laporan kasus anemia

50
KATA PENGANTAR Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan case yang berjudul “Seorang lak-laki dengan keluhan lemas” dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. Etra Ariadno, Sp.PD selaku pembimbing, yang telah memberi pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan case ini. Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan sejawat yang telah memberi saran dan kritik dalam pembuatan case ini. Penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan penulisan dalam case ini serta penulis mengharapkan agar case ini bermanfaat di kemudian hari. Jakarta, September 2015 Penulis Devina Cahyani Wangsa 1

Upload: anastasia-widha-sylviani

Post on 11-Apr-2016

498 views

Category:

Documents


67 download

DESCRIPTION

anemia

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus anemia

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugerahNya

sehingga penulis dapat menyelesaikan case yang berjudul “Seorang lak-laki dengan keluhan

lemas” dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dr.

Etra Ariadno, Sp.PD selaku pembimbing, yang telah memberi pengarahan kepada penulis

dalam menyelesaikan case ini. Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

rekan-rekan sejawat yang telah memberi saran dan kritik dalam pembuatan case ini. Penulis

mohon maaf apabila terdapat kesalahan penulisan dalam case ini serta penulis mengharapkan

agar case ini bermanfaat di kemudian hari.

Jakarta, September 2015

Penulis

Devina Cahyani Wangsa

1

Page 2: Laporan Kasus anemia

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………….. 1

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………….... 2

BAB I PENDAHULUAN …………………………………..…………………………......… 3

BAB II STATUS PASIEN ………...………………...………………………………………. 4

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ......………………………………………………………. 22

Anemia Hemolitik Autoimun….....…………………………………………………..22

BAB IV KESIMPULAN …………………...………………………………………………. 32

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………. 33

2

Page 3: Laporan Kasus anemia

BAB I

PENDAHULUAN

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit

sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang

cukup kejaringan perifer. Anemia dapat ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin,

hematokrit atau hitung leukosit.1 Anemia hemolitik adalah suatu keadaan anemia yang terjadi

oleh karena meningkatnya penghancuran dari sel eritrosit yang diikuti dengan

ketidakmampuan dari sumsum tulang dalam memproduksi sel eritrosit untuk mengatasi

kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit tersebut. Penghancuran sel eritrosit yang

berlebihan akan menyebabkan terjadinya hiperplasia sumsum tulang sehingga produksi sel

eritrosit akan meningkat dari normal, hal ini akan terjadi bila umur eritrosit berkurang dari

120 hari menjadi 15-20 hari tanpa diikuti dengan anemia, namun bila sumsum tulang tidak

mampu mengatasi keadaan tersebut maka akan terjadi anemi.2 Anemia hemolitik terbagi

menjadi autoimun dan selain autoimun. Autoimun hemolitik anemia (AIHA) merupakan

salah satu jenis anemia yang masih jarang terjadi di Indonesia. Dari lembaga transfusi darah

PMI Jakarta AIHA tipe warm antibody pada tahun 1981 dijumpai 82 kasus dan 31 kasus pada

tahun 1983, sedangkan tipe cold antibody terdapat 9 kasus pada tahun 1983 dan 27 kasus

pada tahun 1984.3

3

Page 4: Laporan Kasus anemia

BAB II

STATUS PASIEN

STATUS PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

SMF PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT DR. MINTOHARDJO

Nama Mahasiswa : Devina Cahyani Wangsa Tanda Tangan :

NIM : 030.11.071

Dokter Pembimbing : dr. Etra Ariadno, Sp.PD

1.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. C

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 52 tahun

Agama : Islam

Alamat : Jl. Tanjung Gedong no. 2 Rt 006/008 Tomang Grogol

Pekerjaan : PASMAR 2

Status Perkawinan : Menikah

Suku Bangsa : Jawa

No. RM : 1353112

1.2 ANAMNESIS

Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 1 September 2015 di ruang rawat Pulau

Sangeang RS AL TNI Dr, Mintohardjo.

a. Keluhan utama

Pasien datang ke Unit Gawat Darurat (UGD) RS Mintohardjo AL pada tanggal 1

September 2015 dengan keluhan lemas sejak 10 hari Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS).

b. Keluhan Tambahan : nafsu makan menurun, BAK coklat seperti teh

c. Riwayat penyakit sekarang

4

Page 5: Laporan Kasus anemia

Keluhan lemas ini sudah mulai dirasakan pasien sejak 10 hari SMRS lemas dirasakan

mengganggu sehingga pasien datang berobat ke UGD. Tidak ada perbaikan sejak pulang dari

rumah sakit tanggal 21 Agustus 2015. Pasien juga mengeluh nafsu makan berkurang, hanya

makan 5 - 6 sendok lalu perut terasa begah tetapi apabila dipaksa makan tetap bisa. Pasien

berkata BAK berwarna gelap seperti teh, pancaran lemah, tidak nyeri, tidak tersendat, tidan

anyang-anyangan, tidak bercabang. Pasien juga berkata tidak bisa BAB sejak 4 hari yang

lalu, sebelumnya BAB harus dipaksa, lunak, berwarna hitam, tidak ada darah yang menetes.

Pasien merasa berat badannya berkurang sejak 2 bulan terakhir dari 70kg menjadi 62kg.

Keluhan mual, muntah, demam, batuk, pilek, sesak, nyeri perut disangkal oleh pasien.

d. Riwayat penyakit dahulu

Post operasi hernia 2 bulan yang lalu, riwayat DM, alergi, asma, penyakit jantung, penyakit

ginjal, penyakit hati disangkal.

e. Riwayat penyakit keluarga

Riwayat DM (+) pada ibu, riwayat hipertensi asma, dan alergi pada keluarga disangkal.

f. Riwayat pengobatan

Pada tanggal 15 Agustus, pasien datang ke UGD dengan keluhan lemas sejak seminggu yang

lalu. Lemas dirasakan diseluruh tubuh yang tidak membaik dengan beristirahat. Terdapat

demam sejak 3 hari yang lalu, demam dirasakan hangat dengan perabaan tangan dan hangat

dirasakan sepanjang hari, disertai badan yang terasa meriang. Pasien mengeluhkan kepalanya

terasa senut-senut diseluruh kepala yang muncul sewaktu-waktu dan tidak membaik dengan

berbaring. Pasien mengeluhkan cepat lelah, bahkan untuk berjalan kaki ke kamar mandi

dirumahnya pasien juga merasa lelah dan ngos-ngosan sehingga pasien tidak bisa bekerja

berat. Nafsu makan berkurang. Pasien menyangkal adanya nyeri dada, mual maupun muntah.

Tidak ada bengkak pada anggota gerak tubuh. Tidak ada gangguan dalam BAK dan BAB.

