kti lengkap
TRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kelahiran seorang anak merupakan salah satu pengalaman yang paling
penting dalam kehidupan orang tua. Namun apa yang terjadi ketika seorang anak
yang di lahirkan oleh ibunya mempunyai kekurangan yang tak dimiliki oleh anak-
anak lainnya, banyak sekali anak-anak yang dilahirkan dengan anatomi yang tidak
lengkap dan fisiologisnya yang tidak sempurna. Diantara kelainan – kelainan
tersebut ada sebuah kelainan yang dimana kelainan tersebut jarang di temukan,
namun kelainan ini berada di sekitar kita. Kelainan yang di maksud adalah atresia
ani. 1
Atresia yang diartikan tidak mempunyai lubang dapat terjadi pada seluruh
saluran tubuh misalnya atresia ani, atresia saluran empedu dan atresia esophagus.
Atresia ani dalam dunia kedokteran disebut juga sebagai imperforate anus,
malformasi anorectal, atau kelainan ektopik anal. Atresia ani termasuk kelainan
konginetal yang terjadi karena gangguan pemisahan kloka menjadi rectum dan
sinus urogenital. Pada kelainan bawaan anus ini umumnya tidak ada kelainan
rectum, sfingter dan otot dasar panggul.2
Atersia ani merupakan kelainan konginital yang angka kejadiannya
rendah, dibandingkan dengan penyakit yang lain dalam saluran pencernaan.
Kejadian di amerika 600 anak lahir dengan atresia ani, data yang didapatkan
atresia ani timbul dengan perbandingan 1 : 5000 kelahiran.3
1
Sampai saat ini atresia ani tidak dapat di ketahui penyebabnya, namun ada
pula yang mengatakan bahwa etiologinya multifaktorial. Namun ada alasan yang
di percayai bahwa keterkaitan genetik mempengaruhi adanya kasus atresia ani,
berdasarkan adanya peningkatan resiko saudara pasien yang akan lahir dengan
kelainan yang sama. Dan pengkodean genetic yang salah juga disebutkan
berpengaruh, contohnya pada penderita Syndrom down, Townes sindrom-
Broks, sindrom Currarino, dan Pallister-Hall sindrom.3,4
Selain faktor genetik ada pula factor kekurangan asam folat pada wanita
juga berkaitan, berdasarkan studi yang dilakukan beberapa peneliti di china
mengambil sampel pada wanita-wanita yang sedang hamil dan sudah melahirkan,
dimana para wanita ini di berikan supplement asam folat dan hasilnya cukup
memuaskan yaitu resiko terkena atresia ani berkurang.4,5
Walaupun angka kejadiannya sedikit namun ada pula pasien atresia ani
yang di diagnosa setelah umur bayi sudah mencapai 2 minggu dan ada pula yang
terdiagnosa setelah berumur 14 tahun. . Bila atresia ani tidak di tangani dengan
baik, maka dapat terjadi komplikasi seperti obstruksi intestinal, konstipasi dan
inkontinensia feses.5
Evaluasi yang seksama pada penderita atresia adalah cukup penting
dimana adanya kelainan kongenital penyerta adalah bertanggung jawab terhadap
morbiditas dan mortalitas penderita.6
Beberapa penulis melaporkan insidens dan gambaran kelainan malformasi
anorektal yang dirawat cukup tinggi di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar periode 2004-2007.7
2
Di indonesia sendiri atresia ani tidak diketahui berapa angka kejadiannya,
namun dengan bertambahnya angka kelahiran di indonesia kemungkinan besar
angka kejadiannya tinggi. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang atresia ani
di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo yang mempunyai
fasilitas memadai dan sebagai rumah sakit rujukan di Indonesia bagian timur.
Sebagian besar prognosis dari atresia ani biasanya baik bila didukung
dengan kejelihan dalam diagnostiknya dan penatalaksanaan yang tepat. Dimana
dalam penanganan atresia ani di kenal tiga bentuk atresia ani yaitu, letak rendah,
intermiten dan letak tinggi, ketiga bentuk inilah yang menjadi acuan penenganan
daripada atresia ani itu sendiri.6,8,9
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah yang di uraikan diatas, maka penulis berusah
membuat Karya Tulis Ilmiah dengan judul ‘’ Bagaimana Kerakteristik Pasien
Dengan Atresia Ani Di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Periode Januari 2006
– Desember 2010 ?‘’.
1.3. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Memperoleh informasi mengenai Kerakteristik Pasien Dengan Atresia Ani
Di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Periode Januari 2006–Desember 2010.
2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui karasteristik penderita Atresia Ani berdasarkan jenis kelamin.
2. Mengetahui karasteristik penderita Atresia Ani berdasarkan umur.
3
3. Mengetahui karasteristik penderita Atresia Ani berdasarkan riwayat
keluarga.
4. Mengetahui karasteristik penderita Atresia Ani berdasarkan klasifikasi
1.4. Manfaat Penelitian
1. Menambah khasanah kepustakaan mengenai Atresia Ani.
2. Sebagai bahan bacaan dan informasi yang diharapkan bermanfaat bagi
peneliti selanjutnya.
4
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan umum tentang Atresia ani
2.1.1 Definisi
Atresia ani atau anus imperforata atau malformasi anorektal adalah suatu
kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna.1
2.1.2 Epidemiologi
Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1
dalam 5000 kelahiran. Secara umum, malformasi anorektal lebih banyak
ditemukan pada laki-laki daripada perempuan. Fistula rektouretra merupakan
kelainan yang paling banyak ditemui pada bayi laki-laki, diikuti oleh fistula
perineal. Sedangkan pada bayi perempuan, jenis malformasi anorektal yang paling
banyak ditemui adalah anus imperforata diikuti fistula rektovestibular dan fistula
perineal.2
2.1.3 Embriologi
Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari foregut, midgut dan
hindgut. Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah,
esofagus, lambung sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas.
