kti lengkap

69
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelahiran seorang anak merupakan salah satu pengalaman yang paling penting dalam kehidupan orang tua. Namun apa yang terjadi ketika seorang anak yang di lahirkan oleh ibunya mempunyai kekurangan yang tak dimiliki oleh anak-anak lainnya, banyak sekali anak- anak yang dilahirkan dengan anatomi yang tidak lengkap dan fisiologisnya yang tidak sempurna. Diantara kelainan – kelainan tersebut ada sebuah kelainan yang dimana kelainan tersebut jarang di temukan, namun kelainan ini berada di sekitar kita. Kelainan yang di maksud adalah atresia ani. 1 Atresia yang diartikan tidak mempunyai lubang dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh misalnya atresia ani, atresia saluran empedu dan atresia esophagus. Atresia ani dalam dunia kedokteran disebut juga sebagai imperforate anus, malformasi anorectal, 1

Upload: petermr

Post on 11-Aug-2015

357 views

Category:

Documents


22 download

TRANSCRIPT

Page 1: KTI LENGKAP

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kelahiran seorang anak merupakan salah satu pengalaman yang paling

penting dalam kehidupan orang tua. Namun apa yang terjadi ketika seorang anak

yang di lahirkan oleh ibunya mempunyai kekurangan yang tak dimiliki oleh anak-

anak lainnya, banyak sekali anak-anak yang dilahirkan dengan anatomi yang tidak

lengkap dan fisiologisnya yang tidak sempurna. Diantara kelainan – kelainan

tersebut ada sebuah kelainan yang dimana kelainan tersebut jarang di temukan,

namun kelainan ini berada di sekitar kita. Kelainan yang di maksud adalah atresia

ani. 1

Atresia yang diartikan tidak mempunyai lubang dapat terjadi pada seluruh

saluran tubuh misalnya atresia ani, atresia saluran empedu dan atresia esophagus.

Atresia ani dalam dunia kedokteran disebut juga sebagai imperforate anus,

malformasi anorectal, atau kelainan ektopik anal. Atresia ani termasuk kelainan

konginetal yang terjadi karena gangguan pemisahan kloka menjadi rectum dan

sinus urogenital. Pada kelainan bawaan anus ini umumnya tidak ada kelainan

rectum, sfingter dan otot dasar panggul.2

Atersia ani merupakan kelainan konginital yang angka kejadiannya

rendah, dibandingkan dengan penyakit yang lain dalam saluran pencernaan.

Kejadian di amerika 600 anak lahir dengan atresia ani, data yang didapatkan

atresia ani timbul dengan perbandingan 1 : 5000 kelahiran.3

1

Page 2: KTI LENGKAP

Sampai saat ini atresia ani tidak dapat di ketahui penyebabnya, namun ada

pula yang mengatakan bahwa etiologinya multifaktorial. Namun ada alasan yang

di percayai bahwa keterkaitan genetik mempengaruhi adanya kasus atresia ani,

berdasarkan adanya peningkatan resiko saudara pasien yang akan lahir dengan

kelainan yang sama. Dan pengkodean genetic yang salah juga disebutkan

berpengaruh, contohnya pada penderita Syndrom down, Townes sindrom-

Broks, sindrom Currarino, dan Pallister-Hall sindrom.3,4

Selain faktor genetik ada pula factor kekurangan asam folat pada wanita

juga berkaitan, berdasarkan studi yang dilakukan beberapa peneliti di china

mengambil sampel pada wanita-wanita yang sedang hamil dan sudah melahirkan,

dimana para wanita ini di berikan supplement asam folat dan hasilnya cukup

memuaskan yaitu resiko terkena atresia ani berkurang.4,5

Walaupun angka kejadiannya sedikit namun ada pula pasien atresia ani

yang di diagnosa setelah umur bayi sudah mencapai 2 minggu dan ada pula yang

terdiagnosa setelah berumur 14 tahun. . Bila atresia ani tidak di tangani dengan

baik, maka dapat terjadi komplikasi seperti obstruksi intestinal, konstipasi dan

inkontinensia feses.5

Evaluasi yang seksama pada penderita atresia adalah cukup penting

dimana adanya kelainan kongenital penyerta adalah bertanggung jawab terhadap

morbiditas dan mortalitas penderita.6

Beberapa penulis melaporkan insidens dan gambaran kelainan malformasi

anorektal yang dirawat cukup tinggi di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Makassar periode 2004-2007.7

2

Page 3: KTI LENGKAP

Di indonesia sendiri atresia ani tidak diketahui berapa angka kejadiannya,

namun dengan bertambahnya angka kelahiran di indonesia kemungkinan besar

angka kejadiannya tinggi. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang atresia ani

di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo yang mempunyai

fasilitas memadai dan sebagai rumah sakit rujukan di Indonesia bagian timur.

Sebagian besar prognosis dari atresia ani biasanya baik bila didukung

dengan kejelihan dalam diagnostiknya dan penatalaksanaan yang tepat. Dimana

dalam penanganan atresia ani di kenal tiga bentuk atresia ani yaitu, letak rendah,

intermiten dan letak tinggi, ketiga bentuk inilah yang menjadi acuan penenganan

daripada atresia ani itu sendiri.6,8,9

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah yang di uraikan diatas, maka penulis berusah

membuat Karya Tulis Ilmiah dengan judul ‘’ Bagaimana Kerakteristik Pasien

Dengan Atresia Ani Di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Periode Januari 2006

– Desember 2010 ?‘’.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Memperoleh informasi mengenai Kerakteristik Pasien Dengan Atresia Ani

Di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Periode Januari 2006–Desember 2010.

2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui karasteristik penderita Atresia Ani berdasarkan jenis kelamin.

2. Mengetahui karasteristik penderita Atresia Ani berdasarkan umur.

3

Page 4: KTI LENGKAP

3. Mengetahui karasteristik penderita Atresia Ani berdasarkan riwayat

keluarga.

4. Mengetahui karasteristik penderita Atresia Ani berdasarkan klasifikasi

1.4. Manfaat Penelitian

1. Menambah khasanah kepustakaan mengenai Atresia Ani.

2. Sebagai bahan bacaan dan informasi yang diharapkan bermanfaat bagi

peneliti selanjutnya.

4

Page 5: KTI LENGKAP

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan umum tentang Atresia ani

2.1.1 Definisi

Atresia ani atau anus imperforata atau malformasi anorektal adalah suatu

kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna.1

2.1.2 Epidemiologi

Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1

dalam 5000 kelahiran. Secara umum, malformasi anorektal lebih banyak

ditemukan pada laki-laki daripada perempuan. Fistula rektouretra merupakan

kelainan yang paling banyak ditemui pada bayi laki-laki, diikuti oleh fistula

perineal. Sedangkan pada bayi perempuan, jenis malformasi anorektal yang paling

banyak ditemui adalah anus imperforata diikuti fistula rektovestibular dan fistula

perineal.2

2.1.3 Embriologi

Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari foregut, midgut dan

hindgut. Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah,

esofagus, lambung sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas.

