proposal kti uun
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai penyakit gout
merupakan gangguan metabolik yang sudah dikenal oleh Hipokrates pada
zaman Yunani kuno. Pada waktu itu gout dianggap sebagai penyakit
kalangan sosial elite yang disebabkan karena terlalu banyak makan, minum
anggur, dan seks. (Price, 2005).
Penyakit asam urat ini merupakan kelompok penyakit heterogenous
yang berhubungan dengan defek genetik pada metabolisme purin
(hiperusisemia). Pada keasaman ini bisa terjadi oversekresi asam urat atau
defek renal yang mengakibatkan penurunan ekskresi asam, atau kombinasi
keduanya (Smeltzer,2001).
Pengertian ini menerangkan bahwa tingginya angka penyakit asam
urat disebabkan karena banyaknya seseorang mengkonsumsi makanan kaya
protein (purin) dan diperberat dengan banyaknya seseorang mengkonsumsi
alkohol yang menyebabkan kelebihan asam urat dalam tubuh karena
terhambatnya pembuangan asam urat.
Dari beberapa data yang diperoleh, prevalensi gout di Amerika
Serikat pada tahun 1986 dilaporkan adalah 13,6/1000 pria dan 6,4/1000
perempuan. Prevalensi gout bertambah dengan meningkatnya taraf hidup.
Prevalensi diantara pria African American lebih tinggi dibandingkan dengan
kelompok pria caucasian (Sudoyo, 2007).
1
2
Di Amerika Serikat, Laki-laki yang berumur di atas 18 tahun
prevalensinya mencapai 1,5%. Di Selandia Baru didapatkan 1-18 perseribu
penduduk menderita asam urat. Dan untuk indonesia sendiri, asam urat
banyak dijumpai pada etnis Minahasa, Toraja, dan Batak. Prevalensi
tertinggi terdapat pada penduduk pantai dan yang paling tinggi yaitu di
daerah Manado-Minahasa, ini dikarenakan kebiasaan mereka
mengkonsumsi alkohol dalam jumlah besar. Angka kejadian asam urat di
Minahasa sebesar 29,2% pada tahun 2003.
(http://maulanusantara.wordpress.com).
Penelitian terakhir yang dipublikasikan di The New England Journal
of Medicine pada tanggal 8 maret 2004 memuat artikel hasil karya dr Choi
dan rekannya, yang berjudul “Purine-Rich Foods, Dairy and protein Intake,
and risk of Gout in Men”. Dr Choi dan rekannya melakukan penelitian ini
selama 12 tahun terhadap 47.150 laki-laki yang berusia 40 sampai 75 tahun
pada tahun 1986 saat penelitian mulai dilakukan, didapatkan 730 kasus gout
baru atau sekitar 15/1000 penduduk (1,5%) (dr Juandy Jo, 2007,
http://usmanhungkul.wordpress.com).
Di Indonesia belum banyak publikasi epidemiologi tentang artritis
pirai. Pada tahun 1935 seorang dokter kebangsaan Belanda bernama Van
Der Horst telah melaporkan 15 pasien artritis pirai dengan kecacatan
(kelumpuhan anggota gerak) dari suatu daerah di Jawa Tengah pada
masyarakat kurang mampu (Sudoyo 2007).
Kemudian dari hasil penelitian tahun 1988 oleh dr. John darmawan
di Bandung, Jawa Barat, menunjukan bahwa, diantara 4.683 orang berusia
3
15-45 tahun yang diteliti, diperoleh 0,8% sampel menderita asam urat tinggi
(1,7% pria dan 0,05% wanita diantaranya sudah mencapai tahap Gout
Arthritis)
(http://www.bintangmawar.net .)
Salah satu penelitian dari Departemen IPD FKUI, menjelaskan
bahwa penyakit gout artrithis merupakan salah satu penyakit masyarakat
perkotaan dari 11 hasil penyakit yang ditemukan diantaranya adalah anemia,
profil gangguan psikosomatik, gangguan muskuloskeletal dan kadar asam
urat pada berbagai kelompok usia, jenis kelamin dan indeks masa tubuh
pada penduduk perkotaan, profil kadar asam urat dan hiperurisemia pada
sindroma metabolik, prevalensi penyakit tifoid, perilaku penggunaan
antibiotik, prevalensi diabetes mellitus pada populasi umur berusia 25-64
tahun, prevalensi sindroma metabolik pada populasi umum berusia 25-64
tahun, keluhan saluran cerna bagian bawah, dan dispepsia pada penduduk
perkotaan di lima wilayah DKI Jakarta (Amril,2007).
Dapat kita simpulkan dari beberapa paragraf di atas bahwa faktor
latar belakang budaya dan kebiasaan mempengaruhi angka kesakitan asam
urat disetiap negara dan masing-masing wilayah tertentu, selain itu juga hal
tersebut merupakan faktor yang dapat mempengaruhi penilaian atau persepsi
nyeri dari setiap pasien asam urat untuk menggambarkan respon nyeri yang
dirasakan. Masalah yang paling banyak dikeluhkan pada pasien asam urat
adalah nyeri sendi ketika penyakit tersebut kambuh, nyeri sendi ini
disebabkan karena penumpukan kristal monosodium urat di dalam tubuh
pada daerah persendian. Manifestasi klinis yang digambarkan pada nyeri
4
sendi pasien asam urat adalah nyeri hebat pada malam atau pagi hari, nyeri
terasa tertusuk benda tajam, dan teraba panas di bagian tubuh yang terasa
nyeri.
Menurut Masslow, seorang pelopor psikologi mengatakan bahwa
kebutuhan rasa nyaman merupakan kebutuhan dasar setelah kebutuhan
fisiologis yang harus terpenuhi. Seseorang yang mengalami nyeri akan
berdampak pada aktivitas sehari-harinya. Orang tersebut akan terganggu
pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidurnya, pemenuhan individual, juga
aspek interaksi sosialnya yang dapat berupa menghindari percakapan,
menarik diri, dan menghindari kontak (Potter dan Perry, 2005).
Menurut Priharjo, 1993 dalam pelaksanaan nyeri biasanya digunakan
manajemen secara farmakologi atau obat-obatan baik analgetika narkotika
atau non narkotika. Tindakan paliatif harus didahulukan sebelum
penggunaan obat-obatan, misalnya dengan mengatur posisi yang tepat,
massage, atau kompres hangat. Peran perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan pasien dengan nyeri sendi dilakukan dengan teknik non
farmakologis yaitu kompres hangat, pengaturan diet, masase kutaneus,
distraksi, teknik nafas dalam, dan teknik imajinasi. Tinjauan lain selain lebih
ekonomis adalah control nyeri yang lebih adekuat dan tidak ada efek
samping (Istichomah, 2007).
Menurut peneliti upaya paliatif Kompres hangat ini dirasakan lebih
unggul dibandingkan dengan tindakan paliatif lainnya dikarenakan tindakan
ini lebih efektif dan efisien serta didapat hasil yang optimum dibandingkan
5
dengan teknik paliatif lainnya. Selain itu juga, pasien dapat mengerjakannya
dengan mandiri tanpa dibantu oleh orang lain.
Kompres hangat adalah pengompresan yang dilakukan dengan
menggunakan buli-buli panas yang dibungkus kain yaitu secara konduksi
dimana terjadi pemindahan panas dari buli-buli ke dalam tubuh sehingga
akan menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan akan terjadi penurunan
ketegangan otot sehingga nyeri yang dirasakan akan berkurang atau hilang
(Perry & Potter, 2005).
Peneliti tertarik untuk melihat pengaruh dari kompres air hangat
terhadap perubahan nyeri sendi untuk para pasien Asam urat. Selain obat
dan terapi untuk pertolongan pertama. Dampak fisiologis dari kompres
hangat adalah pelunakan jaringan fibrosa, membuat otot tubuh lebih rileks,
menurunkan atau menghilangkan rasa nyeri, dan memperlancar pasokan
aliran darah. Untuk itu peneliti ingin meneliti lebih lanjut tentang “Pengaruh
Teknik Kompres Hangat Terhadap Perubahan Nyeri Sendi Pada Pasien
Asam Urat di Puskesmas Beringin Banjarbaru Tahun 2013”.
B. Rumusan Masalah
Dari permasalahan di atas maka perlu dibuat penelitian sebagai
berikut :
“Adakah Pengaruh Teknik Kompres Hangat Terhadap Perubahan Nyeri
Sendi Pada Pasien Asam Urat di Puskesmas Beringin Tahun 2013”.
6
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh teknik
kompres hangat terhadap perubahan nyeri sendi pada pasien asam urat di
Puskesmas Beringin Tahun 2013.
2. Tujuan Khusus
Untuk Mengidentifikasi :
a. Karakteristik responden (usia dan jenis kelamin) pada pasien
asam urat.
b. Gambaran Nyeri Sendi (Skala nyeri, Intensitas nyeri, dan Durasi
penurunan nyeri) pada pasien asam urat.
c. Tingkat nyeri sendi sebelum diberikan kompres hangat.
d. Tingkat nyeri sendi setelah diberikan kompres hangat.
e. Pengaruh jenis kelamin terhadap nyeri setelah diberikan kompres
hangat.
f. Pengaruh umur terhadap nyeri setelah diberikan kompres hangat.
D. Manfaat Penelitian
- Bagi Institusi Keperawatan
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pendidikan keperawatan
khususnya dalam praktek non farmakologis dalam perubahan nyeri
sendi pada pasien dengan asam urat di puskesmas.
7
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh mahasiswa keperawatan
sebagai literatur tambahan untuk materi yang telah didapat dan juga
sebagai bahan pertimbangan penelitian lebih lanjut tentang
pengetahuan masyarakat tentang teknik kompres hangat terhadap
perubahan nyeri sendi pada pasien dengan asam urat.
c. Sebagai salah satu bentuk apresiasi penulis dalam mengaplikasikan
ilmu yang selama ini telah diperoleh di bangku kuliah, dan
memperoleh pengalaman dibidang penelitian perawatan kesehatan
masyarakat, khususnya pengetahuan tentang pengaruh teknik
kompres hangat terhadap perubahan nyeri sendi pada pasien
dengan penderita asam urat.
- Bagi pelayanan kesehatan.
