filsafat sains
DESCRIPTION
filsafatTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan dan kemajuan zaman manusia dewasa ini tidak terlepas
dari peran ilmu. Bahkan perubahan pola hidup manusia dari waktu ke waktu
sesungguhnya berjalan seiring dengan sejarah kemajuan dan perkembangan ilmu.
Kita menyebut tahap-tahap tersebut sebagai priodesasi sejarah perkembangan
ilmu, sejak zaman klasik, zaman pertengahan, zaman modern dan zaman
kontemporer.
Kemajuan ilmu dan teknologi dari masa ke masa ibarat mata rantai yang
tidak terputus satu sama lain. Hal-hal baru yang ditemukan suatu masa menjadi
unsur penting bagi penemuan-penemuan lainnya di masa berikutnya. Satu hal
yang tak sulit untuk disepakati, bahwa hampir semua sisi kehidupan manusia
modern telah disentuh oleh berbagai efek perkembangan ilmu dan teknologi,
sektor ekonomi, politik, pertahanan dan keamanan, sosial dan budaya, komunikasi
dan transportasi, pendidikan, seni, kesehatan, dan lain-lain, semuanya
membututuhkan dan mendapat sentuhan teknologi.
Satu hal lain yang menjadi karakter spesifik ilmu kontemporer, dan
dalam konteks ini dapat kita temukan secara relatif lebih mudah pada bidang-
bidang sosial, yaitu bahwa ilmu kontemporer tidak segan-segan melakukan
dekontruksi dan peruntuhan terhadap teori-teori ilmu yang pernah ada untuk
kemudian menyodorkan pandangan-pandangan baru dalam rekontruksi ilmu yang
mereka bangun. Dalam hal inilah penyebutan “potmodernisme” dalam bidang
ilmu dan filsafat menjadi diskursus yang akan cukup banyak ditemukan
(Sulaiman ,2009).
Semua kemajuan tersebut adalah buah dari perkembangan ilmu
pengetahuan yang tak pernah surut dari pengkajian manusia. Pengetahuan berawal
dari rasa ingin tahu kemudian seterusnya berkembang menjadi tahu. Manusia
mampu mengembangkan pengetahuan disebabkan oleh dua hal utama, yakni,
pertama manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi
dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua, yang
1 | F i l s a f a t S a i n s
menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuannya dengan cepat
adalah kemampuan berfikir menurut suatu alur kerangka berfikir tertentu.
Pengetahuan (knowlodge atau ilmu) adalah bagian yang esensial-aksiden manusia,
karena pengetahuan adalah buah dari “berfikir”. Berfikir adalah sebagai ciri utama
yang memisahkan manusia dari sesama genus-nya, yaitu hewan. Dan sebenarnya
kehebatan manusia dan “barangkali” keunggulannya dari spesies-spesies lainnya
karena pengetahuannya. Kemajuan manusia dewasa ini tidak lain karena
pengetahuan yang dimilikinya. Lalu apa yang telah dan ingin diketahui oleh
manusia? Bagaimana manusia berpengetahuan? Apa yang ia lakukan dan dengan
apa agar memiliki pengetahuan? Kemudian apakah yang diketahui itu benar? Dan
apa yang menjadi tolak ukur kebenaran? Bagaimana kebenaran itu diaplikasikan?
Sederetan pertanyaan-pertanyaan di atas sebenarnya sederhana sekali karena
pertanyaan ini sudah terjawab dengan sendirinya ketika manusia sudah masuk ke
alam realita. Namun ketika masalah-masalah itu diangkat dan dibedah dengan
pisau ilmu, maka akan ada aturan yang harus diperhatiakan dalam mengkajinya
melalui landasan-landasan atau dasar-dasar ilmu, yaitu landasan ontologi,
landasan epistemologi, dan landasan aksiologi. Dengan demikian dapat
memberikan pemahaman tentang suatu kerangka pendekatan pencarian
kebenaran, proses yang ditempuh dalam pencarian kebenaran tersebut dan sejauh
mana kebenaran itu dapat dikatakan bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Oleh karena itu, permasalahan tersebut perlu diuraikan lebih lanjut melalui
makalah yang penulis susun yang berjudul “Landasan Penelaahan Ilmu
Pengetahuan”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat
dibahas untuk lebih lanjut adalah sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana hubungan ilmu dengan nilai?
1.2.2 Apa yang dimaksud dengan landasan ontologi?
1.2.3 Apa yang dimaksud dengan landasan epistemologi?
2 | F i l s a f a t S a i n s
1.2.4 Apa yang dimaksud dengan landasan aksiologi?
1.2.5 Bagaiamana hubungan antara landasan ontologi, epistemologi, dan
aksiologi dalam filsafat ilmu?
1.3 Tujuan Penilaian
Adapun tujuan penulis dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1.3.1 Untuk mengetahui hubungan ilmu dengan nilai.
1.3.2 Untuk mengetahui pengertian landasan ontologi.
1.3.3 Untuk mengetahui pengertian landasan epistemologi.
1.3.4 Untuk mengetahui pengertian landasan aksiologi.
1.3.5 Untuk mengetahui hubungan antara landasan ontologi, epistemologi,
dan aksiologi dalam filsafat ilmu.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan yang dapt diperoleh dari makalh ini baik oleh penulis
maupun pembaca adalah sebagi berikut:
1.4.1 Bagi Penulis
1. Meningkatkan keterampilan menyusun suatu karya ilmiah dalam
bentuk makalah yang sesuai dengan sistematika penyusunan karya
tulis.