Midgut membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon

asenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut meluas dari midgut

hingga ke membrana kloaka, membrana ini tersusun dari endoderm kloaka, dan

ektoderm dari protoderm/analpit .Usus terbentuk mulai minggu keempat disebut

5

Page 6: KTI LENGKAP

sebagai primitif gut. Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum

urorektalis menghasilkan. Anomali letak tinggi atau supra levator. Sedangkan

anomali letak rendah atau infra levator berasal dari defek perkembangan

proktoderm dan lipatan genital. Pada anomali letak tinggi, otot levator ani

perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot sfingter eksternus dan internus

dapat tidak ada atau rudimenter.3

2.1.4 Etiologi

Secara garis besar etiologi dari Atresia ani atau anus imperforata tidak

diketahui penyebabnya namun beberapa teori menyetakan bahwa atresia ani dapat

disebabkan karena beberapa hal diantaranya : 3,4

1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi

lahir tanpa lubang dubur

2. Gangguan organogenesis dalam kandungan

3. Berkaitan dengan sindrom down

4. Dapat juga disebabkan oleh beberapa zat seperti, ethinylthiorea, turunan

asam retinoic, dan adriamisin

Malformasi anorektal memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya

adalah komponen genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko

malformasi meningkat pada bayi yang memiliki saudara dengan kelainan

malformasi anorektal yakni 1 dalam 100 kelahiran, dibandingkan dengan populasi

umum sekitar 1 dalam 5000 kelahiran.5 Penelitian juga menunjukkan adanya

hubungan antara malformasi anorektal dengan pasien dengan trisomi 21 (Down's

syndrome). Selain itu pula faktor kurangnya asam folat juga berkaitan berdasarkan

6

Page 7: KTI LENGKAP

penelitian di china dimana para ibu diberikan suplemen yang berisis asam folat

hasilnya anaknya tidak mengalami atresia ani. 4,5

Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa mutasi dari 3 bermacam-macam

gen yang berbeda dapat menyebabkan malformasi anorektal atau dengan kata lain

etiologi malformasi anorektal bersifat multigenik.6,7

2.1.5 Klasifikasi

Klasifikasi yang paling sering digunakan untuk malformasi anorektal

adalah klasifikasi Internasional tahun 1970 yang membagi malformasi anorektal

menjadi letak tinggi, intermedia dan letak rendah. Untuk tujuan terapi dan

prognosis digunakan klasifikasi yang dibuat berdasarkan jenis, diantaranya

sebagai berikut : 2,3,6

a. Letak tinggi apabila rektum berakhir diatas muskulus levator ani (muskulus

pubokoksigeus).

b. Letak intermedit apabila akhiran rektum terletak di muskulus levator ani.

c. Letak rendah apabila akhiran rektum berakhir bawah muskulus levator ani.

Selain klasifikasi diatas ada beberapa klasifikasi yang digunakan

berdasarkan letak atau tempat terdapatnya kelainan yang berkaitan dengan

diagnosa, terapi dan prognosis dari atresia ani itu sendiri.3

7

Page 8: KTI LENGKAP

Gambar 1. Klasifikasi Atresia Ani

2.1.5.1 Klasifikasi lain Atrsia ani

1. Laki – laki.

a. Fistula perineum, adalah cacat paling sederhana pada ke-dua jenis kelamin.

Penderita mempunyai lubang kecil di perineum sebelah anterior dari titik

pusat sfingter eksterna dekat skrotum pada pria atau vulva pada wanita.

Penderita laki-laki sering pada periniumnya terdapat malformasi jenis ‘’

pegangan ember ( bucket handle ) atau struktur jenis “ pita hitam” yang

menggambarkan fistula subepitel yang terisi dengan mekonium.2,3

b. Fistula Rektouretra, rectum berhubungan dengan bagian bawah uretra ( uretra

bulbur ) atau bagian atas uretra (uretra prostat ). Mekanisme sfingter biasanya

8

Page 9: KTI LENGKAP

memuaskan, beberapa penderita otot periaanal jelek dan perineumnya datar.

Sacrum tidak terbentuk atau tidak ada, cacat ini mewakili 10% dari seluruh

penderita laki-laki dengan cacat ini.6 Prognosis fungsi usus biasanya jelek

c. Anus improfata tanpa Fistula, karekteristiknya sama kepada semua jenis

kelamin. Rectum tertutup sama sekali dan biasanya di temukan kira-kira 2 cm

diatas kulit perineum. Sacrum dan mekanisme sfingter bekerja dengan baik,

prognosis fungsionalnya juga baik.8

d. Atresia Rektum, cacat yang jarang terjadi hanya 1% dari anomaly anorektum.

Cacat ini biasanya ditemukan ketika diukur suhu rectum, dimana di dapat

obstruksi sekitar 2 cm di atas batas kulit.9

2. Perempuan

a. Fistula Vestibular, cacat yang sering di temukan pada perempuan. Rectum

bermuara ke dalam vestibula kelamin perempuan sedikit keluar pada selaput

dara, penderita sreing di kelirukan dengan penderita fistula retrovagina.3

b. Kloaka persisten. rectum, vagina dan saluran kencing bertemu dan menyatu

dalam satu saluran yang sama. Perineum mempunyai satu lubang yang

berada di belakang clitorius. Panjangnya saluran bersama tersebut kira-kira

sekitar 1-10 cm, penderita yng slurannya < 3cm mempunyai perkembangan

sacrum dan sfingter yang baik. Yang > 3 cm mempunyai kesan yang cacat

yang kompleks dan mekanisme sfingter dan sacrum yang jelek. Kebanyakan

penderita dengan kloaka mempunyai vagina yang abnormal, besar dan terisi

dengan sekresi mucus ( hidrocolpos )8,,9,10

9

Page 10: KTI LENGKAP

2.1.6 Manifestasi klinis

Pada pasien atresia ani gejala yang menunjukan terjadi dalam waktu 24-48

jam.2,3,6

Gejala itu dapat berupa:

1. Perut kembung

2. Muntah

3. Tidak bisa buang air besar

4. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat

sampai dimana terdapat penyumbatan.

