Yuliasih, 2006).

Diagnosa Sindrom Sjogren sebenarnya relatif mudah, tetapi untuk

Sindrom Sjogren Primer biasanya lebih sulit karena pasien menunjukkan 3 gejala

utama yaitu mata kering, mulut kering, dan keluhan muskuloskletal dan biasanya

pasien berobat ke spesialis yang berbeda-bada (Yuliasih, 2006).

Penatalaksanaan Sindrom Sjogren dengan pengelolahan disfungsi sekresi

kelenjar air mata dan saliva, pencegahan dan pengelolaan sekuele serta

pengelolaan manifestasi ektraglandular. Sampai saat ini masih belum ada satu

pengobatan yang ditujukan untuk semua manifestasi Sindrom Sjogren. Meskipun

Sindrom Sjogren bukan merupakan penyakit yang ganas tapi keluhan mata dan

mulut kering yang persisten dapat mengurangi kualitas hidup dan dalam

1

Page 2: BAB II Skenario 2 Blok 8

2

perkembangannya dapat menjadi limfoma yang dapat menyebabkan kematian

(Sumariyono, 2008).

1.2 Rumusan Masalah

Apakah terjadinya disfungsi kelenjar lakrimalis dan kelenjar saliva

menyebabkan sindrom sjorgen.

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui bahwa terjadinya disfungsi kelenjar lakrimalis dan

kelenjar saliva menyebabkan sindrom sjorgen.

1.4 Hipotesa

Terjadinya disfungsi kelenjar lakrimalis dan kelenjar saliva menyebabkan

sindrom sjorgen.

Page 3: BAB II Skenario 2 Blok 8

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelenjar Lakrimalis

Kelenjar lakrimal adalah suatu struktur glanduler yang terletak dekat dengan

mata yang berperan untuk menghasilkan air mata, yang membasahi bola mata.

(Sloane, 2003)

2.1.1 Anatomi Kelenjar Lakrimalis

A. Aparatus lakrimalis terdiri dari 2 bagian :

1. Kelenjar lakrimalis yang berhubungan dengan pembentukan

air mata (sistem sekresi lakrimal)

2. Saluran air mata yang diteruskan ke dalam hidung (sistem

ekskresilakrimal) (Sloane, 2003).

B. Bagian-bagian dari aparatus lakrimalis adalah:

Kelenjar lakrimalis terdapat pada fossa lakrimal, sisi

medial prosesus zigomatikum os frontal. Berbentuk oval, kurang lebih

bentuk dan besarnya menyerupai almond , dan terdiri dari dua bagian,

disebutkelenjar lakrimal superior (pars orbitalis) dan inferior

(pars palpebralis). Duktus kelenjar ini, berkisar 6-12, berjalan

pendek menyamping di bawah konjungtiva (Sloane, 2003).

Kelenjar lakrimalis utama terletak pada sudut superolateral rongga

mata. Ukurannya sebesar biji kenari, tubuloasinar dan serosa, dengan

sel mioepitel yang menyolok. Lobus kelenjar yang terpisah

mencurahkan isinya melalui 10-15 saluran keluar ke dalam bagian

lateral forniks superior konjungtiva.

Juga ditemukan banyak kelenjar lakrimal tambahan/assesoris dalam

lamina propria kelopak mata atas dan bawah. Kelenjar lakrialis

menghasikan air mata (Sloane, 2004) .

3

Page 4: BAB II Skenario 2 Blok 8

4

Air mata mengandung banyak air dan lisosim suatu zat anti bakteri.

Air mata berfungsi untuk memelihara agar epitel konjungtiva tetap

lembab, kedipan kelopak mata akan menyebabkan air mata tersebar di

atas kornea seperti wiper pada kaca mobil dan berguna untuk

mengeluarkan benda asing seperti partikel debu. Penguapan air mata

yang berlebihan dicegah oleh suatu lapisan/film mukus (dari sel goblet

konjungtiva tarsal) di atas film air dan minyak (dari kelenjar meibom)

(Sloane, 2003).

Air mata disapukan ke arah medial dan kelebihannya memasuki

pungta lakrimal (lacrimal puncta) yang terletak disetiap sudut medial

palpebra superior dan inferior. Dari sini air mata kemudian masuk ke

kanalikuli lakrimal (lacrimal canaliculi), dan akhirnya masuk sakus

lakrimal. Dinding kanalikuli lakrimal tersusun oleh epitel bertingkat

silindris bersilia. Sakus lakrimalis merupakan bagian superior duktus

nasolakrimalis yang melebar. Air mata kemudian masuk ke duktus

nasolakrimal yang juga dilapisi epitel bertingkat silindris bersilia. Dari

sini air mata kemudian dikeluarkan ke meatus inferior yang terletak di

dasar rongga hidung. Ini yang menyebabkan mengapa pada saat

menangis, hidung pun ikut menangis, karena rongga yang dilewati oleh

air mata adalah dasar ronggga hidung (Sloane, 2003).

Kelenjar aksesori ( kelenjar wolfring dan kelenjar Krause )

Kelenjar asesoris ini termasuk kelenjar Krause dan kelenjar Wolfring.

Kedua kelenjar ini terletak dalam dibawah substansi propria (Sloane,

2003) .

a. Pungtum lakrimalis

Ukuran punctum lakrimalis dengan diameter 0.3 mm terletak di

sebelah medial bagian superior dan inferior darikelopak mata. Punctum

relatif avaskular dari jaringan disekitarnyaselain itu warna pucat dari

punctum ini sangat membantu jikaditemukan adanya sumbatan.

