filsafat dan cabang-cabangnya
DESCRIPTION
FILSAFAT DAN CABANG-CABANGNYATRANSCRIPT
1
MAKALAH METODOLOGI STUDI ISLAM
“FILSAFAT DAN CABANG-CABANGNYA
AJARAN ISLAM MENDORONG BERFILSAFAT”
Dosen Pengampu : Dra. Siti Nurjanah, M. Ag.
Disusun oleh:
Anggun Distarani
JURUSAN SYARI’AH (PBS)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
JURAI SIWO METRO
2012/2013
2
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Wr. Wb.
Pertama-tama saya ingin mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan
Yang Maha Esa yang dengan rahmat dan inayah-Nya Makalah tentang Filsafat ini
telah selesai disusun untuk memenuhi tugas mandiri yang diberikan oleh dosen
yang bersangkutan.
Saya mengakui bahwa saya juga manusia yang mempunyai keterbatasan
dalam berbagai hal. Oleh karena itu tidak semua hal dapat terdeskripsikan dengan
sempurna dalam makalah ini. Saya melakukannya semaksimal mungkin dengan
kemampuan yang saya miliki.
Maka, penulis bersedia menerima kritik dan saran dari pembaca yang
budiman. Saya akan menerima semua kritik dan saran tersebut sebagai batu
loncatan yang dapat memperbaiki makalah saya di masa yang akan datang.
Sehingga semoga makalah berikutnya dan makalah lain dapat terselesaikan
dengan hasil yang lebih baik.
Dengan menyelesaikan makalah ini saya mengharapkan banyak manfaat
yang dapat dipetik dan diambil dari makalah ini. Semoga makalah ini memberikan
informasi yang bermanfaat bagi masyarakat dan juga bermanfaat bagi
pengetahuan ilmu kita.
Wassalamu‟alaikum Wr. Wb.
Metro, 9 November
2012
Penulis,
Anggun Distarani
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………… i
KATA PENGANTAR……………………………………………………. ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………… iii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………… 1
A. Latar Belakang……………………………………………….…….. 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………….……. 5
C. Tujuan……………………………………………………………… 6
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………….……. 7
A. Pengertian Filsafat………………………………………….……. 7
B. Cara Berfilsafat…………………………………………….…….. 15
C. Cabang-cabang Filsafat……………………………………….……. 17
D. Aliran-aliran Filsafat………………………………………………. 21
E. Tujuan Berfilsafat………………………………………………….. 24
F. Manfaat Berfilsafat……………………………………………….... 25
BAB III PENUTUP…………………………………………….……….. 28
A. Pemikiran Penulis………………………………………………… 28
B. Kesimpulan…………………………………………………….…. 29
DAFTAR PUSTAKA
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Mahasiswa memiliki peran yang penting di masyarakat. Acapkali setiap
peristiwa perubahan penting yang terjadi di suatu Negara didorong oleh sebuah
gerakan mahasiswa, sehingga mahasiswa sering dianggap sebagai agent of change.
Sebagai kelompok muda yang mengenyam pendidikan tinggi, mahasiswa menjadi
kelompok harapan masa depan karena memiliki kelebihan dari sisi intelektual yang
mereka peroleh melalui sistem pendidikan. Walaupun mahasiswa tumbuh dan
berkembang sesuai jati dirinya, tidak sedikit mahasiswa yang terjebak ke dalam
tujuan sederhana dan sempit. Orientasi pengembangan dirinya hanya sebatas
pemenuhan kewajiban menempuh studi di perguruan tungginya masing-masing sesuai
dengan bidang yang ditekuninya. Akhirnya, mahasiswa tidak mampu keluar dan
mengeluarkan diri serta pikirannya untuk berkiprah lebih luas. Padahal di sisi lain
mahasiswa dituntut untuk mengembangkan daya intelektualnya dalam merespon
berbagai perkembangan pemikiran serta ilmu dan pengetahuan; mengembangkan
kepekaan terhadap fenomena sosial kemasyarakatan; serta mengembangkan kapasitas
lain yang akan mendukung kesuksesan di masa depan.
Jati diri sebagai mahasiswa tidak hanya sekedar sebagai kelompok muda
intelektual, tetapi jati dirinya yang berkaitan dengan kedudukannya dan perannya
sebagai hamba dan khalifah Allah SWT di muka bumi menuntut mereka untuk
memiliki wawasan dan pandangan keagamaan yang benar. Sosok manusia
sempurna (Insan Kamil) dalam pandangan Islam seharusnya menjadi acuan dan
pedoman pengembangan kapasitas intelektual dan kiprah mahasiswa baik yang
berhubungan dengan Tuhannya, alam dan sesama manusia. Dalam upaya
pengembangan kapasitas intelektual, mahasiswa perlu mengakrabi berbagai
sejarah dan konsep pemikiran manusia yang terus berkembang melalui tradisi
membaca, mengkaji, berdiskusi bahkan menulis secara ilmiah. Dengan ini,
mahasiswa memiliki kemampuan untuk berdialog dengan berbagai pemikiran
5
sehingga memiliki posisi yang tegas terhadap berbagai pemikiran serta untuk
meneguhkan jati diri dan posisinya sebagai agent of change.
Berbagai hasil pemikiran manusia telah mengantarkan kemajuan dunia
saat ini. Di sisi lain arah kemajuan dunia yang terbangun memberi berbagai
dampak yang negatif terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini tidak bisa lepas
dari bangunan pemikiran barat baik filsafat, ilmu dan teknologinya yang
mendekontruksi nilai-nilai kemanusiaan (dehumansiasi). Parahnya dehumanusasi
ini juga terjadi dalam dunia pendidikan. Pendidikan dianggap berfungsi sebagai
mesin produksi untuk menghasilkan manusia yang cerdas dan terampil tetapi
lemah dari segi nilai-nilai kemanusiaan. Pandangan hidup barat yang diantara
bercirikan materealis telah merasuki kaum muda di negeri ini. Pandangan hidup
materealis telah mengarahkan manusia untuk hidup hedonis dan pragmatis.
Kebudayaan barat tidak selamanya bersifat negatif, oleh karena itu perlu
dikembangkan sikap kritis terhadap perkembangan pemikiran dan produk dari
kebudayaan barat tersebut baik. Dengan ini, mahasiswa seharusnyalah membekali
diri secara intelektual agar memiliki sikap kritis terhadap pemikiran yang
berkembang serta mampu mengkontruksi pengetahun dan pandangan hidupnya
sesuai dengan jati dirinya masing-masing. Sebagai seorang mahasiswa muslim,
mereka harus memiliki pandangan dunia yang mencerminan keyakinannya
sebagai muslim tetapi tetap bisa berdialog dengan berbagai corak pemikiran yang
berkembang. Mahasiswa diharapkan semakin terbuka wawasan intelektualnya
sebagai modal untuk berkiprah di masyarakat.
Salah satu cara untuk mengembangkan kapasitas intelektual dan tradisi
keilmiuan mahasiswa yaitu melalui kajian filsafat. Kajian filsafat bukan hanya
untuk mengenal filsafat tetapi untuk mentradisikan berfilsafat. Berfilsafat berarti
berupaya melakukan pemikiran yang mendalam dan sistematis tertang berbagai
permasalahan yang berkembang agar memiliki posisi dan pandangan yang jelas
tentang suatu permasalahan tersebut. Filsafat sering dianggap sebagai suatu hal
yang sulit baik untuk dipelajari maupun untuk dilakukan (berfilsafat). Hal apapun
6
sebelum dipelajari pasti akan terasa sulit untuk dipahami, tetapi filsafat lebih dari
itu. Paling tidak itulah anggapan umumnya.
