anemia makrositik normokrom

65
ANEMIA MAKROSITIK NORMOKROM Anemia ini merupakan kondisi dimana ditemukan pada morfologi apusan darah tepi berupa sel-sel darah merah yang besar (makrositik) dan warna yang normal/ tidak mengalami kepucatan (hipkrom). Yang termasuk dari anemia jenis ini ialah anemia megaloblastik yang disebabkan oleh ganngguan sintesis DNA akibat defisiensi vitamin B12 dan asam folat. ANEMIA MEGALOBLASTIK Anemia megaloblastik adalah anemia yang khas ditandai oleh adanya sel megaloblast dalam sum – sum tulang. Sel megaloblast adalah sel precursor eritrosit dengan entuk sel yang besar disertai adanya kesenjangan pematangan sitoplasma dan inti , dimana sitoplasma maturasinya normal tetapi inti besar dengan susunan kromosom yang longgar. Anemia megaloblastik disebabkan oleh gangguan pembentukan DNA pada inti eritroblast , terutama akibat defisiensi vitamin B12 dan asam folat. PATOGENESIS Anemia megaloblastik disebabkan oleh terjadinya defisiensi vitamin B12 dan asam folat , dan fungsi vitamin B12 dan asam folat : a. Pembentukan DNA inti sel b. Khusus untuk pembentukan selubung myelin

Upload: ogie-silaen

Post on 12-Aug-2015

549 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Anemia Makrositik Normokrom

ANEMIA MAKROSITIK NORMOKROM

Anemia ini merupakan kondisi dimana ditemukan pada morfologi apusan darah tepi

berupa sel-sel darah merah yang besar (makrositik) dan warna yang normal/ tidak

mengalami kepucatan (hipkrom). Yang termasuk dari anemia jenis ini ialah anemia

megaloblastik yang disebabkan oleh ganngguan sintesis DNA akibat defisiensi vitamin

B12 dan asam folat.

ANEMIA MEGALOBLASTIK

Anemia megaloblastik adalah anemia yang khas ditandai oleh adanya sel megaloblast

dalam sum – sum tulang. Sel megaloblast adalah sel precursor eritrosit dengan entuk sel

yang besar disertai adanya kesenjangan pematangan sitoplasma dan inti , dimana

sitoplasma maturasinya normal tetapi inti besar dengan susunan kromosom yang longgar.

Anemia megaloblastik disebabkan oleh gangguan pembentukan DNA pada inti eritroblast ,

terutama akibat defisiensi vitamin B12 dan asam folat.

PATOGENESIS

Anemia megaloblastik disebabkan oleh terjadinya defisiensi vitamin B12 dan asam folat ,

dan fungsi vitamin B12 dan asam folat :

a. Pembentukan DNA inti sel

b. Khusus untuk pembentukan selubung myelin

Akibat dari gangguan sintesa DNA pada inti eritroblast ini maka :

a. Maturasi inti lebih lambat sehingga kromatin lebih longgar

b. Sel menjadi lebih besar karena pembelahan sel lambat

Sel eritroblast dengan ukuran yang lebih besar serta susunan kromatin yang lebih longgar

disebut sel megaloblast. Sel megaloblst fungsinya tidak normal , dihancurkan waktu masih

dalam sum – sum tulang (hemolisis intramedular) sehingga terjadi eritropoesis inefektif

dan masa hidup eritrosit jadi lebih pendek , yang berujung pada anemia.

Page 2: Anemia Makrositik Normokrom

ETIOLOGI

Anemia megaloblastik disebabkan karena kekurangan vitamin B12 dan asam folat

Defisiensi besi Defisiensi folat acid

Anemia pernisiosa Gizi

Diit(vegetarian ) Penyakit Coeliac

Tropical sprue Tropical sprue

Gastrektomi Kehamilan

1. Defisiensi asam folat

a. Asupan Kurang

- Gangguan Nutrisi : Alkoholisme, bayi prematur, orang tua,

hemodialisis, anoreksia nervosa.

- Malabsorbsi : Alkoholisme, celiac dan tropical sprue, gastrektomi

parsial, reseksi usus halus, Crohn’s disease, skleroderma, obat anti

konvulsan (fenitoin, fenobarbital, karbamazepin), sulfasalazine,

kolestiramin, limfoma intestinal, hipotiroidisme.

b. Peningkatan kebutuhan : Kehamilan, anemia hemolitik, keganasan,

hipertiroidisme, dermatitis eksfoliativa, eritropoesis yang tidak efektif

(anemia pernisisosa, anemia sideroblastik, leukemia, anemia hemolitik,

mielofibrosis).

c. Gangguan metabolisme folat : penghambat dihidrofolat reduktase

(metotreksat, pirimetamin, triamteren, pentamidin, trimetoprin), akohol,

defisiensi enzim.

d. Penurunan cadangan folat di hati : alkoholisme, sirosis non alkohol,

hepatoma.

e. Obat-obat yang mengganggu metabolisme DNA : antagonis purin (6

merkaptopurin, azatioprin, dll), antagonis pirimidin (5 flourourasil, sitosin

arabinose, dll), prokarbazin, hidroksiurea, acyclovir, zidovudin.

f. Gangguan metabolik (jarang) : asiduria urotik herediter, sindrom Lesch-

Nyhan.

2. Defisiensi vitamin B12 (kobalamin)

a. Asupan Kurang : vegetarian

b. Malabsorbsi

Page 3: Anemia Makrositik Normokrom

- Dewasa : Anemia pernisiosa, gastrektomi total/prsial, gastritis

atropikan, tropikal sprue, blind loop syndrome (operasi striktur,

divertikel, reseksi ileum), Crohn's disease, parasit

(Diphyllobothrium latum), limfoma intestinal, skleroderma, obat-

obatan (asam para amino salisilat, kolkisin, neomisin, etanol,

KCl).

- Anak-anak: Anemi pernisiosa, ganguan sekresi faktor intrinsik

lambung, Imerslund-Grasbeck syndrome.

c. Gangguan metabolisme seluler : defisiensi enzim, abnormalitas protein

pembawa kobalamin (defisiensi transkobalamin II), paparan NO yang

berlangsung lama

GAMBARAN KLINIK

Gambaran umum anemia megaloblastik adalah:

1. Anemia timbul perlahan dan progresif

2. Kadang – kadang disertai ikterus ringan

3. Glositis dengan lidah berwarna merah, seperti daging

Pada defisiensi vitamin B12 dijumpai gejala neuropati,sedangkan defisiensi besi tidak

disertai gejala neuro pati. Gejala neuropati berupa subacute combined degeneration

1. Neuritis perifer : mati rasa , rasa terbakar pada jari

2. Kerusakan columna posterior :gangguan posisi , vibrasi dan tes Romberg positif

3. Kerusakan columna lateralis : spasitisitas dengan deep reflex hiperaktif dan

ganggua serebrasi.

GAMBARAN LABORATORIUM

Pada pemeriksaan darah tepi akan dijumpai:

1. Hb menurun dari ringan samapi berat(3-4g/dl)

2. Dijumpai oval macrocyte dengan poikilositosis berat

3. MCV meningkat 110-125 fl, sedangkan retikulosit normal

4. Kadang disertai dengan trombositopenia

5. Pada pemeriksaan sum – sum tulang dapat dijumpai:

a. Hiperplasia eritrosit dengan sel megaloblast

b. Giant metamyelocyte

c. Sel megakariosit yang besar

Page 4: Anemia Makrositik Normokrom

d. Cadangan besi sum-sum tulang meningkat

6. Kadar bilirubin indirek serum dn LDH meningkat

ANEMIA DEFISIENSI VITAMIN B12

Vitamin B12 atau Cyano-cobalamine merupakan salah satu vitamin B yang

berguna untuk membentuk sel darah merah, melindungi lapisan myelin yang membungkus

urat saraf, mempengaruhi pertumbuhan dan kesuburan,dibutuhkan untuk pembentukan

DNA, sangat penting bagi perempuan hamil dan menyusui, serta membantu pencernaan

lemak, protein, dan karbohidrat. Jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh yaitu 2,5 - 3,0

mikrogram perhari. Namun demikian vitamin B12 harus tetap ada dalam tubuh kita.

Kekurangan vitamin B12 dapat mengakibatkan anemia.

Definisi

Anemia Karena Kekurangan Vitamin B12 (anemia pernisiosa) adalah anemia

megaloblastik yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B12. Selain zat besi, sumsum

tulang memerlukan vitamin B12 dan asam folat untuk menghasilkan sel darah merah. Jika

kekurangan salah satu darinya, bisa terjadi anemia megaloblastik. Pada anemia jenis ini,

sumsum tulang menghasilkan sel darah merah yang besar dan abnormal (megaloblas). Sel

darah putih dan trombosit juga biasanya abnormal. Anemia megaloblastik paling sering

disebabkan oleh kekurangan vitamin B12 dan asam folat dalam makanan atau

ketidakmampuan untuk menyerap vitamin tersebut. Kadang anemia ini disebabkan oleh

obat-obat tertentu yang digunakan untuk mengobati kanker (misalnya metotreksat,

hidroksiurea, fluorourasil dan sitarabin).

