pengantar kepada filsafat hukum.docx
TRANSCRIPT
BAB I
PENGANTAR KEPADA FILSAFAT
Dua kekuatan yang mewarnai dunia
Ada dua Kekuatan besar yang mewarnai dunia yaitu agama dan filsafat. Orang
yang mewarnai dunia juga hanya dua nabi (rohaniawan), dan filosof. Sains tek dalam garis
besarnya adalah netral. Pakar sains dan teknologi menggunakannya untuk mewarnai dunia
berdasarkan pandangan hidupnya yaitu agama dan filsafat.
Sejarah telah memperlihatkan adanya manusia yang berani mati karena agama yang
dianutnya. Orang mengorbankan harta, pikiran, tenaga, atau nyawa sekalipun untuk kepercayaan
yang dianutnya. Ada pula orang yang dibakar hidup – hidup, rela dijemur dn diapit dengan batu
besar untuk mempertahankan kepercayaan yang dianutnya. Orang dengan tekun menabur bunga
di kuburan, membakar kemenyan di tanah tinggi atau di pojok rumah dan rela mengubur anak
perempuannya hidup – hidup karena kepercayaan yang dianutnya.
Sejarah juga telah mencatat adanya orang kuat yang berani mati, karena meyakini sesuatu
yang diperolehnya. Yang ini disebut pemikir atau filosof. Contohnya Socrates yang berani mati
dengan cara meminum racun, sebagai hukuman baginya, karena mempertahankan kebenaran
filsafat yang dianggapnya benar (lihat Hasan,1973). Agama dan filsafat adalah dua kekuatan
yang mewarnai dunia. Barang siapa hendak memahami dunia, ia harus memahami agama
atau filsafat tersebut.
Pengertian agama
Dulu adam dan hawa berada di surga, demikian menurut Islam dan beberapa agama lain.
Lalu Tuhan menginginkan mereka hidup di dunia untuk sementara. Timbul kekawatiran,
bagaimana caranya hidup didunia itu? Tuhan memberikan jaminan, nanti sesudah sampai di
dunia Tuhan akan memberikan petunjuk yang isinya tentang cara hidup di dunia. Peraturan
tentang cara hidup di dunia inilah yang disebut agama. Definisi agama memang banyak sekali,
dari sekain banyak definisi tersebut maka dapat dibagi menjadi dua kelompok. Yang pertama
ialah definisi agama yang menekankan segi rasa iman atau kepercayaan, yang kedua
menekankan sebagai peraturan tentang cara hidup. Kombinasi kedua-duanya mungkin
merupakan definisi yang lebih memadai tentang agama. Agama adalah sistem kepercayaan
dan praktek yang sesuai dengan kepercayaan tersebut. atau agama ialah peraturan
tentang cara hidup, lahir dan batin
Pengertian filsafat
Poedjawijatna (1974:1) menyatakan bahwa kata filsafat berasal dari kata Arab yang
berhubungan erat dengan kata Yunani, bahkan asalnya memang dari kata yunani. Kata yunani
nya ialah Philosophia yang berarti kata majemuk yang terdiri atas philo dan shopia; philo
artinya cinta dalam arti luas, yaitu ingin, dan karena itu lalu berusaha mencapai yang
diinginkan, shopia boleh diartikan ingin mencapai pandai, cinta pada kebijakan (windelband,
1958:1:1).
Filsafat ialah keinginan yang mendalam untuk mendapat kebijakan, atau keinginan
yang mendalam untuk menjadi bijak (Abu Bakar Atjeh,1970:6).
Poedjawijatna (1974:11) mendefinisikan filsafat sebagai sejenis pengetahuan yang
berusaha mencari sebab yang sedalam – dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan
pikiran belaka.
Hasbullah bakry (1971:11) mengatakan bahwa filsafat ialah sejenis pengetahuan yang
menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, dan manusia
sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikat sejauh yang dapat dicapai
akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.
Plato menyatakan bahwa dfilsafat ialah pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran
asli,
Aristoteles filsafat adalah pengetahuan yang meliputi kebenaran yang tergabung
didalamnya metafisika, logika, retorika, ekonomi, politik dan estetika,
Al-farabi filsafat ialah pengetahuan tentang alam ujud bagaimana hakikat
sebenarnya.
Immanuel Kant mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan pokok pangkal segala
pengetahuan yang tercakup didalamnya empat persoalan :
Apa yang dapat diketahui ? jawabnanya : metafisika
Apa yang seharusnya diketahui ? jawabannya Etika
Sampai dimana harapan kita ? jawabannya : agama
Apa itu manusia ? jawabannya atropologi
Perbedaan definisi itu menurut Abu Bakar Atjeh (1970:9) disebabkan oleh berbedanya
konotasi filsafat pada tokoh – tokoh itu karena perbedaan keyakinan hidup yang dianut mereka.
Perbedaan itu juga dapat muncul karena perkembangan filsafat itu sendiri yang menyebabkan
beberapa pengetahuan khusus memisahkan diri dari silsafat. Bila dirinci, dapatlah diketahui
bahwa kesulitan menentukan definisi filsafat, jadi juga berarti sulitnya memahami apa itu
filsafat, adalah pertama karena pengertian filsafat berkembang dari masa ke masa, kedua ialah
karena pengertian filsafat itu berbeda antara satu tokoh dan tokoh lainnya, ketiga karena filsafat
telah dipakai untuk menunjuk bermacam macam obyek yang sesungguhnya berbeda.
Pengertian filsafat berkembang dari masa ke masa
Mula – mula filsafat diartikan sebagai the love of wisdom atau love for wisdom. Pada
fase ini filsafat berarti sifat seseorang yang berusaha menjadi orang yang bijak atau sifat orang
yang ingin atau cinta pada kebijakan. Fase ini juga berarti sebagai kerja seseorang yang berusaha
menjadi orang yang bijak.jadi , yang pertama filsafat sebagi sifat dan kedua sebagai kerja.
Masih dalam fase ini, definisi filsafat dalam kamus runes (1971:235), yang mengatakan
bahwa filsafat adalah keterangan rasional tentang sesuatu yang merupakan prinsip umum yang
disana seluruh kenyataan dapat dijelaskan, telah membedakan pengetahuan rasional dengan
pengetahuan empiris. Pengetahuan empiris adalah sains.
Perkembangan selanjutnya memperlihatkan bahwa pengertian filsafat mulai menyempit,
yaitu lebih menekankan pada latihan berpikir untuk memenuhi kesenangan intelektual
(intellectual curiosity). Definisi dari bertrand russel barangkali dapat digolongkan kesini tatkala
ia mengatakan bahwa tugas filsafat pada masa kini ialah menjawab pertanyaan yang tinggi
(ultimate), yaitu pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh sains. Definisi dari william James
berbeda dengan Russel , ia mengatakan bahwa filsafat ialh kumpulan pertanyaan yeng belum
pernah terjawab secara memuaskan (Encyclopedia of Philosophy,1967:19)
Pengertian filsafat sering berbeda antar tokoh yang satu dengan yang lain Perbedaan itu
disebabkan oleh perbedaan konotasi filsafat, dah terkhir ini dapat disebabkan oleh pengaruh
lingkungan dan pandangan hidup yang berbeda serta akibat perkembangan filsafat itu sendiri.
Kata filsafat digunakan untuk menunjuk berbagai obyek yang berbeda Pertama, filsafat
digunakan sebagai nama bidang pengetahuan, yaitu pengetahuan filsafat, suatu bidang
pengetahuan yang ingin mengetahuisegala sesyuatu secara mendalam. Kedua, filsafat digunakan
untuk menamakan hasil karya. Hasil karya yang mendalam dari plato disebut filsafat plato, dsb.
Ketiga, digunakan juga untuk menunjuk nama suatu keyakinan. Keempat, digunakan untuk
memberi nama suatu usaha untuk menemukan pengetahuan yang mendalami tentang sesuatu.
Kelima, digunakan untuk menamakan orang yang cinta pada kebijakan dan ia berusaha
mencapainya.
Apa yang mendorong timbulnya filsafat
Beerling (1966:8) mengatakan bahwa orang yunani mula – mula berfilsafat di barat
mengatakan bahwa filsafat timbul karena ketakjuban. Ketakjuban melihat keindahan dan
kerahasiaan alam semesta ini lantas menimbulkan keinginan mengetahuinya. Pada zaman
modern ini penyebab timbulnya pertanyaan adalah kesangsian. Sangsi itu setingkat dibawah
percaya dan setingkat diatas tak percaya. Sangsi menimbulkan pertanyaan dan menyebakan
pikiran. Pikiran bekerja menimbulkan filsafat. Jadi ingin tahu itulah pada dasarnya penyebab
timbulnya filsafat.
Macam-Macam Pengetahuan Manusia
Pengetahuan adalah semua yang diketahui, pengetahuan ada beberapa macam yaitu :
1. Pengetahuan sains (scientific knowledge)
Pengetahuan sains adalah pengetahuan yang logis dan didukung bukti empiris.
Pengetahuan sains mempunyai paradigma positif (posivistic paradigm) dan metodenya
disebut metode ilmiah. Formula utama pengetahuan sains adalah buktikan bahwa itu
logis dan tunjukan bukti empirisnya. Dan yang dapat menjadi obyek adalah obyek
empiris.
2. Pengetahuan filsafat
Pengetahuan filsafat merupakan pengetahuan yang radikal dan mendalam tentang
sesuatu, yang kebenarannya hanya dapat dipertanggungjawabkan secara logis tidak
secara empiris. Paradigmanya logis, metodenya pikir/rasio.Dengan obyek abstrak logis.
3. Pengetahuan mistik
Pengetahuan mistik adalah pengetahuan yang tidak dapat dibuktikan secara logis
maupun secara empiris. Paradigmanya merupakan paradigma mistik dan metodenya
merupakan metode latihan. Pengetahuan mistik mempunyai obyek abstrak supralogis.
Manfaat Mempelajari Filsafat
Sekurang-kurangnya ada 4 (empat) manfaat mempelajari filsafat, yaitu :
1. Agar terlatih berfikir serius
Berfilsafat adalah berusaha menemukan kebenaran tentang segala sesuatu dengan
menggunakan pemikiran secara serius. Kemampuan ini akan memberikan
memcahkan masalah secara serius, menemukan akar persoalan yang terdalam dan
menemukan sebab terakir suatu penampakan.
2. Agar mampu memahami filsafat
Mempelajari filsafat menjadi penting karena dunia dibentuk oleh dua kekuatan
agama dan filsafat, apabila seseorang ingin ikut membangun dunia perlu
mengetahui ajaran filsafat.
3. Mungkin ingin menjadi filosof
Dengan dimilikinya kemampuan berpikir serius, seseorang mungkin saja dapat
menemukan rumusan baru masalah dunia, maka dia menjadi seorang filosof.
4. Agar menjadi warga negara yang baik
Orang yang mempelajari filsafat dapat dengan mudah menjadi warga negara yang
baik, karena inti dari negara terletak pada filsafat negara tersebut yang ditaksonomi
dalam UU yang mengatur warga negara.
Cara Mempelajari Filsafat
Isi filsafat amat luas, karena obyek yang dipelajari oleh filsafat sangat luas yaitu segala
sesuatu yang ada dan yang mungkin ada, filsafat merupakan cabang ilmu yang tertua dan
pendapat filosof tidak ada yang tidak layak dipelajari. Untuk itu, ada tiga metode mempelajari
filsafat, yaitu :
1. Metode Sistematis
Yaitu cara belajar dengan menghadapi karya filsafat, dengan belajar melalui metode ini
perhatian kita akan terpusat pada isi filsafat bukan pada tokoh atau periodisasinya.
2. Metode historis
Yaitu cara belajar dengan cara mengikuti sejarahnya. Metode historis berarti
mempelajari filsafat secara kronologis.
3. Metode Kritis
Yaitu cara belajar dengan memahami isi filsafat dan mengajukan kritik atas ajaran
tersebut. Kritik bisa mendukung maupun menetang dengan menggunakan pendapat
sendiri maupun menggunakan pendapat filosof lain.
Objek Penelitian Filsafat
Jenis objek penelitian filsafat, terdiri dari :
1. Objek materia
Merupakan objek yang dipikirkan filsof , yaitu segala yang ada dan yang mungkin ada.
2. Objek forma
Merupakan sifat penyelidikan filsafat yang mendalam artinya ingin tahunya tentang
objek tidak hanya sekedar empiris.
Sistematika Filsafat
Secara garis besar filsafat mempunyai tiga cabang besar yaitu :
1. Teori pengetahuan
Membicarakan cara memperoleh pengetahuan, disebut epistimologi.
2. Teori hakikat
Membicarakan pengetahuan itu sendiri, disebut ontologi.
3. Teori nilai
Membicarakan guna pengetahuan itu, disebut axiologi.
Epistimologi
Epistimologi membicarakan mengenai sumber pengetahuan dan bagaimana cara
memperoleh pengetahuan. Pengetahuan itu diperoleh manusia dengan berbagai cara dan
berbagai alat, ada beberapa aliran mengenai hal ini, yaitu :
1. Empirisme
Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalaman inderawi.
Menurut aliran ini pengalaman inderawi merupakan sumber pengetahuan yang benar, oleh
karenanya aliran ini menggunakan metode eksperimen. Aliran ini mempunyai kelemahan
karena indera terbatas, indera menipu, objek yang menipu dan kelemahan dari indera serta
objek sekaligus.
2. Rasionalisme
Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal menangkap
objek. Akal bekerja karena adanya bahan dari indera, tetapi akal juga dapat menghasilkan
pengetahuan tidak berdasarkan bahan inderawi manusia. Jadi akal dapat menghasilkan
pengetahuan sains maupun pengetahuan filsafat.
3. Positivisme
Tokoh aliran ini ialah August Compte (1798-1857) , berpendapat bahwa indera itu amat
penting dalam memperoleh pengetahuan tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan
diperkuat dengan eksperimen. Eksperimen memerlukan ukuran-ukuran yang jelas, seperti
panas diukur dengan derajat panas, jauh diukur dengan meteran, berat dengan kiloan
(timbangan atau neraca), dan sebagainya. Kita tidak cukup dengan mengatakan api panas,
matahari panas, kopi panas. Dan kita juga tidak cukup dengan mengatakan panas sekali,
panas, tidak panas. Kita memerlukan ukuran yang teliti. Kebenaran diperoleh dengan akal,
didukung bukti empiris yang terukur. “Terukur” itulah sumbangan positivisme. Jadi pada
dasarnya positivisme bukanlah suatu aliran yang khas berdiri sendiri ia hanya
menyempurnakan empirisme dan rasionalisme yang bekerja sama.