Selama dirawat inap hingga tanggal 21 Agustus 2015 diberikan transfusi PRC 500cc 4

kantong, parasetamol, omenprazole, ceftriaxon, sistenol, Hp pro tetapi pasien mengeluh tidak

ada perbaikan.

g. Riwayat kebiasaan

5

Page 6: Laporan Kasus anemia

Pasien mempunyai kebiasaan merokok 4-5 batang/hari berhenti sejak 2 bulan yang

lalu. Konsumsi alkohol setiap hari saat muda. Konsumsi kopi 2 cangkir sehari berhenti 2

bulan yang lalu. Jamu sebulan 1 hingga 2 kali.

1.3 PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda Vital

Tekanan darah : 100/60 mmHg

Nadi : 96 x/menit, regular, kuat, isi cukup, ekual

Pernapasan : 24 x/menit, reguler

Suhu : 37,8 oC

Kepala : normosefali rambut berwarna hitam beruban, distribusi merata, tidak kering

dan tidak mudah dicabut

Mata

- Inspeksi :

Konjungtiva anemis (+)/(+), sklera ikterik (-)/(-), sekret (-)/(-), pupil isokor, RCL

(+)/(+), RCTL (+)/(+).

Telinga, Hidung,Tenggorokan

Telinga :

o Inspeksi :

Preaurikuler : hiperemis (-)/(-)

Postaurikuler : hiperemis (-)/(-), abses (-)/(-), massa (-)/(-)

Liang telinga : lapang, serumen (-)/(-), otorhea (-)/(-)

Hidung :

- Inspeksi : deformitas (-), kavum nasi lapang, sekret (-)/(-), deviasi septum (-)/(-),

edema (-)/(-)

- Palpasi : nyeri tekan pada sinus maksilaris (-)/(-), etmoidalis(-)/(-), frontalis(-)/(-)

Tenggorokan dan tongga mulut :

o Inspeksi :

Bucal : warna normal, terdapat bercak putih pada dextra dan sinistra

Lidah : pergerakan simetris, plak (-)

6

Page 7: Laporan Kasus anemia

Palatum mole dan uvula simetris pada keadaan diam dan bergerak, arkus

faring simetris, penonjolan (-)

Tonsil : T1/T1, kripta (-)/(-), detritus(-)/(-)

Dinding anterior faring licin, hiperemis (-),

Dinding posterior faring licin, hiperemis (-), post nasal drip (-)

Pursed lips breathing (-), karies gigi (-), kandidisasis oral (-)

Leher

o Inspeksi : bentuk simetris, warna normal, retraksi suprasternal (-), tidak tampak

perbesaran KGB, JVP 5+2 cm H2O

o Palpasi : pulsasi arteri carotis normal, pembesaran thyroid (-), posisi trakea di

tengah, KGB tidak teraba membesar

Thoraks

o Paru

Inspeksi : penggunaan otot bantuan nafas (-)/(-), retraksi sela iga (-/-), bentuk

dada normal, pergerakan kedua paru simetris statis dan dinamis, pola

pernapasan normal

Palpasi : ekspansi dada simetris, vocal fremitus sama di kedua lapang paru,

pelebaran sela iga (-)/(-)

Perkusi :

Sonor di kedua lapang paru

Batas paru hati : pada garis midklavikula kanan sela iga 6,

Batas paru lambung : pada garis aksilaris anterior kiri sela iga 8

Auskultasi : suara nafas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)

o Jantung

Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak terihat

Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba setinggi ICS V linea axillaris anterior

sinistra, thrill (-)

Perkusi : batas jantung kanan pada ICS IV linea parasternal dekstra, batas

jantung kiri pada ICS V linea axillaris anterior sinistra, batas jantung atas pada

ICS III linea parasternalis sinistra.

Auskultasi : BJ I-II reguler normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : massa (-)

7

Page 8: Laporan Kasus anemia

Auskultasi : BU (+) melemah

Palpasi : supel, massa (-), nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien teraba

Schufner II, ginjal : ballotemen (-)

Perkusi : timpani, shifting dullness (-), undulasi (-), nyeri ketok CVA (-)

Ekstremitas

Akral teraba hangat, sianosis (-), CRT < 3 detik, edema (-)/(-), deformitas (-)

Follow up

Tanggal S O A P

16/8/2015 LemasNafsu makan berkurangSakit tenggorokan Sesak (-)

Compos Mentis

Keadaan umum lemah

TD: 130/90 mmHg,

N: 90x/menit,

RR: 24x/menit.

Suhu : 38,8

CA +/+ SI-/-

Jantung: S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-),

Paru: Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).

Abdomen: datar, supel, BU(+) normal, NT(-)

Ekstremitas: akral hangat, oedem (-).

Anemia

Observasi febris

Konservasi DM

- Infus NaCl 0,9% 20tpm

-Transfusi PRC 500cc

OMZ 2x1amp

PCT 3x1

17/8/2015 Badan lemas TD: 110/80 Anemia Transfusi PRC

8

Page 9: Laporan Kasus anemia

mmHg,

N: 82x/menit,

RR: 20x/menit

Suhu : 38

Jantung: S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru: Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).

Abdomen : datar, supel, BU(+) normal, NT(-)

Ekstremitas: Akral hangat, oedem (-).

Observasi febris

Konservasi DM

500cc

Paracetamol 3x1

18-08-2015

Badan lemasBAB susah

Compos Mentis

Keadaan umum lemah

TD: 100/60 mmHg,

N: 90x/menit,

RR: 20x/menit.

Suhu : 37,7

CA +/+ SI-/-

Jantung: S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-),

Paru: Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing

Anemia

Observasi febris

Konservasi DM

Transfusi PRC 500cc

Paracetamol 3x1

OMZ

Ceftriaxon

9

Page 10: Laporan Kasus anemia

(-/-).

Abdomen: datar, supel, BU(+) normal, NT(-)

Splenomeali Schufner II

Ekstremitas: akral hangat, oedem (-).

19/08/2015 LemasDemam dirasa berkurang

Compos Mentis

Keadaan umum lemah

TD: 120/80 mmHg,

N: 92x/menit,

RR: 24x/menit.

Suhu : 37,4

CA +/+ SI-/-

Jantung: S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-),

Paru: Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).

Abdomen: datar, supel, BU(+) normal, NT(-)

Ekstremitas: akral hangat, oedem (-).

Anemia

Observasi febris

Konservasi DM

Sistenol 3x1

HP Pro 3x1

Laxadine

10

Page 11: Laporan Kasus anemia

20/08/2015 PusingLemasMerasa demam berkurangBAB susah kemarin dipaksa warna kuning tidak teratur 3 hari skali

Compos Mentis

Keadaan umum lemah

TD: 110/70 mmHg,

N: 91x/menit,

RR: 18x/menit.

Suhu : 39,1

CA +/+ SI-/-

Jantung: S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-),

Paru: Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).

Abdomen: datar, supel, BU(+) normal, NT(-)

Ekstremitas: akral dingin, oedem (-).

