filsafat sains

32
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan zaman manusia dewasa ini tidak terlepas dari peran ilmu. Bahkan perubahan pola hidup manusia dari waktu ke waktu sesungguhnya berjalan seiring dengan sejarah kemajuan dan perkembangan ilmu. Kita menyebut tahap-tahap tersebut sebagai priodesasi sejarah perkembangan ilmu, sejak zaman klasik, zaman pertengahan, zaman modern dan zaman kontemporer. Kemajuan ilmu dan teknologi dari masa ke masa ibarat mata rantai yang tidak terputus satu sama lain. Hal-hal baru yang ditemukan suatu masa menjadi unsur penting bagi penemuan-penemuan lainnya di masa berikutnya. Satu hal yang tak sulit untuk disepakati, bahwa hampir semua sisi kehidupan manusia modern telah disentuh oleh berbagai efek perkembangan ilmu dan teknologi, sektor ekonomi, politik, pertahanan dan keamanan, sosial dan budaya, komunikasi dan transportasi, pendidikan, seni, kesehatan, dan lain- lain, semuanya membututuhkan dan mendapat sentuhan teknologi. Satu hal lain yang menjadi karakter spesifik ilmu kontemporer, dan dalam konteks ini dapat kita temukan secara relatif lebih mudah pada bidang-bidang sosial, 1 | Filsafat Sains

Upload: echarusma-dewi

Post on 10-Dec-2015

70 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

filsafat

TRANSCRIPT

Page 1: filsafat sains

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan dan kemajuan zaman manusia dewasa ini tidak terlepas

dari peran ilmu. Bahkan perubahan pola hidup manusia dari waktu ke waktu

sesungguhnya berjalan seiring dengan sejarah kemajuan dan perkembangan ilmu.

Kita menyebut tahap-tahap tersebut sebagai priodesasi sejarah perkembangan

ilmu, sejak zaman klasik, zaman pertengahan, zaman modern dan zaman

kontemporer.

Kemajuan ilmu dan teknologi dari masa ke masa ibarat mata rantai yang

tidak terputus satu sama lain. Hal-hal baru yang ditemukan suatu masa menjadi

unsur penting bagi penemuan-penemuan lainnya di masa berikutnya. Satu hal

yang tak sulit untuk disepakati, bahwa hampir semua sisi kehidupan manusia

modern telah disentuh oleh berbagai efek perkembangan ilmu dan teknologi,

sektor ekonomi, politik, pertahanan dan keamanan, sosial dan budaya, komunikasi

dan transportasi, pendidikan, seni, kesehatan, dan lain-lain, semuanya

membututuhkan dan mendapat sentuhan teknologi.

Satu hal lain yang menjadi karakter spesifik ilmu kontemporer, dan

dalam konteks ini dapat kita temukan secara relatif lebih mudah pada bidang-

bidang sosial, yaitu bahwa ilmu kontemporer tidak segan-segan melakukan

dekontruksi dan peruntuhan terhadap teori-teori ilmu yang pernah ada untuk

kemudian menyodorkan pandangan-pandangan baru dalam rekontruksi ilmu yang

mereka bangun. Dalam hal inilah penyebutan “potmodernisme” dalam bidang

ilmu dan filsafat menjadi diskursus yang akan cukup banyak ditemukan

(Sulaiman ,2009).

Semua kemajuan tersebut adalah buah dari perkembangan ilmu

pengetahuan yang tak pernah surut dari pengkajian manusia. Pengetahuan berawal

dari rasa ingin tahu kemudian seterusnya berkembang menjadi tahu. Manusia

mampu mengembangkan pengetahuan disebabkan oleh dua hal utama, yakni,

pertama manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi

dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua, yang

1 | F i l s a f a t S a i n s

Page 2: filsafat sains

menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuannya dengan cepat

adalah kemampuan berfikir menurut suatu alur kerangka berfikir tertentu.

Pengetahuan (knowlodge atau ilmu) adalah bagian yang esensial-aksiden manusia,

karena pengetahuan adalah buah dari “berfikir”. Berfikir adalah sebagai ciri utama

yang memisahkan manusia dari sesama genus-nya, yaitu hewan. Dan sebenarnya

kehebatan manusia dan “barangkali” keunggulannya dari spesies-spesies lainnya

karena pengetahuannya. Kemajuan manusia dewasa ini tidak lain karena

pengetahuan yang dimilikinya. Lalu apa yang telah dan ingin diketahui oleh

manusia? Bagaimana manusia berpengetahuan? Apa yang ia lakukan dan dengan

apa agar memiliki pengetahuan? Kemudian apakah yang diketahui itu benar? Dan

apa yang menjadi tolak ukur kebenaran? Bagaimana kebenaran itu diaplikasikan?

Sederetan pertanyaan-pertanyaan di atas sebenarnya sederhana sekali karena

pertanyaan ini sudah terjawab dengan sendirinya ketika manusia sudah masuk ke

alam realita. Namun ketika masalah-masalah itu diangkat dan dibedah dengan

pisau ilmu, maka akan ada aturan yang harus diperhatiakan dalam mengkajinya

melalui landasan-landasan atau dasar-dasar ilmu, yaitu landasan ontologi,

landasan epistemologi, dan landasan aksiologi. Dengan demikian dapat

memberikan pemahaman tentang suatu kerangka pendekatan pencarian

kebenaran, proses yang ditempuh dalam pencarian kebenaran tersebut dan sejauh

mana kebenaran itu dapat dikatakan bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Oleh karena itu, permasalahan tersebut perlu diuraikan lebih lanjut melalui

makalah yang penulis susun yang berjudul “Landasan Penelaahan Ilmu

Pengetahuan”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat

dibahas untuk lebih lanjut adalah sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana hubungan ilmu dengan nilai?