Midgut membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon
asenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut meluas dari midgut
hingga ke membrana kloaka, membrana ini tersusun dari endoderm kloaka, dan
ektoderm dari protoderm/analpit .Usus terbentuk mulai minggu keempat disebut
5
sebagai primitif gut. Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum
urorektalis menghasilkan. Anomali letak tinggi atau supra levator. Sedangkan
anomali letak rendah atau infra levator berasal dari defek perkembangan
proktoderm dan lipatan genital. Pada anomali letak tinggi, otot levator ani
perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot sfingter eksternus dan internus
dapat tidak ada atau rudimenter.3
2.1.4 Etiologi
Secara garis besar etiologi dari Atresia ani atau anus imperforata tidak
diketahui penyebabnya namun beberapa teori menyetakan bahwa atresia ani dapat
disebabkan karena beberapa hal diantaranya : 3,4
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi
lahir tanpa lubang dubur
2. Gangguan organogenesis dalam kandungan
3. Berkaitan dengan sindrom down
4. Dapat juga disebabkan oleh beberapa zat seperti, ethinylthiorea, turunan
asam retinoic, dan adriamisin
Malformasi anorektal memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya
adalah komponen genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko
malformasi meningkat pada bayi yang memiliki saudara dengan kelainan
malformasi anorektal yakni 1 dalam 100 kelahiran, dibandingkan dengan populasi
umum sekitar 1 dalam 5000 kelahiran.5 Penelitian juga menunjukkan adanya
hubungan antara malformasi anorektal dengan pasien dengan trisomi 21 (Down's
syndrome). Selain itu pula faktor kurangnya asam folat juga berkaitan berdasarkan
6
penelitian di china dimana para ibu diberikan suplemen yang berisis asam folat
hasilnya anaknya tidak mengalami atresia ani. 4,5
Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa mutasi dari 3 bermacam-macam
gen yang berbeda dapat menyebabkan malformasi anorektal atau dengan kata lain
etiologi malformasi anorektal bersifat multigenik.6,7
2.1.5 Klasifikasi
Klasifikasi yang paling sering digunakan untuk malformasi anorektal
adalah klasifikasi Internasional tahun 1970 yang membagi malformasi anorektal
menjadi letak tinggi, intermedia dan letak rendah. Untuk tujuan terapi dan
prognosis digunakan klasifikasi yang dibuat berdasarkan jenis, diantaranya
sebagai berikut : 2,3,6
a. Letak tinggi apabila rektum berakhir diatas muskulus levator ani (muskulus
pubokoksigeus).
b. Letak intermedit apabila akhiran rektum terletak di muskulus levator ani.
c. Letak rendah apabila akhiran rektum berakhir bawah muskulus levator ani.
Selain klasifikasi diatas ada beberapa klasifikasi yang digunakan
berdasarkan letak atau tempat terdapatnya kelainan yang berkaitan dengan
diagnosa, terapi dan prognosis dari atresia ani itu sendiri.3
7
Gambar 1. Klasifikasi Atresia Ani
2.1.5.1 Klasifikasi lain Atrsia ani
1. Laki – laki.
a. Fistula perineum, adalah cacat paling sederhana pada ke-dua jenis kelamin.
Penderita mempunyai lubang kecil di perineum sebelah anterior dari titik
pusat sfingter eksterna dekat skrotum pada pria atau vulva pada wanita.
Penderita laki-laki sering pada periniumnya terdapat malformasi jenis ‘’
pegangan ember ( bucket handle ) atau struktur jenis “ pita hitam” yang
menggambarkan fistula subepitel yang terisi dengan mekonium.2,3
b. Fistula Rektouretra, rectum berhubungan dengan bagian bawah uretra ( uretra
bulbur ) atau bagian atas uretra (uretra prostat ). Mekanisme sfingter biasanya
8
memuaskan, beberapa penderita otot periaanal jelek dan perineumnya datar.
Sacrum tidak terbentuk atau tidak ada, cacat ini mewakili 10% dari seluruh
penderita laki-laki dengan cacat ini.6 Prognosis fungsi usus biasanya jelek
c. Anus improfata tanpa Fistula, karekteristiknya sama kepada semua jenis
kelamin. Rectum tertutup sama sekali dan biasanya di temukan kira-kira 2 cm
diatas kulit perineum. Sacrum dan mekanisme sfingter bekerja dengan baik,
prognosis fungsionalnya juga baik.8
d. Atresia Rektum, cacat yang jarang terjadi hanya 1% dari anomaly anorektum.
Cacat ini biasanya ditemukan ketika diukur suhu rectum, dimana di dapat
obstruksi sekitar 2 cm di atas batas kulit.9
2. Perempuan
a. Fistula Vestibular, cacat yang sering di temukan pada perempuan. Rectum
bermuara ke dalam vestibula kelamin perempuan sedikit keluar pada selaput
dara, penderita sreing di kelirukan dengan penderita fistula retrovagina.3
b. Kloaka persisten. rectum, vagina dan saluran kencing bertemu dan menyatu
dalam satu saluran yang sama. Perineum mempunyai satu lubang yang
berada di belakang clitorius. Panjangnya saluran bersama tersebut kira-kira
sekitar 1-10 cm, penderita yng slurannya < 3cm mempunyai perkembangan
sacrum dan sfingter yang baik. Yang > 3 cm mempunyai kesan yang cacat
yang kompleks dan mekanisme sfingter dan sacrum yang jelek. Kebanyakan
penderita dengan kloaka mempunyai vagina yang abnormal, besar dan terisi
dengan sekresi mucus ( hidrocolpos )8,,9,10
9
2.1.6 Manifestasi klinis
Pada pasien atresia ani gejala yang menunjukan terjadi dalam waktu 24-48
jam.2,3,6
Gejala itu dapat berupa:
1. Perut kembung
2. Muntah
3. Tidak bisa buang air besar
4. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat
sampai dimana terdapat penyumbatan.
Gambar 2. atresia ani pada jenis kelamin perempuan
Malformasi anorektal sangat bervariasi, mulai dari anus imperforata letak
rendah dimana rectum berada pada lokasi yang normal tapi terlalu sempit
sehingga feses bayi tidak dapat melaluinya, malformasi anorektal intermedia
dimana ujung dari rektum dekat ke uretra dan malformasi anorektal letak tinggi
10
dimana anus sama sekali tidak ada. Sebagian besar bayi dengan anus imperforata
memiliki satu atau lebih abnormalitas yang mengenai sistem lain. Insidennya
berkisar antara 50% - 60%. Makin tinggi letak abnormalitas berhubungan dengan
malformasi yang lebih sering.12
Kebanyakan dari kelainan itu ditemukan secara kebetulan, akan tetapi
beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa seperti kelainan
kardiovaskuler.3,8,13
Adapun beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan
malformasi anorektal, diantaranya adalah :, 12,16,17,18,19
1. Kelainan kardiovaskuler
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan anus imperforata. Jenis kelainan
yang paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus
arteriosus, diikuti oleh tetralogi of fallot dan vebtrikular septal defect.