Hasil pelayanan ini dapat menjadi masukan bagi pelayanan
keperawatan baik di tingkat puskesmas dalam memberikan asuhan
keperawatan pasien dengan nyeri sendi pada pasien asam urat.
- Bagi Masyarakat
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh individu (sampel),
sebagai bahan informasi mengenai penyakit asam urat dan
penanganan nyeri sendi dengan kompres hangat pada asam urat.
Sehingga individu (sample), dapat turut serta dalam melaksanakan
penanganan nyeri sendi non farmakologis dengan teknik kompres
hangat yang tepat untuk asam urat.
b. Dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang pelaksanaan
teknik kompres hangat pada perawatan asam urat.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Asam Urat
1. Pengertian Asam Urat
Gout (pirai) merupakan kelompok keadaan heterogenous yang
berhubungan dengan defek genetik pada metabolisme purin (hiperurisemia).
(Suzanne C. Smeltzer, 2001)
Penyakit asam urat atau dikenal sebagai penyakit gout merupakan suatu
penyakit akibat terjadinya penimbunan kristal monosodium urat di dalam tubuh
sehingga menyebabkan nyeri sendi (Gout Arthritis), benjolan pada bagian-bagian
tertentu dari tubuh (tophi) dan batu pada saluran kemih. (www.bintangmawar.net)
Asam urat adalah asam yang berbentuk kristal-kristal yang merupakan
hasil akhir dari metabolisme purin (bentuk turunan nukleoprotein), yaitu salah
satu komponen asam nukleat yang terdapat pada inti sel-sel tubuh. Secara
alamiah, purin terdapat dalam tubuh dan dijumpai pada semua makanan sari sel
hidup, yakni makanan dari tanaman (sayur, buah, kacang-kacangan) ataupun
hewan (daging, jeroan, ikan sarden). Jadi asam urat merupakan hasil metabolisme
di dalam tubuh, yang kadarnya tidak boleh berlebihan. Setiap orang memiliki asal
urat di dalam tubuh, karena pada setiap metabolisme normal dihasilkan asam urat.
Sedangkan pemicunya adalah makanan, dan senyawa lain yang banyak
mengandung purin. Tubuh telah menyediakan 85% senyawa purin untuk
kebutuhan setiap hari. Ini berarti bahwa kebutuhan purin dari makanan hanya
sekitar 15% (www.dechacare.com)
9
2. Etiologi Asam Urat
Berdasarkan penyebabnya, penyakit asam urat di golongkan menjadi 2, yaitu :
a. Penyakit gout primer.
Penyebabnya kebanyakan belum diketahui (idiopatik). Hal ini di
duga berkaitan dengan kombinasi faktor genetik dan faktor hormonal yang
menyebabkan gangguan metabolisme yang dapat mengakibatkan
meningkatnya produksi asam urat. Atau bisa juga diakibatkan karena
berkurangnya pengeluaran asam urat dari tubuh (Perry & Potter, 2005).
b. Penyakit gout sekunder.
1) Meningkatnya produksi asam urat karena pengaruh pola makan yang
tidak terkontrol, yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang berkadar
purin tinggi. Purin adalah salah satu senyawa basa organic yang
menyusun asam nukleat (asam inti dari sel) dan termasuk salam
kelompok asam amino, yang merupakan unsur pembentukan protein.
2) Produksi asam urat juga dapat meningkat. Karena penyakit pada darah
(penyakit sumsum tulang, polisitemia, anemia hemolitik), obat-obatan
(alkohol, obat-obat kanker, vitamin B12, diuretika, dosis rendah asam
salisilat).
3) Obesitas (kegemukan).
4) Intoksikasi (keracunan timbal).
Pada penderita diabetes melitus yang tidak terkontrol dengan baik.
Dimana akan ditemukan mengandung benda-benda keton (hasil buangan
metabolisme lemak) dengan kadar yang tinggi. Kadar benda-benda keton
10
yang meninggi akan menyebabkan kadar asam urat juga ikut meninggi
(Perry & Potter, 2005).
3. Patofisiologi Asam Urat
Dalam keadaan normal, kadar asam urat di dalam darah pada pria
dewasa kurang dari 7 mg/dL dan pada wanita kurang dari 6 mg/dL. Dan apabila
konsentrasi asam urat dalam serum lebih besar dari 7,0 mg/dl dapat menyebabkan
penumpukan kristal monosodium urat. Serangan gout tampaknya berhubungan
dengan peningkatan atau penurunan secara mendadak kadar asam urat dalam
serum. Jika kristal asam urat mengendap dalam sendi, akan terjadi respon
inflamasi dan diteruskan dengan terjadinya serangan gout. Dengan adanya
serangan yang berulang-ulang, penumpukan kristal monosodium urat yang
dinamakan thopi akan mengendap dibagian perifer tubuh seperti ibu jari kaki,
tangan dan telinga. Akibat penumpukan Nefrolitiasis urat (batu ginjal) dengan
disertai penyakit ginjal kronis (Smeltzer,2001).
Gambaran kristal urat dalam cairan sinovial sendi yang asimtomatik
menunjukkan bahwa faktor-faktor non-kristal mungkin berhubungan dengan
reaksi inflamasi. Kristal monosodium urat yang ditemukan tersalut dengan
immunoglobulin yang terutama berupa IgG. Dimana IgG akan meningkatkan
fagositosis kristal dan dengan demikian dapat memperlihatkan aktifitas
imunologik (Long,2001).
11
Perjalanan penyakit asam urat mempunyai 4 tahapan, yaitu :
a. Tahap 1 (Tahap Gout Arthritis akut)
Pada tahap ini penderita akan mengalami serangan arthritis yang khas
untuk pertama kalinya. Serangan artritis tersebut akan menghilang tanpa
pengobatan dalam waktu sekitar 5-7 hari. Bila dilakukan pengobatan maka akan
lebih cepat menghilang. Karena cepat menghilang maka penderita sering menduga
kakinya hanya keseleo atau terkena infeksi, sehingga tidak menduga terkena
penyakit gout arthritis dan tidak melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Pada
pemeriksaan kadang-kadang tidak ditemukan ciri-ciri penderita terserang penyakit
gout arthritis. Ini karena serangan pertama berlangsung sangat singkat dan dapat
sembuh dengan sendirinya (self-limiting), maka penderita sering berobat ke
tukang urut dan pada saat penderita sembuh, penderita menyangka hal itu
dikarenakan hasil urutan/pijatan. Namun jika dilihat dari teori, nyeri yang
diakibatkan asam urat tidak boleh dipijat ataupun diurut, tanpa diobati atau diurut
sekalipun serangan pertama kali ini akan hilang dengan sendirinya (Long 2001).
b. Tahap 2 (Tahap Gout interkritikal)
Pada tahap ini penderita dalam keadaan sehat selama rentang waktu
tertentu. Rentang waktu setiap penderita berbeda-beda. Dari rentang waktu 1-10
tahun. Namun rata-rata rentang waktunya antara 1-2 tahun. Panjangnya rentang
waktu pada tahap ini menyebabkan seseorang lupa bahwa dirinya pernah
menderita serangan gout Arthritis akut. Atau menyangka serangan pertama kali
yang dialami tidak ada hubungannya dengan penyakit Gout Arthritis (Long 2001).
c. Tahap 3 (Tahap Gout Arthritis Akut Intermitten)
12
Setelah melewati masa Gout Interkritikal selama bertahun-tahun tanpa
gejala, maka penderita akan memasuki tahap ini yang ditandai dengan serangan
arthritis yang khas seperti diatas. Selanjutnya penderita akan sering mendapat
serangan (kambuh) yang jarak antara serangan yang satu dengan serangan
berikutnya makin lama makin rapat dan lama serangan makin lama makin
panjang, dan jumlah sendi yang terserang makin banyak. Misalnya seseorang
yang semula hanya kambuh setiap setahun sekali, namun bila tidak berobat
dengan benar dan teratur, maka serangan akan makin sering terjadi biasanya tiap 6
bulan, tiap 3 bulan dan seterusnya, hingga pada suatu saat penderita akan
mendapat serangan setiap hari dan semakin banyak sendi yang terserang.
d. Tahap 4 (tahap Gout Arthritis Kronik Tofaceous)
Tahap ini terjadi bila penderita telah menderita sakit selama 10 tahun atau
lebih. Pada tahap ini akan terbentuk benjolan-benjolan disekitar sendi yang sering
meradang yang disebut sebagai Thopi. Thopi ini berupa benjolan keras yang berisi
serbuk seperti kapur yang merupakan deposit dari kristal monosodium urat. Thopi
ini akan mengakibatkan kerusakan pada sendi dan tulang disekitarnya. Bila
ukuran thopi semakin besar dan banyak akan mengakibatkan penderita tidak dapat
menggunakana sepatu lagi.
4. Faktor Resiko terjadinya Asam Urat
Tidak semua orang dengan peningkatan asam urat dalam darah
(hiperuremia) akan menderita penyakit asam urat. Namun ada beberapa kondisi
yang dapat menyebabkan seseorang menderita penyakit asam urat, diantaranya
(Noer 2001) :
13
a. Pola makan yang tidak terkontrol. Asupan makanan yang masuk ke
dalam tubuh dapat mempengaruhi kadar asam urat dalam darah.
Makanan yang mengandung zat purin yang tinggi akan diubah
menjadi asam urat.
b. Seseorang dengan berat badan yang berlebihan (obesitas).
c. Suku bangsa tertentu. Menurut penelitian, suku bangsa di dunia
yang paling tinggi prevalensinya terserang asam urat adalah orang
maori di Australia. Prevalensi orang maori terserang penyakit asam
urat tinggi. Sedangkan di Indonesia prevalensi tertinggi pada
penduduk pantai dan yang paling tinggi di daerah Manado-
Minahasa karena kebiasaan atau pola makan ikan dan
mengkonsumsi alkohol.
d. Peminum alkohol. Alkohol dapat menyebabkan pembuangan asam
urat lewat urine ikut berkurang, sehingga asam urat tetap bertahan
di dalam darah.
e. Seseorang yang berumur ≥ 45 tahun biasanya pada laki-laki, dan
perempuan saat umur menepouse.
f. Seseorang yang memiliki riwayat keluarga dengan penyakit asam
urat.
g. Seseorang kurang mengkonsumsi air putih.
h. Seseorang dengan gangguan ginjal dan hipertensi.
i. Seseorang yang menggunakan obat-obatan dalam jangka waktu
lama.
j. Seseorang yang mempunyai penyakit diabetes mellitus.
