kti perilaku kekerasan

Upload: idul-akbar

Post on 06-Jul-2018

258 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    1/48

    i

    STUDI KASUS

    ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. S

    DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

    DI RUANG ABIMANYU RUMAH SAKIT JIWA DAERAH

    SURAKARTA

    DISUSUN OLEH :

    ALI SAMBODO

    NIM. P.10072

    PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

    SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA

    SURAKARTA

    2013

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    2/48

    i

    i

    STUDI KASUS

    ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. S

    DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

    DI RUANG ABIMANYU RUMAH SAKIT JIWA DAERAH

    SURAKARTA

    Karya Tulis Ilmiah

    Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

    Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan

    DISUSUN OLEH :

    ALI SAMBODO

    NIM. P.10072

    PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

    SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA

    SURAKARTA

    2013

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    3/48

    ii

    ii

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    4/48

    iii

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    5/48

    iv

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    6/48

    v

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

     berkat, rahmat dan karunian-Nya, sehingga penulis dapat menyeleseikan Karya

    Tulis Ilmiah dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. S

    DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG ABIMANYU

    RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA”.

    Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat

     bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini

     penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya

    kepada yang terhormat:

    1. 

    Setiyawan, S.Kep, Ns, selaku Ketua Program studi DIII Keperawatan yang

    telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes

    Kusuma Husada Surakarta.

    2.  Erlina Windyastuti, S.Kep, Ns, selaku Sekretaris Ketua Program studi DIII

    Keperawatan sekaligus selaku dosen penguji yang telah membimbing

    dengan cermat, memberikan masukan-masukan dan inspirasi, serta telah

    memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma

    Husada Surakarta.

    3. 

    Amalia Agustin, S.Kep, Ns, selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai

     penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-

    masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi

    demi sempurnanya studi kasus ini.

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    7/48

    vi

    4. 

    Joko Kismanto, S.Kep., Ns, selaku dosen penguji yang telah membimbing

    dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman

    dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.

    5. 

    Semua Dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada

    Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya

    serta ilmu yang bermanfaat.

    6.  Kedua orang tuaku, keluarga besar Abdullah Satar dan seorang yang selalu

    saya sayangi yang selalu memberikan doa, dukungan dan kasih sayangnya

    serta menjadi inspirasi dan semangat untuk menyelesaikan pendidikan.

    7.  Sahabat-sahabatku kos yang berjuang bersama menempuh 3 tahun belajar di

     bangku akademik STIKes Kusuma Husada Surakarta.

    8. 

    Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes

    Kusuma Husada Surakarta dan karyawan karyawati STIKes Kusuma

    Husada Surakarta serta bebagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-

     persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.

    9. 

    Teman-teman Mahasiswa Program studi DIII Kebidanan STIKes Kusuma

    Husada Surakarta, Puput Lestari, Defi Fritasari, Evi Ratna Pradila,

    Mahardika Cahyaningrum, Monicha Iga Purwanto.

    Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan

    ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin.

    Surakarta, 13 Juni 2013

    Ali Sambodo

     NIM. P 10072

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    8/48

    vii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

    SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................... ii

    LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................ iii

    HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iv

    KATA PENGANTAR ................................................................................ v

    DAFTAR ISI .............................................................................................. vii

    DAFTAR GAMBAR .................................................................................. viii

    DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. ix

    BAB I PENDAHULUAN

    A. 

    Latar Belakang ..................................................................... 1

    B. 

    Tujuan Penulisan .................................................................. 5

    C. 

    ManfaatPenulisan ................................................................. 6

    BAB II LAPORAN KASUS

    A.  Identitas Klien ..................................................................... 8

    B. 

    Pengkajian ........................................................................... 8

    C. 

    Diagnosa Keperawatan ........................................................ 14

    D. 

    Intervensi Keperawatan ........................................................ 15

    E.  Implementasi Keperawatan .................................................. 19

    F.  Evaluasi Keperawatan .......................................................... 20

    BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN

    A.  Pembahasan ......................................................................... 23

    B.  Simpulan .............................................................................. 33

    C.  Saran .................................................................................... 35

    Daftar Pustaka

    Lampiran

    Daftar Riwayat Hidup

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    9/48

    viii

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 2.1 GenogramTn.S......................................................................... 10

    Gambar 2.2 Pohon Masalah ........................................................................ 15

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    10/48

    ix

    DAFTAR LAMPIRAN 

    Lampiran 1 Log Book Kegiatan Harian

    Lampiran 2 Surat Keterangan Selesai Pengambilan Data

    Lampiran 3 Lembar Pendelegasian Pasien

    Lampiran 4 Asuhan Keperawatan

    Lampiran 5 Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    11/48

     

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. 

    Latar Belakang

    Menurut WHO (2001, dalam Hidayati, 2012). Kesehatan adalah

    keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa

     penyakit atau kelemahan. Hal ini berarti seseorang dikatakan sehat apabila

    seluruh aspek dalam dirinya dalam keadaan tidak terganggu baik tubuh,

     psikis, maupun sosial. Apabila fisiknya sehat, maka mental atau jiwa dan

    sosialpun sehat, demikian pula sebaliknya, jika mentalnya terganggu atau

    sakit, maka fisik dan sosialnyapun akan sakit.

    Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang

    menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang

    mencerminkan kedewasaan kepribadiannya (Kusumawati, 2010). Sehat sakit

    dan adaptif-maladaptif merupakan konsep yang berbeda. Tiap konsep berada

     pada rentang yang terpisah. Rentang sehat sakit berasal dari sudut pandang

    medis, jadi seseorang yang mengalami sakit baik fisik maupun jiwa dapat

     beradaptasi terhadap keadaan sakitnya. Kriteria kesehatan jiwa telah

    diidentifikasi dalam berbagai hal yaitu dengan sikap positif terhadap diri

    sendiri, integrasi dan ketanggapan emosional, pertumbuhan, perkembangan,

    dan aktualisasi diri (Stuart, 2007). 

    Menurut Yosep (2007, dalam Damaiyanti, 2010). Gangguan jiwa

    adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    12/48

    2

     berhubungan dengan fisik, maupun mental.Keabnormalan tersebut terlihat

    dalam berbagai macam gejala, yang terpenting diantaranya ketegangan,

    seorang yang terkena neorosa masih mengetahui dan merasakan kesukaranya

    serta kepribadianya tidak jauh dari realitas dan masih hidup dalam alam

    kenyataan pada umumnya. Sedangkan orang yang terkena psikosa, tidak

    memahami kesukaran-kesukaranya, kepribadianya yang dilihat dari segi

    tanggapan, perasaan atau emosi, dan dorongan motivasinya sangat terganggu,

    selain itu tidak ada integritas dan klien hidup jauh dari alam kenyataan.

    Menurut WHO (2009, dalam Hidayati, 2012) memperkirakan 450

     juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan mental, sekitar 10% orang

    dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk diperkirakan

    akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu selama hidupnya. Usia ini

     biasanya terjadi pada dewasa muda antara usia 18 sampai 21 tahun. Menurut 

     National institute of mental health (dalam Hidayati, 2012) angka kejadian

    gangguan jiwa mencapai 13% dari penyakit secara keseluruhan dan

    diperkirakan akan berkembang menjadi 25% di tahun 2030. Kejadian tersebut

    akan memberikan andil meningkatnya prevalensi gangguan jiwa dari tahun ke

    tahun di berbagai negara. Berdasarkan hasil sensus penduduk Amerika

    Serikat tahun 2004, diperkirakan 26,2 % penduduk yang berusia 18 sampai 30

    tahun atau lebih mengalami gangguan jiwa.

    Diperkirakan bahwa 2 sampai 3% dari jumlah penduduk indonesia

    menderita gangguan jiwa berat. Bila separuh dari mereka memerlukan

     perawatan dirumah sakit dan jika penduduk indonesia berjumlah 120 juta

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    13/48

    3

    orang maka ini berarti bahwa 120 ribu orang dengan gangguan jiwa berat

    memerlukan perawatan dirumah sakit. Padahal yang tersedia sekarang hanya

    kira-kira 10.000 tempat tidur(Yosep, 2007).