2. Mengembangkan pemahaman terhadap cabang ilmu filsafat yang
berperan sebagai landasan penelahaan ilmu pengetahuan.
Pemahaman tersebut dapat dijadikn bekal teori untuk mengkaji
suatu ilmu pengetahuan yang bebas nilai ataupun taut nilai.
1.4.2 Bagi Pembaca
1. Memberi pengetahuan terkait peran landasan penelahaan ilmu
pengetahuan dalam mengkaji suatu ilmu pengetahuan.
3 | F i l s a f a t S a i n s
2. Pengetahuan yang diperoleh dapat diberdayakan ketika hendak
meneliti sutau pengetahuan baru agar dapat menghasilkan ilmu
penetahuan yang benar-benar berfaedah bagi kehidupan manusia.
1.5 Metode Penulisan
Metode yang penulis gunakan dalam menyusun makalah ini adalah
metode kajian pustaka, yaitu dengan mengkaji beberapa referensi yang relevan
dengan topik yang penulis angkat. Data-data yang telah terkumpul kemudian
dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif.
4 | F i l s a f a t S a i n s
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hubungan Ilmu dengan Nilai
Kegiatan keilmuan dan pengembangan ilmu memerlukan dua
pertimbangan, yaitu objektivitas dan nilai-nilai hidup kemanusiaan
(Siswomihardjo, 1997). Objektivitas yang menuju kepada kebenaran merupakan
landasan tetap yang menjadi pola dasarnya. Sedangkan nilai-nilai hidup
kemanusiaan merupakan pertimbangan pada tahap pra-ilmu dan pasca-ilmu.
Pertimbangan nilai-nilai sangat berpengaruh pada penentuan tujuan ilmu
pengetahuan dan kegiatan ilmiah pada umumnya. Berdasarkan pertimbangan
nilai, pandangan para ilmuwan dapat dibedakan menjadi 2 golongan yaitu (The
Liang Gie, 1984):
1) Para ilmuwan yang hanya menggunakan satu pertimbangan nilai,
yaitu nilai kebenaran dan dengan mengesampingkan pertimbangan-
pertimbangan nilai metafisik lainnya seperti nilai etik, kesusilaan dan
kegunaannya. Pihak ini memiliki prinsip bahwa ilmu pengetahuan harus
bebas nilai. Prinsip tersebut akan menjadikan kebenaran sebagai satu-
satunya ukuran dan segala-galanya bagi seluruh kegiatan ilmiah,
termasuk penentuan tujuan bagi ilmu pengetahuan. Beberapa pandangan
ilmuwan yang berprinsip bahwa ilmu harus bebas nilai adalah sebagai
berikut:
a. Jacob Bronowski, yang berpendanpat bahwa,
The end of science is to discover what is true about the world. The
activity of the science is directed to seek the truth, and it is judged
by the criterion of being true to the facts. (Tujuan pokok ilmu
adalah mencari sesuatu yang benar tentang dunia. Aktivitas ilmu
diarahkan untuk melihat kebenaran, dan hal ini dinilai dengan
ukuran pembenaran fakta).
b. Victor Reisskop, yang berpendapat bahwa,
The primary aim of science is not in application. It is in gaining
insights into the cause and laws governing natural processes.
5 | F i l s a f a t S a i n s
(Tujuan pokok ilmu bukan pada penerapan, tujuan ilmu ilah
mencapai pemahamn-pemahaman terhadap sebab dan kaidah-
kaidah tentang proses-proses ilmu)’
c. Carl G. Hempel dan Paul Oppenheim, yang berpendapat bahwa,
To explain the phenomena in the world of experience, to answer
the question why rather than only the question what, is one of the
foremost objectives of all rational inquir; and especially,
sciencetific research in its various branches shrives to go beyond
a more description of the phenomena it investigates.
(Menjelaskan fenomena dalam dunia pengalaman, menjawab
pertanyaan mengapa daripada semata-mata pertanyaan apa
merupakan salah satu dari tujuan-tujuan utama semua
penyelidikan rasional; dan khususnya penelitian ilmiah dalam
aneka cabangnya berusaha melampaui sekedar hanya suatu
pelukisan mengenai pokok soalnya dengan menyajikan suatu
penjelasan mengenai fenomena yang diselidiki).
d. Maurice Richter, yang berpendapat bahwa,
The goal of science, as commonly recognized today, involves the
acquisition of systematic, generalized knowledge concerning the
natural world; knowledge which help man to understand nature,
to predict natural events and to control natural forces. ( Tujuan
ilmu sebagaimana biasanya diakui dewasa ini meliputi perolehan
pengetahuan yang digeneralisasi, disistematisasi mengenai dunia
alamiah; pengetahuan yang membantu manusia untuk memahami
alam, meramal kejadian-kejadian alamiah dan mengendalikan
kekuatan-kekuatan alamiah).