14
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang ditimbulkan pada penyakit asam urat antara lain
adalah sebagai berikut (Price, 2005) :
a. Nyeri hebat pada malam hari, sehingga penderita sering
terbangun saat tidur.
b. Saat dalam kondisi akut, sendi tampak terlihat bengkak, merah
dan teraba panas. Keadaan akut biasanya berlangsung 3 hingga 10
hari, dilanjutkan dengan periode tenang. Keadaan akut dan masa
tenang dapat terjadi berulang kali dan makin lama makin berat.
c. Disertai pembentukan kristal natrium urat yang dinamakan thopi.
d. Terjadi deformitas (kerusakan) sendi secara kronis.
e. Berdasarkan diagnosis dari American Rheumatism Association
(ARA), seseorang dikatakan menderita asam urat jika memenuhi
beberapa kriteria berikut :
1) Terdapat kristal MSO (monosodium urat) di dalam cairan
sendi.
2) Terdapat kristal MSO (monosodium urat) di dalam thopi, di
tentukan berdasarkan pemeriksaan kimiawi dan mikroskopik
dengan sinar terpolarisasi.
3) Di dapatkan 6 dari 12 kriteria di bawah ini :
a) Terjadi serangan arthritis akut lebih dari satu kali.
b) Terjadi peradangan secara maksimal pada hari pertama
gejala atau serangan datang.
15
c) Merupakan arthritis monoartikuler (hanya terjadi di
satu sisi persendian).
d) Sendi yang terserang berwarna kemerahan.
e) Sendi metatarsophalangeal pertama (ibu jari kaki)
terasa sakit atau membengkak.
f) Serangan nyeri unilateral (di salah satu sisi) pada sendi
metatarsophalangeal.
g) Serangan nyeri unilateral pada sendi tarsal (jari kaki).
h) Adanya thopi (Deposit besar dan tidak teratur yang
berasal dari natrium urat) di kartilago artikular (tulang
rawan sendi) dan kapsula sendi.
i) Terjadinya peningkatan kadar asam urat dalam darah
(lebih dari 7,5mg/dL).
j) Pada gambaran radiologis tampak pembengkakan sendi
secara asimetris (satu sisi tubuh saja).
k) Pada gambaran radiologis tampak kista subkortikal
tanpa erosi.
l) Hasil kultur cairan sendi menunjukkan nilai negative.
Serangan asam urat biasanya timbul secara mendadak atau akut, dan
kebanyakan menyerang pada malam hari. Jika asam urat menyerang, sendi-sendi
yang terserang tampak merah, mengkilat, bengkak, kulit di atasnya terasa panas
disertai rasa nyeri yang sangat hebat, juga persendian yang sulit digerakkan
(Muhammad, 2010).
16
Menurut Budiyanto (2000) mengatakan, bahwa pasien dengan gejala
gout arthritis akan mengalami peradangan pada satu atau beberapa persendian.
Sendi metatarsophalangeal dengan jari kaki pertama. Tapi tidak jarang sendi lutut,
tarsal, dan pergelangan kaki juga ikut terlibat. Nyeri yang biasa dikeluhkan pasien
adalah tajam dan terkadang membuat pasien tidak bisa berjalan. Pada beberapa
orang, nyeri dirasakan terutama setelah bangun tidur.
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan asam urat secara umum, dapat diatasi dengan
menggunakan pengobatan modern (kimia) atau pun pengobatan tradisional.
a. Pengobatan Modern (Konvensional/Kimia)
Pengobatan modern ini biasa diperoleh dengan menggunakan resep
dokter. Obat-obatannya antara lain (Soeparman, 2001) :
1) Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang berfungsi
untuk mengatasi nyeri sendi akibat proses peradangan.
2) Kortikosteroid, yang berfungsi sebagai obat anti radang dan
menekan reaksi imun. Obat ini dapat diberikan dalam bentuk
tablet atau suntikan dibagian sendi yang sakit.
3) Imunosupresif, yang berfungsi untuk menekan reaksi imun.
Obat ini jarang digunakan karena efek sampingnya cukup berat
yaitu dapat menimbulkan penyakit kanker dan bersifat racun
bagi ginjal dan hati.
4) Suplemen antioksidan yang diperoleh dari asupan vitamin dan
mineral yang berkhasiat untuk mengobati asam urat. Asupan
17
vitamin dan mineral dapat diperoleh dengan mengkonsumsi
buah atau sayuran segar atau orange, seperti wortel.
b. Pengobatan Tradisional (Herbal)
Tanaman obat yang digunakan untuk penyakit asam urat/gout berfungsi
sebagai anti radang, penghilang rasa sakit (analgesik), membersihkan darah dari
zat toksik, peluruh kemih (diuretik) sehingga memperbanyak urin, dan
menurunkan asam urat. Adapun jenis tanaman berkhasiat obat yang dapat
digunakan untuk mengatasi asam urat diantaranya yaitu (Saraswati, 2009 dalam
Muhammad, 2010) :
1) Mengkudu (Morinda Citrifolia). Buah ini dipercaya memiliki khasiat
sebagai pengurang rasa nyeri dan anti-inflamasi alamiah. Ekstraknya
dapat menghambat enzim siklooksigenase-2 (COX-2) yang akan
menyingkirkan penimbul rasa nyeri, prostaglandin (PEG). Mengukudu
juga mengandung senyawa scopoletin yang memiliki sifat anti-inflamasi.
2) Sambiloto. Efeknya adalah anti-radang, menghilangkan nyeri, dan
penawar racun.
3) Kumis kucing. Efeknya adalah anti-radang, peluruh kemih,
menghancurkan batu ginjal dari kristal asam urat.
4) Daun salam. Efeknya adalah sebagai peluruh kencing, penghilang nyeri.
5) Alang-alang. Efeknya adalah peluruh kemih.
c. Pengobatan Modalitas
Terapi non farmakologis yang dapat digunakan sebagai alternative
pilihan dalam pengobatan diminore primer adalah:
1) Kompres hangat
18
Kompres hangat adalah pengompresan yang dilakukan dengan
mempergunakan buli-buli panas yang di bungkus kain yaitu secara konduksi
dimana terjadi pemindahan panas dari buli-buli ke dalam tubuh sehingga akan
menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan akan terjadi penurunan ketegangan
otot sehingga nyeri sendi yang dirasakan akan berkurang atau hilang (Perry &
Potter,(2005).
Menurut Bare & Smeltzer (2001), kompres hangat mempunyai
keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut
menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan.
Menurut Bobak (2005), kompres hangat berfungsi untuk mengatasi atau
mengurangi nyeri, dimana panas dapat meredakan iskemia dengan menurunkan
ketegangan otot dan melancarkan pembuluh darah sehingga dapat meredakan
nyeri dengan mengurangi ketegangan dan meningkatkan perasaan sejahtera,
meningkatkan aliran darah, dan meredakan nyeri.
Menurut Price & Wilson (2005), kompres hangat sebagai metode yang
sangat efektif untuk mengurangi nyeri atau kejang otot. Panas dapat disalurkan
melalui konduksi (botol air panas). Panas dapat melebarkan pembuluh darah dan
dapat meningkatkan aliran darah.
Kompres hangat adalah metode yang digunakan untuk meredakan nyeri
dengan cara menggunakan buli-buli yang diisi dengan air panas yang ditempelkan
pada sendi yang nyeri
2) Olahraga
Olahraga secara teratur dapat menimbulkan aliran darah sirkulasi darah
pada sendi menjadi lancar sehingga dapat mengurangi rasa nyeri. Pelepasan
19
endorfin alami dapat meningkat dengan olah raga teratur yang akan menekan
pelepasan prostaglandin, selain itu mampu menguatkan kadar beta endorfin yaitu
suatu zat kimia otak yang berfungsi meredakan rasa sakit (Sadoso, 1998).
3) Berhenti merokok dan mengkomsumsi alkohol.
Kebiasaan-kebiasaan buruk ini, mempunyai efek negatif terhadap tubuh
manusia, pada perokok berat dapat meningkatkan durasi terjadinya nyeri, hal ini
berkaitan dengan peningkatan volume dan durasi perdarahan selama nyeri.
Dengan menghindari dan menghilangkan kebiasaan tersebut, diharapkan efek
negatif dapat dihilangkan sehingga nyeri tidak terjadi (Medicastore,2004).
4) Pengaturan diet
Cara mengurangi dan mencegah rasa nyeri saat menstruasi, dianjurkan
mengkomsumsi makanan yang banyak mengandum kalsium dan makanan segar,
seperti sayuran, buah-buahan, ikan, daging, dan makanan yang mengandung
vitamin B6 karena berguna untuk metabolisme estrogen (Sutrasni, 2004).
Menurut Bare & Smeltzer (2001) penanganan nyeri secara
nonfarmakologis terdiri dari:
1) Masase kutaneus
Masase adalah stimulus kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan
pada punggung dan bahu. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena
masase membuat relaksasi otot.
2) Terapi panas
Terapi panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah kesuatu
area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat
penyembuhan.
20
3) Transecutaneus Elektrikal Nerve Stimulaton ( TENS)
TENS dapat menurunkan nyeri dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri
(non-nesiseptor) dalam area yang sama seperti pada serabut yang menstramisikan
nyeri. TENS menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan elektroda
yang di pasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar atau
mendengung pada area nyeri.
4) Distraksi
Distraksi adalah pengalihan perhatian dari hal yang menyebabkan nyeri,
contoh: menyanyi, berdoa, menceritakan gambar atau foto dengan kertas,
mendengar musik dan bermain satu permainan.
5) Relaksasi
Relaksasi merupakan teknik pengendoran atau pelepasan ketegangan,
contoh: bernafas dalam-dalam dan pelan.
6) Imajinasi
Imajinasi merupakan khayalan atau membayangkan hal yang lebih baik
khususnya dari rasa nyeri yang dirasakan.