Anemia

Observasi febris

Konservasi DM

Sistenol 3x1gr

Hp Pro

Ceftriaxon 2x1gr

OMZ 1x1gr

21/08/2015 PusingLemasMerasa demamBAB susah

Compos Mentis

Tampak sakit ringan

TD: 130/90 mmHg,

N: 90x/menit,

RR: 24x/menit.

Suhu : 36,5

CA +/+ SI-/-

Jantung: S1 S2

Anemia

Obs Febris

Konservasi DM

Cefixin 2x100mg

Hp Pro 3x1

OMZ 20mg (0-0-1)

Sistenol 3x1gr

11

Page 12: Laporan Kasus anemia

reguler, murmur (-), gallop (-),

Paru: Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).

Abdomen: datar, supel, BU(+) normal, NT(-), Schuffner II

Ekstremitas: akral hangat, oedem (-).

02/09/2015 LemasBelum BABBAK coklat seperti teh

Compos Mentis

Keadaan umum lemah

TD: 110/60 mmHg,

N: 88x/menit,

RR: 17x/menit.

Suhu : 37,2

CA +/+ SI-/-

Jantung: S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-),

Paru: Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).

Abdomen: datar, supel, BU(+) normal,

Severe anemia

Nacl : D5% = 1:1 14 tpm

Inj OMZ 24 jam

Levofloxacin 500mg/24jam

Prednison 5mg 8-4-0 tab

Cek HbSag, Anti HCV, LDH

12

Page 13: Laporan Kasus anemia

NT(-)

Ekstremitas: akral hangat, oedem (-).

03/09/2015 Telinga kiri berdenging sejak pagi hari terus menerus tidak menghilang. Sakit kepala (-), pusing berputar (-), pendengaran berkurang (-), tidak bisa tidur, sulit menelan, makan ½ porsi, sudah BAB tapi susah warna kuning

Compos Mentis

Tampak sakit ringan

TD: 110/70 mmHg,

N: 100x/menit,

RR: 16x/menit.

Suhu : 36,0

CA +/+ SI-/-

Jantung: S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-),

Paru: Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).

Abdomen: datar, supel, BU(+) normal, NT(-),

Ekstremitas: akral hangat, oedem (-).

Severe Anemia, suspect AIHA

Nacl:D5%= 1:1 14 tpm

OMZ 24 jam

Levofloxacin 500mg/24jam

Metil prednisolone 6-6-0

04/09/2015 Lemas sudah berkurangTidak bisa tidurNafsu makan meningkatTelinga berdenging (-)Tenggorokan sakit (-)BAB warna coklat

Compos Mentis

Keadaan umum lemah

TD: 100/60 mmHg,

N: 96x/menit,

AIHA tipe hangat

Curcuma 3x1

Metilprednisolon 4g 2-2-0

Metformin 2x500mg 1-0-1

Cefixin 2x100

Levifloxacin

13

Page 14: Laporan Kasus anemia

RR: 16x/menit.

Suhu : 36,2

CA +/+ SI-/-

Jantung: S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-),

Paru: Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).

Abdomen: datar, supel, BU(+) normal, NT(-)

Ekstremitas: akral hangat, oedem (-).

500mg 0-1-0

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.4.1 Laboratorium Darah (15/8/2015)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

HEMATOLOGI

Hemoglobin

Hematokrit

Leukosit

Trombosit

Eritrosit

7.1

22

15.400

261

2.97

g/dL

%

ribu/ul

ribu/ul

juta/uL

14-16

42-48

5.0-10,0

150-450

4,50-6,20

KIMIA KLINIK

Glukosa Darah 166 mg/dl

14

Page 15: Laporan Kasus anemia

Laboratorium Darah (16/8/2015)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

HEMATOLOGI

Hemoglobin

Hematokrit

Leukosit

Trombosit

Eritrosit

8.8

28

16.100

250

3.72

g/dL

%

ribu/ul

ribu/ul

juta/uL

14-16

42-48

5.0-10,0

150-450

4,50-6,20

Laboratorium Darah (17/8/2015)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

HEMATOLOGI

Hemoglobin

Hematokrit

Leukosit

Trombosit

Eritrosit

9

28

15.600

229

3.75

g/dL

%

ribu/ul

ribu/ul

juta/uL

14-16

42-48

5.0-10,0

150-450

4,50-6,20

KIMIA KLINIK

Glukosa Garah 120 mg/dl

Laboratorium Darah (18/8/2015)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

HEMATOLOGI

Hemoglobin

Hematokrit

Leukosit

Trombosit

Eritrosit

8.8

27

15.300

222

3.61

g/dL

%

ribu/ul

ribu/ul

juta/uL

14-16

42-48

5.0-10,0

150-450

4,50-6,20

FUNGSI HATI

AST (SGOT)

ALT (SGPT)

119

103

U/l

U/l

<35

<55

15

Page 16: Laporan Kasus anemia

Laboratorium Darah (19/8/2015)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

HEMATOLOGI

Hemoglobin

Hematokrit

Leukosit

Trombosit

Eritrosit

10.6

32

14.900

208

4.20

g/dL

%

ribu/ul

ribu/ul

juta/uL

14-16

42-48

5.0-10,0

150-450

4,50-6,20

KIMIA KLINIK

Glukosa Darah Sewaktu 79 mg/dl

Laboratorium Darah (20/8/2015)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

KIMIA KLINIK

Glukosa Darah 126 mg/dl

Laboratorium Darah (1/9/2015)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

HEMATOLOGI

Hemoglobin

Hematokrit

Leukosit

Trombosit

Eritrosit

LED

HITUNG JENIS

Basofil

Eosinofil

Neutrofil Batang

Neutrofil Segmen

Limfosit

Monosit

6.1

19

15.100

169

2.52

19

0

0

0

58

18

24

g/dL

%

ribu/ul

ribu/ul

juta/uL

mm/jam

%

%

%

%

%

%

14-16

42-48

5.0-10,0

150-450

4,50-6,20

<10

0-1

1-3

2-6

50-70

20-40

2-8

16

Page 17: Laporan Kasus anemia

KIMIA KLINIK

Glukosa Darah

Elektrolit

Natrium (Na)

Kalium (K)

Clorida (Cl)

Fungsi Hati

ALT (SGPT)

93

124

4.52

94

64

mg/dL

mmol/L

mmol/L

mmol/L

U/l

134-146

3.4-4.5

96-108

<55

Pemeriksaan Hasil

Morfologi Darah Tepi

Eritrosit

Lekosit

Trombosit

Kesan

Direct antiglobulin test

Retikulosit

Mikrositik hipokrom, anisositosis, rouleaux,

polikromasi, sel ellips, jumlah menurun

Jumlah meningkat dengan diff promyelosit 1,

myelosit 1, 0/0/9/56/20/16, granulasi toksik

Morfologi dalam jumlah normal

Anemia mikrositik hipokrom

Leukositosis dengan monositosis

+

1.30

Laboratorium Darah (02/9/2015)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

