tinjauan buku filsafat ilmu

21
TINJAUAN BUKU FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN PERSPEKTIF PROSES DAN PRODUK Oleh I Putu Mas Dewantara Program Studi Pendidikan Bahasa S3, Program Pascasarjana Undiksha Cetakan Pertama Januari 2014 Penerbit: Pustaka Larasan Ukuran 15 cm x 21 cm, Isi 306 halaman ISBN 602-1586-08-2 Penulis: 1. Nengah Bawa Atmadja 2. Anantawikrama Tungga Atmadja Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan- percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Buku “Filsafat Ilmu Pengetauan: Perspektif Proses dan Produk” ini lahir di samping karena tuntutan akademis juga

Upload: maz-vicarious

Post on 06-Dec-2015

119 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

Tinjuan Buku Filsafat Ilmu

TRANSCRIPT

Page 1: Tinjauan BUKU Filsafat Ilmu

TINJAUAN BUKU

FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN

PERSPEKTIF PROSES DAN PRODUK

Oleh

I Putu Mas DewantaraProgram Studi Pendidikan Bahasa S3, Program Pascasarjana Undiksha

Cetakan Pertama Januari 2014Penerbit: Pustaka LarasanUkuran 15 cm x 21 cm, Isi 306 halamanISBN 602-1586-08-2

Penulis: 1. Nengah Bawa Atmadja 2. Anantawikrama Tungga Atmadja

Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran

manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami

dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan

mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi

dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke

dalam sebuah proses dialektika.

Buku “Filsafat Ilmu Pengetauan: Perspektif Proses dan Produk” ini lahir di

samping karena tuntutan akademis juga lahir karena rasa tanggung jawab penulis

(Atmadja dan Atmadja) terhadap kepercayaan yang telah diberikan oleh berbagai pihak

untuk mengampu matakuliah Filsafat Ilmu. Walaupun penulis tidak berasal dari

keluaran jurusan filsafat, buku ini tampaknya mampu menghadirkan berbagai gambaran

mendasar tentang filsafat dan perkembangan filsafat itu sendiri baik filsafat barat

maupun filsafat di timur. Bertitik tolak dari judul buku, yaitu “Filsafat Ilmu

Pengetahuan: Perspektif Proses dan Produk” jelas terlihat bahwa buku ini bertujuan

menghadirkan konsepsi filsafat ilmu pengetahuan dalam kerangka proses dan produk.

Page 2: Tinjauan BUKU Filsafat Ilmu

Sebelum sampai ke konsepsi tersebut, penulis memberikan pijakan berpikir melalui

rangkaian bab penyusun buku ini. Benang merah yang tampak bak sebuah pohon di

mana filsafat ilmu pengetahuan dalam perspektif proses dan produk adalah buahnya.

Akar dari pohon ini berupa pemahaman mendasar tentang konsep filsafat baik secara

etimologi maupun terminologi. Batang, cabang, dan ranting dari pohon itu berupa

pemahaman tentang filsafat pengetahuan dan filsafat ilmu pendidikan.

Marilah kita coba meninjau rangkaian bab yang disajikan oleh penulis (Atmadja

& Atmadja) dalam buku Filsafat Ilmu Pengetahuan: Perspektif Proses dan Produk ini.

Bab I Pengertian Filsafat

Bab ini memberikan pengantar tentang hakikat filsafat dilihat dari etimologi,

terminologi, filsafat sebagai pandangan hidup, dan filsafat sebagai ilmu. Filsafat lebih

banyak bermuatan kognisi dan kurang bermuatan keterampilan teknologis. Walaupun

demikian aspek praktisnya tidak bisa diabaikan, yakni filsafat memberkan resep

bertindak dalam konteks penumbuhan keterampilan sosial yang bijaksana dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Berdasarkan etimologinya, kata “filsafat” dalam bahasa Indonesia berasal dari

bahasa Yunani philosophia yang terdiri dari dua kata, yaitu philein (mencintai)

atau philia (cinta) atau philos (sahabat, kekasih) dan sophia (kebijaksanaan, kearifan).

