anemia

20
ANEMIA Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitung sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hemotokrit di bawah normal. Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan suatu pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis, anemia terjadi apabila terjadi kekuarangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Jenis jenis anemia 1. Anemia gizi Karena tidak tercukupinya asupan gizi untuk pembentukan sel darah. - Fe dalam Fe SO 4 , kekurangan unsur ini eritrosit diproduksi dalam jumlah biasa tapi kandungan hemoglobin rendah atau dalam bentuk kecil shg daya angkut O 2 rendah. - Vit B 12 / Cyanocobalamin, diperlukan untuk pematangan dan proliferasi eritrosit - Asam folat, kekurangan unsur ini menyebabkan eritrosit berbentuk besar dan rapuh sehingga eritrosit berumur pendek. 2. Anemia pernisiosa Usus tidak dapat menyerap Vit B 12 , eritrosit berbentuk besar dan rapuh. Vit B 12 diberikan dalam bentuk im / iv 3. Anemia aplastik Sumsum gagal membentuk sel darah merah. Bisa karena pengaruh zat kimia toxic (benzen, arsen ), teraphi : Cloramphenikol, Foto Rö, keganasan ( Ca ) 4. Anemia ginjal Kerusakan ginjal mekan produksi eritropoetin. 5. Anemia hemoragik Kehilangan seldarah yang bermakna karena perdarahan. 6. Anemia hemolitik Pecahnya sel darah dalam jumlah besar dan lebih cepat dari biasanya. Patofisiologis Mencerminkan adanya kegagalan sumsusm atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya.

Upload: syamsulrijal

Post on 30-Sep-2015

41 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

anemia

TRANSCRIPT

ANEMIA

ANEMIA

Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitung sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hemotokrit di bawah normal. Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan suatu pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis, anemia terjadi apabila terjadi kekuarangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke seluruh tubuh.

Jenis jenis anemia

1. Anemia gizi

Karena tidak tercukupinya asupan gizi untuk pembentukan sel darah.

Fe dalam Fe SO4, kekurangan unsur ini eritrosit diproduksi dalam jumlah biasa tapi kandungan hemoglobin rendah atau dalam bentuk kecil shg daya angkut O2 rendah.

Vit B12 / Cyanocobalamin, diperlukan untuk pematangan dan proliferasi eritrosit

Asam folat, kekurangan unsur ini menyebabkan eritrosit berbentuk besar dan rapuh sehingga eritrosit berumur pendek.

2. Anemia pernisiosa

Usus tidak dapat menyerap Vit B12, eritrosit berbentuk besar dan rapuh. Vit B12 diberikan dalam bentuk im / iv

3. Anemia aplastik

Sumsum gagal membentuk sel darah merah. Bisa karena pengaruh zat kimia toxic (benzen, arsen ), teraphi : Cloramphenikol, Foto R, keganasan ( Ca )

4. Anemia ginjal

Kerusakan ginjal me(kan produksi eritropoetin.

5. Anemia hemoragik

Kehilangan seldarah yang bermakna karena perdarahan.

6. Anemia hemolitik

Pecahnya sel darah dalam jumlah besar dan lebih cepat dari biasanya.

Patofisiologis

Mencerminkan adanya kegagalan sumsusm atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum (mis;berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi., pajanan toksik, invasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi). Pada kasus yang disebut terakhir, masalah dapat akibat defek darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal dan akibat beberapa factor diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah. Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil sampai proses ini, biliburin, yang terbentuk dalam fogosit, akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan kenaikan biliburin plasma. (konsentrasi normalnya 1mg/dl atau kurang; kadar di atas 1,5 mm/dl menyebabkan ikterik pada sclera). Apabila sel darah merah mengalami kehancuran dalam sirkulasi, seperti terjadi pada berbagai kelainan hemolitik, maka hemoglobin akan muncul dalam plasma ( protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semua (mis; apabila jumlahnya lebih dari sekitar 100 mm/dl), hemoglobin akan terdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria). Jadi ada atau tidak ada hemoglobinemia dan hemoglobinuria dapat memberikan informasi mengenai lokasi pengehancuran sel darah merah abnomal pada pasien dengan hemolisis dan dapat merupakan petunjuk untuk dapat mengetahui sifat hemolitik tersebut

Pertimbangan gerontology

Anemia sering terjadi pada manula dan merupakan kondisi hematologis paling sering yang mengenai manula, namun penelitian menunjukkan proses menua tidak menyebabkan perubahan dalam hematopeosis. Penyebabnya bisanya tidak diketahui. Anemia secara umum dianggap sebagai bagian proses patologis yang mnyebabkan kehilangan darah. Karena manula biasanya tidak mampu berspons terhadap anemia secara adekuat dengan meningkatknya curah jantung dan ventilasi pulmonary, maka anemia dapat mengakibatkan efek serius pad fungsi jantung-paru apabila tidak ditangani dengan baik. Jadi, penting mengidentifikasi penyebab anemia, dari pada menganggapnya sebagi proses penuan yang tidak dapat di cegah

Manifestasi klinis

Factor yang mempengaruhi berat dan adanya gejala :

(1) kecepatan terjadinya anemia,

(2) durasinya (mis; kronisitas),

(3) kebutuhan metabolisme pasien bersangkutan,

(4) adanya kelianan lain atau kecacatan,

(5) komplikasi tertentu atau keadaan penyerta kondisi yang menyebabkan

anemia.