Penyebab

Penyerapan yang tidak adekuat dari vitamin B12 (kobalamin)

menyebabkan anemia pernisiosa. Vitamin B12 banyak terdapat di dalam daging dan

dalam keadaan normal telah diserap di bagian akhir usus halus yang menuju ke usus besar

(ilium). Supaya dapat diserap, vitamin B12 harus bergabung dengan faktor intrinsik (suatu

protein yang dibuat di lambung), yang kemudian mengangkut vitamin ini keilium,

menembus dindingnya dan masuk ke dalam aliran darah. Tanpa faktor intrinsik, vitamin

B12 akan tetap berada dalam usus dan dibuang melalui tinja. Pada anemia pernisiosa,

Page 5: Anemia Makrositik Normokrom

lambung tidak dapat membentuk faktor intrinsik, sehingga vitamin B12 tidak dapat diserap

dan terjadilah anemia, meskipun sejumlah besar vitamin dikonsumsi dalam makanan

sehari-hari. Tetapi karena hati menyimpan sejumla besar vitamin B12, maka anemia

biasanya tidak akan muncul sampai sekitar 2-4 tahun setelah tubuh berhenti menyerap

vitamin B12. Selain karena kekurangan faktor intrinsik, penyebab lainnya dari kekurangan

vitamin B12 adalah:

- pertumbuhan bakteri abnormal dalam usus halus yang menghalangi penyerapan vitamin

B12

- penyakit tertentu (misalnya penyakit Crohn)

- pengangkatan lambung atau sebagian dari usus halus dimana vitamin B12 diserap

- vegetarian.

Patofisiologi

Absorbsi kobalamin di ileum memerlukan faktor intrinsik (FI) yaitu glikoprotein

yang disekresi lambung. Faktor intrinsik akan mengikat 2 melekul kobalamin. Proses

Absorbsi kobalamin adalah sebagai berikut :

- Pada ileum, kobalamin berikatan dengan FI, membetuk IF-Cbl complex

- Kemudian IF-Cbl complex berikatan dengan cubilin, reseptor lokal pada

membarana apikal sel epitel ileum, kemudian berikatan dengan megalin.

- Kobalamin masuk ke dalam sel ileum secara endositosis diikuti degradasi IF

- Kobalamin berikatan dengan transkobalamin (TC II) membentuk, TC II-Cbl

complex, untuk disekresikan ke vena porta

- Kemudian TC II-Cbl complex diuptake oleh sel, pada sel hepatosit dan sel epitel

pada tubulus proksimal ginjal, berikatan dengan TC II receptor dan kobalamin

dilepaskan ke dalam sel

- Dalam sel ini, kobalamin dirubah menjadi bentuk koenzim, koenzim inilah yang

berperan dalm sintesin DNA, methyl-Cbl dan 5'-deoxyadenosyl-Cbl berperan

dalam mengkonversi homosistein ke metionin, dan metilmalonil CoA ke suksinil

CoA.

Page 6: Anemia Makrositik Normokrom

Gambar : Proses absorbsi dan transpor kobalamin

Pada orang dewasa, faktor intrinsik dapat berkurang karena adanya atropi lambung

(gastritis atropikan), gangguan imunologis (antibodi terhadap faktor intrinsik lambung)

yang mengakibatkan defisiensi kobalamin. Defisiensi kobalamin menyebabkan defisiensi

metionin intraseluler, kemudian menghambat pembentukan folat tereduksi dalam sel. Folat

intrasel yang berkurang akan menurunkan prekursor tidimilat yang selanjutnya akan

menggangu sintesis DNA. Model ini disebut methylfolate trap hypothesis karena defisiensi

kobalamin mengakibatkan penumpukan 5-metil tetrahidrofolat.

Defisiensi kobalamin yang berlangsung lama mengganggu perubahan propionat

menjadi suksinil CoA yang mengakibatkan gangguan sintesis myelin pada susunan saraf

pusat. Proses demyelinisasi ini menyebabkan kelainan medula spinalis dan gangguan

neurologis. Sebelum diabsorbsi asam folat (pteroylglutamic acid) harus diubah menjadi

monoglutamat. Bentuk folat tereduksi (tetrahidrofolat, FH4) merupakan koenzim aktif.

Defisiensi folat mengakibatkan penurunan FH4 intrasel yang akan mengganggu sintesis

tidimilat yang selanjutnya akan menggangu sintesis DNA.

Disamping defisiensi kobalamin dan asam folat, obat-obatan juga dapat

mengganggu sintesis DNA. Metotreksat menghambat kerja eznim dihirofolat reduktase,

Page 7: Anemia Makrositik Normokrom

yang mereduksi dihidrofilat menjadi tetrahidrofolat, sedangkan 5-flourourasil menhambat

kerja timidilat sintetase yang berperan dalam sintesis pirimidin.

Gambar : Sintesis Pirimidin

Dua vitamin ini berperan sebagai koenzim, kekurangan kobalamin maupun asam

folat dapat menyebabkan kegagalan pematangan dan pembelahan inti3. Selanjutnya sel-sel

eritroblastik pada sumsum tulang gagal berproliferasi dengan cepat, sehingga

menghasilkan sel darah merah yang lebih besar dari normal. Sel eritrosit ini mempunyai

membran yang tipis dan seringkali berbentuk tidak teratur, besar, dan oval, berbeda

dengan bentuk bikonkav yang biasa.

Penyebab terbentuknya sel abnormal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

ketidakmampuan sel-sel untuk mensintesis DNA dalam jumlah yang memadai akan

memperlambat reproduksi sel-sel, tetapi tidak mengahalangi kelebihan pembentukan RNA

oleh DNA dalam sel-sel yang berhasil diproduksi. Akibatnya, jumlah RNA dalam setiap

sel akan melebihi normal, menyebabkan produksi hemoglobin sitoplasmik dan bahan-

bahan lainnya berlebihan, yang membuat sel mejadi besar4.

Gejala

Selain mengurangai pembentukan sel darah merah, kekurangan vitamin B12 juga

mempengaruhi sistem saraf dan menyebabkan:

- kesemutan di tangan dan kaki

- hilangnya rasa di tungkai, kaki dan tangan

- pergerakan yang kaku.

Page 8: Anemia Makrositik Normokrom

Gejala lainnya adalah:

- lemah

- lesu

- tidak nafsu makan

- susah buang air besar

- buta warna tertentu, termasuk warna kuning dan biru

- luka terbuka di lidah atau lidah seperti terbakar

- penurunan berat badan

- warna kulit menjadi lebih gelap

- linglung

- depresi

- penurunan fungsi intelektual.

Diagnosa

Biasanya, kekurangan vitamin B12 terdiagnosis pada pemeriksaan darah rutin

untuk anemia. Pada contoh darah yang diperiksa dibawah mikroskop,

tampak megaloblas (sel darah merah berukuran besar). Juga dapat dilihat perubahan sel

darah putih dan trombosit, terutama jika penderita telah menderita anemia dalam jangka

waktu yang lama. Jika diduga terjadi kekurangan, maka dilakukan pengukuran kadar

vitamin B12 dalam darah. Jika sudah pasti terjadi kekurangan vitamin B12, bisa dilakukan

pemeriksaan untuk menentukan penyebabnya.

Biasanya pemeriksaan dipusatkan kepada faktor intrinsik:

1. Contoh darah diambil untuk memeriksa adanya antibodi terhadap faktor intrinsik.

Biasanya antibodi ini ditemukan pada 60-90% penderita anemia pernisiosa.

2. Pemeriksaan yang lebih spesifik, yaitu analisa lambung. Dimasukkan sebuah

selang kecil (selangnasogastrik) melalui hidung, melewati tenggorokan dan masuk

ke dalam lambung. Lalu disuntikkanpentagastrin (hormon yang merangasang

pelepasan faktor intrinsik) ke dalam sebuah vena. Selanjutnya diambil contoh

cairan lambung dan diperiksa untuk menemukan adanya faktor intrinsik.

Jika penyebabnya masih belum pasti, bisa dilakukan tes Schilling. Diberikan

sejumlah kecil vitamin B12 radioaktif per-oral (ditelan) dan diukur penyerapannya.

Kemudian diberikan faktor intrinsik dan vitamin B12, lalu penyerapannya diukur kembali.

Page 9: Anemia Makrositik Normokrom

Jika vitamin B12 diserap dengan faktor intrinsik, tetapi tidak diserap tanpa faktor intrinsik,

maka diagnosisnya pasti anemia pernisiosa.

Diagnosis Banding

- Leukemia akut

- Anemia hemolitik (pada krisi hemolitik)

- Eritroleukemia

- Penyakit hati yang berat

- Hipotiroidisme

- Nefritis kronis

Pengobatan

Pengobatan kekurangan vitamin B 12 atau anemia pernisiosa adalah pemberian

vitamin B12. Sebagian besar penderita tidak dapat menyerap vitamin B12 per-oral

(ditelan), karena itu diberikan melalui suntikan. Pada awalnya suntikan diberikan setiap

hari atau setiap minggu, selama beberapa minggu sampai kadar vitamin B12 dalam darah

kembali normal. Selanjutnya suntikan diberikan 1 kali/bulan. Penderita harus

mengkonsumsi tambahan vitamin B12 sepanjang hidupnya.

Pencegahan

Jika penyebabnya adalah asupan yang kurang, maka anemia ini bisa dicegah melalui pol

makanan yang seimbang.

ANEMIA DEFISIENSI ASAM FOLAT

Asam folat atau folat sangat dibutuhkan manusia. Kekurangan zat ini mengakibatkan bayi

lahir cacat. Folat dapat mencegah penyakit kardiovaskular, Alzheimer, dan kanker.

Sayuran berwarna hijau tua, buah-buahan, biji-bijian, susu, daging, dan sereal merupakan

sumber alami folat.

Istilah asam folat atau folat merupakan salah satu komponen dari vitamin B kompleks.

Asam folat, sebagai bentuk yang paling stabil, sangat jarang terdapat dalam pangan atau

dalam tubuh manusia.

Page 10: Anemia Makrositik Normokrom

Asam folat umumnya digunakan sebagai komponen dalam suplemen vitamin atau

fortifikan pada pangan. Dalam praktiknya, istilah folat mengacu pada bentuk folat yang

terdapat secara alami dalam bahan pangan, sedangkan asam folat adalah istilah yang

mengacu pada unsur kimia yang terdapat dalam suplemen atau sebagai fortifikan.