Punctum lalkrimalis biasanya tidak terlihat kecuali jika kelopak bawah

mata dibalik sedikit. Jarak superior dan inferior punctum 0,5 mm,

sedangkan jarak masing-masing kecanthus medial kira-kira 6,5mm dan

Page 5: BAB II Skenario 2 Blok 8

5

6,0 mm. Air mata dari canthusmedial masuk ke punctum lalu masuk ke

canalis lakrimalis (Sloane, 2003) .

b. Kanalikuli lakrimalis

Lacrimal ducts (lacrimal canals), berawal pada orifisium yang

sangat kecil, bernama puncta lacrimalia, pada puncak  papilla

lacrimales, terlihat pada tepi ekstremitas lateral (Sloane, 2003) .

c. Lacrimal apparatus (apparatus lacrimalis)

Apparatus lakrimal terdiri dari (a) kelenjar lakrimal, yang

mensekresikan air mata, dan duktus ekskretorinya, yang menyalurkan

cairan ke permukaan mata; (b) duktus lakrimal, kantung (sac) lakrimal,

dan duktus nasolakrimal, yang menyalurkan cairan ke celah hidung

(Sloane, 2003).

d. Lacrimal gland (glandula lacrimalis)

Terdapat pada fossa lakrimal, sisi medial prosesus zigomatikum os

frontal. Berbentuk oval, kurang lebih bentuk dan besarnya menyerupai

almond, dan terdiri dari dua bagian, disebut kelenjar lakrimal superior

(pars orbitalis) dan inferior (pars palpebralis). Duktus kelenjar ini,

berkisar 6-12, berjalan pendek menyamping di bawah (Sloane, 2003).

e. Lacrimal ducts (lacrimal canals)

Berawal pada orifisium yang sangat kecil, bernama puncta

lacrimalia, pada puncak papilla lacrimales, terlihat pada tepi

ekstremitas lateral lacrimalis. Duktus superior, yang lebih kecil dan

lebih pendek, awalnya berjalan naik, dan kemudian berbelok dengan

sudut yang tajam, dan berjalan ke arah medial dan ke bawah menuju

lacrimal sac. Duktus inferior awalnya berjalan turun, dan kemudian

hamper horizontal menuju lacrimal sac. Pada sudutnya, duktus

mengalami dilatasi dan disebut ampulla. Pada setiap lacrimal papilla

serat otot tersusun melingkar dan membentuk sejenis sfingter (Sloane,

2003).

f. Lacrimal sac (saccus lacrimalis)

Ujung bagian atas yang dilatasi dari duktus nasolakrimal, dan

terletak dalam cekungan (groove) dalam yang dibentuk oleh tulang

Page 6: BAB II Skenario 2 Blok 8

6

lakrimal dan prosesus frontalis maksila. Bentuk lacrimal sac oval dan

ukuran panjangnya sekitar 12-15 mm; bagian ujung atasnya membulat;

bagian bawahnya berlanjut menjadi duktus nasolakrimal (Sloane,

2003).

g. Nasolacrimal duct (ductus nasolacrimalis; nasal duct)

Kanal membranosa, panjangnya sekitar 18 mm, yang memanjang

dari bagian bawah lacrimal sac menuju meatus inferior hidung, dimana

saluran ini berakhir dengan suatu orifisium, dengan katup yang tidak

sempurna, plica lacrimalis (Hasneri), dibentuk oleh lipatan membran

mukosa. Duktus nasolakrimal terdapat pada kanal osseous, yang

terbentuk dari maksila, tulang lakrimal, dan konka nasal inferior

(Sloane, 2003).

Gambar 1 : Glandula Lakrimalis

2.1.2 Fisiologi Kelenjar Lakrimalis

Lapisan air mata terdiri dari 3 lapisan (Maksum, 2009):

1. Lapisan Minyak. Lapisan ini berfungsi untuk melicinkan

permukaan mata dan mengurangi penguapan air mata. Lapisan

minyak merupakan lapisan terluar yang dihasilkan.

2. Lapisan Air. Lapisan air merupakan lapisan tengah yang dihasilkan

oleh sel-sel yang tersebar pada konjungtiva (selaput bening mata).

Lapisan ini berfungsi membersihkan mata dan mengeluarkan

benda-benda asing ataupun iritan yang masuk ke dalam mata.

Page 7: BAB II Skenario 2 Blok 8

7

3. Lapisan Lendir. Lapisan ini merupakan lapisan terdalam. Lapisan

ini membantu agar air mata tersebar rata pada permukaan mata dan

membantu agar mata tetap lembab.

2.1.3 Histologi Kelenjar Lakrimalis

Glandula Lakrimal ataupun kelenjar air mata Adalah kelenjar penghasil

air mata yang terletak di bagian anterior superior temporal dariorbita.

Kelenjar ini terdiri atas beberapa lobus kelenjar yang terpisah dengan6-

12duktus ekskretorius yang menghubungkan kelenjar dengan forniks

superior konjungtiva (forniks : sinus-sinus berlapis konjungtiva diantara

kelopak mata dan bola mata).

Kelenjar lakrimal merupakan kelenjar tubulo alveolar yang umumnya

memiliki lumen lebar dan terdiriatas sel berbentuk kolom berjenis serosa,

yang mirip dengan sel asinarparotis. Sel-sel ini memperlihatkan granul

sekresi yang terpulas pucat dansuatu lamina basal yang memisahkan sel dari

jaringan ikat sekitarnya.Sel mioepitel yang berkembang baik mengelilingi

bagian sekresikelenjar lakrimal. Sekret kelenjar mengalir ke bawah melalui

Page 8: BAB II Skenario 2 Blok 8

8

permukaankornea dan konjungtiva bulbi dan palpebra, yang membasahi

permukaanbagian-bagian ini. Secret mengalir kedalamkanalikuli lakrimalis

melaluipunktum lakrimal, yang merupakan lubang bulat berdiameter sekitar

0,5mm pada sisi medial tepian kelopak atas dan bawah.

Kanalikuli, yang berdiameter sekitar 1 mm dan panjang 8 mm,

bergabung membentuk kanalikulus communis tepat sebelum bermuara

kedalam sakus lakrimalis,dandilapisiepitel berlapis gepeng tebal.

Di vertikulum kanalikuluscommunis,yang merupakan bagian dari struktur

normal, seringkali rentan terhadap infeksi. Kelenjar lakrimal menyekresi

cairan yang kaya akan lisosom, yaitu suatu enzim yang menghidrolisis

dinding sel spesies bakteri tertentu, yang memudahkan penghancurannya.