1.2.2 Apa yang dimaksud dengan landasan ontologi?

1.2.3 Apa yang dimaksud dengan landasan epistemologi?

2 | F i l s a f a t S a i n s

Page 3: filsafat sains

1.2.4 Apa yang dimaksud dengan landasan aksiologi?

1.2.5 Bagaiamana hubungan antara landasan ontologi, epistemologi, dan

aksiologi dalam filsafat ilmu?

1.3 Tujuan Penilaian

Adapun tujuan penulis dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai

berikut:

1.3.1 Untuk mengetahui hubungan ilmu dengan nilai.

1.3.2 Untuk mengetahui pengertian landasan ontologi.

1.3.3 Untuk mengetahui pengertian landasan epistemologi.

1.3.4 Untuk mengetahui pengertian landasan aksiologi.

1.3.5 Untuk mengetahui hubungan antara landasan ontologi, epistemologi,

dan aksiologi dalam filsafat ilmu.

1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan yang dapt diperoleh dari makalh ini baik oleh penulis

maupun pembaca adalah sebagi berikut:

1.4.1 Bagi Penulis

1. Meningkatkan keterampilan menyusun suatu karya ilmiah dalam

bentuk makalah yang sesuai dengan sistematika penyusunan karya

tulis.

2. Mengembangkan pemahaman terhadap cabang ilmu filsafat yang

berperan sebagai landasan penelahaan ilmu pengetahuan.

Pemahaman tersebut dapat dijadikn bekal teori untuk mengkaji

suatu ilmu pengetahuan yang bebas nilai ataupun taut nilai.

1.4.2 Bagi Pembaca

1. Memberi pengetahuan terkait peran landasan penelahaan ilmu

pengetahuan dalam mengkaji suatu ilmu pengetahuan.

3 | F i l s a f a t S a i n s

Page 4: filsafat sains

2. Pengetahuan yang diperoleh dapat diberdayakan ketika hendak

meneliti sutau pengetahuan baru agar dapat menghasilkan ilmu

penetahuan yang benar-benar berfaedah bagi kehidupan manusia.

1.5 Metode Penulisan

Metode yang penulis gunakan dalam menyusun makalah ini adalah

metode kajian pustaka, yaitu dengan mengkaji beberapa referensi yang relevan

dengan topik yang penulis angkat. Data-data yang telah terkumpul kemudian

dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif.

4 | F i l s a f a t S a i n s

Page 5: filsafat sains

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Hubungan Ilmu dengan Nilai

Kegiatan keilmuan dan pengembangan ilmu memerlukan dua

pertimbangan, yaitu objektivitas dan nilai-nilai hidup kemanusiaan

(Siswomihardjo, 1997). Objektivitas yang menuju kepada kebenaran merupakan

landasan tetap yang menjadi pola dasarnya. Sedangkan nilai-nilai hidup

kemanusiaan merupakan pertimbangan pada tahap pra-ilmu dan pasca-ilmu.

Pertimbangan nilai-nilai sangat berpengaruh pada penentuan tujuan ilmu

pengetahuan dan kegiatan ilmiah pada umumnya. Berdasarkan pertimbangan

nilai, pandangan para ilmuwan dapat dibedakan menjadi 2 golongan yaitu (The

Liang Gie, 1984):

1) Para ilmuwan yang hanya menggunakan satu pertimbangan nilai,

yaitu nilai kebenaran dan dengan mengesampingkan pertimbangan-

pertimbangan nilai metafisik lainnya seperti nilai etik, kesusilaan dan

kegunaannya. Pihak ini memiliki prinsip bahwa ilmu pengetahuan harus

bebas nilai. Prinsip tersebut akan menjadikan kebenaran sebagai satu-

satunya ukuran dan segala-galanya bagi seluruh kegiatan ilmiah,

termasuk penentuan tujuan bagi ilmu pengetahuan. Beberapa pandangan

ilmuwan yang berprinsip bahwa ilmu harus bebas nilai adalah sebagai

berikut:

a. Jacob Bronowski, yang berpendanpat bahwa,

The end of science is to discover what is true about the world. The

activity of the science is directed to seek the truth, and it is judged

by the criterion of being true to the facts. (Tujuan pokok ilmu

adalah mencari sesuatu yang benar tentang dunia. Aktivitas ilmu

diarahkan untuk melihat kebenaran, dan hal ini dinilai dengan

ukuran pembenaran fakta).

b. Victor Reisskop, yang berpendapat bahwa,

The primary aim of science is not in application. It is in gaining

insights into the cause and laws governing natural processes.

5 | F i l s a f a t S a i n s

Page 6: filsafat sains

(Tujuan pokok ilmu bukan pada penerapan, tujuan ilmu ilah

mencapai pemahamn-pemahaman terhadap sebab dan kaidah-

kaidah tentang proses-proses ilmu)’

c. Carl G. Hempel dan Paul Oppenheim, yang berpendapat bahwa,

To explain the phenomena in the world of experience, to answer

the question why rather than only the question what, is one of the

foremost objectives of all rational inquir; and especially,

sciencetific research in its various branches shrives to go beyond

a more description of the phenomena it investigates.