4. Intuissionisme
Hendri Bergson (1859-1941) adalah tokoh aliran ini. Ia menganggap tidak hanya indera
yang terbatas, akal juga terbatas. Objek-objek yang kita tangkap itu adalah objek yang
selalu berubah, demikian Bergson berpendapat. Apa itu adil ? akal memahaminya dari segi
si terhukum, timbul pemahaman akal, memahaminya dari segi hakim, timbul pemahaman
akali; dari segi keluarga si terhukum, timbul pemahaman akali; dari segi jaksa, dan
seterusnya. Disimpulkan adil adalah jumlah pemahaman akali itu.
Intuisi adalah hasil evolusi pemahaman yang tertinggi. Kemampuan ini mirip
dengan instinct, tetapi berbeda dalam kesadaran dan kebebasannya. Pengembangan ini
memerlukan suatu usaha. Kemampuan inilah yang dapat memahami kebenaran yang utuh,
yang tetap, yang unique.
Iluminasionisme aliran ini berkembang di kalangan tokoh-tokoh agama, di dalam
islam disebut teori kasyf, teori ini mengatakan bahwa manusia, yang hatinya telah bersih
telah “siap”, sanggup menerima pengetahuan dari Tuhan. Aliran ini terbentang juga di dalam
sejarah pemikiran islam, boleh dikatakan sejak awal dan memuncak pada Mulla Shadra.
Kemampuan menerima pengetahuan secara langsung ini diperoleh dengan cara latihan, yang
di dalam islam disebut suluk, secara lebih spesifik disebut Riyadlah artinya latihan. Dalam
metode islam dinamakan thariqat. Konon, kemampuan orang-orang itu ialah sampai bisa
melihat Tuhan, berbincang-bincang dengan Tuhan, melihat surga dan neraka dan alam gaib
lainnya, kemampuan itu bukan lewat akal tapi melalui hati
Menurut ajaran tashaawwuf atau thariqat pada khususnya, manusia itu
dipengaruhi (ditutupi) oleh hal-hal yang material, dipengaruhi oleh nafsunya. Bila nafsu itu
dapat dikendalikan, penghalang material (hijab) disingkirkan maka kekuatan rasa itu mampu
bekerja, laksana antene mampu menangkap objek-objek gaib. Di dalam tashawwuf ini
digambarkan sebagai dalam keadaan fana jiwa mampu melihat yang gaib; dari situ diperoleh
penegtahuan.
Berdasarkan uraian di atas (tentang epistemology) dapat diketahui bahwa manusia
memperoleh pengetahuan denga tiga cara, yaitu cara sains, cara filsafat (logika, akal), dan
cara latihan rasa (instuisi). Namun, secara umum semua pengetahuan itu sebenarnya
diperoleh dengan cara berpikir benar. Sains dan filsafat jelas menggunakan cara berpikir
benar; mistik sekurang-kurangnya berawal dari berpikir benar juga. Norma-norma atau
aturan-aturan berpikir benar itulah yang dibicarakan oleh logika.; ini adalah bagian dari teori
pengetahuan.
ONTOLOGI
Hakikat ialah realitas; realitas artinya kenyataan yang sebenarnya, jadi hakikat adalah
kenyataan yang sebenarnya, keadaan sebenarnya sesuatu, bukan keadaan yang berubah.
Kosmologi membicarakan hakikat asal, hakikat susunan, hakikat berada, juga hakikat tujuan
kosmos. Adapun hakikat manusia dibicarakan oleh antropologi ini juga cabang teori hakikat.
Pembahasan hakikat Tuhan dilakukan oleh fheodica, juga cabang dari teori hakikat. Bagi
naturalisme, roh, jiwa itu malahan tidak diakui adanya tentu saja termasuk Tuhan. Materialisme
tidak menyangkal adanya spirit, roh, termasuk Tuhan, akan tetapi spirit tuhan itu muncul dari
benda.
Aliran ini adalah aliran yang tertua. Ada beberapa alasan mengapa aliran ini dapat
berkembang, yaitu :
1. Pada pikiran yang masih sederhana apa yang kelihatan yang dapat diraba biasanya
dijadikan kebenaran terakhir. Pikiran yang masih sederhana tidak mampu memikirkan
sesuatu di luar ruang, yang abstrak.
2. Penemuan-penemuan menunjukkan betapa bergantungnya jiwa pada badan. Maka
peristiwa jiwa selalu dilihat sebagai peristiwa jasmani. Jasmani lebih menonjol dalam
peristiwa itu.
3. Dalam sejarahnya manusia memang bergantung pada benda, seperti pada padi Dewi
Sri dan Tuhan muncul dari situ. Kesemuanya ini memperkuat dugaan bahwa yang
merupakan hakikat adalah benda.
Idealisme berpendapat sebaliknya; hakikat benda adalah rohani, spirit atau sebangsanya.
Alasan mereka ialah sebagai berikut :
1. Nilai roh lebih tinggi daripada badan
2. Manusia lebih dapat memahami dirinya daripada dunia luar dirinya
3. Materi ialah kumpulan energy yang menempati ruang; benda tidak ada, yang ada
energy itu saja (Oswald)
Aliran dualisme mudah ditebak, yang merupakan hakikat pada benda itu ada dua, material dan
immaterial, benda dan roh, jasad dan spirit. Aliran agnostisisme menyerah sama sekali. Mereka
berpendapat bahwa manusia tidak dapat mengetahui hakikat benda. A artinya not, gno= know.
Di dalam bahasa Grik agnostos berarti unknown. Kosmologi adalah cabang filsafat yang
menyelidiki hakikat asal, susunan, tujuan alam besar (kosmos), asalnya, tujuannya. Bagaimana
cara ia menjadi (how does it come into being), bagaimana evolusi (bila ia berevolusi),
bagaimana susunannya, dan lain-lain. Antropologi ada yang sains , ada yang filsafat. Untuk yang
sains biasanya disebut antropologi saja sedangkan untuk filsafat mestinya disebut antropologi
filsafat. Filsafat yang membicarakan Tuhan adalah theodica atau theologia.
Theodica membicarakan Tuhan dari segi pikiran (akal); untuk membedakannya dari
pembicaraan Tuhan dari segi wahyu atau iman, yang pertama ini sering disebut teologi naturalis
(membicarakan Tuhan dari segi akal).
Teisme adalah paham yang menyatakan bahwa Tuhan ada. Kata itu berasal dari Theus,
bahasa Yunani berarti Tuhan. Tuhan itu ada pencipta, pengatur ini semua dicapai dengan
pemikiran. Hampir sama dengan ini adalah deisme yang mengajarkan bahwa Tuhan menciptakan
ala mini pada permulaannya. Setelah dicipta yang pertama itu, Tuhan membiarkan alam ini
masing-masing berkembang atau berjalan sendiri.
Monoteisme adalah teisme yang mengajarkan bahwa Tuhan itu esa. Triniteisme
mengajarkan bahwa Tuhan itu satu, tetapi beroknum tiga. Politeisme ialah paham teis yang
mengajarkan bahwa Tuhan itu banyak, masing-masing mempunyai tugas dan wewenang sendiri.
Ateisme adalah isme yang mengajarkan bahwa Tuhan tidak ada. Penganut aliran ini ialah
Marxisme Holbach.
Agnotisisme adalah paham ketuhanan yang terletak antara teisme dan ateisme, filsafat
agama membicarakan hakikat agama itu sebenarnya, apa tujuannya, dari mana agama itu.
Filsafat agama membicarakan hal-hal umum yang terdapat di dalam semua agama seperti tentang
Tuhan, iman, sembahyang dan sesajen.
Filsafat hukum membicarakan hakikat hukum: apa hukum itu, apa adil itu. Filsafat pendidikan
membicarakan hakikat pendidikan; apa pendidikan itu, apa tujuannya, apa hakikat guru, dan lain
pertanyaan mendasar di sekitar pendidikan. Dewey berpendapat pendidikan adalah rekonstruksi
pengalaman, memebrikan nilai-nilai yang lebih sosial melalui peningakatan efisiensi individu.
Logika adalah salah satu cabang filsafat yang telah dikembangkan oleh Arietoteles.
Ada 2 (dua) macam logika : logika formal dan logika material. Logika formal yang biasa
disebut logika saja, adalah logika yang memberikan norma berpikir benar dari segi bentuk (form)
berpikir. Dalam logika dikenal perbedaan antara kesimpulan yang tepat dan kesimpulan yang
benar. Kesimpulan yang tepat diperoleh bila bentuk berpikirnya benar (logika formal);
kesimpulan yang benar berasal dari penyelidikan terhadap isi kesimpulan itu. Yang meneliti isi
kesimpulan adalah logika material. Bila isinya benar, pasti bentuknya tepat; belum tentu
sebaliknya. Jadi, ketepatan dibicarakan oleh logika formal, kebenaran isi dibicarakan oleh logika
material. Deduksi ini bentuknya benar (tepat) dan isinya benar : Setiap manusia akan mati.
Muhammad adalah manusia. Jadi, Muhammad akan mati..
Dalam garis besarnya, logika formal atau logika saja membicarakan masalah pengertian, putusan
dan penuturan. Apa itu pengertian , takkala seseorang melihat pohon, maka orang itu segera
mengetahui bahwa yang dilihatnya adalah pohon, yaitu pohon sebagaimana adanya. Bagaimana
membentuk pengertian, dengan jalan abstraksi dengan cara membuat gambaran dalam jiwa kita
tentang objek itu dengan membuang seluruh ciri aksidensinya. Ciri esensi ialah cirri yang
menunjukkan bahwa ia adalah ia, cirri yang menunjukkan keadaannya. Gampangnya cirri esensi
ialah cirri yang tidak boleh tidak ada pada objek itu. Ciri aksidensi adalah cirri pelengkap, sifat
yang melekat pada esensi objek. Pada kursi cirri aksidensinya antara lain ialah jumlah kaki,
bahan, warna, tempat tangan, ukirannya, fungsinya (kursi kantor, kursi makan). Suatu objek yang
hanya disebut ciri esensinya, ia abstrak; untuk menjadikannya kongkret harus ditambahkan ciri
aksidensinya.
Logika
Logika adalah salah satu cabang filsafat. Logika membicarakan norma-norma berpikir
benar agar diperoleh dan terbentuk pengetahuan yang benar. Ada 2 macam logika, logika formal
dan logika materil. Logika formal, yaitu logika yang memberikan norma berpikir benar dari segi
bentuk berpikir. Logikanya adalah agar diperoleh pengetahuan yang benar, maka bentuk
berpikirnya harus benar.Soal isinya benar atau salah ini dibicarakan oleh logika materil. Dalam
logika dikenal perbedaan antara kesimpulan yang tepat dan kesimpulan yang benar. Kesimpulan
yang tepat diperoleh bila bentuk berpikirnya benar (logika formal), kesimpulan yang benar
berasal dari penyelidikan terhadap isi kesimpulan itu (logika materil). Jadi ketepatan dibicarakan
logika formal, kebenaran isi dibicarakan logika materil. Dalam logika formal dibicarakan tiga
hal:
1. Pengertian
Pengertian ialah gambaran di dalam jiwa tentang objek yang telah diabstraksikan.
2. Putusan
Putusan ialah pengetahuan yang dibentuk dari pengertian-pengertian yang dihubungkan.
3. Penuturan
Penuturan adalah putusan baru yang dibentuk dari putusan-putusan yang telah ada. Di dalam
penuturan digunakan 2 metode:
a. Metode deduksi bila penuturan dilakukan dari putusan umum membentuk putusan
khusus.
b. Metode induksi bila penuturan dilakukan dari putusan-putusan khusus, untuk selanjutnya
ditarik putusan umum. Induksi terdiri dari:
- Silogisme, bila putusan ditarik dari dua putusan yang tersedia
- Penuturan langsung, bila ditarik dari satu putusan
- Induksi, bila ditarik dari lebih dari dua putusan
Dialetika
Tidak semua permasalahan dapat diselesaikan dengan logika, oleh karena itu
diperlukanlah metode dialektika. Logika mengatakan, tidak ada kebenaran ketiga, tidak ada
“jalan tengah”. Sebaliknya dialektika melihat ada permasalahan yang penyelesaiannya justru
harus berupa jalan tengah. Untuk menyelesaikan persoalan ini dialetika bekerja pada tesis dan
antitesis menuju sintensis.
Etika
Ada beberapa teori tentang nilai baik-buruk (etika), yaitu:
1. Teori nilai islam, yang terdiri dari lima kategori yaitu baik sekali, baik, netral, buruk,
buruk sekali (wajib, sunah, mubah, makruh, haram)
2. Hedonisme, mengajarkan bahwa sesuatu dianggap baik bila mengandung hedone
(kenikmatan, kepuasan) bagi manusia.
3. Vitalisme, baik buruk ditentukan oleh ada atau tidak adanya kekuatan hidup yang
dikandung oleh objek yang dinilai. Manusia yang kuat, ulet, cerdas, itulah manusia
yang baik.
4. Utilitarianisme, menyatakan bahwa yang baik ialah yang berguna.
5. Pragmatis, menyatakan bahwa yang baik ialah yang berguna secara praktis dalam
kehidupan.
Estetika
Nilai baik sebanding dengan nilai indah, tetapi kata “indah” lebih sering dikenakan pada
seni, sedangkan “baik” pada perbuatan. Di dalam kehidupan, indah lebih berpengaruh ketimbang
baik. Orang lebih tertarik pada rupa ketimbang pada tingkah laku. Orang yang tingkah lakunya
baik (etika), tetapi kurang indah (estetika), aka dipilih belakangan, yang dipilih lebih dahulu
adalah orang yang indah, sekalipun kurang baik.
AKSIOLOGI
Untuk mengetahui kegunaan filsafat, dapat ditinjau dari:
1. Filsafat sebagai kumpulan teori filsafat.
Sebagai kumpulan teori, filsafat dapat digunakan untuk memahami dan mereaksi-dunia
pemikiran.
2. Filsafat sebagai philosophy of life.
Sebagai philoshopy of life filsafat filsafat berguna sebagai petunjuk dalam menjalani
kehidupan, lebih singkat lagi untuk dijadikan sebagai agama.
3. Filsafat sebagai methodology untuk menyelesaikan masalah.
Sesuai dengan sifat filsafat, ia menyelesaikan masalah secara mendalam dan universal.
Penyelesaian masalah secara mendalam artinya ia menyelesaikan masalah dengan cara
pertama-tama mencari penyebab yang paling awal munculnya masalah. Universal artinya
melihat masalah dalam hubungan yang seluas-luasnya. Penyelesaian masalah dengan
menggunakan filsafat dilakukan dengan berpikir seluas-luasnya yaitu dengan cara
memandang setiap permasalahan dari sebanyak-banyaknya sudut pandang.