Jadi, filsafat dapat diartikan sebagai “cinta kebijaksanaan”. Dalam bahasa Arab disebut

falsafah dan filsafat. Sementara di India, tidak dikenal kata filsafat, falsafah atau

falsafat, yang dikenal adalah kata dharsana yang bermakna memandang,

memperhatikan, merenungkan, memahami diteruskan dengan kontemplasi, kemudian

membentuk persepsi untuk memberi kesimpulan, visi, dan keyakinan.

Ulasan selanjutnya dalam bab ini membicarakan mengenai pengertian filsafat

secara terminologi. Terdapat berbagai pemaknaan yang disajikan oleh penulis dengan

menampilkan pemaknaan dari beberapa ahli dalam bentuk tabel. Seperti pendapat

Poespoprojdjo (1999), Keraf dan Dua (2001), Hamersma (1981), Poedjawiatna (1982),

Verhaak dan Imam (1991), dan ahli-ahli lain. Bertolak dari defenisi filsafat dari ahli-ahli

tersebut, dapat dikemukakan karakteristik filsafat sebagai berikut.

(1) Filsafat adalah bagian dari pengetahuan yang berkenaan dengan hakikat, prinsip,

dan asas dari seluruh realitas atau apa yang ada – objek materi filsafat.

Page 3: Tinjauan BUKU Filsafat Ilmu

(2) Ada sebagai objek materi filsafat, bisa ada sekala (nyata) ada niskala (tidak

nyata), ada dalam kemungkinan, ada dalam pikiran atau ada dalam ruang yang

kosong antara sain dan teologi.

(3) Pengetahuan filsafat didapat lewat aktivitas akal budi atau intelek dengan

menggunakan pikiran rasional, pemahaman, penafsiran, spekulasi, penilaian

kritis, menyeluruh, dan sistematis.

(4) Filsafat sebagai ilmu, bertujuan mencari kebijaksanaan melalui panggilan

kebenaran secara mendalam yang mencakup sebab-sebab utama (the first

causes) ataupun sebab-sebab terakhir (the last causes).

(5) Berkenaan dengan itu maka filsafat bukan pernyataan, melainkan pertanyaan

yang tidak pernah berakhir.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa berfilsafat adalah bertanya. Filsafat bukanlah

orang yang tahu, melainkan orang yang sebenarnya tidak tahu, tetapi yang ingin

mencari tahu.

Selanjutnya dipaparkan dalam buku ini pendapat Skolimowski bahwa tanpa

filsafat kita tidak mempunyai jangkar, tidak mempunyai arah, tidak mempunyai

pengertian akan makna kehidupan. Karena itu, tepat rasanya dikatakan bahwa filsafat

dapat dijadikan sebagai pandangan hidup manusia. Sebagai contoh adalah gagasan

tentang Pancasila sebagai filsafat hidup negara dan sebagai ideologi NKRI, filsafat

Upanisad dalam agama Hindu, ajaran Syekh Siti Jenar tentang Tuhan, jiwa, akal, jalan

kehidupan, dan tindakan manusi yang diakomodasikan dengan agama Islam, berfungsi

penting bagi pandangan hidup orang Jawa.

Dalam paparan selanjutnya mengkaji filsafat sebagai ilmu. Ilmu merupakan

kumpulan pengetahuan yang disusun secara sistematis dan memberikan jawaban atas

pertanyaan (1) ontologi, yakni apa yang ingin diketahui, (2) epistemologi, yakni

bagaimana cara memperoleh pengetahuan, dan (3) aksiologi, yakni untuk apa

(kegunaan) ilmu pengetahuan bagi kehidupan umat manusia.

Dilihat dari ontologinya, objek materi filsafat sangatlah luas, karena mencakup

sarwa sekalian alam yang sekala dan niskala. Dasar epistemologi yang dimilki oleh

filsafat mencakup antara lain metode yang digunakan untuk mengkaji apa yang menjadi

objek ilmu. Sementara dasar aksiologis filsafat lebih banyak pada aspek teoretis karena

Page 4: Tinjauan BUKU Filsafat Ilmu

inti filsafat adalah membentuk pemikiran bukan sekadar mengisi kepala dengan fakta-

fakta.

