anemia makrositik normokrom
TRANSCRIPT
ANEMIA MAKROSITIK NORMOKROM
Anemia ini merupakan kondisi dimana ditemukan pada morfologi apusan darah tepi
berupa sel-sel darah merah yang besar (makrositik) dan warna yang normal/ tidak
mengalami kepucatan (hipkrom). Yang termasuk dari anemia jenis ini ialah anemia
megaloblastik yang disebabkan oleh ganngguan sintesis DNA akibat defisiensi vitamin
B12 dan asam folat.
ANEMIA MEGALOBLASTIK
Anemia megaloblastik adalah anemia yang khas ditandai oleh adanya sel megaloblast
dalam sum – sum tulang. Sel megaloblast adalah sel precursor eritrosit dengan entuk sel
yang besar disertai adanya kesenjangan pematangan sitoplasma dan inti , dimana
sitoplasma maturasinya normal tetapi inti besar dengan susunan kromosom yang longgar.
Anemia megaloblastik disebabkan oleh gangguan pembentukan DNA pada inti eritroblast ,
terutama akibat defisiensi vitamin B12 dan asam folat.
PATOGENESIS
Anemia megaloblastik disebabkan oleh terjadinya defisiensi vitamin B12 dan asam folat ,
dan fungsi vitamin B12 dan asam folat :
a. Pembentukan DNA inti sel
b. Khusus untuk pembentukan selubung myelin
Akibat dari gangguan sintesa DNA pada inti eritroblast ini maka :
a. Maturasi inti lebih lambat sehingga kromatin lebih longgar
b. Sel menjadi lebih besar karena pembelahan sel lambat
Sel eritroblast dengan ukuran yang lebih besar serta susunan kromatin yang lebih longgar
disebut sel megaloblast. Sel megaloblst fungsinya tidak normal , dihancurkan waktu masih
dalam sum – sum tulang (hemolisis intramedular) sehingga terjadi eritropoesis inefektif
dan masa hidup eritrosit jadi lebih pendek , yang berujung pada anemia.
ETIOLOGI
Anemia megaloblastik disebabkan karena kekurangan vitamin B12 dan asam folat
Defisiensi besi Defisiensi folat acid
Anemia pernisiosa Gizi
Diit(vegetarian ) Penyakit Coeliac
Tropical sprue Tropical sprue
Gastrektomi Kehamilan
1. Defisiensi asam folat
a. Asupan Kurang
- Gangguan Nutrisi : Alkoholisme, bayi prematur, orang tua,
hemodialisis, anoreksia nervosa.
- Malabsorbsi : Alkoholisme, celiac dan tropical sprue, gastrektomi
parsial, reseksi usus halus, Crohn’s disease, skleroderma, obat anti
konvulsan (fenitoin, fenobarbital, karbamazepin), sulfasalazine,
kolestiramin, limfoma intestinal, hipotiroidisme.
b. Peningkatan kebutuhan : Kehamilan, anemia hemolitik, keganasan,
hipertiroidisme, dermatitis eksfoliativa, eritropoesis yang tidak efektif
(anemia pernisisosa, anemia sideroblastik, leukemia, anemia hemolitik,
mielofibrosis).
c. Gangguan metabolisme folat : penghambat dihidrofolat reduktase
(metotreksat, pirimetamin, triamteren, pentamidin, trimetoprin), akohol,
defisiensi enzim.
d. Penurunan cadangan folat di hati : alkoholisme, sirosis non alkohol,
hepatoma.
e. Obat-obat yang mengganggu metabolisme DNA : antagonis purin (6
merkaptopurin, azatioprin, dll), antagonis pirimidin (5 flourourasil, sitosin
arabinose, dll), prokarbazin, hidroksiurea, acyclovir, zidovudin.
f. Gangguan metabolik (jarang) : asiduria urotik herediter, sindrom Lesch-
Nyhan.
2. Defisiensi vitamin B12 (kobalamin)
a. Asupan Kurang : vegetarian
b. Malabsorbsi
- Dewasa : Anemia pernisiosa, gastrektomi total/prsial, gastritis
atropikan, tropikal sprue, blind loop syndrome (operasi striktur,
divertikel, reseksi ileum), Crohn's disease, parasit
(Diphyllobothrium latum), limfoma intestinal, skleroderma, obat-
obatan (asam para amino salisilat, kolkisin, neomisin, etanol,
KCl).
- Anak-anak: Anemi pernisiosa, ganguan sekresi faktor intrinsik
lambung, Imerslund-Grasbeck syndrome.
c. Gangguan metabolisme seluler : defisiensi enzim, abnormalitas protein
pembawa kobalamin (defisiensi transkobalamin II), paparan NO yang
berlangsung lama
GAMBARAN KLINIK
Gambaran umum anemia megaloblastik adalah:
1. Anemia timbul perlahan dan progresif
2. Kadang – kadang disertai ikterus ringan
3. Glositis dengan lidah berwarna merah, seperti daging
Pada defisiensi vitamin B12 dijumpai gejala neuropati,sedangkan defisiensi besi tidak
disertai gejala neuro pati. Gejala neuropati berupa subacute combined degeneration
1. Neuritis perifer : mati rasa , rasa terbakar pada jari
2. Kerusakan columna posterior :gangguan posisi , vibrasi dan tes Romberg positif
3. Kerusakan columna lateralis : spasitisitas dengan deep reflex hiperaktif dan
ganggua serebrasi.
GAMBARAN LABORATORIUM
Pada pemeriksaan darah tepi akan dijumpai:
1. Hb menurun dari ringan samapi berat(3-4g/dl)
2. Dijumpai oval macrocyte dengan poikilositosis berat
3. MCV meningkat 110-125 fl, sedangkan retikulosit normal
4. Kadang disertai dengan trombositopenia
5. Pada pemeriksaan sum – sum tulang dapat dijumpai:
a. Hiperplasia eritrosit dengan sel megaloblast
b. Giant metamyelocyte
c. Sel megakariosit yang besar
d. Cadangan besi sum-sum tulang meningkat
6. Kadar bilirubin indirek serum dn LDH meningkat
ANEMIA DEFISIENSI VITAMIN B12
Vitamin B12 atau Cyano-cobalamine merupakan salah satu vitamin B yang
berguna untuk membentuk sel darah merah, melindungi lapisan myelin yang membungkus
urat saraf, mempengaruhi pertumbuhan dan kesuburan,dibutuhkan untuk pembentukan
DNA, sangat penting bagi perempuan hamil dan menyusui, serta membantu pencernaan
lemak, protein, dan karbohidrat. Jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh yaitu 2,5 - 3,0
mikrogram perhari. Namun demikian vitamin B12 harus tetap ada dalam tubuh kita.
Kekurangan vitamin B12 dapat mengakibatkan anemia.
Definisi
Anemia Karena Kekurangan Vitamin B12 (anemia pernisiosa) adalah anemia
megaloblastik yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B12. Selain zat besi, sumsum
tulang memerlukan vitamin B12 dan asam folat untuk menghasilkan sel darah merah. Jika
kekurangan salah satu darinya, bisa terjadi anemia megaloblastik. Pada anemia jenis ini,
sumsum tulang menghasilkan sel darah merah yang besar dan abnormal (megaloblas). Sel
darah putih dan trombosit juga biasanya abnormal. Anemia megaloblastik paling sering
disebabkan oleh kekurangan vitamin B12 dan asam folat dalam makanan atau
ketidakmampuan untuk menyerap vitamin tersebut. Kadang anemia ini disebabkan oleh
obat-obat tertentu yang digunakan untuk mengobati kanker (misalnya metotreksat,
hidroksiurea, fluorourasil dan sitarabin).
Penyebab
Penyerapan yang tidak adekuat dari vitamin B12 (kobalamin)
menyebabkan anemia pernisiosa. Vitamin B12 banyak terdapat di dalam daging dan
dalam keadaan normal telah diserap di bagian akhir usus halus yang menuju ke usus besar
(ilium). Supaya dapat diserap, vitamin B12 harus bergabung dengan faktor intrinsik (suatu
protein yang dibuat di lambung), yang kemudian mengangkut vitamin ini keilium,
menembus dindingnya dan masuk ke dalam aliran darah. Tanpa faktor intrinsik, vitamin
B12 akan tetap berada dalam usus dan dibuang melalui tinja. Pada anemia pernisiosa,
lambung tidak dapat membentuk faktor intrinsik, sehingga vitamin B12 tidak dapat diserap
dan terjadilah anemia, meskipun sejumlah besar vitamin dikonsumsi dalam makanan
sehari-hari. Tetapi karena hati menyimpan sejumla besar vitamin B12, maka anemia
biasanya tidak akan muncul sampai sekitar 2-4 tahun setelah tubuh berhenti menyerap
vitamin B12. Selain karena kekurangan faktor intrinsik, penyebab lainnya dari kekurangan
vitamin B12 adalah:
- pertumbuhan bakteri abnormal dalam usus halus yang menghalangi penyerapan vitamin
B12
- penyakit tertentu (misalnya penyakit Crohn)
- pengangkatan lambung atau sebagian dari usus halus dimana vitamin B12 diserap
- vegetarian.