KHULASAH
Filsafat adalah pengetahuan yang diperoleh dengan cara berpikir logis,tentang obyek
yang abstrak logis,kebenarannya hanya dipertanggungjawabkan secara logis pula.Jika
diringkaskan,dapat dikatakan filsafat adalah pengetahuan yang logis yang tak dapat dibuktikan
secara empiris.
Obyek materia filsafat,yaitu obyek yang diteliti oleh filsafat ,ialah semua yang ada dan
yang mungkin ada,yang diselidikinya ialah bagian yang abstrak tentang obyek itu. Secara teknis
untuk meneliti atau mempelajari filsafat ditempuh tiga cara :histories,sistematis, dan kritis.Para
pemula sebaliknya menempuh metode histories.
Hasil pemikiran filosof telah dibukukan sejak lama .Pemikiran dapat digolongkan ke
dalam 3 bagian besar.Yaitu mengenai cara memperoleh pengetahuan (disebut teori
pengetahuan) ,mengenai hakikat (ini yang disebut teori hakikat) ,dan mengenai kegunaan (ini
yang disebut teori nilai) .Jadi,sistematika filsafat adalah teori pengetahuan , teori hakikat , dan
teori nilai.Masing-Masing dibagi lagi ,dan teori hakikat mengandung banyak sekali cabang
filsafat.
Di dalam cabang-cabang itu muncul isme-isme .Ini wajar sekali.Filsafat adalah hasil
pemikiran yang berupa sistem : sistem itu mempunyai karakter sendiri-sendiri.Sistem inilah yang
disebut isme.Dalam teori hakikat banyak sekali isme yang muncul.Dalam teori nilai juga ada
beberapa isme.Para pelajar sering bingung menghadapi isme – isme itu.Kebingungan akan hilang
bila pelajar menempatkan lebih dulu isme itu pada kedudukannya yang asli.Filsafat itu tidak sulit
,karena filsafat itu pemikiran dan tiap orang punya alat untuk berpikir.
BAB II
SEJARAH
FILSAFAT TIMUR DAN BARAT
A. SEJARAH FILSAFAT TIMUR
Ada anggapan bahwa kita melihat pada perkembangan filsafat Timur,maka sebagian
besar dari makna filsafat yang dimaksud di sini adalah filsafat sebagai pandangan hidup.Hal ini
terutama tampak saat kita membahas tentang filsafat India dan Cina.
Menurut Fung Yu-Lan ( 1990 :1 ) ,seorang Guru Besar Filsafat Universitas Tsing Hua,dan Guru
Besar Tamu Universitas Pennsylvania,pendidikan pertama yang diberikan kepada anak-anak
sekolah di Cina sejak dulu kala adalah pelajaran filsafat.
Bicara tentang filsafat timur ,paling tidak ada lima aliran yang paling berpengaruh ,yaitu
Hinduisme,Buddhisme,Konfusianisme,Taoisme,dan Islam.Hinduisme amat berpengaruh pada
perjalanan filsafat India,walaupun Budhisme dan Islam juga punya andil yang tidak kecil.
Adapun Buddhisme ,Konfusianisme ,dan Taoisme lebih banyak berkaitan dengan filsafat Cina
dan Asia Timur pada umumnya, serta beberapa bagian Asia Selatan dan Tenggara.Pengaruh
filsafat Islam terutama terdapat di negara-negara Timur Tengah ( Asia Barat ) ,sebagian Asia
Selatan dan Asia Tenggara.
B. Filsafat India
India termasuk salah satu tonggak peradaban tertua di dunia dengan situsnya di sekitar
lembah sungai Indus. Kemudian datang kaum imigran ,yaitu suku bangsa Aryan dari Utara
India,yang masuk ke lembah sungai Indus antara 1700-1400 SM.Kedatangan suku Aryan ini
menandai satu perubahan penting dalam sejarah filsafat India.Mereka memperkenalkan ajaran-
ajaran baru yang termaktub dalam literatur suci disebut Weda ( seringkali disebut
”veda”).Keberadaan literatur suci ini membawa pengaruh luas dalam pemikiran dan sistem
kepercayaan bangsa India pada masa itu,sekaligus menjadi titik awal sejarah filsafat India.
Gerak pemikiran filsafat India sudah dimulai pada zaman Weda dengan menjadikan alam
semesta sebagai obyek utama pembahasannya.Manusia dipandang sebagai bagian kecil dari alam
yang mahaluas ini.Sifat-sifat manusia identik dengan sifat-sifat alam itu. Hidup, menurut mereka
adalah penderitaan.Karena keterikatan manusia terhadap kehidupan duniawinya.Filsafat India
banyak mempersoalkan hal-hal yang berkaitan dengan kebebasan dari ikatan duniawi itu.
Filsafat India sebagian besar bersifat mistis dan intuitif. Peranan rasio baru agak menonjol pada
kurun terakhir perjalanannya ,yakni setelah berkenalan dengan filsafat Barat (zaman Modern ).
Menurut Radhakrishnan dan Moore,ada 7 ciri yang mewarnai hampir seluruh sistem filsafat
India,yaitu :
1. Motif Spiritual yang mendasarinya.
2. Sikap Introspektif dan pendekatan Introspektif terhadap realitas.
3. Hubungan erat antara hidup dan filsafat.
4. Idealis.
5. Hanya Intuisi yang diakui mampu menyingkap kebenaran tertinggi.
6. Penerimaan terhadap otoritas.
7. Tendensi untuk mendekati berbagai aspek pengalaman dan realitas dengan pendekatan
sintetis.
Sejarah filsafat India dapat dibedakan dalam lima periode besar,yaitu :
1. Zaman Weda
2. Zaman Skeptisisme
3. Zaman Puranis
4. Zaman Muslim
5. Zaman Modern
Pada tahun 600 SM hingga 300 M muncul beberapa reaksi unsur kepercayaan pada
ajaran Weda, yang dikenal sebagai jaman Skeptisisme. Reaksi terhadap Weda ini dibedakan
dalam dua aliran yaitu Astika (menerima weda) dan Nastika (menolak Weda).
Astika (menerima weda)
Astika ini muncul dalam wujud enam sekolah (mazhab) ortodoks yang disebut Saddharsana.
Secara kronologis mengikuti tahun diperkenalkannya, enam aliran pemikiran ini adalah : (1)
Waisesika; (2) Purwa-Mimamsa; (3) Samkya; (4) Nyaya; (5) Utara Mimamsa; dan (6) Yoga.
Nastika (Menolak Weda)
Reaksi yang kontra terhadap Weda, yaitu Nastika, antara lain Carvaka, Buddhisme, dan
Jainisme. Dari ketiganya Buddhisme merupakan aliran yang terpenting.
C. Filsafat China
filsafat china bisa dibagi kedalam empat priode besar, yaitu
1. Jaman Klasik
a. Konfusianisme
b. Taoisme
c. Yin-Yang
d. Dialektik (Ming Chia)
e. Legalisme (Fa Chia)
2. Jaman Neotaoisme dan Buddhisme
Zaman ini merupakan penafsiran baru terhadap konsep tao yang dikembangkan pada
zaman klasik
3. Jaman Neokonfusianisme
Ajaran ini bertolak belakang dengan ajaran buddhisme
4. Jaman Modern
D. Filsafat (Negara-Negara ) Islam
secara umum, filsafat Negara-negara islam bisa dibedakan kedalam dua wilayah, yaitu :
1. Kawasan Masyriqi
2. Kawasan Maqribi
BAB III
SEJARAH FILSAFAT BARAT
A . Jaman Kuno
a. Jaman Prasokrates
Jaman ini merupakan awal kebangkitan filsafat. Dikatakan demikian karena pada saat
itulah untuk pertama kalinya manusia mulai menjawab berbagai persoalan disekitarnya tidak lagi
bertolak pada mitos tetapi sudah urni dengan rasio.
b. Jaman Keemasan Yunani
Jaman keemasan Yunani diawali oleh tokoh pemikir Sokrates (470-399 SM), yang diikuti
oleh Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM). Pada era Sokrates, kehidupan
bermasyarakat sudah jauh berkembang dengan adanya interaksi antar individu yang lebih
intensif, terutama dalam polis-polis. Sokrates lahir di Athena, pada masa itu di polis Athena telah
banyak berdatangan orang-orang sofis, dengan tokoh-tokoh antara lain Protagoras (480-411 SM),
Gorgias (480-380 SM), dan Prodikos. Sokrates gemar menghadiri dan aktif dalam perdebatan
dengan kaum sofis tersebut.
Kaum sofis menyangkal adanya nilai-nilai tetap mengenai baik dan buruk, adil dan tidak
adil. Sokrates membenarkan bahwa nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat memang
tidak dapat tahan terhadap kritik. Tetapi di dalam hatinya, ia merasa bahwa nilai-nilai yang tetap
itu pasti ada, yang menuju kepada tercapainya suatu norma, yaitu norma yang bersifat mutlak
dan abadi, suatu norma yang sungguh-sungguh ada di dalam arti absolut. Tujuan hidup Sokrates
ialah menemukan norma itu, yang ada di dalam diri manusia sendiri. Karena kepandaian
Sokrates dalam berdebat dengan mengalahkan kehebatan retorika kaum Sofis, banyak orang
berguru kepadanya, banyak murid Sokrates yang kemudian menjadi pemikir ulung seperti Plato,
Euclides (lahir 300 sekitar SM), Antithenes (445-365 SM) dan Aristippos.
Persoalan yang dipertanyakan Sokrates tidak lagi tentang inti alam atau keberadaan
manusia di alam semesta seperti jaman filsuf alam, tetapi sudah bergeser kepada pertanyaan
tentang bagaimana manusia dapat hidup dengan baik dalam masyarakat (khususnya dalam polis)
agar tercapai keadilan dan kemakmuran. Dalam diskusi denganm urid-muridnya, Sokrates
banyak mengemukakan pemikiran yang menentang kebijakan penguasa dan kepercayaan
masyarakat Yunani pada masa itu.
Menurut Moh. Hatta (1986:80), Sokrates sesungguhnya bukanlah seorang filsuf, tetapi
pemikir. Ia tidak pernah mengajarkan filsafat, melainkan bagaimana hidup berfilsafat. Baginya
filsafat bukanlah isi, bukan hasil, bukan ajaran yang bersandarkan dogma, melainkan fungsi yang
hidup. Filsafat Sokrates senantiasa berusaha mencari hakikat kebenaran.
Salah satu murid Sokrates yaitu Plato memiliki nama kecil Aristokles karena latar
belakangnya berasal dari kalangan aristokrat yang memiliki peranan politik penting di Yunani.
Sewaktu muda, Plato mendalami ajaran pantha rei yang diperoleh dari Kratylos murid dari
Herakleitos. Karena ajaran ini tidak memenuhi hasrat intelektual Plato maka pada usia 20 tahun
ia beralih belajar pada Sokrates di Athena.
Dasar ajaran Plato adalah budi yang baik. Budi adalah tahu. Orang yang berpengetahuan
dengan sendirinya berbudi baik. Pengetahuan tersebut diperoleh melalui proses dialektika yang
kemudian menimbulkan tingkat yang lebih tinggi daripada sekedar pengetahuan yang disebut
budi tersebut. Menurut Plato, filsafat tidak lain adalah ilmu yang berminat mencapai kebenaran
yang asli.Dalam pandangan Plato, tujuan hidup adalah mencapai kesenangan hidup yang
diperoleh dengan pengetahuan yang tepat tentang nilai barang-barang yang dituju. Apa yang baik
bagi seseorang, juga baik bagi masyarakat, antara kepentingan perseorangan dan masyarakat
tidak boleh ada pertentangan. Pemikiran Plato diteruskan oleh seorang muridnya Aristoteles.
Di Athena, Aristoteles membuka sekolah baru yaitu Lukeion. Tidak mengherankan bahwa
pemikiran cemerlang Aristoteles memunculkan berbagai bidang filsafat yang baru, Menurutnya,
filsafat adalah ilmu yang meliputi kebenaran, yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu
matematika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan setetika.
c. Jaman Hellenisme
Jaman Hellenisme adalah jaman keemasan kebudayaan Yunani. Tokoh yang berjasa dalam
pengembangan kebudayaan Yunani adalah Iskandar Agung (356-323 SM) dari Macedonia, salah
satu murid Aristoteles. Pada masa Hellenisme terdapat tiga aliran filsafat yang menonjol yaitu :
(1) Stoisisme, (2) Epikurisme, dan (3) Neoplatonisme. Di samping ketiga aliran tersebut, terdapat
pula gerakan berpikir yang disebut Skeptisisme dengan pelopornya Pyrrho (365-275 SM) dan
Elektisisme oleh Cicero (106-43 SM).
d. Jaman Patristik
Jaman ini dibedakan menjadi 2 bagian yaitu (1) Patristik Yunani yang berpusat di
Athenadan (20 Patristik Latin yang berpusat di kota Roma (Italia). Dalam memandang filsafat
Yunani kuno, terdapat perbedaan sikap dari pemuka agama Kristen. Sikap pertama bersifat
menolak karena beranggapan filsafat Yunani itu bertentangan dengan wahyu Ilahi. Sikap kedua
lebih bersifat kompromi dengan menyatakan terlepas dari pertentangan yang ada antara filsafat
Yunani tersebut tetap diperlukan sebagai pembuka jalan kepada penerimaan Injil. Dua sikap ini
terdapat baik pada Patristik Yunani dan Latin.
Tokoh Patristik Yunani (juga disebut Patristik Timur) yang terkenal adalah Clemens (150-
215 M) dan Origenes (185-254 M). Selain itu terdapat pula tokoh-tokoh terkemuka para
pemimpin gereja dari Cappodocia yaitu Basilius nan Agung, Gregorius dari Nazianze (lahir 390)
dan Gregorius dari Nyssa (lahir 395). Untuk Patristik Latin (juga disebut Patristik Barat), selain
Aurelius Agustinus, muncul nama seperti Tertullianus (160-222). Tertullianus merupakan contoh
penentang keras keberadaan filsafat Yunani. Baginya, semenjak tampilnya Kristus, filsafat hanya
akan membingungkan atau bahkan menyesatkan.
B. Abad Pertengahan
Dimulai setelah keruntuhan Kerajaan Romawi abad ke-5 M. Dikatakan sebagai Abad
Pertengahan karena pada jaman ini berada di tengah-tengah dua jaman yaitu jaman kuno dan
jaman modern. Abad Pertengahan ini sejalan dengan berkembangnya periode filsafat yang
disebut Skolastik, yaitu masa keemasan agama Kristen di Eropa. Puncak keemasan agama
Kristen sebenarnya sudah dimulai pada paruh terhakir jaman kuno yang disebut masa Patristik.
Abad Pertengahan tidak membawa reputasi yang menguntungkan bagi perkembangan filsafat
karena dominasi yang terlalu kuat dari para rohaniawan, sehingga segala sesuatu yang yang
bertentangan dengan pendapat mereka adalah dosa yang harus dimusnahkan.