Mendefinisikan filsafat tidaklah mudah, karena pengertian filsafat yang
ada adalah sejumlah para filsosof yang memberikan definisinya masing-masing,
sehingga secara subjektif para filosof memiliki pengertiannya masing-masing.
Dengat itu definisi yang mereka buat saling melengkapi bahkan mungkin saja
saling mendistorsi.
Socrates sebagai bapak dari filosof mengajukan pertanyaan : “apakah
manusia itu dan apakah yang merupakan kebaikan tertinggi bagi manusia”.
Muridnya, Plato mengatakan: “… filsafat memang tidak lain daripada usaha
mencari kejelasan dan kecermatan secara gigih yang dilakukan secara terus
menerus.” Yuyun S. Sumantri (1982) mengumpamakan orang yang berfilsafat
seperti orang yang pijak di bumi sedang tengadah ke bintang-bintang. Dia ingin
mengetahu hakikat dirinya dalam kesemestaan galaksi. Atau seseorang yang
berdiri di puncak tinggi, memandang ke ngarai dan lembah di bawahnya. Dia
ingin menyimak kehadirannya dengan kesemestaan yang ditatapnya.
Dalam filsafat dipertanyaan tentang segala hal secara mendasar paling
tidak mencakup tentang Tuhan, alam dan manusia. Tetapi tidak semua pertanyaan
merupakan pertanyaan filsafat, ada pertanyaan yang hanya bersifat pragmatis atau
ilmiah. Filsafat mempertanyakan sesutu yang tidak bisa dijangkau ilmu
pengetahuan, karena itu menurut Will Duran, filsafat dapat diibaratkan pasukan
marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri. Pasukan
infanteri ini adalah sebagai pengetahuan yang diantaranya adalah ilmu. Filsafatlah
yang memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan. Setelah itu, ilmulah
yang membelah gunung dan merambah hutan, menyempurnakan kemenangan ini
menjadi pengetahuan yang dapat diandalkan. Filsafat merintis berbagai lapangan
ilmu pengetahuan, sehingga berkembang menjadi teknologi bagi manusia, setelah
itu filsafat bisa mempertanyakan kembali bagaimana ilmu pengatahuan yang
7
sudah berkembang itu, mempertanyakan hal-hal lain yang masih belum
terjangkau.
Tradisi filsafat yang diawali dari Yunani Kuno justru diawali dengan
mempertanyakan hakikat materi dari alam. Socrates melakukan perubahan dengan
memfokuskan filsafat pada diri manusia itu sendiri. Berkembanglah filsafat
melalui muridnya Plato dan kemudian Aristoteles yang kita kenal. Terutama
Aristoteles telah merintis berbagai cabang keilmuan baik tentang alam mauapun
tentang manusia. Dari Yunani kemudian filsafat berkembang dalam kebudayaan
Islam. Pengaruh filsafat ini, dirasakan oleh umat Islam mulai pada akhir abad
pertama hijriah yang disebut gelombang Hellenisme. Mulailah para intelektual
Islam menterjemahkan, mengeomentari, menafsirkan bahkan mengembangkan
tradisi filsafat yang bercorak Islam. Filsafat digunakan untuk memberi kedudukan
yang lebih kuat pada dasar-dasar keyakinan dalam Islam, sekalipun sering
diangap sebagai suatu tradisi asing dalam tradisi Islam. Kita kenal Al-Kindi, Ibnu
Sina, Ibnu Arabi, dan Ibnu Rusyd di antara sebagian filosof muslim sekaligus
yang meretas perkembangan tradisi perkembangan ilmu pengetahuan di dunia
Islam. Pada saat itu, di dunia barat sedang mengalami masa abad pertengahan yan
gelap, filsafat dan ilmu pengetahuan terpinggirkan dan tidak bekembang. Setalah
itu, itu barulah barat kembali memegang kendali setelah era renaissance. Barat
kemudian berjaya di abad modern dalam bidang filsafat, ilmu pengatahuan dan
teknologi. Ditandai dengan lahirnya filosof-filosof seperti Descartes, Spinoza,
Leibniz, Heigel, Heideger, Laplace dan lainnya. .Walaupun tradisi filsafat di dunia
Islam tidak berhenti begitu saja, namun pengaruhnya secara berangsur berkurang.
Kattsoff (2004) memberikan petunjuk untuk memahami apa filsafat itu, yaitu :
filsafat membawa kita kepada pemahaman dan tindakan;
keinginan filsafat adalah pemikiran secara ketat;
filsafat memandang segala sesuatu dari sudut pandang keabadian; serta
filsafat merupakan pemikiran secara sistematis.
8
Karena filsafat dianggap sebagai sebuah cara berpikir, maka ciri pikiran filsafat
adalah sebagai berikut.
Perenungan kefilsafatan berusaha untuk menyusun suatu bagan
konspetual.
Sebuah sistem filsafat harus bersifat koheren.
Filsafat merupakan pemikiran rasional.
Filsafat senantiasa bersifat menyeluruh (komprehensif)
Filsafat berusaha memahami segenap kenyataan dengan jalan menyusun
suatu pandangan dunia yang memberikan keterangan tentang dunia dan
semua hal yang ada di dalamnya.
Filsafat secara singkat dapat dianggap sebagai berpikir yang bersifat
menyeluruh, mendasar dan spekulatif. Spekulatif di sini merupakan spekulatif
yang didasarkan pada argumentasi yang logis dan sahih.
Filsafat adalah hasil akal seorang manusia yang mencari dan memikirkan
suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Dengan kata lain: Filsafat adalah
ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala
sesuatu. Seperti telah dikatakan, ilmu filsafat itu sangat luas lapangan
pembahasannya. Yang ditujunya ialah mencari hakihat kebenaran dari segala
sesuatu, baik dalam kebenaran berpikir (logika), berperilaku (etika), maupun
dalam mencari hakikat atau keaslian (metafisika). Maka persoalannya menjadi
apakah sesuatu itu hakiki (asli) atau palsu (maya).
Dari tinjauan di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa dalam tiap-
tiap pembagian sejak zaman Aristoteles hingga dewasa ini lapangan-lapangan
yang paling utama dalam ilmu filsafat selalu berputar di sekitar logika, metafisika,
dan etika.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah filsafat itu?
2. Bagaimana cara berfilsafat?
9
3. Apa saja cabang-cabang dalam filsafat?
4. Apa saja aliran-aliran dalam filsafat?
5. Apa tujuan berfilsafat?
6. Apa manfaat berfilsafat?
C. TUJUAN
1. Mengetahui arti filsafat.
2. Mengetahui bagaimana cara berfilsafat.
3. Mengetahui cabang-cabang dalam filsafat.
4. Mengetahui aliran-aliran dalam filsafat.
5. Mengetahui tujuan berfilsafat.
6. Mengetahui manfaat filsafat.
10
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN FILSAFAT
Istilah “filsafat” dapat ditinjau dari dua segi, yakni:
Segi semantik: perkataan filsafat berasal dari bahasa Arab „falsafah‟,
yang berasal dari bahasa Yunani, „philosophia‟, yang berarti „philos‟ =
cinta, suka (loving), dan „sophia‟ = pengetahuan, hikmah (wisdom).
Jadi „philosophia‟ berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada
kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang berfilsafat akan menjadi
bijaksana. Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut „philosopher‟,
dalam bahasa Arabnya „failasuf”. Pecinta pengetahuan ialah orang yang
menjadikan pengetahuan sebagai tujuan hidupnya, atau perkataan lain,
mengabdikan dirinya kepada pengetahuan.