Gambar 2. atresia ani pada jenis kelamin perempuan

Malformasi anorektal sangat bervariasi, mulai dari anus imperforata letak

rendah dimana rectum berada pada lokasi yang normal tapi terlalu sempit

sehingga feses bayi tidak dapat melaluinya, malformasi anorektal intermedia

dimana ujung dari rektum dekat ke uretra dan malformasi anorektal letak tinggi

10

Page 11: KTI LENGKAP

dimana anus sama sekali tidak ada. Sebagian besar bayi dengan anus imperforata

memiliki satu atau lebih abnormalitas yang mengenai sistem lain. Insidennya

berkisar antara 50% - 60%. Makin tinggi letak abnormalitas berhubungan dengan

malformasi yang lebih sering.12

Kebanyakan dari kelainan itu ditemukan secara kebetulan, akan tetapi

beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa seperti kelainan

kardiovaskuler.3,8,13

Adapun beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan

malformasi anorektal, diantaranya adalah :, 12,16,17,18,19

1. Kelainan kardiovaskuler

Ditemukan pada sepertiga pasien dengan anus imperforata. Jenis kelainan

yang paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus

arteriosus, diikuti oleh tetralogi of fallot dan vebtrikular septal defect.

2. Kelainan gastrointestinal

Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%), obstruksi

duodenum (1%- 2%)

3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis

Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan

lumbosakral seperti hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan

hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal yang sering ditemukan adalah

myelomeningocele, meningocele, dan teratoma intraspinal.

4. Kelainan traktus genitourinarius

11

Page 12: KTI LENGKAP

Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada

malformasi anorektal. Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan

urogeital dengan malformasi anorektal letak tinggi antara 50 % sampai 60%,

dengan malformasi anorektal letak rendah 15% sampai 20%. Kelainan

tersebut dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai VATER

(Vertebrae, Anorectal, Tracheoesophageal and Renal abnormality) dan

VACTERL (Vertebrae, Anorectal, Cardiovascular, Tracheoesophageal,

Renal and Limb abnormality)

2.1.7 Diagnosis

Pada atresia ani seharusnya sudah terdiagnosis pada saat bayi di lahirkan

dengan cara melihat ada tidaknya abnormalitas pada anusnya. Namun ada

beberapa kasus yang membuat seorang dokter dapat mengira bahwa bayi tersebut

normal, namun setelah beberapa jam bayi tersebut tidak mengeluarkan mekonium

dan ada pula sampai remaja baru terdiagnosis. Agar terhindar dari ketidak

terdiagnosis itulah kita harus cekatan dalam melihat dan mengkonfirmasi semua

bayi yang akan atau sedang di lahirkan2,3,.

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Pada pasien atresia ani untuk mendiagnosis lebih detail lagi perlu keahlian

dan kejelihan untuk anamnesis ( alloanamnesis ) yang dimana dapat ditemukan :5,6

a. Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir

b. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula

12

Page 13: KTI LENGKAP

c. Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan kemungkinan

kelainan adalah letak rendah

Dalam mendiagnosis atresia ani baik laki-laki dan perempuan, Pena

menggunakan cara sebagai berikut:7,8

1. Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urin bila :

a. Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau anal membran berarti

atresia letak rendah maka dilakukan minimal Postero Sagital

Anorektoplasti (PSARP) tanpa kolostomi

b. Bila mekoneum (+) maka atresia letak tinggi dan dilakukan kolostomi

terlebih dahulu, setelah 8 minggi kemudian dilakukan tindakan definitif.

Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan invertrogram. Bila

akhiran rektum < 1 cm dari kulit maka disebut letak rendah. Akhiran

rektum > 1 cm disebut letak tinggi. Pada laki-laki fistel dapat berupa

rektovesikalis, rektouretralis dan rektoperinealis.

2. Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel. 8

a. Bila ditemukan fistel perineal (+) maka dilakukan minimal PSARP tanpa

kolostomi.

b. Bila fistel rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan kolostomi terlebih

dahulu.

c. Bila fistel (-) maka dilakukan invertrogram: apabila akhiran < 1 cm dari kulit

dilakukan postero sagital anorektoplasti, apabila akhiran > 1 cm dari kulit

dilakukan kolostomi terlebih dahulu.

13

Page 14: KTI LENGKAP

Leape (1987) menyatakan bila mekonium didadapatkan pada perineum,

vestibulum atau fistel perianal maka kelainan adalah letak rendah . Bila Pada

pemeriksaan fistel (-) maka kelainan adalah letak tinggi atau rendah. Pemeriksaan

foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar usus terisis\ udara, dengan cara

Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan vertikal dengan kepala

dibawah) atau knee chest position (sujud) dengan bertujuan agar udara berkumpul

didaerah paling distal. Bila terdapat fistula lakukan fistulografi.2,3,6,9

Pada pemeriksan klinis, pasien malformasi anorektal tidak selalu

menunjukkan gejala obstruksi saluran cerna. Untuk itu, diagnosis harus

ditegakkan pada pemeriksaan klinis segera setelah lahir dengan inspeksi daerah

perianal dan dengan memasukkan termometer melalui anus. 6

Mekonium biasanya tidak terlihat pada perineum pada bayi dengan fistula

rektoperineal hingga 16-24 jam. Distensi abdomen tidak ditemukan selama

beberapa jam pertama setelah lahir dan mekonium harus dipaksa keluar melalui

fistula rektoperineal atau fistula urinarius. Hal ini dikarenakan bagian distal

rektum pada bayi tersebut dikelilingi struktur otot-otot volunter yang menjaga

rektum tetap kolaps dan kosong. Tekanan intrabdominal harus cukup tinggi untuk

menandingi tonus otot yang mengelilingi rektum. Oleh karena itu, harus ditunggu

selama 16-24 jam untuk menentukan jenis malformasi anorektal pada bayi untuk

menentukan apakah akan dilakukan colostomy atau anoplasty. 3, 6

Inspeksi perianal sangat penting. Flat "bottom" atau flat perineum,

ditandai dengan tidak adanya garis anus dan anal dimple mengindikasikan bahwa

14

Page 15: KTI LENGKAP

pasien memiliki otot-otot perineum yang sangat sedikit. Tanda ini berhubungan

dengan malformasi anorektal letak tinggi dan harus dilakukan colostomy.7

Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan malformasi

anorektal letak rendah meliputi adanya mekonium pada perineum, "bucket-

handle" (skin tag yang terdapat pada anal dimple), dan adanya membran pada

anus (tempat keluarnya mekonium).8

2. Pemeriksaan Penunjang

Selain pemeriksaan fisis ada pula pemeriksaan penunjang yang dapat

dilakukan, diantaranya :8, 10, 13

a. USG

Pemeriksaan dengan menggunakan USG merupakan pemeriksaan yang sangat

simple di rumah sakit. Dengan pemeriksaan ini kita dapat menentukan secara

akurat antara anal dan kantong rectum yang buntu, sehingga kita mengetahui

kelainannya dimana walaupun sebatas kelainan yang berkaitan dengan ginjal.

USG sendiri belum merupakan baku standar untuk pemeriksaan letak tinggi,

sedang maupun tinggi dari atresia ani.

b. Intervetogram

Invertogram adalah teknik pengambilan foto untuk menilai jarak punting

distal rectum terhadap tanda timah atau logam lain pada tempat bakal anus di

kulit perineum. Sewaktu foto diambil, bayi diletakan terbalik (kepala

dibawah) atau tidur telungkup, dengan sinar hirosontal diarahkan ke trokanter

mayor. Selanjutnya diukur jarak dari ujung udara yang ada diujung distal

rectum ke tanda logam di perineum.