Filsafat kaum Skolastik merupakan pertemuan antara pemikiran Aristoteles (yang hidup
kembali melalui filsuf-filsuf Islam dan Yahudi) dan iman Kristiani. Pertemuan ini menghasilkan
filsuf penting. Mereka sebagaian berasal dari kedua ordo baru yang lahir pada Abad Pertengahan
yaitu para Dominikan dan fransiskan. Filsafat mereka disebut Skolastik karena dalam periode ini
filsafat diajarkan dalam sekolah-sekolah biara dan universitas-universitas menurut suatu
kurikulum yang tetap dan bersifat internasional. Tokoh-tokoh Skolastik antara lain Albertus
magnus alias Albert Agung (1206-1274), dan Bonoventura (1221-1257), Thomas Aquinas
(1225-1274) dan Yohanus Duns Scotus (1266-1308). Tema-tema pokok dari ajaran mereka
adalah hubungan antara iman dan akal budi, adanya dan hakikat Tuhan, antropologi, etika dan
politik. Selain mereka juga disebutkan pula Boethius (480-524) yang merupakan filsuf pertama
Skolastik.
C. Jaman Modern
Ditandai dengan pemberontakan terhadap dominasi kebenaran yang dipegang kaum
rohaniawan. Salah satu tonggak penting pemberontakan itu adalah Revolusi Copernicus dalam
dunia astronomi. Nicolaus Copernicus (1473-1543) dengan berani menentang pandangan
geosentris (berpusat pada bumi) dan memperkenalkan pandangan heliosentris (berpusat pada
matahari). Filsafat jaman modern ini bermula dari tahun 1500 sampai dengan 1800 M. Jaman
modern ini diawali oleh masa Renesanse, diikuti jaman Barok, Aufklarung dan diahkiri jaman
Romantik.
a. Renesanse
Renesanse (sering dieja dengan Renaisssance atau Renesance) berarti lahir kembali yaitu
dilahirkan kembali sebagai manusia yang bebas untuk berpikir dan berkesenian. Tokoh-tokoh
pada masa ini adalah Johannes Kepler (1571-1630) dan Galileo Galilei (1564-1642) yang
mendukung teorinya Copernicus. Pemikiran yang revolusioner dari Copernicus, Kepler dan
Galilei ini terjadi juga dalam dunia hukum, khususnya hukum internasional dan tata negara.
Tokoh utama dalam bidang ini antara lain Hugo de Groot (1583-1645), Niccollo machiavelli
(1469-1527) dan Thomas moore (1478-1535). Revolusi lebih lanjut di bidang sains dikemukakan
oleh Francis Bacon (1561-1626) yang merupakan perintis filsafat ilmu. Bacon memperkenalkan
ilmu-ilmu empiris yaitu logika induktif. Bacon menolak penggunaan silogisme yang tidak
mengajarkan kebenaran-kebenaran baru, tetapi ia tetap bernilai jika dilihat dari segi pengajaran.
b. Jaman Barok
Dikenal dengan era rasionalisme dengan tokoh-tokoh antara lain Rene Descrates (1596-
1650), Spinosa (1632-1677) dan Leibniz (1646-1650). Descrates alias Cartesius dikenal sebagai
Bapak filsafat Modern. Menurutnya ilmu (termasuk filsafat) dapat dipahami lebih baik, mutlak
diperlukan suatu metode yang baik melalui cara berpikir sungguh-sungguh dengan meragukan
segala-galanya sehingga pada ahkirnya didapat pengertian yang terang dan jelas. Descrates juga
memperkenalkan metode berpikir deduktif untuk ilmu-ilmu alam.
c. Jaman Fajar Budi (Aufklarung)
Disebut sebagai periode pematangan rasio manusia dan dikenal sebagai masa Empirisme.
Tokoh-tokoh pada jaman ini antara lain Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-1704),
George Berkeley (1684-1753), David Hume (1711-17776), J.J Rousseau (1712-1778) dan
Immanuel Kant (1724-1804). Tokoh-tokoh tersebut merupakan kaum empirik yang
menganggap rasio saja tidak cukup untuk mencari kebenaran tapi harus dengan pengalaman
juga.
d. Jaman Romantik
Disebut jaman idealisme dengan tokoh-tokohnya seperti Fichte (1762-1814), F. Schelling
(1775-1854) dan Hegel (1770-1831). Idealisme ini sesungguhnya berangkat dari reaksi terhadap
pemikiran Kant.
D. Jaman Sekarang
a. Filsafat Abad ke-19
(1) Positivisme
Positivisme dapat dimasukkan sebagai pendukung pemikiran yang mengutamakan empiri
daripada rasio. Positivisme menggunakan logika berpikir induktif. Menurut positivisme,
pengetahuan manusia tidak boleh melewati fakta-fakta. Tugas filsafat adalah mempersatukan
berbagai corak ilmu yang ada memalui suatu sistem yang berlaku umum, sehingga ilmu-ilmu itu
dapat saling memahami dan bekerja sama.Tokoh utama positivisme adalah Aguste Comte (1798-
1857) dari Perancis. Menurutnya ada enam ilmu pokok yaitu (a). matematika, (b) astronomi, (c)
fisika, (d) kimia, (e) biologi, dan (f) sosiologi.
Descrates memperkenalkan dikotomi antara subyek dan obyek. Subyek memiliki
kesadaran (res cogitans) dan obyek adalah benda yang diamati (res extensa). Dia juga
menambahkan unsur ketiga yang penting yaitu Ketuhanan sebagai substansi yang paling
sempurna. Ia menyatakan bahwa pemikiran manusia pada umumnya melewati tiga jenjang
yaitu : (1) teologis (manusia menyerahkan bimbingan pemikkirannya pada hal-hal yang
irasional), (2) metafisis (manusia menggunakan prinsip-prinsip yang abstrak untuk menjelaskan
fakta), (3) positif –ilmiah. Jadi positivisme merupakan jenjang tertingi dari pemikiran manusia.
Tokoh penting positivisme di Inggris adalah john Stuart Mill (1806-1873) dan Herbert
Spencer (1820-1903). Menurut J.S mill, ilmu dapat dibedakan dalam dua kategori yaitu ilmu
alam dan ilmu rohani.
(2) Marxisme
Perintis aliran ini adalah Karl Marx(1818-1883) dan Friedrich Engels (1820-1895). Marx
adalah tokoh pertama yang mengaitkan filsafat dengan ekonomi, filsafat tidak boleh statis, tetapi
harus aktif membuat perubahan-perubahan. Hakikat manusia adalah kerja (homo laborans, homo
faber) jadi ada ikatan erat antara filsafat, sejarah dan masyarakat. Pemikiran Marx dikenal
dengan materialisme historis atau materialisme dialektika. Dalam perkembangan ini melahirkan
Komunisme.
(3) Pragmatisme
Penganut pandangan pragmatisme menyatakan bahwa yang penting bukan apa itu tetapi
apa kegunaannya. Dengan demikian, ukuran benar atau salah suatu pemikiran bergantung pada
sejauh mana pemikiran itu berguna.
Aliran ini populer di Amerika Serikat dan tokohnya adalah William James (1842-1910)
dan Ch.S.Pierce (1839-1914). Menurut James, sesungguhnya tidak ada kebenaran yang sifatnya
umum dan mutlak. Jadi ukuran kebenaran itu adalah kebenaran berdasarkan pengalaman
manusia dan kebenaran demikian ditentukan oleh seberapa jauh manfaatnya bagi manusia.
b. Filsafat Abad ke-20
Filsasat ini bercorak logosentrisme. Banyak filsuf berpendapat bahwa bahasa adalah
objek terpenting pemikiran mereka. Filsafat diartikan sebagai suatu teks yang harus ditafsirkan.
Dengan demikian filsafat menjadi filsafat mengenai filsafat atau hermeneutika. Susanne K.
Langer menyatakan tahap ini merupakan tahap simbol. Dalam abad ke-20 ini diperkenalkan
pendekatan komplementer seperti hermeneutika dan fenomenologi. Beberapa aliran filsafat abad
ke-20 ini adalah (1) Neokantianisme, (2) Fenomenologi, (3) Eksistensialisme, (4) Strukturalisme.
a. Neokantianisme
Merupakan aliran filsafat barat yang berkembang di Jerman dan dikembangkan oleh dua
kubu yaitu kubu sekolah Marburg dan sekolah Baden. Di Universitas Marburg, filsafat Kant
dijadikan titik pangkal untuk perkembangan baru epitemologi dan kritik ilmu pengetahuan.
Tokoh-tokoh Neokantianisme gaya Marburg adalah Herman Cohen (1842-1918), Paul Natrop
(1854-1924) dadn Ernst Cassirer (1874-1954). Di universitas Freiburg dan Heildelberg (terletak
di Baden), filsafat Kant merupakan titik pangkal untuk kritik ilmu seperti ilmu alam
(naturwissenschaften) dan ilmu kebudayaan (kulturwissenchaften). Wakil Neokantianisme sayap
ini adalah Wilhelm Windelband (1848-1911), Heinrich Rickert (1863-1936) dan Bruno Bauer
(1877-1942).
b. Fenomenologi
Merupakan aliran filsafat yang dekat dengan eksistensialisme dan mengungkapkan
pentingnya unsur intuisi. Tokoh utama aliran ini adalah Edmund Husserl (1859-1938). Istilah
frnomenologi berasal dari J.H Lambert (1764). Husserl berpendapat bahwa fenomenologi
diterapkan untuk ilmu-ilmu manusia dan budaya bukan ilmu-ilmu empiris.
c. Eksistensialisme
Inti dari eksistensialisme adalah keyakinan bahwa filsafat harus berpangkal pada adanya
(eksistensi) manusia yang konkret, dan tidak pada hakikat (esensi) manusia pada umumnya.
Eksistensialisme mendapat pengaruh yang kuat dari positivisme yang mementingkan peranan
pengalaman (empiri). Corak filsafatnya juga antroposentris yaitu berpangkal tolak pada manusia.
Eksistensialisme memandang bahwa eksistensi itu hanya dimiliki oleh manusia, adapun benda-
benda lain tidak mempunyai arti tanpa manusia. Pendapat Descrates yang menyatakan : saya
berpikir maka saya ada, diganti oleh aliran ini dengan : saya ada, maka saya berpikir. Tokoh
utama aliran ini adalah Soren Kierkegaard (1813-1855), seorang filsuf Denmark. Tokoh lainnya
adalah F. Nietzsche (1844-1900), J.P Sartre (1905-1980), G. Marcel (1889-1973) dan M. Ponty
(1908-1961).
Di Jerman ada aliran filsafat eksistensi yang tidak mau disamakan dengan
eksistensialisme, tokoh-tokhnya antara lain M. Heidegger (1889-1976) dan Karl Jaspers (1883-
1969). Heidegger memakai metode fenomenologis untuk menyelidiki struktur-struktur adanya
manusia. Struktur-sturktur ini disebut eksistensial-eksistensial. Oleh karena itu filsafat Heidegger
kadang disebut filsafat eksistensial, sedangkan filsafat Jaspers disebut filsafat eksistensiil.
d. Strukturalisme
Aliran ini diperkenalkan oleh ahli bahasa dari Swiss, Ferdinand Mongin de Saussure
(1857-1913). Para filsuf strukturalisme tidak memandang manusia sebagai pusat kenyataan,
pusat pemikiran, kebebasan, tindakan dan sejarah. Manusia didesentralisasikan, diturunkan dari
tahtanya sebagai pusat kenyataan. Manusia digambarkan sebagai hasil struktur-struktur, tidak
lagi sebagai pencipta struktur-struktur tersebut. Selain saussure, pendukung lain strukturalisme
adalah M.Foucault (lahir 1926), J.Lacan (lahir 1901) dan Louis Althusser (lahir 1918).
E. PERBANDINGAN ANTARA FILSAFAT TIMUR DAN BARAT
Empat bidang yang menjadi titik pembeda antara filsafat timur dan barat yang secara
khas dihayati oleh masing-masing budaya yaitu :
1. Pengetahuan
Dalam filsafat barat rasio memegang peran utama seperti ungkapan aris toteles bahwa
rasio merupakan mahkota kodrat manusia. Dengan rasio manusia barat mampu mengembangkan
ilmu dan membebaskan manusia dari mitos mitos. Dalam filsafat barat belajar mendidik manusia
menjawab tantangan alam.
Dalam filsafat timur menekankan unsure intuisi. Dalam filsafat timur belajar mendidik
manusia agar bijaksana. Dengan kebijaksanaan manusia akan menghayati hidup yang lebih baik
dan sempurna. Karena hidup merupakan seni hidup yang sulit dan membutuhkan refleksi
sepanjang hidup
2. Sikat terhadap alam
Filsafat barat bersikap eksploitatif, dengan ilmu dan teknologi yang dikuasainya alam
ditaklukkan dan dikuras untuk kepentingan manusia. Filsafat timur memandang bahwa alam
punmempunyai jiwa. Manusia adalah bagian alam dan keduanya berasal dari zat yang sama.
Filsafat china dan india menekankan harmonisasi dengan alam.
3. Ideal dan cita cita hidup.
Konsep manusia barat adalah bertindak lebih penting daripada ber-ada. Yang melahirkan
sikap selalu bertidan dan bekerja mendorong sikap pemilikan dan pencapaian yang tinggi.
Konsep manusia timur adalah ada dan hadir lebih penting daripada bertidak, yang melahirkan
sikap cenderung pasif, konvensional, dengan sendirinya menghindari konplik. Padahal melalui
konplik itulah manusai barat memperbaiki diri dalam rangka menjawab persoalan manusia. Tak
kala manusia barat berdebat tentang cara memperoleh materi manusia timur justru diajarkan
hidup, dengan sendirinya menghindari konplik. Padahal melalui konplik itulah manusai barat
memperbaiki diri dalam rangka menjawab persoalan manusia. Tak kala manusia barat berdebat
tentang cara memperoleh materi manusia timur justru diajarkan hidupsahaja.
4. Status persona.
Filsafat barat memandang manusia sebagai individu yang berhadapan dengan manusia
lain. Maka hak individu lebih utama dari pada hak kolektif.
Filsafat timur memandang manusia individu dipandang sebagai bagian masyarakat.
Sementara filsafat islam, apabila mengacu sepenuhnya kepada agama islam dapat
dikatakan telah menjembatani corak filsafat barat dan timur ini. Meskipun demikina filsafat
islam telah berinteraksi dengan pandangan masyarakat setempat. Seiring dengan penyebaran
agama islam filsafat ini juga menyebar ke kawasan afrika dan asia lainnya termasuk Indonesia.
Dalam filosofi bangsa timur selalu diajarkan bahwa antara mikrokosmos dan makrokosmos
senantiasa hidup harmonis selaras serasi dan seimbang.