7. Diagnosa
Setelah kita mengetahui faktor penyebab dan gejala asam urat, tugas kita
sekarang ialah bagaimana cara mengetahui atau mendiagnosa asam urat dan
komplikasinya. Hal inilah yang menjadi penanda dan penetapan apakah kita
benar-benar terserang penyakit asam urat ataukah tidak. Sebab dalam hal ini, kita
melakukan diagnosa dengan berbagai cara untuk mendapatkan kesimpulan yang
valid dan akurat (Kusyanti, 2006).
21
Dr. Prapti Utami membagi diagnosa asam urat ini ke dalam tiga cara.
Diagnosa asam urat dilakukan dengan pemeriksaan lewat laboratorium,
pemeriksaan radiologis, dan cairan sendi. Selain itu, kita juga bisa melakukan
diagnosa melakukan diagnosa melalui roentgen.
a. Pemeriksaan Laboratorium
Seseorang dikatakan menderita asam urat ialah apabila pemeriksaan
laboratorium menunjukkan kadar asam urat dalam darah diatas 7 mg/dL untuk
pria dan lebih dari 6 mg/dL untuk wanita. Selain itu, kadar asam urat dalam urin
lebih dari 760-1000 mg/24 jam dengan diet biasa. Disamping hal tersebut, sering
juga dilakukan pemeriksaan gula darah, ureum, dan kreatinin, disertai
pemeriksaan profil lemak darah untuk menguatkan diagnosis (Kusyanti, 2006).
Pemeriksaan gula darah dilakukan untuk mendeteksi ada dan tidaknya
penyakit diabetes mellitus. Ureum dan kreatinin diperiksa untuk mengetahui
normal dan tidaknya fungsi ginjal. Sementara itu pemeriksaan profil lemak darah
dijadikan penanda ada dan tidaknya gejala aterosklerosis (Kusyanti, 2006).
b. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis digunakan untuk melihat proses yang terjadi
dalam sendi dan tulang serta untuk melihat proses pengapuran di dalam tofus
(Kusyanti, 2006).
c. Pemeriksaan dengan Roentgen
Selain itu, kita juga bisa melakukannya dengan cara Roentgen.
Pemeriksaan ini baiknya dilakukan pada awal setiap kali pemeriksaan sendi. Dan,
jauh lebih efektif jika pemeriksaan roentgen ini dilakukan pada penyakit sendi
yang sudah berlangsung kronis. Pemeriksaan roentgen perlu dilakukan untuk
22
melihat kelainan baik pada sendi maupun pada tulang dan jaringan di sekitar sendi
(Ketria, 2009).
Seberapa sering penderita asam urat untuk melakukan pemeriksaan
roentgen tergantung perkembangan penyakitnya. Jika sering kumat, sebaiknya
dilakukan pemeriksaan roentgen ulang. Bahkan kalau memang tidak kunjung
membaik, kita pun dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan magnetic resonance
imaging (MRI). Tetapi demikian, dalam melakukan pemeriksaan roentgen, kita
jangan terlalu sering. Sebab, pemeriksaan roentgen yang terlalu sering mempunyai
risiko terkena radiasi semakin meningkat. Pengaruh radiasi yang berlebihan bisa
mengakibatkan kanker, kemandulan, atau kelainan janin dalam kandungan pada
perempuan. Oleh karena itu, kita harus ekstra hati-hati dan harus bisa
meminimalisasi dalam melakukan pemeriksaan roentgen ini untuk menghindari
kemungkinan terjadinya berbagai risiko tersebut.
8. Komplikasi
a. Radang sendi akibat asam urat (gouty arthritis)
Komplikasi hiperurisemia yang paling dikenal adalah radang sendi
(gout). Telah dijelaskan sebelumnya bahwa, sifat kimia asam urat cenderung
berkumpul di cairan sendi ataupun jaringan ikat longgar. Meskipun hiperurisemia
merupakan faktor resiko timbulnya gout, namun hubungan secara ilmiah antara
hiperurisemia dengan serangan gout akut masih belum jelas. Athritis gout akut
dapat terjadi pada keadaan konsentrasi asam urat serum yang normal. Akan tetapi,
banyak pasien dengan hiperurisemia tidak mendapat serangan athritis gout.
23
Gejala klinis dari Gout bermacam-macam yaitu, hiperurisemia tak
bergejala, serangan akut gout, gejala antara(intercritical), serangan gout berulang,
gout menahun disertai tofus
Keluhan utama serangan akut dari gout adalah nyeri sendi yang amat
sangat yang disertai tanda peradangan (bengkak, memerah, hangat dan nyeri
tekan). Adanya peradangan juga dapat disertai demam yang ringan. Serangan akut
biasanya puncaknya 1-2 hari sejak serangan pertama kali. Namun pada mereka
yang tidak diobati, serangan dapat berakhir setelah 7-10 hari. Serangan biasanya
berawal dari malam hari. Awalnya terasa nyeri yang sedang pada persendian.
Selanjutnya nyerinya makin bertambah dan terasa terus menerus sehingga sangat
mengganggu
Biasanya persendian ibu jari kaki dan bagian lain dari ekstremitas bawah
merupakan persendian yang pertama kali terkena. Persendian ini merupakan
bagian yang umumnya terkena karena temperaturnya lebih rendah dari suhu tubuh
dan kelarutan monosodium uratnya yang berkurang. Trauma pada ekstremitas
bawah juga dapat memicu serangan. Trauma pada persendian yang menerima
beban berat tubuh sebagai hasil dari aktivitas rutin menyebabkan cairan masuk ke
sinovial pada siang hari. Pada malam hari, air direabsorbsi dari celah sendi dan
meninggalkan sejumlah MSU.
Serangan gout akut berikutnya biasanya makin bertambah sesuai dengan
waktu. Sekitar 60% pasien mengalami serangan akut kedua dalam tahun pertama,
sekitar 78% mengalami serangan kedua dalam 2 tahun. Hanya sekitar 7% pasien
yang tidak mengalami serangan akut kedua dalam 10 tahun.
24
9. Pencegahan
Asam urat darah adalah hasil pemecahan dari protein yang secara khusus
disebut purin dan selanjutnya 75 persen asam urat dibuang oleh tubuh melalui
urine. Peningkatan kadar asam urat dapat terjadi akibat produksi lebih banyak dari
pada pembuangan asam urat.
Penyakitnya sendiri tidak bisa dicegah, tetapi beberapa faktor pencetusnya
bisa dihindari (misalnya cedera, alkohol, makanan kaya protein).
Untuk mencegah kekambuhan, dianjurkan untuk minum banyak air,
menghindari minuman beralkohol dan mengurangi makanan yang kaya akan
protein. Banyak penderita yang memiliki kelebihan berat badan, jika berat badan
mereka dikurangi, maka kadar asam urat dalam darah seringkali kembali ke
normal atau mendekati normal.
B. Konsep Dasar Kompres Hangat
1. Definisi
Kompres hangat adalah suatu prosedur menggunakan kain / handuk yang
telah di celupkan pada air hangat, yang ditempelkan pada bagian tubuh tertentu.
Kompres hangat adalah memberikan rasa hangat pada daerah tertentu
dengan menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan hangat pada bagian
tubuh yang memerlukan. Tindakan ini selain untuk melancarkan sirkulasi darah
juga untuk menghilangkan rasa sakit, merangsang peristaltic usus, pengeluaran
getah radang menjadi lancar, serta memberikan ketenangan dan kesenangan pada
klien. Pemberian kompres dilakukan pada radang persendian, kekejangan otot,
perut kembung, dan kedinginan.
25
Menurut Perry dan Potter (2005), kompres hangat dilakukan dengan
mempergunakan buli-buli panas yang dibungkus kain yaitu secara konduksi
dimana terjadi pemindahan panas dari buli-buli ke dalam tubuh sehingga akan
menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan akan terjadi penurunan ketegangan
otot sehingga nyeri sendi yang dirasakan pada pasien asam urat akan berkurang
atau hilang.
Menurut Bare & Smeltzer (2001), kompres hangat mempunyai keuntungan
meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan
nyeri dengan mempercepat penyembuhan.
Menurut Bobak (2005), kompres hangat berfungsi untuk mengatasi atau
mengurangi nyeri, dimana panas dapat meredakan iskemia dengan menurunkan
kontraksi otot dan melancarkan pembuluh darah sehingga dapat meredakan nyeri
dengan mengurangi ketegangan dan meningkatkan perasaan sejahtera,
menigkatkan aliran darah di daerah persendian.
Menurut Price & wilson (2005), kompres hangat sebagai metode yang
sangat efektif untuk mengurangi nyeri atau kejang otot. Panas dapat disalurkan
melalui konduksi (botol air panas). Panas dapat melebarkan pembuluh darah dan
dapat meningkatkan aliran darah.
Kompres air hangat dilakukan dengan tujuan membuat otot tubuh lebih
rileks, menghilangkan rasa sakit, dan membuat tenang pasien.
2. Manfaat Efek Panas
Panas digunakan secara luas dalam pengobatan karena memiliki efek dan
manfaat yang besar. Adapun manfaat efek panas adalah (Gabriel, 1996) :
26
a. Efek Fisik
Panas dapat menyebabkan zat cair, padat, gas mengalami pemuaian ke
segala arah.
b. Efek Kimia
Sesuai dengan pernyataan Van Hoff bahwa rata-rata kecepatan reaksi
kimia di dalam tubuh tergantung pada temperatur. Menurunnya reaksi kimia
tubuh sering dengan menurunnya temperatur tubuh, permeabilitas membran sel
akan meningkat sesuai dengan peningkatan suhu, pada jaringan akan terjadi
peningkatan metabolisme seiring dengan peningkatan pertukaran antara zat kimia
tubuh dengan cairan tubuh.
c. Efek Biologis
Pemberian kompres hangat pada daerah tubuh akan memberikan sinyal ke
hipothalamus melalui sumsum tulang belakang. Ketika reseptor yang peka
terhadap panas dihipotalamus dirangsang, sistem effektor mengeluarkan sinyal
yang memulai berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran pembuluh
darah diatur oleh pusat vasomotor pada medulla oblongata dari tangkai otak,
dibawah pengaruh hipotalamik bagian anterior sehingga terjadi vasodilatasi.