HEMATOLOGI

Hemoglobin

Hematokrit

Leukosit

Trombosit

Eritrosit

6.5

21

11.500

142

2.60

g/dL

%

ribu/ul

ribu/ul

juta/uL

14-16

42-48

5.0-10,0

150-450

4,50-6,20

17

Page 18: Laporan Kasus anemia

KIMIA KLINIK

Glukosa Darah

Jantung

LDH

IMUNOSEROLOGI

Hepatitis Marker

HBsAg

Anti HAV IgM

Anti HCV

207

1490

Negatif

Negatif

Negatif

mg/dl

U/l

IU/mL

Index

S/CO

<480

Negatif

Negatif

Negatif

Laboratorium Darah (3/9/2015)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

HEMATOLOGI

Hemoglobin

Hematokrit

Leukosit

Trombosit

Eritrosit

8.2

26

25.000

158

3.24

g/dL

%

ribu/ul

ribu/ul

juta/uL

14-16

42-48

5.0-10,0

150-450

4,50-6,20

1.5 RESUME

Seorang pasien pria usia 52 tahun datang ke Unit Gawat Darurat (UGD) RSAL Mintohardjo

dengan keluhan lemas sejak 10 hari yang lalu. Lemas dirasakan mengganggu sehingga pasien

datang berobat ke UGD. Tidak ada perbaikan sejak pulang dari rumah sakit tanggal 21

Agustus 2015. Pasien juga mengeluh nafsu makan berkurang, hanya makan 5 - 6 sendok lalu

perut terasa begah tetapi apabila dipaksa makan tetap bisa. Pasien berkata BAK berwarna

gelap seperti teh, pancaran lemah, tidak nyeri, tidak tersendat, tidak anyang-anyangan, tidak

bercabang. Pasien juga berkata tidak bisa BAB sejak 4 hari yang lalu, sebelumnya BAB harus

dipaksa, lunak, berwarna hitam, tidak ada darah yang menetes. Pasien merasa berat badannya

berkurang sejak 2 bulan terakhir dari 70 kg menjadi 62 kg. Keluhan mual, muntah, demam,

batuk, pilek, sesak, nyeri perut disangkal oleh pasien. Sebelumnya pada tanggal 15 Agustus,

18

Page 19: Laporan Kasus anemia

pasien datang ke UGD lalu dirawat inap di pulau sangeang hingga dengan keluhan lemas

sejak seminggu yang lalu. Lemas dirasakan diseluruh tubuh yang tidak membaik dengan

beristirahat. Terdapat demam sejak 3 hari yang lalu, demam dirasakan hangat dengan

perabaan tangan dan hangat dirasakan sepanjang hari, disertai badan yang terasa meriang.

Pasien mengeluhkan kepalanya terasa senut-senut diseluruh kepala yang muncul sewaktu-

waktu dan tidak membaik dengan berbaring. Pasien mengeluhkan cepat lelah, bahkan untuk

berjalan kaki ke kamar mandi dirumahnya pasien juga merasa lelah dan ngos-ngosan

sehingga pasien tidak bisa bekerja berat. Nafsu makan berkurang. Pasien menyangkal adanya

nyeri dada, mual maupun muntah. Tidak ada bengkak pada anggota gerak tubuh. Tidak ada

gangguan dalam BAK dan BAB. Sejak pulang dari rumah sakit tanggal 21 Agustus 2015

tidak ada perbaikan sehingga pasien datang ke rumah sakit. Pasien post operasi hernia 2

bulan yang lalu, riwayat DM, alergi, asma, penyakit jantung, penyakit ginjal, penyakit hati

disangkal. Riwayat DM (+) pada ibu, riwayat hipertensi asma, dan alergi pada keluarga

disangkal. Pasien mempunyai kebiasaan merokok 4-5 batang/hari berhenti sejak 2 bulan yang

lalu. Konsumsi alkohol setiap hari saat muda. Konsumsi kopi 2 cangkir sehari berhenti 2

bulan yang lalu. Jamu sebulan 1 hingga 2 kali. Pada pemeriksaan didapatkan kesadaran

compos mentis, keadaan umum lemah, tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 90x/menit,

pernafasan 24x/menit, suhu 37.8oC, inspeksi mata didapatkan konjungtiva anemis (+/+),

sklera ikterik (-/-), telinga, hidung, tenggorokan tidak tampak kelainan, leher pulsasi arteri

carotis noemal, KGB tidak teraba membesar, pada inspeksi thoraks didapatkan bentuk dada

normal, pergerakan simetris, pola pernafasan normal, pada palpasi vocal fremitus sama

dikedua lapang paru, perkusi sonor kedua lapang paru, auskultasi suara nafas vesikuler (+/+),

wheezing (-/-), ronki (-/-), BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-). Abdomen auskultasi bising

usus (+) normal, palpasi supel nyeri tekan (-) di 9 regio, hepar tidak teraba, lien teraba

Schufner II. Akral teraba hangat, edema (-), deformitas (-). Pada pemeriksaan lab darah

didapatkan penurunan hemoglobin, hematokrit dan eritrosit, peningkatan leukosit dan

retikulosit, pada pemeriksaan darah tepi didapatkan kesan mikrositik hipokrom, pada

pemeriksaan fungsi hari didapatkan peningkatan SGOT dan ditemukan juga peningkatan

LDH sehingga didapatkan kesimpulan anemia hemolitik.

DIAGNOSIS

Anemia Hemolitik tipe hangat

Diabetes Mellitus tipe II

19

Page 20: Laporan Kasus anemia

1.6 TATALAKSANA

Non medikamentosa:

Tirah baring

Mobilisasi

Medikamentosa:

Metilprednisolon 4g

2 x 2 tablet

Metformin 500mg

2 x 1 tablet

Cefixim 100mg

2 x 1 tablet

1.7 PROGNOSIS

Ad vitam : ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad malam

Ad sanationam : dubia ad malam.

1.8 PEMBAHASAN KASUS

Diagnosis kerja pada pasien ini ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari hasil anamnesis didapatkan keluhan utama pasien

adalah lemas. Lemas dirasakan mengganggu aktifitas dan apabila berjalan pasien menjadi

cepat lelah dan ngos-ngosan. Dari anamnesis diperoleh juga penurunan nafsu makan,

penurunan berat badan, riwayat demam, urin berwarna gelap seperti teh. Gejala lemas, lemah,

penurunan nafsu makan, penurunan berat badan kemungkinan anemia. Lemas, cepat lelah

dan ngos-ngosan pada saat aktifitas pada anemia disebabkan karena hemoglobin yang rendah

sehingga tubuh tidak menerima cukup oksigen. Pada saat melakukan aktifitas tubuh

memerlukan oksigen lebih banyak sedangkan pada pasien anemia cenderung kurang

mendapat oksigen sehingga pasien merasa ngos-ngosan pada saat beraktifitas. Urin berwarna

coklat seperti teh pada pasien dapat disebabkan karena hemolisis dari sel darah merah, untuk

memastikannya memerlukan pemeriksaan urinalisa. Pada pemeriksaan fisik didapatkan

peningkatan suhu tubuh, detak jantung yang meningkat, dan konjungtiva anemis pada pasien

disebabkan karena hemoglobin yang rendah. Detak jantung yang meningkat dan konjungtiva

20

Page 21: Laporan Kasus anemia

anemis pada pasien disebabkan karena beberapa kapiler vasodilatasi untuk kompensasi

terhadap organ vital seperti otak, jantung, dan sebagian lagi menyempit untuk menghemat

oksigen, sehingga pada beberapa bagian tubuh seperti konjungtiva menjadi pucat.