(Menjelaskan fenomena dalam dunia pengalaman, menjawab

pertanyaan mengapa daripada semata-mata pertanyaan apa

merupakan salah satu dari tujuan-tujuan utama semua

penyelidikan rasional; dan khususnya penelitian ilmiah dalam

aneka cabangnya berusaha melampaui sekedar hanya suatu

pelukisan mengenai pokok soalnya dengan menyajikan suatu

penjelasan mengenai fenomena yang diselidiki).

d. Maurice Richter, yang berpendapat bahwa,

The goal of science, as commonly recognized today, involves the

acquisition of systematic, generalized knowledge concerning the

natural world; knowledge which help man to understand nature,

to predict natural events and to control natural forces. ( Tujuan

ilmu sebagaimana biasanya diakui dewasa ini meliputi perolehan

pengetahuan yang digeneralisasi, disistematisasi mengenai dunia

alamiah; pengetahuan yang membantu manusia untuk memahami

alam, meramal kejadian-kejadian alamiah dan mengendalikan

kekuatan-kekuatan alamiah).

2) Para ilmuwan yang berpandangan bahwa sangat perlu

dimasukkannya pertimbangan nilai-nilai etik, kesusilaan, dan kegunaan

untuk melengkapi pertimbangan nilai kebenaran. Pihak ini berprinsip

bahwa ilmu harus taut (gayut) nilai. Salah satu pandangan yang

berpirinsip bahwa ilmu harus taut nilai adalah CA van Peursen yang

mengemukakan bahwa:

6 | F i l s a f a t S a i n s

Page 7: filsafat sains

Dalam meninjau perkembangan ilmu pengetahuan tidak terlepas dari

tiga hal yaitu teori pengetahuan, teknik, dan etik. Teori pengetahuan

melahirkan teknik, dan teknik secara langsung bersentuhan dengan nilai

etik.

Selain CA van Peursen, Daoed Yoesoef berpendapat bahwa ilmu

pengetahuan memang merupakan suatu kebenaran tersendiri, tetapi

otonomi ini tidak dapat diartikan bahwa ilmu pengetahuan itu bebas nilai

(Daoed Yoesoef, 1986).

Pertimbangan nilai etik tidak dimaksudkan untuk mengubah ciri-ciri

dalam metode ilmiah, tetapi dimaksdukan untuk melatar-belakangi kebijaksanaan

penentuan masalah dan penerapan hasil-hasil ilmu pengetahuan. Lebih jauh lagi,

menurut Soejono Soemargono (dalam Siswomihardjo, 1997) pengembangan ilmu

pengetahuan memerlukan dua pertimbangan yaitu segi statik dan dinamik. Segi

statik ilmu adalah ciri sistem yang tercermin pada metode ilmiah, sedangkan segi

dinamik adalah semacam pedoman dan asas yang perlu diperhatikan dalam

kegiatan ilmiah.

Metode ilmiah merupakan landasan tetap yang menjadi pola dasarnya,

sedangkan pertimbangan nilai-nilai yang menjadi latar belakang kegiatan ilmiah

merupakan segi pertimbangan metafisik. Pertimbangan metafisik ini meliputi nilai

kebenaran sebagai ukran pokok dan nilai lainnya seperti kebaikan, dan nilai

keindahan kejiwaan (Noto-nagoro dalam Siswomihardjo, 1997).

2.2 Pengertian Landasan Ontologi

Menurut Jujun Suriasumantri (dalam Siswomihardjo, 1997) semua

pengetahuan apakah itu ilmu, seni, atau pengetahuan yang lain pada dasarnya

memilik tiga landasan sebagai berikut: Landasan Ontologi, Landasan

Epistemologi dan Landasa Aksiologi.

Menurut bahasa, ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu, On atau

Ontos yang berarti “ada”, dan Logos yang berarti “ilmu”. Jadi ontologi adalah

ilmu tentang yang ada. Sedangkan menurut istilah, ontologi ialah ilmu yang

membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang

berbentuk jasmani atau konkret maupun rohani atau abstrak (Bakhtiar, 2006).

7 | F i l s a f a t S a i n s

Page 8: filsafat sains

Dalam persoalan ontologi orang menghadapi persoalan bagaimanakah

kita menerangkan hakikat dari segala yang ada ini? Pertama kali orang

dihadapkan pada adanya dua macam kenyataan. Yang pertama, kenyataan yang

berupa materi (kebendaan) dan kedua, kenyataan yang berupa rohani (kejiwaan).

Pembicaraan tentang hakikat sangatlah luas sekali, yaitu segala yang ada dan yang

mungkin ada. Hakikat adalah realitas, realita adalah ke-real-an, riil artinya

kenyataan yang sebenarnya. Jadi hakikat adalah kenyataan yang sebenarnya,

bukan kenyataan sementara atau keadaan yang menipu, juga bukan kenyataan

yang berubah. Contohnya, Pak Budi adalah seorang guru senior bersertifikasi

dengan tunjangan profesional enam juta rupiah. Apakah hakikat Pak Budi adalah

seorang guru? Jawabannya Tidak. Jika suatu saat Pak Budi sakit dan berhenti

menjadi guru, apakah ia tetap bisa disebut guru? Atau jika suatu saat Ia diangkat

menjadi Menteri Pendidikan, apakah ia tetap bisa disebut guru? Jawabanya Tidak.

Hakikat Pak Budi adalah seorang manusia. Meski dalam keadaan apapun, Pak

Budi tetap manusia, bukannya hewan atau benda mati. Jadi hakikat adalah sifat

atau kenyataan alamiah dasar yang ajeg, yang tidak sementara atau menipu.