Secara alamiah, folat terdapat dalam berbagai struktur kimia. Folat yang ditemukan pada

pangan dapat langsung dimetabolisme di dalam tubuh manusia. Berdasarkan berbagai

penelitian, asam folat atau folat telah diketahui memiliki berbagai efek yang sangat

menguntungkan bagi kesehatan manusia.

Sumber folat alami terutama adalah sayuran berdaun hijau tua (bayam, asparagus), buah-

buahan, baik segar maupun sarinya, polong-polongan, biji-bijian, susu, daging, serta sereal

yang difortifikasi (produk gandum dan sereal sarapan) (Lombardi, 2003).

Fungsi Asam Folat

Satu-satunya fungsi dari koenzim folat dalam tubuh adalah sebagai perantara dalam

transfer unit-unit berkarbon tunggal. Koenzim folat berperan sebagai akseptor dan donor

dari unit berkarbon tunggal dalam berbagai reaksi yang sangat penting dalam metabolisme

asam nukleat dan asam amino.

Dalam metabolisme asam nukleat, koenzim folat memiliki peran yang sangat vital melalui

dua jalur. Jalur pertama adalah dalam sintesis DNA dari prekursornya, yang sangat

bergantung pada peran folat. Jalur yang kedua adalah peran koenzim folat dalam sintesis

metionin.

Metionin adalah asam amino yang sangat dibutuhkan dalam pembentukan S-

adenosilmetionin (SAM). SAM adalah donor grup metil (unit berkarbon tunggal) yang

digunakan dalam berbagai reaksi metilasi biologis, termasuk metilasi sejumlah sisi DNA

dan RNA (Marinus, 2003). Metilasi DNA sangat penting dalam pencegahan kanker.

Koenzim folat juga dibutuhkan dalam metabolisme beberapa asam amino, seperti sintesis

metionin dari homosistein dan pembentukan vitamin B12. Defisiensi folat dapat

Page 11: Anemia Makrositik Normokrom

menyebabkan penurunan sintesis metionin dan peningkatan produksi homosistein.

Kenaikan jumlah homosistein di dalam tubuh dapat meningkatkan risiko penyakit jantung

dan beberapa penyakit kronis lain.

Metabolisme homosistein menjadi metionin yang melibatkan koenzim folat ternyata juga

memiliki jalur lain. Jadi, selain menghasilkan metionin, proses tersebut juga menghasilkan

asam amino sistein dengan bantuan dua molekul vitamin B6.

Berdasarkan siklus metabolisme yang terjadi, jumlah homosistein di dalam darah

diregulasi oleh tiga vitamin, yaitu asam folat, vitamin B6, dan vitamin B12 (Marinus,

2003).

Cegah Penyakit Kardiovaskular

Kenaikan homosistein dalam darah disebabkan oleh tidak terjadinya perubahan

homosistein menjadi metionin yang dimotori oleh folat. Lebih dari 80 penelitian

menemukan bahwa kenaikan homosistein darah dapat menyebabkan peningkatan risiko

penyakit kardiovaskular. Sebuah penelitian menemukan bahwa penurunan homosistein

darah sebesar 1 mikromol per liter telah dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskular

sebesar 10 persen.

Mekanisme spesifik homosistein dalam menyebabkan penyakit kardiovaskular belum

diketahui secara pasti. Namun, beberapa peneliti telah menduga bahwa mekanismenya

berhubungan dengan penggumpalan darah, vasodilasi arteri, dan penebalan dinding arteri.

Sayangnya, tetap tidak ditemukan suatu bukti ilmiah bahwa menurunkan jumlah

homosistein darah selalu akan menurunkan risiko kardiovaskular pada tingkat yang sama.

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa suplementasi folat yang cukup, baik bagi

pria mupun wanita, dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskular hingga 45 persen.

Meskipun demikian, mekanisme pencegahan dan penurunan risiko kardiovaskular oleh

folat belum dapat diketahui secara pasti. Kesimpulan sementara para ilmuwan adalah

mekanismenya merupakan suatu interaksi positif antara homosistein, folat, vitamin B6,

dan vitamin B12.

Page 12: Anemia Makrositik Normokrom

Tingkatkan Kemampuan Otak Simpan Memori

Peran folat dalam metabolisme asam nukleat dan reaksi metilasi dapat menunjang kinerja

dan fungsi otak yang normal. Dalam beberapa penelitian, sejumlah dosis suplemen folat

diberikan kepada para lansia yang mulai mengalami penurunan daya ingat dan dementia.

Hasilnya adalah peningkatan dalam kemampuan menyimpan memori jangka pendek.

Folat diketahui dapat menghambat atropi sel-sel otak yang berjalan secara alami seiring

dengan bertambahnya usia. Penelitian dilakukan terhadap otak penderita alzheimer yang

telah meninggal dunia.

Belakangan juga diketahui bahwa Alzheimer memiliki hubungan erat dengan kandungan

homosistein darah dan vitamin B12. Kandungan vitamin B12 plasma yang rendah (kurang

dari 150 piktomol/liter) atau kandungan folat plasma yang rendah (kurang dari 10

nmol/liter) dapat melipatgandakan risiko Alzheimer dan dementia vaskuler. Kadar

homosistein darah yang melebihi 14 mikromol/liter juga diduga dapat meningkatkan risiko

Alzheimer hingga dua kali.

Belum pernah dilaporkan adanya dampak negatif akibat konsumsi folat yang berlebihan.

Dosis maksimum diterapkan hanya pada asam folat sintetis. Meskipun demikian, perlu

ditetapkan batas maksimum konsumsi folat berdasarkan perannya. Folat yang berlebihan

ternyata dapat menyebabkan defisiensi vitamin B12 yang menyebabkan anemia

megaloblastik.

Kecukupan Asupan

Berdasarkan Recommended Dietary Allowance (RDA), kecukupan asupan folat

ditentukan berdasarkan perannya dalam menghasilkan jumlah sel darah merah yang

normal dan jumlah homosistein darah yang stabil. Kecukupan juga ditentukan berdasarkan

cadangan folat yang ada di dalam hati. Kecukupan folat bagi wanita hamil juga ditentukan

berdasarkan pertimbangan tersebut.

Sejauh ini kecukupan folat bagi wanita hamil belum mempertimbangkan adanya gangguan

Page 13: Anemia Makrositik Normokrom

lain yang mungkin muncul selama kehamilan akibat defisiensi folat seperti Neural Tube

Defect (NTD). Folat sebagai pencegah penyakit tertentu dikategorikan sebagai folat yang

harus disuplementasi selama kondisi yang diperlukan.

Kecukupan folat dinyatakan dalam satuan yang lain. Satuannya adalah Dietary Folate

Equivalent (DFE). Penggunaan satuan ini dimotori oleh Food and Nutrition Board,

Institute of Medicine, Amerika Serikat.

Penggunaan satuan DFE dalam kecukupan folat merefleksikan suatu ketersediaan asam

folat sintetik yang lebih tinggi daripada asam folat alami yang terdapat dalam pangan. Hal

tersebut berhubungan dengan daya cerna dan daya serapnya.

Perhitungan dengan satuan DFE dilakukan dengan ketentuan: (a) 1 mikrogram (mcg) folat

alami dalam pangan = 1 mcg DFE, (b) 1 mcg folat dalam pangan fortifikasi = 1,7 mcg

DFE, (3) 1 mcg suplemen folat tanpa konsumsi pangan = 2 mcg DFE.

Contoh perhitungannya, bila satu takaran saji makanan mengandung 60 mcg folat, akan

menyumbangkan 60 mcg DFE. Sementara itu, konsumsi satu porsi pasta yang difortifikasi

folat sejumlah 60 mcg akan menyumbangkan 1,7 x 60 mcg = 102 mcg DFE karena

ketersediaannya lebih tinggi. Sementara itu, konsumsi suplemen folat berdosis 60 mcg

tanpa didampingi oleh konsumsi pangan lainnya akan menyumbangkan 2 x 60 mcg = 120

mcg DFE bagi tubuh.

Defisiensi Asam Folat

Defisiensi folat dapat disebabkan oleh beberapa kondisi. Penyebab utama adalah

kurangnya asupan folat melalui pangan, rendahnya penyerapan usus terhadap folat, serta

gangguan penyerapan akibat konsumsi alkohol. Kondisi lainnya yang perlu diwaspadai

adalah masa kehamilan.

Saat kehamilan terdapat laju pembelahan sel dan sintesis asam amino yang tinggi.

Keadaan ini dapat menyebabkan defisiensi asam folat apabila tidak ditunjang oleh asupan

yang memadai.

Kondisi yang juga dapat memacu defisiensi adalah masa penyembuhan penyakit tertentu

Page 14: Anemia Makrositik Normokrom

yang mengharuskan konsumsi obat-obatan tertentu. Zat-zat dalam obat dapat mengikat

folat yang terdapat dalam pangan dan menyebabkan ketersediaan folat di dalam tubuh

menjadi menurun, sehingga terjadi defisiensi.

Gejala-gejala defisiensi pada tahap awal mungkin tidak dapat dideteksi secara visual,

tetapi bisa diketahui dengan pemeriksaan darah yang menunjukkan kenaikan kadar

homosistein darah. Gejala defisiensi folat sangat rentan pada individu yang sedang

mengalami fase pembelahan sel cepat, yaitu masa kehamilan atau masa pertumbuhan.

Apabila pada fase tersebut tidak terdapat cadangan folat yang cukup, pembelahan sel akan

menjadi abnormal. Risiko bahaya akan semakin tinggi apabila abnormalitas pembelahan

sel terjadi pada sel tulang dan sumsum tulang belakang.