2) Para ilmuwan yang berpandangan bahwa sangat perlu
dimasukkannya pertimbangan nilai-nilai etik, kesusilaan, dan kegunaan
untuk melengkapi pertimbangan nilai kebenaran. Pihak ini berprinsip
bahwa ilmu harus taut (gayut) nilai. Salah satu pandangan yang
berpirinsip bahwa ilmu harus taut nilai adalah CA van Peursen yang
mengemukakan bahwa:
6 | F i l s a f a t S a i n s
Dalam meninjau perkembangan ilmu pengetahuan tidak terlepas dari
tiga hal yaitu teori pengetahuan, teknik, dan etik. Teori pengetahuan
melahirkan teknik, dan teknik secara langsung bersentuhan dengan nilai
etik.
Selain CA van Peursen, Daoed Yoesoef berpendapat bahwa ilmu
pengetahuan memang merupakan suatu kebenaran tersendiri, tetapi
otonomi ini tidak dapat diartikan bahwa ilmu pengetahuan itu bebas nilai
(Daoed Yoesoef, 1986).
Pertimbangan nilai etik tidak dimaksudkan untuk mengubah ciri-ciri
dalam metode ilmiah, tetapi dimaksdukan untuk melatar-belakangi kebijaksanaan
penentuan masalah dan penerapan hasil-hasil ilmu pengetahuan. Lebih jauh lagi,
menurut Soejono Soemargono (dalam Siswomihardjo, 1997) pengembangan ilmu
pengetahuan memerlukan dua pertimbangan yaitu segi statik dan dinamik. Segi
statik ilmu adalah ciri sistem yang tercermin pada metode ilmiah, sedangkan segi
dinamik adalah semacam pedoman dan asas yang perlu diperhatikan dalam
kegiatan ilmiah.
Metode ilmiah merupakan landasan tetap yang menjadi pola dasarnya,
sedangkan pertimbangan nilai-nilai yang menjadi latar belakang kegiatan ilmiah
merupakan segi pertimbangan metafisik. Pertimbangan metafisik ini meliputi nilai
kebenaran sebagai ukran pokok dan nilai lainnya seperti kebaikan, dan nilai
keindahan kejiwaan (Noto-nagoro dalam Siswomihardjo, 1997).
2.2 Pengertian Landasan Ontologi
Menurut Jujun Suriasumantri (dalam Siswomihardjo, 1997) semua
pengetahuan apakah itu ilmu, seni, atau pengetahuan yang lain pada dasarnya
memilik tiga landasan sebagai berikut: Landasan Ontologi, Landasan
Epistemologi dan Landasa Aksiologi.
Menurut bahasa, ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu, On atau
Ontos yang berarti “ada”, dan Logos yang berarti “ilmu”. Jadi ontologi adalah
ilmu tentang yang ada. Sedangkan menurut istilah, ontologi ialah ilmu yang
membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang
berbentuk jasmani atau konkret maupun rohani atau abstrak (Bakhtiar, 2006).
7 | F i l s a f a t S a i n s
Dalam persoalan ontologi orang menghadapi persoalan bagaimanakah
kita menerangkan hakikat dari segala yang ada ini? Pertama kali orang
dihadapkan pada adanya dua macam kenyataan. Yang pertama, kenyataan yang
berupa materi (kebendaan) dan kedua, kenyataan yang berupa rohani (kejiwaan).
Pembicaraan tentang hakikat sangatlah luas sekali, yaitu segala yang ada dan yang
mungkin ada. Hakikat adalah realitas, realita adalah ke-real-an, riil artinya
kenyataan yang sebenarnya. Jadi hakikat adalah kenyataan yang sebenarnya,
bukan kenyataan sementara atau keadaan yang menipu, juga bukan kenyataan
yang berubah. Contohnya, Pak Budi adalah seorang guru senior bersertifikasi
dengan tunjangan profesional enam juta rupiah. Apakah hakikat Pak Budi adalah
seorang guru? Jawabannya Tidak. Jika suatu saat Pak Budi sakit dan berhenti
menjadi guru, apakah ia tetap bisa disebut guru? Atau jika suatu saat Ia diangkat
menjadi Menteri Pendidikan, apakah ia tetap bisa disebut guru? Jawabanya Tidak.
Hakikat Pak Budi adalah seorang manusia. Meski dalam keadaan apapun, Pak
Budi tetap manusia, bukannya hewan atau benda mati. Jadi hakikat adalah sifat
atau kenyataan alamiah dasar yang ajeg, yang tidak sementara atau menipu.
Ontologi membahas tentang apa yang ingin diketahui atau merupakan
suatu pengkajian mengenai teori tentang ada. Sadulloh (2004) mengatakan bahwa
ontologi mempersoalkan tentang esensi dari yang ada, hakikat dari segala wujud
yang ada. Pertanyaan mendasar yang dibahas di dalam ontologi adalah “Apa itu
ada – dalam – dirinya - sendiri? Apa hakikat ada sebagai Ada? Istilah ontologi
muncul sekitar abad ke-17 yang dikenal dengan ungkapan mengenai “filsafat
mengenai yang – ada” atau philosophia entis (Suprihatin, 2009). Istilah ontologi
pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M (Bakhtiar,
2006). Secara ontologis ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya
pada daerah yang berada dalam jangkauan manusia. Dalam kaitannya dengan
kaidah moral atau nilai-nilai hidup, maka dalam menetapkan objek penelaahan,
kegiatan keilmuan tidak boleh melakukan upaya yang bersifat mengubah kodrat
manusia, merendahkan martabat manusia, dan mencampuri permasalahan
kehidupan (Farras, 2009).