Ontologi membahas tentang apa yang ingin diketahui atau merupakan

suatu pengkajian mengenai teori tentang ada. Sadulloh (2004) mengatakan bahwa

ontologi mempersoalkan tentang esensi dari yang ada, hakikat dari segala wujud

yang ada. Pertanyaan mendasar yang dibahas di dalam ontologi adalah “Apa itu

ada – dalam – dirinya - sendiri? Apa hakikat ada sebagai Ada? Istilah ontologi

muncul sekitar abad ke-17 yang dikenal dengan ungkapan mengenai “filsafat

mengenai yang – ada” atau philosophia entis (Suprihatin, 2009). Istilah ontologi

pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M (Bakhtiar,

2006). Secara ontologis ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya

pada daerah yang berada dalam jangkauan manusia. Dalam kaitannya dengan

kaidah moral atau nilai-nilai hidup, maka dalam menetapkan objek penelaahan,

kegiatan keilmuan tidak boleh melakukan upaya yang bersifat mengubah kodrat

manusia, merendahkan martabat manusia, dan mencampuri permasalahan

kehidupan (Farras, 2009).

Dasar ontologis dari ilmu berhubungan dengan materi yang objek

penelaahan ilmu. Berdasarkan objek yang ditelaahnya, ilmu dapat disebut sebagai

8 | F i l s a f a t S a i n s

Page 9: filsafat sains

pengetahuan empiris karena objeknya adalah sesuatu yang berada dalam

jangkauan pengalaman manusia yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang

dapat diuji oleh panca indera manusia. Berlainan dengan agama atau bentuk-

bentuk pengetahuan yang lain, ilmu membatasi diri hanya kepada kejadian-

kejadian yang bersifat empiris, dan selalu berorientasi terhadap dunia empiris.

Contohnya, landasan ontologis ilmu Fisika adalah objek yang

dipelajarinya berupa materi, zat, energi, dan interaksi yang terjadi diantara dua

atau lebih materi. Objek ilmu fisika tersebut dapat diamati dan diukur sehingga

bersifat empiris.

2.3 Pengertian Landasan Epistemologi

1) Definisi

Cabang ilmu filsafat yang secara khusus menggeluti pertanyaan-

pertanyaan yang bersifat menyeluruh dan mendasar tentang pengetahuan

disebut epistemologi. Istilah epistemologi berasal dari kata Yunani

episteme yang artinya pengetahuan dan logos yang artinya perkataan,

pikiran, ilmu. Kata episteme dalam bahasa Yunani berasal dari kata kerja

epistemai, artinya menunjukkan, menempatkan, atau meletakkan. Maka,

harfiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk

menempatkan sesuatu dalam kedudukan setepatnya. Selain kata episteme,

untuk kata pengetahuan dalam bahasa Yunani juga dipakai kata gnosis

maka istilah kata epistemologi dalam sejarah pernah disebut juga

gneseologi. Sebagai kajian filosofis yang membuat telaah kritis dan

analitis tentang dasar-dasar teoritis pengetahuan, epistemologi kadang juga

disebut teori pengetahuan (Suprihatin,2009).

Epistemologi adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan.

Ia merupakan cabang filsafat yang membahas mengenai terjadinya

pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, sarana, metode

atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan

(ilmiah). Perbedaan landasan ontologik menyebabkan perbedaan dalam

menentukan metode yang dipilih dalam upaya memperoleh pengetahuan

yang benar. Akal, akal budi, pengalaman, atau kombinasi akal dan

9 | F i l s a f a t S a i n s

Page 10: filsafat sains

pengalaman, intuisi, merupakan sarana mencari pengetahuan yang

dimaksud dalam epistemologik, sehingga dikenal model-model

epistemologik.

2) Metode

Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indera, dan

lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, di

antaranya adalah:

1. Metode Induktif Induksi yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-

pernyatan hasil observasi disimpulkan dalam suatu pernyataan

yang lebih umum. Yang bertolak dari pernyataan-pernyataan

tunggal sampai pada pernyataan-pernyataan universal.

2. Metode Deduktif Deduksi ialah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data

empirik diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang

runtut. Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif ialah adanya

perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Ada

penyelidikan bentuk logis teori itu dengan tujuan apakah teori

tersebut mempunyai sifat empiris atau ilmiah, ada perbandingan

dengan teori teori lain dan ada pengujian teori dengan jalan

menerapkan secara empiris kesimpulan-kesimpulan yang bisa

ditarik dari teori tersebut.

3. Metode Positivisme Metode ini dikeluarkan oleh August Comte (1798-1857). Metode

ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual, yang

positif. Ia mengenyampingkan segala uraian/persoalan di luar yang

ada sebagai fakta. Oleh karena itu, ia menolak metafisika. Apa

yang diketahui secara positif, adalah segala yang tampak dan segala

gejala. Dengan demikian metode ini dalam bidang filsafat dan ilmu

pengetahuan dibatasi kepada bidang gejala-gejala saja.

4. Metode Kontemplatif

10 | F i l s a f a t S a i n s

Page 11: filsafat sains

Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal

manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang

dihasilkan pun akan berbeda-beda harusnya dikembangkan suatu

kemampuan akal yang disebut dengan intuisi.

5. Metode Dialektis Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jawab

untuk mencapai kejernihan filsafat. Metode ini diajarkan oleh

Socrates. Namun Plato mengartikannya diskusi logika. Kini

dialektika berarti tahap logika, yang mengajarkan kaidah-kaidah

dan metode-metode penuturan, juga analisis sistematik tentang ide-

ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan

(Sulaiman, 2009).