Pokok bahasan yang juga tidak kalah menarik dalam filsafat adalah

ketersinggungan antara filsafat dan agama. Agama merupakan sumber pengetahuan dan

atau kebenaran bagi kehidupan manusia. Hal ini tentunya menimbulkan pertanyaan

persamaan dan perbedaan filsafat dan agama. Trueblood (1986) mengatakan bahwa

persamaan antara filsafat dan agama terletak pada bidang kajiannya, yakni apa yang

ultimate. Artinya sama-sama mengkaji hal-hal yang sangat penting yang menyangkut

soal hidup dan mati. Mengenai perbedaan antara keduanya, Atmadja dan Atmadja

menyajikannya dalam bentuk tabel. Beberapa perbedaan di antaranya seperti bahwa

filsafat adalah berpikir sedangkan agama berarti pengabdian. Filsafat banyak berurusan

dengan pikiran yang tenang agar bersikap realistis terhadap suatu realitas. Sementara

agama berurusan dengan hati atau kesadaran supra yang mendorong seseorang untuk

mengabdi tanpa berpikir kritis terhadap agamanya. Filsuf bisa bersifat lunak terhadap

filsuf lainnya. Bahkan dia bersedia berubah atau meninggalkan gagasannya. Sementara

penganut agama akan berusaha mempertahankan agamanya walaupun mungkin dikritik

atau dicela oleh orang lain. Masih banyak lagi perbedaan antara filsafat dan agama.

Walaupun demikian, tidak berarti bahwa keduanya tidak bisa bekerja sama.

Mengkaji agama dengan perspektif filsafat sehingga melahirkan apa yang disebut

filsafat agama. Dalam konteks ini agama bisa mengambil beberapa hal dari filsafat,

yakni kritis dan dialektis.

Bab 2 Filsafat Pengetahuan (Epistemologi Dasar)

Pada bab kedua ini penulis memaparkan tentang hakikat epistemologi atau

hakikat pengetahuan. Pembahasan dilanjutkan dengan pemaparan secara ringkas tentang

perbedaan antara filsafat pengetahuan dan filsafat ilmu pengetahuan. Pengetahuan

menyatu dengan kehidupan manusia. Pengetahuan memiliki karakteristik dan sumber.

Kajian terhadap sumber pengetahuan bisa mengacu kepada filsafat Barat dan filsafat

Timur.

Immanuel Kant, filsuf Jerman abad XVIII mengemukakan bahwa pernyataan

tentang manusia pada hakikatnya adalah hasil rangkuman serta titik kulminasi dari tiga

pernyataan fundamental, yakni yang dapat kukenal (epistemologi), apa yang harus

Page 5: Tinjauan BUKU Filsafat Ilmu

kuperbuat (etis) dan apa yang dapat kuharapkan (religius). Dalam kaitannya dengan apa

yang kukenal, atau apa yang harus kuketahui, memunculkan problematika kefilsafatan,

yakni epistemologi.

Secara etimologi, epistemologi berarti teori, kata, pikiran, percakapan tentang

pengetahuan atau bisa pula disamakan dengan theory of knowledge. Epistomologi

tumbuh dan berkembang bertalian dengan hakikat manusia sebagai mahluk yang

berpancaindra dan berpikiran. Alat indra dan pikiran sangat penting sebab kemanusian

dimulai ketika manusia mempertanyakan apa yang dialami pada tempat mereka

bereksistensi.

Melaui alat indra dan pikiranlah manusia mengetahui sesuatu yang kemudian

disebut pengetahuan. Pengetahuan dapat dipilah menjadi dua, yakni pengetahuan biasa

dan pengetahuan ilmiah atau ilmu. Hal inilah yang memunculkan filsafat pengetahuan

dan filsafat ilmu pengetahuan. Adapun sumber pengetahuan sebagaimana yang telah

diungkapkan di depan dapat dilihat dari pendapat filsafat Barat dan filsafat Timur.

Sumber pengetahuan menurut filsafat Barat tercermin dari tiga doktrin yang

berkembang, yakni empirisme, rasionalisme, dan kritisme. Epistomologi yang bercorak

empirisme dapat dicermati pada gagasan Aristoteles yang menyatakan bahwa

pengalaman merupakan sumber pengetahuan yang sangat penting bagi manusia.

Adapun tokoh yang dianggap sebagai pendiri emperisme adalah John Locke. Prinsip

dasar empirisme menekankan pada gagasan bahwa sumber pengetahuan adalah melalui

pengalaman (empeiria).