15

Page 16: KTI LENGKAP

c. Prone Cross-table Lateral view

Bayi akan ditempatkan pada posisi yang rawan dengan pinggul tertekuk dan

ditinggikan sampai 45 derajat. Pusat radiografi ditempatkan sekitar trokanter

lebih besar. Sebuah penanda radiologis secara rutin ditempatkan di daerah

perineum dimana harus ada dimpling dubur

Gambar 3. Prone cros table lateral view

2.1.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani

letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu

penanganan atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough,

tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus

yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982 memperkenalkan metode

operasi dengan pendekatan postero sagital anorektoplasti, yaitu dengan cara

membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk

memudahkan mobilisasi kantong rektum dan pemotongan fistel.2,3, 6,8

Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara

jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta

16

Page 17: KTI LENGKAP

antisipasi trauma psikis. Untuk menangani secara tepat, harus ditentukankan

ketinggian akhiran rektum yang dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain

dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG. Komplikasi yang terjadi pasca

operasi banyak disebabkan oleh karena kegagalan menentukan letak kolostomi,

persiapan operasi yang tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi, serta

ketrampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi yang buruk. Dari

berbagai klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian

akhiran rektum dan ada tidaknya fistula.9, 10,11

Leape (1987) menganjurkan pada Atresia letak tinggi dan intermediet

dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD dahulu, setelah 6 –12 bulan baru

dikerjakan tindakan definitif (PSARP) yang mengaju pada langkah-langkah

dibawah ini : 2,3,16

1. Atresia letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya

dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot

sfingter ani ekternus

2. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion

3. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena dimana

dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi.

Pena secara tegas menjelaskan bahwa pada atresia ani letak tinggi dan

intermediet dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi.

Operasi definitif setelah 4 – 8 minggu. Saat ini teknik yang paling banyak dipakai

adalah posterosagital anorektoplasti, baik minimal, limited atau full postero

sagital anorektoplasti.8,10

17

Page 18: KTI LENGKAP

1. Teknik Operasi 2, 3

a. Dilakukan dengan general anestesi, dengan intubasi endotrakeal, dengan

posisi pasien tengkurap dan pelvis ditinggikan.

b. Stimulasi perineum dengan alat Pena Muscle Stimulator untuk identifikasi

anal dimple.

c. Insisi bagian tengah sakrum kearah bawah melewati pusat spingter dan

berhenti 2 cm didepannya.

d. Dibelah jaringan subkutis, lemak, parasagital fiber dan muscle complex.

e. Os koksigeus dibelah sampai tampak muskulus levator, dan muskulus

levator dibelah tampak dinding belakang rektum.

f. Rektum dibebas dari jaringan sekitarnya.

g. Rektum ditarik melewati levator, muscle complex dan parasagital fiber.

h. Dilakukan anoplasti dan dijaga jangan sampai tension.

2. Algoritma Penatalaksanan anorectal malformation :

Gambar 4. Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada neonatus laki-laki2

18

Page 19: KTI LENGKAP

Dengan inspeksi perineum dapat ditentukan adanya malformasi anorektal

pada 95% kasus malformasi anorektal pada bayi perempuan. Prinsip

penatalaksanaan malformasi anorektal pada bayi perempuan hampir sama dengan

bayi laki-laki.3

Gambar 5. Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada neonatus perempuan.2

3. Anoplasty

PSARP adalah metode yang ideal dalam penatalaksanaan kelainan

anorektal. Jika bayi tumbuh dengan baik, operasi definitif dapat dilakukan pada

usia 3 bulan. Kontrindikasi dari PSARP adalah tidak adanya kolon. Pada kasus

fistula rektovesikal, selain PSARP, laparotomi atau laparoskopi diperlukan untuk

menemukan memobilisasi rektum bagian distal. Demikian juga pada pasien

kloaka persisten dengan saluran kloaka lebih dari 3 cm.2,3, 6,10

2.1.9 Penatalaksanaan Post-operatif

Setalah dilakukan opersi pada pasien atresia adapuan Perawatan Pasca

Operasi PSARP diantarnya sebagai berikut. 2,3,6,8

19

Page 20: KTI LENGKAP

a. Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari ,salep antibiotik diberikan

selama 8- 10 hari.

b. 2 minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation, 2

kali sehari dan tiap minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator yang

dinaikan sampai mencapai ukuran yang sesuai dengan umurnya. Businasi

dihentikan bila busi nomor 13-14 mudah masuk.

Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah mengejakan serta

tidak ada rasa nyeri bila dilakukan 2 kali sehari selama 3-4 minggu merupakan

indikasi tutup kolostomi, secara bertahap frekuensi diturunkan.2

Pada kasus fistula rektouretral, kateter foley dipasang hingga 5-7 hari.

Sedangkan pada kasus kloaka persisten, kateter foley dipasang hingga 10-14 hari.

Drainase suprapubik diindikasikan pada pasien persisten kloaka dengan saluran

lebih dari 3 cm. Antibiotik intravena diberikan selama 2-3 hari, dan antibiotik

topikal berupa salep dapat digunakan pada luka.3

Dilatasi anus dimulai 2 minggu setelah operasi. Untuk pertama kali

dilakukan oleh ahli bedah, kemudian dilatasi dua kali sehari dilakukan oleh

petugas kesehatan ataupun keluarga. Setiap minggu lebar dilator ditambah 1 mm

tercapai ukuran yang diinginkan. Dilatasi harus dilanjutkan dua kali sehari sampai

dilator dapat lewat dengan mudah. Kemudian dilatasi dilakukan sekali sehari

selama sebulan diikuti dengan dua kali seminggu pada bulan berikutnya, sekali

seminggu dalam 1 bulan kemudian dan terakhir sekali sebulan selama tiga bulan.

Setelah ukuran yang diinginkan tercapai, dilakukan penutupan kolostomi.2,3,6

20

Page 21: KTI LENGKAP

Setelah dilakukan penutupan kolostomi, eritema popok sering terjadi

karena kulit perineum bayi tidak pernah kontak dengan feses sebelumnya. Salep

tipikal yang mengandung vitamin A, D, aloe, neomycin dan desitin dapat

digunakan untuk mengobati eritema popok ini. 2,3,6

2.1.10 Prognosis

Prognosis dari atresia ani tergantung dari klasifikasi dan kelainan penyerta

dari pada atresia ani itu tersendiri. Namun Hasil operasi kelainan anorektal

meningkat dengan signifikan sejak ditemukannya metode PSARP.2,3,4,7,10,15

21

Page 22: KTI LENGKAP

2.2 Kerangka Konsep

Dari uraian diatas variable – variable yang dapat di teliti diantaranya

adalah sebagai berikut.