Dasar ontologis dari ilmu berhubungan dengan materi yang objek
penelaahan ilmu. Berdasarkan objek yang ditelaahnya, ilmu dapat disebut sebagai
8 | F i l s a f a t S a i n s
pengetahuan empiris karena objeknya adalah sesuatu yang berada dalam
jangkauan pengalaman manusia yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang
dapat diuji oleh panca indera manusia. Berlainan dengan agama atau bentuk-
bentuk pengetahuan yang lain, ilmu membatasi diri hanya kepada kejadian-
kejadian yang bersifat empiris, dan selalu berorientasi terhadap dunia empiris.
Contohnya, landasan ontologis ilmu Fisika adalah objek yang
dipelajarinya berupa materi, zat, energi, dan interaksi yang terjadi diantara dua
atau lebih materi. Objek ilmu fisika tersebut dapat diamati dan diukur sehingga
bersifat empiris.
2.3 Pengertian Landasan Epistemologi
1) Definisi
Cabang ilmu filsafat yang secara khusus menggeluti pertanyaan-
pertanyaan yang bersifat menyeluruh dan mendasar tentang pengetahuan
disebut epistemologi. Istilah epistemologi berasal dari kata Yunani
episteme yang artinya pengetahuan dan logos yang artinya perkataan,
pikiran, ilmu. Kata episteme dalam bahasa Yunani berasal dari kata kerja
epistemai, artinya menunjukkan, menempatkan, atau meletakkan. Maka,
harfiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk
menempatkan sesuatu dalam kedudukan setepatnya. Selain kata episteme,
untuk kata pengetahuan dalam bahasa Yunani juga dipakai kata gnosis
maka istilah kata epistemologi dalam sejarah pernah disebut juga
gneseologi. Sebagai kajian filosofis yang membuat telaah kritis dan
analitis tentang dasar-dasar teoritis pengetahuan, epistemologi kadang juga
disebut teori pengetahuan (Suprihatin,2009).
Epistemologi adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan.
Ia merupakan cabang filsafat yang membahas mengenai terjadinya
pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, sarana, metode
atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan
(ilmiah). Perbedaan landasan ontologik menyebabkan perbedaan dalam
menentukan metode yang dipilih dalam upaya memperoleh pengetahuan
yang benar. Akal, akal budi, pengalaman, atau kombinasi akal dan
9 | F i l s a f a t S a i n s
pengalaman, intuisi, merupakan sarana mencari pengetahuan yang
dimaksud dalam epistemologik, sehingga dikenal model-model
epistemologik.
2) Metode
Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indera, dan
lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, di
antaranya adalah:
1. Metode Induktif Induksi yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-
pernyatan hasil observasi disimpulkan dalam suatu pernyataan
yang lebih umum. Yang bertolak dari pernyataan-pernyataan
tunggal sampai pada pernyataan-pernyataan universal.
2. Metode Deduktif Deduksi ialah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data
empirik diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang
runtut. Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif ialah adanya
perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Ada
penyelidikan bentuk logis teori itu dengan tujuan apakah teori
tersebut mempunyai sifat empiris atau ilmiah, ada perbandingan
dengan teori teori lain dan ada pengujian teori dengan jalan
menerapkan secara empiris kesimpulan-kesimpulan yang bisa
ditarik dari teori tersebut.
3. Metode Positivisme Metode ini dikeluarkan oleh August Comte (1798-1857). Metode
ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual, yang
positif. Ia mengenyampingkan segala uraian/persoalan di luar yang
ada sebagai fakta. Oleh karena itu, ia menolak metafisika. Apa
yang diketahui secara positif, adalah segala yang tampak dan segala
gejala. Dengan demikian metode ini dalam bidang filsafat dan ilmu
pengetahuan dibatasi kepada bidang gejala-gejala saja.
4. Metode Kontemplatif
10 | F i l s a f a t S a i n s
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal
manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang
dihasilkan pun akan berbeda-beda harusnya dikembangkan suatu
kemampuan akal yang disebut dengan intuisi.
5. Metode Dialektis Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jawab
untuk mencapai kejernihan filsafat. Metode ini diajarkan oleh
Socrates. Namun Plato mengartikannya diskusi logika. Kini
dialektika berarti tahap logika, yang mengajarkan kaidah-kaidah
dan metode-metode penuturan, juga analisis sistematik tentang ide-
ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan
(Sulaiman, 2009).
Pengetahuan merupakan daerah persinggungan antara benar dan
dipercaya. Pengetahuan bisa diperoleh dari akal sehat yaitu melalui
pengalaman secara tidak sengaja yang bersifat sporadis dan kebetulan
sehingga cenderung bersifat kebiasaan dan pengulangan, karena
landasannya yang berakar kurang kuat maka akal sehat cenderung untuk
bersifat kabur dan samar dan karena kesimpulan yang ditariknya sering
berdasarkan asumsi yang tidak dikaji lebih lanjut maka akal sehat lebih
merupakan pengetahuan yang tidak teruji. Ilmu pengetahuan (sains)
diperoleh berdasarkan analisis dengan langkah-langkah yang sistematis
(metode ilmiah) menggunakan nalar yang logis. Metode ilmiah
menggabungkan cara berpikir deduktif dan induktif sehingga menjadi
jembatan penghubung antara penjelasan teoritis dengan pembuktian yang
dilakukan secara empiris.