    Salah satu jenis gangguan jiwa adalah  skizofrenia,  gangguan

     skizofrenia  merupakan sekelompok reaksi  psikotik   yang mempengaruhi

     berbagai area fungsi individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi,

    menerima, dan menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukan

    emosi, dan berperilaku dengan sikap yang dapat diterima secara sosial.Dalam

    masyarakat umum skizofrenia terdapat 0,2 sampai 0,8% dan retardasi mental

    1 sampai 3%, maka dinegara kita terdapat kira kira 2.400.000 orang anak

    yang mengalami gangguan jiwa (Maramis, 2004). Salah satu jenis  skizofrenia 

    adalah  skizofrenia  paranoid dan ciri-cirinya adalah waham yang sistematis

    atau halusinasi pendengaran, individu inidapat penuh curiga, argumentatif,

    kasar, dan agresif(Isaacs,2004).Secara umum klien  skizofrenia  akan

    mengalami beberapa masalah keperawatan seperti halusinasi, harga diri

    rendah, isolasi sosial, perilaku kekerasan, waham dan depresi(Yosep, 2007).

    Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang

    melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri

    sendiri maupun orang lain. Perilaku kekerasan sering disebut gaduh gelisah

    atau amuk dimana seseorang marah berespon terhadap stressor dengan

    gerakan motorik yang tidak terkontrol(Yosep, 2007). Gangguan jiwa yang

     paling menonjol adalah di  psike  (psikogenik), unsur yang saling

    mempengaruhi terjadi secara bersamaan, kemudian timbulah gangguan badan

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    14/48

    4

    ataupun jiwa. Salah satu contohnya jika seorang dengan depresi mengalami

    gangguan tidur, karena kurang tidur daya tahan badaniahnya berkurang

    sehingga mengalami keradangan tenggorokan, sebaliknya kalau keradangan

    yang melemah, maka daya tahan psikologinya akan menurun dan mungkin

    mengalami depresi. Sudah lama diketahui bahwa penyakit pada otak sering

    mengakibatkan gangguan jiwa(Maramis, 2004). Melihat dari dampak dan

    kerugiannya, perilaku kekerasan merupakan salah satu respon terhadap

    stresor yang dihadapi seseorang. Jadi perilaku kekerasan dapat menimbulkan

    kerugian baik pada diri sendiri, orang lain, maupun lingkumgan

    (Keliat,2007).

    Rumah sakit jiwa Surakarta adalah rumah sakit jiwa milik

     pemerintah yang diklasifikasikan sebagai kelas A dan sebagai pelayanan

    kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh lapisan masyarakat yang

     berhubungan dengan perencanaan dari suatu rumah sakit terhadap klien

    gangguan jiwa, dengan berbagai tingkat keparahannya. Data rekam medik di

    RSJD Surakarta menunjukan pasien pada tahun 2012 diantaranya rawat jalan

    26.449 klien, rawat inap 2.906 klien, dari rawat inap yang mengidap penyakit

     skizofrenia  2.233 klien, laki laki 1.495 atau 66,9% perempuan 738 atau

    33,1% ( Medical record, 2012). Berdasarkan komunikasi dengan perawat

    dibangsal Abimanyu di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta pada tanggal 25

    sampai 27 April 2013 diketahui jumlah pasien 32 pasien 15 diantaranya

    menderita gangguan perilaku kekerasan, sisanya halusinasi 11 orang, dan

    waham 6 orang.

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    15/48

    5

    Salah satu masalah dari gangguan jiwa yang menjadi penyebab

     penderita di bawa ke rumah sakit adalah perilaku kekerasan. Observasi yang

    dilakukan tanggal 25 April 2013 pada klien dengan perilaku kekerasan di

    ruang Abimanyu Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta, didapatkan bahwa

    klien yang kooperatif dan dapat membina hubungan saling percaya adalah Tn.

    S. Berdasarkan pengkajian yang dilakukan dan ketika klien menceritakan apa

     penyebab klien masuk rumah sakit, klien menunjukkan tanda-tanda perilaku

    kekerasan seperti tegang, mata melotot, tangan mengepal, serta nada suara

    tinggi.

    Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk menulis

    karya tulis ilmiah dengan judul “Studi Kasus Asuhan Keperawatan pada Tn.S

    dengan Resiko Perilaku Kekerasan di Ruang Abimanyu Rumah Sakit Jiwa

    Daerah Surakarta”.

    B. 

    Tujuan Penulisan

    1. 

    Tujuan Umum 

    Penulis melaporkan kasus asuhan keperawatan pada Tn. S dengan resiko

     perilaku kekerasan di ruang Abimanyu RSJD Surakarta. 

    2.  Tujuan Khusus 

    a. 

    Penulis dapat melakukan pengkajian pada Tn.S dengan resiko perilaku

    kekerasan.

     b. 

    Penulis dapat merumuskan masalah keperawatan pada Tn.S dengan

    resiko perilaku kekerasan.

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    16/48

    6

    c. 

    Penulis dapat menyusun perencanaan keperawatan pada Tn.S dengan

    resiko perilaku kekerasan.

    d. 

    Penulis dapat melaksanakan implementasi pada Tn.S dengan resiko

     perilaku kekerasan.

    e.  Penulis dapat melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada Tn.S

    dengan resiko perilaku kekerasan.

    C.  Manfaat Penulisan

    1.  Bagi Ilmu Pengetahuan

    Diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dalam memberikan informasi

    tentang asuhan keperawatan jiwa khususnya masalah resiko perilaku

    kekerasan.

    2. 

    Bagi Penulis

    Dapat menambah wawasan penulis tentang asuhan keperawatan jiwa

    mengenai masalah resiko perilaku kekerasan dan dapat mengaplikasikan

    ilmu yang diperoleh dibangku kuliah serta pengalaman nyata dalam

    memberikan asuhan keperawatan jiwa pada pasien dengan masalah resiko

     perilaku kekerasan.

    3. 

    Bagi Institusi

    Menambah masukan dan sumber bacaan diperpustakaan khususnya

    mengenai asuhan keperawatan jiwa dengan masalah resiko perilaku

    kekerasan.

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    17/48

    7

    4. 

    Bagi Rumah Sakit

    Sebagai bahan pertimbangan oleh pihak rumah sakit untuk membuat

    kebijakan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan asuhan

    keperawatan pada klien dengan masalah gangguan resiko perilaku

    kekerasan.

    5. 

    Profesi keperawatan

    Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat yang ada dirumah

    sakit dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan jiwa

    khususnya pada kasus resiko perilaku kekerasan.

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    18/48

     

    8

    BAB II

    LAPORAN KASUS

    Bab II laporan kasus penulis akan mengulas tentang asuhan keperawatan

     pada klien dengan resiko perilaku kekerasan di ruang Abimanyu RSJD Surakarta

     pada tanggal 25 sampai 27 April 2013 yang terdiri dari pengkajian pada klien,

    analisa dari data yang diperoleh, intervensi, implementasi keperawatan serta

    evaluasi dari hasil implementasi keperawatan.

    A.  Identitas klien

    Pengkajian penulis dilakukan pada tanggal 25 April 2013 dengan

    metode wawancara dan melihat status klien, dari pengkajian tersebut

    didapatkan data sebagai berikut, klien dengan inisial Tn. S yang berusia 30

    tahun, jenis kelamin laki-laki bertempat tinggal di Banyuasin

    Timur,Karanganyar,Ngawi. Klien beragama Islam, status klien belum

    menikah, klien bekerja sebagai petani dan pendidikan terakhir SMP. Klien

    masuk RSJD Surakarta sudah 2 kali ini, klien masuk terakhir tanggal 11 April

    2013. Keluarga yang bertanggung jawab atas klien adalah Ny. L umur 57

    tahun yang merupakan Ibu kandung klien yang bertempat tinggal di

    Banyuasin Timur, Karanganyar, Ngawi.