Abnormalitas akan menyebabkan sel-sel darah merah yang dihasilkan menjadi lebih

sedikit jumlahnya, tetapi memiliki ukuran yang lebih besar daripada normal. Kondisi

semacam ini disebut sebagai anemia megaloblastik atau anemia makrotik, yaitu suatu

kondisi yang sama persis anemia yang terjadi akibat defisiensi vitamin B12.

Keadaan anemia dapat menyebabkan fungsi sel darah merah menurun. Suplai oksigen

yang harus diberikan pada sel-sel tubuh yang lain menjadi berkurang. Keadaan rendah

oksigen dapat menyebabkan gejala-gejala kelelahan, lemah dan lesu, napas pendek dan

terengah-engah.

Etiologi

Defisiensi asam folat

a. Asupan Kurang

- Gangguan Nutrisi : Alkoholisme, bayi prematur, orang tua,

hemodialisis, anoreksia nervosa.

- Malabsorbsi : Alkoholisme, celiac dan tropical sprue, gastrektomi

parsial, reseksi usus halus, Crohn’s disease, skleroderma, obat anti

konvulsan (fenitoin, fenobarbital, karbamazepin), sulfasalazine,

kolestiramin, limfoma intestinal, hipotiroidisme.

b. Peningkatan kebutuhan : Kehamilan, anemia hemolitik, keganasan,

hipertiroidisme, dermatitis eksfoliativa, eritropoesis yang tidak efektif

Page 15: Anemia Makrositik Normokrom

(anemia pernisisosa, anemia sideroblastik, leukemia, anemia hemolitik,

mielofibrosis).

c. Gangguan metabolisme folat : penghambat dihidrofolat reduktase

(metotreksat, pirimetamin, triamteren, pentamidin, trimetoprin), akohol,

defisiensi enzim.

d. Penurunan cadangan folat di hati : alkoholisme, sirosis non alkohol,

hepatoma.

e. Obat-obat yang mengganggu metabolisme DNA : antagonis purin (6

merkaptopurin, azatioprin, dll), antagonis pirimidin (5 flourourasil, sitosin

arabinose, dll), prokarbazin, hidroksiurea, acyclovir, zidovudin.

f. Gangguan metabolik (jarang) : asiduria urotik herediter, sindrom Lesch-

Nyhan.

Tanda dan Gejala Klinik

Pada defisiensi asam folat, manifestasi utama :

1. Anemia megaloblastik

2. Glositis

Pada anemia megaloblastik, kadang ditemukan subikterus, petekie dan perdarahan retina,

hepatomegali, dan splenomegali.

Diagnosis

Guna menegakkan diagnosis anemia megalobalstik, perlu menelusuri pemeriksaan

fisik, laboratorium darah juga sumsusm tulang . Bisanya penderita datang berobat karena

keluhan neuropsikiatri, keluhan epigastrik, diare dan biukan oleh keluhan aneminya.

penyakit biasanya terjadi perlahan-lahan. Keluhan lain berupa rambut cepat memutih,

lemah badan, penurunan berat badan. Pada Anemia megaloblastik ditemukan :

- Gejala : Anemia, ikterus ringan, glositis, stomatitis, purpura, neuropati.

- SADT : eritrosit yang besar berbentuk lonjong, trombosit dan lekosit aga

menurun, hipersegmentasi netrofil, Giant stab-cell, retikulosit menurun.

- Sumsum tulang hiperseluler dengan sel-sel eritroblast yang besar (megaloblast),

Giant steb-cell.

- Pada anemia pernisiosa, schilling test positif.

Terapi

Page 16: Anemia Makrositik Normokrom

1. Suportif : - transfusi bila ada hipoksia

- suspensi trombosit bila trombositopenia mengancam jiwa

1. Defisiensi asam folat : Pemberian asam folat 1mg/hari selama 2-3 minggu,

kemudian dosis pemeliharaan 0,25-0,5 mg/hari

2. Terapi penyakit dasar

3. Menghentikan obat-obat penyebab anemia megaloblastik.

HEMOGLOBINOPATHY

Hemoglobin

Hemoglobin (Hb) merupakan unsur utama dalam sel darah merah dan

mempunyai peranan penting dalam pengangkutan oksigen dari paru-paru

keseluruh tubuh, dan sebaliknya mengangkut karbon dioksida dari jaringan ke

paru-paru untuk dibuang.(1,2) Hemoglobin berupa pigmen yang terdapat di dalam

eritrosit, terdiri dari persenyawaan antara heme dan globin dan mempunyai berat

molekul 64.000 Dalton. Heme adalah suatu persenyawaan kompleks yang terdiri

dari sebuah atom Fe yang terletak ditengah-tengah struktur porfirin. Setiap

molekul hemoglobin mengandung 4 heme.

Page 17: Anemia Makrositik Normokrom

Gambar 1.1 struktur heme

Globin adalah suatu protein yang terdiri dari 2 pasang rantai polipeptida,

yang terdiri dari 2 pasang rantai dengan jumlah, jenis dan urutan asam amino

tertentu. Masing-masing rantai polipeptida mengikat 1 gugus heme.

Manusia mempunyai 6 rantai polipeptida globin yaitu rantai α dan non α

yang terdiri dari ranati ß ,?, d, e dan ?. Rantai a mempunyai 141 asam

amino

Page 18: Anemia Makrositik Normokrom

Gambar 1.2. struktur globin

Tipe hemoglobin ditentukan oleh rantai globin yang menyusunnya. Tipe

rantai globin yan tersedia untuk sintesa hemoglobin tergantung pada tahap

perkembangan individu.

Hb Embrionik.

Sintesa Eritrosit dimulai dalam yolk sack embrio yang berumur 19 hari,

berlanjut dalam hati pada usia 6 minggu, dan mulai dalam sumsum tulang pada

kehamilan 4-5 bulan. Hb embrionik utama timbul pada 3-6 bulan pertama dalam

uterus adalah :

a. Hb Gower 1

b. Hb Gower 2

c. Hb Portland

Page 19: Anemia Makrositik Normokrom

Gambar 1.3. Persentasi variasi hemoglobin selama masa embrionik, fetal

dan Infant

Hb Fetal

Hb F terdiri dari 2 rantai αglobin dan 2 rantai Δ globin dan timbul 90%-

95% dalam hemoglobin uterus dari kehamilan 8-35 minggu sampai pertukaran dari

HbF ke Hb dewasa.

Hb Dewasa (a 2ß‘2).

Hb dewasa (Hb A) terdiri dari 2 rantai aãglobin dan 2 rantai ßãglobin, dan

menyebabkan 96%-98% Hb dewasa. Hb A2 (a¨2d2‘) terdiri dari 2 rantai a¨ globin

dan 2 rantai dqglobin, dan menunjukkan 1,5-3% Hb dewasa. Jumlah Hb F yang kecil

(0,5-1%) juga masih dijumpai pada orang dewasa.

Page 20: Anemia Makrositik Normokrom

Gambar . Sintesa rantai globin pre dan post natal

Sintesa rantai polipeptida globin

Sintesa rantai polipeptida globin ditentukan oleh gen yang terletak pada

kromosom 11 dan kromosom 16.

Gambar. Kluster gen globin dan pada kromoson 11 dan 16

Page 21: Anemia Makrositik Normokrom

Produksi hemoglobin

Hemoglobinopati

Hemoglobinopati merupakan kelainan hematologis yang disebabkan oleh adanya

abnormalitas hemoglobin yang diturunkan maupun didapat akibat kelainan produksi

hemoglobin. Kelainan produksi ini dapat disebabkan oleh kelainan gen yang mengatur

susunan asam amino seperti pada anemia sel sabit, Hb S disease, Hb C, Hb E, dll. dan

kelainan gen yang mengatur kecepatan produksi hemoglobin khususnya rantai globin

seperti pada thalassemia. Hemoglobinopati dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

1. Hemoglobinopati structural (kelainan struktur asam amino pada rantai

globin) Hb S, Hb C, Hb D, Hb E, anemia sel sabit

2. Sindrom thalassemia (gangguan sintesis rantai alfa atau beta)

HEMOGLOBINOPATI STRUKTURAL

ANEMIA SEL SABIT

Pendahuluan

Hemoglobinopati adalah sekelompok gangguan herediter yang ditandai dengan adanya Hb

dengan kelainan structural. Dari lebih 300 varian hemoglobin yang pernah ditemukan,

sepertiganya berkaitan dengan manifestasi klinis yang signifikan. Prototype dan

hemoglobinopati yang paling prevalen disebabkan oleh mutasi di gen yang mengkode rantai β-

globin yang menyebabkan terbentuknya Hb sabit (HbS). Penyakit terkaitnya, anemia sel sabit.

Penyakit sel sabit merupakan gangguan genetik resesif autosomal, yaitu individu memperoleh

hemoglobin sabit (hemoglobin S) dari kedua orang tua. Oleh karena itu, pasien homozigot.

Individu heterozigot (gen abnormal diwariskan hanya dari salah satu orang tua) dikatakan

memiliki sifat sel sabit. Individu-individu ini umumnya asimtomatik dan memiliki usia

harapan hidup yang normal.

Sel yang berbentuk sabit menyumbat dan merusak pembuluh darah terkecil dalam limpa,

ginjal, otak, tulang dan organ lainnya, dan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke

organ tersebut. Sel sabit ini rapuh dan akan pecah pada saat melewati pembuluh darah,

menyebabkan anemia berat, penyumbatan aliran darah, kerusakan organ dan mungkin

kematian.