Terjadinya vasodilatasi ini menyebabkan aliran darah ke setiap jaringan
khususnya yang mengalami radang dan nyeri bertambah dan diharapkan akan
terjadi penurunan nyeri sendi pada jaringan yang meradang (Tamsuri, 2007).
3. Mekanisme Kerja Panas
Energi panas yang hilang atau masuk ke dalam tubuh melalui kulit dengan
empat cara yaitu : secara konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi. Prinsip kerja
kompres hangat dengan mempergunakan buli-buli panas yang dibungkus kain
27
yaitu secara konduksi dimana terjadi perpindahan panas dari buli-buli panas ke
dalam sendi yang nyeri dan akan melancarkan sirkulasi darah dan menurunkan
ketegangan otot sehingga akan menurunkan nyeri sendi pada klien asam urat.
Kompres hangat dapat dilakukan dengan menempelkan kantong karet
yang diisi air hangat atau dengan buli-buli panas (WWZ) atau handuk yang telah
direndam di dalam air hangat ke bagian tubuh yang nyeri dengan suhu air sekitar
50°-60°C, karena pada suhu tersebut kulit dapat mentoleransi sehingga tidak
terjadi iritasi dan kemerahan pada kulit yang dikompres. Sebaiknya diikuti dengan
latihan pergerakan atau pemijatan. Dampak fisiologis dari kompres hangat adalah
pelunakan jaringan fibrosa, membuat otot tubuh lebih rileks, menurunkan atau
menghilangkan rasa nyeri, dan memperlancar pasokan aliran darah.
3. Konsep Dasar Nyeri
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal
yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan sangat
bersifat individual. Stimulus yang dapat berupa stimulus yang bersifat fisik
dan/atau mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada
fungsi ego seorang individu (Mahon, 1994, dalam perry dan potter, 2005).
Menurut McCaffery (1980) : “Nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan
seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja seseorang mengatakan
bahwa ia merasa nyeri’. Nahon menemukan empat atribut pasti untuk pengalaman
nyeri, yaitu : nyeri bersifat individu, tidak menyenangkan, merupakan suatu
kekuatan yang mendominasi, dan bersifat tidak berkesudahan (1994).
3.1 Reseptor Nyeri
28
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima
rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung
syaraf bebas dalam kulit yang berespons hanya terhadap stimulus kuat yang secara
potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosiseptor. Secara anatomis,
reseptor nyeri (nosiseptor) ada yang bermielin dan ada juga yang tidak bermielin
dari saraf aferen.
Berdasarkan letaknya, nosiseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa
bagian tubuh yaitu pada kulit (kutaneus), somatik dalam (depp somatic), dan pada
daerah viseral. Karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga
memiliki sensasi yang berbeda.
Nosiseptor kutaneus berasal dari kulit dan subkutan, nyeri yang berasal
dari daerah ini biasanya mudah untuk dilokalisasi dan didefinisikan. Reseptor
jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen, yaitu :
a. Serabut A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan transmisi 6 – 30 m/det)
yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam, yang akan cepat hilang apabila
penyebab nyeri dihilangkan.
b. Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan transmisi 0,5 – 2 m/det)
yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan
sulit dilokalisasi. .
Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral. Reseptor viseral.
reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal, dan
sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya difus (terus-menerus).
29
Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan
organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia, dan inflamasi.
Nyeri viseral dapat menyebabkan nyeri alih (reffered pain), yaitu nyeri
yang dapat timbul pada daerah yang berbeda/ jauh dari organ asal stimulus nyeri
tersebut. Nyeri pindah ini dapat terjadi karena adanya sinaps jaringan viseral pada
medulla spinalis dengan serabut yang berasal dari jaringan subkutan tubuh.
Berdasarkan jenis rangsang yang dapat di terima oleh nosiseptor, di dalam
tubuh manusia terdapat beberapa jenis nosiseptor yaitu : nosiseptor termal,
nosiseptor mekanik, nosiseptor elektrik, dan nosiseptor kimia. Adanya berbagai
macam nosiptor ini memungkinkan terjadinya nyeri karena pengaruh mekanis,
kimia, listrik, atau karena perubahan suhu.
Serabut nyeri A delta merupakan serabut nyeri yang lebih banyak
dipengaruhi oleh rangsangan mekanik dari pada rangsangan panas dan kimia,
sedang serabut nyeri jenis C lebih dipengaruhi oleh rangsangan suhu, kimia dan
mekanik kuat.
3.2 Transmisi Nyeri
Terdapat berbagai teori yang berusaha menggambarkan bagaimana
nosiseptor dapat menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai
teori yang mencoba menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori
gerbang kendali nyeri dianggap paling relevan.
a. Teori Spesivisitas (Specivicity Theory)
b. Teori Pola (Pattern Theory)
c. Teori Gerbang Kendali Nyeri (Gate Control Theory)
3.3 Neuroregulator Nyeri
30
Neuroregulator atau substansi yang berperan dalam transmisi stimulus
saraf dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu neurotransmiter dan
neuromodulator. Neurotransmiter mengirimkan impuls-impuls elektrik melewati
rongga sinaps antara dua serabut saraf, dan dapat bersifat sebagai penghambat
atau dapat pula mengeksitasi. Sedangkan neuromodulator bekerja untuk
memodifikasi aktivitas neuro tanpa mentransfer secara langsung sinyal-sinyal
menuju sinaps. Neuromodulator dipercaya bekerja secara tidak langsung dengan
meningkatkan atau menurunkan efek partikuler neurotransmiter.
Beberapa neuroregulator yang berperan dalam penghantaran impuls
nyeri antara lain adalah (Patel, 2007) :
a. Neurotransmiter
- Substansi
1. Ditemukan pada neuro nyeri di kornudorsalis (peptida ektisator).
2. Diperlukan untuk menstramisikan impuls nyeri dari perifer ke otak.
3. Menyebabkan vasodilatasi dan edema.
-Serotonin
1. Dilepaskan oleh batang otak dan kornudorsalis untuk menghambat transmisi
nyeri.
-Prostaglandin
1. Dibangkitkan dari pemecahan pospilipid di membrane sel.
2. Dipercaya dapat meningkatkan sensitivitas terhadap sel.
b. Neuromodular
1) Endorfin (morfin Endogen)
a) Merupakan substansi sejenis morfin yang disuplai oleh tubuh.
31
b) Diaktivasi oleh daya stres dan nyeri.
c) Terdapat pada otak, spinal, dan traktus gastrointestinal.
d) Memberi efek analgesik.
2) Bradikinin
a.Dilepaskan dari plasma dan pecah disekitar pembuluh darah pada daerah yang
mengalami cedera.
b.Bekerja pada reseptor saraf perifer, menyebabkan peningkatan stimulus nyeri.
c.Bekerja pada sel, menyebabkan reaksi berantai sehingga terjadi pelepasan
prostaglandin.
3.4 Konsep Nyeri
Menurut Mc. Caffery (1979), nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan
yang mempengaruhi seseorang, dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah
mengalaminya. Menurut Assosiasi Nyeri Internasional (1979) disebutkan bahwa
nyeri adalah suatu Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
yang berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan baik secara actual maupun
seperti tersebut diatas.
Menurut Kozier dan Erb (1983), nyeri adalah sensasi ketidaknyamanan
yang dimanifestasikan sebagai penderitaan yang diakibatkan oleh persepsi jiwa
yang nyata, ancaman dan fantasi luka. Mengacu pada teori dari Asosiasi Nyeri
Internasional, pemahaman tentang nyeri menitik beratkan bahwa nyeri adalah
kejadian fisik, yang tentu saja untuk penatalaksanaan nyeri menitikberatkan pada
manipulasi fisik atau menghilangkan kausa fisik.
Adapun definisi dari Kozier dan Erb, nyeri diperkenalkan sebagai suatu
pengalaman emosional yang penatalaksanaannya tidak hanya pada pengelolaan
32
fisik semata, namun penting juga untuk melakukan manipulasi (tindakan)
psikologis untuk mengatasi nyeri.
3.5 Klasifikasi Nyeri
a. Klasifikasi Berdasarkan Waktu Kejadian
Nyeri dapat dikelompokkan sebagai nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri
akut adalah nyeri yang terjadi dalam waktu (durasi) dari satu detik sampai dengan
kurang dari enam bulan, sedangkan nyeri kronis adalah nyeri yang terjadi dalam
waktu lebih dari enam bulan.
Nyeri akut umumnya terjadi pada cedera, penyakit akut, atau pada
pembedahan dengan awitan yang cepat dan tingkat keparahan yang bervariasi
(sedang sampai berat). Nyeri akut dapat dipandang sebagai nyeri yang terbatas
dan bermanfaat untuk mengidentifikasikan adanya cedera atau penyakit pada
tubuh. Nyeri jenis ini biasanya hilang dengan sendirinya dengan atau tanpa
tindakan setelah kerusakan jaringan menyembuh.
b. Klasifikasi berdasarkan Lokasi
Berdasarkan lokasi nyeri, nyeri dapat dibedakan menjadi enam jenis, yaitu
nyeri superfisial, nyeri somatik dalam, nyeri viseral, nyeri alih, nyeri sebar, dan
nyeri bayangan (fantom).
Nyeri superfisial biasanya timbul akibat stimulasi terhadap kulit seperti
pada laserasi, luka bakar dan sebagainya. Nyeri jenis ini memiliki durasi yang
pendek, terlokalisir, dan memiliki sensasi yang tajam. Nyeri somatik dalam (deep
somatic pain) adalah nyeri yang terjadi pada otot dan tulang serta struktur
penyokong lainnya, umumnya nyeri bersifat tumpul dan distimulasi dengan
adanya peregangan dan iskemia.
33
Nyeri viseral adalah nyeri yang disebabkan oleh kerusakan organ internal.
Nyeri yang timbul bersifat difus dan durasinya cukup lama. Sensasi yang timbul
biasanya tumpul.
Nyeri sebar (radiasi) adalah sensasi nyeri yang meluas dari daerah asal ke
jaringan sekitar. Nyeri jenis ini biasanya dirasakan oleh klien seperti
berjalan/bergerak dari daerah asal nyeri ke sekitar atau ke sepanjang bagian tubuh
tertentu. Nyeri dapat bersifat intermiten atau konstan.