    B.  Pengkajian

    Hasil pengkajian tanggal 25 April 2013 pukul 10.00 WIB. Klien dibawa

    ke IGD RSJD Surakarta pada tanggal 11 April 2013 oleh keluarganya,

    dengan alasan klien masuk saat masuk rumah sakit yaitu klien sering

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    19/48

    9

    mengamuk, marah-marah, berkata kasar, membanting barang, mengancam

    orang lain, sering mondar mandir, tegang, mata melotot, mata merah,

     bingung, susah tidur, hal ini terjadi karena permintaan klien tidak dituruti oleh

    keluarganya, sehingga klien dibawa ke IGD RSJD Surakarta pada tanggal 11

    April 2013 dan setelah dilakukan anamnesa klien di pindah ke ruang Amarta

    selama 4 hari, setelah itu klien dipindah di ruang Abimanyu.

    Pengkajian predisposisi didapatkan data klien sebelumnya pernah

    mengalami gangguan jiwa dan sudah 1 kali di rawat di RSJD Surakarta,

     pengobatan kurang berhasil dilihat dari klien yang sering kambuh karena

    klien tidak rutin kontrol dan kondisi ekonomi keluarga yang kurang mampu,

    keluarga klien ada yang mengalami gangguan jiwa yaitu kakak kandungnya.

    Faktor presipitasi, klien mengatakan saat di rumah klien sering merasa tidak

    sesuai dengan apa yang diinginkannya.

    Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan hasil tekanan darah 120/80

    mmHg, nadi 88 kali permenit, respirasi 20 kali permenit, suhu 36˚C,  berat

     badan 70 kg, tinggi badan 168 cm, bentuk kepala meshocepal , rambut

     pendek, hitam, dan bersih, mata simetris antara kanan dan kiri, hidung

    simetris, tidak ada polip, mulut simetris, tidak ada sariawan, telinga simetris

    antara kanan dan kiri, sedikit serumen, leher tidak ada pembesaran kelenjar

    thyroid. 

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    20/48

    10

    Genogram pada Tn. S dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

    Keterangan :Gambar 2.1 Genogram 

    : Laki-laki

    : Perempuan

    : Laki-laki meninggal 

    : Perempuan meninggal

    : Sakit/ gangguan jiwa 

    : Menikah/ garis perkawinan

    : Garis keturunan 

    : Serumah

    : Pasien

    Berdasarkan pengkajian psikososial khususnya genogram klien

    merupakan anak keempat dari lima bersaudara dan tinggal serumah dengan

    kakak pertamanya. Di dalam anggota keluarganya ada yang mengalami

    gangguan jiwa yaitu kakak kandung ketiganya dan didapatkan data dari

    rekam medik yang mengalami gangguan jiwa yaitu pamannya.

    Tn. S, 30 tahun, resiko

    perilaku kekerasan

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    21/48

    11

    Pengkajian pada konsep diri dalam gambaran diri klien mengatakan

    klien suka dengan seluruh anggota tubuhnya karena klien merasa bersyukur

    atas apa yang sudah diberikan oleh tuhan. Identitas diri klien berumur 30

    tahun, jenis kelamin laki-laki,pendidikan terakhir SMP, klien berasal dari

    ngawi, klien mengatakan belum menikah dan belum punya anak. Peran klien

    mengatakan klien sebagai anak laki-laki yang selalu membantu bapaknya,

    klien mengatakan bekerja sebagai petani, ideal diri, klien mengatakan klien

    ingin segera sembuh dari penyakitnya dan ingin segera pulang. Harga diri,

    klien mengatakan klien merasa kurang diterima dimasyarakat, karena klien

    sering mengamuk saat klien mau bergabung dengan masyarakat mereka

    terkesan menghindar dari klien karena takut kepada klien.

    Berdasarkan pola hubungan sosial, klien mengatakan orang terdekat

    adalah kakak pertamanya, peran serta dalam kegiatan masyarakat, klien

    mengatakan tidak pernah mengikuti kegiatan masyarakat karena klien malu

    dan sering diejek sama teman-temanya. Hambatan dalam berhubungan

    dengan orang lain, klien mengatakan tidak ada hambatan, klien mengatakan

     beragama islam tetapi klien kadang-kadang menjalankan sholat 5 waktu.

    Berdasarkan status mental klien dari penampilan selama dirumah sakit

     berseragam rumah sakit dan rapi. Pembicaraan klien agak lambat tapi keras,

    intonasi nada tinggi, berkata kasar. Didapatkan data aktivitas motorik, klien

    terlihat tegang, marah, gelisah, mata melotot, ketika berinteraksi dengan

    teman diruangan terkadang klien terlihat marah dan tampak mengepalkan

    tanganya. Didapatkan data alam perasaan, klien mengatakan ingin segera

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    22/48

    12

     pulang, klien mengatakan merasa marah ketika temanya mengganggu. Saat

     pengkajian afek klien sedih saat mengingat atau labil, dibuktikan dirinya tidak

    dapat bekerja dan klien nampak jengkel, marah pada saat klien minta sesuatu

    tidak pernah dituruti oleh keluarganya. Interaksi selama wawancara klien

    cukup kooperatif, namun terlihat membunyikan sesuatu, hal ini dibuktikan

    ketika klien ditanya oleh perawat hanya menjawab tidak apa-apa. Didapatkan

    data pola persepsi, klien mengatakan tidak pernah mendengar suara-suara

    atau bisikan maupun bayangan. Pengkajian proses pikir, klien tidak ada

    gangguan dan pembicaraan masih terarah dan masih dapat dimengerti.

    Didapatkan data isi pikir, klien tidak ada obsesi, fobia depersonalisme, ide

    yang terkait maupun pikiran magis.

    Pengkajian status mental berikutnya yaitu pengkajian tingkat kesadaran

    didapatkan data, klien sadar dengan keadaanya, bisa mengenal dan

     berorientasi dengan waktu, tempat, kondisi, dan orang lain. Memori klien

    tidak ada gangguan kejadian masa lampau dimana klien masih ingat saat

    klien dibawa ke RSJD, tidak ada gangguan jangka pendek dimana klien

    mengingat dengan baik kegiatan yang baru saja dilakukan. Didapatkan data

    tingkat konsentrasi, klien dapat berkonsentrasi dengan baik dibuktikan klien

    mampu menjelaskan kembali apa yang telah dibicarakan dan klien dapat

     berhitung dengan baik dibuktikan dengan klien mampu melakukan

     penambahan dan pengurangan. Pengkajian kemampuan penilaian, klien dapat

    mengambil keputusan dengan sederhana, mau mandi dulu kemudian makan.

    Didapatkan data daya tilik diri klien, mengetahui dirinya sakit dan kerumah

    sakit untuk berobat.

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    23/48

    13

    Berdasarkan pengkajian kebutuhan pulang, pada kebutuhan makan

    klien mampu secara teratur dengan mandiri, frekuensi 3 kali sehari, klien

    mampu menyiapkan makanan dan bisa membersihkan alat secara mandiri.

    BAB atau BAK, klien mampu mandiri pada tempatnya, mandi klien secara

    mandiri tanpa harus diarahkan dan keramas maupun gosok gigi. Berhias atau

     berpakaian klien mampu berhias dan berpakaian secara mandiri. Istirahat

    tidur klien mengatakan tidur siang selama 1 sampai 2 jam sehabis sarapan,

    tidur malam dari jam 7 malam sampai 4 pagi, setelah bangun kegiatan

     pertama yang dilakukan adalah sholat subuh. Penggunaan obat, klien minum

    obat secara teratur yang sudah disiapkan oleh perawat risperidone 2x2 mg,

    trihexyiphenidyl 2x2 mg, zyprat 1x0,5 mg. Pemeliharaan kesehatan, klien

    didukung dengan terapi obat dan perawatan lanjutan, dengan menjalankan

    kontrol rutin. Kegiatan dalam rumah, klien dapat mempersiapkan makanan,

    dapat menjaga kerapian rumah, mencuci pakaian. Kegiatan diluar rumah,

    klien sering berinteraksi dengan orang lain dan jika bosan dirumah klien

    sering keluar berkumpul dengan teman-temanya.