Patofisiologi
Absorbsi kobalamin di ileum memerlukan faktor intrinsik (FI) yaitu glikoprotein
yang disekresi lambung. Faktor intrinsik akan mengikat 2 melekul kobalamin. Proses
Absorbsi kobalamin adalah sebagai berikut :
- Pada ileum, kobalamin berikatan dengan FI, membetuk IF-Cbl complex
- Kemudian IF-Cbl complex berikatan dengan cubilin, reseptor lokal pada
membarana apikal sel epitel ileum, kemudian berikatan dengan megalin.
- Kobalamin masuk ke dalam sel ileum secara endositosis diikuti degradasi IF
- Kobalamin berikatan dengan transkobalamin (TC II) membentuk, TC II-Cbl
complex, untuk disekresikan ke vena porta
- Kemudian TC II-Cbl complex diuptake oleh sel, pada sel hepatosit dan sel epitel
pada tubulus proksimal ginjal, berikatan dengan TC II receptor dan kobalamin
dilepaskan ke dalam sel
- Dalam sel ini, kobalamin dirubah menjadi bentuk koenzim, koenzim inilah yang
berperan dalm sintesin DNA, methyl-Cbl dan 5'-deoxyadenosyl-Cbl berperan
dalam mengkonversi homosistein ke metionin, dan metilmalonil CoA ke suksinil
CoA.
Gambar : Proses absorbsi dan transpor kobalamin
Pada orang dewasa, faktor intrinsik dapat berkurang karena adanya atropi lambung
(gastritis atropikan), gangguan imunologis (antibodi terhadap faktor intrinsik lambung)
yang mengakibatkan defisiensi kobalamin. Defisiensi kobalamin menyebabkan defisiensi
metionin intraseluler, kemudian menghambat pembentukan folat tereduksi dalam sel. Folat
intrasel yang berkurang akan menurunkan prekursor tidimilat yang selanjutnya akan
menggangu sintesis DNA. Model ini disebut methylfolate trap hypothesis karena defisiensi
kobalamin mengakibatkan penumpukan 5-metil tetrahidrofolat.
Defisiensi kobalamin yang berlangsung lama mengganggu perubahan propionat
menjadi suksinil CoA yang mengakibatkan gangguan sintesis myelin pada susunan saraf
pusat. Proses demyelinisasi ini menyebabkan kelainan medula spinalis dan gangguan
neurologis. Sebelum diabsorbsi asam folat (pteroylglutamic acid) harus diubah menjadi
monoglutamat. Bentuk folat tereduksi (tetrahidrofolat, FH4) merupakan koenzim aktif.
Defisiensi folat mengakibatkan penurunan FH4 intrasel yang akan mengganggu sintesis
tidimilat yang selanjutnya akan menggangu sintesis DNA.
Disamping defisiensi kobalamin dan asam folat, obat-obatan juga dapat
mengganggu sintesis DNA. Metotreksat menghambat kerja eznim dihirofolat reduktase,
yang mereduksi dihidrofilat menjadi tetrahidrofolat, sedangkan 5-flourourasil menhambat
kerja timidilat sintetase yang berperan dalam sintesis pirimidin.
Gambar : Sintesis Pirimidin
Dua vitamin ini berperan sebagai koenzim, kekurangan kobalamin maupun asam
folat dapat menyebabkan kegagalan pematangan dan pembelahan inti3. Selanjutnya sel-sel
eritroblastik pada sumsum tulang gagal berproliferasi dengan cepat, sehingga
menghasilkan sel darah merah yang lebih besar dari normal. Sel eritrosit ini mempunyai
membran yang tipis dan seringkali berbentuk tidak teratur, besar, dan oval, berbeda
dengan bentuk bikonkav yang biasa.
Penyebab terbentuknya sel abnormal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
ketidakmampuan sel-sel untuk mensintesis DNA dalam jumlah yang memadai akan
memperlambat reproduksi sel-sel, tetapi tidak mengahalangi kelebihan pembentukan RNA
oleh DNA dalam sel-sel yang berhasil diproduksi. Akibatnya, jumlah RNA dalam setiap
sel akan melebihi normal, menyebabkan produksi hemoglobin sitoplasmik dan bahan-
bahan lainnya berlebihan, yang membuat sel mejadi besar4.
Gejala
Selain mengurangai pembentukan sel darah merah, kekurangan vitamin B12 juga
mempengaruhi sistem saraf dan menyebabkan:
- kesemutan di tangan dan kaki
- hilangnya rasa di tungkai, kaki dan tangan
- pergerakan yang kaku.
Gejala lainnya adalah:
- lemah
- lesu
- tidak nafsu makan
- susah buang air besar
- buta warna tertentu, termasuk warna kuning dan biru
- luka terbuka di lidah atau lidah seperti terbakar
- penurunan berat badan
- warna kulit menjadi lebih gelap
- linglung
- depresi
- penurunan fungsi intelektual.
Diagnosa
Biasanya, kekurangan vitamin B12 terdiagnosis pada pemeriksaan darah rutin
untuk anemia. Pada contoh darah yang diperiksa dibawah mikroskop,
tampak megaloblas (sel darah merah berukuran besar). Juga dapat dilihat perubahan sel
darah putih dan trombosit, terutama jika penderita telah menderita anemia dalam jangka
waktu yang lama. Jika diduga terjadi kekurangan, maka dilakukan pengukuran kadar
vitamin B12 dalam darah. Jika sudah pasti terjadi kekurangan vitamin B12, bisa dilakukan
pemeriksaan untuk menentukan penyebabnya.
Biasanya pemeriksaan dipusatkan kepada faktor intrinsik:
1. Contoh darah diambil untuk memeriksa adanya antibodi terhadap faktor intrinsik.
Biasanya antibodi ini ditemukan pada 60-90% penderita anemia pernisiosa.
2. Pemeriksaan yang lebih spesifik, yaitu analisa lambung. Dimasukkan sebuah
selang kecil (selangnasogastrik) melalui hidung, melewati tenggorokan dan masuk
ke dalam lambung. Lalu disuntikkanpentagastrin (hormon yang merangasang
pelepasan faktor intrinsik) ke dalam sebuah vena. Selanjutnya diambil contoh
cairan lambung dan diperiksa untuk menemukan adanya faktor intrinsik.
Jika penyebabnya masih belum pasti, bisa dilakukan tes Schilling. Diberikan
sejumlah kecil vitamin B12 radioaktif per-oral (ditelan) dan diukur penyerapannya.
Kemudian diberikan faktor intrinsik dan vitamin B12, lalu penyerapannya diukur kembali.
Jika vitamin B12 diserap dengan faktor intrinsik, tetapi tidak diserap tanpa faktor intrinsik,
maka diagnosisnya pasti anemia pernisiosa.
Diagnosis Banding
- Leukemia akut
- Anemia hemolitik (pada krisi hemolitik)
- Eritroleukemia
- Penyakit hati yang berat
- Hipotiroidisme
- Nefritis kronis
Pengobatan
Pengobatan kekurangan vitamin B 12 atau anemia pernisiosa adalah pemberian
vitamin B12. Sebagian besar penderita tidak dapat menyerap vitamin B12 per-oral
(ditelan), karena itu diberikan melalui suntikan. Pada awalnya suntikan diberikan setiap
hari atau setiap minggu, selama beberapa minggu sampai kadar vitamin B12 dalam darah
kembali normal. Selanjutnya suntikan diberikan 1 kali/bulan. Penderita harus
mengkonsumsi tambahan vitamin B12 sepanjang hidupnya.
Pencegahan
Jika penyebabnya adalah asupan yang kurang, maka anemia ini bisa dicegah melalui pol
makanan yang seimbang.
ANEMIA DEFISIENSI ASAM FOLAT
Asam folat atau folat sangat dibutuhkan manusia. Kekurangan zat ini mengakibatkan bayi
lahir cacat. Folat dapat mencegah penyakit kardiovaskular, Alzheimer, dan kanker.
Sayuran berwarna hijau tua, buah-buahan, biji-bijian, susu, daging, dan sereal merupakan
sumber alami folat.
Istilah asam folat atau folat merupakan salah satu komponen dari vitamin B kompleks.
Asam folat, sebagai bentuk yang paling stabil, sangat jarang terdapat dalam pangan atau
dalam tubuh manusia.
Asam folat umumnya digunakan sebagai komponen dalam suplemen vitamin atau
fortifikan pada pangan. Dalam praktiknya, istilah folat mengacu pada bentuk folat yang
terdapat secara alami dalam bahan pangan, sedangkan asam folat adalah istilah yang
mengacu pada unsur kimia yang terdapat dalam suplemen atau sebagai fortifikan.
Secara alamiah, folat terdapat dalam berbagai struktur kimia. Folat yang ditemukan pada
pangan dapat langsung dimetabolisme di dalam tubuh manusia. Berdasarkan berbagai
penelitian, asam folat atau folat telah diketahui memiliki berbagai efek yang sangat
menguntungkan bagi kesehatan manusia.
Sumber folat alami terutama adalah sayuran berdaun hijau tua (bayam, asparagus), buah-
buahan, baik segar maupun sarinya, polong-polongan, biji-bijian, susu, daging, serta sereal
yang difortifikasi (produk gandum dan sereal sarapan) (Lombardi, 2003).
Fungsi Asam Folat
Satu-satunya fungsi dari koenzim folat dalam tubuh adalah sebagai perantara dalam
transfer unit-unit berkarbon tunggal. Koenzim folat berperan sebagai akseptor dan donor
dari unit berkarbon tunggal dalam berbagai reaksi yang sangat penting dalam metabolisme
asam nukleat dan asam amino.