Page 22: Anemia Makrositik Normokrom

Pada pasien-pasien dengan sifat sel sabit, morbiditas berkaitan dengan gangguan oksigenasi,

seperti pada saat anastesi, di tempat ketinggian, dan pada penyakit paru obstruktif kronis

(COPD), tetapi laporan mengenai keadaan ini sangat jarang dan tidak tercatat dengan baik.2

Etiologi

Secara molekuler HbS timbul karena mutasi satu kodon pada gen beta, yaitu adenine (A)

diganti dengan thymin (T) sehingga setelah translasi menghasilkan asam amino glutamic acid

yang seharusnya valine pada rantai beta. HbS pada tekanan oksigen yang rendah bersifat tidak

larut, mengalami presipitasi (sickling) sehingga menyebabkan perubahan bentuk eritrosit,

seperti bulan sabit. Sel sabit disekuestrasi oleh limpa sehingga timbul anemia hemolitik.

Karena bentuknya abnormal, sel sabit sulit melalui kapiler dan menimbulkan penyumbatan

pembuluh darah (vasooklusi).

Epidemiologi

Sekitar 8% orang Amerika berkulit hitam bersifat heterozigot untuk HbS. Di bagian Afrika

yang endemis malaria, frekuensi gen mendekati 30% karena adanya efek protektif ringan HbS

terhadap malaria Plasmodium falciparum. Di Amerika Serikat, anemia sel sabit mengenai

sekitar 1 dari setiap 600 orang berkulit hitam; di seluruh dunia, anemia sel sabit merupakan

bentuk tersering anemia hemolitik familial.

Patogenesis

Pada deoksigenasi, molekul HbS mengalami polimerisasi, suatu proses yang kadang-kadang

disebut gelation atau kristalisasi. Perubahan dalam status fisik HbS menyebabkan distorsi

SDM, yang mengambil bentuk crescentic, atau bulan sabit. Pembentukan sel sabit (sickling)

pada awalnya reversible dengan oksigenasi; namun, setiap episode pembentukan sel sabit akan

menyebabkan kerusakan membrane sehingga akhirnya sel mengalami penimbunan kalsium.,

kehilangan kalium dan air, dan menjadi bentuk sabit secara ireversibel, walaupun mendapat

oksigenasi yang memadai.

In vivo, banyak faktor yang memengaruhi pembentukan sel sabit. Tiga yang terpenting adalah

sebagai berikut:

a. Adanya hemoglobin selain HbA

Pada heterozigot, sekitar 40% Hb adalah HbS; sisanya adalah HbA, yang berinteraksi

secara lemah dengan HbS selama proses agregasi. Oleh karena itu, esterogen

Page 23: Anemia Makrositik Normokrom

heterozigot tidak mudah mengambil bentuk sabit, dan orang-orang ini dikatakan

memiliki sifat sel sabit (sickle cell trait). HbC, β-globin mutan lainnya, cukup sering

ditemukan. Angka pembawa sifat diantara orang berkulit hitam Amerika adalah sekitar

2,3%, sehingga 1 dalam 1250 neonatus memiliki kemungkinan bersifat heterozigot

ganda untuk HbS dan HbC (yaitu akan memiliki gen HbS dari salah satu orang tua dan

HbC dari yang lain). HbC memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk membentuk

agregat dengan HbS disbandingkan HbA, sehingga mereka yang memiliki HbS dan

HbC (disebut penyakit Hb SC) mengidap penyakit yang lebih parah dibandingkan

dengan mereka yang memiliki sifat sel sabit. Sebaliknya HbF tidak banyak berinteraksi

dengan HbS sehingga neonatus dengan anemia sel sabit belum memperlihatkan

penyakit sampai usia 5 atau 6 bulan, saat HbF turun ke kadar dewasa.

b. Konsentrasi HbS di sel

Kecenderungan HbS bentuk terdeoksigenasi membentuk polimer tak larut yang

menyebabkan terjadinya bentuk sabit sangat bergantung pada konsentrasi HbS. Oleh

karena itu, dehidrasi SDM, dengan meningkatkan MCHC, sangat mempermudah

terjadinya pembentukan sabit dan mungkin memicu terjadinya oklusi pembuluh darah.

Sebaliknya, keberadaan bersama talasemia-α, yang berkaitan dengan berkurangnya

sintesis rantai globin, menurunkan MCHC sehingga keparahan sel sabit juga berkurang.

Konsentrasi HbS yang relative rendah juga berperan dalam kurangnya sickling

simptomatik pada heterozigot.

c. Durasi SDM terpajan tegangan O2 yang rendah

Waktu transit normal untuk SDM melintasi kapiler kurang memadai untuk memicu

pembentukan agregat HbS terdeoksigenasi yang signifikan. Oleh karena itu,

pembentukan sel sabit terbatas di jaringan mikrovaskular yang aliran darahnya lambat.

Aliran lambat ini biasanya terjadi di limpa dan sumsum tulang, yaitu organ yang paling

terkena pada penyakit sel sabit. Pada jaringan vascular lain diperkirakan terdapat dua

faktor yang memiliki peran patogenik penting: peradangan dan meningkatnya adhesi

SDM. Akibatnya SDM memiliki waktu transit yang lebih lama melintasi jaringan

pembuluh yang meradang sehingga sel tersebut rentan mengalami pembentukan sel

sabit disertai gejala. Karena alas an yang belum jelas, SDM sabit juga memperlihatkan

Page 24: Anemia Makrositik Normokrom

peningkatan protein perekat di permukaan, seperti C36, bahkan tanpa peradangan yang

nyata. Perlekatan SDM ke endotel in vitro berkaitan dengan keparahan klinis, mungkin

karena ”stickiness” (kelengketan) memengaruhi waktu transit SDM in vivo.

Terdapat dua konsekuensi utama yang ditimbulkan oleh terciptanya SDM berbentuk sabit.

Pertama, serangan berulang deoksigenasi menyebabkan kerusakan membran dan dehidrasi

SDM, yang menjadi kaku, dan akhirnya berbentuk sabit secara ireversibel. SDM disfungsional

ini dikenali dan disingkirkan oleh sel fagosit mononukleus sehingga terjadi anemia hemolitik

ekstravaskuler kronis. Secara keseluruhan, rentang usia rerata SDM sel sabit berkurang dari

120 hari menjadi sekitar 20 hari. Kedua, pembentukan sel sabit menyebabkan obstruksi

mikrovaskular luas yang menyebabkan kerusakan jaringan iskemik. Vaso-oklusi dapat dipicu

dan dieksaserbasi oleh infeksi, peradangan, dehidrasi, dan asidosis.

Gambar :Patogenesis Anemia sel Sabit

Page 25: Anemia Makrositik Normokrom

Gambar :Siklus Krisis Infark Pada anemia sel sabit

Diagnosis

Diagnosis berdasarkan pada riwayat pasien, temuan-temuan fisik, dan evaluasi laboratorium.

1. Manifestasi penyakit sel sabit biasanya tidak muncul sampai usia 6 bulan bersamaan

dengan penurunan HbF dan peningkatan Hb S. proses hemolitik baru tampak nyata usia

6 bulan. Gejala klinis tersering adalah nyeri dan vaso-occlusive crisis. Pembengkakan

disertai nyeri dan simetris pada tanngan dan kaki (hand-foot syndrome) yang

disebabkan karena infark tulang-tulang kecil pada tangan dan kaki yang lebih tua,

sering terdapat nyeri pada tulang dan sendi-sendi yang lebih besar serta nyeri

abdominal yang hebat yang menyerupai kegawatan bedah akut. Stroke mungkin

mengakibatkan paralisis yang permanen. Dapat terjadi konsolidasi pulmonal crisis

tidak selalu berhubungan dengan perubahan pada gambaran hematologis.

Manifestasi klinis ditinjau dari sistem

Sistem Komplikasi Tanda dan Gejala Berkaitan dengan

Jantung Gagal jantung

kongestif

Kardiomegali, takikardi, napas

pendek, dispnea sewaktu kerja

fisik, gelisah

Anemia, hemolisis kronis

Pernapasan Infark paru,

pneumonia

Nyeri dada, batuk, sesak napas,

demam, gelisah

Krisis infark, meningkatnya

kerentanan terhadap infeksi,

pirau arteriovenosa

intrapulmonal, asplenia

fungsional

Saraf Pusat Trombosis

serebral

Afasia, pusing, kejang, sakit

kepala, disfungsi usus dan

Krisis infark

Page 26: Anemia Makrositik Normokrom

kandung kemih

Genitourinaria Disfungsi

ginjal

Nyeri pinggang, hematuria Nekrosis papilla ginjal akibat

mikroinfark

Priapismus Pembesaran dan nyeri penis Krisis infark dan

pembentukan sabit

intravascular

Gastrointestinal Kolesistitis,

fibrosis hati,

abses hati

Nyeri perut, hepatomegali,

demam

Hemolisis kronis, krisis

infark

Okular Ablasio

retina,

penyakit

pembuluh

darah perifer,

perdarahan

Nyeri, perubahan penglihatan,

buta

Mikroinfark

Skeletal Nekrosis

aseptik kaput

femoris dan

kaput humeri

Nyeri, mobilitas berkurang,

nyeri dan bengkak pada lengan

dan kaki

Infark, infeksi, infark

intramedular dengan atau

tanpa periostitis

Kulit Ulkus tungkai

kronis

Nyeri, ulkus terbuka dan

mengering

Infark, gangguan sirkulasi

pada kapiler, venula yang

disebabkan oleh

pembentukan sabit

intravascular

2. Kelainan Laboratorium

Pada anemia sel sabit dapat dijumpai:

a. Anemia sedang dengan Hb 6-9 g/dl.

b. Pada apusan darah tepi ditemukan sel sabit, sel target dan tanda atrofi lien, yaitu

Howell-Jolly body.

c. Tes sickling: darah dibuat mengalami deoksigenasi dengan penambahan

dithionate dan Na2HPO4.

d. Tanda hemolisis seperti bilirubin indirek meningkat dan retikulositosis.

Page 27: Anemia Makrositik Normokrom

e. Pada elektroforesis Hb, dijumpai HbS 25-40%, HbA kosong dan HbF 5-15%.