Pengetahuan merupakan daerah persinggungan antara benar dan

dipercaya. Pengetahuan bisa diperoleh dari akal sehat yaitu melalui

pengalaman secara tidak sengaja yang bersifat sporadis dan kebetulan

sehingga cenderung bersifat kebiasaan dan pengulangan, karena

landasannya yang berakar kurang kuat maka akal sehat cenderung untuk

bersifat kabur dan samar dan karena kesimpulan yang ditariknya sering

berdasarkan asumsi yang tidak dikaji lebih lanjut maka akal sehat lebih

merupakan pengetahuan yang tidak teruji. Ilmu pengetahuan (sains)

diperoleh berdasarkan analisis dengan langkah-langkah yang sistematis

(metode ilmiah) menggunakan nalar yang logis. Metode ilmiah

menggabungkan cara berpikir deduktif dan induktif sehingga menjadi

jembatan penghubung antara penjelasan teoritis dengan pembuktian yang

dilakukan secara empiris.

Menurut Suastra (2009), metode ilmiah adalah suatu metode yang

biasanya diikuti oleh ilmuwan dalam memecahkan suatu masalah. Adapun

langkah-langkah metode ilmiah adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi dan menyatakan suatu masalah

2. Merumuskan hipotesis

3. Mendisain dan melaksanakan suatu eksperimen

4. Mengobservasi

11 | F i l s a f a t S a i n s

Page 12: filsafat sains

5. Mengumpulkan dan menganalisis data

6. Mengulang kembali eksperimen untuk membuktikan kebenaran

data

7. Menarik kesimpulan

Langkah-langkah ini biasanya digunakan oleh ilmuwan untuk

membuat suatu laporan hasil eksperimen dalam suatu komparasi ilmiah

atau dalam mempersiapkan kertas kerja untuk dipublikasikan. Dengan

metode ilmiah berbagai penjelasan teoritis (atau juga naluri) dapat diuji,

apakah sesuai dengan kenyataan empiris atau tidak. Kebenaran

pengetahuan dilihat dari kesesuaian artinya dengan fakta yang ada, dengan

putusan-putusan lain yang telah diakui kebenarannya dan tergantung

kepada berfaedah tidaknya teori tersebut bagi kehidupan manusia. Jika

seseorang ingin membuktikan kebenaran suatu pengetahuan maka cara,

sikap, dan sarana yang digunakan untuk membangun pengetahuan tersebut

harus benar. Apa yang diyakini atas dasar pemikiran mungkin saja tidak

benar karena ada sesuatu di dalam nalar kita yang salah. Demikian pula

apa yang kita yakini karena kita amati belum tentu benar karena

penglihatan kita mungkin saja mengalami penyimpangan. Itulah sebabnya

ilmu pengetahuan selalu berubah-ubah dan berkembang.

3) Peranan Epistemologi

Sebagai cabang ilmu filsafat, epistemologi bermaksud mengkaji

dan mencoba menemukan ciri-ciri umum dan hakiki dari pengetahuan

manusia. Bagaimana pengetahuan itu pada dasarnya diperoleh dan diuji

kebenarannya? Manakah ruang lingkup atau batas-batas kemampuan

manusia untuk mengetahui? Epistemologi juga bermaksud secara kritis

mengkaji pengandaian-pengandaian dan syarat-syarat logis yang

mendasari dimungkinkannya pengetahuan serta mencoba memberi

pertanggungjawaban rasional terhadap klaim kebenaran dan objektivitas.

Epistemologi atau filsafat pengetahuan pada dasarnya juga

merupakan suatu upaya rasional untuk menimbang dan menentukan nilai

12 | F i l s a f a t S a i n s

Page 13: filsafat sains

kognitif pengalaman manusia dalam interaksinya dengan diri, lingkungan,

sosial, dan alam sekitarnya. Maka, epistemologi adalah suatu disiplin ilmu

yang bersifat evaluatif, normatif dan kritis. Evaluatif berarti bersifat

menilai, ia menilai apakah suatu keyakinan, sikap, pernyataan pendapat,

teori pengetahuan dapat dibenarkan, dijamin kebenarannya, atau memiliki

dasar yang dapat dipertanggungjawabkan secara nalar. Normatif berarti

menentukan norma atau tolok ukur, dan dalam hal ini tolok ukur dalam

kenalaran bagi kebenaran pengetahuan. Epistemologi sebagai cabang ilmu

filsafat tidak cukup hanya memberi deskripsi atau paparan bagaimana

proses manusia mengetahui itu terjadi (seperti dibuat oleh psikologi

kognitif), tetapi perlu membuat penentuan mana yang betul dan mana yang

keliru berdasarkan norma. Sedangkan kritis berarti banyak

mempertanyakan dan menguji kenalaran cara maupun hasil kegiatan

manusia mengetahui. Yang dipertanyakan adalah baik asumsi, cara kerja

atau pendekatan yang diambil, maupun kesimpulan yang ditarik dalam

pelbagai kegiatan kognitif manusia. Epistemologi sangat penting untuk

dipelajari karena alasan yang mendasar dari pertimbangan srategis,

pertimbangan kebudayaan dan pertimbangan pendidikan. Ketiganya

berpangkal pada pentingnya pengetahuan pada kehidupan manusia.