2. Kelainan gastrointestinal
Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%), obstruksi
duodenum (1%- 2%)
3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis
Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan
lumbosakral seperti hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan
hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal yang sering ditemukan adalah
myelomeningocele, meningocele, dan teratoma intraspinal.
4. Kelainan traktus genitourinarius
11
Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada
malformasi anorektal. Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan
urogeital dengan malformasi anorektal letak tinggi antara 50 % sampai 60%,
dengan malformasi anorektal letak rendah 15% sampai 20%. Kelainan
tersebut dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai VATER
(Vertebrae, Anorectal, Tracheoesophageal and Renal abnormality) dan
VACTERL (Vertebrae, Anorectal, Cardiovascular, Tracheoesophageal,
Renal and Limb abnormality)
2.1.7 Diagnosis
Pada atresia ani seharusnya sudah terdiagnosis pada saat bayi di lahirkan
dengan cara melihat ada tidaknya abnormalitas pada anusnya. Namun ada
beberapa kasus yang membuat seorang dokter dapat mengira bahwa bayi tersebut
normal, namun setelah beberapa jam bayi tersebut tidak mengeluarkan mekonium
dan ada pula sampai remaja baru terdiagnosis. Agar terhindar dari ketidak
terdiagnosis itulah kita harus cekatan dalam melihat dan mengkonfirmasi semua
bayi yang akan atau sedang di lahirkan2,3,.
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Pada pasien atresia ani untuk mendiagnosis lebih detail lagi perlu keahlian
dan kejelihan untuk anamnesis ( alloanamnesis ) yang dimana dapat ditemukan :5,6
a. Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir
b. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula
12
c. Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan kemungkinan
kelainan adalah letak rendah
Dalam mendiagnosis atresia ani baik laki-laki dan perempuan, Pena
menggunakan cara sebagai berikut:7,8
1. Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urin bila :
a. Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau anal membran berarti
atresia letak rendah maka dilakukan minimal Postero Sagital
Anorektoplasti (PSARP) tanpa kolostomi
b. Bila mekoneum (+) maka atresia letak tinggi dan dilakukan kolostomi
terlebih dahulu, setelah 8 minggi kemudian dilakukan tindakan definitif.
Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan invertrogram. Bila
akhiran rektum < 1 cm dari kulit maka disebut letak rendah. Akhiran
rektum > 1 cm disebut letak tinggi. Pada laki-laki fistel dapat berupa
rektovesikalis, rektouretralis dan rektoperinealis.
2. Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel. 8
a. Bila ditemukan fistel perineal (+) maka dilakukan minimal PSARP tanpa
kolostomi.
b. Bila fistel rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan kolostomi terlebih
dahulu.
c. Bila fistel (-) maka dilakukan invertrogram: apabila akhiran < 1 cm dari kulit
dilakukan postero sagital anorektoplasti, apabila akhiran > 1 cm dari kulit
dilakukan kolostomi terlebih dahulu.
13
Leape (1987) menyatakan bila mekonium didadapatkan pada perineum,
vestibulum atau fistel perianal maka kelainan adalah letak rendah . Bila Pada
pemeriksaan fistel (-) maka kelainan adalah letak tinggi atau rendah. Pemeriksaan
foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar usus terisis\ udara, dengan cara
Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan vertikal dengan kepala
dibawah) atau knee chest position (sujud) dengan bertujuan agar udara berkumpul
didaerah paling distal. Bila terdapat fistula lakukan fistulografi.2,3,6,9
Pada pemeriksan klinis, pasien malformasi anorektal tidak selalu
menunjukkan gejala obstruksi saluran cerna. Untuk itu, diagnosis harus
ditegakkan pada pemeriksaan klinis segera setelah lahir dengan inspeksi daerah
perianal dan dengan memasukkan termometer melalui anus. 6
Mekonium biasanya tidak terlihat pada perineum pada bayi dengan fistula
rektoperineal hingga 16-24 jam. Distensi abdomen tidak ditemukan selama
beberapa jam pertama setelah lahir dan mekonium harus dipaksa keluar melalui
fistula rektoperineal atau fistula urinarius. Hal ini dikarenakan bagian distal
rektum pada bayi tersebut dikelilingi struktur otot-otot volunter yang menjaga
rektum tetap kolaps dan kosong. Tekanan intrabdominal harus cukup tinggi untuk
menandingi tonus otot yang mengelilingi rektum. Oleh karena itu, harus ditunggu
selama 16-24 jam untuk menentukan jenis malformasi anorektal pada bayi untuk
menentukan apakah akan dilakukan colostomy atau anoplasty. 3, 6
Inspeksi perianal sangat penting. Flat "bottom" atau flat perineum,
ditandai dengan tidak adanya garis anus dan anal dimple mengindikasikan bahwa
14
pasien memiliki otot-otot perineum yang sangat sedikit. Tanda ini berhubungan
dengan malformasi anorektal letak tinggi dan harus dilakukan colostomy.7
Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan malformasi
anorektal letak rendah meliputi adanya mekonium pada perineum, "bucket-
handle" (skin tag yang terdapat pada anal dimple), dan adanya membran pada
anus (tempat keluarnya mekonium).8
2. Pemeriksaan Penunjang
Selain pemeriksaan fisis ada pula pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan, diantaranya :8, 10, 13
a. USG
Pemeriksaan dengan menggunakan USG merupakan pemeriksaan yang sangat
simple di rumah sakit. Dengan pemeriksaan ini kita dapat menentukan secara
akurat antara anal dan kantong rectum yang buntu, sehingga kita mengetahui
kelainannya dimana walaupun sebatas kelainan yang berkaitan dengan ginjal.
USG sendiri belum merupakan baku standar untuk pemeriksaan letak tinggi,
sedang maupun tinggi dari atresia ani.
b. Intervetogram
Invertogram adalah teknik pengambilan foto untuk menilai jarak punting
distal rectum terhadap tanda timah atau logam lain pada tempat bakal anus di
kulit perineum. Sewaktu foto diambil, bayi diletakan terbalik (kepala
dibawah) atau tidur telungkup, dengan sinar hirosontal diarahkan ke trokanter
mayor. Selanjutnya diukur jarak dari ujung udara yang ada diujung distal
rectum ke tanda logam di perineum.