Semakin berat gejalanya, pada orang yang normal penurunan hemoglobin, hitung darh merah, atau hematokrit tanpa gejala yang tampak atau ketidak mampuan yang jelas secara bertahap biasnay dapat ditoleransi sampai 50%, kehilangan cepat sebanyak 30% dapat menyebabkan kolaps vaskuler pada individu yang sama. Individu yang telah mengalami anemia selama waktu yang cukup lama, denag kadar hemoglobin antara 9 sampai 11 mm/dl, hanyamengalami sedikit gejala atau tidak ada sam sekali selain takikardi ringan saat latihan. Pasien yang biasanya aktif lebih berat mengalami gejala, dibanduing orang yang tenang. Pasien dengan hipotirodisme dengan kebutuhan oksigen yang rendah bisa tidak bergejala sam sekali, tanpat akikardi ataupenigkatan curah jantung, pada kadar pada kadar hemoglobin pada kadar 10 g/dl. Berbagai kelainna anemia akan berkomplikasi dengan berbagai abnormalitas yang buakan diakibatkan oleh anemia tetapi menyertai penyakit ini. Abnormalitas tersebut dapat menimbulkan gejala yang secara sempurna menutupi gejala anemia, seperti pada penderita anemia sel sabit yang mengalimi krisis nyeri.

Evaluasi diagnostic

Beberpa uji hematoligis dilakukan untuk menntukan penyebab anemia. Uji tersebut meliputi kadar hemoglobin dan hematokrit, indeks sel darah merah, penelitian sel darah putih, kadar besi serum, pengukuran kapasitas ikatan-besi. Kadar folat, vitamin B12, hitung trambosit, waktu perdarahan, waktu protrombin, dan waktu protromboplastinparsial. Aspirasi dan biopsy sumsum tulang dapat dilakukan. Selain itu, perlu dilakukan pemeriksaan diagnostic untuk menntukan adanya penyakit akut dan kronis serta sumber kehilangan darah kronis.

Penatalaksanaan medis

Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk penyebab dan mengganti darah yang hilang. Penatalaksanaan berbagi jenis anemia akan dibahas dalam diskusi pada halaman selanjutnya.

Komplikasi

Komplikasi umum anemia meliputi gagal jantung, parestesia, dan kejang. Pada setiap tingkat anemia, pasien dengan penyakit jantung cenderung lebih besar mengalami angina atau gejala gagal jantung kongestif dari pada seseorang yang tidak mempunyai penyakit jantung. Komplikasi sehubungan dengan jenis anemia tertentu disertakan bersama penjelasan yang terpisah.

Proses keperawatan Pasien anemia

Pengkakjian

Riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik akan memberikan data mengenai masalah dan keluhan pasien. Kelemahan, kelelahan, dan malaise umum sering terjadi, demikina juga kulit dan membran mukosa yang menjadi pucat. Ikterik terdapat pada pasien dengan anemia pertisiosa atau anemia hemolitika. Rambut dan kulit kering sering terjadi pada anemia defesiensibesi. Status jantung harus dikaji denga teliti. Apabila hemoglobin rendah, jantung akan berusaha mengkompensasi dengan memompa lkebih cepat dan lebih kuat sebagai usaha untuk mengangkat lebih banyak darah ke jaringan yang mengalami hipoksia. Peningkatan beban jantung tersebut mengakibatkan berbagai gejala seperti takikardi, palpitasi, dispnu, pusing,opturnu, dan dispnu saat latihan. Selanjutnya akan terjadi gagal jantung kongestif, yang ditandai dengan adanya pembesaran jantung (kardiomegali) dan pembesaran hati (hepatomegali) dan edema perifer. Pemeriksaan neurologis juga penting karena efek anemia pernisiosa pada system saraf pusat dan perifer. Ppasien dikaji mengenai adanya baal dan peristesea perifer, ataksia, gangguan koordinasi, dan kejang. Pengkajian fungsi gastrointestinal dapat mengungkap keluhan mual, muntah, diare ,anorreksia,dan glositis(peradangan lidah)riwayat kesehatan meliputi informasi mengenai setiap pengobatan yang di minum pasien yang mungkin menekan aktifitas sumsum tulang atau mempengaruhi metabolisme folat.riwayat akuratmengenai asupan alcohol,termasuk jumlahdan durasi harus di tanyakan. Pasien juga di tanya mengenai setiap kehilangan darah, seperti adanya darah dalam tinja, atau menstruasi yang berlebihan pada wanita. Riwayat keluarga juga penting karena beberapa jenis anemia bersifat herediter.kegemaran olahraga juga penting karena latihan dapat menurunkan eritroppoeis dan ketahan hidup sel darah merah pada beberapa olah ragawan.pengkajian nutrisi dapat menunjukan adanya kekurangan nutrisi esensial seperti besi,vitamin B12 dan asam folat.Anak dari tunawisma mempunyai resiko tinggi mengalami anemia akibat malnutrisi.

Diagnosa

Diagnosa keperawaatan.

Berdasarkan pada data pengkajian,diagnosa keperawatan utama mencakup;

1. Intolaransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan,kelemahan dan malaise umum.

2. Kekurangan nutris,kurang dari kebutuhan tubuh,berhubungan dengan kekurangan asupan nutrisi esensial.

Masalah kalaborasil

Komplikasi potensial

Berdasarkan pada pengkajian, komplikasi potensial yang mungkin terjadi mencakup;

Gagal jantung kogestif

Perestesia

Konfusi

Perencanaan dan inplementasi

Tujuan.tujuan utama meliputi tolenransi terhadapa aktivitas,pencapaian atau pemeliharaan nutrisi yang adekuat,dan tidak adanya komplikasi.