Berdasarkan pertimbangan srategis, epistemplogi perlu karena

pengetahuan sendir merupakan hal yang sacara srategis perlu bagi

perkembangna manusia berdasarkan pertimbangan kebudayaan, penjelasan

yang pokok adalah kenyataan bahwa pengtahuan merupakan salah satu

unsur dasar kebudayaan. Dari segi petimbangan kebudayaan menpelajari

epistemologi diperlukan untu mengungkap pandangan epestimologis yang

seharusnya ada dan terkandung dalam setiap kebudayaan. Sedangkan

berdasarkan pertimbangan pendidikan, epistemologi perlu dipelajari

karena manfaatnya untuk bidang pendidikan secara faktual.

2.4 Pengertian Landasan Aksiologi

Pengertian aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti

nilai dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah “Teori tentang nilai”. Nilai

13 | F i l s a f a t S a i n s

Page 14: filsafat sains

yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai

pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat

mengacu pada permasalahan etika dan estetika.

Makna “etika” dipakai dalam dua bentuk arti, pertama, etika merupakan

suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan-perbuatan

manusia. Arti kedua, merupakan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan

hal-hal, perbuatan-perbuatan, atau manusia-manusia lain. Objek formal etika

meliputi norma-norma kesusilaan manusia, dan mempelajari tingkah laku manusia

baik buruk. Sedangkan estetika berkaitan denganj nilai tentang pengalaman

keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di

sekelilingnya.

Nilai itu objektif ataukah subjektif adalah sangat tergantung dari hasil

pandangan yang muncul dari filsafat. Nilai akan menjadi subjektif, apabila subjek

sangat berperan dalam segala hal, kesadaran manusia menjadi tolak ukur

segalanya; atau eksistensinya, maknanya dan validitasnya tergantung pada reaksi

subjek yang melakukan penilaian tanpa mempertimbangkan apakah ini bersifat

psikis atau fisis. Dengan demikian, nilai subjektif akan selalu memperhatikan

berbagai pandangan yang dimilki akal budi manusia, seperti perasaan,

intelektualitas, dan hasil nilai subjektif selalu akan mengarah kepada suka atau

tidak suka, senang atau tidak senang.

Nilai itu objektif, jika ia tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang

menilai. Nilai objektif muncul karena adanya pandangan dalam filsafat tentang

objektivisme. Objektivisme ini beranggapan pada tolak ukur suatu gagasan berada

pada objeknya, sesuatu yang memiliki kadar secara realitas benar-benar ada.

Nilai dalam ilmu pengetahuan. Seorang ilmuwan harus bebas dalam menentukan

topik penelitiannya, bebas melakukan eksperimen-eksperimen. Kebebasan inilah

yang nantinya akan dapat mengukur kualitas kemampuannya. Ketika seorang

ilmuwan bekerja, dia hanya tertuju pada kerja proses ilmiah dan tujuan agar

penelitiannya berhasil dengan baik. Nilai objektif hanya menjadi tujuan utamanya,

dia tidak mau terikat dengan nilai-nilai subjektif, seperti; agama, adat istiadat.

Tetapi perlu disadari setiap penemuan ilmu pengetahuan bisa berdampak positif

dan negatif. Dalam hal ini ilmuwan terbagi dua golongan pendapat. Golongan

14 | F i l s a f a t S a i n s

Page 15: filsafat sains

pertama berpendapat mengenai kenetralan ilmu. Ilmuwan hanyalah menemukan

pengetahuan dan terserah kepada orang lain untuk menggunakannya. Golongan

kedua berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas

pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya haruslah berlandaskan

nilai-nilai moral, sebagai ukuran kepatutannya.

2.5 Hubungan Antara Landasan Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Dalam

Filsafat Ilmu

Istilah ilmu sudah sangat populer, tetapi seringkali banyak orang

memberikan gambaran yang tidak tepat mengenai hakikat ilmu. Terlebih lagi bila

pengertian ini dikaitkan dengan berbagai aspek dalam suatu kegiatan keilmuan,

misalnya matematika, logika, penelitian dan sebagainya. Apakah bedanya ilmu

pengetahuan (science) dengan pengetahuan (knowledge)? Apakah karakter ilmu?

apakah keguanaan ilmu? Apakah perbedaan ilmu alam dengan ilmu sosial ?

apakah peranan logika? Dimanakah letak pentingnya penelitian? apakah yang

disebut metode penelitian? Apakah fungsi bahasa? Apakah hubungan etika

dengan ilmu. Manusia berfikir karena sedang menghadapi masalah, masalah inilah

yang menyebabkan manusia memusatkan perhatian dan tenggelam dalam berpikir

untuk dapat menjawab dan mengatasi masalah tersebut, dari masalah yang paling

sumir/ringan hingga masalah yang sangat "Sophisticated"/sangat muskil.

Kegiatan berpikir manusia pada dasarnya merupakan serangkaian gerak

pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa

pengetahuan (knowledge). Manusia dalam berpikir mempergunakan lambang

yang merupakan abstraksi dari obyek. Lambang-lambang yang dimaksud adalah

"Bahasa" dan "Matematika". Meskipun nampak banyaknya serta aneka ragamnya

buah pemikiran itu namun pada hakikatnya upaya manusia untuk memperoleh

pengetahuan didasarkan pada tiga landasan pokok yakni : Ontologi, Epistemologi

dan Aksiologi.

a. Landasan Ontologis

15 | F i l s a f a t S a i n s

Page 16: filsafat sains

Ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui. Apa yang ingin

diketahui oleh ilmu? atau dengan perkataan lain, apakah yang menjadi bidang

telaah ilmu? Suatu pertanyaan:

- Obyek apa yang ditelaah ilmu ?