Pembesaran limpa pada pasien diakibatkan karena penghancuran sel darah merah yang

berlebihan dimana fungsi limpa adalah untuk Pada pemeriksaan darah didapatkan penurunan

hemoglobin, lalu ditransfusi darah tetapi hemoglobin tidak meningkat malah cenderung

turun, sehingga transfusi dihentikan. Retikulosit meningkat dan peningkatan LDH dapat

menjadi tanda untuk anemia hemolitik. LDH adalah enzim konsentrasi tinggi yang ditemukan

di sel darah merah, pada pasien dengan hemolitik ditemukan LDH serum yang tinggi. LDH

dilepaskan ke sirkulasi saat sel darah merah dihancurkan, sehingga pada anemia hemolitik

LDH cenderung meningkat. Peningkatan retikulosit juga menandakan terdapat lisisnya sel

darah merah. Pemeriksaan morfologi darah tepi ditemukan sel elips, polikromasi yang

mengacu pada anemia hemolitik. Pada pemeriksaan darah didapatkan terdapat leukositosis

pemeriksaan morfologi juga didapatkan leukositosis dengan monositosis, pasien dengan

anemia hemolitik leukositosis dapat disebabkan karena peningkatan produksi sel darah

merah, biasanya diakibatkan karena peningkatan monosit yang menandakan adanya . Pada

pasien juga didapatkan peningkatan SGOT SGPT, hal ini dapat dikarenakan karena

penurunan fungsi hati yang dialami pasien. Setelah diberikan pengobatan kortikosteroid,

secara perlahan hemoglobin pasien mulai meningkat, hal ini diakibatkan karena

kortikosteroid menekan sistem imun dalam pembuatan antibodi yang dapat menghancurkan

sel darah merah.

21

Page 22: Laporan Kasus anemia

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

I. ANEMIA HEMOLITIK AUTOIMUN

DEFINISI

Anemia Hemolitik Autoimun (Autoimmune Hemolytic Anemia=AIHA) ialah suatu anemia yg

timbul karena terbentuknya autoantibodi terhadap self antigen pada membran eritrosit

sehingga menimbulkan dekstruksi eritrosit (hemolisis). Reaksi autoantibodi ini akan

menimbulkan anemia, akibat masa edar eritrosit dalam sirkulasi menjadi lebih pendek.9,10

Anemia disebabkan karena kerusakan eritrosit melebihi kapasitas sumsum tulang untuk

menghasilkan sel eritrosit, sehingga terjadi peningkatan persentase retikulosit dalam

darah.11,12,13 Anemia hemolitik imun (autoimmune hemolytic anemia=AIHA) merupakan

suatu kelainan dimana terdapat antobodi terhadap sel-sel eritrosit sehingga umur eritrosit

memendek.4

ETIOLOGI

Etiologi pasti dari penyakit hemolitik autoimun memang belum jelas kemungkinan terjadi

kerena gangguan central tolerance dan gangguan pada proses pembatasan limfosit autoreaktif

residual. Terkadang sistem kekebalan tubuh mengalami gangguan fungsi dan menghancurkan

selnya sendiri karena keliru mengenalinya sebagain bahan asing (reaksi autoimun).5 AIHA

terjadi akibat hilangnya toleransi tubuh terhadap self antigen sehingga menimbulkan respon

imun terhadap self antigen. Antibodi yang bereaksi terhadap self antigen menyebabkan

kerusakan pada jaringan dan bermanifestasi sebagai penyakit autoimun. Antibodi yang

terbentuk mengakibatkan peningkatan klirens dengan fagositosis melalui reseptor (hemolisis

ekstravaskuler) atau destruksi eritrosit yang diperantarai oleh komplemen (hemolisis

intravaskuler).14

Etiologi AIHA terbagi 2 yaitu:

1. Idiopatik

a. Anemia autoimun tipe hangat

b. Anemia autoimun tipe dingin

2. Sekunder

a. Infeksi

22

Page 23: Laporan Kasus anemia

virus: Virus Epstein–Barr (EBV), sitomegalovirus (CMV), hepatitis, herpes

simplex, measles, varisela, influenza A, coxsackie virus B, human

immunodeficiency virus (HIV)

bakteri : streptokokus, salmonella typhi, septikemia Esceria coli, Mycoplasma

pneumonia (pneumonia atipikal)

b. Obat-obatan dan bahan kimia : kuinine, kuinidin, fenacetin, p-asam aminosalisilat,

sodium cefalotin (Keflin), ceftriakson, penisilin, tetrasiklin, rifampisin, sulfonamid,

khlorpromazin, pyradon, dipyron, insulin

c. Kelainan darah: leukemia, limfoma, sindrom limfoproliferatif, hemoglobinuria

paroksismal cold, hemoglobinuria paroksismal nokturnal

d. Gangguan Immunologi: sistemik lupus eritematosus, periarteritis nodosa,

skleroderma, dermatomiositis, artritis reumatik, kolitis ulseratif,

disgammaglobulinemia, defisiensi IgA, kelainan tiroid, hepatitis giant cell,

sindrom limfoproliferatif autoimun, dan variasi defisiensi imun lainnya.

e. Tumor: timoma, karsinoma, limfoma

EPIDEMIOLOGI

Insidens dari AIHA tipe hangat sekitar 1 dari total 75-80.000 populasi di USA. AIHA tipe

hangat dapat muncul pada usia berapapun, tidak seperti AIHA tipe dingin yang seringkali

menyerang usia pertengahan dan lanjut, atau Paroxysmal Cold  Hemoglobinuria(PCH) yang

melibatkan usia kanak.6

PATOFISIOLOGI

Perusakan sel-sel eritrosit yang diperantarai antibodi ini terjadi melalui aktivasi sistem

komplemen, aktifasi mekanisme seluler, atau kombinasi keduanya.