Dalam metabolisme asam nukleat, koenzim folat memiliki peran yang sangat vital melalui
dua jalur. Jalur pertama adalah dalam sintesis DNA dari prekursornya, yang sangat
bergantung pada peran folat. Jalur yang kedua adalah peran koenzim folat dalam sintesis
metionin.
Metionin adalah asam amino yang sangat dibutuhkan dalam pembentukan S-
adenosilmetionin (SAM). SAM adalah donor grup metil (unit berkarbon tunggal) yang
digunakan dalam berbagai reaksi metilasi biologis, termasuk metilasi sejumlah sisi DNA
dan RNA (Marinus, 2003). Metilasi DNA sangat penting dalam pencegahan kanker.
Koenzim folat juga dibutuhkan dalam metabolisme beberapa asam amino, seperti sintesis
metionin dari homosistein dan pembentukan vitamin B12. Defisiensi folat dapat
menyebabkan penurunan sintesis metionin dan peningkatan produksi homosistein.
Kenaikan jumlah homosistein di dalam tubuh dapat meningkatkan risiko penyakit jantung
dan beberapa penyakit kronis lain.
Metabolisme homosistein menjadi metionin yang melibatkan koenzim folat ternyata juga
memiliki jalur lain. Jadi, selain menghasilkan metionin, proses tersebut juga menghasilkan
asam amino sistein dengan bantuan dua molekul vitamin B6.
Berdasarkan siklus metabolisme yang terjadi, jumlah homosistein di dalam darah
diregulasi oleh tiga vitamin, yaitu asam folat, vitamin B6, dan vitamin B12 (Marinus,
2003).
Cegah Penyakit Kardiovaskular
Kenaikan homosistein dalam darah disebabkan oleh tidak terjadinya perubahan
homosistein menjadi metionin yang dimotori oleh folat. Lebih dari 80 penelitian
menemukan bahwa kenaikan homosistein darah dapat menyebabkan peningkatan risiko
penyakit kardiovaskular. Sebuah penelitian menemukan bahwa penurunan homosistein
darah sebesar 1 mikromol per liter telah dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskular
sebesar 10 persen.
Mekanisme spesifik homosistein dalam menyebabkan penyakit kardiovaskular belum
diketahui secara pasti. Namun, beberapa peneliti telah menduga bahwa mekanismenya
berhubungan dengan penggumpalan darah, vasodilasi arteri, dan penebalan dinding arteri.
Sayangnya, tetap tidak ditemukan suatu bukti ilmiah bahwa menurunkan jumlah
homosistein darah selalu akan menurunkan risiko kardiovaskular pada tingkat yang sama.
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa suplementasi folat yang cukup, baik bagi
pria mupun wanita, dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskular hingga 45 persen.
Meskipun demikian, mekanisme pencegahan dan penurunan risiko kardiovaskular oleh
folat belum dapat diketahui secara pasti. Kesimpulan sementara para ilmuwan adalah
mekanismenya merupakan suatu interaksi positif antara homosistein, folat, vitamin B6,
dan vitamin B12.
Tingkatkan Kemampuan Otak Simpan Memori
Peran folat dalam metabolisme asam nukleat dan reaksi metilasi dapat menunjang kinerja
dan fungsi otak yang normal. Dalam beberapa penelitian, sejumlah dosis suplemen folat
diberikan kepada para lansia yang mulai mengalami penurunan daya ingat dan dementia.
Hasilnya adalah peningkatan dalam kemampuan menyimpan memori jangka pendek.
Folat diketahui dapat menghambat atropi sel-sel otak yang berjalan secara alami seiring
dengan bertambahnya usia. Penelitian dilakukan terhadap otak penderita alzheimer yang
telah meninggal dunia.
Belakangan juga diketahui bahwa Alzheimer memiliki hubungan erat dengan kandungan
homosistein darah dan vitamin B12. Kandungan vitamin B12 plasma yang rendah (kurang
dari 150 piktomol/liter) atau kandungan folat plasma yang rendah (kurang dari 10
nmol/liter) dapat melipatgandakan risiko Alzheimer dan dementia vaskuler. Kadar
homosistein darah yang melebihi 14 mikromol/liter juga diduga dapat meningkatkan risiko
Alzheimer hingga dua kali.
Belum pernah dilaporkan adanya dampak negatif akibat konsumsi folat yang berlebihan.
Dosis maksimum diterapkan hanya pada asam folat sintetis. Meskipun demikian, perlu
ditetapkan batas maksimum konsumsi folat berdasarkan perannya. Folat yang berlebihan
ternyata dapat menyebabkan defisiensi vitamin B12 yang menyebabkan anemia
megaloblastik.
Kecukupan Asupan
Berdasarkan Recommended Dietary Allowance (RDA), kecukupan asupan folat
ditentukan berdasarkan perannya dalam menghasilkan jumlah sel darah merah yang
normal dan jumlah homosistein darah yang stabil. Kecukupan juga ditentukan berdasarkan
cadangan folat yang ada di dalam hati. Kecukupan folat bagi wanita hamil juga ditentukan
berdasarkan pertimbangan tersebut.
Sejauh ini kecukupan folat bagi wanita hamil belum mempertimbangkan adanya gangguan
lain yang mungkin muncul selama kehamilan akibat defisiensi folat seperti Neural Tube
Defect (NTD). Folat sebagai pencegah penyakit tertentu dikategorikan sebagai folat yang
harus disuplementasi selama kondisi yang diperlukan.
Kecukupan folat dinyatakan dalam satuan yang lain. Satuannya adalah Dietary Folate
Equivalent (DFE). Penggunaan satuan ini dimotori oleh Food and Nutrition Board,
Institute of Medicine, Amerika Serikat.
Penggunaan satuan DFE dalam kecukupan folat merefleksikan suatu ketersediaan asam
folat sintetik yang lebih tinggi daripada asam folat alami yang terdapat dalam pangan. Hal
tersebut berhubungan dengan daya cerna dan daya serapnya.
Perhitungan dengan satuan DFE dilakukan dengan ketentuan: (a) 1 mikrogram (mcg) folat
alami dalam pangan = 1 mcg DFE, (b) 1 mcg folat dalam pangan fortifikasi = 1,7 mcg
DFE, (3) 1 mcg suplemen folat tanpa konsumsi pangan = 2 mcg DFE.
Contoh perhitungannya, bila satu takaran saji makanan mengandung 60 mcg folat, akan
menyumbangkan 60 mcg DFE. Sementara itu, konsumsi satu porsi pasta yang difortifikasi
folat sejumlah 60 mcg akan menyumbangkan 1,7 x 60 mcg = 102 mcg DFE karena
ketersediaannya lebih tinggi. Sementara itu, konsumsi suplemen folat berdosis 60 mcg
tanpa didampingi oleh konsumsi pangan lainnya akan menyumbangkan 2 x 60 mcg = 120
mcg DFE bagi tubuh.
Defisiensi Asam Folat
Defisiensi folat dapat disebabkan oleh beberapa kondisi. Penyebab utama adalah
kurangnya asupan folat melalui pangan, rendahnya penyerapan usus terhadap folat, serta
gangguan penyerapan akibat konsumsi alkohol. Kondisi lainnya yang perlu diwaspadai
adalah masa kehamilan.
Saat kehamilan terdapat laju pembelahan sel dan sintesis asam amino yang tinggi.
Keadaan ini dapat menyebabkan defisiensi asam folat apabila tidak ditunjang oleh asupan
yang memadai.
Kondisi yang juga dapat memacu defisiensi adalah masa penyembuhan penyakit tertentu
yang mengharuskan konsumsi obat-obatan tertentu. Zat-zat dalam obat dapat mengikat
folat yang terdapat dalam pangan dan menyebabkan ketersediaan folat di dalam tubuh
menjadi menurun, sehingga terjadi defisiensi.
Gejala-gejala defisiensi pada tahap awal mungkin tidak dapat dideteksi secara visual,
tetapi bisa diketahui dengan pemeriksaan darah yang menunjukkan kenaikan kadar
homosistein darah. Gejala defisiensi folat sangat rentan pada individu yang sedang
mengalami fase pembelahan sel cepat, yaitu masa kehamilan atau masa pertumbuhan.
Apabila pada fase tersebut tidak terdapat cadangan folat yang cukup, pembelahan sel akan
menjadi abnormal. Risiko bahaya akan semakin tinggi apabila abnormalitas pembelahan
sel terjadi pada sel tulang dan sumsum tulang belakang.
Abnormalitas akan menyebabkan sel-sel darah merah yang dihasilkan menjadi lebih
sedikit jumlahnya, tetapi memiliki ukuran yang lebih besar daripada normal. Kondisi
semacam ini disebut sebagai anemia megaloblastik atau anemia makrotik, yaitu suatu
kondisi yang sama persis anemia yang terjadi akibat defisiensi vitamin B12.
Keadaan anemia dapat menyebabkan fungsi sel darah merah menurun. Suplai oksigen
yang harus diberikan pada sel-sel tubuh yang lain menjadi berkurang. Keadaan rendah
oksigen dapat menyebabkan gejala-gejala kelelahan, lemah dan lesu, napas pendek dan
terengah-engah.