Kemajuan teknologi lebih dulu dinikmati oleh bangsa barat karena mereka gencar
mengeksploitasi alam walaupun harus dibayar mahal dengan kerusakan alam itu sendiri,
sehingga filsafat barat berhasil mencapai kematangannya dengan melahirkan ilmu ilmu positif
dan teknologi sampai akhirnya manusia barat snediri mempertanyakan kemajuannya tersebut
dengan munculnya problem ekologi dan sebagainya. Dalam filsafat timur manusia menyatu
dengan realitas, dari sana manusia merefleksikan inti dirinya dan inti realitasnya. Karena
kesatuan ditekankan maka dengan sendirinya masalah yang ada dalam pemikiran barat tidak
dipertentangkan oleh filsafat timur. Dan filsafat timur lebih kepada menyajikan filsafat hidup
yang ditawarkan secara sukarela, dan menawarkan dengan segala kebebasannya.
Filsafat timur sesungguhnya dapat bekerjasama untuk saling melengkapi. Filsafat timur
dapat belajar dari rasionalisme dan positivism barat, filsafat barat dapat belajar intuisi timur
mengenai kesatuan kosmos dan identitas mikrokosmos dan makrokosmos. Filsafat barat
mungkin terlalu duniawi dan filsafat timur mungkin terlalu mistis
BAB IV
SEJARAH FILSAFAT HUKUM
A. Pendahuluan
Mengingat filsafat hukum adalah cabang dari filsafat, dalam banyak hal, sejarah filsafat
hukum ini berjalan seiriing dengan sejarah filsafat pada umumnya.
B. Jaman Kuno
Jika hukum telah ada sejak adanya masyarakat, berarti filsafat hukum pun secara
embrional sudah ada jauh sebelum jaman yunani kuno. Sama halnya, keberadaan filsafat pun
sesungguhnya sudah ada jauh sebelum itu.
Masa itu berkembang suatu pemikiran bahwa manusia diatas dunia ini adalah pemain
sandiwara belaka dengan lakon yang sudah ditentukan oleh para dewa. Untuk itu manusia harus
menyesuaikan dengan keharusan yang telah digariskan oleh para dewa itu. Keharusan ini
dinamakan nomos (hukum).
Sokrates menyatakan bahwa rakyatlah yang berwenang menentukan isi hukum. Hukum
yang harus ditaati demi keadilan itu dibagi kedalam hukum alam dan hukum positif. Dengan ini
untuk pertama kalinya muncul suatu pengertian hukum alam yang berbeda dari hukum positif.
Kondisi ini menyebabkan munculnya embrio hukum internasional (ius gentium). Embrio hukum
international ini muncul dari prinsip hukum alam.
C. Abad Pertengahan
Abad Pertengahan muncul setelah kekuasaan Romawi jatuh pada Abad ke-5 SM. Masa
ini ditandai dengan kejayaan agama Kristen di Eropa (dan mulai berkembangnya agama Islam),
sehingga pemikiran yang berorientasi kepada hukum alam pada jaman kuno mengalami
perubahan motivasi.
Pada Abad Pertengahan ini, muncul pemikiran tentang adanya hukum yang abadi yang
berasal dari rasio Tuhan, yang disebut lex aeterna. Melalui lex aeterna inilah Tuhan membuat
rencana-Nya terhadap alam semesta ini. Selanjutnya, hukum abadi dari Tuhan itu
mengejawantah pula dalam diri manusia, sehingga manusia dapat merasakan, misalnya, apa yang
disebut keadilan itu. Inilah yang disebut dengan hukum alam (lex naturalis).
Hubungan antara penguasa Negara dan gereja juga menjadi isu hangat pada Abad
Pertengahan ini. Hal ini juga tampak tatkala muncul dua aliran filsafat masa Skolastik, yaitu via
antiqua dan via moderna. Aliran pertama dapat dikatakan berpihak kepada gereja, seperti
mazhab Thomisme. Aliran kedua antara lain dipelopori oleh dua orang rohaniawan, Marsilius
Padua (1270-1340) dan William Occam (1280-1317). Dalam perselisihan antara Kaisar Ludwig
dari Bavaria dan Paus Yohanes XXII, mereka berdua berpihak kepada kaisar.
D. Jaman Modern
Jaman modern menempatkan posisi manusia secara lebih mandiri. Dengan rasionya,
manusia dapat menentukan apa yang terbaik untuk dirinya. Para filsuf pelopor jaman ini merasa
jenuh dengan pembicaraan tentang hukum abadi yang berasal dari Tuhan. Pada jaman modern,
hukum positif tidak perlu harus bergantung pada rasio Tuhan lagi, tetapi dapat sepenuhnya
bergantung pada rasio manusia sendiri. Untuk mempersatukan rasio-rasio manusia yang
demikian banyaknya, ditempuh cara perjanjian (konsensus), sehingga dikenal berbagai teori
perjanjian.
Dasar rasionalisme ini diletakkan oleh Rene Descartes (1596-1650). Gagasan-gagasan
rasionalisme membawa pengaruh besar dalam hukum, termasuk juga tentang hubungan antara
negara dan warganya. Descartes dengan rasionalismenya, mewarisi dua masalah yang sangat
penting, yakni masalah substansi serta hubungan antara jiwa dan tubuh. Di Inggris muncul aliran
lain yang berbeda dengan rasionalisme. Aliran ini memandang rasio sebagai sesuatu yang
kosong. Adapun yang mengisi rasio itu adalah empiri atau pengalaman inderawinya. Aliran ini
dikenal dengan empirisme. Beberapa tokoh empirisme yang juga terkenal dalam dunia hukum
antara lain adalah Thomas Hobbes, John Locke.
Hobbes sendiri lebih dikenal dengan filsafat politiknya. Ia menyangkal pendapat yang
mengatakan manusia secara kodrati adalah makhluk social. Manusia pada hakikatnya adalah
makhluk individual yang egoistis, yang senantiasa bersikap dan bertindak dengan mengutamakan
kepentingan sendiri. Manusia adalah serigala bagi manusia yang lain (homo homini lupus). Dari
pengalaman(empiri), ternyata manusia tidak mampu untuk terus-menerus menghadapi musuh-
musuhnya itu, sehingga antara mereka dibuatlah suatu perjanjian. Mereka menyatakan takluk
kepada suatu kekuasaan yang diharapkan dapat memberikan perlindungan. Itulah yang kemudian
dikenal dengan konsep Negara dan warga Negara.
Di Perancis gagasan tentang empirisme juga luas dianut, antara lain melalui Montesqueiu
(1689-1755). Ia meyakini adanya hubungan yang erat antara hukum alam dan situasi konkret
suatu bangsa. Hukum alam adalah suatu hukum yang berlaku bagi manusia sebagai manusia,
tetapi bagaimana hukum alam tersebut dikonkretkan dalam bentuk negara dan hukum,
bergantung pada situasi historis, psikis, dan cultural suatu bangsa. Dengan demikian, undang-
undang yang paling baik adalah undang-undang yang paling cocok dengan bangsa dengan
bangsa yang bersangkutan.
Pendapat Montesquieu ini kemudian berkembang pada abad ke-19, yang dikenal dengan
Mazhab Sejarah. Ia adalah pencetus ajaran Trias Politica, yang membagi kekuasaan Negara
dalam tiga bidang: legislative, eksekutif, dan yudikatif. Selain Montesqueu, tokoh yang perlu
disinggung adalah Jean-Jacques Rousseau yang memperkenalkan Teori Kontrak Sosial.
Menurutnya, manusia pada awalnya hidup dalam kebebasan, tetapi ia melihat kondisi saat itu,
bahwa kebebasan itu telah hilang oleh perkembangan budaya dan ilmu. Ia menganjurkan agar
manusia kembali (romantisme) ke kehidupannya yang asli. Manusia demikian, melalui kontrak
sosial, menyerahkan kebebasannya (termasuk harta bendanya) kepada masyarakat secara
keseluruhannya, sehingga terciptanya masyarakat kolektif.
Pemikiran lain pada jaman modern yang juga besar pengaruhnya bagi filsafat hukum
adalah idealism yang didukung oleh Immanuel Kant. Menurut Kant, pengetahuan manusia tidak
tergantung pada empiri, sebab pengetahuan empiri itu bersifat konkret dengan dibatasi ruang dan
waktu. Pengetahuan yang mutlak dan umum tidak boleh di amsuki unsure-unsur pengalaman.
Rasio murni manusialah yang membentuk pengetahuan itu.
E. Jaman Sekarang
Pada jaman sekarang rasionalisme itu dilengkapi dengan empirisme. Dengan
berkembangnya empirisme, factor sejarah juga mendapatkan perhatian yang utama. Pentingnya
gerak sejarah ini kemudian dianalisis oleh aliran filsafat yang sangat controversial, yaitu
materialisme historis atau materialism dialektis dengan tokohnya Karl Max dan Engels. Hukum
dipandang oleh mereka sebagai pernyataan hidup bermasyarakat.
Positivisme sebenarnya juga berangkat dari idealisme yang muncul pada jaman modern.
Aliran ini berpegang pada rasionalisme sebagaimana dikembangkan oleh Kant. Theo Huijbers
menyebut tiga cabang positivism dalam kaitannya dengan hukum, yaitu : (1) Positivisme
Sosiologis, (2) Positivisme Yuridis, dan (3) Ajaran Hukum Umum. Positivisme Sosiologis
memandang hukum sebagai gejala social smata, sehingga hukum hanya dapat diselidiki melalui
ilmu yang baru muncul saat itu, yaitu sosiologi. Positivisme Yuridis hendak mempersoalkan arti
hukum sebagai gejala tersendiri, menurut metode ilmu hukum positif. Penganut Ajaran Hukum
Umum berpendapat bahwa kegiatan teoritis seorang sarjana hukum terbatas pada uraian arti dan
prinsip-prinsip hukum secara induktif-empiris. Positivisme sosiologis seperti disebutkan
Huijbers dikenal dengan Sociological Jurisprudence, sedangkan positivisme yuridis adalah aliran
Positivisme Hukum.
Di Amerika, empirisme ini mengambil bentuk yang sangat berpengaruh sampai
sekarang, yakni pragmatism. Seperti halnya dengan akar aliran ini (empirisme), aliran filsafat
pragmatis menolak kebenaran pengetahuan melalui rasio semata. Kebenaran itu wajib diuji
dengan dunia realistis. Timbulah aliran-aliran filsafat hukum yang disebut dengan Realisme
Hukum. Realisme Hukum tidak mengandalkan undang-undang sebagai sumber hukum utama.
Sumber hukum yang paling utama adalah kenyataan-kenyataan social yang kemudian diambil
alih oleh hakim ke dalam putusannya
BAB V
ALIRAN-ALIRAN DALAM FILSAFAT HUKUM
A. PENDAHULUAN
Tumbuhnya berbagai aliran dalam filsafat hukum menunjukkan pergulatan pemikiran
yang tidak henti-hentinya dalam lapangan ilmu hukum.
Aliran-aliran filsafat hukum adalah meliputi :.
1. ALIRAN HUKUM ALAM
Menurut Friedmann Aliran Hukum Alam timbul karena kegagalan umat manusia dalam
mencari keadilan yang absolut, sehingga hukum alam dipandang sebagai hukum yang berlaku
universal dan abadi. Hukum alam dianggap lebih tinggi dari hukum yang sengaja dibentuk oleh
manusia dan menurut sumbernya Aliran Hukum Alam dapat dibedakan dalam dua macam :
- Aliran Hukum Alam yang irasional berpendapat bahwa hukum yang berlaku
universal dan abadi itu bersumber dari tuhan secara langsung. Pendukung Aliran Hukum
Alam yang irasional adalah Thomas Aquinas, John Salisbury, Dante Alighieri, Piere
Dubois, Marsilius Padua, John Wyclliffe dan Johannes Huss.
- Aliran Hukum Alam rasional berpendapat bahwa sumber dari hukum yang universal
dan abadi itu adalah rasio manusia. Tokoh-tokoh Aliran Hukum Alam yang rasional
adalah Hugo De Groot (Grotius), Christian Thomasius, Immanuel Kant, dan Samuel Von
Pufendorf.
1. Hukum Alam Irasional
A. Thomas Aquinas (1225-1274)
Filsafat Thomas Aquinas berkaitan erat dengan teologia yang mengakui bahwa di
samping kebenaran wahyu juga terdapat kebenaran akal. Menurutnya ada dua
pengetahuan yang berjalan bersama-sama yaitu pengetahuan alamiah (berpangkal pada
akal) dan pengetahuan iman (berpangkal pada wahyu ilahi). Sementara untuk ketentuan
hukum Aquinas mendefinisikannya sebagai ketentuan akal untuk kebaikan umum yang
dibuat oleh orang yang mengurus masyarakat. Ada empat macam hukum yang diberikan
Aquinas yaitu :
a. lex aeterna (hukum rasio tuhan yang tidak dapat ditangkap oleh pancaindera
manusia).
b. lex divina (hukum rasio tuhan yang dapat ditangkap oleh pancaindera manusia).
c. lex naturalis (hukum alam, yaitu penjelmaan lex aeterna ke dalam rasio manusia).
d. lex positivis (penerapan lex naturalis dalam kehidupan manusia di dunia).
B. John Salisbury (1115-1180)
Salisbury adalah rohaniawan pada abad pertengahan yang banyak mengkritik
kesewenang-wenangan penguasa pada waktu itu. Menurutnya jikalau masing-masing
penduduknya bekerja untuk kepentingannya sendiri, kepentingan masyarakat akan
terpelihara dengan sebaik-baiknya. Salisbury juga melukiskan kehidupan bernegara itu
seperti kehidupan sarang lebah, yang sangat memerlukan kerja sama dari semua unsur,
suatu pandangan yang bertitik tolak dari pendekatan organis. Kumpulan bukunya adalah
Policraticus sive de nubis curialtum et vestigiis philosophorum libri dan Metalogicus.
C. Dante Alighieri (1265-1321)
Dante memberikan legitimasi terhadap kekuasaan monarkhi yang bersifat mondial.
Monarkhi dunia inilah yang menjadi badan tertinggi yang memutuskan perselisihan
antara penguasa yang satu dengan yang lainnya. Dasar hukum yang menjadi pegangan
adalah hukum alam yang mencerminkan hukum-hukum tuhan, menurutnya badan
tertinggi yang memperoleh legitimasi dari tuhan sebagai monarkhi dunia ini adalah
Kekaisaran Romawi yang kemudian di abad pertengahan Kekaisaran Romawi sudah
digantikan oleh kekuasaan Jerman dan Perancis di Eropa. Karangan Dante yang
penting berjudul De Monarchia.