Gagasan tentang rasionalisme terlihat pada gagasan Plato yang menyatakan

bahwa pengetahuan yang benar sudah ada bersama kita dalam bentuk idea-idea yang

tidak dipelajari, melainkan merupakan bawaan. Gagasan ini terus dipertahankan dan

dikembangkan oleh filsuf penganut rasionalisme seperti Rene Descartes, Baruch

Spinoza, Gotfried Wilhelm von Leibniz, Blaise Pascal, dll. Bapak rasionalisme

kontinental adalah Rene Descartes. Latar belakang rasionalisme adalah kekecewaan

Descartes terhadap guru-gurunya yang tidak pernah bersepakat dalam bidang ilmu dan

filsafat. Hanya satu perkecualian, yaitu ilmu pasti.

Empirisme menekankan pada pengalaman sebagai sumber pengetahuan,

sedangkan rasionalisme menekankan pada rasio. Dua pandangan yang bertolak

belakang ini telah muncul pada zaman Yunani dan didamaikan oleh Aristoteles yang

Page 6: Tinjauan BUKU Filsafat Ilmu

menyatakan bahwa pengetahuan manusia tercapai sebagai hasil kegiatan manusia yang

mengamati kenyataan yang banyak, lalu menarik unsur-unsur universal dari yang

partikular. Jadi, pengetahuan diperoleh dengan jalan abstraksi yang dilakukan dengan

bantuan akal budi terhadap kenyataan yang bisa diamati. Selain bersumber dari tiga

doktrin tersebut, filsafat Barat juga memiliki sumber pengetahuan lain yang berupa

kesangsian, agama, dan tradisi.

Selain membicarakan filsafat Barat, menarik pula untuk membicarakan gagasan

tentang sumber pengetahuan menurut pandangan filsafat Timur. Gagasan ini penting

tidak sekadar untuk memperluas cakrawala, tetapi pula memberikan kesadaran apa yang

diwacanakan di dunia Barat, ternyata diwacanakan juga di dunia Timur. Berkenaan

dengan itu, dipilihlah tiga gagasan filsafat, yakni Islam, Hindu, dan Budha.

Objek ilmu dalam perspektif etimologi Islam adalah alam metafisik dan alam

realitas fisi. Walaupun rumusannya berbeda, pandangan ini bisa dikaitkan dengan

empirisme, yakni melihat alam sebagai sumber pengetahuan yang penyerapannya

didapat lewat panca indera. Daya indrawi tidak bisa dilepaskan dari akal. Karena itu,

agama Islam memandang indera dan akal sebagai sumber pengetahuan yang penting.

Dengan demikian, secara epistomologi Islam mengakui bahwa sumber pengetahuan

adalah pengalaman tentang alam dan akal budi sebagai daya yang menyerap dan

mengelolanya. Gagasan ini mirib dengan pendapat Barat tentang empirisme dan

rasionalisme. Hal lain yang ditambahkan sebagai sumber pengetahuan adalah hati atau

jiwa manusia. Selain itu, sumber pengetahuan yang lain adalah sejarah. Gagasan ini

berkaitan dengan hakikat sejarah sebagai kumpulan pengalaman kolektif yang bisa

dipakai sebagai pedoman bertindak dalam kontek kekinian.

Dilihat dari perspektif filsafat Hindu, sumber pengetahuan bisa dicermati pada

berbagai aliran filsafat Hindu, misalnya Vedanta. Gagasan tentang epistemologi yang

berlaku pada aliran-aliran ini bisa saja berbeda-beda. Namun dibalik perbedaan ini maka

kasus-kasus tertentu gagasan mereka bisa dipergunakan guna memperjalas dan

memperkuat bagaimana sosok gagasan filsafat Hindu tentang sumber dan proses untuk

mendapatkan pengetahuan. Dalam konteks ini, gagasan Vedanta tentang hakikat

manusia yang diibaratkan dengan sebuah kereta bisa dipakai sebagai kerangka berpikir.

Epistimologi Hindu memberikan penekanan pada peran penting jiwa atma. Jika

epistimologis Hindu dikaitkan dengan kedudukan rasio dan pengalaman, yakni

Page 7: Tinjauan BUKU Filsafat Ilmu

perspektif rasionalisme dan empirisme sebagaimana yang berlaku di Barat, maka agama

Hindu tidak mengambil jalan memadukannya secara beimbang, melainkan lebih

mengutamakan rasio sebagai sumber pengetahuan daripada pengalaman. Gagasan ini

memberi petunjuk bahwa pikiran sebagai raja, walaupun tidak bisa dipisahkan dari

panca indra sebagai anak buahnya, namun pikiran tetap penting karena dialah sebagai

penguasa indra.