Etiologi
Defisiensi asam folat
a. Asupan Kurang
- Gangguan Nutrisi : Alkoholisme, bayi prematur, orang tua,
hemodialisis, anoreksia nervosa.
- Malabsorbsi : Alkoholisme, celiac dan tropical sprue, gastrektomi
parsial, reseksi usus halus, Crohn’s disease, skleroderma, obat anti
konvulsan (fenitoin, fenobarbital, karbamazepin), sulfasalazine,
kolestiramin, limfoma intestinal, hipotiroidisme.
b. Peningkatan kebutuhan : Kehamilan, anemia hemolitik, keganasan,
hipertiroidisme, dermatitis eksfoliativa, eritropoesis yang tidak efektif
(anemia pernisisosa, anemia sideroblastik, leukemia, anemia hemolitik,
mielofibrosis).
c. Gangguan metabolisme folat : penghambat dihidrofolat reduktase
(metotreksat, pirimetamin, triamteren, pentamidin, trimetoprin), akohol,
defisiensi enzim.
d. Penurunan cadangan folat di hati : alkoholisme, sirosis non alkohol,
hepatoma.
e. Obat-obat yang mengganggu metabolisme DNA : antagonis purin (6
merkaptopurin, azatioprin, dll), antagonis pirimidin (5 flourourasil, sitosin
arabinose, dll), prokarbazin, hidroksiurea, acyclovir, zidovudin.
f. Gangguan metabolik (jarang) : asiduria urotik herediter, sindrom Lesch-
Nyhan.
Tanda dan Gejala Klinik
Pada defisiensi asam folat, manifestasi utama :
1. Anemia megaloblastik
2. Glositis
Pada anemia megaloblastik, kadang ditemukan subikterus, petekie dan perdarahan retina,
hepatomegali, dan splenomegali.
Diagnosis
Guna menegakkan diagnosis anemia megalobalstik, perlu menelusuri pemeriksaan
fisik, laboratorium darah juga sumsusm tulang . Bisanya penderita datang berobat karena
keluhan neuropsikiatri, keluhan epigastrik, diare dan biukan oleh keluhan aneminya.
penyakit biasanya terjadi perlahan-lahan. Keluhan lain berupa rambut cepat memutih,
lemah badan, penurunan berat badan. Pada Anemia megaloblastik ditemukan :
- Gejala : Anemia, ikterus ringan, glositis, stomatitis, purpura, neuropati.
- SADT : eritrosit yang besar berbentuk lonjong, trombosit dan lekosit aga
menurun, hipersegmentasi netrofil, Giant stab-cell, retikulosit menurun.
- Sumsum tulang hiperseluler dengan sel-sel eritroblast yang besar (megaloblast),
Giant steb-cell.
- Pada anemia pernisiosa, schilling test positif.
Terapi
1. Suportif : - transfusi bila ada hipoksia
- suspensi trombosit bila trombositopenia mengancam jiwa
1. Defisiensi asam folat : Pemberian asam folat 1mg/hari selama 2-3 minggu,
kemudian dosis pemeliharaan 0,25-0,5 mg/hari
2. Terapi penyakit dasar
3. Menghentikan obat-obat penyebab anemia megaloblastik.
HEMOGLOBINOPATHY
Hemoglobin
Hemoglobin (Hb) merupakan unsur utama dalam sel darah merah dan
mempunyai peranan penting dalam pengangkutan oksigen dari paru-paru
keseluruh tubuh, dan sebaliknya mengangkut karbon dioksida dari jaringan ke
paru-paru untuk dibuang.(1,2) Hemoglobin berupa pigmen yang terdapat di dalam
eritrosit, terdiri dari persenyawaan antara heme dan globin dan mempunyai berat
molekul 64.000 Dalton. Heme adalah suatu persenyawaan kompleks yang terdiri
dari sebuah atom Fe yang terletak ditengah-tengah struktur porfirin. Setiap
molekul hemoglobin mengandung 4 heme.
Gambar 1.1 struktur heme
Globin adalah suatu protein yang terdiri dari 2 pasang rantai polipeptida,
yang terdiri dari 2 pasang rantai dengan jumlah, jenis dan urutan asam amino
tertentu. Masing-masing rantai polipeptida mengikat 1 gugus heme.
Manusia mempunyai 6 rantai polipeptida globin yaitu rantai α dan non α
yang terdiri dari ranati ß ,?, d, e dan ?. Rantai a mempunyai 141 asam
amino
Gambar 1.2. struktur globin
Tipe hemoglobin ditentukan oleh rantai globin yang menyusunnya. Tipe
rantai globin yan tersedia untuk sintesa hemoglobin tergantung pada tahap
perkembangan individu.
Hb Embrionik.
Sintesa Eritrosit dimulai dalam yolk sack embrio yang berumur 19 hari,
berlanjut dalam hati pada usia 6 minggu, dan mulai dalam sumsum tulang pada
kehamilan 4-5 bulan. Hb embrionik utama timbul pada 3-6 bulan pertama dalam
uterus adalah :
a. Hb Gower 1
b. Hb Gower 2
c. Hb Portland
Gambar 1.3. Persentasi variasi hemoglobin selama masa embrionik, fetal
dan Infant
Hb Fetal
Hb F terdiri dari 2 rantai αglobin dan 2 rantai Δ globin dan timbul 90%-
95% dalam hemoglobin uterus dari kehamilan 8-35 minggu sampai pertukaran dari
HbF ke Hb dewasa.
Hb Dewasa (a 2ß‘2).
Hb dewasa (Hb A) terdiri dari 2 rantai aãglobin dan 2 rantai ßãglobin, dan
menyebabkan 96%-98% Hb dewasa. Hb A2 (a¨2d2‘) terdiri dari 2 rantai a¨ globin
dan 2 rantai dqglobin, dan menunjukkan 1,5-3% Hb dewasa. Jumlah Hb F yang kecil
(0,5-1%) juga masih dijumpai pada orang dewasa.
Gambar . Sintesa rantai globin pre dan post natal
Sintesa rantai polipeptida globin
Sintesa rantai polipeptida globin ditentukan oleh gen yang terletak pada
kromosom 11 dan kromosom 16.
Gambar. Kluster gen globin dan pada kromoson 11 dan 16
Produksi hemoglobin
Hemoglobinopati
Hemoglobinopati merupakan kelainan hematologis yang disebabkan oleh adanya
abnormalitas hemoglobin yang diturunkan maupun didapat akibat kelainan produksi
hemoglobin. Kelainan produksi ini dapat disebabkan oleh kelainan gen yang mengatur
susunan asam amino seperti pada anemia sel sabit, Hb S disease, Hb C, Hb E, dll. dan
kelainan gen yang mengatur kecepatan produksi hemoglobin khususnya rantai globin
seperti pada thalassemia. Hemoglobinopati dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
1. Hemoglobinopati structural (kelainan struktur asam amino pada rantai
globin) Hb S, Hb C, Hb D, Hb E, anemia sel sabit
2. Sindrom thalassemia (gangguan sintesis rantai alfa atau beta)
HEMOGLOBINOPATI STRUKTURAL
ANEMIA SEL SABIT
Pendahuluan
Hemoglobinopati adalah sekelompok gangguan herediter yang ditandai dengan adanya Hb
dengan kelainan structural. Dari lebih 300 varian hemoglobin yang pernah ditemukan,
sepertiganya berkaitan dengan manifestasi klinis yang signifikan. Prototype dan
hemoglobinopati yang paling prevalen disebabkan oleh mutasi di gen yang mengkode rantai β-
globin yang menyebabkan terbentuknya Hb sabit (HbS). Penyakit terkaitnya, anemia sel sabit.
Penyakit sel sabit merupakan gangguan genetik resesif autosomal, yaitu individu memperoleh
hemoglobin sabit (hemoglobin S) dari kedua orang tua. Oleh karena itu, pasien homozigot.
Individu heterozigot (gen abnormal diwariskan hanya dari salah satu orang tua) dikatakan
memiliki sifat sel sabit. Individu-individu ini umumnya asimtomatik dan memiliki usia
harapan hidup yang normal.
Sel yang berbentuk sabit menyumbat dan merusak pembuluh darah terkecil dalam limpa,
ginjal, otak, tulang dan organ lainnya, dan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke
organ tersebut. Sel sabit ini rapuh dan akan pecah pada saat melewati pembuluh darah,
menyebabkan anemia berat, penyumbatan aliran darah, kerusakan organ dan mungkin
kematian.
Pada pasien-pasien dengan sifat sel sabit, morbiditas berkaitan dengan gangguan oksigenasi,
seperti pada saat anastesi, di tempat ketinggian, dan pada penyakit paru obstruktif kronis
(COPD), tetapi laporan mengenai keadaan ini sangat jarang dan tidak tercatat dengan baik.2
Etiologi
Secara molekuler HbS timbul karena mutasi satu kodon pada gen beta, yaitu adenine (A)
diganti dengan thymin (T) sehingga setelah translasi menghasilkan asam amino glutamic acid
yang seharusnya valine pada rantai beta. HbS pada tekanan oksigen yang rendah bersifat tidak
larut, mengalami presipitasi (sickling) sehingga menyebabkan perubahan bentuk eritrosit,
seperti bulan sabit. Sel sabit disekuestrasi oleh limpa sehingga timbul anemia hemolitik.