Gambar 6 Skema Kerangka Konsep

Keterangan :

: Variabel diteliti

: Variabel tidak diteliti

: Independent

: Dependent

22

JENIS KELAMIN

UMUR

RIWAYAT KELUARGA

SINDROM DOWN

ASAM FOLAT

KLASIFIKASIATRESIA ANI

Page 23: KTI LENGKAP

2.3 Definisi Operasional dan kriteria objektif

1. Umur

Umur adalah lamanya penderita hidup yaitu sejak lahir sampai saat masuk

rumah sakit.

a. 0- 29 hari

b. 1- 11 bulan

c. 1 – 5 tahun

d. 6 - 10 tahun

e. > 11 tahun

2. Jenis Kelamin

Jenis kelamin yang dimaksud adalah jenis kelamin yang dimiliki oleh

penderita.

a. Laki-laki

b. Perempuan.

3. Riwayat Keluarga

Riwayat keluarga adalah hubungan keturunan atau kekrabatan yang

mempunyai penyakit yang sama dengan penderita.

a. Ada

b. Tidak ada

23

Page 24: KTI LENGKAP

4. Klasifikasi

Klasifikasi adalah bentuk dari kelainan yang dimeliki oleh penderita.

Klasifikasi yang dimaksud adalah sebagai berikut :

a. Letak tinggi

b. Letak rendah

24

Page 25: KTI LENGKAP

BAB IIIMETODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan dilaksanakan adalah penelitian deskriptif

dimana, metode ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder sebagai subjek.

3.2 Waktu Dan Lokasi

1.4 Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 - 30 september 2011.

2.4 Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar

3.3 Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Pasien yang dirawat dengan diagnosis Atresia ani di RSUP Dr.Wahidin

Sudirohusodo periode Januari 2006 – Desember 2010.

2. Sampel

Seluruh pasien yang dirawat dengan Atresia ani di RSUP Dr.Wahidin

Sudirohusodo periode Januari 2006 – Desember 2010.

3. Cara Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel adalah dengan menggunakan metode total

sampling yaitu semua populasi dijadikan sebagai sampel

25

Page 26: KTI LENGKAP

3.4 Kriteria Seleksi

1. Kriteria Sampel

Data rekaman medik penderita dengan diagnosis Atresia ani yang dirawat

di rumah sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar yang tercatat di rekaman

medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Januari 2006 –

Desember 2010

3.5 Pengumpulan Data

Data yang dikumpul adalah data sekunder yang diambil dari bagian rekam

medik di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo periode Januari 2006 – Desember

2010.

3.6 Teknik Pengolahan Data

Pengolahan dilakukan setelah pencatatan data rekam medik, kemudian

dimasukan ke dalam komputer yang menggunakan program komputer SPSS 19.0

dan program Microsoft Excel 2007 untuk memperoleh hasil statistik deskriptif

yang diharapkan.

3.7 Penyajian Data

Data yang telah diolah akan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik untuk

menggambarkan karakteristik pasien dengan Atresia Ani di RSUP Dr.Wahidin

Sudirohusodo Periode Januari 2006 – Desember 2010.

3.8 Etika Penelitian

Hal-hal yang terkait dengan etika penelitian dalam penelitian ini adalah:

26

Page 27: KTI LENGKAP

1. Menyertakan surat pengantar yang ditujukan kepada pihak pemerintah

setempat sebagai permohonan izin untuk melakukan penelitian.

2. Berusaha menjaga kerahasiaan identitas pasien yang terdapat pada rekam

medik, sehingga diharapkan tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas

penelitian yang dilakukan.

3. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak

yang terkait sesuai dengan manfaat penelitian yang telah disebutkan

sebelumnya.

27

Page 28: KTI LENGKAP

BAB IVGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Gambar 7RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudrohusodo adalah rumah sakit

kelas A pendidikan dengan status Perjan Rumah sakit berdasarkan Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia No.125 Tahun 2000, dengan identitas sebagai

berikut:

1. Nama Rumah Sakit : RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

2. Alamat : Jl. Perintis Kemerdekaan Km.11, Tamalanrea Makassar (90245)

3. Telepon : Kantor (0411) 584675, (0411) 584677, Rumah Sakit (0411) 583333,

584888

4. Fax : (0411) 587676

5. Pemilikan : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

28

Page 29: KTI LENGKAP

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo memiliki luas gedung 33.372 m2 dengan

batas-batas sebagai berikut :

Sebelah Utara : Menuju ke Daya, terdapat kantor dan asrama kodam VII dan jalan

poros Makassar Pare-pare.

Sebelah Timur: Terdapat Kantor Dinas Departemen Kesehatan Propinsi Sulawesi

Selatan.

Sebelah Selatan : Terdapat tanah milik dan bangunan Lembaga Penelitian

Unhas yang diantarai DAM buatan.

Sebelah Barat : Terdapat perkuliahan dan perkantoran Unhas.

Merujuk pada peraturan tesebut Perjan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

akan mengembangkan unggulan Pelayanan, Pendidikan, dan Penelitian di bidang

Kegawat Daruratan, Urologi, Kanker, Jantung, Lipid, dan Endokrin beserta

pelayanan penunjangnya.

4.2 Sejarah

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusoso didirikan pada tahun 1947 dengan

meminjamkan dua bangsal RS jiwa yang telah berdiri sejak tahun 19525 sebagai

bangsal bedah dann bangsal penyakit dalam yang merupakan cikal bakal

berdirinya RSU Dadi. Kemudian pada tahun 1957, pemerintah daerah tingkat I

Sulawesi Selatan mendirikan RSU Dadi di lokasi RS Jiwa sebagai Rumah Sakit

propinsi yang terletak di Jl. Bantaeng nio 34 ( kini Jl. Lanto Dg. Pasewang ).

Sejak itu, baik RS Jiwa maupun RSU Dadi masing – masing membangun

gedung – gedung tanpa adanya satu perencanaan. Melihat kondisi tersebut,

Gubernur propinsi Sulawesi Selatan ketika itu Prof. Dr.H. Akhmad Amiruddin

29

Page 30: KTI LENGKAP

dan Menteri Kesehatan RI Dr. H Soewarjono Swoerjaningrat akhirnya bersepakat

memindahkan RSU Dadi ke lokasi yang lebih strategis sebaai Rumah Sakit

Rujukan dan Rumah sakit Pendidikan.

Pada tahun 1983 mulai dilaksanakan pembelian tanah di Tamalanrea yang

tidak jauh dari lokasi kampus universitas Hasanudin. Pembangunan gedung

pertama pada tahun 1988 yaitu gedung administrasi. Atas bangunan rektor unhas

yang menghibahkan tanah unhas seluas 8 Ha maka pada tahun 1990 pembangunan

gedung-gedung di mulai dilaksanakan dengan kapasitas 2100 tempat tidur. Rumah

sakit ini mulai dioperasikan pada tahun 1993 dengan status Rumah Sakit Umum

Pusat ( RSUP) kelas A sesuai dengan SK Menteri Kesehatan RI No.