2.1.4 Patofisiologi Kelenjar Lakrimalis

Awal terjadinya peradangan pada sakus lakrimalis adalah adanya

obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi duktus nasolakrimalis pada

anak-anak biasanya akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal,

sedangkan pada orang dewasa akibat adanya penekanan pada salurannya,

misal adanya polip hidung. Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat

menimbulkan penumpukan air mata, debris epitel, dan cairan mukus sakus

lakrimalis yang merupakan media pertumbuhan yang baik untuk

pertumbuhan bakteri.

2.2 Kelenjar Saliva

Saliva merupakan salah satu cairan di rongga mulut yang diproduksi dan

diekskresikan oleh kelejar saliva dan dialirkan ke dalam rongga mulut melalui

suatu saluran. Saliva terdiri dari 98% air dan selebihnya adalah elektrolit, mukus

dan enzim-enzim. Saliva diekskresi hingga 0,5-1,5 liter oleh tiga kelenjar liur

mayor dan minor yang berada di sekitar mulut dan tenggorokan untuk

memastikan kestabilan di sekitar rongga mulut.

Kelenjar saliva terdiri dari kelenjar saliva mayor dan kelenjar saliva minor.

Kelenjar saliva mayor terletak agak jauh dari rongga mulut dan sekretnya

disalurkan melalui duktus ke dalam rongga mulut. Kelenjar saliva mayor terdiri

Page 9: BAB II Skenario 2 Blok 8

9

dari kelenjar parotis yang terletak dibagian bawah telinga dibelakang ramus

mandibula, kelenjar submandibularis yang terletak dibagian bawah korpus

mandibula dan kelenjar sublingualis yang terletak dibawah lidah. Sedangkan,

kelenjar saliva minor terdiri dari kelenjar labial, kelenjar bukal, kelenjar

bladinuhn, kelenjar von ebner dan kelenjar weber (Reinsburg,1995).

2.2.1 Anatomi, Fisiologi dan Histologi Kelenjar Saliva

Kelenjar saliva merupakan suatu kelenjar eksokrin yang berperan

penting dalam mempertahankan kesehatan jaringan mulut. Kelenjar saliva

mensekresi dalam rongga mulut. Saliva terdiri dari cairan encer yang

mengandung enzim dan cairan kental yang mengandung mukus. Menurut

struktur anatomis dan letaknya, kelenjar saliva dapat dibagi dalam dua

kelompok besar yaitu kelenjar saliva mayor dan kelenjar minor. Kelenjar

saliva dan minor menghasilkan saliva yang berbeda-beda menurut rangsangan

yang diterima. Rangsanga tersebut berupa rangsangan mekanis (mastikasi),

kimiawi (manis, asam, asin dan pahit), neural, psikis (emosi dan stress), dan

rangsangan sakit. Besarnya sekresi saliva nomal yang dihasilkan oleh semua

kelenjar kira-kira 1-1,5 liter per hari (Reinsburg,1995).

Gambar 1 Anatomi Kelenjar Saliva

1. Kelenjar Saliva Mayor

Page 10: BAB II Skenario 2 Blok 8

10

Kelenjar saliva ini merupakan kelenjar saliva terbanyak dan ditemui

berpasang–pasangan yang terletak di ekstraoral dan memiliki duktus yang

sangat panjang. Kelenjar-kelenjar saliva mayor terletak agak jauh dari rongga

mulut dan sekretnya disalurkan melalui duktusnya kedalam rongga mulut.

Menurut struktur anatomi dan letaknya, kelenjar saliva mayor dapat dibagi

atas tiga tipe yaitu parotis, submandibularis dan sublingualis. Masing–masing

kelenjar mayor ini menghasilkan sekret yang berbeda–beda sesuai rangsangan

yang diterimanya. Saliva pada manusia terdiri atas sekresi kelenjar parotis

(25%),submandibularis (70%), dan sublingualis (5%).

a. Kelenjar Parotis

Anatomi:

a. Kelenjar ini merupakan kelenjar terbesar dibandingkan

kelenjar saliva lainnya.

b. Letak kelenjar berpasangan ini tepat di bagian bawah telinga

terletak antara prosessus mastoideus dan ramus mandibula.

Kelenjar ini meluas ke lengkung zygomatikum di depan

telinga dan mencapai dasar dari muskulus masseter.

c. Kelenjar parotis memiliki suatu duktus utama yang dikenal

dengan duktus Stensen. Duktusiniberjalanmenembus pipi dan

bermuara pada vestibulus oris pada lipatan antara mukosa pipi

dan gusidihadapkan molar dua atas.

d. Kelenjariniterbungkusolehsuatukapsul yang sangatfibrous dan

memilikibeberapabagiansepertiarteri temporal superfisialis,

vena retromandibular dan nervusfasialis yang menembus dan

melaluikelenjarini.

Histologi:

a. Kelenjar ini dibungkus oleh jaringan ikat padat dan

mengandung sejumlah besar enzim antara lain amylase,

lisozim, fosfatase asam, aldolase, dan kolinesterase.

b. Kelenjar parotis adalah kelenjar tubuloasinosa kompleks, yang

pada manusia adalah serosa murni. Kelenjar ini dikelilingi

oleh kapsula jaringan ikat yang tebal, dari sini ada septa

Page 11: BAB II Skenario 2 Blok 8

11

jaringan ikat termasuk kelenjar dan membagi kelenjar menjadi

lobulus yang kecil. Kelenjar parotis mempunyai sistem saluran

keluar yang rumit sekali dan hampir semua duktus

ontralobularis adalah duktus striata.

c. Saluran keluar yang utama yaitu duktus parotidikius steensen

terdiri dari epitel berlapis semu, bermuara kedalam vestibulum

rongga mulut berhadapan dengan gigi molar kedua atas.

Kelenjar parotis secara khas dipengaruhi oleh mumps yaitu

parotitis epidemika.