Karena bentuknya abnormal, sel sabit sulit melalui kapiler dan menimbulkan penyumbatan
pembuluh darah (vasooklusi).
Epidemiologi
Sekitar 8% orang Amerika berkulit hitam bersifat heterozigot untuk HbS. Di bagian Afrika
yang endemis malaria, frekuensi gen mendekati 30% karena adanya efek protektif ringan HbS
terhadap malaria Plasmodium falciparum. Di Amerika Serikat, anemia sel sabit mengenai
sekitar 1 dari setiap 600 orang berkulit hitam; di seluruh dunia, anemia sel sabit merupakan
bentuk tersering anemia hemolitik familial.
Patogenesis
Pada deoksigenasi, molekul HbS mengalami polimerisasi, suatu proses yang kadang-kadang
disebut gelation atau kristalisasi. Perubahan dalam status fisik HbS menyebabkan distorsi
SDM, yang mengambil bentuk crescentic, atau bulan sabit. Pembentukan sel sabit (sickling)
pada awalnya reversible dengan oksigenasi; namun, setiap episode pembentukan sel sabit akan
menyebabkan kerusakan membrane sehingga akhirnya sel mengalami penimbunan kalsium.,
kehilangan kalium dan air, dan menjadi bentuk sabit secara ireversibel, walaupun mendapat
oksigenasi yang memadai.
In vivo, banyak faktor yang memengaruhi pembentukan sel sabit. Tiga yang terpenting adalah
sebagai berikut:
a. Adanya hemoglobin selain HbA
Pada heterozigot, sekitar 40% Hb adalah HbS; sisanya adalah HbA, yang berinteraksi
secara lemah dengan HbS selama proses agregasi. Oleh karena itu, esterogen
heterozigot tidak mudah mengambil bentuk sabit, dan orang-orang ini dikatakan
memiliki sifat sel sabit (sickle cell trait). HbC, β-globin mutan lainnya, cukup sering
ditemukan. Angka pembawa sifat diantara orang berkulit hitam Amerika adalah sekitar
2,3%, sehingga 1 dalam 1250 neonatus memiliki kemungkinan bersifat heterozigot
ganda untuk HbS dan HbC (yaitu akan memiliki gen HbS dari salah satu orang tua dan
HbC dari yang lain). HbC memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk membentuk
agregat dengan HbS disbandingkan HbA, sehingga mereka yang memiliki HbS dan
HbC (disebut penyakit Hb SC) mengidap penyakit yang lebih parah dibandingkan
dengan mereka yang memiliki sifat sel sabit. Sebaliknya HbF tidak banyak berinteraksi
dengan HbS sehingga neonatus dengan anemia sel sabit belum memperlihatkan
penyakit sampai usia 5 atau 6 bulan, saat HbF turun ke kadar dewasa.
b. Konsentrasi HbS di sel
Kecenderungan HbS bentuk terdeoksigenasi membentuk polimer tak larut yang
menyebabkan terjadinya bentuk sabit sangat bergantung pada konsentrasi HbS. Oleh
karena itu, dehidrasi SDM, dengan meningkatkan MCHC, sangat mempermudah
terjadinya pembentukan sabit dan mungkin memicu terjadinya oklusi pembuluh darah.
Sebaliknya, keberadaan bersama talasemia-α, yang berkaitan dengan berkurangnya
sintesis rantai globin, menurunkan MCHC sehingga keparahan sel sabit juga berkurang.
Konsentrasi HbS yang relative rendah juga berperan dalam kurangnya sickling
simptomatik pada heterozigot.
c. Durasi SDM terpajan tegangan O2 yang rendah
Waktu transit normal untuk SDM melintasi kapiler kurang memadai untuk memicu
pembentukan agregat HbS terdeoksigenasi yang signifikan. Oleh karena itu,
pembentukan sel sabit terbatas di jaringan mikrovaskular yang aliran darahnya lambat.
Aliran lambat ini biasanya terjadi di limpa dan sumsum tulang, yaitu organ yang paling
terkena pada penyakit sel sabit. Pada jaringan vascular lain diperkirakan terdapat dua
faktor yang memiliki peran patogenik penting: peradangan dan meningkatnya adhesi
SDM. Akibatnya SDM memiliki waktu transit yang lebih lama melintasi jaringan
pembuluh yang meradang sehingga sel tersebut rentan mengalami pembentukan sel
sabit disertai gejala. Karena alas an yang belum jelas, SDM sabit juga memperlihatkan
peningkatan protein perekat di permukaan, seperti C36, bahkan tanpa peradangan yang
nyata. Perlekatan SDM ke endotel in vitro berkaitan dengan keparahan klinis, mungkin
karena ”stickiness” (kelengketan) memengaruhi waktu transit SDM in vivo.
Terdapat dua konsekuensi utama yang ditimbulkan oleh terciptanya SDM berbentuk sabit.
Pertama, serangan berulang deoksigenasi menyebabkan kerusakan membran dan dehidrasi
SDM, yang menjadi kaku, dan akhirnya berbentuk sabit secara ireversibel. SDM disfungsional
ini dikenali dan disingkirkan oleh sel fagosit mononukleus sehingga terjadi anemia hemolitik
ekstravaskuler kronis. Secara keseluruhan, rentang usia rerata SDM sel sabit berkurang dari
120 hari menjadi sekitar 20 hari. Kedua, pembentukan sel sabit menyebabkan obstruksi
mikrovaskular luas yang menyebabkan kerusakan jaringan iskemik. Vaso-oklusi dapat dipicu
dan dieksaserbasi oleh infeksi, peradangan, dehidrasi, dan asidosis.
Gambar :Patogenesis Anemia sel Sabit
Gambar :Siklus Krisis Infark Pada anemia sel sabit
Diagnosis
Diagnosis berdasarkan pada riwayat pasien, temuan-temuan fisik, dan evaluasi laboratorium.
1. Manifestasi penyakit sel sabit biasanya tidak muncul sampai usia 6 bulan bersamaan
dengan penurunan HbF dan peningkatan Hb S. proses hemolitik baru tampak nyata usia
6 bulan. Gejala klinis tersering adalah nyeri dan vaso-occlusive crisis. Pembengkakan
disertai nyeri dan simetris pada tanngan dan kaki (hand-foot syndrome) yang
disebabkan karena infark tulang-tulang kecil pada tangan dan kaki yang lebih tua,
sering terdapat nyeri pada tulang dan sendi-sendi yang lebih besar serta nyeri
abdominal yang hebat yang menyerupai kegawatan bedah akut. Stroke mungkin
mengakibatkan paralisis yang permanen. Dapat terjadi konsolidasi pulmonal crisis
tidak selalu berhubungan dengan perubahan pada gambaran hematologis.
Manifestasi klinis ditinjau dari sistem
Sistem Komplikasi Tanda dan Gejala Berkaitan dengan
Jantung Gagal jantung
kongestif
Kardiomegali, takikardi, napas
pendek, dispnea sewaktu kerja
fisik, gelisah
Anemia, hemolisis kronis
Pernapasan Infark paru,
pneumonia
Nyeri dada, batuk, sesak napas,
demam, gelisah
Krisis infark, meningkatnya
kerentanan terhadap infeksi,
pirau arteriovenosa
intrapulmonal, asplenia
fungsional
Saraf Pusat Trombosis
serebral
Afasia, pusing, kejang, sakit
kepala, disfungsi usus dan
Krisis infark
kandung kemih
Genitourinaria Disfungsi
ginjal
Nyeri pinggang, hematuria Nekrosis papilla ginjal akibat
mikroinfark
Priapismus Pembesaran dan nyeri penis Krisis infark dan
pembentukan sabit
intravascular
Gastrointestinal Kolesistitis,
fibrosis hati,
abses hati
Nyeri perut, hepatomegali,
demam
Hemolisis kronis, krisis
infark
Okular Ablasio
retina,
penyakit
pembuluh
darah perifer,
perdarahan
Nyeri, perubahan penglihatan,
buta
Mikroinfark
Skeletal Nekrosis
aseptik kaput
femoris dan
kaput humeri
Nyeri, mobilitas berkurang,
nyeri dan bengkak pada lengan
dan kaki
Infark, infeksi, infark
intramedular dengan atau
tanpa periostitis
Kulit Ulkus tungkai
kronis
Nyeri, ulkus terbuka dan
mengering
Infark, gangguan sirkulasi
pada kapiler, venula yang
disebabkan oleh
pembentukan sabit
intravascular
2. Kelainan Laboratorium
Pada anemia sel sabit dapat dijumpai:
a. Anemia sedang dengan Hb 6-9 g/dl.
b. Pada apusan darah tepi ditemukan sel sabit, sel target dan tanda atrofi lien, yaitu
Howell-Jolly body.
c. Tes sickling: darah dibuat mengalami deoksigenasi dengan penambahan
dithionate dan Na2HPO4.
d. Tanda hemolisis seperti bilirubin indirek meningkat dan retikulositosis.
e. Pada elektroforesis Hb, dijumpai HbS 25-40%, HbA kosong dan HbF 5-15%.
Penatalaksanaan
Saat ini belum diketahui ada pengobatan yang dapat mengembalikan bentuk sabit menjadi
normal. Oleh karena itu, pengobatan terutama ditujukan pada pencegahan dan penunjang.