283/Menkes/SK/III/1992, disebut RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo karena

notabene Dr. Wahidin Sudirohusodo masih ada hubungan keakrabatan dengan

cucu karaeng Galesong.

Pada tahun 1994, RSUP ini dijadikan RS swadana sesuai Keputusan

Menteri Kesehatan RI No. 999/Menkes/SK/X/1995 tertanggal 16 Oktober 1994.

Keputusan Dirjen Pelayanan Medik No. 0001311864 tentang Petunjuk Teknis

Penyusulan Penetapan dan Tata Cara Pengelolaan Unit Swadaya.

Seiring dengan perkembangan dan Kemajuan ini, pada bulan Januari 1998,

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo mendapat pengakuan akreditas Rumah Sakit

Pusat dan mulai 1 April tahun 1999 statusnya berubah dari lembaga swadaya

menjadi pengguna PNPB. Sejak bulan Januari 2002 status RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo diubah menjadi PERJAN ( Perusahan Jawatan ).

30

Page 31: KTI LENGKAP

4.3 Visi dan Misi RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo

4.3.1 Visi

Menjadi Rumah Sakit rujukan tertinggi di kawasan Timur Indonesia yang

mandiri, prima serta unggul dalam teknologi, menejemen, dan sumber daya

manusia.

4.3.2 Misi

a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan paripurna yang prima,

professional dan terjangkau.

b. Menyelenggarakan pendidikan dan penelitian yang berkualitas yang

mendukung pelayanan paripurna

c. Menyelenggarakan pelayanan rujukan medis dan kesehatan tertinggi di

kawasan timur Indonesia

4.4 Budaya

‘’ Sipakatau’’ yang berarti bahwa dalam memeberikan pelayanan setiap

karyawan harus saling menghargai dan memperlakukan orang lain sebagaimana

dirinya sendiri ingin dihargai dan diperlakukan oleh orang lain.

4.5 Motto

‘’ Dengan Budaya sipakatau kami melayani dengan hati “ yang berarti

bahwa dalam memberikan pelayanan setiap karyawan harus saling menghargai

dan memperlakukan orang lain sebagaimana dirinya sendiri ingin dihargai dan

diperlakukan oleh orang lain.

4.6 Susunan Organisasi

Berdasarkan PP Nomor 125 Tahun 2000 susunan Direksi Perjan RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo terdiri dari :

31

Page 32: KTI LENGKAP

1. Direktur Utama

2. Direktur administrasi dan keuangan

3. Direktur pelayanan dan pendidikan

4. Direktur SDM dan sarana

4. Direktur perencanaan, pengembangan dan promosi

6. Dewan Pengawas

7. Satuan pengawas intern

4.7 Sumber Daya

4.7.1 Tenaga

Jumlah tenaga yang tersedian di Perjan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

sekarang ini sebesar 1.579 orang yang terinci sebagai berikut :

No Katagori Tenaga Depkes Dikbud PPDS Honor Jumlah

I. Tenaga Medis 80 155 303 - 498

Dokter umum

Dokter gigi

Dokter ahli

22

7

51

-

-

115

-

-

303

-

-

-

22

7

469

II. Tenaga Para Medis 721 - - 76 797

Paramedis perawatan

Paramedis non perawatan

III. Non medis 109 - - 175 284

Jumlah 910 115 303 251 1.597

32

Page 33: KTI LENGKAP

4.7.2 Potensi Perjan RSUP Dr. Wahidin sudirohusodo saat ini

Jenis Pelayanan yang dapat diberikan adalah kemampuan pelayanan sub

spesialistik yang meliputi :

1. Pelayanan Sub spesilistik Bedah

2. Pelayanan Sub spesilistik Penyakit Dalam

3. Pelayanan Sub spesilistik Kesehatan Anak

4. Pelayanan Sub spesilistik Telinga, Hidung dan Tenggorokan

4. Pelayanan Sub spesilistik Mata

6. Pelayanan Sub spesilistik Neurologi

7. Pelayanan Sub spesilistik Kulit Kelamin

8. Pelayanan Sub spesilistik Anastesi

9. Pelayanan Sub spesilistik Radiologi

4.8 Sarana dan Prasarana

4.8.1 Sarana

RSUP Dr. wahidin Sudirohusodo memeliki luas tanah 8,4 Ha dengan luas

gedung 28416,8 m2 yang terdiri dari kantor, rawat jalan, rawat darurat, rawat inap

( lontar I-IV, pavilion palem, sawit dan Pinang), Cardiac centere, perawatan

intensif, hemodialisa, Endoskopi dan Bedah pusat (COT), Rehabilitasi Medik,

Tindakan khusus, Utility, Wisma, Kamar Jenazah, Selasar, taman, halaman, jalan,

dan tempat parker, transportasi, dan alat komunikasi ( ambulans 3 buah, mobil

jenazah 3 buah, mobil dinas 10 buah, motor 3 buah, telepon 25 satuan sambungan

dan fax 2 buah).

33

Page 34: KTI LENGKAP

4.8.2 Prasarana

Listrik ( PLN kapasitas 1.500.000 watt, diesel 1.000 KPA), sumber air

bersih ( artesis,PDAM,sumur), Tabung ( gas medis, oulet o2 70 buah, No2 14

buah, vakum extra 78 buah, air resustasi 42 buah vakum 1 unit buah 2x7,5 HP,

compressor o2 14 buah, central No2 6 buah, buler 2 unit 2x10,5 KW, air condition

( central cheller terdiri dari 3 unit, window/split terdiri dari 120 unit), reservoir

( tower, tanah, hydrant). Pengelolahan limbah ( waste water treatment,

incinearator, cerobong asap uap), sistem keamanan (satpam) 10 orang, sistem

pemadam kebakaran (pail alarm, genset hydrant).

34

Page 35: KTI LENGKAP

BAB VHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Proses pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan pada tanggal 10 -

30 september 2011 di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, dengan jumlah sampel di

bagian rekaman medik sebanyak 63 pasien. Berdasarkan data sekunder yang telah

dikumpulkan dan di analisa, maka di dapatkan hasil penelitian sebanyak 32 pasien

dan akan di paparan dibawah ini :

5.1.1 Deskripsi Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 5.1 Distribusi Pasien Atresia Ani berdasarkan jenis kelamin pada RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Januari 2006 – Desember 2010

Jenis kelamin Frekuensi Persen(n) (%)

Laki-laki17 53.13

Perempuan15 46.88

Total32 100

Sumber : Data Sekunder

35

Page 36: KTI LENGKAP

Grafik 5.1 distribusi berdasarkan jenis kelamin

Laki-Laki Perempuan Total0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

120.00

53.1346.88

100.00

jenis kelamin

Persen (%)

Dari gambaran diatas jumlah kasus yang berjenis kelamin laki-laki pada

penelitian ini lebih banyak dibandingkan dengan jumlah kasus berjenis kelamin

perempuan. Dimana jumlah pasien laki-laki sebanyak 17 kasus (53.13%) dan

perempuan sebanyak 15 kasus (46.88%).