- Bagaiman wujud yang hakiki dari obyek tersebut ?

- Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia

(seperti berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan

pengetahuan?

Ontologi merupakan salah satu diantara lapangan-lapangan penyelidikan

kefilsafatan yang paling kuno. Awal mula alam pikiran orang Barat sudah

menunjukkan munculnya perenungan di bidang ontologi. Pada dasarnya tidak ada

pilihan bagi setiap orang pemilihan antara “kenampakan”(appearance) dan

“kenyataan”(reality). Ontologi menggambarkan istilah-istilah seperti: “yang

ada”(being), ”kenyataan” (reality), “eksistensi”(existence), ”perubahan” (change),

“tunggal” (one) dan “jamak” (many).

Ontologi merupakan ilmu hakikat, dan yang dimasalahkan oleh ontologi

adalah: ” Apakah sesungguhnya hakekat realitas yang ada ”rahasia alam” di balik

realita itu?

Ontologi membahas bidang kajian ilmu atau obyek ilmu. Penentuan obyek

ilmu diawali dari subyeknya. Yang dimaksud dengan subyek adalah pelaku ilmu.

Subyek dari ilmu adalah manusia; bagian manusia paling berperan adalah daya

pikirnya. Adapun yang menjadi dasar ontologi adalah “Apakah yang ingin

diketahui ilmu atau apakah yang menjadi bidang telaah ilmu?”. Ilmu membatasi

diri hanya pada kejadian yang bersifat empiris, mencakup seluruh aspek

kehidupan yang dapat diuji oleh pancaindera manusia atau yang dapat dialami

langsung oleh manusia dengan mempergunakan pancainderanya. Ruang lingkup

kemampuan pancaindera manusia dan peralatan yang dikembangkan sebagai

pembantu pancaindera tersebut membentuk apa yang dikenal dengan dunia

empiris. Dengan demikian obyek ilmu adalah dunia pengalaman indrawi. Ilmu

membatasi diri hanya kepada kejadian yang bersifat empiris.

Pengetahuan keilmuan mengenai obyek empiris ini pada dasarnya

merupakan abstraksi yang disederhanakan. Penyederhanaan ini perlu sebab

16 | F i l s a f a t S a i n s

Page 17: filsafat sains

kejadian alam sesungguhnya sangat kompleks. Ilmu tidak bermaksud "memotret"

atau "mereproduksi" suatu kejadian tertentu dan mengabstaraksikannya kedalam

bahasa keilmuan. Ilmu bertujuan untuk mengerti mengapa hal itu terjadi, dengan

membatasi diri pada hal-hal yang asasi. Atau dengan perkataan lain, proses

keilmuan bertujuan untuk memeras hakikat empiris tertentu, menjangkau lebih

jauh dibalik kenyatan-kenyataan yang diamatinya yaitu kemungkinan-

kemungkinan yang dapat diperkirakan melalui kenyataan-kenyataan iru. Disinilah

manusia melakukan transendensi terhadap realitas.

Untuk mendapatkan pengetahuan ini ilmu membuat beberapa andaian

[asumsi] mengenai obyek-obyek empiris. Asumsi ini perlu, sebab pernyataan

asumstif inilah yang memberi arah dan landasan bagi kegiatan penelaahan kita.

Ilmu memiliki tiga asumsi mengenai obyek empirisnya :

- Asumsi pertama : Asumsi ini menganggap bahwa obyek-obyek tertentu

mempunyai keserupaan satu sama lain misalnya dalam hal bentuk struktur, sifat

dsb. Klasifikasi [taksonomi] merupakan pendekatan keilmuan pertama terhadap

obyek.

- Asumsi kedua : Asumsi ini menganggap bahwa suatu benda tidak

mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu (tidak absolut tapi relatif ).

Kegiatan keilmuan bertujuan mempelajari tingkah laku suatu obyek dalam

keadaan tertentu. Ilmu hanya menuntut adanya kelestarian yang relatif, artinya

sifat-sifat pokok dari suatu benda tidak berubah dalam jangka waktu tertentu.

Dengan demikian memungkinkan kita untuk melakukan pendekatan keilmuan

terhadap obyek yang sedang diselidiki.

- Asumsi ketiga : Asumsi ini menganggap tiap gejala bukan merupakan

suatu kejadian yang bersifat kebetulan. Tiap gejala mempunyai pola tertentu yang

bersifat tetap dengan urutan/sekuensial kejadian yang sama. Misalnya

langit ,mendung maka turunlah hujan. Hubungan sebab akibat dalam ilmu tidak

bersifat mutlak. Ilmu hanya mengemukakan bahwa "X" mempunyai

kemungkinan[peluang] yang besar mengakibatkan terjadinya "Y". Determinisme

dalam pengertian ilmu mempunyai konotasi yang bersifat peluang [probabilistik].

Statistika adalah teori peluang.

b. Landasan Epistemologi

17 | F i l s a f a t S a i n s

Page 18: filsafat sains

Epistemologi mempermasalahkan kemungkinan mendasar mengenai

pengetahuan (very possibility of knowledge). Dalam perkembangannya

epistemology menampakkan jarak yang asasi antara rasionalisme dan empirisme,

walaupun sebenarnya terdapat kecenderungan beriringan. Landasanepistemology

tercermin secara operasional dalam metode ilmiah . Pada dasarnya metode ilmiah

merupakan cara ilmu memperoleh dan menyusun tubuh pengetahuan dengan

berdasarkan :

1. Kerangka pemikiran yang bersifat logis dengan argumentasi yang

konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil disusun.

2. Menjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka tersebut

dan melakukan verifikasi terhadap hipotesis termaksud dengan menguji

kebenaran pernyataan secara factual.

Suatu Pertanyaan :

1. Bagaiman proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang

berupa ilmu?

2. Bagaimana prosedurnya ?

3. Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan

yang benar ?

4. Apa yang disebut kebenaran itu sendiri ?

5. Apakah kriterianya ?

6. Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan

pengetahuan yang berupa ilmu ?

Inilah kajian epistemology Dasar Epistemologi Ilmu Epistemologi atau

teori pengetahuan, membahas secara mendalam segenap proses yang terlibat

dalam usaha kita memperoleh pengetahuan. Ilmu merupakan pengetahuan yang

didapat melalui proses tertentu yang dinamakan metode keilmuan. Ilmu lebih

bersifat kegiatan dinamis tidak statis. Setiap kegiatan dalam mencari pengetahuan

tentang apapun selama hal itu terbatas pada obyek empiris dan pengetahuan

tersebut diperoleh dengan mempergunakan metode keilmuan, adalah sah disebut

keilmuan.

Hakikat keilmuan tidak berhubungan dengan "titel" atau "gelar akademik", profesi

18 | F i l s a f a t S a i n s

Page 19: filsafat sains

atau kedudukan, hakikat keilmuan ditentukan oleh cara berpikir yang dilakukan

menurut persyaratan keilmuan.

c. Landasan Aksiologi

Permasalahan aksiologi meliputi sifat nilai, tipe nilai, kriteria nilai, status

metafisika nilai. Pada adasarnya ilmu harus digunakan untuk kemaslahatan umat

manusia. Ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk meningkatkan taraf hidup

manusia dan kesejahteraannya dengan menitik beratkan pada kodrat dan martabat.

Untuk kepentingan manusia, maka pengetahuan ilmiah yang diperoleh disusun

dan dipergunakan secara komunal dan universal. Suatu pertanyaan :

1. Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan ? bagaimana

kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah moral ?

2. Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan

moral?

3. Bagaimana kaitan atau hubungan antara teknik prosedural yang

merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma

moral/profesional?.

Pertanyaan-pertanyaan di atas, merupakan bagian dari makna pengkajian

aksiologi terhadap hasil akhir pencapaian suatu telaah ilmu pengetahuan, dengan

tujuan untuk memberikan hasil yang terbaik bagi manfaat yang dapat memberikan

kemaslahatan bagi umat manusia.

BAB III

PENUTUP

19 | F i l s a f a t S a i n s

Page 20: filsafat sains

3.1 Simpulan

Berdasarkan paparan pembahasan di atas, maka dapat penulis simpulkan

beberapa hal yaitu:

1. Terdapat dua hubungan antara ilmu pengetahuan dan nilai, yaitu ilmu

pengetahuan yang bebas nilai dan ilmu pengetahuan yang taut (gayut)

nilai. Ilmu pengetahuan yang bebas nilai hanya mempertimbangkan

satu nilai, yaitu kebenaran. Sedangkan ilmu yang taut nilai, selain

mempertimbangkan nilai kebenaran, juga memperhatikan nilai etika

dan kemanusiaan.

2. Landasan ontologis adalah landasan yang mengkaji tentang objek yang

dipelajari suatu ilmu pengetahuan.

3. Landasan epistemologis adalah landasan yang mengkaji tentang

bagaimana ilmu pengetahuan itu diperoleh. Epistemologis membahas

metode dan prosedur untuk memperoleh ilmu.

4. Landasan aksiologis adalah landasan yang mengkaji tentang nilai atau

manfaat suatu ilmu pengetahuan terhadap kehidupan manusia.

5. Ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk meningkatkan taraf

hidup manusia dan kesejahteraannya dengan menitik beratkan pada

kodrat dan martabat manusia itu sendiri, maka pengetahuan ilmiah

yang diperoleh disusun dan dipergunakan secara komunal dan

universal. Ketiga pendekatan ini harus bisa menjawab hal-hal berikut:

Bagaimana hakikat dari sesuatu yang ditelaah? Bagaimana cara-cara

memahami pengetahuan, langkah-langkahnya, sumbernya dan

metodologinya? Bagaimana urgensi, nilai dan kegunaan dari sesuatu

itu? Ketiga landasan di atas merupakan dasar pijakan yang sangat

penting untuk dipahami dalam mendalami dasar-dasar segala ilmu

pengetahuan. Karena ke tiganya saling berkaitan erat satu sama lain

sebagai titik tolak dalam pencapaian kajian hakekatkebenaran ilmu.

3.2 Saran-saran

Adapun saran yang dapat penulis sampaikan antara lain sebagai berikut:

20 | F i l s a f a t S a i n s

Page 21: filsafat sains

1. Sebagai seorang intelektual muda, seorang mahasiswa haruslah kritis

dalam menerima dan menggunakan ilmu pengetahuan. Hal ini karena,

ilmu pengetahuan terkadang disalahgunakan untuk melakukan hal-hal

bersifat negatif.

2. Pemahaman mengenai landasan penelaahan ilmu, sebaiknya dijadikan

pijakan oleh siapapun yang bergelut dalam dunia penelitian. Jika

seseorang sudah mempertimbangkan landasan tersebut, maka ilmu

pengetahuan yang dihasilkan melalui penenlitian akan memiliki

akuntabilitas dan faedah bagi kehidupan

21 | F i l s a f a t S a i n s