Karena infeksi tampaknya mencetuskan krisis sel sabit, pengobatan ditekankan pada
pencegahan, deteksi dini, dan pengobatan segera infeksi.
1. Edukasi Bagi Orang Tua
Dengan mengidentifikasi bayi penyakit sel sabit melalui screening neonatal akan
memungkinkan untuk mendidik orang tua dan pengasuh mengenai kondisi pasien
sebelum timbul gejala. Edukasi yang harus diberikan meliputi dasar genetik dan
patofisiologi dari kelainan tersebut, penting untuk menjadwal secara teratur kunjungan,
pemberian profilaksis penisillin, imunisasi rutin, imunisasi khusus termasuk vaksin
pneumococcal. Penting juga dijelaskan mengenai tanda-tanda sekustrasi splenic akut,
krisis aplastik, acute chest syndrome, stroke dan komplikasi lain.
2. Perawatan Kesehatan
Pasien dengan penyakit sel sabit harus mendapatkan semua imunisasi rutin termasuk
vaksin 23-valent polisakarida pneumococcal harus diberikan pada usia 2 tahun dan
diulang pada usia 5 tahun untuk menunrukan secara bermakna insiden sepsis
pneumococcal. Program ini merekomendasikan pemberian vaksin pneumococcal
polisakarida pada anaknya yanng lebih besar dan dewasa dan imunisasi dengan vaksin
meningococcal. Vaksin influenza sebaiknya diberikan setiap tahun. Semua bayi dengan
talasemia-SS atau sickle bo (FS pada screening neonatal) sebaiknya diberikan
profilaksis penicillin 2 x 125 mg sehari mulai usia 2-3 bulan. Pada usia 3 tahun dosis
ditingkatkan menjadi 2 x 250 mg. Dan harus dilanjutkan sampai minimal 5 tahun.
Beberapa senter merekomendasikan profilaksis penicillin untuk bayi dan anak dengan
Hb SC dan sickle b+ talassemia.
3. Penyakit Akut
Penyakit akut yang awalnya ditandai dengan keluhan dan gejala yang biasa saja
kadang-kadang dengan cepat dapat menjadi suatu keadaan yang membahayakan jiwa
pasien. keluhan dan gejala meliputi demam, batuk, nyerin abdomen, pucat dan lemah
yang mana serinngkali membutuhkan evaluasi dan penanganan yang segera meliputi
kultur darah, antibiotika parenteral untuk demam, transfusi sel darah merah untuk
anemia akut, analgetik yang sesuai dengan nyeri berat.
4. Konseling Genetik
Tes untuk carrier meliputi pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan Hb seperti
penghitungan Hb F dan HbA2 jika nilai MCV pada perbatasan atau menurun orang tua
harus mendapatkan konseling setelah hasil tes diperoleh, yang mana harus meliputi
pengetahuan dari patofisiologi penyakit tersebut, infomasi resiko rekuren dan diagnosa
prenatal.
5. Dukungan Psikososial
Perawatan medis komprehensif meliputi penilaian resiko sosial yang periodik dan
penyediaan pelayanan yang diperlukan untuk mengoptimalisasi adaptasi pasien dan
keluarganya terhadap kondisi kronis tersebut. Kepada pasien harus diberikan informasi
tentang penyakitnya sesuai dengan usianya.
Penutup
Perjalanan penyakit anemia sel sabit sangat bervariasi. Keran meningkatnya perawatan
penunjang, semakin banyak pasien yang dapat bertahan hingga usia dewasa dan memilki anak.
Dalam hal ini, yang sangat penting adalah terapi profilaksis dengan penisilin untuk mencegah
infeksi pneumokokus. Sekitar 50% pasien dapat bertahan melebihi usia 50 tahun. Sebaliknya,
sifat sel sabit, biasanya terus asimtomatik, kecuali apabila pasien mengalami hipoksia berat.
Seringnya timbul krisis memengaruhi keseluruhan kualitas hidup pasien dan keluarganya.
Pasien-pasien sering mengalami kecacatan karena nyeri kronis berulang dan kejadian-kejadian
penyumbatan pembuluh darah. Pada populasi ini terdapat tingginya insiden ketergantungan
obat, serta terdapat juga insiden yang tinggi atas sulitnya mengikuti sekolah atau melakukan
pekerjaan. Pendidikan dan bimbingan yang terus-menerus, termasuk bimbingan genetik,
penting untuk pencegahan dan pengobatan penyakit sel sabit.
Kelainan Struktural Lainnya
Heterozygot ganda HbS dengan varian Hb Thalasemia
HbS-Thalasemia-α
HbS-Thalasemia-ß
Hemoglobin dengan afinitas O2 yang berubah
Contohnya Hb Yakima, ditemukan secara sporadic dengan klinis berupa polisitemia
Hemoglobin tidak stabil
Contohnya Hb Kӧln, terjadi akibat nutasi gen yang mengubah rangkaian asam amino
pada daerah yang penting untuk solubilitas/ pengikatan heme. Hb varian ini ditemukan
secara sporadic.
Hemoglobinophaty lainnya
HbC : Heterozygot, tidak ada anemia/ penyakit, tetapi
kenaikan jumlah sel target tampak pada darah tepi
HbE : Homozygot, ditandai dengan anemia hemolitik dengan
sel target yang mencolok mikrositosis dan splenomegali sedang sampai berat.
Hb H : hemoglobin tetramer beta (β) yang memiliki
afinitas tinggi terhadap O2.
Hb Bart’s : hemoglobin tetramer gamma (γ) yang memiliki
afinitas tinggi terhadap O2.
Hb A1c : hemoglobin A terglikasi, terdapat satu heksosa pada
terminal N rantai β, konsentrasi meninggi pada diabetes yang tidak
terkontrol dengan baik.
Hb anti-Lepore : hemoglobin crossover abnormal yang sama dengan
Hb Lepore tetapi rantai non-α bergabung dengan konfigurasi yang
berlawanan dengan Hb Lepore (rantai β pada terminal N dan rantai δ pada
terminal C).
Hb Lepore : Hb crossover abnormal dengan rantai α normal dan
dua rantai globin yang memiliki bagian rantai δ pada terminal N dan rantai
α pada terminal C.
Hb D : hemoglobin abnormal yang ditandai oleh
mobilitas elektroforetik yang sama dengan Hb S pada kertas atau
selulosa asetat.
Hb S : hemoglobin abnormal di mana valin
menggantikan asam glutamate pada posisi enam rantai β. Keadaan
homozigot mengakibatkan anemia sickle cell dan heterozigot
asimptomatik disebut sickle cell trait. (Newman Dorland, 2005)
THALASEMIA
Definisi
Thalassemia mempunyai banyak definisi. Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Renzo Galanello, thalassemia adalah sekelompok kelainan darah herediter yang
ditandai dengan berkurangnya atau tidak ada sama sekali sintesis rantai globin,
sehingga menyebabkan Hb berkurang dalam sel-sel darah merah, penurunan produksi
sel-sel darah merah dan anemia. Kebanyakan thalassemia diwariskan sebagai sifat
resesif. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Azhar Ibrahim Kharza,
thalassemia merupakan suatu kelainan bawaan sintesis hemoglobin (Hb). Kelainan ini
bervariasi, dari asimtomatik sampai parah, dan bervariasi sesuai dengan rantai
hemoglobin darah yang terpengaruh. Rantai yang mengalami kelainan mempengaruhi
usia onset gejala (α-Thalassemia mempengaruhi janin, β-Thalassemia mempengaruhi
bayi yang baru lahir). Menurut studi yang dilakukan oleh Sylvia Morais de Souza et al,
thalassemia adalah penyakit monogenik paling umum dan ditandai dengan anemia
hipokromatik dan mikrositik, yang terjadi akibat dari tidak adanya atau
berkurangnyasintesis rantai globin. Menurut studi yang dilakukan oleh Deborah
Rund dan Eliezer Rachmilewitz, talasemia adalah anemia turunan yang disebabkan
olehkelainan produksi hemoglobin.
Thalassemia menyebabkan tubuh mensintesa lebih sedikit sel-sel darah merah
yang sehat dan hemoglobin kurang dari biasanya. Hemoglobin adalah zat protein
yang kaya zat besi dalam sel darah merah. Hemoglobin bekerja
untukmembawa oksigen ke seluruh bagian tubuh. Hemoglobin juga membawa karbon
dioksida dari tubuh ke paru-paru untuk dilepaskan melalui pernafasan.
Penderita thalassemia dapat mengalami anemia ringan atau berat. Kondisi ini
disebabkan oleh angkasel darah merah yang lebih rendah dari biasanya atau
hemoglobin yang tidak cukup pada sel darah merah.
Etiologi
Thalassemia terjadi akibat adanya perubahan pada gen globin pada kromosom
manusia. Gen globin adalah bagian dari sekelompok gen yang terletak pada
kromosom 11. Bentuk daripada gen beta-globin ini diatur oleh locus control region
(LCR). Berbagai mutasi pada gen atau pada unsur-unsur dasargen menyebabkan cacat
pada inisiasi atau pengakhiran transkripsi, pembelahan RNA yang abnormal,
substitusi, dan frameshifts. Hasilnya adalah penurunan atau pemberhentian daripada
penghasilan rantai beta-globin, sehingga menimbulkan sindrom thalassemia beta.