15
c. Prone Cross-table Lateral view
Bayi akan ditempatkan pada posisi yang rawan dengan pinggul tertekuk dan
ditinggikan sampai 45 derajat. Pusat radiografi ditempatkan sekitar trokanter
lebih besar. Sebuah penanda radiologis secara rutin ditempatkan di daerah
perineum dimana harus ada dimpling dubur
Gambar 3. Prone cros table lateral view
2.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani
letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu
penanganan atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough,
tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus
yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982 memperkenalkan metode
operasi dengan pendekatan postero sagital anorektoplasti, yaitu dengan cara
membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk
memudahkan mobilisasi kantong rektum dan pemotongan fistel.2,3, 6,8
Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara
jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta
16
antisipasi trauma psikis. Untuk menangani secara tepat, harus ditentukankan
ketinggian akhiran rektum yang dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain
dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG. Komplikasi yang terjadi pasca
operasi banyak disebabkan oleh karena kegagalan menentukan letak kolostomi,
persiapan operasi yang tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi, serta
ketrampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi yang buruk. Dari
berbagai klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian
akhiran rektum dan ada tidaknya fistula.9, 10,11
Leape (1987) menganjurkan pada Atresia letak tinggi dan intermediet
dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD dahulu, setelah 6 –12 bulan baru
dikerjakan tindakan definitif (PSARP) yang mengaju pada langkah-langkah
dibawah ini : 2,3,16
1. Atresia letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya
dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot
sfingter ani ekternus
2. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion
3. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena dimana
dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi.
Pena secara tegas menjelaskan bahwa pada atresia ani letak tinggi dan
intermediet dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi.
Operasi definitif setelah 4 – 8 minggu. Saat ini teknik yang paling banyak dipakai
adalah posterosagital anorektoplasti, baik minimal, limited atau full postero
sagital anorektoplasti.8,10
17
1. Teknik Operasi 2, 3
a. Dilakukan dengan general anestesi, dengan intubasi endotrakeal, dengan
posisi pasien tengkurap dan pelvis ditinggikan.
b. Stimulasi perineum dengan alat Pena Muscle Stimulator untuk identifikasi
anal dimple.
c. Insisi bagian tengah sakrum kearah bawah melewati pusat spingter dan
berhenti 2 cm didepannya.
d. Dibelah jaringan subkutis, lemak, parasagital fiber dan muscle complex.
e. Os koksigeus dibelah sampai tampak muskulus levator, dan muskulus
levator dibelah tampak dinding belakang rektum.
f. Rektum dibebas dari jaringan sekitarnya.
g. Rektum ditarik melewati levator, muscle complex dan parasagital fiber.
h. Dilakukan anoplasti dan dijaga jangan sampai tension.
2. Algoritma Penatalaksanan anorectal malformation :
Gambar 4. Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada neonatus laki-laki2
18
Dengan inspeksi perineum dapat ditentukan adanya malformasi anorektal
pada 95% kasus malformasi anorektal pada bayi perempuan. Prinsip
penatalaksanaan malformasi anorektal pada bayi perempuan hampir sama dengan
bayi laki-laki.3
Gambar 5. Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada neonatus perempuan.2
3. Anoplasty
PSARP adalah metode yang ideal dalam penatalaksanaan kelainan
anorektal. Jika bayi tumbuh dengan baik, operasi definitif dapat dilakukan pada
usia 3 bulan. Kontrindikasi dari PSARP adalah tidak adanya kolon. Pada kasus
fistula rektovesikal, selain PSARP, laparotomi atau laparoskopi diperlukan untuk
menemukan memobilisasi rektum bagian distal. Demikian juga pada pasien
kloaka persisten dengan saluran kloaka lebih dari 3 cm.2,3, 6,10
2.1.9 Penatalaksanaan Post-operatif
Setalah dilakukan opersi pada pasien atresia adapuan Perawatan Pasca
Operasi PSARP diantarnya sebagai berikut. 2,3,6,8
19
a. Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari ,salep antibiotik diberikan
selama 8- 10 hari.
b. 2 minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation, 2
kali sehari dan tiap minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator yang
dinaikan sampai mencapai ukuran yang sesuai dengan umurnya. Businasi
dihentikan bila busi nomor 13-14 mudah masuk.
Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah mengejakan serta
tidak ada rasa nyeri bila dilakukan 2 kali sehari selama 3-4 minggu merupakan
indikasi tutup kolostomi, secara bertahap frekuensi diturunkan.2
Pada kasus fistula rektouretral, kateter foley dipasang hingga 5-7 hari.
Sedangkan pada kasus kloaka persisten, kateter foley dipasang hingga 10-14 hari.
Drainase suprapubik diindikasikan pada pasien persisten kloaka dengan saluran
lebih dari 3 cm. Antibiotik intravena diberikan selama 2-3 hari, dan antibiotik
topikal berupa salep dapat digunakan pada luka.3
Dilatasi anus dimulai 2 minggu setelah operasi. Untuk pertama kali
dilakukan oleh ahli bedah, kemudian dilatasi dua kali sehari dilakukan oleh
petugas kesehatan ataupun keluarga. Setiap minggu lebar dilator ditambah 1 mm
tercapai ukuran yang diinginkan. Dilatasi harus dilanjutkan dua kali sehari sampai
dilator dapat lewat dengan mudah. Kemudian dilatasi dilakukan sekali sehari
selama sebulan diikuti dengan dua kali seminggu pada bulan berikutnya, sekali
seminggu dalam 1 bulan kemudian dan terakhir sekali sebulan selama tiga bulan.
Setelah ukuran yang diinginkan tercapai, dilakukan penutupan kolostomi.2,3,6
20
Setelah dilakukan penutupan kolostomi, eritema popok sering terjadi
karena kulit perineum bayi tidak pernah kontak dengan feses sebelumnya. Salep
tipikal yang mengandung vitamin A, D, aloe, neomycin dan desitin dapat
digunakan untuk mengobati eritema popok ini. 2,3,6
2.1.10 Prognosis
Prognosis dari atresia ani tergantung dari klasifikasi dan kelainan penyerta
dari pada atresia ani itu tersendiri. Namun Hasil operasi kelainan anorektal
meningkat dengan signifikan sejak ditemukannya metode PSARP.2,3,4,7,10,15
21
2.2 Kerangka Konsep
Dari uraian diatas variable – variable yang dapat di teliti diantaranya
adalah sebagai berikut.