1. Aktivasi sistem komplemen.

Secara keseluruhan aktifasi sistem komplemen akan menyebabkan hancurnya

membran sel eritrosit dan terjadilan hemolisis intravaskuler yang ditandai dengan

hemoglobinemia dan hemoglobinuri. Sistem komplemen akan diaktifkan melalui

jalur klasik ataupun jalur alternatif. Antibodi-antobodi yang memiliki kemampuan

mengaktifkan jalur klasik adalah IgM, IgG1, IgG2, IgG3. IgM disebut sebagai

aglutinin tipe dingin, sebab antibodi ini berikatan dengan antigen polisakarida pada

permukaan sel darah merah pada suhu di bawah suhu tubuh. Antibodi IgG disebut

23

Page 24: Laporan Kasus anemia

aglutinin hangat karena bereaksi dengan antigen permukaan sel eritrosit pada suhu

tubuh.

a. Aktifasi komplemen jalur klasik

Reaksi diawali dengan aktivasi C1 suatu protein yang dikenal sebagai

recognition unit. C1 akan berikatan dengan kompleks imun antigen antibodi dan

menjadi aktif serta mampu mengkatalisis reaksi-reaksi pada jalur klasik.

Fragmen C1 akan mengaktifkan C4 dan C2 menjadi suatu kompleks C4b,2b

(dikenal sebagai C3-convertase) C4b,2b akan memecah C3 menjadi fragmen

C3b dan C3a. C3b mengalami perubahan konformational sehingga mampu

berikatan secara konvalen dengan partikel yang mengaktifkan komplemen (sel

darah merah berlabel antibodi) C3 juga membelah menjadi C3d,g, dan C3c. C3d

dan C3g akan tetap berikatan pada membran sel darah merah dan merupakan

produk final aktivasi C3. C3b akan membentuk kompleks dengan C4b2b

menjadi C4b2b3b (C5 convertase). C5 convertase akan memecah C5 menjadi

C5a (anafilatoksin) dan C5b yang berperan dalam kompleks penghancur

membran. Kompleks penghancur membran terdiri dari molekul C5b, C6, C7,

C8 dan beberapa molekul C9. Kompleks ini akan menyisip ke dalam membran

sel sebagai suatu aluran transmembran sehingga permeabilitas membran normal

akan terganggu. Air dan ion akan masuk ke dalam sel sehingga sel membengkak

dan ruptur.

b. Aktifasi komplemen jalur alternatif

Aktifator jalur alternatif akan mengaktifkan C3, dan C3b yang terjadi akan

berikatan dengan membran sel darah merah. Faktor B kemudian melekat pada

C3b, dan oleh D faktor B dipecah menjadi Ba dan Bb. Bb merupakan suatu

protease serin, dan tetap melekat pada C3b. Ikatan C3bBb selanjutnya akan

memecah molekul C3 lagi menjadi C3a dan C3b. C5 akan berikatan dengan

C3b dan oleh Bb dipecah menjadi C5a dan C5b. Selanjutnya C5b berperan

dalam penghancuran membran.

2. Aktifasi selular yang menyebabkan hemolisis ekstravaskular

Jika sel darah disensitisasi dengan IgG yang tidak berikatan dengan komplemen

atau berikatan dengan komponen komplemen namun tidak terjadi aktifasi

komplemen lebih lanjut, maka sel darah merah tersebut akan dihancurkan oleh sel-

sel retikuuloendotelial. Proses immune adherence ini sangat penting bagi perusakan

24

Page 25: Laporan Kasus anemia

sel eritrosit yang diperantarai sel. Immunoadherence, terutama yang diperantarai

IgG-FcR akan menyebabkan fagositosis.4

KLASIFIKASI4

1. Anemia hemolitik auto imun (AIHA)

A. AIHA tipe hangat

-idiopatik

-sekunder (karena cll, limfoma, SLE)

B. AIHA tipe dingin

- idiopatik

-sekunder (infeksi mycoplasma, mononucleosis, virus, keganasan limforetikuler)

C. Paroxysmal cold hemoglobinuri

-idiopatik

-sekunder (virus, sifilis)

D. AIHA atipik

-AIHA tes antiglobulin negatif

-AIHA kombinasi tipe hangat dan dingin

MANIFESTASI KLINIS

Anemia hemolitik aotuimun tipe hangat :

Biasanya gejala anemia ini terjadi perlahan-lahan, ikterik, demam, dan ada yang disertai nyeri

abdomen, limpa biasanya membesar, sehingga bagian perut atas sebelah kiri bisa terasa nyeri

atau tidak nyaman dan juga bisa dijumpai splenomegali pada anemia hemolitik autoimun tipe

hangat. Urin berwarna gelap karena terjadi hemoglobinuri. Pada AHA paling tebanyak terjadi

yakni idiopatik splenomegali tarjadi pada 50-60%, iketrik terjadi pada 40%, hepatomegali

30% pasien dan limfadenopati pada 25% pasien. Hanya 25% pasien tidak disertai

pembesaran organ dan limfonodi.4

Anemia hemolitik aotoimun tipe dingin:

Pada tipe dingin ini sering terjadi aglutinasi pada suhu dingin. Hemolisis berjalan kronik.

Anemia ini biasanya ringan dengan Hb: 9-12 g/dl. Sering juga terjadi akrosinosis dan splenomegali.

Pada cuaca dingin akan menimbulkan meningkatnya penghancuran sel darah merah,

25

Page 26: Laporan Kasus anemia

memperburuk nyeri sendi dan bisamenyebabkan kelelahan dan sianosis (tampak kebiruan)

pada tangan dan lengan

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Kelainan laboratorium yang menunjukkan adanya tanda-tanda meningkatnya proses

penghancuran dan pembentukan sel eritrosit yang berlebihan dapat kita lihat berupa:

1. Berkurangnya umur sel eritrosit

Umur eritrosit dapat diukur dengan menggunakan Cr-Labeled eritrosit, pada anemi hemolitik

umur eritrosit dapat berkurang sampai 20 hari. Meningkatnya penghancuran eritrosit dapat

dilihat dari tingkat anemia, ikterus dan retikulositosis yang terjadi, oleh sebab itulah

pemeriksaan umur eritrosit ini bukan merupakan prosedur pemeriksaan rutin untuk

menegakan diagnostik anemi hemolitik.

2. Meningkatnya proses pemecahan heme, ditandai dengan adanya:

a. Meningkatnya kadar billirubin indirek darah.

b. Meningkatnya pembentukan CO yang endogen

c. Meningkatnya kadar billirubin darah (hyperbillirubinemi).

d. Meningkatnya ekskresi urobillinogen dalam urine.

3. Meningkatnya kadar enzym Lactat dehydrogenase (LDH) serum.

- Enzym LDH banyak dijumpai pada sel hati, otot jantung, otak dan sel eritrosit, kadar LDH

dapat mencapai 1200 U/ml.

- Isoenzym LDH-2 lebih dominan pada anemi hemolitik sedang isoenzym LDH-1 akan

meninggi pada anemi megaloblastik.