Menurut Suastra (2009), metode ilmiah adalah suatu metode yang
biasanya diikuti oleh ilmuwan dalam memecahkan suatu masalah. Adapun
langkah-langkah metode ilmiah adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi dan menyatakan suatu masalah
2. Merumuskan hipotesis
3. Mendisain dan melaksanakan suatu eksperimen
4. Mengobservasi
11 | F i l s a f a t S a i n s
5. Mengumpulkan dan menganalisis data
6. Mengulang kembali eksperimen untuk membuktikan kebenaran
data
7. Menarik kesimpulan
Langkah-langkah ini biasanya digunakan oleh ilmuwan untuk
membuat suatu laporan hasil eksperimen dalam suatu komparasi ilmiah
atau dalam mempersiapkan kertas kerja untuk dipublikasikan. Dengan
metode ilmiah berbagai penjelasan teoritis (atau juga naluri) dapat diuji,
apakah sesuai dengan kenyataan empiris atau tidak. Kebenaran
pengetahuan dilihat dari kesesuaian artinya dengan fakta yang ada, dengan
putusan-putusan lain yang telah diakui kebenarannya dan tergantung
kepada berfaedah tidaknya teori tersebut bagi kehidupan manusia. Jika
seseorang ingin membuktikan kebenaran suatu pengetahuan maka cara,
sikap, dan sarana yang digunakan untuk membangun pengetahuan tersebut
harus benar. Apa yang diyakini atas dasar pemikiran mungkin saja tidak
benar karena ada sesuatu di dalam nalar kita yang salah. Demikian pula
apa yang kita yakini karena kita amati belum tentu benar karena
penglihatan kita mungkin saja mengalami penyimpangan. Itulah sebabnya
ilmu pengetahuan selalu berubah-ubah dan berkembang.
3) Peranan Epistemologi
Sebagai cabang ilmu filsafat, epistemologi bermaksud mengkaji
dan mencoba menemukan ciri-ciri umum dan hakiki dari pengetahuan
manusia. Bagaimana pengetahuan itu pada dasarnya diperoleh dan diuji
kebenarannya? Manakah ruang lingkup atau batas-batas kemampuan
manusia untuk mengetahui? Epistemologi juga bermaksud secara kritis
mengkaji pengandaian-pengandaian dan syarat-syarat logis yang
mendasari dimungkinkannya pengetahuan serta mencoba memberi
pertanggungjawaban rasional terhadap klaim kebenaran dan objektivitas.
Epistemologi atau filsafat pengetahuan pada dasarnya juga
merupakan suatu upaya rasional untuk menimbang dan menentukan nilai
12 | F i l s a f a t S a i n s
kognitif pengalaman manusia dalam interaksinya dengan diri, lingkungan,
sosial, dan alam sekitarnya. Maka, epistemologi adalah suatu disiplin ilmu
yang bersifat evaluatif, normatif dan kritis. Evaluatif berarti bersifat
menilai, ia menilai apakah suatu keyakinan, sikap, pernyataan pendapat,
teori pengetahuan dapat dibenarkan, dijamin kebenarannya, atau memiliki
dasar yang dapat dipertanggungjawabkan secara nalar. Normatif berarti
menentukan norma atau tolok ukur, dan dalam hal ini tolok ukur dalam
kenalaran bagi kebenaran pengetahuan. Epistemologi sebagai cabang ilmu
filsafat tidak cukup hanya memberi deskripsi atau paparan bagaimana
proses manusia mengetahui itu terjadi (seperti dibuat oleh psikologi
kognitif), tetapi perlu membuat penentuan mana yang betul dan mana yang
keliru berdasarkan norma. Sedangkan kritis berarti banyak
mempertanyakan dan menguji kenalaran cara maupun hasil kegiatan
manusia mengetahui. Yang dipertanyakan adalah baik asumsi, cara kerja
atau pendekatan yang diambil, maupun kesimpulan yang ditarik dalam
pelbagai kegiatan kognitif manusia. Epistemologi sangat penting untuk
dipelajari karena alasan yang mendasar dari pertimbangan srategis,
pertimbangan kebudayaan dan pertimbangan pendidikan. Ketiganya
berpangkal pada pentingnya pengetahuan pada kehidupan manusia.
Berdasarkan pertimbangan srategis, epistemplogi perlu karena
pengetahuan sendir merupakan hal yang sacara srategis perlu bagi
perkembangna manusia berdasarkan pertimbangan kebudayaan, penjelasan
yang pokok adalah kenyataan bahwa pengtahuan merupakan salah satu
unsur dasar kebudayaan. Dari segi petimbangan kebudayaan menpelajari
epistemologi diperlukan untu mengungkap pandangan epestimologis yang
seharusnya ada dan terkandung dalam setiap kebudayaan. Sedangkan
berdasarkan pertimbangan pendidikan, epistemologi perlu dipelajari
karena manfaatnya untuk bidang pendidikan secara faktual.