Segi praktis : dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat berarti „alam
pikiran‟ atau „alam berpikir‟. Berfilsafat artinya berpikir. Namun tidak
semua berpikir bererti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara
mendalam dan sungguh-sungguh. Sebuah semboyan mengatakan bahwa
“setiap manusia adalah filsuf”. Semboyan ini benar juga, sebab semua
manusia berpikir. Akan tetapi secara umum semboyan itu tidak benar,
sebab tidak semua manusia yang berpikir adalah filsuf. Filsuf hanyalah
orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-
sungguh dan mendalam.
Tegasnya: Filsafat adalah hasil akal seorang manusia yang mencari dan
memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Dengan kata
lain: Filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh
hakikat kebenaran segala sesuatu.1
1
1Sidi Gazalba.Sistematika Filsafat.Pengantar Kepada Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany
.Filsafah Dunia Fil
11
1. Beberapa definisi tentang filsafat
Karena luasnya lingkungan pembahasan ilmu filsafat, maka tidak
mustahil kalau banyak di antara para filsafat memberikan definisinya
secara berbeda-beda. Coba perhatikan definisi-definisi ilmu filsafat dari
filsuf Barat dan Timur di bawah ini:
a. Plato (427SM – 347SM) seorang filsuf Yunani yang termasyhur
murid Socrates dan guru Aristoteles, mengatakan: Filsafat adalah
pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang
berminat mencapai kebenaran yang asli).
b. Aristoteles (384 SM – 322SM) mengatakan : Filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang di dalamnya terkandung
ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan
estetika (filsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda).
c. Marcus Tullius Cicero (106 SM – 43SM) politikus dan ahli pidato
Romawi, merumuskan: Filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu
yang mahaagung dan usaha-usaha untuk mencapainya.
d. Al-Farabi (meninggal 950M), filsuf Muslim terbesar sebelum Ibnu
Sina, mengatakan : Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam
maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.
e. Immanuel Kant (1724 -1804), yang sering disebut raksasa pikir Barat,
mengatakan : Filsafat itu ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan
yang mencakup di dalamnya empat persoalan, yaitu:
Apakah yang dapat kita ketahui? (dijawab oleh metafisika)
Apakah yang dapat kita kerjakan? (dijawab oleh etika)
Sampai di manakah pengharapan kita? (dijawab oleh antropologi)
2. Beberapa Kesimpulan Para Ahli Tentang Arti Filsafat
a. Prof. Dr. Fuad Hasan, guru besar psikologi UI, menyimpulkan:
Filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berpikir radikal, artinya mulai dari
radiksnya suatu gejala, dari akarnya suatu hal yang hendak
12
dimasalahkan. Dan dengan jalan penjajakan yang radikal itu filsafat
berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang
universal.
b. Drs H. Hasbullah Bakry merumuskan: ilmu filsafat adalah ilmu yang
menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan,
alam semesta dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan
tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai oleh akal
manusia, dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah
mencapai pengetahuan itu.
c. Menurut Harun Nasution yang di kuip oleh Zuhairini dkk2,, filsafat
berasal dari bahasa yunani yang tesusun dari dua kata „‟philein‟‟dalam
arti cinta dan “sophos‟‟ dalam arti hikmat (wisdom).Selanjutnya
beliau mendifinisikan filsafat sebagai berikut:
1) Pengetahuan tentang hikmah
2) Pengetahuan tentang prinsip atau dasar dasar
3) Mencari kebenaran
4) Memebahas dasar – dasar dari apa yang dibahas
Selain itu, filsafat juga dapat berarti mencari hakikat
sesuatu,berusaha menautkan sebab dan akibat,dan berusaha menafsirakn
pengalaman-pengalaman manusia.3 Filsafat,menurut Sidi Gazalba adalah
sistem kebenaran tentang segala sesuatu yang di persoalkan sebagai hasil
dari berfikir secara radikal, sistematika, dan universal. Radikal berarti
berfikir sampai ke akar-akarnya, sistematika berarti berfikir logis, dan
univeral berarti umum, tidak terbatas pada bagian-bagian tertentu.
Berdasarkan tempat berkembang nya, filsafat Islam dibagi menjadi dua
2 Nasution, harun, Prof., Dr., Islam ditinjau dari berbagai Aspeknya, Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia, 1996
Hlm.56 3 Zuhairini,dkk. filsafat pendidikan islam (Jakarta:Bumi Aksara,1995).hlm.3-4
13
kelompok, yaitu pemikiran filsafat Islam yang berkembang di dunia Islam
bagian Timur dan Barat. Adapun filosof islam bagian Timur adalah; al-
Kindi, al- Farabt, Ibn Sina. Sedangkan para filosof islam dibagin Barat
adalah Ibn Tufail, Ibn Bajjah dan Ibn Rusyd. Pemikiran para filosof
muslim bervariasi, seputar masalah metafisika (ketuhanan), fisika, jiwa
dan akal (teori pengetahuan). Berdasarkan uraian diatas, maka dapat di
pahami bahwa filsafat pada intinya adalah sesuatu proses atau usaha untuk
mencaru hakikat sesuatu dibalik yang nyata. Filsafat mencari sesuatu yang
mendasar,inti,hikmah dan sesuatu yang tampak (lahiriah).
3. Pemikiran Filsafat Ibnu Sina
a. Filsafat Wujud.
Bagi Ibnu Sina sifat wujudlah yang terpenting dan yang
mempunyai kedudukan diatas segala sifat lain, walaupun essensi
sendiri. Essensi, dalam faham Ibnu Sina terdapat dalam akal, sedang
wujud terdapat di luar akal. Wujudlah yang membuat tiap essensi yang
dalam akal mempunyai kenyataan diluar akal. Tanpa wujud, essensi
tidak besar artinya. Oleh sebab itu wujud lebih penting dari essensi.
Tidak mengherankan kalau dikatakan bahwa Ibnu Sina telah terlebih
dahulu menimbulkan falsafat wujudiah atau existentialisasi dari filosof-
filosof lain.
Kalau dikombinasikan, essensi dan wujud dapat mempunyai
kombinasi berikut :
1) Essensi yang tak dapat mempunyai wujud, dan hal yang serupa ini
disebut oleh Ibnu Sina mumtani’ yaitu sesuatu yang mustahil
berwujud ( impossible being).
2) Essensi yang boleh mempunyai wujud dan boleh pula tidak
mempunyai wujud. Yang serupa ini disebut mumkin yaitu sesuatu
yang mungkin berwujud tetapi mungkin pula tidak berwujud.
14
Contohnya adalah alam ini yang pada mulanya tidak ada kemudian
ada dan akhirnya akan hancur menjadi tidak ada.
3) Essensi yang tak boleh tidak mesti mempunyai wujud. Disini
essensi tidak bisa dipisahkan dari wujud. Essensi dan wujud adalah
sama dan satu. Di sini essensi tidak dimulai oleh tidak berwujud
dan kemudian berwujud, sebagaimana halnya dengan essensi dalam
kategori kedua, tetapi essensi mesti dan wajib mempunyai wujud
selama - lamanya. Yang serupa ini disebut mesti berwujud yaitu
Tuhan. Wajib al wujud inilah yang mewujudkan mumkin al-
wujud.4
Dalam pembagian wujud kepada wajib dan mumkin, tampaknya
Ibnu Sina terpengaruh oleh pembagian wujud para mutakallimun
kepada: baharu (al-hadits) dan Qadim (al-Qadim). Karena dalil mereka
tentang wujud Allah didasarkan pada pembedaan - pembedaan “baharu”
dan “qadim” sehingga mengharuskan orang berkata, setiap orang yang
ada selain Allah adalah baharu, yakni didahului oleh zaman dimana
Allah tidak berbuat apa-apa. Pendirian ini mengakibatkan lumpuhnya
kemurahan Allah pada zaman yang mendahului alam mahluk ini,
sehingga Allah tidak pemurah pada satu waktu dan Maha Pemurah pada
waktu lain. Dengan kata lain perbuatan-Nya tidak Qadim dan tidak
mesti wajib[38]. Untuk menghindari keadaan Tuhan yang demikian itu,
Ibnu Sina menyatakan sejak mula “bahwa sebab kebutuhan kepada al-
wajib (Tuhan) adalah mungkin, bukan baharu”. Pernyataan ini akan
membawa kepada aktifnya iradah Allah sejak Qadim, sebelum Zaman.5
Dari pendapat tersebut terdapat perbedaan antara pemikiran para
mutakallimin dengan pemikiran Ibnu Sina. Dimana para mutakallimin
anatar qadim dan baharu lebih sesuai dengan ajaran agama tentang
Tuhan yang menjadikan alam menurut kehendak-Nya, sedangkan dalil
4
Nasution, harun, Prof., op. Cit hlm.10-12 5
Dikutip Oleh Porwantana.dkk.Seluk Beluk Filsafat Islam (Bandung:Remaja Rosdakarya.1991)hlm.9
15
Ibnu Sina dalam dirinya terkandung pemikiran Yunani bahwa Tuhan
yang tunduk dibawah “kemestian”, sehingga perbuatan-Nya telah ada
sekaligus sejak qadim.