Fisiologi:

a. Kelenjar parotis menghasilkan suatu sekret yang kaya akan air

yaitu serous.

b. Saliva pada manusia terdiri atas 25% sekresi kelenjar parotis.

b. Kelenjar Submandibularis

Anatomi:

a. Kelenjar ini merupakan kelenjar yang berbentuk seperti kacang

dan memiliki kapsul dengan batas yang jelas.

b. Di dalam kelenjar ini terdapat arteri fasialis yang melekat erat

dengan kelenjar ini.

c. Kelenjar ini teletak di dasar mulut di bawah ramus mandibula

dan meluas ke sisi leher melalui bagian tepi bawah mandibula

dan terletak di permukaan muskulus mylohyoid.

d. Pada proses sekresi kelenjar ini memiliki duktus Whartonyang

bermuara di ujung lidah.

Histologi:

a. Kelenjar ini terdiri dari jaringan ikat yang padat.

b. Kelenjar submandibularis adalah kelenjar tubuloasino

sakompleks, yang pada manusia terutama pada kelenjar

campur dengan sel-sel serosa yang dominan, karena itu

disebut mukoserosa. Terdapat duktus interkalaris, tetapi

Page 12: BAB II Skenario 2 Blok 8

12

saluran ini pendek karena itu tidak banyak dalam sajian,

sebaliknya duktus striata berkembang baik dan panjang.

c. Saluran keluar utama yaitu duktus submandibularis wharton

bermuara pada ujung papila sublingualis pada dasar rongga

mulut dekat sekali dengan frenulum lidah, dibelakang gigi seri

bawah. Baik kapsula maupun jaringan ikat stroma berkembang

baik pada kelenjar submandibularis.

Fisiologi:

a. Kelenjar submandibularis menghasilkan 80% serous (cairan

ludah yang encer) dan 20% mukous (cairanludah yang padat).

b. Kelenjar submandibularis merupakan kelenjar yang

memproduksi air liurterbanyak.

c. Saliva pada manusia terdiri atas 70% sekresi kelenjar

submandibularis.

d. Kelenjar Sublingualis

Anatomi:

a. Kelenjar ini terletak antara dasar mulut dan muskulus

mylohyoid merupakan suatu kelenjar kecil diantara kelenjar–

kelenjar mayor lainnya.

b. Duktus utama yang membantu sekresi disebut duktus

Bhartolinyang terletak berdekatan dengan duktus mandibular

dan duktus Rivinus yang berjumlah 8-20 buah.

c. Kelenjar ini tidak memiliki kapsul yang dapat melindunginya.

Histologi:

Kelenjar sublingualis adalah kelenjar tubuloasinosa dan kelenjar

tubulosakompleks. Pada manusia kelenjar ini adalah kelenjar

campur meskipun terutama kelenjar mukosa karena itu disebut

seromukosa. Sel-sel serosa yang sedikit hampir seluruhnya ikut

membentuk demilune. Duktus interkalaris dan duktus striata

jaringan terlihat. Kapsula jaringan ikat tidak berkembang baik,

Page 13: BAB II Skenario 2 Blok 8

13

tetapi kelenjar ini lobular halus biasanya terdapat 10-12 saluran

luar yaitu duktus sublingualis, yang bermuara kesepanjang lipatan

mukosa yaitu plikasublingualis, masing-masing mempunyai muara

sendiri. Saluran keluar yang lebih besar yaitu duktus sublingualis

mayor bartholin bermuara pada karunkula sublingualis bersama-

sama dengan duktus wharton, kadang-kadang keduanya menjadi

satu.

Fisiologi:

Kelenjar sublingualis menghasilkan sekret yang mukous dan

konsistensinya kental. Saliva pada manusia terdiri atas 5% sekresi

kelenjar sublingualis.

2. Kelenjar Saliva Minor

Kebanyakan kelenjar saliva minor merupakan kelenjar kecil-kecil yang

terletak di dalam mukosa atau submukosa. Kelenjar minor hanya

menyumbangkan 5% dari pengeluaran ludah dalam 24 jam. Kelenjar-kelenjar

ini diberi nama berdasarkan lokasinya atau nama pakar yang menemukannya.

Kelenjar saliva minor dapat ditemui pada hampir seluruh epitel di bawah

rongga mulut. Kelenjar ini terdiri dari beberapa unit sekresi kecil dan

melewati duktus pendek yang berhubungan langsung dengan rongga mulut.

Selain kelenjar saliva minor tidak memiliki kapsul yang jelas seperti layaknya

kelenjar saliva mayor, kelenjar saliva minor secara keseluruhan

menghasilkan sekret yang mukous kecuali kelenjar lingual tipe Van Ebner.

Saliva yang dihasilkan mempunyai pH antara 6,0-7,4 sangat membantu di

dalam pencernaan ptyalin.

a. Kelenjar Glossopalatinal

Lokasi dari kelenjar ini berada dalam isthimus dari lipatan

glossopalatinal dan dapat meluas ke bagian posterior dari kelenjar

sublingual ke kelenjar yang ada di palatum molle.

Page 14: BAB II Skenario 2 Blok 8

14

b. Kelenjar Labial

Kelenjar ini terletak di submukosa bibir. Banyak ditemui pada

midline dan memiliki banyak duktus.

c. Kelenjar Bukal

Kelenjar ini terdapat pada mukosa pipi, kelenjar ini serupa dengan

kelenjar labial.

d. Kelenjar Palatinal

Kelenjar ini ditemui di sepetiga posterior palatal dan di palatum

molle. Kelenjar ini dapat dilihat secara visual dan dilindungi oleh

jaringan fibrous yang padat.

e. Kelenjar Lingual

Kelenjar ini dikelompokkan dalam beberapa tipe yaitu :

1. Kelenjar anterior lingual

Lokasi kelenjar ini tepat di ujung lidah.

2. Kelenjar lingual Van Ebner

Kelenjar ini dapat di temukan di papila sirkumvalata.

3. Kelenjar posterior lingual

Dapat ditemukan pada sepertiga posterior lidah yang berdekatan

dengan tonsil.

2.2.2 Patofisiologi Kelenjar Saliva

1. Mucocele

Lesi pada mukosa (jaringan lunak) mulut yang diakibatkan oleh

pecahnya saluran kelenjar liur dan keluarnya mucin ke jaringan lunak di

sekitarnya. Mucocele bukan kista, karena tidak dibatasi oleh sel epitel.