Nyeri fantom adalah nyeri khusus yang dirasakan oleh klien yang
mengalami amputasi. Nyeri oleh klien dipersepsikan berada pada organ yang telah
diamputasi seolah-olah organnya masih ada. Contohnya adalah pada klien yang
menjalani operasi pengangkatan payudara atau pada amputasi ekstremitas.
Nyeri alih (referred pain) adalah nyeri yang timbul akibat adanya nyeri
viseral yang menjalar ke organ lain, sehingga dirasakan nyeri pada beberapa
tempat atau lokasi. Nyeri jenis ini dapat timbul karena masuknya neuron sensori
dari organ yang mengalami nyeri ke dalam medula spinalis dan mengalami
sinapsis dengan serabut saraf yang berada pada bagian tubuh lainnya.
Berdasarkan pada organ tempat timbulnya, nyeri dapat dikelompokkan
dalam : nyeri organik, nyeri neurogenik, dan nyeri psikogenik.
Nyeri organik adalah nyeri yang diakibatkan adanya kerusakan (aktual
atau potensial) organ. Penyebab nyeri umumnya mudah dikenali sebagai akibat
adanya cedera, penyakit, atau pembedahan terhadap salah satu atau beberapa
organ.
Nyeri neurogenik adalah nyeri akibat gangguan neuron, misalnya pada
neuralgia. Nyeri ini dapat terjadi secara akut maupun kronis.
34
Nyeri psikogenik adalah nyeri akibat berbagai faktor psikologis. Gangguan
ini lebih mengarah pada gangguan psikologis dari pada gangguan organ. Klien
yang menderita memang “benar-benar” mengalaminya. Nyeri ini umumnya terjadi
ketika efek-efek psikogenik seperti cemas dan takut timbul pada klien.
3.6 Respons Tubuh Terhadap Nyeri
Respons fisik timbul karena pada saat impuls nyeri ditransmisikan oleh
medula spinalis menuju batang otak dan talamus, sistem saraf otonom
terstimulasi, sehingga menimbulkan respons yang serupa dengan respons tubuh
terhadap stress.
Pada nyeri skala ringan sampai moderat serta pada nyeri superfisial,
tubuh bereaksi membangkitkan “General Adaptation Syndrome” (Reaksi Fight or
Flight, dengan merangsang sistem saraf simpatis. Sedangkan pada nyeri yang
berat dan tidak dapat ditoleransi serta nyeri yang berasal dari organ viseral, akan
mengakibatkan stimulasi terhadap saraf parasimpatis.
Tabel 2.3 Respons Fisiologis Tubuh Terhadap Nyeri
Reaksi Efek
Simpatis
Dilatasi lumen bronkus,
peningkatan frekuensi napas.
Denyut jantung meningkat
Vasokontriksi perifer
Memungkinkan penyediaan oksigen yang
lebih banyak.
Memungkin transpor oksigen lebih besar ke
dalam jaringan tubuh (sel).
Meningkatkan tekanan darah dengan
memindahkan suplai darah dari perifer ke
organ viseral, otot, dan otak.
35
Peningkatan glukosa darah
Diaforesis
Tegangan otot meningkat
Dilatasi pupil
Penurunan motilitas usus
Parasimpatis
Pucat
Kelelahan otot
Tekanan darah dan nadi menurun.
Frekuensi napas cepat, tiak teratur.
Mual dan muntah, Kelemahan
Memungkinkan penyediaan energi
tambahan bagi tubuh.
Mengendalikan suhu tubuh selama stress.
Menyiapkan otot untuk mengadakan aksi.
Menghasilkan kemampuan melihat yang
lebih baik.
Menyalurkan energi untuk aktivitas tubuh
yang lebih penting.
Disebabkan suplai darah yang menjauhi
perifer.
Karena kelemahan.
Pengaruh stimulasi nervus vagal.
Karena mekanisme pertahanan yang gagal
untuk memperpanjang perlawanan tubuh
terhadap stress (nyeri).
Kembalinya fungsi gastrointestinal akibat
pengeluaran energi yang berlebihan.
3.7 Respons Psikologis
Respons psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien terhadap
nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi klien. Klien yang mengartikan nyeri sebagai
sesuatu yang “negatif” cenderung memiliki suasana hati sedih, berduka,
ketidakberdayaan, dan dapat berbalik menjadi rasa marah dan frustasi. Sebaliknya
36
pengalaman yang “positif” akan menerima nyeri yang dialaminya. Pemahaman
dan pemberian arti bagi nyeri sangat dipengaruhi tingkat pengetahuan, persepsi,
pengalaman masa lalu, dan juga faktor sosial budaya.Respons perilaku yang
timbul pada klien yang mengalami nyeri dapat bermacam-macam. Meinhart dan
Mc. Caffery (1983) menggambarkan tiga fase perilaku terhadap nyeri yaitu :
antisipasi, sensasi, dan fase nyeri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi tentang nyeri meliputi :
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Budaya
d. Pengetahuan tentang nyeri dan penyebabnya
e. Makna nyeri
f. Perhatian klien
g. Tingkat kecemasan
h. Tingkat energi
i. Tingkat stress
j. Pengalaman sebelumnya
k. Pola koping
l. Dukungan keluarga dan sosial
Pengukuran subjektif nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan
berbagai alat pengukuran seperti Skala Visual Analog, Skala Nyeri Numerik,
Skala Nyeri Deskriptif atau skala nyeri Wong-Bakers untuk anak-anak. Namun,
pengukuran dengan teknik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti
37
tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007). Menurut Smeltzer, S.C bare B.G (2002)
adalah sebagai berikut :
Gambar 2.1 Skala Nyeri Menurut Smeltzer
1) skala intensitas nyeri deskritif
2) Skala identitas nyeri numerik
3) Skala analog visual
4) Skala nyeri menurut bourbanis
Keterangan :
0 :Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
38
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat
mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan
lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi
dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,
memukul.
Karakteristik paling subyektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau
intensitas nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri
sebagai yang ringan, sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda
bagi perawat dan klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk
dipastikan (Potter, 2005).
Skala deskriptif merupakan alat penguluran tingkat keparahan nyeri yang
lebih objektif. Skala pendeskripsian verbal (Verbal Dessriptor Scale, VDS)
merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang
tersusun dengan jarak dengan karakter yang sama sepanjang garis. Pendeskripsian
ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan.”
Skala penilaian numerik (Numerical Rating Scales, NRS) lebih digunakan sebagai
pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan
menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas
nyeri sebelum dan setelah intervensi terpeutik. Apabila digunakan skala untuk
menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992.
39
Skala analog visual (Visual Analog Scale, VAS) merupakan suatu garis
lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat
pendeskripsi verbal pasa setiap ujungnya. Skala ini memberikan klien kebebasan
penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukur
keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik
pada rangkaian dari pada dipaksa memiliki satu kata atau satu angka
(McGuire;1984).
Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan
dan tidak mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien
dapat membaca dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat.
Skala deskritif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan
nyeri, tapi juga, mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat dapat
menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai
apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan (Potter, 2005).
Pada penelitian ini digunakan skala wong yaitu dalam Skala analog
visual (Visual Analog Scale, VAS) dimana kita bisa melihat skala nyeri dengan
rawut wajah klien dan skala ini juga diikuti skala dengan penilaian numerik agar
mempermudah peneliti mengobservasi skala nyeri yang dirasakan responden.
Gambar 2.2 Skala nyeri menurut wong
40
II.3.8 Tingkat Nyeri
a. Skala Intensitas Nyeri
Keterangan :
Skala 10 : sangat dan tidak dapat dikontrol oleh klien
Skala 9, 8, 7 : Sangat nyeri tetapi masih dapat dikontrol oleh klien
dengan aktifitas yang bisa dilakukan.
Skala 6 : Nyeri seperti terbakar atau ditusuk-tusuk.
Skala 5 : Nyeri seperti tertekan atau bergerak.
Skala 4 : Nyeri seperti kram atau kaku.
Skala 3 : Nyeri seperti perih atau mules
Skala 2 : Nyeri seperti melilit atau terpukul
Skala 1 : Nyeri sepeti gatal, tersetrum atau nyut-nyutan
Skala 0 : Tidak ada nyeri.
b. Tipe Nyeri
Keterangan :
Skala : 10 Tipe nyeri sangat berat
Skala : 7-9 Tipe nyeri berat
Skala : 4-6 Tipe nyerisedang.
Skala : 1-3 Tipe nyeri ringan
c. Daftar Nilai Kekuatan Otot
Kekuatan otot dinilai dengan angka 0 (nol) sapai 5 (lima) :
Skala 0 : Otot sama sekali tidak mampu bergerak, tampak
berkontraksi, bila lengan/ tungkai dilepaskan, akan jatuh 100% pasif.
41
Skala 1 : Tampak kontraksi atau ada sedikit gerakan dan ada tahanan
sewaktu jatuh.
Skala 2 : Mampu menahan tegak yang berarti mampu menahan gaya
gravitasi (saja), tapi dengan sentuhan akan jatuh.
Skala 3 : Mampu menahan tegak walaupun sedikit didorong tetapi
tidak mampu melawan tekan/dorongan dari pemeriksa.
Skala 4 : kekuatan kurang dibandingkan sisi lain
Skala 5 : kekuatan utuh.
Uji kekuatan otot sekali-kali bukan membandingkan
kekuatan pasien dengan sipemeriksa (Augustinus, 2003 ;36).
42
BAB III
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
Penyakit asam urat atau dikenal sebagai penyakit gout merupakan suatu
penyakit akibat terjadinya penimbunan kristal monosodium urat di dalam tubuh
sehingga menyebabkan nyeri sendi (Gout Arthritis), benjolan pada bagian-bagian
tertentu dari tubuh (tophi) dan batu pada saluran kemih. (www.bintangmawar.net)
Gout atau asam urat adalah penyakit di mana terjadi penumpukan asam urat
dalam tubuh secara berlebihan, baik akibat produksi yang meningkat,
pembuangannya melalui ginjal yang menurun, atau akibat peningkatan asupan
makanan kaya purin. Gout terjadi ketika cairan tubuh sangat jenuh akan asam urat
yang kadarnya tinggi. (dr Juandi Jo, 2007, www.wordpress.com)
Serangan asam urat biasanya timbul secara mendadak atau akut, dan
kebanyakan menyerang pada malam hari. Jika asam urat menyerang, sendi-sendi
yang terserang tampak merah, mengkilat, bengkak, kulit di atasnya terasa panas
disertai rasa nyeri yang sangat hebat, juga persendian yang sulit digerakkan
(Muhammad, 2010).