    Berdasarkan mekanisme koping, klien memiliki mekanisme koping

    maladaptif, jika terjadi masalah dengan keluarga dan temanya, klien lebih

    memilih diam dan pergi meninggalkan keluarganya, namun jika benar sudah

     jengkel atau marah maka klien dapat berkata-kata kasar terhadap

    keluarganya. Masalah psikososial dan lingkungan, klien mengatakan merasa

     jengkel pada temanya karena kalau bercanda suka berlebihan, selain itu klien

    merasa jengkel dengan neneknya karena suka marah-marah pada klien.

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    24/48

    14

    Pengetahuan, klien mengatakan kurang mengetahui tentang penyakit yang

    dideritanya. Klien mengatakan dengan minum obat itu menyebabkan pikiran

    menjadi tenang. Aspek medik klien didiagnosa F.20.1, terapi medis yang

    diberikan risperidone 2 x 2 mg, trihexyiphenidyl 2 x 2 mg, zyprat 1 x 0,5 mg.

    C.  Diagnosa keperawatan

    Berdasarkan data tersebut dapat ditegakkan diagnosa keperawatan

    antara lain diagnosa keperawatan prioritas adalah resiko perilaku kekerasan,

    diagnosa keperawatan tersebut didukung dengan data subyektif klien

    mengatakan jika sedang berinteraksi pada teman-temanya di ruangan

    terkadang klien marah dan ingin memukul. Kemudian data obyektifnya klien

    terlihat marah, tampak tegang, tangan mengepal dan klien mondar-mandir.

    Dari prioritas diagnosa diatas dapat dibuat pohon masalah dalam kasus

    ini dapat di simpulkan sebagai berikut resiko menciderai diri sendiri, orang

    lain dan lingkungan sebagai akibat, resiko perilaku kekerasan sebagai  care 

     problem, Gangguan konsep diri : Harga diri rendah sebagai penyebab. Dari

    diagnosa tersebut dapat dijadikan prioritas diagnosa, prioritas yang pertama

    resiko perilaku kekerasan, gangguan konsep diri : Harga diri rendah, Resiko

    menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    25/48

    15

    Pohon Masalah 

    Resiko menciderai diri Sendiri, orang Lain dan Lingkungan (Akibat)

    (Core Problem) 

    Gangguan konsep diri : Harga diri rendah (Etiologi)

    Gambar 2.2 Pohon Masalah

    D. 

    Intervensi keperawatan

    Rencana keperawatan yang disusun Setelah memprioritaskan masalah

    keperawatan dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan. Tujuan

    umum yaitu Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan. Tujuan khusus

     pertama Klien dapat membina hubungan saling percaya, dengan kriteria

    evaluasi setelah 2x15 menit pertemuan klien menunjukkan tanda-tanda

     percaya kepada perawat, wajah cerah dan tersenyum, mau berkenalan, ada

    kontak mata serta bersedia menceritakan perasaannya. Intervensi yang akan

    dilakukan bina hubungan saling percaya dengan memberi salam setiap

    interaksi, perkenalkan nama dan nama panggilan perawat serta tujuan perawat

     berinteraksi, tanyakan dan panggilan nama kesukaan klien, tunjukkan sikap

    empati, jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi, tanyakan perasaan

    klien dan masalah yang dihadapi, buat kontak interaksi yang jelas, dengarkan

    dengan penuh perhatian ungkapan perasaan klien.

    Tujuan khusus kedua klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku

    kekerasan yang dilakukannya. Dengan kriteria evaluasi setelah 2x15 menit

    Resiko perilaku kekerasan

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    26/48

    16

     pertemuan klien dapat menceritakan penyebab perilaku kekerasan yang

    dilakukannya, menceritakan penyebab perasaan jengkel atau kesal baik dari

    diri sendiri maupun lingkungan. Intervensi yang akan dilakukan bantu klien

    mengungkapkan perasaan masalahnya, motivasi klien untuk menceritakan

     penyebab rasa kesal, dengarkan tanpa menyela setiap ungkapan perasaan

    klien.

    Tujuan khusus ketiga klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku

    kekerasan. Dengan kriteria evaluasi setelah 2x15 menit pertemuan klien

    menceritakan tanda-tanda saat terjadi perilaku kekerasan, tanda fisik mata

    merah, tangan mengepal, ekspresi wajah tegang, tanda emosional perasaan

    marah, jengkel, bicara kasar, tanda sosial bermusuhan yang dialami saat

    terjadi perilaku kekerasan. Intervensi yang akan dilakukan bantu klien

    mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasan yang dialaminya, motivasi

    klien menceritakan kondisi fisik (tanda-tanda fisik) saat terjadi perilaku

    kekerasan, motivasi klien menceritakan kondisi hubungan dengan orang lain

    (tanda-tanda sosial) saat perilaku kekerasan terjadi.

    Tujuan khusus keempat klien dapat mengidentifikasi jenis perilaku

    kekerasan yang pernah dilakukan. Dengan kriteria evaluasi setelah 2x15

    menit pertemuan klien menjelaskan jenis-jenis ekspresi kemarahan yang

    selama ini dilakukannya, perasaan saat melakukan kekerasan, efektifitas cara

    yang dipakai dalam menyelesaikan masalah. Intervensi yang akan dilakukan

    diskusikan dengnan klien perilaku kekerasan selama ini, motivasi klien

    menceritakan jenis-jenis tindak kekerasan yang selama ini pernah

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    27/48

    17

    dilakukannya, motivasi klien menceritakan perasaan klien setelah tindak

    kekerasan terjadi, diskusikan apakah dengan tindak kekerasan yang dilakukan

    masalah yang dialami teratasi.

    Tujuan khusus kelima klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku

    kekerasan. Dengan kriteria evaluasi setelah 2x15 menit pertemuan klien

    menjelaskan akibat tindak kekerasan yang dilakukannya, diri sendiri (luka),

    orang lain (luka, tersinggung), lingkungan (rusak). Intervensi yang akan

    dilakukan diskusikan dengan klien akibat negatif cara yang dilakukan pada

    diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.

    Tujuan khusus keenam klien dapat mengidentifikasikan cara konstruktif

    mengungkapkan kemarahan. Dengan kriteria hasil setelah 2x15 menit

     pertemuan klien menjelaskan cara-cara sehat mengungkapkan kemarahan.

    Intervensi yang akan dilakukan diskusikan dengan klien apakah klien mau

    mempelajari cara baru untuk mengungkapkan marah yang sehat, jelaskan

     berbagai alternatif pilihan untuk mengungkapkan kemarahannya, jelaskan

    cara-cara sehat untuk mengungkapkan kemarahan, cara fisik yaitu dengan

    nafas dalam, pukul bantal, olahraga, verbal yaitu dengan mengungkapkan

     bahwa dirinya sedang kesal dengan orang lain, sosial yaitu dengan latihan

    asertif dengan orang lain, spiritual yaitu dengan sembahyang, zikir, meditasi,

    dan sebagainya, libatkan klien dalam Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

    stimulasi persepsi mengontrol perilaku kekerasan sesi 2 (pukul bantal), 3

    (membuat jadwal kegiatan), 4 (minum obat).