Agama ataupun filsafat Budha tidak kalah menariknya daripada filsafat Hindu

dan Budha. Agama Budha memang mengakaui bahwa pengalaman dan rasio adalah

sumber pengetahuan, namun ketika dia memilih mana yang lebih utama, maka filsafat

Budha tampaknya lebih menekankan pada epistimologi rasionalisme. Gagasan ini dapat

dicermati dalam kitab suci agama Budha yang menyatakan bahwa “… Di antara lima

organ indra, pikiran adalah tuannya”.

Bab 3 Filsafat Ilmu Pengetahuan (Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi)

Bab ini memaparkan tentang pengertian filsafat ilmu dari segi terminologinya.

Dengan cara ini tidak saja terlihat berbagai definisi tentang filsafat ilmu, tetapi juga

objek materi dan objek formal filsafat ilmu. Filsafat ilmu pada dasarnya adalah ilmu

pengetahuan. Karena itu, filsafat ilmu diposisikan sebagai penyelidikan lanjutan. Yang

dikaji dalam filsafat terkait denga tiga kelompok pertanyaan sehingga melahirkan tiga

ranah filsafat ilmu, yakni ontologi, epistiemologi, dan aksiologi.

Ontologi mensyaratkan bahwa ilmu pengetahuan harus memiliki objek, yakni

sesuatu yang ada. Namun, secara falsafati tidak mudah merumuskan tentang hakikat

“apa itu ada?”. Secara falsafati muncul pertanyaan “apa itu ada, dan apa itu kenyataan?”

Pada kenyataan adalah dua substansi yang berbeda. kenyataan adalah ada dalam realitas

yang meruang dan mewaktu, sedangkan ada, bisa tidak meruang dan mewaktu,

melainkan hanya dalam pikiran.

Dalam epistemologi khusus dipertanggungjawabkan metode dan jalan untuk

mendapatkan hasil yang sesuai dengan bidang yang digeluti. Untuk itu, kebutuhan akan

metode ilmiah amat penting, sehingga metode ilmiah lazim disamakan dengan

epistemologi. Ada beberapa metode untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah, seperti

metode deduksi, metode induksi, metode abduksi, Logico-Hipothetico-Verificative,

positifisme logis, dan rasionalisme kritis.

Page 8: Tinjauan BUKU Filsafat Ilmu

Aksiologi menyangkut berbagai aspek antara lain masalah nilai guna. Artinya,

ilmu tidak saja bertujuan mencari kebenaran dalam konteks pemahaman dan penjelasan,

tetapi terselip pula tujuan lain, yakni meramalkan dan mengendalikan suatu gejala sosial

dan gejala alam guna mewujudkan kesejahteraan manusia.

Bab 4 Ilmu Pengetahuan sebagai Proses

Ilmu sebagai proses berarti ilmu didapat lewat kegiatan riset. Riset berkaitan

dengan paradigma. Ada tiga paradigma keilmuan, yakni positivistik, interpretatif, dan

kritis. Ketiga paradigma tersebut melahirkan metodologi risert yang berbeda, yakni

metodelogi penelitian kuantitatif, kualitatif, dan kritis.

Ilmu sebagai proses berkaitan erat dengan adanya perbedaan antara ilmu dan

pengetahuan sehari-hari. Ilmu bertujuan mencari kebenaran teoretis, sedangkan

pengetahuan sehari-hari. Ilmu bertujuan mencari kebenaran sedangkan pengetahuan

sehari-hari bertuan eksistensial, yakni mempertahankan hidup bagi pemiliknya.