Gambar 6 Skema Kerangka Konsep
Keterangan :
: Variabel diteliti
: Variabel tidak diteliti
: Independent
: Dependent
22
JENIS KELAMIN
UMUR
RIWAYAT KELUARGA
SINDROM DOWN
ASAM FOLAT
KLASIFIKASIATRESIA ANI
2.3 Definisi Operasional dan kriteria objektif
1. Umur
Umur adalah lamanya penderita hidup yaitu sejak lahir sampai saat masuk
rumah sakit.
a. 0- 29 hari
b. 1- 11 bulan
c. 1 – 5 tahun
d. 6 - 10 tahun
e. > 11 tahun
2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin yang dimaksud adalah jenis kelamin yang dimiliki oleh
penderita.
a. Laki-laki
b. Perempuan.
3. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga adalah hubungan keturunan atau kekrabatan yang
mempunyai penyakit yang sama dengan penderita.
a. Ada
b. Tidak ada
23
4. Klasifikasi
Klasifikasi adalah bentuk dari kelainan yang dimeliki oleh penderita.
Klasifikasi yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a. Letak tinggi
b. Letak rendah
24
BAB IIIMETODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan dilaksanakan adalah penelitian deskriptif
dimana, metode ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder sebagai subjek.
3.2 Waktu Dan Lokasi
1.4 Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 - 30 september 2011.
2.4 Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar
3.3 Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Pasien yang dirawat dengan diagnosis Atresia ani di RSUP Dr.Wahidin
Sudirohusodo periode Januari 2006 – Desember 2010.
2. Sampel
Seluruh pasien yang dirawat dengan Atresia ani di RSUP Dr.Wahidin
Sudirohusodo periode Januari 2006 – Desember 2010.
3. Cara Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel adalah dengan menggunakan metode total
sampling yaitu semua populasi dijadikan sebagai sampel
25
3.4 Kriteria Seleksi
1. Kriteria Sampel
Data rekaman medik penderita dengan diagnosis Atresia ani yang dirawat
di rumah sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar yang tercatat di rekaman
medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Januari 2006 –
Desember 2010
3.5 Pengumpulan Data
Data yang dikumpul adalah data sekunder yang diambil dari bagian rekam
medik di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo periode Januari 2006 – Desember
2010.
3.6 Teknik Pengolahan Data
Pengolahan dilakukan setelah pencatatan data rekam medik, kemudian
dimasukan ke dalam komputer yang menggunakan program komputer SPSS 19.0
dan program Microsoft Excel 2007 untuk memperoleh hasil statistik deskriptif
yang diharapkan.
3.7 Penyajian Data
Data yang telah diolah akan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik untuk
menggambarkan karakteristik pasien dengan Atresia Ani di RSUP Dr.Wahidin
Sudirohusodo Periode Januari 2006 – Desember 2010.
3.8 Etika Penelitian
Hal-hal yang terkait dengan etika penelitian dalam penelitian ini adalah:
26
1. Menyertakan surat pengantar yang ditujukan kepada pihak pemerintah
setempat sebagai permohonan izin untuk melakukan penelitian.
2. Berusaha menjaga kerahasiaan identitas pasien yang terdapat pada rekam
medik, sehingga diharapkan tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas
penelitian yang dilakukan.
3. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak
yang terkait sesuai dengan manfaat penelitian yang telah disebutkan
sebelumnya.
27
BAB IVGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Gambar 7RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudrohusodo adalah rumah sakit
kelas A pendidikan dengan status Perjan Rumah sakit berdasarkan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No.125 Tahun 2000, dengan identitas sebagai
berikut:
1. Nama Rumah Sakit : RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
2. Alamat : Jl. Perintis Kemerdekaan Km.11, Tamalanrea Makassar (90245)
3. Telepon : Kantor (0411) 584675, (0411) 584677, Rumah Sakit (0411) 583333,
584888
4. Fax : (0411) 587676
5. Pemilikan : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
28
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo memiliki luas gedung 33.372 m2 dengan
batas-batas sebagai berikut :
Sebelah Utara : Menuju ke Daya, terdapat kantor dan asrama kodam VII dan jalan
poros Makassar Pare-pare.
Sebelah Timur: Terdapat Kantor Dinas Departemen Kesehatan Propinsi Sulawesi
Selatan.
Sebelah Selatan : Terdapat tanah milik dan bangunan Lembaga Penelitian
Unhas yang diantarai DAM buatan.
Sebelah Barat : Terdapat perkuliahan dan perkantoran Unhas.
Merujuk pada peraturan tesebut Perjan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
akan mengembangkan unggulan Pelayanan, Pendidikan, dan Penelitian di bidang
Kegawat Daruratan, Urologi, Kanker, Jantung, Lipid, dan Endokrin beserta
pelayanan penunjangnya.
4.2 Sejarah
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusoso didirikan pada tahun 1947 dengan
meminjamkan dua bangsal RS jiwa yang telah berdiri sejak tahun 19525 sebagai
bangsal bedah dann bangsal penyakit dalam yang merupakan cikal bakal
berdirinya RSU Dadi. Kemudian pada tahun 1957, pemerintah daerah tingkat I
Sulawesi Selatan mendirikan RSU Dadi di lokasi RS Jiwa sebagai Rumah Sakit
propinsi yang terletak di Jl. Bantaeng nio 34 ( kini Jl. Lanto Dg. Pasewang ).
Sejak itu, baik RS Jiwa maupun RSU Dadi masing – masing membangun
gedung – gedung tanpa adanya satu perencanaan. Melihat kondisi tersebut,
Gubernur propinsi Sulawesi Selatan ketika itu Prof. Dr.H. Akhmad Amiruddin
29
dan Menteri Kesehatan RI Dr. H Soewarjono Swoerjaningrat akhirnya bersepakat
memindahkan RSU Dadi ke lokasi yang lebih strategis sebaai Rumah Sakit
Rujukan dan Rumah sakit Pendidikan.
Pada tahun 1983 mulai dilaksanakan pembelian tanah di Tamalanrea yang
tidak jauh dari lokasi kampus universitas Hasanudin. Pembangunan gedung
pertama pada tahun 1988 yaitu gedung administrasi. Atas bangunan rektor unhas
yang menghibahkan tanah unhas seluas 8 Ha maka pada tahun 1990 pembangunan
gedung-gedung di mulai dilaksanakan dengan kapasitas 2100 tempat tidur. Rumah
sakit ini mulai dioperasikan pada tahun 1993 dengan status Rumah Sakit Umum
Pusat ( RSUP) kelas A sesuai dengan SK Menteri Kesehatan RI No.
283/Menkes/SK/III/1992, disebut RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo karena
notabene Dr. Wahidin Sudirohusodo masih ada hubungan keakrabatan dengan
cucu karaeng Galesong.