Page 28: Anemia Makrositik Normokrom

Penatalaksanaan

Saat ini belum diketahui ada pengobatan yang dapat mengembalikan bentuk sabit menjadi

normal. Oleh karena itu, pengobatan terutama ditujukan pada pencegahan dan penunjang.

Karena infeksi tampaknya mencetuskan krisis sel sabit, pengobatan ditekankan pada

pencegahan, deteksi dini, dan pengobatan segera infeksi.

1. Edukasi Bagi Orang Tua

Dengan mengidentifikasi bayi penyakit sel sabit melalui screening neonatal akan

memungkinkan untuk mendidik orang tua dan pengasuh mengenai kondisi pasien

sebelum timbul gejala. Edukasi yang harus diberikan meliputi dasar genetik dan

patofisiologi dari kelainan tersebut, penting untuk menjadwal secara teratur kunjungan,

pemberian profilaksis penisillin, imunisasi rutin, imunisasi khusus termasuk vaksin

pneumococcal. Penting juga dijelaskan mengenai tanda-tanda sekustrasi splenic akut,

krisis aplastik, acute chest syndrome, stroke dan komplikasi lain.

2. Perawatan Kesehatan

Pasien dengan penyakit sel sabit harus mendapatkan semua imunisasi rutin termasuk

vaksin 23-valent polisakarida pneumococcal harus diberikan pada usia 2 tahun dan

diulang pada usia 5 tahun untuk menunrukan secara bermakna insiden sepsis

pneumococcal. Program ini merekomendasikan pemberian vaksin pneumococcal

polisakarida pada anaknya yanng lebih besar dan dewasa dan imunisasi dengan vaksin

meningococcal. Vaksin influenza sebaiknya diberikan setiap tahun. Semua bayi dengan

talasemia-SS atau sickle bo (FS pada screening neonatal) sebaiknya diberikan

profilaksis penicillin 2 x 125 mg sehari mulai usia 2-3 bulan. Pada usia 3 tahun dosis

ditingkatkan menjadi 2 x 250 mg. Dan harus dilanjutkan sampai minimal 5 tahun.

Beberapa senter merekomendasikan profilaksis penicillin untuk bayi dan anak dengan

Hb SC dan sickle b+ talassemia.

3. Penyakit Akut

Penyakit akut yang awalnya ditandai dengan keluhan dan gejala yang biasa saja

kadang-kadang dengan cepat dapat menjadi suatu keadaan yang membahayakan jiwa

pasien. keluhan dan gejala meliputi demam, batuk, nyerin abdomen, pucat dan lemah

yang mana serinngkali membutuhkan evaluasi dan penanganan yang segera meliputi

kultur darah, antibiotika parenteral untuk demam, transfusi sel darah merah untuk

anemia akut, analgetik yang sesuai dengan nyeri berat.

Page 29: Anemia Makrositik Normokrom

4. Konseling Genetik

Tes untuk carrier meliputi pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan Hb seperti

penghitungan Hb F dan HbA2 jika nilai MCV pada perbatasan atau menurun orang tua

harus mendapatkan konseling setelah hasil tes diperoleh, yang mana harus meliputi

pengetahuan dari patofisiologi penyakit tersebut, infomasi resiko rekuren dan diagnosa

prenatal.

5. Dukungan Psikososial

Perawatan medis komprehensif meliputi penilaian resiko sosial yang periodik dan

penyediaan pelayanan yang diperlukan untuk mengoptimalisasi adaptasi pasien dan

keluarganya terhadap kondisi kronis tersebut. Kepada pasien harus diberikan informasi

tentang penyakitnya sesuai dengan usianya.

Penutup

Perjalanan penyakit anemia sel sabit sangat bervariasi. Keran meningkatnya perawatan

penunjang, semakin banyak pasien yang dapat bertahan hingga usia dewasa dan memilki anak.

Dalam hal ini, yang sangat penting adalah terapi profilaksis dengan penisilin untuk mencegah

infeksi pneumokokus. Sekitar 50% pasien dapat bertahan melebihi usia 50 tahun. Sebaliknya,

sifat sel sabit, biasanya terus asimtomatik, kecuali apabila pasien mengalami hipoksia berat.

Seringnya timbul krisis memengaruhi keseluruhan kualitas hidup pasien dan keluarganya.

Pasien-pasien sering mengalami kecacatan karena nyeri kronis berulang dan kejadian-kejadian

penyumbatan pembuluh darah. Pada populasi ini terdapat tingginya insiden ketergantungan

obat, serta terdapat juga insiden yang tinggi atas sulitnya mengikuti sekolah atau melakukan

pekerjaan. Pendidikan dan bimbingan yang terus-menerus, termasuk bimbingan genetik,

penting untuk pencegahan dan pengobatan penyakit sel sabit.

Kelainan Struktural Lainnya

Heterozygot ganda HbS dengan varian Hb Thalasemia

HbS-Thalasemia-α

HbS-Thalasemia-ß

Hemoglobin dengan afinitas O2 yang berubah

Contohnya Hb Yakima, ditemukan secara sporadic dengan klinis berupa polisitemia

Hemoglobin tidak stabil

Page 30: Anemia Makrositik Normokrom

Contohnya Hb Kӧln, terjadi akibat nutasi gen yang mengubah rangkaian asam amino

pada daerah yang penting untuk solubilitas/ pengikatan heme. Hb varian ini ditemukan

secara sporadic.

Hemoglobinophaty lainnya

HbC : Heterozygot, tidak ada anemia/ penyakit, tetapi

kenaikan jumlah sel target tampak pada darah tepi

HbE : Homozygot, ditandai dengan anemia hemolitik dengan

sel target yang mencolok mikrositosis dan splenomegali sedang sampai berat.

Hb H : hemoglobin tetramer beta (β) yang memiliki

afinitas tinggi terhadap O2.

Hb Bart’s : hemoglobin tetramer gamma (γ) yang memiliki

afinitas tinggi terhadap O2.

Hb A1c : hemoglobin A terglikasi, terdapat satu heksosa pada

terminal N rantai β, konsentrasi meninggi pada diabetes yang tidak

terkontrol dengan baik.

Hb anti-Lepore : hemoglobin crossover abnormal yang sama dengan

Hb Lepore tetapi rantai non-α bergabung dengan konfigurasi yang

berlawanan dengan Hb Lepore (rantai β pada terminal N dan rantai δ pada

terminal C).

Hb Lepore : Hb crossover abnormal dengan rantai α normal dan

dua rantai globin yang memiliki bagian rantai δ pada terminal N dan rantai

α pada terminal C.

Hb D : hemoglobin abnormal yang ditandai oleh

mobilitas elektroforetik yang sama dengan Hb S pada kertas atau

selulosa asetat.

Hb S : hemoglobin abnormal di mana valin

menggantikan asam glutamate pada posisi enam rantai β. Keadaan

homozigot mengakibatkan anemia sickle cell dan heterozigot

asimptomatik disebut sickle cell trait. (Newman Dorland, 2005)

THALASEMIA

Definisi

Page 31: Anemia Makrositik Normokrom

Thalassemia mempunyai banyak definisi. Menurut penelitian yang dilakukan

oleh Renzo Galanello, thalassemia adalah sekelompok kelainan darah herediter yang

ditandai dengan berkurangnya atau tidak ada sama sekali sintesis rantai globin,

sehingga menyebabkan Hb berkurang dalam sel-sel darah merah, penurunan produksi

sel-sel darah merah dan anemia. Kebanyakan thalassemia diwariskan sebagai sifat

resesif. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Azhar Ibrahim Kharza,

thalassemia merupakan suatu kelainan bawaan sintesis hemoglobin (Hb). Kelainan ini

bervariasi, dari asimtomatik sampai parah, dan bervariasi sesuai dengan rantai

hemoglobin darah yang terpengaruh. Rantai yang mengalami kelainan mempengaruhi

usia onset gejala (α-Thalassemia mempengaruhi janin, β-Thalassemia mempengaruhi

bayi yang baru lahir). Menurut studi yang dilakukan oleh Sylvia Morais de Souza et al,

thalassemia adalah penyakit monogenik paling umum dan ditandai dengan anemia

hipokromatik dan mikrositik, yang terjadi akibat dari tidak adanya atau

berkurangnyasintesis rantai globin. Menurut studi yang dilakukan oleh Deborah

Rund dan Eliezer Rachmilewitz, talasemia adalah anemia turunan yang disebabkan

olehkelainan produksi hemoglobin.

Thalassemia menyebabkan tubuh mensintesa lebih sedikit sel-sel darah merah

yang sehat dan hemoglobin kurang dari biasanya. Hemoglobin adalah zat protein

yang kaya zat besi dalam sel darah merah. Hemoglobin bekerja

untukmembawa oksigen ke seluruh bagian tubuh. Hemoglobin juga membawa karbon

dioksida dari tubuh ke paru-paru untuk dilepaskan melalui pernafasan.

Penderita thalassemia dapat mengalami anemia ringan atau berat. Kondisi ini

disebabkan oleh angkasel darah merah yang lebih rendah dari biasanya atau

hemoglobin yang tidak cukup pada sel darah merah.

Etiologi

Thalassemia terjadi akibat adanya perubahan pada gen globin pada kromosom

manusia. Gen globin adalah bagian dari sekelompok gen yang terletak pada

kromosom 11. Bentuk daripada gen beta-globin ini diatur oleh locus control region

(LCR). Berbagai mutasi pada gen atau pada unsur-unsur dasargen menyebabkan cacat

pada inisiasi atau pengakhiran transkripsi, pembelahan RNA yang abnormal,

substitusi, dan frameshifts. Hasilnya adalah penurunan atau pemberhentian daripada

penghasilan rantai beta-globin, sehingga menimbulkan sindrom thalassemia beta.