Mucocele dapat terjadi pada bagian mukosa bukal, anterior lidah, dan

dasar mulut. Mucocele terjadi karena pada saat  air liur kita dialirkan

dari kelenjar air liur ke dalam mulut melalui suatu saluran kecil yang

disebut duktus. Terkadang bisa terjadi ujung duktus tersumbat atau

karena trauma misalnya bibir sering tergigit secara tidak sengaja,

sehingga air liur menjadi tertahan tidak dapat mengalir keluar dan

menyebabkan pembengkakan (mucocele). Mucocele juga dapat terjadi

jika kelenjar ludah terluka. Manusia memiliki banyak kelenjar ludah

Page 15: BAB II Skenario 2 Blok 8

15

dalam mulut yang menghasilkan ludah. Ludah tesebut mengandung air,

3iopsy, dan enzim. Ludah dikeluarkan dari kelenjar ludah melalui

saluran kecil yang disebut duct (pembuluh).

A. Penatalaksanaan

Mucocele adalah lesi yang tidak berumur panjang, bervariasi dari

beberapa hari hingga beberapa minggu, dan dapat hilang dengan

sendirinya. Namun banyak juga lesi yang sifatnya kronik dan

membutuhkan pembedahan eksisi. Pada saat di eksisi, dokter gigi

sebaiknya mengangkat semua kelenjar liur minor yang berdekatan, dan

dilakukan pemeriksaan  mikroskopis untuk menegaskan Biopsy dan

menentukan apakah ada kemungkinan tumor kelenjar liur. Selain

dengan pembedahan, mucocele juga dapat diangkat dengan laser.

Beberapa dokter saat ini ada juga yang menggunakan menggunakan

injeksi Kortikosteroid sebelum melakukan pembedahan, ini terkadang

dapat mengempiskan pembengkakan. Jika berhasil, maka tidak perlu

dilakukan pembedahan. Penatalaksanaan mukokel biasanya dilakukan

dengan eksisimukokel dengan modifikasi teknik elips. yaitu setelah

pemberian anesthesi lokal dibuat dua insisi elips yang hanya menembus

mukosa, kemudian  lesi dipotong dengan teknik gunting lalu dilakukan

penjahitan

2. Ranula

Etiologi Dan Patogenesis

a. Ranula terbentuk sebagai akibat normal melalui duktus

ekskretorius major yang membesar atau terputus atau terjadinya

rupture dari saluran kelenjar terhalangnya aliran liur yang

sublingual (duktus Bartholin) atau kelenjar submandibuler (duktus

Wharton), sehingga melalui rupture ini air liur keluar menempati

jaringan disekitar saluran tersebut. Selain terhalangnya aliranliur,

ranula bisa juga terjadi karena trauma dan peradangan. Ranulamirip

dengan mukokel tetapi ukurannya lebih besar.

Page 16: BAB II Skenario 2 Blok 8

16

b. Bila letaknya didasar mulut, jenis ranula ini disebut

ranulaSuperfisialis. Bila kista menerobos dibawah otot

milohiodeusdan menimbulkan pembengkakan submandibular,

ranula jenisini disebut ranula Dissecting atau Plunging.

A. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan ranula biasanya dilakukan dengan

caramarsupialisasi ranula atau pembuatan jendela pada lesi.Biasanya

menggunakan anestesi blok lingual ditambah denganinfiltrasi regional.

Di sekitar tepi lesi ditempatkan rangkaianjahitan menyatukan mukosa

perifer dengan mukosa lesi danjaringan dasar lesi. Kemudian dilakukan

juga drainase denganpenekanan lesi. Setelah itu dilakukan eksisi pada

atap lesisesuai dengan batas penjahitan kemudian lesi ditutup dengan

tampon.

3. Sialadenitis

Sialadenitis biasanya terjadi setelah obstruksi hyposecretion atau

saluran tetapi dapat berkembang tanpa penyebab yang jelas. Terdapat tiga

kelenjar utama pada rongga mulut,diantaranya adalah kelenjar parotis,

submandibular, dan sublingual. Sialadenitis paling sering terjadi pada

kelenjar parotis dan biasanya terjadi pada pasien dengan umur 50-an sampai

60-an, pada pasien sakit kronis dengan xerostomia, pasien dengan sindrom

Sjögren, dan pada mereka yang melakukan terapi radiasi pada rongga mulut.

Remaja dan dewasa muda dengan anoreksia juga rentan terhadap gangguan

ini. Organisme yang merupakan penyebab paling umum pada penyakit ini

adalah Staphylococcus aureus; organisme lain meliputi Streptococcus, koli,

dan berbagai bakteri anaerob.

A. Penatalaksanaan

Perawatan awal harus mencakup hidrasi yang memadai,

kebersihan mulut baik, pijat berulang pada kelenjar, dan antibiotik

intravena. Evaluasi USG atau computed tomography (CT) akan 

Page 17: BAB II Skenario 2 Blok 8

17

menunjukkan apakah pembentukan abses telah terjadi. Sialography

merupakan kontraindikasi.Insisi dan drainase paling baik dilakukan

dengan mengangkat penutup parotidectomy standar dan kemudian

menggunakan hemostat untuk membuat beberapa bukaan ke dalam

kelenjar, tersebar di arah umum dari syaraf wajah. Sebuah saluran

kemudian ditempatkan di atas kelenjar dan luka tertutup. Dalam

beberapa kasus, dimungkinkan untuk melakukan aspirasi jarum yang

dipandu CT atau USG-pada abses parotis, yang dapat membantu

menghindari prosedur operasi terbuka. Hal ini juga untuk diingat bahwa

fluktuasi kelenjar parotis tidak terjadi sampai fase sangat terlambat

karena beberapa investasi fasia dalam kelenjar. Jadi, adalah mustahil

untuk menentukan adanya pembentukan abses awal berdasarkan

pemeriksaan fisik saja.