Akibatnya ilmu tidak menerima pengetahuan sehari-hari sebagai kebenaran teoretis, tapi

harus ditindaklanjuti melalui suatu proses piramida ilmu yang dapat dibagi menjadi

empat tahap, yakni pertama, pengetahuan harus bertolak dari pengetahuan sehari-hari

yang cukup luas, variatif atau bahkan bisa bersifat kompleks yang diungkapkan dengan

bahasa sehari-hari yang maknanya kadang-kadang kabur dan ambigu. Kedua,

pengetahuam seperti ini harus diolah melalui proses pemurnian, yakni membuat titik

fokus observasi yang dilanjutkan dengan pengungkapan dengan konsep-konsep yang

bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. ketiga, mencari kondisional yang

dituangkan dalam bentuk hipotesis. Keempat, proposisi yang diuji secara ketat

melahirkan hukum-hukum. Kelima, proses akhir dari ilmu pengetahuan adalah

membentuk teori yang andal guna menjelaskan suatu gejala sosiobudaya dan kealaman

secara kausalitas.

Jika diperhatikan, kelima proses tersebut berkaitan dengan penelitian. Penelitian

adalah proses, sedangkan hasilnya adalah ilmu. Di balik semua itu ada aspek yang tidak

bisa diabaikan, yakni paradigma. Paradigma sangatlah penting sebab paradigma

menentukan epistemologi, ontologi, dan aksiologi. Paradigma tidak saja menentukan

metodologi, metode dan teknik penelitian dalam konteks ilmu sebagai proses dan

produk.

Page 9: Tinjauan BUKU Filsafat Ilmu

Karya ilmiah yang paling populer yang mengkaji tentang paradigma adalah

karya Thomas Kuhn yang berjudul “The Structure of Scientific Revolution”. Dalam

karya tersebut, Kuhn menggunakan istilah paradigma dalam dua dimensi, yakni:

pertama berarti keseluruhan perangkat atau konstelasi yang berisikan keyakinan, nilai-

nlai, teknik-teknik, dan selanjutnya yang dimiliki bersama oleh para anggota suatu

masyarakat. Kedua, paradigma berarti unsur-unsur tertentu dalam perangkat tersebut,

yakni cara-cara pemecahan atas teka-teki, yang digunakan sebagai model atau cara yang

lain sebagai landasan bagi pemecahan atas teka-teki, yang digunakan sebagai modal

atau cara yang lain sebagai landasan bagi pemecahan atas teka-teki dan ilmu

pengetahuan normal.

Paradigma ilmu pengetahuan yang paling tua adalah paradigma ilmu alam atau

yang disebut juga paradigma positivistik (positivisme, positivis). Paradigma ini

mendominasi, karena diberlakukan untuk semua ilmu, baik ilmu alam, ilmu sosial

maupun ilmu humaniora. Bahkan muncul anggapan bahwa suatu ilmu baru disebut ilmu

apabila mengikuti paradigma positivistik. Gagasan ini tentunya menimbulkan reaksi,

yakni penolakan terhadap pemberlakuan paradigma tunggal. Hal ini disebabkan dalam

ilmu sosial dan humaniora, ontologinya berbeda. berkenaan dengan itu,muncullah

paradigma tandingan, yakni paradigma naturalisme (naturalistik). Perang paradigma

memunculkan usaha-usaha pembenahan, misalnya paradigma positivistik

disempurnakan menjadi paradigma pospositivistik (pospositivistik). Di antara perang

antara paradigma positivistik dan pospositivistik melawan paradigma naturalistik, maka

muncul ketidakpuasan atas paradigma-paradigma tersebut, karena dianggap

mengabaikan aspek praktis. Merekapun mengembangkan paradigma baru, yakni

paradigma kritis atau critical theory. Karena itu pula, sebagaimana yang ditunjukkan

oleh Guba dan Lincoln bahwa dalam ilmu sosial dikenal empat paradigma, yakni (1)

paradigma positivisme, (2) paradigma pospositivisme, (3) paradigma naturalisme, dan

(4) paradigma teori kritis. Sementara itu, ilmu alam hanya mengenal satu paradigma,

yaitu positivisme. Secara substansial, paradigma ilmu dapat dipilah menjadi tiga, yakni

(1) paradigma positivisme, (2) paradigma naturalisme, dan (3) paradigma teori kritis.

Paradilma ilmu mengalami perkembangan yang pasang surut. Thomas S. kuhn

yang tidak sependapat dengan asas klasifikai yang dikemukakan oleh Popper

sebagaimana jalan bagi perkembangan ilmu pengetahuan mengemukakan gagasan yang

Page 10: Tinjauan BUKU Filsafat Ilmu

memandang perkembangan ilmu meliputi tiga tahapan, yakni (1) tahap prakonsensus,

(2) tahap normal, dan (3) tahap kritis dan penemuan ilmah.