Page 32: Anemia Makrositik Normokrom

Mutasi Beta-zero (β0) ditandai dengan tidak adanya produksi beta-globin,

yang biasanya akibat mutasi nonsense, frameshift, atau splicing.Sedangkan mutasi

beta-plus(β+) ditandai dengan adanya produksi beberapa beta-globin tetapi dengan

sedikit cacat splicing. Mutasi yang spesifik memiliki beberapa hubungan dengan

faktor etnis atau kelompok berbeda yang lazim di berbagai belahan dunia. Seringkali,

sebagian besar individu yang mewarisi penyakit ini mengikuti pola resesif autosomal,

dengan individu heterozigot memiliki kelainan gen tersebut, sedangkan pada individu

heterozigot atau individu compound homozigot, kelainan itu memanifestasi sebagai

penyakit beta-thalassemia mayor atau intermedia.1,21-23,37

Epidemiologi

Di seluruh dunia, thalassemia adalah suatu penyakit yang umum terdapat pada

manusia. Thalassemia mengenai seluruh kelompok etnik di kebanyakan negara di

seluruh dunia. Sebagai contoh, di Siprus, satu dari tujuh individu adalah sebagai

pembawa genetik thalassemia, yang akan menyebabkan 49 pernikahan diantara

pembawagenetik thalassemia menghasilkan 158 kasus thalassemia mayor yang

baru.15 Sebuah studi longitudinal jangka panjang di German yang dijalankan oleh

Elisabeth Konne dan Enno Kleihauer dari 1971 sampai dengan 2007 telah mendapati

daripada 34.228 orang, 34% dari mereka yang diteliti ditemukan memiliki sebuah

hemoglobinopati.Sebagian besar kasus melibatkan thalassemia (25798 kasus, 25,6%)

dan kelainan struktural hemoglobin (8.430 kasus, 8,4%).39 Dari sebuah studi yang

dilakukan oleh M. Sengupta pada penduduk desa di India, daripada 4635 komunitas

etnis, lima mutasi umum dan 12 mutasi langka telah dilaporkan.45 Dari sebuah studi

survei skala besar di Cina yang dilakukan oleh Yi-Tao Zeng dan Shu-Zhen Huang,

dalam dua dekade terakhir ini, dari satu juta orang di 28 provinsi, kasus α-thalassemia

yang dilaporkan adalah 2,64% dan untuk β-thalassemia adalah 0,66%.46Dalam satu

studi yang dilakukan di Inggris oleh Hickman Met al, sekitar 3000 bayi yang lahir

(0,47%) membawa sifat sickle cell dan 2800 (0,44%) membawa sifat thalassemia

pertahun. Sekitar 178 (0,28 per 1000 kelahiran) mempunyai penyakit sickle

cell(SCD) dan 43 (0,07 per 1000 kelahiran) mempunyai kelainan thalassemia beta

Page 33: Anemia Makrositik Normokrom

mayor / intermedia.

Perubahan tengkorak lebih konsisten berat pada pasien dengan thalassemia

mayor dibandingkan pada mereka dengan kondisi lainnya yang menghasilkan

hiperplasia sumsum tulang. Dalam sebuah penelitian terhadap 60 pasien (usia 11-16

tahun) dengan thalassemia, Wisetsin mengamati bahwa lima (8,3%) memiliki

penampilan ’hair-on-end’.2-3 Dalam satu penelitian yang dijalankan tentang kelainan

yang terdapat pada thalassemia, gambaran radiologi yang dijumpai adalah 83%

merupakan perubahan pada trabekular, 65% adalah penipisan dari lamina dura, dan

33% adalah penampilan hair-on-end.

KLASIFIKASI THALASEMIA

a. Thalassemia-α (gangguan pembentukan rantai α)

Sindrom thalassemia-α disebabkan oleh delesi pada gen α globin pada

kromosom 16 (terdapat 2 gen α globin pada tiap kromosom 16) dan

nondelesi seperti gangguan mRNA pada penyambungan gen yang

menyebabkan rantai menjadi lebih panjang dari kondisi normal.

Faktor delesi terhadap empat gen α globin dapat dibagi menjadi empat, yaitu:

Page 34: Anemia Makrositik Normokrom

1. Delesi pada satu rantai α (Silent Carrier/ α-Thalassemia Trait 2)

Gangguan pada satu rantai globin α sedangkan tiga lokus globin

yang ada masih bisa menjalankan fungsi normal sehingga tidak

terlihat gejala-gejala bila ia terkena thalassemia.

2. Delesi pada dua rantai α (α-Thalassemia Trait 1)

Pada tingkatan ini terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari

HbH dan terjadi manifestasi klinis ringan seperti anemia kronis yang

ringan dengan eritrosit hipokromik mikrositer dan MCV(mean

corpuscular volume)

60-75 fl.

3. Delesi pada tiga rantai α (HbH disease)

Delesi ini disebut juga sebagai HbH disease (β4) yang disertai anemia

hipokromik mikrositer, basophylic stippling, heinz bodies, dan

retikulositosis. HbH terbentuk dalam jumlah banyak karena tidak

terbentuknya rantai α sehingga rantai β tidak memiliki pasangan dan

kemudian membentuk tetramer dari rantai β sendiri (β4). Dengan

banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam

eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan. Penderita

dapat tumbuh sampai dewasa dengan anemia sedang (Hb 8-10 g/dl)

dan MCV(mean corpuscular volume) 60-70 fl.

4. Delesi pada empat rantai α (Hidrops fetalis/Thalassemia major)

Delesi ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat

banyak Hb Barts (γ4) yang disebabkan juga karena tidak terbentuknya

rantai α sehingga rantai γ membentuk tetramer sendiri menjadi γ4.

Manifestasi klinis dapat berupa ikterus, hepatosplenomegali, dan janin

yang sangat anemis. Kadar

Hb hanya 6 g/dl dan pada elektroforesis Hb menunjukkan 80-90% Hb

Barts, sedikit HbH, dan tidak dijumpai HbA atau HbF. Biasanya bayi

yang mengalami kelainan ini akan mati beberapa jam setelah

Page 35: Anemia Makrositik Normokrom

kelahirannya.

b. Thalassemia-β (gangguan pembentukan rantai β)

Thalassemia-β disebabkan oleh mutasi pada gen β globin pada sisi

pendek kromosom 11.

1. Thalassemia βo

Pada thalassemia βo, tidak ada mRNA yang mengkode rantai β

sehingga tidak dihasilkan rantai β yang berfungsi dalam

pembentukan HbA

2. Thalassemia β+

Pada thalassemia β+, masih terdapat mRNA yang normal dan

fungsional namun hanya sedikit sehingga rantai β dapat dihasilkan

dan HbA dapat dibentuk walaupun hanya sedikit.

Sedangkan secara klinis thalassemia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu

a. Thalasemia Mayor

Terjadi bila kedua orang tuanya membawa gen pembawa sifat

thalassemia. Gejala penyakit muncul sejak awal masa kanak-kanak dan

biasanya penderita hanya bertahan hingga umur sekitar 2 tahun.

Penderita bercirikan :

Lemah

Pucat

Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur

Berat badan kurang

Tidak dapat hidup tanpa transfusi transfusi darah seumur hidupnya.

b. Thalasemia minor/trait

Gejala yang muncul pada penderita Thalasemia minor bersifat ringan,

biasanya hanya sebagai pembawa sifat. Istilah Thalasemia trait

digunakan untuk orang normal namun dapat mewariskan gen thalassemia

pada anak-anaknya:ditandai oleh splenomegali, anemia berat, bentuk

Page 36: Anemia Makrositik Normokrom

homozigot.

Pada anak yang besar sering dijumpai adanya:

• Gizi buruk

• Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba

• Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati

(H e p a tom e g a li ), Limpa yang besar ini mudah ruptur karena t r a uma

ringan saja

Gejala khas adalah:

• Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung,

jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.

• Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya

menjadi kelabu karena penimbunan besi

MANIFESTASI KLINIS

a. Gejala awal pucat, mulanya tidak jelas. Biasanya menjadi lebih berat

dalam tahun pertama kehidupan, dan pada kasus yang berat terjadi

dalam beberapa minggu setelah lahir

b. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang anak

akan terhambat. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan

kekurangan gizi menyebabkan perawakan pendek.

c. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh, dan dapat

disertai demam berulang kali akibat infeksi

d. Anemia lama dan berat, biasanya menyebabkan pembesaran

jantung

e. Terdapat hepatosplenomegali dan Ikterus ringan mungkin ada

f. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk

muka mongoloid akibat sistim eritropoiesis yang hiperaktif

g. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan dan kaki

dapat menimbulkan fraktur patologis. .

h. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada

tungkai, dan batu empedu.

Page 37: Anemia Makrositik Normokrom

i. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah

diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia

yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul pensitopenia

akibat hipersplenisme.

j. Letargi, pucat, kelemahan, anoreksia, sesak nafas akibat penumpukan

Fe, tebalnya tulang kranial menipisnya tulang kartilago, kulit bersisik

kehitaman akibat penumpukan Fe yang disebabkan oleh adanya

transfuse darah secara kontinu.