Menurut Budiyanto (2000) mengatakan, bahwa pasien dengan gejala gout
arthritis akan mengalami peradangan pada satu atau beberapa persendian. Sendi
metatarsophalangeal dengan jari kaki pertama. Tapi tidak jarang sendi lutut, tarsal,
dan pergelangan kaki juga ikut terlibat. Nyeri yang biasa dikeluhkan pasien adalah
tajam dan terkadang membuat pasien tidak bisa berjalan. Pada beberapa orang,
nyeri dirasakan terutama setelah bangun tidur.
43
Terapi non farmakologis yang dapat digunakan sebagai alternative pilihan dalam
pengobatan diminore primer adalah:
1) Kompres hangat
Kompres hangat adalah pengompresan yang dilakukan dengan
mempergunakan buli-buli panas yang di bungkus kain yaitu
secara konduksi dimana terjadi pemindahan panas dari buli-buli
ke dalam tubuh sehingga akan menyebabkan pelebaran
pembuluh darah dan akan terjadi penurunan ketegangan otot
sehingga nyeri sendi yang dirasakan akan berkurang atau hilang
(Perry & Potter,(2005).
Menurut Bare & Smeltzer (2001), kompres hangat mempunyai
keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan
kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan
mempercepat penyembuhan.
Menurut Bobak (2005), kompres hangat berfungsi untuk
mengatasi atau mengurangi nyeri, dimana panas dapat
meredakan iskemia dengan menurunkan ketegangan otot dan
melancarkan pembuluh darah sehingga dapat meredakan nyeri
dengan mengurangi ketegangan dan meningkatkan perasaan
sejahtera, meningkatkan aliran darah, dan meredakan nyeri.
Menurut Price & Wilson (2005), kompres hangat sebagai
metode yang sangat efektif untuk mengurangi nyeri atau kejang
otot. Panas dapat disalurkan melalui konduksi (botol air panas).
44
Panas dapat melebarkan pembuluh darah dan dapat
meningkatkan aliran darah.
Kompres hangat adalah metode yang digunakan untuk meredakan nyeri
dengan cara menggunakan buli-buli yang diisi dengan air panas yang ditempelkan
pada sendi yang nyeri
Menurut Bobak (2005), kompres hangat berfungsi untuk mengatasi atau
mengurangi nyeri, dimana panas dapat meredakan iskemia dengan menurunkan
kontraksi otot dan melancarkan pembuluh darah sehingga dapat meredakan nyeri
dengan mengurangi ketegangan dan meningkatkan perasaan sejahtera,
menigkatkan aliran darah di daerah persendian.
Menurut Price & wilson (2005), kompres hangat sebagai metode yang
sangat efektif untuk mengurangi nyeri atau kejang otot. Panas dapat disalurkan
melalui konduksi (botol air panas). Panas dapat melebarkan pembuluh darah dan
dapat meningkatkan aliran darah.
Kompres air hangat dilakukan dengan tujuan membuat otot tubuh lebih
rileks, menghilangkan rasa sakit, dan membuat tenang pasien.
Menurut Bare & Smeltzer (2001) penanganan nyeri secara non
farmakologis terdiri dari:
1). Masase kutaneus
Masase adalah stimulus kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan
pada punggung dan bahu. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena
masase membuat relaksasi otot.
45
2). Terapi panas
Terapi panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah kesuatu
area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat
penyembuhan.
3). Transecutaneus Elektrikal Nerve Stimulaton ( TENS)
TENS dapat menurunkan nyeri dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri
(non-nesiseptor) dalam area yang sama seperti pada serabut yang menstramisikan
nyeri. TENS menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan elektroda
yang di pasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar atau
mendengung pada area nyeri.
4).Distraksi
Distraksi adalah pengalihan perhatian dari hal yang menyebabkan nyeri,
contoh: menyanyi, berdoa, menceritakan gambar atau foto dengan kertas,
mendengar musik dan bermain satu permainan.
5)Relaksasi
Relaksasi merupakan teknik pengendoran atau pelepasan ketegangan,
contoh: bernafas dalam-dalam dan pelan.
6)Imajinasi
Imajinasi merupakan khayalan atau membayangkan hal yang lebih baik
khususnya dari rasa nyeri yang dirasakan.
46
B. Kerangka Konsep
Variabel Independent
C.
Variabel Dependent Variabel Dependent
Pre Post
ket :
: Diteliti
: Berhubungan
Kompres Hangat
Nyeri Sendi Nyeri Sendi
Karakteristik :
- Umur - Jenis Kelamin- Latar Belakang
Budaya
47
C. Hipotesis
Dalam penelitian diajukan hipotesis yaitu :
Ha :
1. Ada pengaruh dilakukan teknik kompres hangat dengan perubahan
nyeri sendi pada pasien asam urat.
2. Ada faktor-faktor lain (jenis kelamin, umur) terhadap nyeri sendi
setelah diberikan kompres hangat.
3. Ada pengaruh antara jenis kelamin dengan perubahan nyeri sendi.
4. Ada pengaruh antara umur dengan perubahan nyeri sendi.
5. Ada perbedaan tingkat nyeri sendi pada pasien asam urat setelah
diberikan teknik kompres hangat.
Ho :
Tidak ada pengaruh dilakukan teknik kompres hangat dengan
perubahan nyeri sendi pada pasien asam urat.
48
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan pada penelitian yaitu dengan pendekatan
eksperimental semu tujuan dari rancangan tersebut adalah untuk mengetahui
pengaruh teknik kompres hangat terhadap perubahan nyeri sendi pada pasien
asam urat di Puskesmas Beringin Banjarbaru Tahun 2013. Jenis desain yang
digunakan yaitu ‘Quasy Experiment Design’ di mana pada rancangan ini
merupakan bentuk desain eksperiment yang lebih baik validitas internalnya dari
pada rancangan pre eksperimental dan lebih lemah dari true eksperimental. Pada
sampel penelitian sebelum dan sesudah dilaksanakan perlakuan dilakukan
observasi dilakukan secara total sampling. Kemudian dilakukan pretest pada
sampel tersebut, dan diberikan perlakuan yang kemudian diukur dengan posttest
setelah perlakuan.data pretest dan posttest dianalisa perbedaanya.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang menderita nyeri
sendi akibat asam urat di Puskesmas Beringin Banjarbaru Tahun 2013, populasi
diambil dari bulan Maret-Mei 2013.
2. Sampel
Sampel penelitian ini ditentukan dengan menggunakan teknik
pengambilan sampel dengan teknik total sampling. Sampel yang digunakan
adalah pasien asam urat dengan nyeri sendi yang berobat kepuskesmas beringin.
49
Besar sampel dihitung dari 3 bulan terakhir sebelum penelitian yaitu dengan
jumlah 18 orang. Adapun karakteristik sampel yang dapat dilakukan atau layak
diteliti, yakni :
a. Kriteria Inklusi:
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu
populasi target dan terjangkau yang akan diteliti (Nursalam 2008). Kriteria inklusi
dalam penelitian ini adalah:
1) Bersedia untuk menjadi responden.
2) Penderita asam urat yang sedang mengalami nyeri.
3) Pasien asam urat yang saat diteliti sedang Tidak
mengalami radang (kemerahan, panas, trauma luka,
trauma bakar, perdarahan) dibagian sendi yang nyeri.
b. Kriteria Eksklusi :
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subjek yang tidak
memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam 2008).
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :
1) Tidak bersedia untuk dijadikan responden.
2) Bukan penderita asam urat.
3) Pasien Asam Urat yang saat diteliti tidak mengalami nyeri
Sendi.
4) Pasien asam urat yang saat diteliti sedang mengalami
radang (kemerahan, panas, trauma luka, trauma bakar,
perdarahan) dibagian sendi yang nyeri.
50
Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat ukur berupa
lembar observasi yang berisi data pribadi responden yaitu nama, umur, jenis
kelamin, dan latar belakang budaya, untuk mengukur gambaran nyeri sendi
digunakan respon fisiologis yang ditampilkan oleh pasien dilihat dari Visual
analisis scale (VAS) dimana skala ini memperlihatkan gambaran raut wajah klien
dan skala ini diikuti dengan penilaian numerik agar mempermudah peneliti
mengobservasi skala nyeri yang dirasakan pasien secara objektif. Penelitian ini
juga dilengkapi dengan skala pre dan post intervensi agar peneliti mengetahui
pengaruh perlakuan (teknik kompres hangat) yang diberikan oleh pasien terhadap
perubahan skala nyeri sendi.
C. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Pengaruh Teknik Kompres
Hangat Terhadap Perubahan Nyeri Sendi Pada Pasien Asam Urat.
2. Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah penurunan nyeri sendi pada
pasien asam urat.
3. Variabel pengganggu
Variable pengganggu dalam penelitian ini adalah bukan penderita asam urat.
4. Variabel terkontrol
Variabel terkontrol dalam penelitian ini adalah umur, dan jenis kelamin.
51
5. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah penurunan nyeri sendi.
D. Definisi Operasional
Penyakit asam urat atau dikenal sebagai penyakit gout merupakan suatu
penyakit akibat terjadinya penimbunan kristal monosodium urat di dalam tubuh
sehingga menyebabkan nyeri sendi (Gout Arthritis), benjolan pada bagian-bagian
tertentu dari tubuh (tophi) dan batu pada saluran kemih. (www.bintangmawar.net)
Serangan asam urat biasanya timbul secara mendadak atau akut, dan
kebanyakan menyerang pada malam hari. Jika asam urat menyerang, sendi-sendi
yang terserang tampak merah, mengkilat, bengkak, kulit di atasnya terasa panas
disertai rasa nyeri yang sangat hebat, juga persendian yang sulit digerakkan
(Muhammad, 2010).
Manifestasi klinis yang ditimbulkan pada penyakit asam urat antara lain
adalah sebagai berikut :
- Nyeri hebat pada malam hari, sehingga penderita sering terbangun saat
tidur.