Masing-masing paradigma penelitian sebagaimana yang telah dijelaskan di atas

melahirkan melahirkan metodologi yang berbeda. Paradigma positivistik melahirkan

metodologi penelitian kuantitatif, paradigma interpretasi melahirkan metodologi

penelitian kualitatif, dan paradigma teori kritis melahirkan metodologi penelitian ktitis

dan metodologi refleksi diri. Berbicara masalah metodologi tentunya juga tidak dapat

dilepaskan dari ciri-ciri aktivitas penelitian itu sendiri, yakni (1) indrawiah, (2)

imajinasi, dan (3) kognitif.

Bab ini juga menguraikan tentang teori-teori kebenaran. Kebenaran ilmiah

merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian. Kebenaran merupakan sifat

pengetahuan. Hal ini disebut kebenaran epistemologis atau kebenaran gnoseologis.

Pertanyaan yang muncul adalah “Apakah kebenaran itu?”.

(a) Teori Kebenaran Koherensi

Teori ini dianut oleh kaum rasionalis. Teori kebenaran koherensi menyatakan

bahwa suatu pernyataan (pengetahuan, teori, proposisi, hipotesis) dianggap benar, bila

koheren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.

Matematika dan ilmu pasti sangat kuat berpegangan pada teori kebenaran koherensi.

(b) Teori Kebenaran Korespondensi

Teori ini dianut oleh kaum empiris. Teori kebenaran korespondensi menyatakan

bahwa suatu pernyataan adalah benar, jika berkesesuaian atau berketerkatan dengan

realitas empirik. Misalnya, pernyataan bahwa ibukota Provinsi Bali adalah Denpasar

adalah benar. Sebab, berkorespondensi dengan realitas, yakni ibukota Provinsi Bali

adalah Denpasar.

(c) Teori Kebenaran Pragmatis

Teori ini dianut oleh kaum pragmatis. Teori ini berpandangan bahwa kebenaran

sama artinya dengan kegunaan. Artinya, ide, gagasan, pengetahuan, teori, proposisi atau

hipotesa adalah benar jika berguna, tepat guna, atau bersifat fungsional bagi kehidupan

manusia. Misalnya, teori elit (tokoh masyarakat) berperan penting dalam

mengendalikan tindakan anak buahnya. Namun, sesuau dan lain hal, terjadi konflik

antaranak buah. Masalah ini dicoba untuk dipecahkan, dengan meminta bantuan kepada

elite, dan ternyata berhasil. Konflik terselesaiakan dan kedamaian terwujud. Dengan

Page 11: Tinjauan BUKU Filsafat Ilmu

demikian, teori elite benar, karena memiliki sifat fungsional dalam kehidupan praktis.

Jadi, sebuah proposisi dikatakan benar tidak semata-mata karena kelogisannya, tetapi

harus pula dikaitkan dengan uji kegunaannya dalam kehidupan manusia.

(d) Teori Kebenaran Performatif

Suatu pernyataan adalah benar jika pernyataan itu menciptakan realitas.

(e) Teori Kebenaran Konsensus

Kebenaran konsesus terbentuk lewat dialog antara orang-orang berbeda

kepentingan dengan tujuan untuk mendapatkan suatu kesepakatan.

(f) Kebenaran Agama

Ajaran agama berkeyakinan bahwa ada kebenaran terberi, yakni berasal dari

Tuhan berbentuk ajaran agama yang tertuang dalam kitab suci. Dalam kitab suci

tersebutlah tertuang kebenaran bagi penganutnya.

Setelah menjelaskan berbagai teori kebenaran, penulis memberikan penjelasan

tentang berbagai tugas ilmu, seperti menjelaskan, memahami, meramalkan,

mengendalikan, mengucapkan, memberdayakan. Ilmu sebagai proses dan produk tidak

bisa dilepaskan dari aktivitas berpikir. Dengan mengikuti Kaelan (2002:17) berpikir

dengan mempertimbangkan aturan-aturan atau hukum-hukum dan bentuk kegiatan

seperti ini disebut bernalar. Begitu pula Plato dan Aristoteles mengemukakan bahwa

berpikir adalah berbicara dalam batin, mempertimbangkan, menganalisis, membuktikan

sesuatu, dan menarik suatu simpulan adalah sebagian dari kegiatan berpikir manusia.