Mutasi Beta-zero (β0) ditandai dengan tidak adanya produksi beta-globin,
yang biasanya akibat mutasi nonsense, frameshift, atau splicing.Sedangkan mutasi
beta-plus(β+) ditandai dengan adanya produksi beberapa beta-globin tetapi dengan
sedikit cacat splicing. Mutasi yang spesifik memiliki beberapa hubungan dengan
faktor etnis atau kelompok berbeda yang lazim di berbagai belahan dunia. Seringkali,
sebagian besar individu yang mewarisi penyakit ini mengikuti pola resesif autosomal,
dengan individu heterozigot memiliki kelainan gen tersebut, sedangkan pada individu
heterozigot atau individu compound homozigot, kelainan itu memanifestasi sebagai
penyakit beta-thalassemia mayor atau intermedia.1,21-23,37
Epidemiologi
Di seluruh dunia, thalassemia adalah suatu penyakit yang umum terdapat pada
manusia. Thalassemia mengenai seluruh kelompok etnik di kebanyakan negara di
seluruh dunia. Sebagai contoh, di Siprus, satu dari tujuh individu adalah sebagai
pembawa genetik thalassemia, yang akan menyebabkan 49 pernikahan diantara
pembawagenetik thalassemia menghasilkan 158 kasus thalassemia mayor yang
baru.15 Sebuah studi longitudinal jangka panjang di German yang dijalankan oleh
Elisabeth Konne dan Enno Kleihauer dari 1971 sampai dengan 2007 telah mendapati
daripada 34.228 orang, 34% dari mereka yang diteliti ditemukan memiliki sebuah
hemoglobinopati.Sebagian besar kasus melibatkan thalassemia (25798 kasus, 25,6%)
dan kelainan struktural hemoglobin (8.430 kasus, 8,4%).39 Dari sebuah studi yang
dilakukan oleh M. Sengupta pada penduduk desa di India, daripada 4635 komunitas
etnis, lima mutasi umum dan 12 mutasi langka telah dilaporkan.45 Dari sebuah studi
survei skala besar di Cina yang dilakukan oleh Yi-Tao Zeng dan Shu-Zhen Huang,
dalam dua dekade terakhir ini, dari satu juta orang di 28 provinsi, kasus α-thalassemia
yang dilaporkan adalah 2,64% dan untuk β-thalassemia adalah 0,66%.46Dalam satu
studi yang dilakukan di Inggris oleh Hickman Met al, sekitar 3000 bayi yang lahir
(0,47%) membawa sifat sickle cell dan 2800 (0,44%) membawa sifat thalassemia
pertahun. Sekitar 178 (0,28 per 1000 kelahiran) mempunyai penyakit sickle
cell(SCD) dan 43 (0,07 per 1000 kelahiran) mempunyai kelainan thalassemia beta
mayor / intermedia.
Perubahan tengkorak lebih konsisten berat pada pasien dengan thalassemia
mayor dibandingkan pada mereka dengan kondisi lainnya yang menghasilkan
hiperplasia sumsum tulang. Dalam sebuah penelitian terhadap 60 pasien (usia 11-16
tahun) dengan thalassemia, Wisetsin mengamati bahwa lima (8,3%) memiliki
penampilan ’hair-on-end’.2-3 Dalam satu penelitian yang dijalankan tentang kelainan
yang terdapat pada thalassemia, gambaran radiologi yang dijumpai adalah 83%
merupakan perubahan pada trabekular, 65% adalah penipisan dari lamina dura, dan
33% adalah penampilan hair-on-end.
KLASIFIKASI THALASEMIA
a. Thalassemia-α (gangguan pembentukan rantai α)
Sindrom thalassemia-α disebabkan oleh delesi pada gen α globin pada
kromosom 16 (terdapat 2 gen α globin pada tiap kromosom 16) dan
nondelesi seperti gangguan mRNA pada penyambungan gen yang
menyebabkan rantai menjadi lebih panjang dari kondisi normal.
Faktor delesi terhadap empat gen α globin dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
1. Delesi pada satu rantai α (Silent Carrier/ α-Thalassemia Trait 2)
Gangguan pada satu rantai globin α sedangkan tiga lokus globin
yang ada masih bisa menjalankan fungsi normal sehingga tidak
terlihat gejala-gejala bila ia terkena thalassemia.
2. Delesi pada dua rantai α (α-Thalassemia Trait 1)
Pada tingkatan ini terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari
HbH dan terjadi manifestasi klinis ringan seperti anemia kronis yang
ringan dengan eritrosit hipokromik mikrositer dan MCV(mean
corpuscular volume)
60-75 fl.
3. Delesi pada tiga rantai α (HbH disease)
Delesi ini disebut juga sebagai HbH disease (β4) yang disertai anemia
hipokromik mikrositer, basophylic stippling, heinz bodies, dan
retikulositosis. HbH terbentuk dalam jumlah banyak karena tidak
terbentuknya rantai α sehingga rantai β tidak memiliki pasangan dan
kemudian membentuk tetramer dari rantai β sendiri (β4). Dengan
banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam
eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan. Penderita
dapat tumbuh sampai dewasa dengan anemia sedang (Hb 8-10 g/dl)
dan MCV(mean corpuscular volume) 60-70 fl.
4. Delesi pada empat rantai α (Hidrops fetalis/Thalassemia major)
Delesi ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat
banyak Hb Barts (γ4) yang disebabkan juga karena tidak terbentuknya
rantai α sehingga rantai γ membentuk tetramer sendiri menjadi γ4.
Manifestasi klinis dapat berupa ikterus, hepatosplenomegali, dan janin
yang sangat anemis. Kadar
Hb hanya 6 g/dl dan pada elektroforesis Hb menunjukkan 80-90% Hb
Barts, sedikit HbH, dan tidak dijumpai HbA atau HbF. Biasanya bayi
yang mengalami kelainan ini akan mati beberapa jam setelah
kelahirannya.
b. Thalassemia-β (gangguan pembentukan rantai β)
Thalassemia-β disebabkan oleh mutasi pada gen β globin pada sisi
pendek kromosom 11.
1. Thalassemia βo
Pada thalassemia βo, tidak ada mRNA yang mengkode rantai β
sehingga tidak dihasilkan rantai β yang berfungsi dalam
pembentukan HbA
2. Thalassemia β+
Pada thalassemia β+, masih terdapat mRNA yang normal dan
fungsional namun hanya sedikit sehingga rantai β dapat dihasilkan
dan HbA dapat dibentuk walaupun hanya sedikit.
Sedangkan secara klinis thalassemia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
a. Thalasemia Mayor
Terjadi bila kedua orang tuanya membawa gen pembawa sifat
thalassemia. Gejala penyakit muncul sejak awal masa kanak-kanak dan
biasanya penderita hanya bertahan hingga umur sekitar 2 tahun.
Penderita bercirikan :
Lemah
Pucat
Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur
Berat badan kurang
Tidak dapat hidup tanpa transfusi transfusi darah seumur hidupnya.
b. Thalasemia minor/trait
Gejala yang muncul pada penderita Thalasemia minor bersifat ringan,
biasanya hanya sebagai pembawa sifat. Istilah Thalasemia trait
digunakan untuk orang normal namun dapat mewariskan gen thalassemia
pada anak-anaknya:ditandai oleh splenomegali, anemia berat, bentuk
homozigot.
Pada anak yang besar sering dijumpai adanya:
• Gizi buruk
• Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba
• Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati
(H e p a tom e g a li ), Limpa yang besar ini mudah ruptur karena t r a uma
ringan saja
Gejala khas adalah:
• Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung,
jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
• Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya
menjadi kelabu karena penimbunan besi
MANIFESTASI KLINIS
a. Gejala awal pucat, mulanya tidak jelas. Biasanya menjadi lebih berat
dalam tahun pertama kehidupan, dan pada kasus yang berat terjadi
dalam beberapa minggu setelah lahir
b. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang anak
akan terhambat. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan
kekurangan gizi menyebabkan perawakan pendek.
c. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh, dan dapat
disertai demam berulang kali akibat infeksi
d. Anemia lama dan berat, biasanya menyebabkan pembesaran
jantung
e. Terdapat hepatosplenomegali dan Ikterus ringan mungkin ada
f. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk
muka mongoloid akibat sistim eritropoiesis yang hiperaktif
g. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan dan kaki
dapat menimbulkan fraktur patologis. .
h. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada
tungkai, dan batu empedu.
i. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah
diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia
yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul pensitopenia
akibat hipersplenisme.
j. Letargi, pucat, kelemahan, anoreksia, sesak nafas akibat penumpukan
Fe, tebalnya tulang kranial menipisnya tulang kartilago, kulit bersisik
kehitaman akibat penumpukan Fe yang disebabkan oleh adanya
transfuse darah secara kontinu.