“Perbuatan Ilahi” dalam pemikiran Ibnu Sina dapat disimpulkan
dalam 4 catatan sebagai berikut :
Pertama, perbuatan yang tidak kontinu (ghairi mutajaddid) yaitu
perbuatan yang telah selesai sebelum zaman dan tidak ada lagi yang
baharu. Dalam kitab An-Najah (hal. 372) Ibnu Sina berkata : “yang
wajib wujud (Tuhan) itu adalah wajib (mesti) dari segala segi, sehingga
tidak terlambat wujud lain (wujud muntazhar) - dari wuwud-Nya,
malah semua yang mungkin menjadi wajib dengan-Nya. Tidak ada
bagi-Nya kehendak yang baru, tidak ada tabi‟at yang baru, tidak ada
ilmu yang baru dan tidak ada suatu sifat dzat-Nya yang baru”.
Demikianlah perbuatan Allah telah selesai dan sempurna sejak qadim,
tidak ada sesuatu yang baru dalam pemikiran Ibnu Sina, seolah - olah
alam ini tidak perlu lagi kepada Allah sesudah diciptakan.
Kedua, perbuatan Ilahi itu tidak ada tujuan apapun. Seakan - akan telah
hilang dari perbuatan sifat akal yang dipandang oleh Ibnu Sina sebagai
hakekat Tuhan, dan hanya sebagai perbuatan mekanis karena tidak ada
tujuan sama sekali.
Ketiga, manakala perbuatan Allah telah selesai dan tidak mengandung
sesuatu maksud, keluar dari-Nya berdasarkan “hukum kemestian”,
seperti pekerjaan mekanis, bukan dari sesuatu pilihan dan kehendak
bebas. Yang dimaksudkan dalam catatan ketiga ini yaitu Ibnu Sina
menisbatkan sifat yang paling rendah kepada Allah karena sejak semula
ia menggambarkan “kemestian” pada Allah dari segala sudut.
Akibatnya upaya menetapkan iradah Allah sesudah itu menjadi sia - sia,
akrena iradah itu tidak lagi bebas sedikitpun dan perbuatan yang keluar
dari kehendak itu adalah kemestian dalam arti yang sebenarnya. Jadi
16
tidak ada kebebasan dan kehendak selagi kemestian telah melilit Tuhan
sampai pada perbuatan-Nya, lebih - lebih lagi pada dzat-Nya.
Keempat, perbuatan itu hanyalah “memberi wujud” dalam bentuk
tertentu. Untuk memberi wujud ini Ibnu Sina menyebutnya dengan
beberapa nama, seperti : shudur (keluar), faidh (melimpah), luzum
(mesti), wujub anhu (wajib darinya). Nama - nama ini dipakai oleh Ibnu
Sina untuk membebaskan diri dari pikiran “Penciptaan Agamawi”,
karena ia berada di persimpangan jalan anatara mempergunakan konsep
Tuhan sebagai “sebab pembuat” (Illah fa‟ilah) seperti ajaran agama
dengan konsep Tuhan sebagai sebab tujuan (Illah ghaiyyah) yang
berperan sebagai pemberi kepada materi sehingga bergerak ke arahnya
secara gradua untuk memperoleh kesempurnaan.6
Dalam empat catatan tersebut para penulis sejarah dan
pengkritik Ibnu Sina selalu memahami bahwa Ibnu Sina menggunakan
konsep pertama yaitu konsep Tuhan sebagai “sebab pembuat”. Tidak
terpikir oleh mereka kemunginan Ibnu Sina menggunakan konsep
kedua, yang menyatakan bahwa Tuhan tidak mencipta, tapi hanya
sebagai “tujuan” semata. Semua mahluk merindui Tuhan dan bergerak
ke arahNya seperti yang terdapat dalam konsepsi Aristoteles tentang
keindahan seni dalan hubungan alam dengan Tuhan.
b. Falsafat Wahyu dan Nabi
Pentingnya gejala kenabian dan wahyu ilahi merupakan sesuatu
yang oleh Ibnu Sina telah diusahakan untuk dibangun dalam empat
tingkatan : intelektual, “imajinatif”, keajaiban, dan sosio politis.
Totalitas keempat tingkatan ini memberi kita petunjuk yang jelas
tentang motivasi, watak dan arah pemikiran keagamaan.
6 Zaenal Abidin Ahmad, Ibnu Sina (Avecenna) sarjana dan Filosof Dunia, Jakarta, Bulan Bintang, 1949 hlm.134
17
Akal manusia terdiri empat macam yaitu akal materil, akal
intelektual, akal aktuil, dan akal mustafad. Dari keempat akal tersebut
tingkatan akal yang terendah adalah akal materiil. Ada kalanya Tuhan
menganugerahkan kepada manusia akal materiil yang besar lagi kuat,
yang Ibnu Sina diberi nama al hads yaitu intuisi. Daya yang ada pada
akal materiil semua ini begitu besarnya, sehingga tanpa melalui latihan
dengan mudah dapat berhubungan dengan akal aktif dan dengan mudah
dapat menerima cahaya atau wahyu dari Tuhan. Akal serupa ini
mempunyai daya suci. Inilah bentuk akal tertinggi yang dapat diperoleh
manusia dan terdapat hanya pada nabi-nabi.7
Jadi wahyu dalam pengertian teknis inilah yang mendorong
manusia untuk beramal dan menjadi orang baik, tidak hanya murni
sebagai wawasan intelektual dan ilham belaka. Maka tak ada agama
yang hanya berdasarkan akal murni. Namun demikian, wahyu teknis
ini, dalam rangka mencapai kualitas potensi yang diperlukan, juga tak
pelak lagi menderita karena dalam kenyataannya wahyu tersebut tidak
memberikan kebenaran yang sebenarnya, tetapi kebenaran dalam
selubung simbol- simbol. Namun sejauh mana wahyu itu mendorong?.
Kecuali kalau nabi dapat menyatakan wawasan moralnya ke dalam
tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip moral yang memadai, dan sebenarnya
ke dalam suatu struktur sosial politik, baik wawasan maupun kekuatan
wahyu imajinatifnya tak akan banyak berfaedah. Maka dari itu, nabi
perlu menjadi seorang pembuat hukum dan seorang negarawan
tertinggi-memang hanya nabilah pembuat hukum dan negarawan yang
sebenarnya.