D. Piere Dubois (lahir1255)
Dubois adalah salah satu filsuf terkemuka Perancis yang juga sebagai pengacara Raja
Perancis sangat meyakini adanya hukum yang dapat berlaku universal, bahwa penguasa
(raja) dapat langsung menerima kekuasaan dari tuhan. Ia juga menyatakan bahwa raja
pun memiliki kekuasaan membentuk undang-undang, tetapi raja tidak terikat untuk
mematuhinya. Bukunya Dubois adalah De Recuperatione Trre Sancte (tentang
penaklukan kembali tanah suci).
E. Marsilius Padua dan William Occham (1280-1317)
Pemikiran Marsilius Padua dan William Occam seringkali diuraikan bersama-sama
karena banyak persamaannya, keduanya termasuk tokoh penting abad 14 yang sama-
sama dari ordo Fransiscan dan pernah memberi kuliah di universitas di kota Paris.
Pendapatnya tentang kenegaraan banyak dipengaruhi oleh Aristoteles.yaitu bahwa tujuan
negara adalah untuk memajukan kemakmuran dan memberi kesempatan seluas-luasnya
kepada warga negara agar dapat mengembangkan dirinya secara bebas. Bahkan rakyat
boleh menghukum penguasa (raja) yang melanggar undang-undang, termasuk
memberhentikannya karena kekuasaan raja bukanlah kekuasaan absolute melainkan
dibatasi oleh undang-undang. Filsafat Occam sering disebut nominalisme, sebagai lawan
Thomas Aquinas daalam pemikiran Aliran Hukum Alam yang irasional bahwa rasio
manusia untuk mengungkapkan kebenaran, sedangkan Occam sebaliknya rasio manusia
tidak dapat memastikan suatu kebenaran karena pengetahuan yang ditangkap manusia
hanya nama-nama (nomen, nominal) yang digunakan manusia dalam hidupnya. Karang
Padua adalah Defensor Pacis, sedangkan Occam adalah De Imperatorum et Pontifictum
Potestate.
F. John Wycliffe (1320-1384) dan Johannes Huss (1369-1415)
Keduanya filsuf Inggris abad pertengahan yang menyoroti masalah kekuasaan gereja.
Wycliffe mengibaratkan hubungan antara kekuasaan ketuhanan dan kekuasaan duniawi
seperti hubungan pemilik dan penggarap tanah, masing-masing memiliki bidangnya
sendiri sehingga tidak boleh saling mencampuri. Selain itu juga dia berpendapat
pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yangn dipimpin para bangsawan. Huss
melengkapi pemikiran Wycliffe yang mengatakan paus dan hirarki gereja tidak diadakan
menurut perintah tuhan.
2. Hukum Alam Rasional
a. Hugo De Groot alias Grotius (1583-1645)
Hugo De Groot atau Grotius adalah Bapak Hukum Internasional karena yang
mempopulerkan konsep hukum dalam hubungan antarnegara seperti hukum perang dan
damai serta hukum laut. Menurutnya sumber hukum adalah rasio manusia karena
karakteristik yang membedakan manusia dan mahluk lain adalah kemampuan akalnya,
seleruh kehidupan manusia harus berdasarkan pada kemampuan akalnya dan hukum alam
adalah hukum yang muncul sesuai kodrat manusia yang tidak mungkin dapat diubah oleh
tuhan sekalipun karena hukum alam diperoleh manusia dari akalnya tetapi tuhanlah yang
memberikan kekuatan mengikatnya. Karyanya yang termasyur adalah De Jure Belli
ac Pacis dan Mare Liberium.
2. Samuel von Pufendorf (1632-1694) dan Christian Thomesius (1655-1728)
Pufendorf berpendapat, bahwa hukum alam adalah aturan yang berasal dari akal pikiran
yang murni. Dalam hal ini unsure naluriah manusia lebih berperan. Akibatnya ketika manusia
mulai hidup bermasyarakat, timbul pertentangan kepentingan atu dengan yang lainnya. Agar
tidak terjadi pertentangan terus-menerus dibuatlah perjanjian secara sukarela diantara rakyat.
Baru setelah itu, diadakan perjanjian berikutnya, berupa perjanjian penaklukan oleh raja. Dengan
adanya perjanjian itu, berarti tidak ada kekuasaan absolute. Semua kekuasaan itu dibatasi oleh
Tuhan, Hukum alam, kebiasaan, dan tujuan dari Negara yang didirikan.
Menurut Thomasius, manusia hidup dengan bermacam-macam naluri yang bertentangan
satu dengan yang lain. Karena itu diperlukan baginya aturan-aturan yang mengikat, agar ia
mendapat kepastian dalam tindakan-tindakannya, baik ke dalam maupun keluar. Dengan
demikian, dalam ajarannya tentang hukum alam, Thomasius sampai kepada pengertian tentang
ukuran, sebagaimana Thomas Aguinas juga mengakuinya dalam hukum alam.
Apabila ukuran itu bertalian dengan batin, manusia, ia adalah aturan kesusilaan, apabila
ia memperhatikan tindakan-tindakan lahiriah, ia merupakan aturan hukum. Jika hendak
diperlakukan, aturan hukum ini harus disertai dengan paksaan. Tentu saja yang dimaksud oleh
Thomasius disini adalah paksaan dari pihak penguasa.
3. Immanuel Kant (1724-1804)
Bertens mengungkapkan, kehidupan Kant sebagai filsuf dapat dibagi atas dua periode,
yakni jaman prakritis dan jaman kritis. Dalam jaman prakritis, Kant menganut pendirian
rasionalistis yang dilancarkan oleh Wolf dan kawan-kawannya. Akibat pengaruh dari David
Hume (1711-1776), berangsur-angsur Kant meninggalkan rasionalismenya. Hume sendiri dalam
filsafat dikenal sebagai tokoh empirisme, suatu aliran yang bertentangan dengan rasionalisme.
Empirisme berpendapat bahwa sumber pengetahuan manusia bukan rasio, melainkan
pengalaman (empiri), tepatnya pengalaman yang berasal dari pengenalan inderawi.
Filsafat Kant merupakan sintesis dari rasionalisme dan empirisme itu. Kritisisme adalah
filsafat yang memulai perjalanannyaa dengan terlebih dahulu menyelidiki kemanpuan dan batas-
batas rasio. Kant menyelidiki unsur-unsur mana dalam pemikiran manusia yang berasal dari
rasio (sudah ada terlebih dulu tanpa dibantu oleh pengalaman) dan mana yang murni berasal dari
empiri. Rasio murni akan melahirkan ilmu pengetahuan, dan rasio praktis melahirkan etika,
sedangkan daya pertimbangan melahirkan kesenian, bagi Kant, titik berat dari kritisismenya ada
pada kritik yang pertama, yakni pada rasio yang murni.
C. POSITIVISME HUKUM
Positivisme Hukum (Aliran Hukum Positif) memandang perlu memisahkan secara tegas
antara hukum dan moral (antara yang berlaku dan hukum yang seharusnya, antara das sein dan
das Sollen). Dalam kaca mata positivis, tiada hukum lain, kecuali perintah penguasa (law is a
command of the lawgivers). Bahkan, bagian dari Aliran Hukum Positif yang dikenal dengan
nama Legisme, berpendapat lebih tegas, bahwa hukum itu identik dengan undang-undang.
Positivisme Hukum dapat dibedakan dalam dua corak : (1) Aliran Hukum Positif Analitis
(Analytical Jurisprudence), dan (2) aliran Hukum Murni (Reine Rechtslehre). Aliran Hukum
Positif yang pertama dipelopori oleh John Austin dan Aliran yang kedua oleh Hans Kelsen.
1. Aliran Hukum Positif Analitis : John Austin (1790-1859)
Hukum adalah perintah dari penguasa Negara. Hakikat hukum sendiri, menurut Austin,
terletak pada unsur “perintah” itu. Hukum dipandang sebagai suatu system yang tetap,logis dan
tertutup. Hukum adalah perintah yang memaksa, yang dapat saja bijaksana dan adil, atau
sebaliknya.
Membedakan hukum dalam dua jenis :
(1) Hukum dari Tuhan untuk manusia (the divine laws);
(2) Hukum yang dibuat oleh manusia
Hukum yang dibuat manusia dibedakan :
1. hukum yang sebenarnya, Hukum dalam arti yang sebenarnya ini (disebut juga hukum
positif) . meliputi hukum yang dibuat oleh penguasa dan hukum yang disusun oleh manusia
secara individu untuk melaksanakan hak-hak yang diberikan kepadanya
2. hukum yang tidak sebenarnya. Hukum yang tidak sebenarnya adalah hukum yang
tidak dibuat oleh penguasa, sehingga tidak memenuhi persyaratan sebagai hukum, seperti
ketentuan dari suatu organisasi olahraga. Hukum yang sebenarnya memiliki empat unsur yaitu :
(1) perintah (command), (2) sanksi (sanction), (3) kewajiban (duty), dan (4) kedaulatan
(sovereignty)
2. Aliran Hukum Murni : Hans Kelsen (1881-1973)
Menurut Kelsen, hukum harus dibersihkan dari anasir-anasir yang nonyuridis, seperti
unsure sosiologis, politis, historis, bahka etis. Dikenal dengan teori Hukum Murni (Reine
Rechtslehre) dari Kelsen. Jadi hukum adalah suatu Sollenskategorie (kategori keharusan/ideal),
bukan seinskategorie (kategori factual). Hukum adalah keharusan yang mengatur tingkah laku
manusia sebagai mahluk rasional. Dalam hal ini yang dipersoalkan oleh hukum bukanlah
“bagaimana hukum itu seharusnya “ (what the law ought to be), tetapi “apa hukumnya” (what the
law is). Dengan demikian, walaupun hukum itu Sollenkategorie, yang dipakai adalah hukum
positif (ius contitutum, bukan yang dicita-citakan (ius contituendum).
Bagi Kelsen, hukum berurusan dengan bentuk (forma), bukan isi (material). Jadi keadilan
sebagai isi hukum berada di luar hukum. Suatu hukum dengan demikian dapat saja tidak adil,
tetapi ia tetaplah hukum karena dikeluarkan oleh penguasa.
Kelsen, selain dikenal sebagai pencetus teori Hukum Murni, juga dianggap berjasa
mengembangkan Teori Jenjang (Stuffentheorie) yang semula dikemukakan oleh Adolf Merk
(1836-1896). Teori ini melihat hukum sebagai suatu system yang terdiri dari susunan norma
berbentuk piramida. Norma yang lebih rendah memperoleh kekuatannya dari suatu norma yang
lebih tinggi. Semakin tinggi suatu norma, akan semakin abstrak sifatnya, dan sebaliknya,
semakin rendah kedudukannya, akan semakin konkret norma tersebut. Norma yang paling tinggi,
yang menduduki puncak pyramid, disebut oleh Kelsen dengan nama Grundnorm (norma dasar)
atau Ursprundnorm
D. UTILITARIANISME
Utilitarianisme atau Utilisme adalah aliran yang meletakan kemanfaatan sebagai tujuan
utama hukum. Kemanfaatan diartikan sebagai kebahagian (happiness). Jadi, baik buruk atau adil
tidaknya suatu hukum, bergantung kepada apakah hukum itu memberikan kebahagian kepada
manusia atau tidak. Aliran ini sesungguhnya dapat pula dimasukan ke dalam Positivisme
Hukum, mengingat faham ini pada akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa tujuan hukum
adalah menciptakan ketertiban masyarakat, di samping untuk memberikan manfaat yang sebesar-
besarnya kepada jumlah orang yang terbanyak. Ini berarti hukum merupakan pencerminan
perintah penguasa juga, bukan pencerminan dari rasio semata.
1. Jeremy Bentham (1748 -1832)
Betham berpendapat bahwa alam memberikan kebahagian dan kesusahan. Manusia selalu
berusaha memperbanyak kebahagian dan mengurangi kesusahannya. Kebaikan adalah
kebahagian, dan kejahatan adalah kesusahan. Ada keterkaitan erat antara kebaikan dan kejahatan
dengan kebahagian dan kesusahan. Tugas hukum adalah memeliharan kebaikan dan mencegah
kejahatan. Tegasnya memelihara kegunaan.
Pandangan Betham sebenarnya beranjak dari perhatiannya yang besar terhadap individu. Ia
menginginkan agar hukum pertama-tama dapat memberikan jaminan kebahagian kepada
individu-individu, bukan langsung ke masyarakat secara keseluruhan. Walaupun demikian,
Betham tidak menyangkal bahwa disamping kepentingan individu, kepentingan masyarakat pun
perlu diperhatikan. Agar tidak terjadi bentrokan, kepentingan individu dalam mengejar
kebahagian sebesar-besarnya itu perlu dibatasi. Jika tidak, akan terjadi apa yang disebut homo
homini lupus (manusia menjadi srigala bagi manusia yang lain)
Untuk menyimbangkan antar kepentingan (individu dan masyarkat) Betham menyarakan
agar ada simpati dari tiap-tiap individu. Walaupun demikian titik berat perhatian harus tetap pada
individu itu, karena apabila setiap individu telah memperoleh kebahagiaanya dengan sendirinya
kebahagian (kesejahteraan) masyarakat akan dapat diwujudkan secara simultan.
2. John Stuart Mill (1806-1873)
Pemikiran Mill banyak dipengaruhi oleh pertimbangan psikologis, ia menyatakan bahwa
tujuan manusia adalah kebahagian. Manusia berusaha memperoleh kebahagian itu melalui hal-
hal yang membangkitkan nafsunya. Jadi, yang dicapai oleh manusia itu bukanlah benda atau
sesuatu hal tertentu, melainkan kebahagian yang dapat ditimbulkannya.
Bagi Mill, psikologi justru merupakan ilmu yang paling fundamental. Psikologi
mempelajari penginderaan-penginderaan (sensations) dan cara susunannya. Susunan
penginderaan-penginderaan terjadi menurut asosiasi. Psikologi harus memperhatikan bagaimana
asosiasi penginderaan satu dengan penginderaan lain diadakan menurut hukum-hukum tetap.
Itulah sebabnya psikologi merupakan dasar bagi semua ilmu lain, termasuk juga logika
Menurut Friedman, peran Mill dalam ilmu hukum terletak dalam penyelidikannya mengenai
hubungan antara keadilan,kegunaan,kepentingan individu dan kepentingan umum. Mill
menganalisis hubungan antara kegunaan dan keadilan. Pada hakekatnya perasaan individu akan
keadilan akan membuat individu itu menyesal dan ingin membalas dendam kepada tiap yang
tidak menyenangkannya. Rasa kesal dan keinginan demikian dapat diperbaiki dengan perasaan
sosialnya. Mill juga menyatakan hal bahwa orang-orang yang baik menyesalkan tindakan yang
tidak baik terhadap masyarakat, walaupun tidak mengenai dirinya sendiri. Sebaliknya, orang-
orang yang baik tidak menyesalkan perbuatan tidak baik terhadap diri sendiri, walaupun
menimbulkan rasa sakit, kecuali kalau masyarakat bermaksud menindasnya. Apa yang
digambarkan tersebut merupakan ungkapan dari rasa adil. Ia berpendapat bahwa perilaku kita
akan sedemikian rupa, sehingga semua mahluk berakal dapat menyesuaikan keuntungan dengan
kepentingan mereka bersama. “Nafsu binatang untuk menolak atau membalas perbuatan jahat
yang melukai atau merugikan diri sendiri” bertambah, dan dengan demikian “memperbaiki
ahlak”. Penonjolan diri dan kesadaran atas kebaikan bersama bergabung dengan rasa adil.