Intervensi keperawatan

Promosi istirahat dan aktivitas.pasien di dorong untuk menjaga kekuatan dan energi fisik dan emosional.di anjurkan istirahat yang sering,dan dukungan keluarga di perlukan untuk menjaga suasana istirahat.jadual teratur mengenai istirahat teratur wajib untuk mempertahankan kekuatan dan tolenransi terhadap aktivitas.di anjurkan untuk tetap bergerak dan aktif sejauh yang dapat di tolenransi.begitu anemia di tangani dan nilai-nilai darah kembali ke norma,pasien harus di dorong untuk kembali ke aktifitas normal secara bertahap.Aktifitas yang ternyata menyebabkan kelemahan harus di tunda sampai ketahanan telah pulih kembali.latihan penyesuaian dapat di gunakan untukmeningkatkan ketahanan.peringatan keamanan di terapkan untuk mencegah supaya jangan sampai jatuh akibat gangguan koordinasi,perestesia,dan kelemahan.

Menjaga nutrisi yang adekuat.kekurangan asupan nutrisi esensial,seperti besi dan asam folat,dapat mengakibatkan anemiatertentu. Gejala sehubungan dengan anemia, seperti kelemahan dan anoreksia, pada gilirannya juga akan mempengaruhi nutrisi. Diet yang seimbang dengan makanan tinggi protein, tinggi kalori, buah-buahan dan sayuran sangat dianjaurkan. Alcohol akan mempengaru penggunaan nutrisi esensial, jadi pasien dianjurkan dilarang atau membatasi konsumsi minuman beralkohol. Makanan yang berbumbu yang mengiritasi lambung dan makanan yang banyak menghasilkan gas harus dihindari. Sesi mengenai penyeluhan diet direncanakan diet harus dapat diterima baik oleh pasien maupun oleh keluarganya. Suplemen makanan (mis. Vitamin, besi, folat) bisa diresepkan.

Monitor dan penatalaksanaan komlikasi. Dengan adanya kekurangan oksihemoglobin yang berlangsung lama, jantung menjandi kurang mampu mnyuplai darah kejaringan yang mengalami hipoksia. Jantung kemudian mengalami pembesaran, curah jantung menurun, dan terjadi gagal jantung kongestif. Upaya keperawatan ditujukan kearah menurunkan aktivitas dan stimuli yang menyebabkan peningkatan frekuensi jantung dan peningkatan curah jantung. Pasien didorong untuk mengidentifikasi situasi yang menyebabkan palpitasi dan dispnu dan mnghindarinya sampai anemianya sembuh. Apabila dispnu menjadi masalah, upaya seperti meninggikan kepala atau menggunakan bantal pendukung perlu dilakuakan. Latihan yang tidak perlu harus dihindari. Mungkin perlu iberikan oksigen. Tanda vital harus sering dipantau dan pasien diobservasi mengenai adanya tanda retensi cairan (mis. Edema perifer,penurunan curah urin, dan distensi vena leher).

Pasien dipantau mengenai adanya parestesia (mis, memar yang tidak jelas penyebabnya atau luka baker [pada ekstermitas bawah), gangguang koordinasi, ataksia, dan kejang. Harus dilakukan upaya pengamanan untuk mencengah cedera.

Evaluasi

Hasil yang diharapkan1. mampu bertoleransi dengan aktivitas normal

a. mengikuti rencana progresif istirahat, aktivitas, dan latihan

b. mengatur irama aktivitas sesuai tingkat energi

2. mencapai/mempertahankan nutrisi yang adekuat

a. makan makanan tinggi protein, kalori dan vitamin

b. menghindari makanan yang menyebabkan iritasi lambung

c. mengembangkan rencana makanan yang memperbaiki nutrisi yang optimal

3. tidak mangalami komlikasi

a. menghindari aktivitas yang menyebabkan takikardi, palpasi, pusing, dan dispnu

b. mempergunakan upaya istirahat dan kenyamanan untuk mengurangi dispnu

c. mempunyai tanda vital normal

d. tidak mengalami tanda retensi caaairan (mis, edema perifer, curah urin berkurang, distensi vena leher)

e. berorientasi terhadap nama, waktu, tempat dan situasi

f. tetap bebas dari cedera

Klasifikasi AnemiaAnemia dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, pendekatan fisiologis akan mentukan defesiensi jumlah sel darah merah (anemia hipoproliferatifa) atau oleh destruksi sel darah merah (anemia hemolitika).

Pada anemia hipoproliferatifa, sel darah merah biasanya bertahan dalam jangka waktu yang normal, tetapi sumsum tulang tidak mampu jumlah sel yang adekuat, jadi jumlah retikulositnya menurun. Keadaan ini dapat disebabkan oleh kerusakan sumsum tulang akibat obat atau bahan kimia (mis. Clhoramphenicol, benzene) atau mungkin kekurangan hemopoetin (sweperti pada penyakit ginjal), besi, vitamin B12, atau asam folat.l

Apabila hemolisis (disolusi sel darah merah dengan pembebasan hemoglobin keplasma disekitarnya) merupakan penyebab utama, maka abnormalitas biasanya terdapat dalam sel darah merah itu sendiri (sedperti pada anemia sel sabit atau defesiensi G-6PD [glucose-6-phosphate dehidrogenase]). Dalam plasma (seperti pada anemia hemolisis katup jantung). Pada anemia hemolitika, angka retikolosit dan kadar bilirubin indirek meningkat, dan telah mampu menyebabkan ikterik klinik.