7
Busyairi Madjidi, Konsep Kependidikan Para filosof Muslim, Yogyakarta, Al-Amin Press, 1997 hlm.21
18
B. CARA BERFILSAFAT
Berfilsafat merupakan kegiatan berpikir yang sistematis, kritis,
menyeluruh, mendasar, koheren dan juga bisa spekulatif. Kegiatan berpikir ini
memerlukan niat dan kehendak yang kuat, karena tidak semua orang bisa
berfilsafat. Dalam kadar tertentu cara-cara berpikir filsafat bisa diterapkan dalam
kehidupan sehari, walaupun belum diangap benar-benar berfilsafat.
Paling tidak ada 2 (dua) metode yang digunakan oleh seorang untuk
berfilsafat, yaitu (1) analisis dan (2) sintesis. Maksud pokok mengadakan analisis
ialah melakukan pemeriksaan konsepsional atas makna yang dikandungi oleh
istilah-istilah yang digunakan dan pernyataan yang dibuat. Analisis dapat
diarahkan untuk memaknai sebuah pernyataan walaupun makna tidak identik
dengan kebenaran. Metode analisis ini melahirkan filsafat yang berorientasi pada
kritik terhadap suatu pertanyaan dan pernyataan kefilsafatan. Sementara sintesis
yang berarti pengumpulan sebagai lawan dari analisa yang berarti rincian. Maksud
sintesis yang utama adalah mengumpulkan semua pengetahuan yang dapat
diperoleh untuk menyusun suatu pandangan dunia. Inilah yang sering diangap
melahirkan filsafat yang spekulatif. Seperti yang ditegaskan di awal, spekulatif
yang dilakukan adalah spekulatif yang argumentatif. Untuk mendukung terhadap
metode di atas, diperlukan seperangkat metodologi seperti, logika, induksi,
deduksi, analogi dan komparasi. Perangkat-perangkat inilah yang dapat menjadi
modal bagi seseorang untuk berfilsafat.
Logika ialah ilmu pengetahuan mengenai penyimpulan yang lurus. Logika
menguraikan tentang aturan-aturan serta cara-cara untuk mencapai kesumpulan,
setelah didahului oleh suatu perangkat premis. Logika dibagi dalam dua cabang
pokok yaitu logika deduktif dan logika induktif. Logika deduktif membicarakan
cara-cara untuk mencapai kesimpulan-kesimulan bila lebih dahului telah diajukan
pertanyaan-pertanyaan mengenai semua atau sejumlah ini diantara suatu
kelompok barang sesuatu. Kesimpulan yang sah pada suatu penalaran deduktif
selalu merupakan akibat yang bersifat keharusan dari pernyataan-pernyataan yang
lebih dahulu diajukan. Logika induktif membicarakan tenatang penarikan
19
kesimpulan buka dari pernyataan-pernyataan yang umum, melainkan dari
pernyataan-pernyataan khusus.
Penalaran secara analogi adalah berusaha mencapai kesimpulan dengan
menggantikan apa yang dicoba dibuktikan dengan sesuatu yang serupa dengan hal
tersebut, namun yang lebih dikenal, dan kemudian menyimpulkan kembali apa
yang mengawali penalaran tersebut.
Sebuah penalaran perlu diverifikasi keabsahannya, apakah sah tidak untuk
digunakan untuk penalaran. Ada dua cara untuk melakukan verifikasi, yaitu
observasi dan penggunaan hokum kontradiksi. Melalui observasi, suatu
pernyataan yang maknanya dapat diuji dengan pengalaman yang dapat diulangi,
baik oleh orang yang mempergunakan pernyataan tersebut maupun oleh orang
lain. Dengan hukum kontradiksi, orang bisa kesesatan pernyataan yang
dipersoalkan karena bertentangan dengan dirinya, atau mengakibatkan
pertentangan dengan pernyataan-pernyataan lain yang telah ditetapkan dengan
baik.
Demi melakukan keabsahaan sebuah pernyataan, paling tidak ada
beberapa kebenaran yang bisa diacu, yaitu : teori koherensi, teori korespondensi,
dan teori pragmatis. Menurut teori koherensi, sebuah pernyataan dianggap benar
bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan
sebelumnya yang dianggap benar. Teori kebenaran ini selaras dengan penalaran
deduktif. Sementara menurut teori korespondensi, suatu pernyataan dianggap
benar jika materi pengetahuan yang terkandung pernyataan itu berkorenpondensi
dengan objek yang dituju dalam pernyataan tersebut. Teori korespondensi ini
selaras dengan penalaran induktif. Baik teori koherensi maupun teori
korespondensi sering dipakai dalam cara berpikir ilmiah. Sementara teori
kebenaran pragmatis, menyatakan bahwa kebenaran suatu pernyataan diukur
dengan kriteria apakah pernyataan tersbut bersifat fungsional dalam kehidupan
praktis.
20
Bagaimana cara memulai dan melakukan perenuangan kefilsafatan?
Kattsoff (2004) merunut langkah-langkah sebagai berikut.
Menyadari adanya masalah
Meragukan dan menguji secara rasional anggapan-anggapan
Memeriksa penyelesaian-penyelesaian yang terdahulu
Menyarankan hipotesa
Menguji konsekuensi-konsekuensi
Menarik kesimpulan.
Pada dasarnya, aktivitas berfilsafat adalah upaya berpikir yang ketat.
Mungkin saja berfilsafat baru hanya sampai pada meragukan dan menguji secara
rasional anggapan-anggapan. Sampai di sini pun, kita perlu pengalaman dan
upaya yang serius untuk menekuninya. Untuk mengkaji tentang “keadilan”
diperlukan upaya mengkaji referensi atau pemikiran-pemikiran yang terdahulu
sehingga ketika bermaksud mengajukan kesimpulan baru, maka hal itu didasarkan
pada berbagai pandangan yang terdahulu yang sudah dikritisi.
Cara kerja berpikir filsafat ini, bagi sebagian filosof mungkin bisa
bervariasi bergantung kepada pandangan dan corak filsafat mereka. Termasuk
dalam hal ini bagaimana cara berfilsafat filosof muslim, walaupun melanjutkan
tradisi filsafat Yunani, tetapi memiliki corak yang berbeda. Walaupun para filosof
muslim berfilsafat untuk menemukan pandangan-pandangan tentang ketuhanan,
alam dan manusia, tetapi mereka tetapi bertujuan untuk memperteguh prinsip-
prinsip beragama dalam Islam. Berbagai pertentangan pemikiran antar mereka
juga memberikan corak pada pemikiran Islam, tidak sedikit dipandang
“menyimpang” dari ajaran Islam.
C. CABANG-CABANG FILSAFAT
Telah kita ketahui bahwa filsafat adalah sebagai induk yang mencakup
semua ilmu khusus. Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya ilmu-ilmu
khusus itu satu demi satu memisahkan diri dari induknya, filsafat. Mula-mula
21
matematika dan fisika melepaskan diri, kemudian diikuti oleh ilmu-ilmu lain.
Adapun psikologi baru pada akhir-akhir ini melepaskan diri dari filsafat, bahkan
di beberapa insitut, psikologi masih terpaut dengan filsafat.
Setelah filsafat ditinggalkan oleh ilmu-ilmu khusus, ternyata ia tidak mati,
tetapi hidup dengan corak baru sebagai „ilmu istimewa‟ yang memecahkan
masalah yang tidak terpecahkan oleh ilmu-ilmu khusus. Yang menjadi pertanyaan
ialah : apa sajakah yang masih merupakan bagian dari filsafat dalam coraknya
yang baru ini? Persoalan ini membawa kita kepada pembicaraan tentang cabang-
cabang filsafat.
Ahli filsafat biasanya mempunyai pembagian yang berbeda-beda. Coba
perhatikan sarjana-sarjana filsafat di bawah ini:
1. H. De Vos menggolongkan filsafat sebagai berikut:
metafisika,
logika,
ajaran tentang ilmu pengetahuan
filsafat alam
filsafat sejarah
etika,
estetika, dan
antropologi.