2.3 Syndrome Sjorgen

Sindrom Sjogren adalah sebuah kelainan autoimun di mana sel imun

menyerang dan menghancurkan kelenjar eksokrin yang memproduksiair mata dan

liur. Sindrom ini dinamakan dari seorang ahli penyakit mata Henrik Sjögren

(1899-1986) dari Swedia, yang pertama kali memaparkan penyakit ini. Sindrom

Sjögren selalu dihubungkan dengan kelainan rheumatik seperti arthritis

rheumatoid, dan terdapat faktor rheumatoid positifpada 90 persen dari jumlah

kasus(Scofield,2005)

2.3.1 Macam-macam Syndrome Sjorgen

Ada 2 macam Sjorgen’s syndrome:

1. Sjorgen’s syndrome primer

Merupakan penyakit auto immune sistemik dengan target kelenjar

eksokrin tanpa didahului oleh penyakit auto immune atau jaringan

lainnya.

2. Sjorgen’s syndrome sekunder

Merupakan Sjorgen’s syndrome yang disertai penyakit autoimune

yang lain.

Page 18: BAB II Skenario 2 Blok 8

18

Penyakit autoimmune sendiri adalah penyakit yang terjadi akibat

kegagalan sistem imun untuk mengenali dirinya sehingga timbul respons

imun terhadap tubuh sendiri (Rahmawati,2012)

1. Rheumathoid Arthritis

Rheumatoid Arthritis Kata arthritis berasal dari dua kata

Yunani. Pertama, arthron, yang berarti sendi. Kedua, itis yang

berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang sendi.

Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun

dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami

peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali

akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Gordon,

2002). Engram (1998) mengatakan bahwa, rheumatoid arthritis

adalah penyakit jaringan penyambung sistemik dan kronis

dikarakteristikkan oleh inflamasi dari membran sinovial dari sendi

diartroidial.

A. Klasifikasi Rheumatoid Arthritis

Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis

menjadi 4 tipe, yaitu:

1. Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus

terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus

berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam

waktu 6 minggu.

2. Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus

terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus

berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam

waktu 6 minggu.

3. Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus

terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus

berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam

waktu 6 minggu.

Page 19: BAB II Skenario 2 Blok 8

19

4. Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus

terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus

berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam

waktu 3 bulan.

B. Etiologi

Penyebab penyakit rheumatoid arthritis belum diketahui

secara pasti, namun faktor predisposisinya adalah mekanisme

imunitas (antigen-antibodi), faktor metabolik, dan infeksi virus

(Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008).

C. Patofisiologi

Pada rheumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang

dijelaskan sebelumnya) terutama terjadi dalam jaringan

sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam

sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga

terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya

pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang

rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah

menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu

gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan

mengalami perubahan degenerative dengan menghilangnya

elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot (Smeltzer & Bare,

2002). Lamanya rheumatoid arthritis berbeda pada setiap orang

ditandai dengan adanya masa serangan dan tidak adanya

serangan. Sementara ada orang yang sembuh dari serangan

pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Namun pada

sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai

dengan kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi

vaskulitis yang difus (Long, 1996).

D. Manifestasi Klinis

Gejala umum rheumatoid arthritis datang dan pergi,

tergantung pada tingkat peradangan jaringan. Ketika jaringan

tubuh meradang, penyakit ini aktif. Ketika jaringan berhenti

Page 20: BAB II Skenario 2 Blok 8

20

meradang, penyakit ini tidak aktif. Remisi dapat terjadi secara

spontan atau dengan pengobatan dan pada minggu-minggu

terakhir bisa bulan atau tahun. Selama remisi, gejala penyakit

hilang dan orang-orang pada umumnya merasa sehat ketika

penyakit ini aktif lagi (kambuh) ataupun gejala kembali

(Reeves, Roux & Lockhart, 2001).

Ketika penyakit ini aktif gejala dapat termasuk kelelahan,

kehilangan energi, kurangnya nafsu makan, demam kelas

rendah, nyeri otot dan sendi dan kekakuan. Otot dan kekauan

sendi biasanya paling sering di pagi hari. Disamping itu juga

manifestasi klinis rheumatoid arthritis sangat bervariasi dan

biasanya mencerminkan stadium serta beratnya penyakit. Rasa

nyeri, pembengkakan, panas, eritema dan gangguan fungsi

merupakan gambaran klinis yang klasik untuk rheumatoid

arthritis (Smeltzer & Bare, 2002). Gejala sistemik dari

rheumatoid arthritis adalah mudah capek, lemah, lesu,

takikardi, berat badan menurun, anemia (Long, 1996). Pola

karakteristik dari persendian yang terkena adalah : mulai pada

persendian kecil di tangan, pergelangan, dan kaki. Secara

progresif mengenai persendian, lutut, bahu, pinggul, siku,

pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan

temporomandibular. Awitan biasanya akut, bilateral dan

simetris. Persendian dapat teraba hangat, bengkak, kaku pada

pagi hari berlangsung selama lebih dari 30 menit.

E. Penatalaksanaan

Terapi di mulai dengan pendidikan pasien mengenai

penyakitnya dan penatalaksanaan yang akan dilakukan

sehingga terjalin hubungan baik antara pasien dan keluarganya

dengan dokter atau tim pengobatan yang merawatnya. Tanpa

hubungan yang baik akan sukar untuk dapat memelihara

ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam suatu jangka waktu

yang lama (Mansjoer, dkk. 2001). Penanganan medik

Page 21: BAB II Skenario 2 Blok 8

21

pemberian salsilat atau NSAID (Non Steriodal Anti-

Inflammatory Drug) dalam dosis terapeutik. Kalau diberikan

dalam dosis terapeutik yang penuh, obat-obat ini akan

memberikan efek anti inflamasi maupun analgesik. Namun

pasien perlu diberitahukan untuk menggunakan obat menurut

resep dokter agar kadar obat yang konsisten dalam darah bisa

dipertahankan sehingga keefektifan obat anti-inflamasi

tersebut dapat mencapai tingkat yang optimal (Smeltzer &

Bare, 2002).

Kecenderungan yang terdapat dalam penatalaksanaan

rheumatoid arthritis menuju pendekatan farmakologi yang

lebih agresif pada stadium penyakit yang lebih dini.