Anemia Hemolitika Pada anemia hemolitika, eritrosit memiliki rentang usia yang memendek. Sumsum tulang biasanya mampu menkompensasi sebagian dengan memproduksi sel darah merah baru tiga kali atau lebih dibandingkan kecepatan normal konsekuensinya semua anemia jenis ini mempunyai gambaran laboratoris yang sama, (1) jumlah retikolosit meningkat, (2) fraksi bilirubin indirek meningkat dan (3) haptoglobin (protein yang meningkat hemoglobin bebas) biasanya rendah. Sumsum tulang menjadi hiperseluler akibat proliferasi eritrosit.

Uji dignostik yasng pasti untuk hemolisis adalah pemeriksaan ketahanan sel darah merah. Uji ini biasanya hanya untuk dilakukan dengan masalah diagnostic yang sulit. Sekitar 20 sampai 30 ml darah pasien diambil, dieramkan dengan krom-51 radioaktif kemudian diinjeksikan kembali. Krom-51 akan melabel sel darah merah saja. Setelah sel ini bercampur dengan darah yang beredar, diambil satu sample kecil dengan interval sehari kemudian dan seminggu kemudian, dan diukur radioaktivitasnya. Ketahanan krom-51 normal adalah 28 sampai 35 hari. Sel darah merah pasien dengan hemolisis berat (seperti pada anemia sel sabit) mempunyai ketahan 10 hari atau kurang.

Anemia Hemolitika Turunan

Sferositosis Turunan

Sferositosis turunan merupakan suatu anemia hemolitika ditandai dengan sel darah merah kecil berbentuk sferis dan pembesaran limpa (splenomegali). Merupakan kelainan yang jarang, secara dominan. Kelainan ini biasanya terdiagnosa pada anak-anak, namun dapat terlewat sampai dewasa karena gejalanya sangat sedikit.penanganannya berupa pengambilan limpa secara bedah.

Anemia sel sabit

Anemia sel sabit adalah anemia hemolitika berat akibat adanya defek pada molekul hemoglobin dan disertai dengan serangan nyeri. Penyakit yang melemahkan ini ditemukan terutama Afrika mengenai 1 diantara 375 bayi Afrika amerika. Juga didapatkan pada penduduk mediterania, karibia, dan keturunan Amerika selatan dan tengah dan yang mempunyai nenek moyang Arab dan India Timur.

Patifisiologi. Defeknya adalah satu substitusi asam amino pada rantai beta hemoglobin. Karena hemoglobin A normal mengandung dua rantai alfa dan dua rantai beta, maka terdapat dua gen untuk sentesa tiap rantai.

Trait sel sabit. Orang dengan trait sel sabit hanya mendapat satu gen abnormal, sehingga sel darah merah mereka masih mampu mensintesa kedua rantai beta dan beta s, jadi mereka mempunyai hemoglobin A dan S. mereka tiadak menderita anemia dan tampak sehat. Sekitar 8 % dan 12% keturunan Afrika-Amerika mempunyai trait sel sabit.

Apabila dua orang dengan trait sel sabit menikah, beberapa anaknya akan membawa dua gen abnormal dan hanya mempunyai dua rantai beta S dan hanya hemoglobin S, anak ini menderita anemia sel sabit.

Manifestasi klinik. Hemoglobin sabit mempunyai sifat buruk karena mempunyai bentuk seperti kristal bila terpajan tekanan oksigen rendah. Oksigen dalam darah vena cukup rendah sehingga terjadilah perubahan ini, konsekoensinya sel yang mengandung hemoglobin S akan rusak, kaku dan berbentuk sabit ketika berada disirkulasi vena. Sel yang panjang dan kaku yang dapat terperangkap dalam pembuluh kecil, dan ketika mereka saling menempel satu sama lain, aliran darah kedaerah atau organ yang mengalami perlambatan. Apabila terjadiiskemia atau infark, pasien dapat mengalami nyeri, pembengkakan dan demam. Urutan kejadian tersebut menerangkan terjadnya krisis nyeri penyakit ini, namun apa yang mencetuskan urutan kejadian tersebut atau yang mencengahnya tidak di ketahui.

Gejala disebabkan oleh hemolisis dan trombosis. Sel darah merah sabit memiliki usia hidup yang pendek 15 sampai 25 hari, sel normal 120 hari. Pasien selalu anemis, dengan nilai hemoglobin antara 7 sampai 10 g/dl. Biasanya terdapat ikterik dan jelas terlihat pada skelera. Sumsum tulang membesar saat kanak-kanak sebagai usaha kompensasi, kadang menyebabkan pembesaran tulang wajah dan kepala. Anemia kronis sering disertai dengan takikardi, murmur jantung, dan pembesaran jantung (kardiomegali). Disritmia dan gagal jantung dapat terjadi pada [pasien dewasa.

Setiap jaringan dan organ rentan terhadap gangguan mikrosirkulai akibat proses penyabitan, sehinggapek terhadap kerusakan hipoksik atau nekrosis iskemik yang sebenarnya. Terdapat kenaikan kekentalan darah.