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    28/48

    18

    Tujuan khusus ketujuh klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol

     perilaku kekerasan. Dengan kriteria evaluasi setelah 2x15 menit pertemuan

    klien memperagakan cara mengontrol perilaku kekerasan, fisik tarik nafas

    dalam, memukul bantal atau kasur, verbal mengungkapkan perasaan kesal,

     jengkel pada orang lain tanpa menyakiti, spiritual zikir atau doa, meditasi,

    dan sebagainya sesuai dengan agamanya. Intervensi yang akan dilakukan

    diskusikan cara yang mungkin dipilih dan anjurkan klien untuk memilih cara

    yang mungkin untuk mengungkapkan kemarahan, latih klien memperagakan

    cara yang dipilih, peragakan cara melaksanakan cara yang dipilih, jelaskan

    manfaat cara tersebut, anjurkan klien menirukan peragaan yang sudah

    dilakukan, anjurkan klien menggunakan cara yang sudah dilatih saat marah.

    Tujuan khusus kedelapan klien mendapat dukungan keluarga untuk

    mengontrol perilaku kekerasan. Dengan kriteria evaluasi setelah 3x15 menit

     pertemuan keluarga menjelaskan cara merawat klien dengan perilaku

    kekerasan, mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien. Intervensi yang

    akan dilakukan diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai

     pendukung klien untuk mengatasi perilaku kekerasan, peragakan cara

    merawat klien, beri kesempatan pada keluarga untuk meragakan ulang, beri

     pujian pada keluarga, tanyakan perasaan keluarga.

    Tujuan khusus kesembilan klien menggunakan obat sesuai program

    yang telah ditetapkan. Dengan kriteria evaluasi setelah 3 kali pertemuan klien

    menjelaskan manfaat minum obat, kerugian tidak minum obat, nama obat,

     bemtuk obat dan warna obat, dosis obat yang diberikan kepadanya, waktu

     pemakaian, cara pemakaian, dan efek yang dirasakan. Intervensi yang akan

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    29/48

    19

    dilakukan jelaskan manfaat menggunakan obat dan kerugian jika tidak minum

    obat, jelaskan kepada klien jenis obat, nama, warna dan bentuk obat, dosis

    yang tepat untuk klien, waktu pemakaian, cara pemakaian, efek yang akan

    dirasakan, anjurkan klien minta dan menggunakan obat tepat waktu, lapor ke

     perawat jika mengalami efek yang tidak biasa, beri pujian terhadap

    kedisiplinan klien menggunakan obat.

    E.  Implementasi keperawatan

    Implementasi untuk diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan

    dilaksanakan pada tanggal 25 April 2013, pukul 10.30 WIB. Penulis

    melakukan strategi pelaksanaan I yaitu mengajari cara mengontrol perilaku

    kekerasan dengan fisik 1 yaitu dengan cara nafas dalam. Penulis melakukan

    hubungan saling percaya (BHSP), mengidentifikasi penyebab perasaan

     penyebab perasaan marah, mengidentifikasi tanda dan gejala yang dirasakan,

    mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan, mengindentifikasi akibat

     perilaku kekerasan, menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan,

    membantu klien mempraktekkan latihan cara mengontrol perilaku kekerasan

    dengan nafas dalam, dan memasukan dalam jadwal kegiatan harian.

    Implementasi yang kedua dilaksanakan pada tanggal 26 April 2013,

     pukul 09.00 WIB. Penulis melakukan Strategi Pelaksanaan 2 yaitu mengajari

    cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara pukul bantal atau kasur.

    Penulis menanyakan perasaan klien, mengevaluasi jadwal kegiatan harian,

    melatih klien mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik 2 yaitu

     pukul bantal atau kasur, dan memasukan jadwal kegiatan harian.

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    30/48

    20

    Implementasi yang ketiga dilaksanakan pada tanggal 27 April 2013,

     pukul 10.00 WIB. Penulis melakukan strategi pelaksanaan 3 yaitu mengajari

    cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 3 dengan cara verbal.

    Penulis menanyakan perasaan klien, mengevaluasi jadwal kegiatan harian,

    melatih klien mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik 3 dengan

    cara verbal, menganjurkan klien untuk memasukan dalam jadwal kegiatan

    harian.

    F.  Evaluasi keperawatan

    Tindakan keperawatan dikatakan berhasil atau tidak dengan cara

    mengetahui perkembangan pada klien serta apakah masalah sudah teratasi

    maka perlu dilakukan evaluasi. Diagnosa yang pertama SP I tanggal 25 April

    2013, pukul 10.45 WIB. Didapatkan data subyektif, klien mengatakan nama

    dan mau berjabat tangan, klien mengatakan marah jika mengalami

    ketidakcocokan pendapat saat berbicara, klien mengatakan jika marah

    dadanya berdebar-debar, klien mengatakan puas jika klien sudah memukul,

    klien mengatakan tidak peduli akibat yang dilakukannnya yang penting klien

    merasa puas, klien mengatakan mau menarik nafas dan menahannya sebentar

    kemudian mengeluarkan lewat mulut, klien mengatakan mau mencoba jika

    rasa marah timbul. Dari data obyektif klien mau berkenalan dan berjabat

    tangan, klien tampak memperagakan bernafas dalam, pandangan tajam. Klien

    dapat mempraktekkan cara mengontrol marah dengan nafas dalam dan

    mampu mengungkapkan terjadinya perilaku kekerasan. Analisa sehingga

    disimpulkan bahwa masalah sudah teratasi. Sehingga perencanaan untuk klien

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    31/48

    21

    anjurkan klien untuk mengontrol rasa marah dengan cara nafas dalam.

    Sedangkan perencanaan untuk perawat evaluasi SP I yaitu dengan nafas

    dalam, dan lanjut SP II yaitu dengan cara pukul bantal atau kasur.

    Pada SP II tanggal 26 April 2013, pukul 09.15 WIB. Didapatkan data

    subyektif yaitu klien mengatakan telah mencoba cara mengontrol marah

    dengan nafas dalam jika marah muncul, klien mengatakan bersedia untuk

    diajari cara mengontrol marah dengan cara fisik kedua yaitu dengan cara

     pukul bantal dan kasur. Dari data obyektif klien tampak tenang, klien mampu

    melakukan cara mengontrol marah dengan pukul bantal. Klien mau berlatih

    cara fisik kedua dengan cara pukul bantal atau kasur. Analisa sehingga

    disimpulkan masalah sudah teratasi. Sehingga perencanaan untuk klien

    anjurkan klien untuk mengontrol rasa marah dengan cara fisik kedua yaitu

    dengan cara pukul bantal atau kasur jika timbul rasa marah. Sedangkan

     perencanaan untuk perawat evaluasi SP 1 yaitu dengan cara nafas dalam, dan

    SP 2 yaitu dengan cara pukul bantal atau kasur, dan lanjut SP 3 yaitu dengan

    cara verbal.

    Pada SP III tanggal 27 April 2013, pukul 10.15 WIB.Didapatkan data

    subyekytif : klien mengatakan telah mencoba cara mengontrol marah dengan

    nafas dalam, pukul bantal atau kasur dan jika marah muncul, klien

    mengatakan bersedia untuk diajari cara mengontrol marah dengan cara fisik 3

    yaitu dengan cara verbal. Data obyektif klien tampak tenang, klien mampu

    melakukan cara mengontrol marah dengan cara verbal. Klien mau berlatih

    cara fisik 3 dengan cara verbal. Analisa sehingga disimpulkan masalah sudah

    teratasi, sehingga planning untuk klien anjurkan klien mengontrol rasa marah

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    32/48

    22

    dengan cara fisik 3 yaitu dengan cara verba jika timbul rasa marah.

    Sedangkan perencanaan untuk perawat evaluasi SP 1 yaitu dengan cara nafas

    dalam, SP 2 dengan cara pukul bantal atau kasur, SP 3 yaitu dengan cara

    verbal dan lanjut SP 4 dengan cara spiritual.

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    33/48

     

    23

    BAB III

    PEMBAHASAN DAN SIMPULAN

    A. Pembahasan

    Pada bab ini penulis akan membahas tentang kesenjangan antara teori

    dengan studi kasus asuhan keperawatan pada Tn. S dengan resiko perilaku

    kekerasan di ruang Abimanyu RSJD Surakarta. Pembahasan yang penulis

    lakukan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi

    keperawatan dan evaluasi keperawatan.