Kesempatan bagi pengendalian gejala dan perbaikan

penatalaksanaan penyakit terdapat dalam dua tahun pertama

awitan penyakit tersebut (Smeltzer & Bare, 2002). Menjaga

supaya rematik tidak terlalu mengganggu aktivitas sehari-hari,

sebaiknya digunakan air hangat bila mandi pada pagi hari.

Dengan air hangat pergerakan sendi menjadi lebih mudah

bergerak. Selain mengobati, kita juga bisa mencegah

datangnya penyakit ini, seperti: tidak melakukan olahraga

secara berlebihan, menjaga berat badan tetap stabil, menjaga

asupan makanan selalu seimbang sesuai dengan kebutuhan

tubuh, terutama banyak memakan ikan laut. Mengkonsumsi

suplemen bisa menjadi pilihan, terutama yang mengandung

Omega 3. Didalam omega 3 terdapat zat yang sangat efektif

untuk memelihara persendian agar tetap lentur.

2.3.2 Gejala Syndrome Sjorgen

Gejala pada Syndrom Sjogren meliputi:

1. Gejala pada bagian mata yaitu,

a. Adanya rasa kering pada mata selama 3 bulan lebih

b. Adanya rasa seperti mata kemasukan pasir atau kerikil

Page 22: BAB II Skenario 2 Blok 8

22

c. Penggunaan obat pengganti air mata lebih dari 3 kali

dalam 1 hari

2. Gejala pada bagian mulut yaitu,

a. Mulut terasa kering setiap hari selama 3 bulan lebih

b. Adanya pembengkakan pada air liur

c. Perlu minum terlebih dahulu sebelum menelan

makanan yang kering

Sampai saat ini masih belum di temukan terapi secara

spesifik untuk penyembuhan Syndrom Sjogren secara

sempurna. Pemberian terapi hanya bersifat simtomatik atau

mengurangi gejalanya serta bersifat suportif.

2.3.3 Diagnosis Syndrome Sjorgen

Penetapan diagnosis sindrom Sjogren cukup sulit dengan

gejala-gejala yang bervariasi. Kombinasi beberapa tes dapat

membantu untuk menetapkan sindrom Sjögren. (Scofield, 2005).

Tes darah dapat membantu untuk menentukan apakah pasien

memiliki tingkat antibodi tinggi yang dapat menandakan

penyakitnya, seperti antibodi anti-nuklear (ANA, Anti-nuclear

Antibody) dan faktor rheumatoid. Keduanya berkaitan dengan tanda

penyakit otoimun. Pola ANA pada sindrom Sjögren tipikal adalah

SSA/Ro dan SSB/La. SSB/La memiliki keunggulan yakni lebih

spesifik, sedangkan SSA/Ro dapat dihubungkan dengan penyakit

otoimun lainnya, namun sering menandakan sindrom Sjögren

(Franceschini dan Cavazzana I, 2005).

Tes Schirmer dapat mengukur produksi dari air mata, dengan

menggunakan sebuah lembar strip kertas penyaring yang

diletakkan pada bawah kelopak mata selama lima menit. Kemudian

dilakukan pengukuran jumlah pembasahaan kertas dengan

penggaris. Sebuah lampu pemeriksaan dapat digunakan untuk

Page 23: BAB II Skenario 2 Blok 8

23

menentukan tingkat kekeringan pada permukaan mata (Scofield,

2005).

Fungsi kelenjar liur dapat diuji dengan pengumpulan air liur

dan menentukan jumlah produksinya. Sebuah tindakan biopsi bibir

dapat menentukan apakah terdapat pengumpulan limfosit pada

kelenjar liur, dan merusak kelenjar-kelenjar karena reaksi radang

(Scofield, 2005).

Sebuah tindakan prosedur radiologis dapat digunakan untuk

mendiagnosis sindrom Sjogren. Kontras disuntikkan ke duktus

Stensen (misalnya, duktus parotis). Adanya genangan kontras pada

kelenjar dapat menandakan sindrom Sjogren (Scofield, 2005).

2.3.4 Penatalaksanaan Syndrome Sjorgen

Tatalaksana Sindrom Sjogren meliputi tatalaksana akibat

disfungsi sekresi kelenjer dimata dan mulut dan manifestasi

ektraglandular.Prinsipnya hanyalah simtomatis mengantikan fungsi

kelenjer eksokrin denganmemberikan lubrikasi (Sumariyono,

2008).

a. Mata

Pengobatan untuk mata meliputi penggunaan air mata

buatan bebas pengawet untuk siang hari dan salep mata untuk

malam hari.Lubrikasi pada mata kering dengan tetes mata

buatan membantu mengurangi gejala akibat sindrom mata

kering.Untuk mengurangi efek samping sumbatan drainase air

mata pengganti bisa diberikan lensa kontak, tetapi resiko

infeksi sangat besar.Tetes mata yang mengandung steroid

sebaiknya dihindarkan karena merangsang infeksi.

Bila gagal dengan terapi tersebut dapat diberikan

sekretagogum yaitu stimulat muskarinik reseptor.Ada dua jenis

sekretagogum yang beredar di pasaran yaitu golongan

pilokarpin dan cevimelin. Dosis pilokarpin 5 mg 4 kali sehari

Page 24: BAB II Skenario 2 Blok 8

24

selama 12 minggu sedangkan cevimelin 3 x 30 mg diberikan 3

kali sehari (Sumariyono, 2008).

b. Mulut

Pengobatan kelainan dimulut akibat Sindrom Sjogren

meliputi pengobatan dan pencegahan karies, mengurangi

gejala dimulut, memperbaiki fungsi mulut.Pengobatan

xerostomia sangat sulit sampai saat ini belum ada obat yang

dapat untuk mengatasinya.Pada umumnya terapi ditujukan

pada perawatan gigi, kebersihan mulut, merangsang kelenjer

liur, memberi sintetik air liur. Pada kasus ringan digunakan

sugar-free lozenges, cevimeline atau pilokarpin. Pengobatan

kandidiasis mulut pada kasus yang masih ada produksi saliva

dapat digunakan anti jamur sistemik seperti flukonazol, sedang

pada kasus yang tidak ada produksi saliva digunakan anti

jamur topical (Sumariyono, 2008).

c. Ektraglandular

OAINS digunakan bila ada gejala muskuloskeletal,

hidroksi klorokuin digunakan untuk atralgia, mialgia

hipergammaglobulin. Kortikosteroid sistemik 0,5-1

mg/kgBB/hari dan imunosupresan antara lain siklofosfamid

digunakan untuk mengontrol gejala ekstraglandular misalnya

difus intersisial lung disease, glomerulonefritis, vaskulitis

(Sumariyono, 2008).