Evaluasi diagnostic. Diagnosa dapat ditegakkan dengan elektroforesis hemoglobin atau focus isoelektrik dan teknik kromatografi cairan kinerja tinggi. Diagnosa pasti bagi bayi tidak dapat ditegakkan sampai uji laboratorium lebih lanjut dilakukan pada samplel darah kedua dan dikorelasikan dengan riwayat klinis. Hanya elektroforesis yang dapat membedakan antara trait sel sabit mempunyai kadar hemoglobin dan hematokrit yang normal begitu juga apusan darah tepinya juga normal. Sebaliknya pasien dengan anemia sel sabit mempunyai hematokrit yang rendah edan sel sabit pada asupan.

Panduan praktek klinis penyakit sel sabit AHCPR (1993) direkomendasikan untuk menyaring semua bayi baru lahir karena bisa terjadi bayi yang menderita penyakit ini lolos apabila hanya ditujukan pada kelompok bayi tertentu.

Prognosis anemia sel sabit. Pasien dengan anemia sel sabit biasanya terdiagnosa pada masa kanak-kanak, karena mereka nampak anemis ketika bayi dan mulai mengalami krisis sel sabit pada usia 1 sampai 2 tahun. Kebanyakan meninggal pada tahun pertama kehidupan, namun antibiotika dan kemajuan ilmu pengetahuan mengenai penyakit ini ditambah dengan penyeluhan terhadap pasien bisa meningkatkan kinerja pada 20 ampai 25 tahun terakhir ini. Meskipun harapan hidup reratanya adalah 40 tahun,namun ada beberapa pasien yang mampu hidup sampai decade usia keenam. Semua saudara kandung pasien dengan anemia sel sabit harus diuji mengenai penyakit ini.

Penatalaksanaan. Penanganan kelainan hemoglobin ini masih terus berkembang. Banyak percobaan pengobatan yang mempunyai sifat antisabit telah dilakukan. Meskipun jumlah sampelnya masih terlalu sedikit, namun ada harapan yang menjajikan dengan hydroxyurea. Obat ini meningkatkan produnsi hemoglobin fetal (Hb F) pada pasien penyakit sel sabit. Persentase sel sabit ireversibel menurun dan terjadinya nyr\eri berkurang. Obat ini juga mengurangi hemolisis dan memperpanjang ketahanan hidup sel darah merah. Obatini masih dianggap eksperimental dan mempunyai berbagi resiko seperti karsinogenesis dan teratogenesis yang masih belum dipahami.

Cetiedil citrate, suatu modifier membrane sel darah merah, juga mempunyai efek antisabit yang efektif. Pentoxyfyline, obat yeng menurunkan kekentalan darah dan tahanan vaskuler perifer, memberikan harapan menurunkan lamanya krisis sel sbit. Vanili, bahan tambahan makanan, juga mempunyai sifat antisabit dan sedang dievaluasi sebagi terapi tambahan untuk anemia sel sabit.

Penyuluhan mengenai keinginan mempunyai anak harus diberikan kepada semua pasangan usia subur yang menderita anemia sel sabit atau trait sel sabit. Penyuluhan mungkin lebih efektif apabila dilakukan dengan anggota komonitas yang berasal dari kelompok etnis yang sama yang merupakan kelompok dengan resiko tinggi. Krisis tidak selalu dapat dicengah. Tetapi, bila bayidengan penyakit sel sabitdiimunisasi untuk melawan hemophilus influenza pada usia 2 bulan dan diberi pencengahan dengan penisilin, maka angka morbiditas dan mortalitasnya dapat diturunkan.

Karena infeksi nampaknya mencetuskan krisis, maka setiap infeksi harus segera ditangani atau dicengah bila mungkin. Karena dehidrasi hipoksia memacuh terjadinya penyabitan sel, maka pasien dianjurkan untuk menghindari ketinggian, anesthesia, atau kehilangan cairan. Karena adanya defek ginjal, pasien ini sangat mudah mengalmi dehidrasi. Terapi asam folat diberikan setiap hari, karena kebutuhan sumsum tulang sangat tinggi.

Krisis sel sabit. Apabila terjadi krisis sel sabit, terapi yang utama adalah hidrasi dan analgesia. Peningkatan asupan cairan dapat membantu mengencerkan darah dan membalikkan proses aglutinasi sel sabit dalm pembuludarah kecil. Pasien dan keluarganya dapt belajar menangani krisis ringan dirumah, apabila tidak membaik dalam beberapa jam, perlu dibawa kerumah sakit.

Pasie dengan krisis sel sabit sering mengalami demam dan lekositosis, sehingga infeksi, apendisitis atau kolesistitis harus disingkirkan. Cairan intra vena (3 sampai 5 L/hari untuk orang dewasa) harus diberikan. Kateter vena ukuran kecil dapat mengurangi trauma terhadap vena, setelah kejadian krisis, vena dapat mengalami sclerosis. Analgetik opiod mungkin diperlukan karena beratnya nyeri dan harus diberikan dengan dosis yang adekuat. Pengontrolan nyeri pasien (PCA, patient controlled analgesia) dengan morfin sulfat merupakan pilihan terbaik. Tetapi, narkotik tidak boleh diberikan untuk penghilang nyeri untuk jangka panjang karena resiko ketergantungan. Bahan untuk inflamasi non-steroid cukup untuk pasien dengan nyeri kronis.