4. Adanya tanda-tanda hemolisis intravaskular diantaranya yaitu:

a. Hemoglobinemi (meningkatnya kadar Hb.plasma)

b. Tidak adanya/rendahnya kadar haptoglobulin darah

c. Hemoglobinuri (meningkatnya Hb.urine).

d. Hemosiderinuri (meningkatnya hemosiderin urine).

e. Methemoglobinemi

26

Page 27: Laporan Kasus anemia

5. Berkurangnya kadar hemopexin serum.

Kelainan laboratorium yang selalu dijumpai sebagai akibat meningkatnya proses eritroposis

dalam sumsum tulang diantaranya yaitu:

A. Pada darah tepi bisa dijumpai adanya :

1. Retikulositosis (polikromatopilik, stipling)

Sel retikulosit merupakan sel eritrosit yang masih mengandung ribosome, pemeriksaannya

dilakukan dengan menggunakan pengecatan Brelian Cresiel Blue (BCB), nilai normal

berkisar antara 0,8–2,5 % pada pria dan 0,8–4,1 % pada wanita, jumlah retikulosit ini harus

dikoreksi dengan ratio hemoglobin/hematokrit (Hb/0.45) sedang jumlah retikulosit absolute

dapat dihitung dengan mengkalikan jumlah retikulosit dengan jumlah eritrosit.

2. Makrositosis

Sel eritrosit dengan ukuran lebih besar dari normal, yaitu dengan nilai Mean Corpuscular

Volume (MCV) > 96 fl.

3.Eritroblastosis .

4. Lekositosis dan trombositosis

B. Pada sumsum tulang dijumpai adanya eritroid hiperplasia

C. Ferrokinetik :

1. Meningkatnya Plasma Iron Turnover ( PIT ).

2. Meningkatnya Eritrosit Iron Turnover ( EIT ).

D. Biokimiawi darah :

1. Meningkatnya kreatin eritrosit .

2.Meningkatnya aktivitas dari enzym eritrosit tertentu diantaranya yaitu:urophorphyrin

syntese,hexokinase,SGOT.

DIAGNOSIS

Untuk menegakkan diagnostik anemi hemolitik dan penyebabnya maka kita harus berpatokan

pada dua keadaan yang berbeda yaitu :

1. Menentukan ada tidaknya anemi hemolitik, yaitu :

A. Adanya tanda-tanda penghancuran serta pembentukan sel eritrosit yang berlebihan pada

waktu yang sama

B. Terjadi anemi yang persisten yang diikuti dengan hiperaktivitas dari sistem eritropoisis .

27

Page 28: Laporan Kasus anemia

C. Terjadi penurunan kadar hemoglobin dengan sangat cepat tanpa bias diimbangi dengan

eritropoisis normal

D. Adanya tanda-tanda hemoglobinuri atau penghancuran eritrosit intravaskular .

2. Menentukan penyebab spesifik dari anemi hemolitik, yaitu :dengan mendapatkan informasi

dari anamnese yang tepat dan cermat terhadap pasien serta dari basil pemeriksaan sediaan

apus darah tepi clan antiglobulin test (Coomb’s test) ,dari data ini dapat kita bedakan lima

group pasien yaitu :

A. Anemi hemolitik yang disebabkan oleh adanya exposure terhadap infeksi , zat kimia dan

kontak fisik .

B. Hasil pemeriksaan Coomb’s test positip menunjukan anemi hemolitik autoimune (AlHA)

C. Hasil pemeriksaan Coomb-s test negatip kemungkinan adanya anemi hemolitik spherositik

yaitu pada hereditari spherositosis.

D. Kelainan morfologi sel eritrosit yang spesifik : elliptositosis dan sickle sel anemi

E. Golongan pasien dengan Coomb’s test negatip dan tidak adanya kelainan morfologi

eritrosit yang spesifik ,hal ini perlu pemeriksaan tambahan yaitu Hemoglobin elektroforese

dan heat denaturation test untuk unstable hemoglobin diseases. Bila hasil pemeriksaan

laboratorium tersebut diatas menunjukan hasil normal maka diagnosis anemi hemolitik

menjadi sulit, kelainan enzym-enzym eritrosit merupakan penyakit yang sangat jarang kali

dijumpai, namun perlu dilakukan pemeriksaan enzym eritrosit tersebut diantaranya yaitu

enzym Glukose 6-phosphat dehydrogenase dengan pemeriksaan secara enzymatik.2

PENATALAKSANAAN

Anemia hemolitik autoimun tipe hangat:

Kortikosteroid dosis tinggi merupakan obat pilihan utama untuk AIHA tipe panas.

Steroid bekerja memblok fungsi makrofag dan menurunkan sintesis antibodi.8

Prednison diberikan secara oral 2-4mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis selama 2-4 minggu

kemudian dilakukan tappering off dalam 2-6 minggu berikutnya. Jika respon

pengobatan tidak baik, dosis prednison ditingkatkan menjadi 30 mg/kgBB/hari secara

intravena selama 3 hari.15 Pada beberapa pasien dengan hemolisis yang berat maka

dosis prednison dapat ditingkatkan menjadi 6 mg/kgBB/hari dengan tujuan untuk

28

Page 29: Laporan Kasus anemia

mengurangi tingkat hemolisisnya. Pengobatan tetap dilanjutkan sampai didapatkan

penurunan hemolisis, kemudian dosis obat diturunkan secara bertahap. Jika relaps

terjadi, maka diberikan dosis awal kembali.11 Pasien dikatakan respon terhadap

pengobatan dengan steroid akan memperlihatkan peningkatan hemoglobin atau

hemoglobin yang stabil serta penurunan kadar retikulosit setelah dua minggu

pengobatan.15

Anemia hemolitik yang tetap berat meskipun telah diobati dengan kortikosteroid atau

anemia hemolitik yang memerlukan dosis obat yang tinggi untuk mencapai

hemoglobin yang normal, maka dapat dipertimbangkan pemberian immunoglobulin

intravena dan danazol.15 Obat immunosuppresif termasuk pengobatan baru seperti

rituximab dengan dosis 375mg/m2 dapat diberikan sebagai pengobatan lini kedua

pada pasien yang tidak memberi respon terhadap pengobatan dengan steroid, pasien

dengan steroid-dependent, pasien relaps, ataupun pasien AIHA kronik.10,15

Pasien yang tidak responsif terhadap pemberian kortikosteroid dianjurkan untuk

dilakukan splenektomi.10 Splenektomi juga dapat dilakukan pada pasien AIHA kronik.