PATOFISIOLOGI

Pernikahan penderita thalasemia carier

Page 38: Anemia Makrositik Normokrom

Penyakit secara autosomal resesif

Gangguan sintesis rantai globin α dan β

Pembentukan rantai α dan β Rantai α kurang terbentuk di retikulosit tidak seimbang daripada rantai β

• rantai β kurang dibentuk dibanding α• rantai β tidak dibentuk sama sekali• rantai g dibentuk tetapi

tidak menutupi kekurangan rantai β

Thalsemia β

Thalasemia α

• gangguan pembentukan rantai α dan β

• Pembentukan rantai α dan β

• Penimbunan dan pengendapan rantai α dan β

Tidak terbentuk HbA

Membentuk inclusion

bodies Menempel pada

dinding eritrosit

Merusak dinding

eritrosit

Hemolisis

• Eritropoesis darah yang tidak efektif

dan penghancuran precursor eritrosit dan intramedula

Page 39: Anemia Makrositik Normokrom

• sintesis Hb eritrosit hipokrom dan mikrositer

• Hemolisis eritrosit yang immature

ANEMIA

Pengikatan O2 Kompensasi tubuh

Hipoksia oleh RBC membentuk eritrositoleh sumsum tulang tubuh merespon Suplai

O2/Na aliran darah ke dengan pembentukan ke jar. organ vital Hiperplasia sumsum tulang

eritropoetindan jaringan metabolisme sel

Ekspansi massif masuk ke sirkulasi

O2 dan nutrisi sumsum tulang pertumbuhan sel tidak di Transpor wajah dan kranium merangsang

&otak terhambat scr adekuat eritropoesisdeformitas tulang Resiko

Gangguan Perfusi jar. Pembentukan RBC tumbuh kembang terganggu baru yang immature

Page 40: Anemia Makrositik Normokrom

• Perubahan bentuk wajah dan mudah lisis• Penonjolan tulang tengkorak perubahan• pertumbuhan pada tulang maksila Hb

pembentukan• Terjadi face cooley ATP

perlu transfusi

Perasaan berbeda energy

yang dengan orang lain terjadi Fe

dihasilkan dlm tubuh

Gambaran diri negatif kelemahan fisik

Hemosiderosis

Gangguan konsep diri: Intoleransi body image

pigmentasi kulit aktifitas(coklat kehitaman)

Kerusakan

Integritas kulit

Fibrosis Hemokromatesis Terjadi hemapoesis di extramedula

Liver Limfa Jantung Pankreas Paru-paru

Hepatomegali Splenomegali Payah jantung DM Frekuensi

napas Perut buncit Splenokromi Imunitas Resiko pola napas

tidakefektif Menekan diagfragma Resiko terhadap infeksi

Compliance paru-paru terganggu

Perkusi napas Anemia

Kekentalan darah Hipoksia Jaringan

Page 41: Anemia Makrositik Normokrom

Tahanan thd aliran darah Rangsangan Simpatik Perfusi ke organ GIT& pembuluh darah

Kerja Sal.Cerna < O2 untuk metabolisme

Jmlh darah yg kembali Sal. Cerna ke Jantung /Venous return

CO

Beban kerja Jantung

Payah Jantung mortilitas usus

Splenomegali & Hepatomegali Digesti & absorbsi makanan terganggu

Menekan organ abdomen

Distensi abdomen/

Makanan tertahan di lambung

Page 42: Anemia Makrositik Normokrom

Merangsang Hipotalamus

(Pusat kenyang) Dipersepsikan

dengan perasaan kenyang Anoreksia

Intake nutrisi berkurang

Ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari

kebutuhan

BB kurang

PEMERIKSAAN

DIAGNOSTIK

Pemeriksaan penunjang

A. Pemeriksaan hematologi rutin

1. Morfologi eritrosit (gambaran darah tepi) – eritrosit hipokromik mikrositik, sel

target, normoblas (eritrosit berinti), polikromasia, bashopilic stipling,

Heinzbodies pada β-thalassemia.

2. Kadar Hb pada thalasemia mayor 3-9 g/dl, thalasemia intermedia 7-10 g/dl

B. Elektroforesis Hb

1. HbF meningkat : 10-98%

2. HbA bisa ada pada β+, bisa tidak ada pada βo

3. HbA2 sangat bervariasi, bisa rendah, normal, atau meningkat

Page 43: Anemia Makrositik Normokrom

C. Pemeriksaan sumsum tulang

1. Eritropoesis inefektif menyebabkan hiperplasia eritroid yang ditandai

dengan peningkatan cadangan Fe.

D. Uji fragilitas osmotik (darah + larutan salin terbuffer)

Pada darah normal 96% eritrosit akan terlisis, sedangkan pada thalasemia

eritrosit tidak terlisis

E. Pengukuran beban besi

Pengukuran feritin serum dan feritin plasma sebelum dilakukan transfuse

F. Pemeriksaan pedigree untuk mengetahui apakah orang tua atau saudara

pasien merupakan trait

G. Pemeriksaan molekuler

1. Analisis DNA (Southern blot)

2. Deteksi direct gen mutan

3. Deteksi mutasi dengan probe oligonukleotida sintetik

4. ARMS (mengamplifikasi segmen target mutan)

5. Analisis “globin chain synthesis” dalam retikulosit akan dijumpai sintesis

rantai beta menurun dengan rasio α/β meningkat.

Penatalaksanaan dan Pencegahan Pada Pasien

Pada penatalaksanan pada pasien harus melakukan pertimbangan aspek

ekonomi, sosial, dan budaya pasien. Untuk memberikan terapi senantiasa

meminta persetujuan dari pasien. Pada pasien anak tersebut dapat diberikan

terapi:

Page 44: Anemia Makrositik Normokrom

- Transfusi : untuk mempertahankan kadar hb di atas 10 g/dl. Sebelum

melakukannya perlu dilakukan pemeriksaan genotif pasien untuk mencegah

terjadi antibody eritrosit. Transfusi PRC (packed red cell)dengan dosis 3 ml/kg

BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.

- Antibiotik : untuk melawan mikroorganisme pada infeksi. Untuk menentukan

jenis antibiotic yang digunakan perlu dilakukan anamnesis lebih lanjut pada pasien.

- Khelasi Besi: untuk mengurangi penimbunan besi berlebihan akibat transfusi.

Khelasi besi dapat berupa: desferoksamin diberikan injeksi subcutan,

desferipone (oral), desferrithiochin (oral), Pyridoxal isonicotinoyl hydrazone

(PIH), dll.

- Vitamin B12 dan asam folat : untuk meningkatkan efektivitas fungsional

eritropoesis.

- Vitamin C : untuk meningkatkan ekskresi besi. Dosis 100-250 mg/hari

selama pemberian kelasi besi

- Vitamin E : untuk memperpanjang masa hidup eritrosit.Dosis 200-400 IU

setiap hari.

- Imunisasi : untuk mencegah infeksi oleh mikroorganisme.

- Splenektomi : limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita,

menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur.

Jika disetujui pasien hal ini sebaiknya dilakukan setelah anak berumur di atas 5

tahun sehingga tidak terjadi penurunan drastis imunitas tubuh akibat

splenektomi. Pencegahan thalassemia atau kasus pada pasien ini dapat dilakukan

dengan konsultasi pra nikah untuk mengetahui apakah diantara pasutri ada

Page 45: Anemia Makrositik Normokrom

pembawa gen thalassemia (trait), amniosentris melihat komposisi kromosom

atau analisis DNA untuk melihat abnormalitas pada rantai globin.

HEALTH EDUCATION

A. Pencegahan primer :

Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah perkawinan

diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang

homozigot. Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier) menghasilkan keturunan : 25

% Thalasemia (homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan 25 normal.

B. Pencegahan sekunder

Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan Thalasemia

heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengan sperma berasal

dari donor yang bebas dan Thalasemia troit. Kelahiran kasus homozigot terhindari,

tetapi 50 % dari anak yang lahir adalah carrier, sedangkan 50% lainnya normal.

Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu kemajuan

dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin sehingga dapat

dipertimbangkan tindakan abortus provokotus (Soeparman dkk, 1996).

Page 46: Anemia Makrositik Normokrom

HEMATOPOESIS

merupakan proses pembentukan komponen sel darah, dimana terjadi proliferasi, maturasi dan

diferensiasi sel yang terjadi secara serentak.

Proliferasi sel menyebabkan peningkatan atau pelipatgandaan jumlah sel, dari satu sel

hematopoietik pluripotent menghasilkan sejumlah sel darah. Maturasi merupakan proses

pematangan sel darah, sedangkan diferensiasi menyebabkan beberapa sel darah yang terbentuk

memiliki sifat khusus yang berbeda-beda.

Hematopoiesis pada manusia terdiri atas beberapa periode :

1. Mesoblastik

Dari embrio umur 2 – 10 minggu. Terjadi di dalam yolk sac. Yang dihasilkan adalah HbG1,

HbG2, dan Hb Portland.

2. Hepatik

Dimulai sejak embrio umur 6 minggu terjadi di hati Sedangkan pada limpa terjadi pada umur 12

minggu dengan produksi yang lebih sedikit dari hati. Disini menghasilkan Hb.

3. Mieloid

Dimulai pada usia kehamilan 20 minggu terjadi di dalam sumsum tulang, kelenjar limfonodi, dan

timus. Di sumsum tulang, hematopoiesis berlangsung seumur hidup terutama menghasilkan

HbA, granulosit, dan trombosit. Pada kelenjar limfonodi terutama sel-sel limfosit, sedangkan

pada timus yaitu limfosit, terutama limfosit T.

Beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembentukan sel darah di antaranya adalah asam

amino, vitamin, mineral, hormone, ketersediaan oksigen, transfusi darah, dan faktor- faktor

perangsang hematopoietik.

Page 47: Anemia Makrositik Normokrom

sumber billy:

1.      Vinay Kumar, Ramzi S. Contra, Stanley L. Robbins. Buku Ajar Patologi Robbins Volume 2

Edisi 7. Jakarta: EGC; 2007.

2.      Sylvia A. Price. Patofisiologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1 Edisi 6.

Jakarta: EGC; 2005.

3.      Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Hematologi. Jakarta: EGC; 2005.

4.      Bakta IM. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC; 2006.

5.      Atmakusuma D, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Interna

Publishing; 2009.h

6.      Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Jakarta: Badan

Penerbit IDAI; 2010.