Transfuse ditangguhkan untuk keadaan tertentu saja (1) krisis apalastik, bila hemoglobin pasien turun drestus , (2) krisis nyeri hebat yang tidak berespons dengan terapi apapun selama beberapa hari, (3) tindakan pra bedah untuk mengencerkan jumlah sel sabit, dan (4) sebagai usaha mencengah terjadinya krisis selam paruh akhir masa kehamilan.

Komplikasi. Komplikasi anemia sel sabit meliputi infeksi, hipoksia dan iskemia, episode trombosis,stroke, gagal ginjal, dan praplosmus (nyeri abnormal dan ereksi penis terus-menerus).

Pasien dengan anemia sel sabit biasanya rentan terhadap infeksi, terutama pneumonia dan osteomielitis. Dan dapat menderita batu kandung empedu ( akibat peningkatan hemolisis yang menyebabkan batu bilirubin) dan ulkus tungkai. Ulkus dapat bersifat kronis dan nyeri serta memerlukan tandur kulit. Infeksi merupakan penyebab kematian utama.

Episode trombosis dapat mengakibatkan infark oaru atau terjadinya sroke mendadak dengan paralysis pada satu sisi. Episode ini sam sekali tidak dapat diramalkan, dapat terjadi tiap bulan atau sangat jarang dan dapat berlangsung selama beberapa jam, hari atau minggu. Kejadian yang nampaknya mencetuskan krisis adalah dehidrasi, kelemahan, asupan alcohol, stress emosi, dan asidosis. Beberapa akibat infark bersifat permanen, seperti hemiplegia, nekrosis aseptic kapur femur, dan defek kosentrasi ginjal. Gagal ginjal merupakan penyebab kematian utama pada orang dewasa dengasn penyakit ini.PROSES KEPERAWATAN

PASIEN ANEMIA SEL SABIT Pengkajian

Karena proses penyabitan dapat mengakibatkan terhentinya sirkulasi disetiap jaringan atau organ, disertai hipoksia dan iskemia, maka pengkajian yang cermat mengenai seluruh sistem tubuh harus dilakukan..pengkajian lebih di tekankan pada nyeri,pembengkakan,dan demam.semua sendi harus di periksa dengan teliti akan adanya nyeri dan pembengkakan ,begitujuga abodemen.pemeriksaan neuorologis yang cermat perlu di lakukan untuk mengetahui adanya hipoksida serebral.pasien juga di Tanya mengenai gejala yang mengarah ke batu kandungan empedu,seperti tidak toleran terhadap makanan,nyeri epigastrik,dan nyeri abodemen kuadran kanan atas.

Karena pasien dengan anemia sel sabit rentan terhadap infeksi,harus di lakukan pengkajian terhadap setiap proses infeksi.perhatian khusus diberikan pada pemeriksaan dada dan tulang panjang serta kaput femur,begitu pulapenemonia dan osteomielits.sering terjadi ulkus tungkai,yang mungkin terinfeksi dan lama sembuh.masalah lain yang sering terjadi sehubungan dengan anemia sel sabit yaitu anemia kronis,juga harus di perhatikan selama pemeriksaan fisik.

Pasien yang sering mengalami krisis ditanya mengenai factor yang dapat mencetuskan krisis. Mereka mengalami gejala infeksi atau dehidrasi atau mengalami situasi yang menyebabkan kelemahan atau stress emosi. Riwayat asupan alcohol juga dikaji. Selain, itu pasien diminta untuk mengingat kembali factor yang tampaknya mencetuskan krisis dimasa lalu dan upaya apa yang mereka lakukan untuk mencengah krisis tersebut. Informasi yang diperoleh dapat digunakan sebagai panduan untuk mengindentifikasi dan memenuhi kebutuhan belajar mereka.

Diagnosa keperawatan

Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan utama mencakup yang berikut :

nyeri berhubungan dengan aglutinasi sel sabit dalam pembuluh darah kurang pengetahuan mengenai pencegahan krisis gangguan harga diri berhubungan dengan gangguang gambaran diri ketidak berdayaan berhubungan dengan ketidakmampuan akibat penyakitmasalah kalborasi

komplikasi potensial

berdasarkan pada data pengkajian, komlikasi potensial mencakup :

krisi sel sabit infeksi hipoksia dan iskemia priapismusPerencanaan Dan Inplementasi

tujuan. Tujuan utamnya adalah penghilangan nyeri, menghindari situasi yang dapat mencetuskan krisis, meningkatkan perasaan harga diri dan kekuatan, dan tidak adanya komplikasi.

Intervensi keperwatan

Rencana asuhan yang mengkhususkan pada intervensi untuk pasien dengan penyakit sel sabit disajikan direncana asuhan keperawatan 32-1.

Pemantaun dan penatalaksanaan komlikasi potensial. Selama krisis sel sabit, pasien harus diistirahatkan tanpa gangguan selama mungkin. Ekstermitas yang membengkak tidak boleh digerakkan dan nyeri harus dihilangkan. Penggambaran subyektif dari pasien mengenai nyueri, menggunakan skala nyeri, dapat dipakai sebagai panduan untuk menentukan jenis analgetik. Teknik relaksasi, latiahan pernapasan, stimulasi saraf transkutan, dan berendam dalam kolam berbusa dapat meringankan penderitaan pasien.