Karangan Mill menonjol antara lain berjudul On Liberty.
3. Rudolf von Jhering (1818-1892)
Ajaran Bentham dikenal sebagai Utilitarianisme individual. sedangkan rekannya Rudolf
von Jhering (dalam beberapa buku ditulis "Ihering") mengembangkan ajaran yang bersifat sosial.
Teori von Jhering merupakan gabungan antara teori Bentham, Stuart Mill, dan Positivisme
Hukum dari John Austin (Rasjidi, 1990: 45).
Mula-mula von Jhering menganut Mazhab Sejarah yang dipelopori von Savigny dan
Puchta, tetapi lama-kelaman ia melepaskan diri, bahkan menentang pandangan von Savigny
tentang hukum Romawi (Huijbers, 1988: 130). Perlu diketahui bahwa pemikiran yang gemilang
dari Jhering memang timbul setelah ia melalakukan studi yang mendalam tentang hukum
Romawi. Huijbers memasukkan Jhering sebagai salah satu tokoh penting Positivisme Hukum.
Menurut von Savigny, seluruh hukun Romawi merupakan pernyataan jiwa bangsa
Romawi, dan karenanya merupakan hukum nasional. Hal ini dibantah oleh von Jhering. Seperti
dalam hidup sebagai perkembangan biologi, senantiasa terdapat asimilasi dari unsur-unsur yang
mempengaruhinya, demikian pula halnya dalam bidang kebudayaan karena pergaulan intensif
antar bangsa terdapat asimilasi pandangan-pandangan dan kebiasaan-kebiasaan. Hukum Romawi
dalam perkembangannya berfungsi sebagai ilustrasi kebenaran tersebut. Sudah barang tentu
lapisan tertua hukum Romawi adalah bersifat nasional, tetapi pada tingkat-tingkat
perkembangannya yang lebih lanjut hukum itu makin mendapat ciri-ciri universal. Inilah jalan
biasa dalam perkembangan suatu sistem hukum; ciri-ciri hukum lain makin diasimilasikan dalam
hukum nasional, sehingga hukum yang pada mulanya nasional makin menjadi hukum universal.
Dengan mengetengahkan gagasan ini, von Jhering mendukung pandangan von Savigny bahwa
hukum Romawi dapat digunakan sebagai dasar hukum nasional Jerman, tetapi alasannya
berlainan. Hukum Romawi dapat menjadi dasar hukum Jerman bukan karena hukum Romawi itu
bersifat nasional, tetapi justru karena hukum Romawi dalam perkembangannya sudah
berhadapan dengan banyak aturan hidup lain, sehingga hukum itu lebih ber sifat universal
daripada nasional (Huijbers, 1988: 130).
Pertimbangan ini diperkuat oleh pandangan von Jhering mengenai timbulnya hukum.
Menurut von Savigny, hukum timbul dari jiwa bangsa secara spontan, tetapi menurut von
Jhering hal ini tidak dapat dibenarkan. Bagi Jhering, tujuan hukum adalah untuk melindungi
kepentingan-kepentingan. Dalam mendefinisikan "kepentingan ia mengikuti Bentham, dengan
melukiskannya sebagai pengejaran kesenangan dan menghindari penderitaan, tetapi kepentingan
individu dijadikan bagian dari tujuan sosial dengan menghubungkan tujuan pribadi seseorang
dengan kepentingan-kepentingan orang lain (Friedmann, 1990a: 124).
Karya-karya Jhering antara lain berjudul: (1) Der Zweck im Recht, (2) Scherz und Ernst
in der Jurisprudenz, (3) Der Schuldmoment im romischen Privatrecht.
E. MAZHAB SEJARAH
Mazhab Sejarah (Historische rechtsschule) merupakan reaksi terhadap tiga hal (Basuki,
1989: 32), yaitu :
1. rasionalisme Abad ke-18 yang didasarkan atas hukum alam, kekuatan akal, dan prinsip-
prinsip dasar yang semuanya berperan pada filsafat hukum, dengan terutama mengandalkan jalan
pikiran deduktif tanpa memperhatikan fakta sejarah, kekhususan,dan kondisi nasional;
2. semangat Revolusi Perancis yang menentang wewenang tradisi dengan misi
kosmopolitannya (kepercayaan kepada rasio dan daya kekuatan tekad manusia untuk mengatasi
lingkungannya, yaitu seruannya ke segala penjuru dunia (Soekanto, 1979: 26);
3. pendapat yang berkembang saat itu yang melarang hakim menafsirkan hukvm karena
undang-undang dianggap dapat memecahkan semua masalah hukum. Code Civil dinyatakan
sebagai kehendak legislatif dan harus dianggap sebagai suatu sistem hukum yang harus disimpan
dengan baik sebagai sesuatu yang suci karena berasal dari alasan-alasan yang murni.
Di samping itu, terdapat faktor lain, yaitu masalah kodifikasi hukum Jerman setelah
berakhirnya masa Napoleon Bonaparte, yang diusulkan oleh Thibaut (1772-1840), guru besar
pada Universitas Heidelberg di Jerman dalam tulisannya yang terbit tahun 1814, berjudul Uber
die Notwendigkeit Allegemeinen Burgerlichen Rechts fur Deutchland (Tentang Keharusan Suatu
Hukum Perdata bagi Jerman). Karena dipengaruhi oleh keingiannya akan kesatuan negara, ia
menyatakan keberatan terhadap hukum yang tumbuh berdasarkan sejarah. Hukum itu sukar
untuk diselidiki, sedangkan jumlah sumbernya bertambah banyak sepanjang masa, sehingga
hilanglah keseluruhan gambaran darinya. Karena itulah harus diadakan perubahan yang tegas
dengan jalan penyusunan undang-undang dalam kitab. Hal ini merupakan kebanggaan Jerman.
Keberatan yang dikemukakan ialah bahwa di berbagai daerah, Hukum itu harus disesuaikan
dengan keadaan setempat yang khas dan bahua orang harus menghormati apa yang dijadikan
adat, tidak dapat mengimbangi keuntungan yang dibawa olehnya. Sudah saatnya melaksanakan
sesuatu yang luar biasa yang mungkin direalisasikan (Schmid, 1979: 62-63).
Tokoh-tokoh penting Mazhab Sejarah adalah :
1. Friedrich Karl von Savigny (1770-1861)
Savignyy menganalogikan timbulnya hukum itu dengan timbublnya bahasa suatu bangsa.
Masing-masing bangsa memiliki ciri khusus dalam berbahasa. Hukum pun demikian. Karena
tidak ada bahasa yang universal, tiada pula hukum yang universal. Pandangannya ini jelas
menolak cara berpikir penganut Aliran Hukum Alam.
Hukum timbul, menuru Savigny, bukan karena perintah penguasa atau karena kebiasaan,
tetapi karena perasaan keadilan yang terletak di dalam jiwa bangsa itu (instinktif). Jiwa bangsa
(Volksgeisf) itulah yang menjadi sumber hukum. Seperti diungkapkannya, "Law is expression of
the common consciousness or spirit of people." Hukum tidak dibuat, tetapi ia tumbuh dan
berkembang bersama masyarakat (Das Rechts wird nicht gemacht, es ist und wird mit dem
Volke). Pendapat Savigny seperti ini, bertolak belakang pula dengan pandangan Positivisme
Hukum. Ia mengingatkan, untuk membangun hukum, studi terhadap sejarah suatu bangsa mutlak
perlu dilakukan.Paton (1951: 16) memberikan sejumlah catatan terhadap pemikiran Savigny
sebagai berikut: (1) jangan sampai kepentingan dari golongan masyarakat tertentu dinyatakan
sebagai Volksgeist dari masyarakat secara keseluruhannya; (2) tidak selamanya peraturan
perundang-undangan itu timbul begitu saja, karena dalam kenyataannya banyak ketentuan
mengenai serikat kerja di Inggris yang tidak akan terbentuk tanpa perjuangan keras; (3) jangan
sampai peranan hakim dan ahli hukum lainnya tidak mendapat perhatian, karena walaupun
Volksgeist itu dapat menjadi bahan kasarnya, tetap saja perlu ada yang menyusunnya kembali
untuk diproses menjadi bentuk hukum; (4) dalam banyak kasus peniruan memainkan peranan
yang lebih besar daripada yang diakui penganut Mazhab Sejarah.
2. Puchta (1798-1846)
Puchta adalah murid von Savigny yang mengembangkan lebih lanjut pemikiran gurunya.
Sama dengan Savigny, ia berpendapat bahwa hukum suatu bangsa terikat pada jiwa bangsa
(Volksgeist) yang bersangkutan. Hukum tersebut, menurut Puchta, dapat berbentuk: (1) langsung
berupa adat istiadat, (2) melalui undang-undang, (3) melalui ilmu hukum dalam bentuk karya
para ahli hukum (Huijbers, 1988: 120). Lebih lanjut Puchta membedakan pengertian "bangsa" ini
dalam dua jenis: (1) bangsa dalam pengertian etnis, yang disebutnya "bangsa alam", dan (2)
bangsa dalam arti rasional sebagai kesatuan organis yang membentuk satu negara. Adapun yang
memiliki hukum yang sah hanyalah bangsa dalam pengertian nasional (negara), sedangkan
"bangsa alam" memiliki hukum sebagai keyakinan belaka. Menurut Puchta, keyakinan hukum
yang hidup dalam jiwa bangsa harus disahkan melalui kehendak umum masyarakat yang
terorganisasi dalam negara. Negara mengesahkan hukum itu dengan membentuk undang-undang.
Puchta mengutamakan pembentukan hukum dalam negara sedemikian rupa, sehingga akhirnya
tidak ada tempat lagi bagi sumber-sumber hukum lainnya, yakni praktik hukum dalam adat
istiadat bangsa dan pengolahan ilmiah hukun oleh ahli-ahli hukum. Adat istiadat bangsa hanya
berlaku sebagai hukum sesudah disahkan oleh negara. Sama halnya, dengan pengolahan hukum
oleh kaum yuris, pikiran-pikiran mereka tentang hukum memerlukan pengesahan negara; supaya
berlaku sebagai hukum. Di lain pihak, yang berkuasa dalam negara tidak membutuhkan
dukungan apa pun. Ia berhak untuk membentuk undang-undang tanpa bantuan kaum yuris, tanpa
menghiraukan apa yang hidup dalam jiwa orarg dan dipraktikkan sebagai adat istiadat Oleh
karena itu, menurut Huijbers (1988: 120-121), pemikiran Puchta ini sebenarnya tidak jauh dari
Teori Absolutisme negara dan Positivisme Yuridis. Buku Puchta yang terkenal berjudul
Geworhnheitsrecht.
3. Henry Sumner Maine (1822-1888)
Maine banyak dipengaruhi oleh pemikiran von Savigny sehingga ia dianggap sebagai
pelopor Mazhab Sejarah di Inggris. Pemikiran Savigny tersebut kemudian dikembangkan lebih
lanjut oleh Maine dalam berbagai penelitian yang dilakukannya. Salah satu penelitiannya yang
terkenal ialah tentang studi perbandingan perkembangan lembaga-lembaga hukum yang ada pada
masyarakat sederhana dan masyarakat yang telah maju yang dilakukannya berdasarkan
pendekatan sejarah. Kesimpulan penelitian itu kembali memperkuat pemikiran von Savigny,
yang membuktikan adanya pola evolusi pada berbagai masyarakat dalam situasi sejarah yang
sama.Sumbangan Maine bagi studi hukum dalam masyarakat, terutama tampak pada penerapan
metoae empiris, sistematis, dan sejarah untuk. menarik kesimpulan-kesimpulan umum.
Pendekatan ilmiahnya jauh berbeda dengan pendekatan yang lazim dipergunakan dalam
pemikiran-pemikiran filosofis dan spekulatif (Soekanto, 1985: 12-14).Karya Maine yang penting
berjudul: (1) Ancient Law, dan (2) Early Law and Custom.
F. SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE
Istilah sociological dalam menamai aliran ini, menurut Paton (1951: 17-21), kurang tepat
dan dapat menimbulkan kekacauan. Ia lebih senang menggunakan istilah "metode fungsional".
Oleh karena itu, ada pula yang menyebut Sociological Jurisprudence ini dengan Functional
Anthropological. Dengan menggunakan istilah "metode fungsional" seperti diungkapkan di atas,
Paton ingin menghindari kerancuan antara Sociological Jurisprudence dan sosiologi hukum (the
sociology of law). Menurut Lily Rasjidi (1990: 47-48), perbedaan antara Sociological
Jurisprudence dan sosiologi hukum adalah sebagai berikut. Pertama, Sociological Jurisprudence
adalah nama aliran dalam filsafat hukum, sedangkan sosiologi hukum adalah cabang dari
sosiologi. Kedua, walaupun obyek yang dipelajari oleh keduanya adalah tentang pengaruh timbal
balik antara hukum dan masyarakat, namun pendekatannya berbeda. Sociological Jurisprudence
menggunakan pendekatan hukum ke masyarakat, sedangkan sosiologi hukum memilih
pendekatan dari masyarakat ke hukum. Perbedaan yang mencolok antara kedua hal tersebut
adalah, bahwa sosiologi hukum berusaha menciptakan suatu ilmu mengenai kehidupan sosial
sebagai suatu keseluruhan dan pembahasannya meliputi bagian terbesar dari sosiologi (secara
umum) dan ilmu politik. Titik berat penyelidikan sosiologi hukum terletak pada masyarakat dan
hukurn sebagai suatu manifestasi semata, sedangkan Sociological Jurisprudence (seperti yang
dikemukakan Pound) menitikberatkan pada hukum dan memandang masyarakat dalam
hubungannva dengan hukum (Paton, 1951; 21). Menurut aliran Sociological Jurirudence ini,
hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup dimasyarakat. Aliran
ini memisahkan secara tegas antara hukum positif (the positive law) dan hukum yang hidup (the
living law). Aliran ini timbul dari proses dialektika antara (tesis) Positivisme Hukun dan
(antitesis) Mazhab Sejarah. Aliran Socioligical Jurisprudence ini memiliki pengaruh yang sangat
luas dalam pernbangunan hukum Indonesia. Uraian tentang hal ini akan dibahas dalam Bab V
tentang peranan hukum sebagai sarana pembaruan masyarakat.