    1.  Pengkajian

    Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses

    keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan

     perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi

    data biologis, psikososial, dan spiritual (Direja, 2011).

    Penulis melakukan pengumpulan data menggunakan metode

    wawancara dan mengobservasi klien yaitu dari segi penampilan,

     pembicaraan, dan perilaku klien. Kemudian ditambah dengan menelaah

    catatan medik dan catatan keperawatan. Dalam pengkajian ini penulis

    mengkaji data dari tanggal klien masuk RSJD, identitas klien, identitas

     penggung jawab, alasan masuk, faktor predisposisi, faktor prestisipitasi,

     pemeriksaan fisik, keluhan fisik, psikososial (genogram dan analisa

    genogram) konsep diri, hubungan sosial, spirtual, status mental, kebutuhan

     persiapan pulang, meknisme koping, masalah psikososial dan lingkungan,

     pengetahuan klien, aspek penunjang dan aspek medik.

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    34/48

    24

    Menurut Fitria (2009), tanda dan gejala resiko perilaku kekerasan yang

    muncul biasanya adalah mata melotot atau pandangan tajam, tangan

    mengepal, rahang mengatup, wajah memerah dan tegang, serta postur

    tubuh kaku, mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara

    dengan nada keras, kasar, ketus, menyerang orang lain, melukai diri

    sendiri,merusak lingkungan,amuk atau agresif dan mengamuk. Hal ini

    sesuai dengan kasus pada Tn. S dimana pada alasan masuk didapatkan data

    Tn. S mengamuk, marah-marah, berkata kasar, membanting barang,

    mengancam orang lain, mondar-mandir, tegang, mata melotot, mata merah,

    dan susah tidur.

    Menurut Yosep (2010, dalam Damaiyanti 2012), dalam faktor

     predisposisi perilaku kekerasan terdapat beberapa teori yang menjadi

     penyebab munculnya perilaku ini salah satunya yaitu teori biologis teori ini

    menyatakan adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi

     potensi perilaku agresif. Menurut Direja (2011), faktor yang berhubungan

    dengan masalah perilaku kekerasan dapat terjadi karena stimulus

    lingkungan dan putus obat. Berdasarkan teori yang telah disampaikan

    tersebut sama dengan data pengkajian faktor predisposisi yang ditemukan

     pada kasus klien Tn. S dimana keluarga klien ada yang mengalami

    gangguan jiwa seperti klien yaitu kakak kandung dan pamanya, selain

    masalah tersebut klien juga tidak mau minum obat, sehingga terapi

     pengobatan klien kurang berhasil yang berakibat klien kambuh lagi.

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    35/48

    25

    Menurut Yosep (2007), dalam pengkajian faktor presipitasi yaitu

    seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya terancam,

    ancaman tersebut dapat berupa injurysecara psikis, atau lebih dikenal

    dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang. Menurut Yosep

    (2010, dalam Damaiyanti 2012), faktor yang dapat mencetuskan perilaku

    kekerasan berkaitan dengan ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan

    dasar dan kondisi ekonominya. Berdasarkan teori yang telah disampaikan,

    ada kesamaan dengan apa yang dihadapi klien, bahwa klien mengatakan

    saat di rumah klien sering merasa tidak sesuai dengan apa yang

    dinginkannya, dan karena kondisi ekonomi keluarganya yang kurang

    mampu sehingga terjadi kekambuhan lagi dan klien berhenti minum obat.

    Pengkajian status mental, dari cara berpenampilan klien rapi memakai

    seragam rumah sakit, klien tidak pernah mendengar suara-suara atau

     bisikan maupun bayangan, klien tidak mengalami halusinasi, dalam proses

     pikir klien pembicaraanya masih terarah dan masih dapat dimengerti, tetapi

     pada saat dikaji pembicaraan klien intonasinya tinggi, keras dan berkata

    kasar, diaktivitas motorik klien terlihat tegang dan gelisah, mondar mandir,

    ketika berinteraksi dengan temanya terkadang klien terlihat marah dan

    tampak mengepalkan tanganya dan ingin memukul. Menurut (Direja,2011),

    tanda gejala klien perilaku kekerasan dapat dilihat dari pengkajian status

    mental dalam pembicaraan dengan nada keras, kasar mengancam dan

    aktivitas motorik tangan mengepal, tegang, muka merah, menyerang orang

    lain, melukai diri sendiri atau orang lain dan lingkungan.

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    36/48

    26

    Perencanaan pulang merupakan bagian penting dari program

     pengobatan klien yang dimulai dari segera setelah klien masuk rumah sakit.

    Hal ini merupakan proses yang menggambarkan usaha kerja sama antara

    tim kesehatan, keluarga, klien, dan orang yang penting bagi klien (Yosep,

    2007). Pengkajian persiapan pulang penulis hanya mengkaji tentang berapa

    kali klien makan dan menu yang dikonsumsi klien, seharusnya penulis

    harus mengkaji apakah klien mandiri dalam makan atau harus dengan

     bantuan. Kemudian pada pengkajian BAB dan BAK penulis juga hanya

    mengkaji frekuensi dan kondisi feses dan urin, seharusnya penulis juga

    harus mengkaji bagaimana proses BAB dan BAK apakah mandiri atau

    dengan bantuan, dan dimana klien BAB dan BAK. Kemudian pada

     pengkajian istirahat tidur, penulis hanya mengkaji frekuensi tidur klien dari

     jam berapa sampai jam berapa. Seharusnya dilengkapi data kegiatan apa

    yang dilakukan klien sebelum tidur dan sesudah tidur. Kesulitan yang

     penulis hadapi dalam proses pengkajian adalah proses komunikasi

    teraupetik belum maksimal sehingga ada sebagian data-data yang

     pendokuimentasianya kurang mendalam.

    Aspek medik, diagnosa medik skizofrenia akut F 20.1 dan terapi medik

    yang diberikan Risperidone 2 x 2 mg, Triheksipenidil  2 x 2 mg, dan Zyprat  

    1 x 0,5 mg.  Risperidone merupakan obat yang mengurangi gejala afektif

    yang berhubungan dengan  skizofrenia, dan efek sampingnya antara lain

    insomnia, cemas, sakit kepala, somnolen dan lelah. Triheksipenidil  

    merupakan jenis obat pada pengobatan segala bentuk parkinson karena

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    37/48

    27

     pengaruh obat untuk susunan syaraf, efek sampingnya adalah mulut kering,

     pusing, mual, muntah, bingung dan takikardi.  Zypraz   adalah jenis obat

     pengobatan untuk anxietas  dan gangguan panik, efek sampingnya adalah

    mengantuk, pusing, dan cemas. ( ISO, 2010).

    2.  Diagnosa Keperawatan

    Diagnosa keperawatan adalah interpretasi ilmiah dari data pengkajian

    yang digunakan untuk mengarahkan perencanaan, implementasi, dan

    evaluasi keperawatan (Damaiyanti, 2012).

    Menurut Fitria (2009) Diagnosa keperawatan yang sering ditemukan

     pada kasus perilaku kekerasan antara lain perilaku kekerasan, resiko

    mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan, perubahan persepsi

    sensori : halusinasi, harga diri rendah kronis, isolasi sosial, danberduka

    disfungsional. Diagnosa utama yang diangkat pada Tn. S yaitu resiko

     perilaku kekerasan, diagnosa ini didukung dengan data subyektif klien

    mengatakan jika sedang berinteraksi pada teman-temanya di ruangan

    terkadang klien marah dan ingin memukul. Kemudian data obyektifnya

    klien terlihat marah, tampak tegang, mata melotot tangan mengepal dan

    klien mondar-mandir. Diagnosa ini diambil menjadi prioritas utama karena

     pada saat pengkajian data-data diatas yang paling aktual dibandingkan

    dengan diangosa yang kedua, yaitu harga diri rendah.