Pada tahun 1994, RSUP ini dijadikan RS swadana sesuai Keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 999/Menkes/SK/X/1995 tertanggal 16 Oktober 1994.
Keputusan Dirjen Pelayanan Medik No. 0001311864 tentang Petunjuk Teknis
Penyusulan Penetapan dan Tata Cara Pengelolaan Unit Swadaya.
Seiring dengan perkembangan dan Kemajuan ini, pada bulan Januari 1998,
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo mendapat pengakuan akreditas Rumah Sakit
Pusat dan mulai 1 April tahun 1999 statusnya berubah dari lembaga swadaya
menjadi pengguna PNPB. Sejak bulan Januari 2002 status RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo diubah menjadi PERJAN ( Perusahan Jawatan ).
30
4.3 Visi dan Misi RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo
4.3.1 Visi
Menjadi Rumah Sakit rujukan tertinggi di kawasan Timur Indonesia yang
mandiri, prima serta unggul dalam teknologi, menejemen, dan sumber daya
manusia.
4.3.2 Misi
a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan paripurna yang prima,
professional dan terjangkau.
b. Menyelenggarakan pendidikan dan penelitian yang berkualitas yang
mendukung pelayanan paripurna
c. Menyelenggarakan pelayanan rujukan medis dan kesehatan tertinggi di
kawasan timur Indonesia
4.4 Budaya
‘’ Sipakatau’’ yang berarti bahwa dalam memeberikan pelayanan setiap
karyawan harus saling menghargai dan memperlakukan orang lain sebagaimana
dirinya sendiri ingin dihargai dan diperlakukan oleh orang lain.
4.5 Motto
‘’ Dengan Budaya sipakatau kami melayani dengan hati “ yang berarti
bahwa dalam memberikan pelayanan setiap karyawan harus saling menghargai
dan memperlakukan orang lain sebagaimana dirinya sendiri ingin dihargai dan
diperlakukan oleh orang lain.
4.6 Susunan Organisasi
Berdasarkan PP Nomor 125 Tahun 2000 susunan Direksi Perjan RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo terdiri dari :
31
1. Direktur Utama
2. Direktur administrasi dan keuangan
3. Direktur pelayanan dan pendidikan
4. Direktur SDM dan sarana
4. Direktur perencanaan, pengembangan dan promosi
6. Dewan Pengawas
7. Satuan pengawas intern
4.7 Sumber Daya
4.7.1 Tenaga
Jumlah tenaga yang tersedian di Perjan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
sekarang ini sebesar 1.579 orang yang terinci sebagai berikut :
No Katagori Tenaga Depkes Dikbud PPDS Honor Jumlah
I. Tenaga Medis 80 155 303 - 498
Dokter umum
Dokter gigi
Dokter ahli
22
7
51
-
-
115
-
-
303
-
-
-
22
7
469
II. Tenaga Para Medis 721 - - 76 797
Paramedis perawatan
Paramedis non perawatan
III. Non medis 109 - - 175 284
Jumlah 910 115 303 251 1.597
32
4.7.2 Potensi Perjan RSUP Dr. Wahidin sudirohusodo saat ini
Jenis Pelayanan yang dapat diberikan adalah kemampuan pelayanan sub
spesialistik yang meliputi :
1. Pelayanan Sub spesilistik Bedah
2. Pelayanan Sub spesilistik Penyakit Dalam
3. Pelayanan Sub spesilistik Kesehatan Anak
4. Pelayanan Sub spesilistik Telinga, Hidung dan Tenggorokan
4. Pelayanan Sub spesilistik Mata
6. Pelayanan Sub spesilistik Neurologi
7. Pelayanan Sub spesilistik Kulit Kelamin
8. Pelayanan Sub spesilistik Anastesi
9. Pelayanan Sub spesilistik Radiologi
4.8 Sarana dan Prasarana
4.8.1 Sarana
RSUP Dr. wahidin Sudirohusodo memeliki luas tanah 8,4 Ha dengan luas
gedung 28416,8 m2 yang terdiri dari kantor, rawat jalan, rawat darurat, rawat inap
( lontar I-IV, pavilion palem, sawit dan Pinang), Cardiac centere, perawatan
intensif, hemodialisa, Endoskopi dan Bedah pusat (COT), Rehabilitasi Medik,
Tindakan khusus, Utility, Wisma, Kamar Jenazah, Selasar, taman, halaman, jalan,
dan tempat parker, transportasi, dan alat komunikasi ( ambulans 3 buah, mobil
jenazah 3 buah, mobil dinas 10 buah, motor 3 buah, telepon 25 satuan sambungan
dan fax 2 buah).
33
4.8.2 Prasarana
Listrik ( PLN kapasitas 1.500.000 watt, diesel 1.000 KPA), sumber air
bersih ( artesis,PDAM,sumur), Tabung ( gas medis, oulet o2 70 buah, No2 14
buah, vakum extra 78 buah, air resustasi 42 buah vakum 1 unit buah 2x7,5 HP,
compressor o2 14 buah, central No2 6 buah, buler 2 unit 2x10,5 KW, air condition
( central cheller terdiri dari 3 unit, window/split terdiri dari 120 unit), reservoir
( tower, tanah, hydrant). Pengelolahan limbah ( waste water treatment,
incinearator, cerobong asap uap), sistem keamanan (satpam) 10 orang, sistem
pemadam kebakaran (pail alarm, genset hydrant).
34
BAB VHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
Proses pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan pada tanggal 10 -
30 september 2011 di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, dengan jumlah sampel di
bagian rekaman medik sebanyak 63 pasien. Berdasarkan data sekunder yang telah
dikumpulkan dan di analisa, maka di dapatkan hasil penelitian sebanyak 32 pasien
dan akan di paparan dibawah ini :
5.1.1 Deskripsi Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.1 Distribusi Pasien Atresia Ani berdasarkan jenis kelamin pada RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Januari 2006 – Desember 2010
Jenis kelamin Frekuensi Persen(n) (%)
Laki-laki17 53.13
Perempuan15 46.88
Total32 100
Sumber : Data Sekunder
35
Grafik 5.1 distribusi berdasarkan jenis kelamin
Laki-Laki Perempuan Total0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
53.1346.88
100.00
jenis kelamin
Persen (%)
Dari gambaran diatas jumlah kasus yang berjenis kelamin laki-laki pada
penelitian ini lebih banyak dibandingkan dengan jumlah kasus berjenis kelamin
perempuan. Dimana jumlah pasien laki-laki sebanyak 17 kasus (53.13%) dan
perempuan sebanyak 15 kasus (46.88%).