Perawat dapat membantu pasien dan keluargannya menyesuaikan diri terhadap penyakit kronis ini dan memmahami pentingnya dehidradi dan pencengahan infeksi. Kekuatan pencengahan dengan peneselin perlu diulang terus-menerus oleh perawat. Pasien dan keluarganya harus diberi tahu untuk segera mencari pertolongan medis bila muncul tanda infeksi atau komlikasi lain. Apabila terdapat ulkus tungkai, perlu dilakukan balutan yang tercermat serta perlindungan terhadap trauma dan kontaminasi luka. Apabila tidak dapat sembuh, mungkin diperlukan tandur kulit. Teknik aseptic yang sangat teliti harus diterapkan untuk mencengah infeksi nasokomial.

Pasien pria dapat mengalami episode priapismu yang sangat nyeri (ereksi penis terus-menerus). Pasien harus diberitahu untuk segera mengosongkan kandung kemihnya saat awitan serangan, berolahraga, dan berendam air hangat. Apabila episode berlangsung lebih dari 3 jam, harus mendapat pertolongan medis. Episode berulang dapat mengaklitbatkan trombosit vaskuler ekstensif menyebabkan impotensi.

Promosi keterampialan koping. Penyakit ini, dengan eksaserbasi akutnya yang dapat mengakibatkan masalah kesehatan kronis, sering mengakibatkan pasien merasa tidak berdaya dan menurunkan harga diri. Kemampuan pasien menggunakan sumber koping normal seperti kekuatan fisik, s5amina psikologis, dan harga diri yang positif dan hilang. Asuhan keperawtan yang difokuskan pada kekuatan pasien dan bukannya kelemahan dapat memperkuat keterampilan kop[ing yang efektrif. Memberi kesempatqn kepada pasien untuk membuat keputusan mengenai perawatan harian, dapat meningkatkan perasaana untuk mengontrol diri.

Hemoglobinopati lainnya

Hemoglobin C. hemoglobin C lebih jarang dari S hemoglobin pada orang Amerika keturunan Afrika. Pasien dengan trait hemoglobin C tidak bergejala, dan penyakit C homozigot merupakan anemia hemolotik ringan dengan spelenomegali (limpa membesar) tetapi tanpa komlikasi serius.

Talasemia.talasemia merupakan sekelompok kelainan keturunan yang berhubungan dengan defek sintesis rantai hemoglobin. Anemia ini terdapat diseluruh dunia, namun revalensi yang tertinggi terjadi pada keturunan orang mediterania, Afrika dan Asia Tenggara. Insedensinya meningkat diAmerika serikat bersamaan dengan imegrasi orang-orang Asia tenggara. Talsemia di tandai dengan penurunan kadar hemoglobin abnormal dalam eritrosit (hipokromia) eritrosi dengan ukuran lebih kecil dari normal (mikrositasis), kerusakan elemen darah (hemolisis) dan bermacam tingkat anemia. Talasemia diklafikasikan dan dalam dua kelompok utama sesuai rantai globin yang terkena : alfa-talasemia dan beta-talasemia, yang masing-masing berhubungan dengan penurunan atau ketiadaan sintesis rantai alfa- dan rantai beta. Alfa talasemia terjadi pada penduduk Asia tenggara dan Afrika, beta talsemia paling serin terjadi dipopulasi mediterania. Alfa talasemia lebih ringan disbanding bentuk beta dan sering tanpa gejala. Pasien dengan beta talasemia berat akan meninggal dalam tahun pertama kehidupan apabila tidak ditangani : bila ditangani dengan transfuse teratur, mereka dapat bertahan dengan usia 20 atau 30 tahun. Penyuluhan terhadap pasien selama usia subur harus mencakup penyuluhan dengan perkawianan mengenai resiko talasemia mayor kogenital.

Talasemia minor. Kebanyakan pasien dengan talaemia minor tidak mempunyai gejala tetapi merupakan pembawa talasemia mayor. Namun kehamilan dapat menyebabkan anemia yang bermakna sehingga memerluka terapi transfuse.

Talasemia mayor. Talaemia mayor (anemia cooley) ditandai dengan anemia berat, hemolisis, dan mproduksi eritrosit (eritropoyesis) yang tidak efektif. Tetapi tranfusi awal, dapat mempertahankan petumbuhan dan perkembangan selama masa kanak-kanak. Disfungsi organ sehubungan dengan kelebihan besi dapat terjadi. Terapi chalet teratur dengan destropsamin supkutan dapat menurunkan komlikasi kelebihan besi dan memperpanjang hidup pasien. Tetapi, kelangsungan hidup keseluruhan pasien yang mendapatkan chelate besi secara terus-menerus sejak tahun pertama kehidupan belum diketahui.

Defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase

Abnormalitas kelainan ini terdapat pada G-6-PD, suatu enzim dalam sel darah merah yang esensial untuk stabilitas membrane. Beberapa pasien mendapat enzim secara heriditer yang tidak baik sehingga ia mengalami anemia hemolitika kronik namun jenis paling banyak yaitu, kerusakan yang sampai mengakibatkan hemolisis hanya terjadi apabila sel darah merah mengalami stress akibat suatu kondisi tertentu, kelainan ini baru ditemukan oleh peneliti selam a perang dunia ke II, dimana bebberapa prajurit mengaklami hemolisis ketika mendapat primaquine, suatu obat antimalaria.