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Berdasarkan Umur

Tabel 5.2 Distribusi Pasien Atresia Ani berdasarkan Umur pada RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Januari 2006 – Desember 2010

UmurFrekuensi Persen

(n) (%)

0-29 Hari 1753.13

1- 11 bulan 515.63

1-10 tahun 825.00

> 11 tahun 26.25

Total 32 100

Sumber : Data Sekunder

36

Page 37: KTI LENGKAP

Grafik 5.2 distribusi berdasarkan Umur

0-29 Hari 1- 11 bulan 1-10 tahun > 11 tahun Total0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

120.00

53.13

15.6325.00

6.25

100.00

Umur

Persen (%)

Sebagian besar pasien dengan atresia ani berumur 0 - 29 hari dengan

jumlah pasien sebanyak 17 orang (53,13 %), pada umur 1-10 tahun terdapat 8

pasien (25,00%), pada umur 1-11 bulan pasien atresia ani sebanyak 5 orang

(15,63%), sedangkan pada umur >11 tahun sebanyak 2 pasien (6,25%).

5.1.3 Deskripsi Karakteristik Berdasarkan Riwayat Keluarga

Tabel 5.3 Distribusi Pasien Atresia Ani berdasarkan Riwayat Keluarga pada RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Januari 2006 – Desember 2010

Riwayat Keluarga Frekuensi Persen

( n ) ( % )

Tidak Ada31 96.88

Saudara Sepupu dari ibu1 3.13

Total32 100

Sumber : Data Sekunder

37

Page 38: KTI LENGKAP

Grafik 5.3. distribusi berdasarkan Riwayat Keluarga

Tidak Ada Ada Total0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

120.00

96.88

3.13

100.00

Riwayat Keluarga

Persen ( % )

Gambaran ini memperlihatkan bahwa sebagian besar tidak ada hubungan

riwayat keluarga dengan terjadinya atresia pada pasien yaitu 31 orang ( 96,88 %)

dan hanya 1 orang (3,13%) yang ada riwayat keluarga dengan pasien.

5.1.4 Deskripsi Karakteristik Berdasarkan Klasifikasi

Tabel 5.4 Distribusi Pasien Atresia Ani berdasarkan klasifikasi pada RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Januari 2006 – Desember 2010

Klasifikasi Frekuensi Persen

( n ) ( % )

letak tinggi23 71.88

letak rendah9 28.13

Total32 100

Sumber : Data Sekunder

38

Page 39: KTI LENGKAP

Grafik 5.4 distribusi berdasarkan klasifikasi

letak tinggi letak rendah Total0.0

20.0

40.0

60.0

80.0

100.0

120.0

67.9

32.1

100.0

Klasifikasi

Persen ( % )

Dari gambaran diatas dapat memperlihatkan bahwa 23 pasien ( 67.9% )

merupakan penderita atresia ani dengan klasifikasi letak tinggi, sedangkan 9

pasien lainnya (32,1%) merupakan pasien dengan klasifikasi letak rendah.

5.2 Pembahasan

1. Jenis Kelamin

Pada tabel 5.1 memperlihatkan penderita dengan atresia ani tertinggi pada

jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Dari gambaran tersebut

maka yang mengalami atresia ani lebih banyak terjadi pada pasien laki-laki.

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Pena (2007), survey

epidemiologi atresia ani di dunia angska kejadian rata-rata malformasi anorektal

di seluruh dunia adalah 1 dalam 5000 kelahiran. Secara umum, malformasi

anorektal lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada perempuan.2

39

Page 40: KTI LENGKAP

Sementara itu menurut Nelson (2006) atresia ani lebih umum rentan di

beberapa Negara seperti Afrika karena tingkat kesuburan tinggi dan terkait

kekurangan gizi dan pemeriksaan kehamilan yang kurang. Malformasi sedikit

lebih terjadi pada anak laki-laki dan anak laki-laki dua kali lebih mungkin

resikonya.8

Dari penelitian ini membuktikan bahwa pada pasien atresia ani lebih

banyak terjadi pada laki – laki sesuai dengan teori-teori yang dikemukakan

dengan hasil penelitian yang dilakukan.

2. Umur

Pada tabel 5.2 memperlihatkan penderita dengan atresia ani lebih sering

pada umur 0 - 29 hari. Hasil tersebut memberikan gambaran bahwa pasien atresia

ani berumur 0-29 hari lebih banyak ditemukan daripada umur 1 bulan keatas.

Penderita atresia ani ditemukan ketika dilakukan observasi menyeluruh

setelah bayi dilahirkan, apabila ditemukan tanda-tanda adanya kelainan. Jika

terlihat kelainan saat waktu dilahirkan maka secara otomatis umur penderita

terdiagnostik saat itu juga, ini berdasarkan penelitian oleh H. L. Nancy Kim, K.

W. (2000), anorektal malformasi biasanya di diagnosa pada kelahiran, tetapi ada

beberapa pasien menunjuk pada pendirian ini saat periode awal kelahiran tanpa

mengetahui adanya malformasi dari anorektal. Ini berdasarkan penelitian di rumah

sakit british Columbia ditemukan sebagian besar pasien terdiagnosa pada umur di

bawah 1 bulan.5

40

Page 41: KTI LENGKAP

Dari hasil penelitian yang dilakukan pasien dengan atresia ani yang

banyak terdiagnostik pada umur 0 - 29 hari, sesuai dengan teori-teori yang

dikemukan oleh H.L. Nancy Kim.

3. Riwayat Keluarga

Berdasarkan Tabel 5.3 penderita dengan atresia ani yang tidak ada

hubungan riwayat keluarga lebih banyak.

Ini membuktikan bahwa pada pasien atresia ani kebanyak tidak

mempunyai hubungan riwayat keluarga dengan terjadinya kasus atresia ani, tetapi

terdapat salah satu pasien dengan hubungan riwayat pada penelitian. Ini

menunjukan bahwa ada keterkaitan riwayat keluarga dengan atresia berdasarkan

teori genetika dimana secara garis besar hubungan riwayat keluarga dengan

atresia ani masih dalam penelitian tetapi ada beberapa teori yang bersangkutan

dengan etiologi atresia ani itu sendiri, terutama dalam faktor genetik.3

Dari penelitian Anderson kejadian dari atresia anal adalah

1 di 5.000 dan bahwa risiko angka untuk kejadian pada keluarga kemungkinan

adalah 1 dalam 100 kelahiran ini berdasarkan penelitian dalam 4 

seri mereka mencatat 52 kasus dimana ditemukan dua saudara

perempuan dengan atresia ani.3

Selain ada hubungannya riwayat keluarga dengan terjadi Atresia ani.