- Saat dalam kondisi akut, sendi tampak terlihat bengkak, merah dan teraba
panas. Keadaan akut biasanya berlangsung 3 hingga 10 hari, dilanjutkan
dengan periode tenang. Keadaan akut dan masa tenang dapat terjadi
berulang kali dan makin lama makin berat. Dan bila berlanjut akan
mengenai beberapa sendi dan jaringan bukan sendi.
- Disertai pembentukan kristal natrium urat yang dinamakan thopi.
- Terjadi deformitas (kerusakan) sendi secara kronis.
52
Berdasarkan diagnosis dari American Rheumatism Association (ARA),
seseorang dikatakan menderita asam urat jika memenuhi beberapa kriteria
berikut :
1). Terdapat kristal MSO (monosodium urat) di dalam cairan
sendi.
2). Terdapat kristal MSO (monosodium urat) di dalam thopi,
di tentukan berdasarkan pemeriksaan kimiawi dan
mikroskopik dengan sinar terpolarisasi.
Di dapatkan 6 dari 12 kriteria di bawah ini :
- Terjadi serangan arthritis akut lebih dari satu kali.
- Terjadi peradangan secara maksimal pada hari pertama gejala atau
serangan datang.
- Merupakan arthritis monoartikuler (hanya terjadi di satu sisi
persendian).
- Sendi yang terserang berwarna kemerahan.
- Sendi metatarsophalangeal pertama (ibu jari kaki) terasa sakit atau
membengkak.
- Serangan nyeri unilateral (di salah satu sisi) pada sendi
metatarsophalangeal.
- Serangan nyeri unilateral pada sendi tarsal (jari kaki).
- Adanya thopi (Deposit besar dan tidak teratur yang berasal dari
natrium urat) di kartilago artikular (tulang rawan sendi) dan kapsula
sendi.
53
- Terjadinya peningkatan kadar asam urat dalam darah (lebih dari
7,5mg/dL).
- Pada gambaran radiologis tampak pembengkakan sendi secara
asimetris (satu sisi tubuh saja).
- Pada gambaran radiologis tampak kista subkortikal tanpa erosi.
- Hasil kultur cairan sendi menunjukkan nilai negative.
Kompres hangat adalah metode yang digunakan untuk meredakan nyeri
dengan cara menggunakan buli-buli yang diisi dengan air panas yang ditempelkan
pada sendi yang nyeri.
Menurut Bobak (2005), kompres hangat berfungsi untuk mengatasi atau
mengurangi nyeri, dimana panas dapat meredakan iskemia dengan menurunkan
kontraksi otot dan melancarkan pembuluh darah sehingga dapat meredakan nyeri
dengan mengurangi ketegangan dan meningkatkan perasaan sejahtera,
menigkatkan aliran darah di daerah persendian.
Menurut Price & wilson (2005), kompres hangat sebagai metode yang
sangat efektif untuk mengurangi nyeri atau kejang otot. Panas dapat disalurkan
melalui konduksi (botol air panas). Panas dapat melebarkan pembuluh darah dan
dapat meningkatkan aliran darah.
Kompres air hangat dilakukan dengan tujuan membuat otot tubuh lebih
rileks, menghilangkan rasa sakit, dan membuat tenang pasien.
E. Prosedur Penelitian
Pengumpulan data akan dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku
yaitu sebagai berikut :
54
1. Telah mendapat izin melakukan penelitian dari program studi ilmu
keperawatan fakultas kedokteran Universitas Lambung Mangkurat
Banjarbaru
2. Telah mendapat Ijin dari Puskesmas Beringin Banjarbaru
3. Setelah mendapatkan ijin peneliti akan mengidentifikasi responden
penelitian sesuai dengan kriteria inklusi.
4. Menjelaskan pada calon responden tentang tujuan dan manfaat
penelitian dan meminta kesediaannya untuk menjadi responden.
5. Jika calon responden setuju, maka responden menandatangani ijin
inform concern.
6. Mengobservasi dengan lembar observasi kepada responden.
7. Mengukur sebelum dilakukan intervensi.
8. Melakukan tindakan kompres hangat.
9. Mengukur ulang serta mengobservasi responden.
10. Analisis data.
F. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui data primer
yang dilakukan secara sengaja oleh peneliti dengan cara memberikan
treatment/perlakuan tertentu terhadap subjek penelitian guna membangkitkan
sesuatu kejadian/keadaan yang akan diteliti bagaimana akibatnya.
Penelitian ini merupakan penelitian kausal (sebab akibat) yang
pembuktiannya diperoleh melalui komparasi/perbandingan antara :
Kondisi subjek sebelum perlakuan dengan sesudah diberikan perlakuan.
Perlakuan yang dilakukan kepada sampel/responden diberikan kepada pasien yang
55
mengalami nyeri sendi akibat asam urat. Perlakuan yang dilakukan kepada
responden adalah dengan memberikan teknik kompres hangat kepada pasien asam
urat yang mengalami nyeri sendi.
Metode pengolahan data yang digunakan adalah tabulasi dengan program
komputerisasi.
G. Analisis Data
Data yang terkumpul dianalisa dan diinterpretasikan lebih lanjut guna
menguji hipotesis dengan bantuan program komputer secara univariat dan
bivariat.
1. Analisis Univariat
Dilakukan terhadap tiap-tiap variabel dari hasil penelitian, analisa ini
menggambarkan tentang distribusi frekuensi dan presentase dari tiap-tiap variabel
yang dikehendaki dari table distribusi. Variabel umur menjadi kelompok < 45
tahun dan ≥ 45 tahun dan variable jenis kelamin menjadi pria dan wanita dan
beberapa gambaran nyeri sendi yaitu durasi perubahan nyeri, intensitas nyeri, dan
skala nyeri pre dan post intervensi.
2. Analisis Bivariat
Uji beda dua mean independen
Uji beda dua mean digunakan untuk mengetahui perbedaan antar
kelompok. Tahapan yang harus dilalui adalah:
1) Menentukan selisih pre-test da post-test pada setiap kelompok.
56
2) Menguji homogenitas varian
3) Analisis dengan T independen.
Uji beda dua mean dependen
Uji ini digunakan untuk melihat perbedaan pengaruh teknik kompres
hangat, tingkat nyeri sebelum dilakukan tindakan (pre-test), dan tingkat nyeri
setelah tindakan (post-test). Tahapan yang harus dilakukan terlebih dahulu uji
normalitas, setelah diketahui hasilnya normal maka dilakukan pengujian dengan
uji T dependen. Jika hasilnya tidak normal maka dilakukan pengujian non
parametrik yaitu uji wilcoxon (Hastono, 2007)
Analisa bivariat untuk mengetahui pengaruh pemberian teknik kompres
hangat terhadap penurunan nyeri sendi pada pasien asam urat, yaitu menggunakan
Uji T (T-Test) dengan batas kemaknaan (nilai alpha) 5%. Untuk melihat hasil
kemaknaan perhitungan statistik digunakan batas kemaknaan 0,05. Penolakan
terhadap hipotesis apabila Pvalue ≤ 0,05 berarti ada pengaruh atau ada perbedaan
bermakna, sedangkan gagal penolakan terhadap hipotesa apabila Pvalue > 0,05
berarti tidak ada perbedaan atau tidak ada hubungan yang bermakna antara
keduanya.
57
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah. Terapi Panas dan Dingin. http://kompreshangat.com. Diakses tanggal 25 Februari 2011 jam 22.30, 2010.
Amril. 2007. IPD : Gelar Hasil Penelitian Surveilens Beberapa Penyakit Perkotaan di Lima Wilayah DKI Jakarta tahun 2006. http://DEPKES.htm. Diakses tanggal 26 Februari 2011 jam 20.35, 2007.
Hastono, Sutarito Priyo. Analisis Data Kesehatan. Depok : FKM UI, 2007.
Nursalam. Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan Edisi 2 Pedoman skripsi, tesis dan instrumen penelitian keperawatan. Jakarta: Salemba Medika, 2009.
Kusyanti, Eni. Keterampilan dan Prosedur Laboratorium Keperawatan Dasar. Jakarta : EGC, 2006.
Long, Barbara C. Perawatan Medical Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Bandung : EGC, 2001.
Mubin, A. Halim. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam : Diagnosis dan Terapi. Jakarta : EGC, 2007.
Muhammad, As’adi. Waspadai Asam Urat. Jogjakarta : Diva Press, 2001.
Noer, H. M. Sjaifoellah. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbitan FKUI, 2001.
Patel, Pradip R. Lecture Notes Radiologi. Jakarta : Erlangga, 2007.
Potter, Patricia A dan Anne Griffin Perry. Buku Ajar Fundamental keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktek. Jakarta : EGC, 2005.
Price, Sylvia A. Dan Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Volume 2. Jakarta : EGC, 2005.
Sari, Ermala. Pengaruh Penggunaan Kompres Hangat dalam Pengurangan Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif di Klinik Hj. Hamidah Nasution Medan Tahun 2010. Diakses tanggal 30 februari 2011. Jam 18.00, 2010.
Setiawati, S. Proses Pembelajaran dalam Pendidikan Kesehatan. Jakarta : Trans Info Media, 2008.
Smeltzer, Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC, 2001.
58
Soeparman. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbitan FKUI, 2001.
Sudoyo, Aru W. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit dalam Fakultas Kedokteran UI, 2007.
Sustrani, Lanny, dkk. Asam Urat. Jakarta : PT Gramedia Pustaka, 2004.
Tambayong, Jan. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC, 2000.
Tamsuri. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC, 2007.
Utami, Prapti. Tanaman Obat Untuk Mengatasi Rematik dan Asam Urat. Jakarta : Agro Media Pustaka, 2005.
http://www.bintangmawar.net (Asam Urat) diakses tanggal 13 Februari jam 20.30, 2011.
http://maulanusantara.wordpress.com (Info Asam Urat) diakses tanggal 25 Februari jam 20.00, 2011.
http://Pharmaceutical-Care-Penyakit-Artritis.htm (Pharmaceutical care untuk penyakit arthritis rematik) diakses tanggal 25 Februari jam 20.35, 2011.
http://usmanhungkul.wordpress.com (Nyeri Asam Urat) diakses tanggal 25 februari, jam 18.00, 2011.