Obat yang mempunyai efek hemolitik pada pasien dengan defenisi G-6-PD adalah obat antimalaria, sulfonamide nitrofurantoin, analgetik tarbtu bara yang biasa (termasuk aspirin) diuretic thehiazide, obat hipoklikemik oral, chloramphenicol, asam para amino-salasilat (pas), dan vitamin K.

Orang Amerika kweturunan Afrika dan orang Yunani dan Italia adalah yang paling banyak menderita kelainan ini. Jenis defesiensi yang mengakibatkan hemolisis hebat dan kadang anemia mengancam jiwa lebih banyak ditemukan pada populasi mediterania disbanding populasi AMerika keturunan Afrika.

Semua jenis defesiensi G-6_PD diturunkan sebagai defek terpaut x . oleh sebab itu pria lebih beresiko disbanding wanitga. diAMerika serikat, sekitar 15 % pria Amerika ket5urunan Afrika mengalami kelainan ini.

Manifestasi klinis. Pasien tidak menunjukkan gejala, dan kadar hemoglobin dan serta jumlah retikulosit normal pada keadaan biasa. Tetapi beberapa hari setelah terpajang obat, mereka akan menmgalami pucat ekterok, hemoglobin uria (hemoglolbin dalam urine), dan jumlah retikulosit akan meningkat. Pewarnaan khusus pada darah perifer memperlihatkan badan Heinz (hemoglobin yang terdegrasi). Hemolisis berlangsung sampai seminggu dan kemudian berlangsung secar spontan jaumlahnya mulai meningkat kembali Karen asel darah merah muda yang baru lebih tahan terhadap hemolisis. Pada jenis mediterania, tidak terjadi penyembuhan seperti ini.

Evaluasi diagnostic dan Penatalaksanaan. Diagnosa ditegakkan dengan uji penyaringan atau essay kuantitatif G-6-PD. Penanganan dilakukan dengan cara menghentikan obat yang menyebabkannya. Dan fusi hanya diperlukan pada jenis mediterania sja. Pasien harus diberi pengertain mengenai penyakitnya dan daftar obat yang harus dihindari. Obat tersebut adalah sulfonamide, obat hipokglikenmia, antimalaria, nitrofurantion, phenasefin, aspirin (dalam dosis tinggi), danazam para aminoparasalisilat.

Anemia hemolitika didapat

Terdapat berbagai macam anemia hemolitik didapat, termasuk hemoglobinuria nocturnal mikroagiopati, hemolisis katup jantung dan anemia selspur, begitu pula yang berhubungan dengan infeksi dan hiperslenisme.

Anemia hemolitik imun

Ketika antibody bergabung denagn sel darah merah meraka dapat menjadi isoantibodi, bereaksi dengan se lasing (seperti pada reaksi transfuse atau eritroblastosisfetalis), atau otoantibodi, yang bereaksi dengan sel individu itu sendiri. Hemolisis imun yang terjadi bisa sangat berat. Antibody membungkus sel darah merah menimbulkan uji coomb positif. Sel tersebut klemudian akan diambil oleh limpa dan system repikuleondotelial lainnya. Kebanyakan sel tersebut kemudian akan dihancurkan, dan lainnya akan kembali kesirkulasi sebagai sferosit dengan membran yang lebih tipis dan ketahanan hidup yang lebih pendek.

Pada keadaan hemolitik otoimun idiopatik, alasan sistem imun terinduksi untuk membentuk antibody tidak diketahui. Penyakit ini awitannya mendadak, sering pada individu diatas usia 40 tahun. Pada beberapa kasus, hemolisis yang terjadi berhubungan dengan penyakit sistemiok (ususnya lupus eritematosus sistemik, leukemia limpositik kronik, atau limfoma). Pada orang lain lagi, dengan gambaran klinis yang sama, terbkti membentuk antibody terhadap obat tertentu (terutama penesilin, sefalosforin, atau quiinidine). Antibody pada sel darah merah sehingag terjadi penghancuran sel (hemolisis). Pasien yang mendapat dosis tinggi metildopa dapat membentuk antibody terhadap sel darah merahnya sendiri; tetapi hanya sebagian dari pasien ini yang mengalmi anemia hemolitika bermakna.

Manifestasi klinis. Manifestasi klinis dapat berbeda-beda. Uji coomb positif bisa merupakan satu-satunya manifestasi yang terdapat pada kasus ringan. Namun yang lebih sering, terdapat tanda anemia ysng mencakup kelemahan, dispnu, paspitasi, dan ikterik. Anemianya begituberat sehungga pasien mengalami hemolisis yang erlebihan dan memngalami syok.

Penatalaksanaan. Semua obat yeng diduga menjadi penyebab harus dihentikan. Penanganan terdiri atas dosistinggi kortikosteriod sampai hemolisisnya menghilang. Kertika hemoglobin kembali ke angka normal, biasanay setelah beberapa minggu, steroid dapat diturunkan atau, pada beberapa kasus, diturunkan bertahap atau dihentikan. Pada kesus berat, diperlukan transfuse darah. Karena antibody dapat pula bereaksi dengan sei donor, maka penentuan golongan darah harus sangat hati-hati dan pemberian transfusi dilakukan dengan lambat dan berhati-hati. Splenektomi (pngangkatan limpa) menghilangkan sebagian tempat utama pengahnacuran sel darah merah; jadi, harus dilakukan bila kotikostreroid tidak mampu menghasilkan remisi. Apabila terapi kotikostreroid maupun splenektomi tidak berhasil, maka perlu diberikan obat imunosupresi.