Sarana berpikir manusia meliputi logika, statistika, matematika, dan bahasa.

Bab 5 Ilmu Sebagai Produk, Penggolongan, dan Kerjasama Antarilmu

Ilmu sebagai produk berbentuk berbagai pernyataan ilmiah. Dengan demikian

dikemukakan bahwa ilmu sebagai produk = pernyataan ilmiah. Ilmu sebagai pernyataan

ilmiah memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri-ciri itu dapat menjawab pertanyaan “Apa itu

ilmu?” Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang dibekali dengan kemampuan

berpikir, berkehendak, dan merasa. Kemampuan berpikir inilah yang mengakibatkan

manusia memiliki ilmu. Hasrat inin tahu akan suatu realitas dikaji melalui suatu proses

penelitian guna menghasilkan produk, yakniilmu pengetahuan. Dengan demikian, ilmu

pengetahuan tidak saja sebagai suatu proses, yakni proses penelitian, tetapi juga sebagai

produk.

Page 12: Tinjauan BUKU Filsafat Ilmu

Ilmu sebagai produk yang sama dengan pernyataan ilmiah. adapun bentuk-

bentuk pernyataan ilmiah, misalnya konsep, proposisi, dalil, teorema, teori, fakta,

asumsi, dll. Bertolak dari definisi ilmu dan aneka bentuk pernyataan maka dapat

dirangkum beberapa ciri ilmu sebagai produk dari aktivitas penelitian adalah empiris,

ilmu pengetahuan bersifat sekuler, sistematis, objektif, standarisasi dan replikasi,

analitis, verifikatif, intersubjektif, kebenaran ilmiah faktual dan rasional, tentatif,

kumulatif, sosial, dapat dikomunkasikan, universal, progresif, sikap kritis, dapat

digunakan, ilmu sebagai usaha pencarian, dan ilmu sebagai upaya untuk menaklukkan.

Ilmu yang dikembangkan oleh manusia sangat luas dan kompleks. Berkenaan

dengan itu, maka ilmu dapat dikelompokkan menjadi berbagai jenis bergantung dari

sudut pandang yang digunakan untuk melihatnya. Adapaun berbagai bentuk

pengelompokan ilmu dapat dikemukanan sebagai berikut.

(1) Ilmu nomotetis (A-alfa), ilmu ideografis (B-beta), dan ilmu gamma

Secara klasik ilmu pengetahuan dibedakan menjadi dua, yakni ilmu nomotetis

dan ilmu ideografis atau lazim pula disebut ilmu kategori A (alfa) dan B (beta).

Kemunculan ilmu pengetahuan ideografis tidak semata-mata untuk menunjukkan bahwa

dia berbeda secara ontologis, tetapi terkait pula gerakan protes terhadap hegemoni

paradigma atau cara berpikir positivistime. Berkenaan dengan itu, muncul aliran filsafat

Neo-Kantinian, yakni aliran filsafat ingin kembali pada pemikiran kritis Imanuel Kant.

Aliran ini tidak sekadar ingin kembali memahami gagasan Kahn, tetapi juga

melampuinya (mengerti secara baik gagasan dan sekaligus mengoreksinya). Aliran

filsafat ini membedakan ilmu menjadi dua, yakni: (1) Natuurwissschaften (natural

science) atau ilmu-ilmu kealaman yang sifatnya menerangkan atau menjelaskan dan (2)

Geisteswissenschften, ilmu-ilmu kerohanian, ilmu-ilmu humaniora atau ilmu

pengetahuan budaya yang sifatnya memahami.

(2) Perbedaan ilmu berdasarkan objek

Berdasarkan objeknya, maka ilmu pengetahuan bisa dipisahkan menjadi

beberapa jenis, yakni (a) ilmu matematika, (b) ilmu pengetahuan alam, (c) ilmu tentang

prilaku, (d) ilmu pengetahuan kerohanian.

(3) Ilmu pengetahuan alam, humanitis, dan sosial

(4) Ilmu murni dan ilmu terapan

Page 13: Tinjauan BUKU Filsafat Ilmu

Walaupun ilmu-ilmu bisa dipisahkan menjadi berbagai bidang, baik atas dasar

objek materi maupun objek forma