2. Prof. Albuerey Castell membagi masalah-masalah filsafat menjadi enam
bagian, yaitu:
masalah teologis
masalah metafisika
masalah epistomologi
masalah etika
masalah politik, dan
masalah sejarah
22
3. Dr. Richard H. Popkin dan Dr Avrum Astroll dalam buku mereka,
Philosophy Made Simple, membagi pembahasan mereka ke dalam tujuh
bagian, yaitu:
Section I Ethics
Section II Political Philosophy
Section III Metaphysics
Section IV Philosophy of Religion
Section V Theory of Knowledge
Section VI Logics
Section VII Contemporary Philosophy,
4. Dr. M. J. Langeveld mengatakan: Filsafat adalah ilmu Kesatuan yang
terdiri atas tiga lingkungan masalah:
lingkungan masalah keadaan (metafisika manusia, alam dan
seterusnya)
lingkungan masalah pengetahuan (teori kebenaran, teori pengetahuan,
logika)
lingkungan masalah nilai (teori nilai etika, estetika yangb ernilai
berdasarkan religi)
5. Aristoteles, murid Plato, mengadakan pembagian secara kongkret dan
sistematis menjadi empat cabang, yaitu:
a. Logika. Ilmu ini dianggap sebagai ilmu pendahuluan bagi filsafat.
b. Filsafat teoretis. Cabang ini mencangkup:
ilmu fisika yang mempersoalkan dunia materi dari alam nyata
ini,
ilmu matematika yang mempersoalkan hakikat segala sesuatu
dalam kuantitasnya,
ilmu metafisika yang mempersoalkan hakikat segala sesuatu.
Inilah yang paling utama dari filsafat.
23
c. Filsafat praktis. Cabang ini mencakup:
ilmu etika, yang mengatur kesusilaan dan kebahagiaan dalam
hidup perseorang
ilmu ekonomi, yang mengatur kesusilaan dan kemakmuran di
dalam negara.
d. Filsafat poetika (Kesenian).
Pembagian Aristoteles ini merupakan permulaan yang baik sekali bagi
perkembangan pelajaran filsafat sebagai suatu ilmu yang dapat dipelajari secara
teratur. Ajaran Aristoteles sendiri, terutama ilmu logika, hingga sekarang masih
menjadi contoh-contoh filsafat klasik yang dikagumi dan dipergunakan.
Walaupun pembagian ahli yang satu tidak sama dengan pembagian ahli-
ahli lainnya, kita melihat lebih banyak persamaan daripada perbedaan. Dari
pandangan para ahli tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa filsafat dalam
coraknya yang baru ini mempunyai beberapa cabang, yaitu metafisika, logika,
etika, estetika, epistemologi, dan filsafat-filsafat khusus lainnya.
1. Metafisika: filsafat tentang hakikat yang ada di balik fisika, hakikat yang
bersifat transenden, di luar jangkauan pengalaman manusia.
2. Logika: filsafat tentang pikiran yang benar dan yang salah.
3. Etika: filsafat tentang perilaku yang baik dan yang buruk.
4. Estetika: filsafat tentang kreasi yang indah dan yang jelek.
5. Epistomologi: filsafat tentang ilmu pengetahuan.
6. Filsafat-filsafat khusus lainnya: filsafat agama, filsafat manusia, filsafat
hukum, filsafat sejarah, filsafat alam, filsafat pendidikan, dan sebagainya.
Seperti telah dikatakan, ilmu filsafat itu sangat luas lapangan
pembahasannya. Yang ditujunya ialah mencari hakihat kebenaran dari segala
sesuatu, baik dalam kebenaran berpikir (logika), berperilaku (etika), maupun
dalam mencari hakikat atau keaslian (metafisika). Maka persoalannya menjadi
apakah sesuatu itu hakiki (asli) atau palsu (maya).
24
Dari tinjauan di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa dalam tiap-
tiap pembagian sejak zaman Aristoteles hingga dewasa ini lapangan-lapangan
yang paling utama dalam ilmu filsafat selalu berputar di sekitar logika, metafisika,
dan etika.
D. ALIRAN-ALIRAN DALAM FILSAFAT
Aliran-aliran yang terdapat dalam filsafat sangat banyak dan kompleks. Di
bawah ini akan kita bicarakan aliran metafisika, aliran etika, dan aliran-aliran teori
pengetahuan,aliran-aliran lainnya dalam filsafat.
Aliran-aliran yang terdapat alam filsafat sangat banyak dan kompleks
antara lain:
1. Aliran-aliran Metafisika
Menurut sutan Takdir Alisyahbana, Aliran Metafisika ini terbagi menjadi
dua, yaitu: golongan tentang kuantitas dan golongan tentang kualitas
(sifat)88
terdiri dari :
a. Monisme, yaitu aliran yang mengemukakan bahwa unsur pokok segala
yang ada ini adalah esa (satu).
b. Dualisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa unsur pokok segala
yang ada ini ada dua, yaitu roh dan benda.
c. Pluralisme, yaitu aliran yang berpendapat bahwa unsur pokok hakekat
kenyataan ini banyak, misalnya: udara, api, tanah, dan air.
2. Aliran-aliran Etika
Aliran-aliran penting dalam etika banyak sekali, antara lain:
a. Naturalisme,yaitu aliran yang berpendapat bahwa kebahagiaan
manusia itu diperoleh dengan mempertaruhkan panggilan natural
(fitrah) kejadian manusia itu sendiri. Hedonisme, yaitu aliran, yang
mengangap ukuran perbuatan yang baik adalah kenikmatan (Hedone)9.
8 Sidi Gazalbi.op.cit.hlm.51
9 Poerwantana op.cit.hlm.149
25
b. Utilarisme yaitu aliran yang menilai baik dan buruknya perbuatan
manusia di tinjau dari besar dan kecilnya manfaat bagi manusia
c. yaitu aliran yang berpendapat bahwa perbuatan manusia di dasarkan
atas prinsip kerohanian yang lebih tinggi.
d. Vitalisme,yaitu aliran yang menilai baik buruknya perbuatan manusia
itu sebagai ukuran ada atau tidak adanya daya hidup (vital) yang
maksuum yang mengendalikan perbuatan itu.
e. Teologis, yaitu aliran yang berkeyakinan bahwa ukuran baik dan
buruknya manusia itu dinilai dengan sesuai atau tidak sesuainya
dengan perintah Tuhan ( Theos = Tuhan).109
3. Aliran-aliran teori pengetahuan
Aliran ini mencoba menjawab pertanyaan, bagaimana manusia mendapat
pengetahuannya sehingga pengetahuan itu benar dan berlaku.
Pertama, golongan yang mengemukakan asal atau sumber pengetahuan.
Termasuk ke dalamnya:
a. Rationalisme, yaitu aliran yang mengemukakan bahwa sumber
pengetahuan manusia ialah pikiran, rasio dan jiwa manusia.
b. .Empirisme, yaitu aliran yang mengatakan bahwa pengetahuan
manusia itu berasal dari pengalaman manusia, dari dunia luar yang
ditangkap pancainderanya.
c. Kritisisme (transendentalisme), yaitu aliran yang berpendapat bahwa
pengetahuan manusia itu berasal dari luar maupun dari jiwa manusia
itu sendiri.
Kedua, golongan yang mengemukakan hakikat pengetahuan manusia.