Tokoh-tokoh aliran Sociological Jurisprudence adalah :
1. Eugen Ehrlich (1862-1922)
Eugen Ehrlich dapat dianggap sebagai pelopor aliran Sociological Jursprudence,
khususnya di Eropa. Ia adalah seorang ahli hukum dari Austria dan tokoh pertama yang
meninjau hukum dari sudut sosiologi.
Ehrlich melihat ada perbedaan antara hukum positif di satu pihak dengan hukum yang
hidup dalam masyarakat (living law) di lain pihak. Menurutnya, hukum positif baru akan
memiliki daya berlaku yang efektif apabila berisikan, atau selaras dengan hukum yang hidup
dalam masyarakat tadi (Rasjidi, 1988: 55). Di sini jelas bahwa Ehrlich berbeda pendapat dengan
penganut Positivisme Hukum.
Ehrlich ingin membuktikankebenaran teorinya bahwa titik pusat perkembangan hukum
tidak terletak pada undang-undang, putusan hakim, atau ilmu hukum, tetapi pada masyarakat itu
sendiri. Dengan demikian, sumber dan bentuk hukum yang utama adalah kebiasaan. Hanya
sayangnya, seperti dikatakan oleh Friedmann (1990a: 104), dalam karyanya, Ehrlich pada
akhirnya justru meragukan posisi kebiasaan ini sebagai sumber dan bentuk hukum pada
masyarakat modern. Selanjutnya Ehrlich beranggapan bahwa hukum tunduk pada kekuatan-
kekuatan sosial tertentu. Hukum sendiri tidak akan mungkin efektif, oleh karena ketertiban
dalam masyarakat didasarkan pada pengakuan sosial terhadap hukum, dan bukan karena
penerapannya secara resmi oleh negara. Bagi Ehrlich, tertib sosial didasarkan pada fakta
diterimanya hukum yang didasarkan pada aturan dan norma sosial yang tercermin dalam sistem
hukum. Secara konsekuen Ehrlich beranggapan bahwa mereka yang berperan sebagai pihak yang
mengembangkan sistem hukum harus mempunyai hubungan yang erat dengan nilai-nilai yang
dianut dalam masyarakat bersangkutan. Kesadaran itu harus ada pada setiap anggota profesi
hukum yang bertugas mengembangkan hukum yang hidup dan menentukan ruang lingkup
hukum positif dalam hubungannya dengan hukum yang hidup (Soekanto, 1985: 20-21).
Sampai di situ terlihat bahwa pendapat Ehrlich mirip dengan von Savigny. Hanya saja,
Ehrlich lebih senang menggunakan istilah kenyataan sosial daripada istilah volksgeist
sebagaimana yang digunakan Savigny. Kenyataan-kenyataan sosial yang anormatif itu dapat
menjadi normtif, sebagai kenyataan hukum (facts of law) atau hukum yang hidup (living law,
yang juga dinamakan Ehrlich dengan Rechtsnormen), melalui empat cara. Huijbers (1988: 213)
menyebut empat cara (jalan) itu: (1) kebiasaan (Uebung), (2) kekuasaan efektif, (3) milik efektif,
dan (4) pernyataan kehendak pribadi.
Friedmann (1990a: 108) membentangkan tiga kelemahan utama pemikiran Ehrlich
karena keinginannya meremehkan fungsi negara dalam pembentukan undang-undang. Pertama,
Ehrlich tidak memberikan kriteria yang jelas yang membedakan norma hukurm dengan norna
sosial yang lain. Akibatnya, teori sosiologi dari Ehrlich dalam garis besamya merupakan
sosiologi umum saja. Kedua, ia meragukan posisi kebiasaan sebagai sumber hukum dan sebagai
suatu bentuk hukum. Pada masyarakat primitif posisi kebiasaan itu sangat penting sebagai
sumber dan bentuk hukum, tetapi tidak demikian lagi pada masyarakat modern. Pada masyarakat
modern, posisi tersebut digantikan oleh undang-undang, yang selalu—dengan derajat bermacam-
macam—bergantung pada kenyataan-kenyataan hukum (facts of law), namun berlakunya sebagai
hukum tidak bersumber pada ketaatan faktual ini. Friedmann menyatakan. kebingungan ini
merembes ke seluruh karya Ehrlich. Ketiga, Ehrlich menolak mengikuti logika perbedaan yang
ia sendiri adakan antara norma hukum negara yang khas dan norma hukum di mana negara
hanya memberi sanksi pada kenyataan-kenyataan sosial. Norma yang pertama melindungi tujuan
khusus negara, seperti kehidupan konstituional, serta keuangan dan administrasi. Dalam
masyarakat modern, norma ini terus bertambah banyak, sehingga menuntut pengawasan yang
lebih banyak dari negara. Konsekuensinya, peranan kebiasaaan terus berkurang, bahkan sebelum
pembuatan undang-undang secara terinci. Sementara itu, undang-undang yang dikeluarkan
pemerintah pusat mempengaruhi kebiasaan masyarakat sama banyaknya dengan pengaruh pada
dirinya sendiri. Buku Ehrlich yang terkenal antara lain berjudul Grundlegung der Soziologie des
Rechts.
2. Roscoe Pound (1870-1964)
Pound terkenal dengan teorinya bahwa hukum adalah alat untuk memperbarui
(merekayasa) masyarakat (law as n tool of social engineering). Untuk dapat memenuhi
peranannya sebagai alat tersebut, Pound lalu membuat penggolongan atas kepentingan-
kepentingan yang harus dilindungi oleh hukum sebagai berikut.
a. Kepentingan umum (public interest) : 1. kepentingan negara sebagai badan hukum; 2.
kepentingan negara sebagai penjaga kepentingan masyarakat.
b. Kepentingan masyarakat (social interest) : 1. kepentingan akan kedamaian dan
ketertiban; 2. perlindungan lembaga-lembaga sosial; 3. pencegahan kemerosotan akhlak;
4. pencegahan pelanggaran hak; 5. kesejahteraan sosial.
G. Realisme Hukum
Dalam pandangan penganut realisme (para realis), hukum adalah hasildari kekuatan-kekuatan
sosial. Seorang realis terkemuka (Llewellyn), bahwa hal pokok dalam ilmu hukum realis adalah
gerakan dalam pemikiran dan kerja tentang hukum. Dalam rumusan lain, Llewellyn
menyebutkan formula dari realisme sebagai berikut : don’t get your law form rules, but get your
rules from the law thats is.
Karl N. Llewellyn juga dikenal sebagai seseorang ahli soosiologi hukum, menyebutkan
beberapa ciri dari realism, yang terpenting diantaranya adalah:
1. tidak ada mazhab realis; realisme adalah gerakan dari pemikiran dan kerja tentang hukum
2. realisme adalah konsepsi hukum yang terus berubah dan alat untuk tujuan sosial,
sehingga setiap bagian harus diuji tujuan dan akibatnya
3. realisme menganggap adanya pemisahan sementara antara hukum yang ada dan yang
seharusnya ada, untuk tujuan-tujuan studi
4. realisme tidak percaya pada ketentuan-ketentuan dan konsepsi-konsepsi hukum, sepanjang
ketentuan-ketentuan dan konsepsi hukum menggambarkan apa yang sebenarnya
dilakukan oleh pengadilan-pengadilan dan orang-orang.
5. Realisme menekankan evolusi tiap bagian dari hukum dengan mengingat akibatnya.
Dengan demikian, realisme berpendapat bahwa tidak ada hukum yang mengatur suatu
perkara sampai ada putusan hakim terhadap perkara itu.
1. Realisme Amerika.
Tokoh-tokoh utama Realisme Amerika Antara lain, yaitu :
a. William James (1842-1910)
Menurut James, Pragmatisme adalah “nama baru untuk beberapa pemikiran yang sama”,
yang juga sebenarnya positivis. Iya menyatakan bahwa seseorang pragmatis menolak
abstraksi dan hal-hal yang tidak memadai, penyelesaian secara verbal, alasan apriori yang
tidak baik, prinsip yang ditentukan, yang sistem tertutup, dan hal-hal yang dianggap mutlak
dan asli.
b. Jhon Dewey (1859-1952)
Inti ajaran Dewey adalah bahwa logika bukan berasal dari kepastian-kepastian dari
prinsip-prinsip teoritis, seperti silogisme, tetapi suatu studi tentang kemungkinan-kemungkinan.
Dengan demikian hukum adalahproses eksprimental di mana faktor logika hanya salah satu dari
faktor-faktor yang utama untuk menarik kesimpulan tertentu. Karya terpenting dari Dewey
antara lain, logic, the theory of Inquiry, dan My Philosophy of Law.
c. Benjamin Nathan Cardozo (1870-1938)
Tokoh ini beranggapan bahwa hukum mengikuti perangkat aturan umum dan yakin
bahwa penganutan terhadap perseden seharusnya merupakan aturannya dan bukan merupakan
pengecualian dalam pelaksanaan peradilan.
Namun preseden tidak dianggap sebagia kebenaran mutlak dan abadi tetapi disesuaikan
dengan kebutuhan dan kemajuan. Cardoza beranggapan bahwa kekuatan sosial mempunyai
pengaruh instrumental terhadap pembentukan hukum misalnya logika sejarah, adat-istiadat,
kegunaan dan standarr moralitas. Ditambahkan pula bahwa perkmbangan hukum sebagai gejala
sejarah ditentukan oleh perubahan-perubahan dalam masyarakat serta pandangan masyarakat
mengenai adat-istiadat dan moralitas. Bagi Cardoza hukum harus menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan dalam masyarakat sedangkan para legislator harus menadapatkan
pengetahuan mengenai perubahan dari pengalaman serta studi terhadap kehidupan maupun
pencerminannya.
d. Jerome Frank (1889-1957)
Menurut Frank hukum tidak dapat disamakan dengan suatu aturan yang tetap. Dalam
aturan tetap norma kaidah hukum berperan seakan-akan merupakan prinsip – prinsip logika.
Manusia moderen berpendapat bahwa hukum sebenarnya hanya terdiri dari putusan – putusan
pengadilan namun dalam putusan itu banyak dipangaruhi oleh faktor politik, ekonomi, moral,
bahkan simpati dan antipati pribadi.
2. Realisme Skandinavia
Axel Hagerstrom (1868 – 1939)
Hagestrom menyatakan bahw hukum seharusnya diselidiki dan bertitik tolak pada data
empiris, yang dapat ditemukan dalam perasaan psikologis. Adapun yangg imaksud rasa
psikologis ini adalah rasa wajib, rasa kuasa dalam mendapat untung, rasa takut akan reaksi dari
lingkungan dan sebaginya.
Karl Olivecrona (1897 – 1980)
Olivercrona menyamakan hukum dengan perintah-perintah yang bebas. Ia beranggapan
bahwa hukum bukanlah perintah dari seorang manusia, karena tidak mungkin ada manusia yang
dapat memberikan semua perintah yang terkandung dalam hukum. Olivecrona menyangkal
keberadaan hukum normatif. Ketentuan undang-undang itu sendiri hanyalah kata-kata di atas
kertas. Kenyataan yang berkenaan dengan pembicaraan ilmiah tentang hukum haruslah berkenan
dengan reaksi-rekasi psikologis dari para individu, yakni ide tentang tindakan apa dan perasaan
apa yang timbul apabila mereka mendengar atau melihat suatu ketentuan.
Alf Ross ( 1899 – 1979)
Ross berpendapat bahwa hukum adalah suatu realitas sosial. Perkembangan hukum
menurut Ross melewati empat tahapan :
- Hukum adalah suatu sistem paksaan aktual
- Hukum adalah suatu cara berlaku sesuai dengan kecenderungan dan keinginan
anggota komunitas, tahapan ini baru diterapkan apabila orang mulai takut akan paksaan
sehingga paksaan itu mulai ditinggalkan
- Hukum adalah suatu yang berlaku dan mewajibkan dalam arti yuridis yang benar.
Ini bisa terjadi karena anggota komunitas sudah terbiasa dengan pola ketaatan terhadap
hukum.
- Supaya hukum berlaku maka harus ada kompetensi pada orang-orang yang
membentuknya.
H.L.A. Hart ( lahir 1907)
Hukum dilihat dari dua aspek yaitu aspek eksteren maupun intern. Aspek ekteren dilihat
hukum sebagai perintah penguasa, sedanggkan aspek interen yaitu keterkaitan dengan perintah
dari penguasa itu secara batiniah.
Hart berpendapat bahwa norma hukum dapat dibagi dua :
a. Norma Primer , yakni norma yang menetukan kelakuan subjek-subjek hukum dengan
menyatakan apa yang harus dilakukan dan apa yang dilarang.
b. Norma sekunder merupakan syarat-syarat berlakunya norma primer, atau merupakan
petunjuk pengenal.
Hart berpendapat bahwa hukum hanyalah menyangkut aspek formal. Artinya suatu hukum
hanya dapat saja disebut hukum, walaupun secara materil tidak layak untuk ditaati karena
bertentangan dengan prinsip-prinsip moral.
Julius Stone
Julius Stone memandang hukum sebagai suatu kenyataan sosial. Makna dari kenyataan
sosial ini dapat ditangkap melalui penyelidikan logis analitis. Ia juga berpendapat bahwa hukum
harus dibedakan dari moral. Hukum adalah semua aturan ,baik yang mengandung aspek moral
maupun tidak.
Jhon Rawls (akhir 1921)
Rawls meyakini bahwa prinsip-prinsip etika dapat menjadi dasar yang kuat dalam
membangun masyarakat yang adil. Rawls mengembangkan pemikirannya tentang masyarakat
yagn adil dengan teori keadilannya yang dikenal dengan teori posisi asli. Teorinya banyak
dipengruhi oleh aliran Utilitarianisme.
H. Freirechtslehre
Freirechtslehre (Ajaran hukum bebas) merupakan penentang paling keras positivisme
hukum. Hukum bebas ini bukanlah peradilan tidak terikat pada undang-undang, hanya saja
undang-undang tidak merupakan peranan utama, tetapi sebagai alat bantu untuk memperoleh
pemecahan yang tepat menurut hukum dan yang tidak perlu harus sama dengan penyelesaian
undang-undang.
Aliran hukum bebas berpendapat bahwa hakim mempunyai tugas menciptakan hukum.
Penemu hukum yang bebas tugasnya bukanlah menerapkan undang-undang, tetapi menciptakan
penyelesaian yang tepat untuk peristiwa konkret, sehingga peristiwa berikutnya dapat
dipecahkan menurut norma yang diciptakan oleh hakim.