    Dalam pohon masalah dijelaskan bahwa yang menjadi core problem

    adalah perilaku kekerasan, etiologinya yaitu harga diri rendah, dan sebagai

    efek yaitu resiko meciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Fitria,

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    38/48

    28

    2009). Berdasarkan teori yang disebutkan ada perbedaan dengan kasus,

     bahwa yang menjadi core problem adalah resiko perilaku kekerasan, tetapi

     pada etiologi dan efek sama, yaitu harga diri rendah sebagai etiologi, dan

    resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan sebagai efek.

    Resiko perilaku kekerasan atau agresif adalah perilaku yang menyertai

    marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif

    dan masih terkontrol (Yosep, 2007).

    3. 

    Intervensi Keperawatan

    Perencanaan keperawatan terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan umum,

    tujuan khusus dan rencana tindakan keperawatan. Tujuan umum berfokus

     pada penyelesaian permasalahan dari diagnosa tertentu. Tujuan umum

    dapat dicapai jika serangkaian tujuan khusus telah dicapai (Direja, 2011).

    Menurut Stuart (2001, dalam Direja, 2011), tujuan khusus berfokus

     pada penyelesaian etiologi dari diagnosa tersebut. Tujuan khusus

    merupakan rumusan kemampuan yang perlu dicapai atau dimiliki klien.

    Kemampuan ini dapat bervariasi sesuai dengan masalah dan kebutuhan

    klien. Umumnya, kemampuan klien pada tujuan khusus dapat dibagi

    menjadi tiga aspek yaitu kemampuan kognitif yang diperlukan untuk

    menyelesaikan etiologi dari diagnosa keperawatan, kemampuan

     psikomotor yang diperlukan agar etiologi dapat teratasi dan kemampuan

    afektif yang perlu dimiliki agar klien percaya pada kemampuan

    menyelesaikan masalah.

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    39/48

    29

    Intervensi keperawatan yang dilakukan pada Tn. S berdasarkan pada

    teori keperawatan jiwa, dimana terdapat tujuan umumnya yaitu klien tidak

    melakukan tindakan kekerasan, dan terdapat sembilan tujuan khusus yaitu

    tujuan khusus pertama adalah bina hubungan saling percaya dengan klien,

    rasionalnya adalah hubungan saling percaya merupakan landasan utama

    untuk hubungan selanjutnya, tujuan khusus kedua yaitu mengidentifikasi

     penyebab perilaku kekerasan, rasionalnya adalah klien beri kesempatan

    untuk mengungkapkan perasaan dapat membantu mengurangi stres dan

     penyebab perasaan jengkel atau kesal dapat diketahui, tujuan khusus ketiga

    adalah mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan, rasionalnya adalah

    untuk mengetahui hal yang dialami dan dirasa saat jengkel, tujuan khusus

    keempat adalah mengidentififkasi jenis perilaku kekerasan, rasionalnya

    adalah dapat membantu klien dalam menemukan cara yang dapat

    digunakan untuk menyelesaikan masalah.

    Intervensi keperawatan selanjutnya pada tujuan khusus kelima adalah

    mengidentifikasi akibat dari perilaku kekerasan, rasioanalanya adalah

    membantu klien untuk menilai perilaku kekerasan yang dilakukanya,

    tujuan khusus keenam adalah mengidentifikasi cara yang dilakukan ketika

     perilaku kekerasan muncul, rasionalnya adalah agar klien dapat

    mempelajari cara yang lain konstruktif, tujuan khusus ketujuh adalah

    ajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan, rasionalnya adalah

    memberikan simulasi kepada klien untuk menilai respon perilaku

    kekerasan secara tepat, tujuan khusus kedelapan adalah ajarkan pada

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    40/48

    30

    keluarga cara merawat klien dengan perilaku kekerasan, rasionalnya adalah

    agar keluarga dapat merawat klien dengan perilakun kekerasan, tujuan

    kesembilan adalah anjurkan pada klien menggunakan obat dengan benar,

    rasionalnya adalah klien dan keluarga dapat mengetahui nama-nama obat

    yang diminum oleh klien (Damaiyanti, 2012). Dalam rencana keperawatan

    yang penulis susun pada masalah keperawatan Tn. S, penulis sesuaikan

    dengan teori diatas.

    4. 

    Implementasi

    Implementasi merupakan standar dari standar asuhan yang

     berhubungan dengan aktivitas keperawatan profesional yang dilakukan

    oleh perawat, dimana implementasi dilakukan pada pasien, keluarga dan

    komunitas berdasarkan rencana keperawatan yang dibuat (Damaiyanti,

    2012).

    Menurut Keliat (2009), strategi pelaksanaan klien resiko perilaku

    kekerasan ada lima yaitu strategi pelaksanaan pertama melatih cara

    mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama yaitu nafas

    dalam. Strategi pelaksanaan kedua membantu klien latihan mengendalikan

     perilaku kekerasan dengan cara fisik kedua yaitu dengan cara pukul bantal

    atau kasur. Strategi pelaksanaan ketiga membantu klien latihan

    mengendalikan perilaku kekerasan secara verbal. Strategi pelaksanaan

    keempat membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan

    dengan cara spiritual. Strategi pelaksanaan kelima membantu klien latihan

    mengendalikan perilaku kekerasan dengan minum obat.

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    41/48

    31

    Teori tersebut sesuai dengan yang penulis lakukan, tetapi penulis

    hanya dapat melaksanakan strategi pelaksanaan pertama melatih cara

    mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama yaitu nafas

    dalam dilakukan pada hari kamis tanggal 25 April 2013, pukul 10.00 WIB.

    Strategi pelaksanaan kedua membantu klien latihan mengendalikan

     perilaku kekerasan dengan cara fisik kedua yaitu dengan cara pukul bantal

    atau kasur dilakukan pada hari jum’at tanggal 26 April 2013, pukul 10.00

    WIB. Strategi pelaksanaan ketiga membantu klien latihan mengendalikan

     perilaku kekerasan dengan cara verbal dilakukan pada hari sabtu tanggal 27

    April 2013, pukul 10.00 WIB. Strategi pelaksanaan keempat membantu

    klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara spiritual dan

    strategi pelaksanaan kelima membantu klien latihan mengendalikan

     perilaku kekerasan dengan cara minum obat, tidak dapat dilaksanakan

     penulis karena keterbatasan waktu dan kemampuan klien dalam memahami

    yang penulis ajarkan. 

    5.  Evaluasi

    Menurut Kurniawati (2004, dalam Nurjanah, 2005), Evaluasi adalah

     proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan

     pada klien. Evaluasi dilakukan terus-menerus pada respon klien terhadap

    tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.

    Evaluasi dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai

     berikut: S: Subyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah

    dilaksanakan, O: Respon obyektif klien terhadap tindakan keperawatan

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    42/48

    32

    yang telah dilaksanakan. A: Analisa diatas data subyektif dan obyektif

    untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap muncul atau muncul

    masalah baru atau data-data yang kontra indikasi dengan masalah yang

    ada. P: perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada

    respon klien yang terdiri dari tindak lanjut klien, dan tindak lanjut perawat

    (Direja, 2011). Dalam penulisan kasus ini penulis menggunakan evaluasi

    hasil (sumatif) serta menggunakan system penulisan S.O.A.P sesuai

    dengan teori diatas. Evaluasi dilakukan setiap hari sesudah dilakukan

    interaksi terhadap klien.