PATOFISIOLOGI
Pernikahan penderita thalasemia carier
Penyakit secara autosomal resesif
Gangguan sintesis rantai globin α dan β
Pembentukan rantai α dan β Rantai α kurang terbentuk di retikulosit tidak seimbang daripada rantai β
• rantai β kurang dibentuk dibanding α• rantai β tidak dibentuk sama sekali• rantai g dibentuk tetapi
tidak menutupi kekurangan rantai β
Thalsemia β
Thalasemia α
• gangguan pembentukan rantai α dan β
• Pembentukan rantai α dan β
• Penimbunan dan pengendapan rantai α dan β
Tidak terbentuk HbA
Membentuk inclusion
bodies Menempel pada
dinding eritrosit
Merusak dinding
eritrosit
Hemolisis
• Eritropoesis darah yang tidak efektif
dan penghancuran precursor eritrosit dan intramedula
• sintesis Hb eritrosit hipokrom dan mikrositer
• Hemolisis eritrosit yang immature
ANEMIA
Pengikatan O2 Kompensasi tubuh
Hipoksia oleh RBC membentuk eritrositoleh sumsum tulang tubuh merespon Suplai
O2/Na aliran darah ke dengan pembentukan ke jar. organ vital Hiperplasia sumsum tulang
eritropoetindan jaringan metabolisme sel
Ekspansi massif masuk ke sirkulasi
O2 dan nutrisi sumsum tulang pertumbuhan sel tidak di Transpor wajah dan kranium merangsang
&otak terhambat scr adekuat eritropoesisdeformitas tulang Resiko
Gangguan Perfusi jar. Pembentukan RBC tumbuh kembang terganggu baru yang immature
• Perubahan bentuk wajah dan mudah lisis• Penonjolan tulang tengkorak perubahan• pertumbuhan pada tulang maksila Hb
pembentukan• Terjadi face cooley ATP
perlu transfusi
Perasaan berbeda energy
yang dengan orang lain terjadi Fe
dihasilkan dlm tubuh
Gambaran diri negatif kelemahan fisik
Hemosiderosis
Gangguan konsep diri: Intoleransi body image
pigmentasi kulit aktifitas(coklat kehitaman)
Kerusakan
Integritas kulit
Fibrosis Hemokromatesis Terjadi hemapoesis di extramedula
Liver Limfa Jantung Pankreas Paru-paru
Hepatomegali Splenomegali Payah jantung DM Frekuensi
napas Perut buncit Splenokromi Imunitas Resiko pola napas
tidakefektif Menekan diagfragma Resiko terhadap infeksi
Compliance paru-paru terganggu
Perkusi napas Anemia
Kekentalan darah Hipoksia Jaringan
Tahanan thd aliran darah Rangsangan Simpatik Perfusi ke organ GIT& pembuluh darah
Kerja Sal.Cerna < O2 untuk metabolisme
Jmlh darah yg kembali Sal. Cerna ke Jantung /Venous return
CO
Beban kerja Jantung
Payah Jantung mortilitas usus
Splenomegali & Hepatomegali Digesti & absorbsi makanan terganggu
Menekan organ abdomen
Distensi abdomen/
Makanan tertahan di lambung
Merangsang Hipotalamus
(Pusat kenyang) Dipersepsikan
dengan perasaan kenyang Anoreksia
Intake nutrisi berkurang
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan
BB kurang
PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang
A. Pemeriksaan hematologi rutin
1. Morfologi eritrosit (gambaran darah tepi) – eritrosit hipokromik mikrositik, sel
target, normoblas (eritrosit berinti), polikromasia, bashopilic stipling,
Heinzbodies pada β-thalassemia.
2. Kadar Hb pada thalasemia mayor 3-9 g/dl, thalasemia intermedia 7-10 g/dl
B. Elektroforesis Hb
1. HbF meningkat : 10-98%
2. HbA bisa ada pada β+, bisa tidak ada pada βo
3. HbA2 sangat bervariasi, bisa rendah, normal, atau meningkat
C. Pemeriksaan sumsum tulang
1. Eritropoesis inefektif menyebabkan hiperplasia eritroid yang ditandai
dengan peningkatan cadangan Fe.
D. Uji fragilitas osmotik (darah + larutan salin terbuffer)
Pada darah normal 96% eritrosit akan terlisis, sedangkan pada thalasemia
eritrosit tidak terlisis
E. Pengukuran beban besi
Pengukuran feritin serum dan feritin plasma sebelum dilakukan transfuse
F. Pemeriksaan pedigree untuk mengetahui apakah orang tua atau saudara
pasien merupakan trait
G. Pemeriksaan molekuler
1. Analisis DNA (Southern blot)
2. Deteksi direct gen mutan
3. Deteksi mutasi dengan probe oligonukleotida sintetik
4. ARMS (mengamplifikasi segmen target mutan)
5. Analisis “globin chain synthesis” dalam retikulosit akan dijumpai sintesis
rantai beta menurun dengan rasio α/β meningkat.
Penatalaksanaan dan Pencegahan Pada Pasien
Pada penatalaksanan pada pasien harus melakukan pertimbangan aspek
ekonomi, sosial, dan budaya pasien. Untuk memberikan terapi senantiasa
meminta persetujuan dari pasien. Pada pasien anak tersebut dapat diberikan
terapi:
- Transfusi : untuk mempertahankan kadar hb di atas 10 g/dl. Sebelum
melakukannya perlu dilakukan pemeriksaan genotif pasien untuk mencegah
terjadi antibody eritrosit. Transfusi PRC (packed red cell)dengan dosis 3 ml/kg
BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.
- Antibiotik : untuk melawan mikroorganisme pada infeksi. Untuk menentukan
jenis antibiotic yang digunakan perlu dilakukan anamnesis lebih lanjut pada pasien.
- Khelasi Besi: untuk mengurangi penimbunan besi berlebihan akibat transfusi.
Khelasi besi dapat berupa: desferoksamin diberikan injeksi subcutan,
desferipone (oral), desferrithiochin (oral), Pyridoxal isonicotinoyl hydrazone
(PIH), dll.
- Vitamin B12 dan asam folat : untuk meningkatkan efektivitas fungsional
eritropoesis.
- Vitamin C : untuk meningkatkan ekskresi besi. Dosis 100-250 mg/hari
selama pemberian kelasi besi
- Vitamin E : untuk memperpanjang masa hidup eritrosit.Dosis 200-400 IU
setiap hari.
- Imunisasi : untuk mencegah infeksi oleh mikroorganisme.
- Splenektomi : limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita,
menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur.
Jika disetujui pasien hal ini sebaiknya dilakukan setelah anak berumur di atas 5
tahun sehingga tidak terjadi penurunan drastis imunitas tubuh akibat
splenektomi. Pencegahan thalassemia atau kasus pada pasien ini dapat dilakukan
dengan konsultasi pra nikah untuk mengetahui apakah diantara pasutri ada
pembawa gen thalassemia (trait), amniosentris melihat komposisi kromosom
atau analisis DNA untuk melihat abnormalitas pada rantai globin.
HEALTH EDUCATION
A. Pencegahan primer :
Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah perkawinan
diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang
homozigot. Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier) menghasilkan keturunan : 25
% Thalasemia (homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan 25 normal.
B. Pencegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan Thalasemia
heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengan sperma berasal
dari donor yang bebas dan Thalasemia troit. Kelahiran kasus homozigot terhindari,
tetapi 50 % dari anak yang lahir adalah carrier, sedangkan 50% lainnya normal.
Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu kemajuan
dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin sehingga dapat
dipertimbangkan tindakan abortus provokotus (Soeparman dkk, 1996).
HEMATOPOESIS
merupakan proses pembentukan komponen sel darah, dimana terjadi proliferasi, maturasi dan
diferensiasi sel yang terjadi secara serentak.
Proliferasi sel menyebabkan peningkatan atau pelipatgandaan jumlah sel, dari satu sel
hematopoietik pluripotent menghasilkan sejumlah sel darah. Maturasi merupakan proses
pematangan sel darah, sedangkan diferensiasi menyebabkan beberapa sel darah yang terbentuk
memiliki sifat khusus yang berbeda-beda.
Hematopoiesis pada manusia terdiri atas beberapa periode :
1. Mesoblastik
Dari embrio umur 2 – 10 minggu. Terjadi di dalam yolk sac. Yang dihasilkan adalah HbG1,
HbG2, dan Hb Portland.
2. Hepatik
Dimulai sejak embrio umur 6 minggu terjadi di hati Sedangkan pada limpa terjadi pada umur 12
minggu dengan produksi yang lebih sedikit dari hati. Disini menghasilkan Hb.
3. Mieloid
Dimulai pada usia kehamilan 20 minggu terjadi di dalam sumsum tulang, kelenjar limfonodi, dan
timus. Di sumsum tulang, hematopoiesis berlangsung seumur hidup terutama menghasilkan
HbA, granulosit, dan trombosit. Pada kelenjar limfonodi terutama sel-sel limfosit, sedangkan
pada timus yaitu limfosit, terutama limfosit T.
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembentukan sel darah di antaranya adalah asam
amino, vitamin, mineral, hormone, ketersediaan oksigen, transfusi darah, dan faktor- faktor
perangsang hematopoietik.
sumber billy:
1. Vinay Kumar, Ramzi S. Contra, Stanley L. Robbins. Buku Ajar Patologi Robbins Volume 2
Edisi 7. Jakarta: EGC; 2007.
2. Sylvia A. Price. Patofisiologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1 Edisi 6.
Jakarta: EGC; 2005.
3. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Hematologi. Jakarta: EGC; 2005.
4. Bakta IM. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC; 2006.
5. Atmakusuma D, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing; 2009.h
6. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI; 2010.