Sebagian keluarga yang mempunyai kembar identik dengan tanpa memeliki

riwayat keluarga mempunyai anak dengan atresia ani. Secara garis besar

hubungan riwayat keluarga dengan atresia ani masih dalam penelitian tetapi ada

41

Page 42: KTI LENGKAP

beberapa teori yang bersangkutan dengan etiologi atresia ani itu sendiri, terutama

dalam faktor genetik.4

Dimana malformasi anorektal ini bisa terjadi karena adanya beberapa

sindroma yang disebabkan oleh mutasi gen tunggal. Ini termasuk sindrom

Currarino yang disebabkan oleh mutasi gen HLBXB9 di 7q39 kromosom lokus

7q39 dan sindrom Townes – Brock yang bermutasi SALL1 pada kromosom

16q12.1.10

Selain itu, penargetan gen pada tikus telah menunjukan pentingnya

sejumlah gen tunggal atau dalam kombinasi, untuk pengembangan hindgut

normal. Ini menunjukan peranan factor genetik dan bahkan gen tertentu dalam

pengembangan dan kelainan dari distal hindgut.3,20

4. Klasifikasi

Dari table 5.3 penderita atresia ani yang terdiagnostik dengan klasifikasi

letak Tinggi lebih banyak dibandingkan pada letak rendah.

Klasifikasi yang paling sering digunakan untuk malformasi anorektal

adalah klasifikasi Internasional 1970 yang membagi malformasi anorektal

menjadi letak tinggi, intermedia dan letak rendah. 2,3,4

Pada penelitian yang dilakukan H. L. Nancy Kim. (2000), selama kurun 11

tahun periode yg telah dipelajari, terdapat 15 kasus baru dimana 9 adalah

perempuan dengan klasifikasi letak rendah dan 6 laki-lakidengan klasifikasi letak

tinggi yang dirawat di british columbia’s children Hospital.5

42

Page 43: KTI LENGKAP

Dari hasil penelitian ditemukan pasien atresia ani yang terdiagnosa dengan

letak tinggi lebih banyak, ini bertolak belakang dengan teori dimana letak rendah

lebih dominan daripada letak tinggi.

43

Page 44: KTI LENGKAP

BAB VIKESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang dilakukan dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pasien dengan Atresia Ani di RSUP Dr. Wahidin sudirohusodo Makassar

paling banyak ditemukan pada laki-laki.

2. Umur penderita atresia ani lebih sering pada umur 0-29 hari.

3. Pasien dengan atresia ani tidak ada hubungan riwayat keluarga dengan

adanya atresia pada penderita.

4. Pasien dengan atresia ani lebih sering terjadi pada klasifikasi letak tinggi

6.2 Saran

Berdasarkan penelitian dan analisa terhadap hasil penelitian, penulis

mencoba untuk memberikan saran–saran sebagai berikut.

1. Perlu adanya perhatian khusus dalam hal kerja sama dari pemerintah dan

tenaga medis untuk memberikan informasi penting kepada masyarakat luas

tentang atresia ani, agar dapat melakukan pemeriksaan jika ada gejala-

gejala atresia ani yang tampak di lingkungan sekitarnya .

2. Perlunya pelatihan dan pengenalan kepada tenaga non medis seperti dukun

persalinan agar mengenal atresia ani agar memberitahukan keluarga untuk

dibawa ke rumah sakit.

44

Page 45: KTI LENGKAP

3. Perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut tentang atresia ani yang lebih

mendetail.

45

Page 46: KTI LENGKAP

DAFTAR PUSTAKA

1. Joelsson and Ojmyr Maria. Children With High And Intermediate Imperforate Anus : Aspects of care and psychosocial effects of the malformation." Karolinska University Press, 2004.

2. Aruta Maricar. Newborn Management Of Anorectal Malformations. CME journal african surgery, 2009

3. Peña, Levitt M.A and Alberto. Anorectal malformations. Orphanet Journal of Rare Diseases, 2007.

4. Myers F.M, et al. "Folic Acid Supplementation and Risk for Imperforate Anus in China." American Journal of Epidemiology Vol. 154, No. 11, 2001.

5. Kim H. L. Nancy, et al .Presentation of Low Anorectal Malformations Beyond the Neonatal Period." american journal Pediatric, 2000.

6. Nelson W.E., et. al. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15 vol. 2. jakarta: EGC, 1996.

7. Anonim, laporan kasus malformasi anorektal. ilmu bedah anak. info. februari 11, 2011. www.ilmubedah.info (accessed maret 20, 2011).

8. Rosen Nelson G, MD, FACS, FAAP. Medscape reference ; Pediatric Imperforate Anus .

juni 12, 2006. www.emedicine.medscape.com (accessed maret 12, 2011).

9. arif mansyur, Suprohaitia, wahyu ika wardhani, wiwik setiowulan. "Malformasi Anorektal." Kapita Selekta Kedokteran , 379. jakarta: Media Asculapius, 2000.

10. Rintala, and J. Risto. Congenital Anorectal Malformations: Anything New?" Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition, 2009.

11. Van Gelder K, D. W. and H. W. "Familial Anorectal Anomalies." American Academy of

Pediatrics, 1961: 334-336.

12. Stefen berger, goppl maximilian end zachariou zacharias. Syndromology of anorectal malformations revisited : from patterns of associated malformations to the recognation of syndrom." world journal of pediatrict, 2005: 1-14.

46

Page 47: KTI LENGKAP

13. Tae. Il Han, In. One Kim MD, end Woo. Sun Kim. Imperforate Anus: US Determination of the Type with Infracoccygeal." From the Department of Radiology,Eulji University School of Medicine south korea, 2003.

14. Mirshemirani A. MD, et al. Spinal And Vertebral Anomalies Associated With." Iran J Child Neurology, 2008.

15. Hartman Esther E, et al. Explaining Change in Quality of Life of Children and Adolescents With Anorectal Malformations or Hirschsprung Disease." Pediatrics, 2007.

16. Sandlas Gursev, et al. Spontaneous Bowel Perforation in a Neonate with Anorectal Malformation." The Saudi Journal Gastroenterology, 2011.

17. Leung Mwy, et al. Occult Spinal Dysraphism in Children with. HK J Paediatr, 2009.

18. Kella Nandlal, Memon S.A.B and Qureshi Ali. G. "Urogenital Anomalies Associated with Anorectal Malformation in Children." World Journal of Medical Sciences, 2006.

19. Hosseini Seyed M. V.,et al. "Wind dosck deformity in rectal atresia." The saudi Journal Of Gastroenterology, 2009

20. Falcone Richard A. Jra, et al. "Increased heritability of certain types of anorectal

malformations." Journal of Pediatric Surgery, 2007: 124– 128.

47