    Hasil evaluasi yang didapatkan penulis sesuai dengan kriteria

    evaluasi yang penulis buat. Evaluasi yang didapatkan penulis antara lain

     pada tujuan khusus yang pertama yaitu klien dapat membina hubungan

    saling percaya, tujuan khusus kedua yaitu mengidentifikasi penyebab

     perilaku kekerasan, tujuan khusus ketiga yaitu klien dapat

    mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan, tujuan khusus keempat

    yaitu klien dapat mengidentififkasi perilaku kekerasan yang biasa

    dilakukan, tujuan khusus kelima yaitu klien dapat mengidentifikasi akibat

     perilaku kekerasan, tujuan khusus keenam yaitu klien dapat

    mengidentifikasi cara konstruktif dalam merespon terhadap kemarahan,

    tujuan khusus ketujuh yaitu klien dapat mendemonstrasikan cara

    mengontrol perilaku kekerasan dengan cara tarik nafas dalam (SP 1),

    dengan cara pukul bantal atau kasur (SP 2), dengan cara verbal (SP 3).

    Hasil evaluasi yang penulis dapatkan sesuai dengan kriteria evaluasi pada

     perencanaan yang penulis buat.

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    43/48

    33

    Hambatan penulis selama proses keperawatan dilakukan yaitu tujuan

    khusus dalam diagnosa keperawatan tidak dapat tercapai semua. Tujuan

    khusus kedelapan klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol

     perilaku kekerasan tidak tercapai, dikarenakan selama proses keperawatan

    tidak ada keluarga yang datang menjenguk klien. Tujuan khusus

    kesembilan klien dapat menggunakan obat-obatan yang diminum dan

    kegunaanya tidak tercapai, sehingga penulis melakukan pendelegasian

    tugas terkait masalah keperawatan pada Tn. S dengan perawat diruangan. 

    B. 

    Simpulan dan Saran

    Berdasarkan studi kasus asuhan keperawatan pada Tn. S dengan resiko

     perilaku kekerasan yang telah penulis lakukan. Maka dapat ditarik

    kesimpulan sebagai berikut:

    1.  Simpulan

    Berdasarkan studi kasus asuhan keperawatan pada Tn. S dengan resiko

     perilaku kekerasan yang telah penulis lakukan, maka dapat ditarik

    kesimpulan sebagai berikut:

    a. 

    Pengkajian yang didapatkan pada Tn. S adalah data subyektif klien

    mengatakan jika sedang berinteraksi pada teman-temanya di ruangan

    terkadang klien marah dan ingin memukul. Data obyektif terdapat data

    klien yaitu klien terlihat marah, tampak tegang, mata melotot tangan

    mengepal dan klien mondar-mandir.

     b. 

    Diagnosa keperawatan utama yang muncul pada Tn. S saat dilakukan

     pengkajian yaitu resiko perilaku kekerasan.

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    44/48

    34

    c. 

    Rencana keperawatan yang dapat dilakukan pada Tn. S meliputi tujuan

    umum klien tidak melakukan tindakan kekerasan, serta untuk tujuan

    khusus pertama klien dapatmembina hubungan saling percaya, tujuan

    khusus kedua yaitu mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan,

    tujuan khusus ketiga yaitu klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda

     perilaku kekerasan, tujuan khusus keempat yaitu klien dapat

    mengidentififkasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, tujuan

    khusus kelima yaitu klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku

    kekerasan, tujuan khusus keenam yaitu klien dapat mengidentifikasi

    cara konstruktif dalam merespon terhadap kemarahan, tujuan khusus

    ketujuh yaitu klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku

    kekerasan, tujuan khusus kedelapan klien mendapat dukungan keluarga

    dalam mengontrol perilaku kekerasan, Tujuan khusus kesembilan klien

    dapat menggunakan obat-obatan yang diminum dan kegunaanya.

    d.  Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan

    keperawatan yang telah disusun pada Tn. S. Berdasarkan tindakan

    keperawatan yang telah dilakukan, penulis dapat menyelesaikan tiga

    strategi pelaksanaan dari lima strategi pelaksanaan yaitu strategi

     pelaksanaan pertama melatih cara mengendalikan perilaku kekerasan

    dengan nafas dalam, strategi pelaksanaan kedua melatih

    mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara pukul bantal atau

    kasur, strategi pelaksanaan ketiga melatih mengendalikan perilaku

    kekerasan dengan cara verbal, strategi pelaksanaan keempat melatih

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    45/48

    35

    mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara spiritual, dan strategi

     pelaksanaan kelima melatih mengendalikan perilaku kekerasan dengan

    cara minum obat, tidak dapat dilaksanakan penulis karena keterbatasan

    waktu dan kemampuan klien dalam memahami yang penulis ajarkan.

    e.  Evaluasi pada Tn. S berdasarkan tindakan yang telah dilaksanakan

     bahwa klien mampu mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara

    nafas dalam (SP 1), klien mampu mengendalikan perilaku kekerasan

    dengan cara pukul bantal atau kasur (SP 2), dan klien mampu

    mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara verbal (SP 3),

    mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spiritual dan menggunakan

    obat dengan benar tidak dapat dilaksanakan, karena tidak ada

    dukungan dari keluarga klien. 

    2.  Saran

    Penulis memberikan saran yang mungkin dapat diterima sebagai

     bahan pertimbangan guna meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada

    klien dengan resiko perilaku kekerasan berikut:

    a. 

    Bagi Rumah Sakit

    Hendaknya menyediakan dan memfasilitasi apa yang dibutuhkan oleh

    klien untuk penyembuhan, rumah sakit menyediakan tenaga kesehatan

    yang profesional guna membantu penyembuhan pasien.

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    46/48

    36

     b. 

    Bagi Institusi

    Memberikan motivasi dan menyediakan perpustakaan yang berguna

    dan lengkap kepada mahasiswa untuk penyelesaian tugas karya tulis

    ilmiah jiwa.

    c. 

    Profesi Perawat

    Perawat diharapkan untuk lebih profesional dalam merawat pasien dan

    lebih sabar dalam memberikan pelayanan guna peningkatan keadaan

     pasien, khususnya resiko perilaku kekerasan.

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    47/48

    37

    DAFTAR PUSTAKA

    Damaiyanti, Mukhripah & Iskandar. 2012.  Asuhan Keperawatan Jiwa. Penerbit

    Buku: PT Refika Aditama. Bandung.

    Damaiyanti, Mukhripah. 2010.  Komunikasi Terapeutik Dalam Praktik

     Keperawatan. Penerbit Buku: PT Refika Aditama. Bandung

    Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Penerbit

    Buku: Nuha Medika. Yogyakarta.

    Hidayati, Eni. 2012. Pengaruh Terapi Kelompok Suportif Terhadap Kemampuan

     Mengatasi Perilaku Kekerasan Pada Klien

    Skizofenia.http://www.jurnalkesmas.org/files/kesehatanjiwa.pdfdiaksestanggal 26 april.

    Isaacs, Ann. 2004.  Keperawatan Kesehatan Jiwa Dan Psikiatrik. Penerbit Buku:

    EGC. Jakarta.

    ISO. 2010. Informasi Spesialite obat . Penerbit PT.ISFI. Jakarta Barat.

    Kelliat, Budi A & Akemat. 2010.  Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.Penerbit Buku: EGC. Jakarta.

    Kusumawati, Farida & Yudi Hartono. 2010.  Buku Ajar Keperawatan Jiwa.

    Penerbit Buku: Salemba Medika. Jakarta.

    Maramis, WF. 2004. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Penerbit Buku: Airlangga.Surabaya.

     Nurjannah, Intansari. 2005.  Aplikasi Proses Keperawatan. Penerbit Buku: Moco

    Medika. Yogyakarta.

     Nita, Fitria. 2009.  Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluandan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan.  Penerbit Buku:

    Salemba Medika. Jakarta.

    Stuart, G Wail. 2007.  Buku Saku Keperawatan Jiwa. Penerbit Buku: EGC.

    Jakarta.

    Yosep, Iyus. 2007.  Keperawatan Jiwa. Penerbit Buku: PT Refika Aditama.

    Bandung.

  • 8/16/2019 KTI PERILAKU KEKERASAN

    48/48

    38

    Yosep, Iyus. 2010.  Keperawatan Jiwa  (Edisi Revisi). Penerbit Buku: PT Refika

    Aditama. Bandung.