2.4 Pengertian Landasan Aksiologi
Pengertian aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti
nilai dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah “Teori tentang nilai”. Nilai
13 | F i l s a f a t S a i n s
yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai
pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat
mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
Makna “etika” dipakai dalam dua bentuk arti, pertama, etika merupakan
suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan-perbuatan
manusia. Arti kedua, merupakan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan
hal-hal, perbuatan-perbuatan, atau manusia-manusia lain. Objek formal etika
meliputi norma-norma kesusilaan manusia, dan mempelajari tingkah laku manusia
baik buruk. Sedangkan estetika berkaitan denganj nilai tentang pengalaman
keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di
sekelilingnya.
Nilai itu objektif ataukah subjektif adalah sangat tergantung dari hasil
pandangan yang muncul dari filsafat. Nilai akan menjadi subjektif, apabila subjek
sangat berperan dalam segala hal, kesadaran manusia menjadi tolak ukur
segalanya; atau eksistensinya, maknanya dan validitasnya tergantung pada reaksi
subjek yang melakukan penilaian tanpa mempertimbangkan apakah ini bersifat
psikis atau fisis. Dengan demikian, nilai subjektif akan selalu memperhatikan
berbagai pandangan yang dimilki akal budi manusia, seperti perasaan,
intelektualitas, dan hasil nilai subjektif selalu akan mengarah kepada suka atau
tidak suka, senang atau tidak senang.
Nilai itu objektif, jika ia tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang
menilai. Nilai objektif muncul karena adanya pandangan dalam filsafat tentang
objektivisme. Objektivisme ini beranggapan pada tolak ukur suatu gagasan berada
pada objeknya, sesuatu yang memiliki kadar secara realitas benar-benar ada.
Nilai dalam ilmu pengetahuan. Seorang ilmuwan harus bebas dalam menentukan
topik penelitiannya, bebas melakukan eksperimen-eksperimen. Kebebasan inilah
yang nantinya akan dapat mengukur kualitas kemampuannya. Ketika seorang
ilmuwan bekerja, dia hanya tertuju pada kerja proses ilmiah dan tujuan agar
penelitiannya berhasil dengan baik. Nilai objektif hanya menjadi tujuan utamanya,
dia tidak mau terikat dengan nilai-nilai subjektif, seperti; agama, adat istiadat.
Tetapi perlu disadari setiap penemuan ilmu pengetahuan bisa berdampak positif
dan negatif. Dalam hal ini ilmuwan terbagi dua golongan pendapat. Golongan
14 | F i l s a f a t S a i n s
pertama berpendapat mengenai kenetralan ilmu. Ilmuwan hanyalah menemukan
pengetahuan dan terserah kepada orang lain untuk menggunakannya. Golongan
kedua berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas
pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya haruslah berlandaskan
nilai-nilai moral, sebagai ukuran kepatutannya.
2.5 Hubungan Antara Landasan Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Dalam
Filsafat Ilmu
Istilah ilmu sudah sangat populer, tetapi seringkali banyak orang
memberikan gambaran yang tidak tepat mengenai hakikat ilmu. Terlebih lagi bila
pengertian ini dikaitkan dengan berbagai aspek dalam suatu kegiatan keilmuan,
misalnya matematika, logika, penelitian dan sebagainya. Apakah bedanya ilmu
pengetahuan (science) dengan pengetahuan (knowledge)? Apakah karakter ilmu?
apakah keguanaan ilmu? Apakah perbedaan ilmu alam dengan ilmu sosial ?
apakah peranan logika? Dimanakah letak pentingnya penelitian? apakah yang
disebut metode penelitian? Apakah fungsi bahasa? Apakah hubungan etika
dengan ilmu. Manusia berfikir karena sedang menghadapi masalah, masalah inilah
yang menyebabkan manusia memusatkan perhatian dan tenggelam dalam berpikir
untuk dapat menjawab dan mengatasi masalah tersebut, dari masalah yang paling
sumir/ringan hingga masalah yang sangat "Sophisticated"/sangat muskil.
Kegiatan berpikir manusia pada dasarnya merupakan serangkaian gerak
pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa
pengetahuan (knowledge). Manusia dalam berpikir mempergunakan lambang
yang merupakan abstraksi dari obyek. Lambang-lambang yang dimaksud adalah
"Bahasa" dan "Matematika". Meskipun nampak banyaknya serta aneka ragamnya
buah pemikiran itu namun pada hakikatnya upaya manusia untuk memperoleh
pengetahuan didasarkan pada tiga landasan pokok yakni : Ontologi, Epistemologi
dan Aksiologi.
a. Landasan Ontologis
15 | F i l s a f a t S a i n s
Ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui. Apa yang ingin
diketahui oleh ilmu? atau dengan perkataan lain, apakah yang menjadi bidang
telaah ilmu? Suatu pertanyaan:
- Obyek apa yang ditelaah ilmu ?
- Bagaiman wujud yang hakiki dari obyek tersebut ?
- Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia
(seperti berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan
pengetahuan?