5.1.2 Deskripsi Karakteristik Berdasarkan Umur
Tabel 5.2 Distribusi Pasien Atresia Ani berdasarkan Umur pada RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Januari 2006 – Desember 2010
UmurFrekuensi Persen
(n) (%)
0-29 Hari 1753.13
1- 11 bulan 515.63
1-10 tahun 825.00
> 11 tahun 26.25
Total 32 100
Sumber : Data Sekunder
36
Grafik 5.2 distribusi berdasarkan Umur
0-29 Hari 1- 11 bulan 1-10 tahun > 11 tahun Total0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
53.13
15.6325.00
6.25
100.00
Umur
Persen (%)
Sebagian besar pasien dengan atresia ani berumur 0 - 29 hari dengan
jumlah pasien sebanyak 17 orang (53,13 %), pada umur 1-10 tahun terdapat 8
pasien (25,00%), pada umur 1-11 bulan pasien atresia ani sebanyak 5 orang
(15,63%), sedangkan pada umur >11 tahun sebanyak 2 pasien (6,25%).
5.1.3 Deskripsi Karakteristik Berdasarkan Riwayat Keluarga
Tabel 5.3 Distribusi Pasien Atresia Ani berdasarkan Riwayat Keluarga pada RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Januari 2006 – Desember 2010
Riwayat Keluarga Frekuensi Persen
( n ) ( % )
Tidak Ada31 96.88
Saudara Sepupu dari ibu1 3.13
Total32 100
Sumber : Data Sekunder
37
Grafik 5.3. distribusi berdasarkan Riwayat Keluarga
Tidak Ada Ada Total0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
96.88
3.13
100.00
Riwayat Keluarga
Persen ( % )
Gambaran ini memperlihatkan bahwa sebagian besar tidak ada hubungan
riwayat keluarga dengan terjadinya atresia pada pasien yaitu 31 orang ( 96,88 %)
dan hanya 1 orang (3,13%) yang ada riwayat keluarga dengan pasien.
5.1.4 Deskripsi Karakteristik Berdasarkan Klasifikasi
Tabel 5.4 Distribusi Pasien Atresia Ani berdasarkan klasifikasi pada RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Januari 2006 – Desember 2010
Klasifikasi Frekuensi Persen
( n ) ( % )
letak tinggi23 71.88
letak rendah9 28.13
Total32 100
Sumber : Data Sekunder
38
Grafik 5.4 distribusi berdasarkan klasifikasi
letak tinggi letak rendah Total0.0
20.0
40.0
60.0
80.0
100.0
120.0
67.9
32.1
100.0
Klasifikasi
Persen ( % )
Dari gambaran diatas dapat memperlihatkan bahwa 23 pasien ( 67.9% )
merupakan penderita atresia ani dengan klasifikasi letak tinggi, sedangkan 9
pasien lainnya (32,1%) merupakan pasien dengan klasifikasi letak rendah.
5.2 Pembahasan
1. Jenis Kelamin
Pada tabel 5.1 memperlihatkan penderita dengan atresia ani tertinggi pada
jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Dari gambaran tersebut
maka yang mengalami atresia ani lebih banyak terjadi pada pasien laki-laki.
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Pena (2007), survey
epidemiologi atresia ani di dunia angska kejadian rata-rata malformasi anorektal
di seluruh dunia adalah 1 dalam 5000 kelahiran. Secara umum, malformasi
anorektal lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada perempuan.2
39
Sementara itu menurut Nelson (2006) atresia ani lebih umum rentan di
beberapa Negara seperti Afrika karena tingkat kesuburan tinggi dan terkait
kekurangan gizi dan pemeriksaan kehamilan yang kurang. Malformasi sedikit
lebih terjadi pada anak laki-laki dan anak laki-laki dua kali lebih mungkin
resikonya.8
Dari penelitian ini membuktikan bahwa pada pasien atresia ani lebih
banyak terjadi pada laki – laki sesuai dengan teori-teori yang dikemukakan
dengan hasil penelitian yang dilakukan.
2. Umur
Pada tabel 5.2 memperlihatkan penderita dengan atresia ani lebih sering
pada umur 0 - 29 hari. Hasil tersebut memberikan gambaran bahwa pasien atresia
ani berumur 0-29 hari lebih banyak ditemukan daripada umur 1 bulan keatas.
Penderita atresia ani ditemukan ketika dilakukan observasi menyeluruh
setelah bayi dilahirkan, apabila ditemukan tanda-tanda adanya kelainan. Jika
terlihat kelainan saat waktu dilahirkan maka secara otomatis umur penderita
terdiagnostik saat itu juga, ini berdasarkan penelitian oleh H. L. Nancy Kim, K.
W. (2000), anorektal malformasi biasanya di diagnosa pada kelahiran, tetapi ada
beberapa pasien menunjuk pada pendirian ini saat periode awal kelahiran tanpa
mengetahui adanya malformasi dari anorektal. Ini berdasarkan penelitian di rumah
sakit british Columbia ditemukan sebagian besar pasien terdiagnosa pada umur di
bawah 1 bulan.5
40
Dari hasil penelitian yang dilakukan pasien dengan atresia ani yang
banyak terdiagnostik pada umur 0 - 29 hari, sesuai dengan teori-teori yang
dikemukan oleh H.L. Nancy Kim.
3. Riwayat Keluarga
Berdasarkan Tabel 5.3 penderita dengan atresia ani yang tidak ada
hubungan riwayat keluarga lebih banyak.
Ini membuktikan bahwa pada pasien atresia ani kebanyak tidak
mempunyai hubungan riwayat keluarga dengan terjadinya kasus atresia ani, tetapi
terdapat salah satu pasien dengan hubungan riwayat pada penelitian. Ini
menunjukan bahwa ada keterkaitan riwayat keluarga dengan atresia berdasarkan
teori genetika dimana secara garis besar hubungan riwayat keluarga dengan
atresia ani masih dalam penelitian tetapi ada beberapa teori yang bersangkutan
dengan etiologi atresia ani itu sendiri, terutama dalam faktor genetik.3
Dari penelitian Anderson kejadian dari atresia anal adalah
1 di 5.000 dan bahwa risiko angka untuk kejadian pada keluarga kemungkinan
adalah 1 dalam 100 kelahiran ini berdasarkan penelitian dalam 4
seri mereka mencatat 52 kasus dimana ditemukan dua saudara
perempuan dengan atresia ani.3
Selain ada hubungannya riwayat keluarga dengan terjadi Atresia ani.