2.4 Nyeri

Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan.

Sifatnya sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam

hal skala atau tingkatannya dan hanya oranag tersebutlah yang dapat menjelaskan

atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Hidayat, 2008).

Berikut ini merupakan pendapat ahli mengenai pengertian nyeri:

1. Mc. Coffery (1979) mendefinisikan nyeri sebgai suatu keadaan yang

mempengaruhi seseorang, yang keberadaan nyeri dapat diketahui hanya

jika orang tersebut pernah mengalaminya.

Page 25: BAB II Skenario 2 Blok 8

25

2. Wolf weifselfeurst (1974) mengatakan nyeri merupakan suatu perasaan

menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa menimbulkan

ketegangan.

3. Artur C. Curton (1983) mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu

mekanisme bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang rusak sehingga

individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri.

4. Secara umum, nyeri diartikan sebagai suatu keadaannya yang tidak

menyenangakan akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut

saraf dalam tubuh keotak diikuti oleh reaksi fisik, fisilogi, maupun

emosional.

a. Macam-macam Nyeri

MenurutHidayatpadatahun 2008, klasifikasi nyeri secara umum dibagi

menjadi dua yakni:

1) Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat

menghilang tidak melebihi enam bulan, serta ditandai adanya

peningkatan tegangan otot.

2) Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan,

biasanya berlangsung dalam waktu yang cukup lama yaitu lebih dari

enam bulan.

b. Mekanisme Nyeri

Perjalanan nyeri termasuk suatu rangkaian proses neurofisiologis

kompleks yang disebut sebagai nosiseptif (nociception) yang merefleksikan

4 proses komponen yang nyata yaitu transduksi, transmisi, modulasi dan

persepsi, dimana terjadinya stimuli yang kuat diperifer sampai dirasakannya

nyeri di susunan saraf pusat (cortex cerebri) (Murdoch, 2000).

1) Proses transduksi

Proses dimana stimulus noxious diubah ke impuls elektrikal pada ujung

nervus. Suatu stimuli kuat (noxion stimuli) seperti tekanan fisik kimia,

suhu dirubah menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-

Page 26: BAB II Skenario 2 Blok 8

26

ujung saraf perifer (nerve ending) atau organ-organ tubuh (reseptor

meisneri, merkel, corpusculum paccini, golgi mazoni). Kerusakan

jaringan karena trauma baik trauma pembedahan atau trauma lainnya

menyebabkan sintesa prostaglandin, dimana prostaglandin inilah yang

akan menyebabkan sensitisasi dari reseptor-reseptor nosiseptif dan

dikeluarkan zat-zat mediator nyeri seperti histamin, serotonin yang akan

menimbulkan sensasi nyeri. Keadaan ini dikenal sebagai sensitisasi

perifer (Murdoch, 2000).

2) Proses transmisi

Proses penyaluran impuls melalui saraf sensori sebagai lanjutan proses

transduksi melalui serabut A-delta dan serabut C dari perifer ke medulla

spinalis, dimana impuls tersebut mengalami modulasi sebelum

diteruskan ke thalamus oleh tractus spinothalamicus dan sebagian ke

traktus spinoretikularis. Traktus spinoretikularis terutama membawa

rangsangan dari organ-organ yang lebih dalam dan visceral serta

berhubungan dengan nyeri yang lebih difus dan melibatkan emosi.

Selain itu juga serabut-serabut saraf disini mempunyai sinaps

interneuron dengan saraf-saraf berdiameter besar dan bermielin.

Selanjutnya impuls disalurkan ke thalamus dan somatosensoris di

cortex cerebri dan dirasakan sebagai persepsi nyeri (Murdoch, 2000).

3) Proses modulasi

Proses perubahan transmisi nyeri terjadi disusunan saraf pusat (medulla

spinalis dan otak). Proses terjadinya interaksi antara sistem analgesik

endogen yang dihasilkan oleh tubuh kita dengan input nyeri yang

masuk ke kornu posterior medulla spinalis merupakan proses ascenden

yang dikontrol oleh otak. Analgesik endogen (enkefalin, endorphin,

serotonin, noradrenalin) dapat menekan impulsnyeri pada kornu

posterior medulla spinalis. Dimana kornu posterior sebagai pintu dapat

terbuka dan tertutup untuk menyalurkan impuls nyeri untuk analgesik

endogen tersebut. Inilah yang menyebabkan persepsi nyeri sangat

subjektif pada setiap orang (Murdoch, 2000).

Page 27: BAB II Skenario 2 Blok 8

27

4) Persepsi

Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dari proses tranduksi,

transmisi dan modulasi yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu

proses subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri, yang diperkirakan

terjadi pada thalamus dengan korteks sebagai diskriminasi dari sensorik

(Murdoch, 2000).

Page 28: BAB II Skenario 2 Blok 8

28

BAB III

CONCEPTUAL MAPPING

DILAMPIRKAN

28

Page 29: BAB II Skenario 2 Blok 8

29

BAB IV

PEMBAHASAN

DILAMPIRKAN

29

Page 30: BAB II Skenario 2 Blok 8

30

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Terjadinya disfungsi kelenjar saliva dan kelenjar lakrimalis dapat

menyebabkan terjadi sindrom sjorgen. Yang ditandai dengan gejalanya yaitu

mengeringnya kelenjar saliva, kelenjar lakrimalis, dan kelenjar eksokrn lain.

selain itu juga terdapat reumathoid arthritis.

5.2 Saran

Mahasiswa kedokteran gigi diharapkan dapat mengetahui macam , gejala,

dan diagnosis sindrom sjorgen dengan baik agar dapat melakukan

penatalaksanaan dengan baik terhadap pasien.

30