Termasuk ke dalamnya:
10
http://www.masbied.com/2009/12/23/pengertian-filsafat-cabang-cabang-filsafat-filsafat-dan-
agama/Pengertian Filsafat, Batasan Filsafat, Cabag-Cabang dalam Filsafat, Tujuan Fungsi dan
Manfaat Filsafat dan Aliran-Aliran dalam Filsafat
26
a. Realisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa pengetahuan manusia
itu adalah gambar yang baik dan tepat dari kebenaran dalam
pengetahuan yang baik tergambarkan kebenaran seperti sungguh-
sungguhnya ada.
b. Idealisme, yaitu aliran yang berpendapat bahwa pengetahuan itu tidak
lain daripada kejadian dalam jiwa manusia, sedangkan kenyataan yang
diketahui manusia itu sekaliannya terletak di luarnya.
4. Aliran-aliran lainnya dalam filsafat
Di samping aliran-aliran di atas, masih banyak aliran yang lain dalam
filsafat. Aliran-aliran itu antara lain ialah:
a. Eksistensialisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa filsafat harus
bertitik tolak pada manusia yang kongkret, yaitu manusia sebagai
eksistensi, dan sehubungan dengan titik tolak ini. maka bagi manusia
eksistensi itu mendahului esensi.
b. Pragmatisme, yaitu aliran yang beranggapan bahwa benar dan
tidaknya sesuatu ucapan, dalil, atau teori, semata-mata bergantung
pada berfaedah atau tidaknya ucapan, dalil atau teori tersebut bagi
manusia untuk bertindak di dalam kehidupannya.
c. Fenomenologi, yaitu aliran yang berpendapat bahwa hasrat yang kuat
untuk mengerti yang sebenarnya dan keyakinan bahwa pengertian itu
dapat dicapai jika kita mengamati fenomena atau pertemuan kita
dengan realitas.
d. Positivisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa filsafat hendaknya
semata-mata berpangkal pada peristiwa yang positif, artinya peristiwa-
peristiwa yang dialami manusia.
e. Aliran filsafat hidup, yaitu aliran yang berpendapat bahwa berfilsafat
barulah mungkin jika rasio dipadukan dengan seluruh kepribadian
sehingga filsafat itu tidak hanya hal yang mengenai berpikir saja,
tetapi juga mengenai ada, yang mengikutkan kehendak, hati, dan
iman, pendeknya seluruh hidup.
27
E. TUJUAN BERFILSAFAT
Menurut Harold H. Titus, filsafat adalah suatu usaha memahami alam
semesta, maknanya dan nilainya. Apabila tujuan ilmu adalah kontrol, dan tujuan
seni adalah kreativitas, kesempurnaan, bentuk keindahan komunikasi dan
ekspresi, maka tujuan filsafat adalah pengertian dan kebijaksanaan (understanding
and wisdom).
Dr Oemar A. Hoesin mengatakan: Ilmu memberi kepada kita pengatahuan,
dan filsafat memberikan hikmah. Filsafat memberikan kepuasan kepada keinginan
manusia akan pengetahuan yang tersusun dengan tertib, akan kebenaran.
S. Takdir Alisyahbana menulis dalam bukunya: filsafat itu dapat
memberikan ketenangan pikiran dan kemantapan hati, sekalipun menghadapi
maut. Dalam tujuannya yang tunggal (yaitu kebenaran) itulah letaknya kebesaran,
kemuliaan, malahan kebangsawanan filsafat di antara kerja manusia yang lain.
Kebenaran dalam arti yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya baginya, itulah
tujuan yang tertinggi dan satu-satunya. Bagi manusia, berfilsafat itu bererti
mengatur hidupnya seinsaf-insafnya, senetral-netralnya dengan perasaan tanggung
jawab, yakni tanggung jawab terhadap dasar hidup yang sedalam-dalamnya, baik
Tuhan, alam, ataupun kebenaran.
Radhakrishnan dalam bukunya, History of Philosophy, menyebutkan:
Tugas filsafat bukanlah sekadar mencerminkan semangat masa ketika kita hidup,
melainkan membimbingnya maju. Fungsi filsafat adalah kreatif, menetapkan nilai,
menetapkan tujuan, menentukan arah dan menuntun pada jalan baru. Filsafat
hendaknya mengilhamkan keyakinan kepada kita untuk menompang dunia baru,
mencetak manusia-manusia yang menjadikan penggolongan-penggolongan
berdasarkan „nation‟, ras, dan keyakinan keagamaan mengabdi kepada cita mulia
kemanusiaan. Filsafat tidak ada artinya sama sekali apabila tidak universal, baik
dalam ruang lingkupnya maupun dalam semangatnya.
Studi filsafat harus membantu orang-orang untuk membangun keyakinan
keagamaan atas dasar yang matang secara intelektual. Filsafat dapat mendukung
28
kepercayaan keagamaan seseorang, asal saja kepercayaan tersebut tidak
bergantung pada konsepsi prailmiah yang usang, yang sempit dan yang dogmatis.
Urusan (concerns) utama agama ialah harmoni, pengaturan, ikatan, pengabdian,
perdamaian, kejujuran, pembebasan, dan Tuhan.
Berbeda dengan pendapat Soemadi Soerjabrata, yaitu mempelajari filsafat
adalah untuk mempertajamkan pikiran, maka H. De Vos berpendapat bahwa
filsafat tidak hanya cukup diketahui, tetapi harus dipraktekkan dalam hidup
sehari-sehari. Orang mengharapkan bahwa filsafat akan memberikan kepadanya
dasar-dasar pengetahuan, yang dibutuhkan untuk hidup secara baik. Filsafat harus
mengajar manusia, bagaimana ia harus hidup secara baik. Filsafat harus mengajar
manusia, bagaimana ia harus hidup agar dapat menjadi manusia yang baik dan
bahagia.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan filsafat adalah mencari
hakikat kebenaran sesuatu, baik dalam logika (kebenaran berpikir), etika
(berperilaku), maupun metafisik (hakikat keaslian).
F. MANFAAT BERFILSAFAT
Ketika gelombang pemikiran filsafat masuk ke dalam dunia Islam yang
disebut gelombang Hellenisme, tujuan utama para sarjana muslim adalah untuk
memperteguh dan memperkuat prinsip-prinsip ajaran Islam melalui filsafat.
Upaya ini bukan untuk mengganti sumber-sumber keyakinan dalam Islam.
Hasilnya adalah lahirnya berbagai corak pemikiran dalam Islam yang terpengaruh
oleh filsafat baik yang saling melengkapi maupun yang bertentangan. Tidak
sedikit dialog kritis antara filosof dan sarjana muslim tentang suatu hal. Para
sarjana Islam tidak sertamerta mengadopsi begitu saja suatu pemikiran filsafat,
tetapi mengkritisinya, memilah dan memilih yang pada akhirnya mampu
mengembangkan corak baru dalam bersifat. Melalui studi filsafat ini, ternyata
melahirkan tradisi rasional sarjana Islam sehingga mampu mengembangkan
berbagai bidang keilmuan seperti sains, kedokteran dan politik, baik yang telah
29
berkembang lebih dulu dalam tradisi Yunani maupun pengembangan baru sama
sekali.
Tidak sedikit juga para ilmuan Islam yang menentang filsafat karena
dianggap bisa mengganggu keotentikan ajaran Islam dan dianggap berbahaya bagi
ummat Islam karena bisa saja justru menjauh dari tradisi keilmuan khas Islam
yang disebut ilmu-ilmu agama (ulumuddin). Imam Al-Gazhali bahkan mengarang
buku Ihya Ulumuddin sebagai upaya membangkitkan kembali perhatian ummat
Islam kepada khazanah keilmuan Islam setelah sekian lama terlena dengan
pemikiran Yunani. Inilah juga ternyata dianasir yang menyebabkan kemunduran
ummat Islam itu sendiri.