Sebagian keluarga yang mempunyai kembar identik dengan tanpa memeliki
riwayat keluarga mempunyai anak dengan atresia ani. Secara garis besar
hubungan riwayat keluarga dengan atresia ani masih dalam penelitian tetapi ada
41
beberapa teori yang bersangkutan dengan etiologi atresia ani itu sendiri, terutama
dalam faktor genetik.4
Dimana malformasi anorektal ini bisa terjadi karena adanya beberapa
sindroma yang disebabkan oleh mutasi gen tunggal. Ini termasuk sindrom
Currarino yang disebabkan oleh mutasi gen HLBXB9 di 7q39 kromosom lokus
7q39 dan sindrom Townes – Brock yang bermutasi SALL1 pada kromosom
16q12.1.10
Selain itu, penargetan gen pada tikus telah menunjukan pentingnya
sejumlah gen tunggal atau dalam kombinasi, untuk pengembangan hindgut
normal. Ini menunjukan peranan factor genetik dan bahkan gen tertentu dalam
pengembangan dan kelainan dari distal hindgut.3,20
4. Klasifikasi
Dari table 5.3 penderita atresia ani yang terdiagnostik dengan klasifikasi
letak Tinggi lebih banyak dibandingkan pada letak rendah.
Klasifikasi yang paling sering digunakan untuk malformasi anorektal
adalah klasifikasi Internasional 1970 yang membagi malformasi anorektal
menjadi letak tinggi, intermedia dan letak rendah. 2,3,4
Pada penelitian yang dilakukan H. L. Nancy Kim. (2000), selama kurun 11
tahun periode yg telah dipelajari, terdapat 15 kasus baru dimana 9 adalah
perempuan dengan klasifikasi letak rendah dan 6 laki-lakidengan klasifikasi letak
tinggi yang dirawat di british columbia’s children Hospital.5
42
Dari hasil penelitian ditemukan pasien atresia ani yang terdiagnosa dengan
letak tinggi lebih banyak, ini bertolak belakang dengan teori dimana letak rendah
lebih dominan daripada letak tinggi.
43
BAB VIKESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang dilakukan dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Pasien dengan Atresia Ani di RSUP Dr. Wahidin sudirohusodo Makassar
paling banyak ditemukan pada laki-laki.
2. Umur penderita atresia ani lebih sering pada umur 0-29 hari.
3. Pasien dengan atresia ani tidak ada hubungan riwayat keluarga dengan
adanya atresia pada penderita.
4. Pasien dengan atresia ani lebih sering terjadi pada klasifikasi letak tinggi
6.2 Saran
Berdasarkan penelitian dan analisa terhadap hasil penelitian, penulis
mencoba untuk memberikan saran–saran sebagai berikut.
1. Perlu adanya perhatian khusus dalam hal kerja sama dari pemerintah dan
tenaga medis untuk memberikan informasi penting kepada masyarakat luas
tentang atresia ani, agar dapat melakukan pemeriksaan jika ada gejala-
gejala atresia ani yang tampak di lingkungan sekitarnya .
2. Perlunya pelatihan dan pengenalan kepada tenaga non medis seperti dukun
persalinan agar mengenal atresia ani agar memberitahukan keluarga untuk
dibawa ke rumah sakit.
44
3. Perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut tentang atresia ani yang lebih
mendetail.
45
DAFTAR PUSTAKA
1. Joelsson and Ojmyr Maria. Children With High And Intermediate Imperforate Anus : Aspects of care and psychosocial effects of the malformation." Karolinska University Press, 2004.
2. Aruta Maricar. Newborn Management Of Anorectal Malformations. CME journal african surgery, 2009
3. Peña, Levitt M.A and Alberto. Anorectal malformations. Orphanet Journal of Rare Diseases, 2007.
4. Myers F.M, et al. "Folic Acid Supplementation and Risk for Imperforate Anus in China." American Journal of Epidemiology Vol. 154, No. 11, 2001.
5. Kim H. L. Nancy, et al .Presentation of Low Anorectal Malformations Beyond the Neonatal Period." american journal Pediatric, 2000.
6. Nelson W.E., et. al. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15 vol. 2. jakarta: EGC, 1996.
7. Anonim, laporan kasus malformasi anorektal. ilmu bedah anak. info. februari 11, 2011. www.ilmubedah.info (accessed maret 20, 2011).
8. Rosen Nelson G, MD, FACS, FAAP. Medscape reference ; Pediatric Imperforate Anus .
juni 12, 2006. www.emedicine.medscape.com (accessed maret 12, 2011).
9. arif mansyur, Suprohaitia, wahyu ika wardhani, wiwik setiowulan. "Malformasi Anorektal." Kapita Selekta Kedokteran , 379. jakarta: Media Asculapius, 2000.
10. Rintala, and J. Risto. Congenital Anorectal Malformations: Anything New?" Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition, 2009.
11. Van Gelder K, D. W. and H. W. "Familial Anorectal Anomalies." American Academy of
Pediatrics, 1961: 334-336.
12. Stefen berger, goppl maximilian end zachariou zacharias. Syndromology of anorectal malformations revisited : from patterns of associated malformations to the recognation of syndrom." world journal of pediatrict, 2005: 1-14.
46
13. Tae. Il Han, In. One Kim MD, end Woo. Sun Kim. Imperforate Anus: US Determination of the Type with Infracoccygeal." From the Department of Radiology,Eulji University School of Medicine south korea, 2003.
14. Mirshemirani A. MD, et al. Spinal And Vertebral Anomalies Associated With." Iran J Child Neurology, 2008.
15. Hartman Esther E, et al. Explaining Change in Quality of Life of Children and Adolescents With Anorectal Malformations or Hirschsprung Disease." Pediatrics, 2007.
16. Sandlas Gursev, et al. Spontaneous Bowel Perforation in a Neonate with Anorectal Malformation." The Saudi Journal Gastroenterology, 2011.
17. Leung Mwy, et al. Occult Spinal Dysraphism in Children with. HK J Paediatr, 2009.
18. Kella Nandlal, Memon S.A.B and Qureshi Ali. G. "Urogenital Anomalies Associated with Anorectal Malformation in Children." World Journal of Medical Sciences, 2006.
19. Hosseini Seyed M. V.,et al. "Wind dosck deformity in rectal atresia." The saudi Journal Of Gastroenterology, 2009
20. Falcone Richard A. Jra, et al. "Increased heritability of certain types of anorectal
malformations." Journal of Pediatric Surgery, 2007: 124– 128.
47