Ontologi merupakan salah satu diantara lapangan-lapangan penyelidikan
kefilsafatan yang paling kuno. Awal mula alam pikiran orang Barat sudah
menunjukkan munculnya perenungan di bidang ontologi. Pada dasarnya tidak ada
pilihan bagi setiap orang pemilihan antara “kenampakan”(appearance) dan
“kenyataan”(reality). Ontologi menggambarkan istilah-istilah seperti: “yang
ada”(being), ”kenyataan” (reality), “eksistensi”(existence), ”perubahan” (change),
“tunggal” (one) dan “jamak” (many).
Ontologi merupakan ilmu hakikat, dan yang dimasalahkan oleh ontologi
adalah: ” Apakah sesungguhnya hakekat realitas yang ada ”rahasia alam” di balik
realita itu?
Ontologi membahas bidang kajian ilmu atau obyek ilmu. Penentuan obyek
ilmu diawali dari subyeknya. Yang dimaksud dengan subyek adalah pelaku ilmu.
Subyek dari ilmu adalah manusia; bagian manusia paling berperan adalah daya
pikirnya. Adapun yang menjadi dasar ontologi adalah “Apakah yang ingin
diketahui ilmu atau apakah yang menjadi bidang telaah ilmu?”. Ilmu membatasi
diri hanya pada kejadian yang bersifat empiris, mencakup seluruh aspek
kehidupan yang dapat diuji oleh pancaindera manusia atau yang dapat dialami
langsung oleh manusia dengan mempergunakan pancainderanya. Ruang lingkup
kemampuan pancaindera manusia dan peralatan yang dikembangkan sebagai
pembantu pancaindera tersebut membentuk apa yang dikenal dengan dunia
empiris. Dengan demikian obyek ilmu adalah dunia pengalaman indrawi. Ilmu
membatasi diri hanya kepada kejadian yang bersifat empiris.
Pengetahuan keilmuan mengenai obyek empiris ini pada dasarnya
merupakan abstraksi yang disederhanakan. Penyederhanaan ini perlu sebab
16 | F i l s a f a t S a i n s
kejadian alam sesungguhnya sangat kompleks. Ilmu tidak bermaksud "memotret"
atau "mereproduksi" suatu kejadian tertentu dan mengabstaraksikannya kedalam
bahasa keilmuan. Ilmu bertujuan untuk mengerti mengapa hal itu terjadi, dengan
membatasi diri pada hal-hal yang asasi. Atau dengan perkataan lain, proses
keilmuan bertujuan untuk memeras hakikat empiris tertentu, menjangkau lebih
jauh dibalik kenyatan-kenyataan yang diamatinya yaitu kemungkinan-
kemungkinan yang dapat diperkirakan melalui kenyataan-kenyataan iru. Disinilah
manusia melakukan transendensi terhadap realitas.
Untuk mendapatkan pengetahuan ini ilmu membuat beberapa andaian
[asumsi] mengenai obyek-obyek empiris. Asumsi ini perlu, sebab pernyataan
asumstif inilah yang memberi arah dan landasan bagi kegiatan penelaahan kita.
Ilmu memiliki tiga asumsi mengenai obyek empirisnya :
- Asumsi pertama : Asumsi ini menganggap bahwa obyek-obyek tertentu
mempunyai keserupaan satu sama lain misalnya dalam hal bentuk struktur, sifat
dsb. Klasifikasi [taksonomi] merupakan pendekatan keilmuan pertama terhadap
obyek.
- Asumsi kedua : Asumsi ini menganggap bahwa suatu benda tidak
mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu (tidak absolut tapi relatif ).
Kegiatan keilmuan bertujuan mempelajari tingkah laku suatu obyek dalam
keadaan tertentu. Ilmu hanya menuntut adanya kelestarian yang relatif, artinya
sifat-sifat pokok dari suatu benda tidak berubah dalam jangka waktu tertentu.
Dengan demikian memungkinkan kita untuk melakukan pendekatan keilmuan
terhadap obyek yang sedang diselidiki.
- Asumsi ketiga : Asumsi ini menganggap tiap gejala bukan merupakan
suatu kejadian yang bersifat kebetulan. Tiap gejala mempunyai pola tertentu yang
bersifat tetap dengan urutan/sekuensial kejadian yang sama. Misalnya
langit ,mendung maka turunlah hujan. Hubungan sebab akibat dalam ilmu tidak
bersifat mutlak. Ilmu hanya mengemukakan bahwa "X" mempunyai
kemungkinan[peluang] yang besar mengakibatkan terjadinya "Y". Determinisme
dalam pengertian ilmu mempunyai konotasi yang bersifat peluang [probabilistik].
Statistika adalah teori peluang.
b. Landasan Epistemologi
17 | F i l s a f a t S a i n s
Epistemologi mempermasalahkan kemungkinan mendasar mengenai
pengetahuan (very possibility of knowledge). Dalam perkembangannya
epistemology menampakkan jarak yang asasi antara rasionalisme dan empirisme,
walaupun sebenarnya terdapat kecenderungan beriringan. Landasanepistemology
tercermin secara operasional dalam metode ilmiah . Pada dasarnya metode ilmiah
merupakan cara ilmu memperoleh dan menyusun tubuh pengetahuan dengan
berdasarkan :
1. Kerangka pemikiran yang bersifat logis dengan argumentasi yang
konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil disusun.
2. Menjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka tersebut
dan melakukan verifikasi terhadap hipotesis termaksud dengan menguji
kebenaran pernyataan secara factual.
Suatu Pertanyaan :
1. Bagaiman proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang
berupa ilmu?
2. Bagaimana prosedurnya ?
3. Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan
yang benar ?
4. Apa yang disebut kebenaran itu sendiri ?
5. Apakah kriterianya ?
6. Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan
pengetahuan yang berupa ilmu ?
Inilah kajian epistemology Dasar Epistemologi Ilmu Epistemologi atau
teori pengetahuan, membahas secara mendalam segenap proses yang terlibat
dalam usaha kita memperoleh pengetahuan. Ilmu merupakan pengetahuan yang
didapat melalui proses tertentu yang dinamakan metode keilmuan. Ilmu lebih
bersifat kegiatan dinamis tidak statis. Setiap kegiatan dalam mencari pengetahuan
tentang apapun selama hal itu terbatas pada obyek empiris dan pengetahuan
tersebut diperoleh dengan mempergunakan metode keilmuan, adalah sah disebut
keilmuan.
Hakikat keilmuan tidak berhubungan dengan "titel" atau "gelar akademik", profesi
18 | F i l s a f a t S a i n s
atau kedudukan, hakikat keilmuan ditentukan oleh cara berpikir yang dilakukan
menurut persyaratan keilmuan.
c. Landasan Aksiologi
Permasalahan aksiologi meliputi sifat nilai, tipe nilai, kriteria nilai, status
metafisika nilai. Pada adasarnya ilmu harus digunakan untuk kemaslahatan umat
manusia. Ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk meningkatkan taraf hidup
manusia dan kesejahteraannya dengan menitik beratkan pada kodrat dan martabat.
Untuk kepentingan manusia, maka pengetahuan ilmiah yang diperoleh disusun
dan dipergunakan secara komunal dan universal. Suatu pertanyaan :
1. Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan ? bagaimana
kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah moral ?
2. Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan
moral?
3. Bagaimana kaitan atau hubungan antara teknik prosedural yang
merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma
moral/profesional?.
Pertanyaan-pertanyaan di atas, merupakan bagian dari makna pengkajian
aksiologi terhadap hasil akhir pencapaian suatu telaah ilmu pengetahuan, dengan
tujuan untuk memberikan hasil yang terbaik bagi manfaat yang dapat memberikan
kemaslahatan bagi umat manusia.
BAB III
PENUTUP
19 | F i l s a f a t S a i n s
3.1 Simpulan
Berdasarkan paparan pembahasan di atas, maka dapat penulis simpulkan
beberapa hal yaitu:
1. Terdapat dua hubungan antara ilmu pengetahuan dan nilai, yaitu ilmu
pengetahuan yang bebas nilai dan ilmu pengetahuan yang taut (gayut)
nilai. Ilmu pengetahuan yang bebas nilai hanya mempertimbangkan
satu nilai, yaitu kebenaran. Sedangkan ilmu yang taut nilai, selain
mempertimbangkan nilai kebenaran, juga memperhatikan nilai etika
dan kemanusiaan.
2. Landasan ontologis adalah landasan yang mengkaji tentang objek yang
dipelajari suatu ilmu pengetahuan.
3. Landasan epistemologis adalah landasan yang mengkaji tentang
bagaimana ilmu pengetahuan itu diperoleh. Epistemologis membahas
metode dan prosedur untuk memperoleh ilmu.
4. Landasan aksiologis adalah landasan yang mengkaji tentang nilai atau
manfaat suatu ilmu pengetahuan terhadap kehidupan manusia.
5. Ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk meningkatkan taraf
hidup manusia dan kesejahteraannya dengan menitik beratkan pada
kodrat dan martabat manusia itu sendiri, maka pengetahuan ilmiah
yang diperoleh disusun dan dipergunakan secara komunal dan
universal. Ketiga pendekatan ini harus bisa menjawab hal-hal berikut:
Bagaimana hakikat dari sesuatu yang ditelaah? Bagaimana cara-cara
memahami pengetahuan, langkah-langkahnya, sumbernya dan
metodologinya? Bagaimana urgensi, nilai dan kegunaan dari sesuatu
itu? Ketiga landasan di atas merupakan dasar pijakan yang sangat
penting untuk dipahami dalam mendalami dasar-dasar segala ilmu
pengetahuan. Karena ke tiganya saling berkaitan erat satu sama lain
sebagai titik tolak dalam pencapaian kajian hakekatkebenaran ilmu.
3.2 Saran-saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan antara lain sebagai berikut:
20 | F i l s a f a t S a i n s
1. Sebagai seorang intelektual muda, seorang mahasiswa haruslah kritis
dalam menerima dan menggunakan ilmu pengetahuan. Hal ini karena,
ilmu pengetahuan terkadang disalahgunakan untuk melakukan hal-hal
bersifat negatif.
2. Pemahaman mengenai landasan penelaahan ilmu, sebaiknya dijadikan
pijakan oleh siapapun yang bergelut dalam dunia penelitian. Jika
seseorang sudah mempertimbangkan landasan tersebut, maka ilmu
pengetahuan yang dihasilkan melalui penenlitian akan memiliki
akuntabilitas dan faedah bagi kehidupan
21 | F i l s a f a t S a i n s