Apa relevansinya berfilsafat saat ini untuk sebagian ummat Islam. Jaman
terus bergerak, kebudayaan barat yang ditopang oleh pandangan dunia barat
modern tidak bisa dilepaskan oleh pemikiran-pemikiran barat yang berasal dari
filsafat-filsafat barat modern. Barat membangun dunia ini berdasarkan pandangan
dunianya yang ternyata cenderung materealistik. Berdasarkan hal itu, ketika
ummat Islam berupaya kembali untuk mengangkat kejayaan umat Islam maka kita
perlu memahami kebudayaan-kebudayaan yang telah berkembang terutama
kebudayaan barat yang mengguasai segala aspek dunia. Kita perlu
mengembangkan pemikiran kritis terhadap pemikiran sekarang sebelum kita
berusaha mengembangkan kembali pemikiran Islam sebagai alternatif pandangan
dunia barat dan kehidupannya yang semakin hancur terutama dari sisi moral.
Bagi mahasiswa Islam, penguasaan berbagai pemikiran yang ada sangat
penting dilakukan dalam upaya untuk membangun kapasitas pemikirannya yang
nanti bisa berperan dalam percauran meikiran maupun dalam upaya memecahkan
permasalahan di masyarakat. Paling tidak, mahasiswa harus mampu berpikir kritis
sebagai awal untuk mengkontruksi pengetahuan dan pemikiran secara produktif
serta menghasilkan karya yang bermanfaat.
Filsafat sering dianggap teori belaka, yang jauh dari kenyataan hidup
konkret. Akan tetapi, filsafat ada segi praktisnya juga. Sikap dan pandangan yang
30
dipertanggungjawabkan, seperti yang kita cari dalam filsafat, dengan sendirinya
akan mempengaruhi sikap kita praktis juga. Kebijaksanaan tidak hanya berarti
“pengetahuan yang mendalam”, tetapi juga “sikap hidup yang benar”, yang tepat,
sesuai dengan pengetahuan yang telah dicapai itu. Ini nampak dengan jelas
terutama pada pelajaran etika dan logika yang bersama-sama memberikan
pegangan dan bimbingan kepada pikiran dan kepada kehendak, agar hidup dengan
„benar‟ dan „baik‟. maka konkretnya:
1 Filsafat menolong mendidik, membangun diri kita sendiri: dengan berpikir
lebih mendalam, kita mengalami dan menyadari kerohanian kita. Rahasia
hidup yang kita selidiki justru memaksa kita untuk berpikir untuk hidup
sesadar-sadarnya, dan memberikan isi kepada hidup kita sendiri.
2 Filsafat memberikan kebiasaan dan kepandaian untuk melihat dan
memecahkan persoalan-persoalan dalam hidup sehari-hari. Orang yang
hidup secara “dangkal” saja, tidak mudah melihat persoalan-persoalan,
apalagi melihat pemecahnya. Dalam filsafat kita dilatih melihat dulu apa
yang menjadi persoalan, dan ini merupakan syarat mutlak untuk
memecahkannya.
3 Filsafat memberikan pandangan yang luas, membendung “akuisme” dan
“aku-sentrisme” (dalam segala hal hanya melihat dan mementingkan
kepentingan dan kesenangan si aku).
4 Filsafat merupakan latihan untuk berpikir sendiri, hingga kita tak hanya
ikut-ikutan saja, membuntut pada pandangan umum, percaya akan setiap
semboyan dalam surat-surat kabar, tetapi secara kritis menyelidiki apa
yang dikemukakan orang, mempunyai pendapat sendiri, “berdiri-sendiri”,
dengan cita-cita mencari kebenaran.
5 Filsafat memberikan dasar-dasar, baik untuk hidup kita sendiri (terutama
dalam etika) maupun untuk ilmu-ilmu pengetahuan dan lainnya, seperti
sosiologi, ilmu jiwa, ilmu mendidik, dan sebagainya.
31
BAB III
PENUTUP
A. HASIL PEMIKIRAN PENULIS:
Setelah mempelajari rumusan-rumusan tersebut di atas dapat disimpulkan
bahwa:
Filsafat adalah „ilmu istimewa‟ yang mencoba menjawab masalah-masalah yang
tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa karena masalah-masalah tersebut
di luar jangkauan ilmu pengetahuan biasa.
Filsafat adalah hasil daya upaya manusia dengan akal budinya untuk memahami
atau mendalami secara radikal dan integral serta sistematis hakikat sarwa yang
ada, yaitu:
Hakikat Tuhan, hakikat alam semesta, dan hakikat manusia, serta sikap manusia
sebagai konsekuensi dari paham tersebut. Perlu ditambah bahwa definisi-definisi
itu sebenarnya tidak bertentangan, hanya cara mengesahkannya saja yang berbeda.
Cara memahami filsafat yang paling mudah bisa dilakukan adalah dengan
berfilsafat itu sendiri. Tapi kegiatan berfilsafat perlu ketekunan dan keseriusan.
Paling tidak kita bisa berfilsafat secara sederhana dengan membangun pemikiran
kritis terhadap berbagai hal yang menjadi fokus permasalahan yang kita hadapi.
Tentunya dituntut budaya baca, diskusi, diskursif, dialog bahkan menulis yang
tinggi. Tapi jangan lupa sebelum berfilsafat, kita harus dulu memperkuat
pemahaman, keyakinan sekaligus amal kita dalam beragama, tentunya melalui
sumber al-Quran dan as-Sunnah serta berbagai pendapat para ulama baik masa
lalu dan masa sekarang. Berfilsafat akan sangat merugikan jika dasar-dasar
keimanan kita lemah bahkan semakin memperlemah keimanan kita. Kecuali
berfilsafat untuk mencari jalan lain untuk beragama dengan tanpa merendahkan
dasar-dasar keislaman yang telah kuat.
32
B. KESIMPULAN
Filsafat adalah hasil akal seorang manusia yang mencari dan memikirkan
suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Dengan kata lain: Filsafat adalah
ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala
sesuatu. Seperti telah dikatakan, ilmu filsafat itu sangat luas lapangan
pembahasannya. Yang ditujunya ialah mencari hakihat kebenaran dari segala
sesuatu, baik dalam kebenaran berpikir (logika), berperilaku (etika), maupun
dalam mencari hakikat atau keaslian (metafisika). Maka persoalannya menjadi
apakah sesuatu itu hakiki (asli) atau palsu (maya).
Berfilsafat merupakan kegiatan berpikir yang sistematis, kritis,
menyeluruh, mendasar, koheren dan juga bisa spekulatif. Kegiatan berpikir ini
memerlukan niat dan kehendak yang kuat, karena tidak semua orang bisa
berfilsafat.
33
DAFTAR PUSTAKA
Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany. Filsafah Pendidikan Islam.
Terj.Hasan Langgung. Jakarta: Bulan Bintang.1979
Sidi Gazalba. Sistematika Filsafat. Pengantar Kepada Dunia Filsafat. Teori
Pengetahuan. Metafisika. Teori Nilai. Jakarta: Bulan Bintang. 1973
Suriasumantri, Jujun S. (2005). Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Popular.
Pustaka sinar harapan Jakarta
Stramel, James S. (1995). Cara Menulis Makalah Filsafat. Pustaka Pelajar :
Yogyakarta
Zuhairini,dkk. filsafat pendidikan islam.Jakarta:Bumi Aksara,1995.
Kattsoff, Louis O. (2004). Pengantar Filsafat. Tiara Wacana : Yogykarta
Dikutip Oleh Porwantana, dkk. Seluk Beluk Filsafat Islam. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 1991
http://www.masbied.com/2009/12/23/pengertian-filsafat-cabang-cabang-filsafat-
filsafat-dan-agama/
Pengertian Filsafat, Batasan Filsafat, Cabang-Cabang dalam Filsafat, Tujuan
Fungsi dan Manfaat Filsafat dan Aliran-Aliran dalam Filsafat
http://armayant.blogspot.com/2012/10/filsafat-ibnu-sina.html