AIHA dikatakan kronik jika gejala dan hasil laboratorium yang abnormal tetap

ditemukan selama > 6 bulan, akan tetapi splenektomi dapat menyebabkan

peningkatan risiko infeksi (sepsis), terutama pada anak yang berumur < 2 tahun.15

Persiapan yang dilakukan sebelum splenektomi adalah pemberian profilaksis

dianjurkan dengan vaksin yang sesuai ( pneumococcal, meningococcal, dan

Haemophilus influenza type b) dan pemberian penisilin secara oral setelah

splenektomi dilakukan.11

29

Page 30: Laporan Kasus anemia

Anemia hemolitik autoimun tipe dingin

Penderita dianjurkan untuk menghindari paparan terhadap udara dingin yang dapat

memicu terjadinya hemolisis dan jika penyebab mendasari dapat diidentifikasi, maka

penyebab tersebut harus diatasi. Pada beberapa pasien dengan hemolisis berat,

pengobatan termasuk immunosupresan dan plasmaferesis. Beberapa penelitian

sebelumnya menyatakan keberhasilan pengobatan AIHA tipe dingin dengan

menggunakan monoclonal antibodi yaitu rituximab dengan dosis 375mg/m2.

Splenektomi tidak banyak membantu pada AIHA tipe ini. 11

KOMPLIKASI

Tromboemboli

Menurut Allgood dkk, pada pasien AIHA penyebab kematian yang paling sering

adalah emboli paru (4 dari 47 pasien). Semua pasien ini mendapatkan terapi

kortikosteroid dan splenektomi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Pullarkat dkk,

8 dari 30 pasien (27%) mengalami episode tromboemboli vena. Faktor yang

berperan dalam trombosis pada AIHA adalah cytokine-induced expression of

monocyte atau faktor endothelial tissue. Hoffman (2009) berpendapat bahwa

antikoagulan lupus yang terdeteksi pada pasien AIHA berisiko tinggi untuk

terjadinya tromboemboli vena dan pasien sebaiknya diberikan antikoagulan untuk

profilaksis. Penelitian yang dilakukan Kokori dkk pada pasien AIHA dengan

sistemik lupus erythematosus ditemukan risiko trombosis meningkat lebih dari 4

kali lipat.16

Pada penelitian yang dilakukan oleh Hendrick, disimpulkan bahwa pasien

AIHA memiliki risiko tromboemboli yang cukup tinggi. Dia meneliti pada 23

pasien dengan AIHA tipe hangat, didapatkan 6 pasien mengalami tromboemboli

vena, dan 5 diantaranya cukup fatal.16

30

Page 31: Laporan Kasus anemia

Kelainan limfoproliferatif

Pasien dengan kelainan limfoproliferatif dapat berkembang menjadi AIHA.

Begitu juga sebaliknya, pada pasien AIHA terjadi peningkatan risiko kelainan

limfoproliferatif. Sallah, dkk. melaporkan 18% pasien AIHA berkembang menjadi

kelainan limfoproliferatif maligna. Faktor risiko perkembangan AIHA menjadi

keganasan limfoproliferatif adalah usia, adanya penyebab penyakit autoimun, dan

serum gammophaty. Perkembangan menjadi keganasan lymphoid membutuhkan

proses yang bertahap, pada fase awal proliferasi termasuk stimulasi antigen kronik

hingga terjadinya mutasi yang menyebabkan perubahan menjadi keganasan. Analisis

terakhir ditemukan peningkatan sel T limfoma dan zona marginal limfoma, serta

ditemukan juga peningkatan sel B limfoma non Hodgkin 2-3 kali lipat, khususnya tipe

diffuse large cell limfoma

- .

31

Page 32: Laporan Kasus anemia

BAB IV

KESIMPULAN

Dalam kasus ini didapatkan pasien seorang pria dengan keluhan lemas sejak 10 hari

SMRS. Sesak dirasakan memberat sejak 3 hari SMRS. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penunjang, didapatkan diagnosis kerja pada pasien ini adalah Anemia

Hemolitik tipe hangat. Setelah dilakukan perawatan di ruang rawat inap biasa selama 3 hari,

keadaan umum pasien membaik dan stabil sehingga diperbolehkan untuk rawat jalan. Dengan

diagnosis pada pasien, maka perlu diedukasi kembali pada pasien untuk selalu rutin

mengonsumsi obat-obatan dari dokter.

32

Page 33: Laporan Kasus anemia

DAFTAR PUSTAKA

1. Bakta I M, 2009, PendekatanTerhadapPasien Anemia.Dalam: Sudoyo A W,

Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (eds), Buku Ajar

IlmuPenyakitDalamJilid II, ed 5th. BalaiPenerbitIlmuPenyakitDalam FK UI: Jakarta.

1109

2. Aman AK. Klasifikasi etiologi dan aspek laboratorik pada anemi hematolik. Dibisi

hematologi bagian patologi klinik FKUSU 2003

3. Autoimun hemolitik anemia. In http://thesis.umy.ac.id/datapublik/t4309.pdf diakses

pada 9 September 2015

4. Soegondo S, Purnamasari D. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed.5. Jakarta: Interna

Publishing, 2009; 1152

5. Prince S.A,Wilson L.M,2006,Patofisiologi:konsep klinis Proses-Proses Penyakit,

penerbit Buku Kedokteran :EGC,Jakarta. Hal 1333-8.

6. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W, Kapita Selekta

Kedokteran. Edisi ke-3.Jilid 1.Jakarta:Media Aesculapius;2008. Hal 550-2.

7. Sudiono H, Iskandar I, Edward H, Halim SL, Santoso R, Penuntun Patologi Klinik

Hematologi.Jakarta :Biro publikasi fakultas kedokteran Ukrida.2009. Hal 119-20

8. Way, Lawrence . W. Current Surgical Diagnosis and Treatment, 11th Edition.

McGraww Hill and Lange. 2003.

9. Robert J. Arceci, Ian M. Hann, Owen. 2006. Pediatric hematology 3rd ed. Blackwell;

Australia. Hal: 151-170.

10. Lange, Appleton. 2007.Current Pediatric Diagnosis & Treatment, Eighteenth Edition.

The McGraw-Hill Companies; United States of America. Chapter 127.

11. I. Kliegman, Behrman, Jenson. 2007. Nelson Textbook of Pediatrics, 18th ed, Elsevier

Science; Philadelphia. Chapter 457.

12. Rudolph, Colin D.; Rudolph, Abraham M, dkk. 2003. Rudolph's Pediatrics, 21st

Edition McGraw-Hill. Chapter 19.

13. Lanzkowskys,Philip. 2005. Manual of Pediatric Hematology and Oncology, Elsevier

Science; California. Hal: 136-198.

14. Friedberg RC and Johari VP, 2009. Autoimmune Hemolytic Anemia , in Wintrobe’s

Clinical Hematology, 12th edition, Wolter Kluwer, pp 956-962

33

Page 34: Laporan Kasus anemia

15. Sarper Nazan, Suar Caki Kilic, Emine Zengin, Sema Aylan Gelen.2011. Management

of autoimmune hemolytic anemia in children and adolescents : A single center

experience. Turk J Hematol 28:198-205.

16. Dave, Krishna, Diwan. 2012. Evan’s Syndrome Revisited. Journal Association of

Physician India, Vol.60: 60-61

34