filsafat islam - al ghazali

15
DEWI NURUL HIKMAH – ENENG SUSANTI – IIM APRIL YANTI – JUNAEDI - NURHASANAH

Upload: eneng-susanti

Post on 15-Jul-2015

373 views

Category:

Education


31 download

TRANSCRIPT

Page 1: Filsafat Islam - Al Ghazali

DEWI NURUL HIKMAH – ENENG SUSANTI –IIM APRIL YANTI – JUNAEDI - NURHASANAH

Page 2: Filsafat Islam - Al Ghazali

Nama asli Imam al-Ghazali ialah Muhammad bin Ahmad, Al-

Imamul Jalil, Abu Hamid Ath Thusi Al-Ghazali. Lahir di Thusi

daerah Khurasan wilayah Persia tahun 450 H (1058 M).

Ayahnya adalah seorang pemintal benang, tapi ia merupakan

ahli tasawuf yang hebat.

• Al Ghazali belajar pada beberapa orang guru:

Pada masa kecilnya ia mempelajari ilmu fiqh di negerinya

sendiri pada Syekh Ahmad bin Muhammad Ar-Rozakani

(teman ayahnya yang merupakan orang tua asuh al-Ghazali)

dan Imam Abi Nasar Al-Ismaili di negeri Jurjan.

• Di Naisabur ia belajar pada Imam Al-Haromain.

• al-Ghazali dilantik oleh perdana menteri Nizam al Muluk pada

tahun 484 H/1091 M. Sebagai guru besar (profesor) pada

perguruan Tinggi Nizamiyah yang berada di kota Baghdad. Ia

mengajar di perguruan tinggi tersebut selama 4 (empat)

tahun.

• ia juga diangkat sebagai konsultan (mufti) oleh para ahli

hukum Islam dan oleh pemerintah dalam menyelesaikan

berbagai persoalan yang muncul dalam masyarakat.

Page 3: Filsafat Islam - Al Ghazali

Dalam kehidupannya, ia sering menerima jabatan di

pemerintahan, mengenai daerah yang pernah ia

singgahi dan terobosan yang ia lakukan antara lain:

a. Di Baghdad ia menjadi guru besar di perguruan

Nidzamiyah selama 4 (empat) tahun.

b. Ia meninggalkan kota Baghdad untuk berangkat ke

Syam, di Syam ia menetap hampir 2 (dua) tahun untuk

berkhalwat melatih dan berjuang keras membersihkan diri,

akhlak, dan menyucikan hati hati dengan mengingat Tuhan

dan beri’tikaf di mesjid Damaskus.

c. kemudian ia menuju ke Palestina untuk mengunjungi

kota Hebron dan Jerussalem, tempat di mana para Nabi

sejak dari Nabi Ibrahim sampai Nabi Isa mendapat wahyu

pertama dari Allah.

Page 4: Filsafat Islam - Al Ghazali

d. lalu ia berangkat ke Mesir, yang merupakan pusat kedua

bagi kemajuan dan kebesaran Islam sesudah Baghdad.

e. Dari Palestina (Kairo), iapun melanjutkan perjalanannya

ke Iskandariyah. Dari sana ia hendak berangkat ke Maroko

untuk memenuhi undangan muridnya yang beranama

Muhammad bin Taumart (1087-1130 M), yang telah merebut

kekuasaanya dari tangan kaum Murabithun, dan mendirikan

pemerintahan baru yang bernama Daulah Muwahhidun. Ia

mengurungkan niatnya untuk pergi memenuhi undangan ke

Maroko, ia tetap tinggal di Mekkah, ia berasalan untuk

melaksanakan kewajiban yang ke lima dalam rukun Islam,

yakni melaksanakan ibadah haji, kemudian ia menziarahi

kuburan Nabi Ibrahim.

f. Selanjutnya ia kembali ke Naisabur, di sana ia mendirikan

Madrasah Fiqh, madrasah ini khusus untuk mempelajari ilmu

hukum, dan membangun asrama (khanqah) untuk melatih

Mahasiswa-mahasiswa dalam paham sufi di tempat

kelahirannya.

Page 5: Filsafat Islam - Al Ghazali

Ihya Ulum Ad-Din (membahas ilmu-ilmu agama), Tahafut al-Falasifah (menerangkan pendapat para filsuf ditinjau dari segiagama). Al-Munqidz min adh-Dhalal (menerangkan tujuan danrahasia-rahasia ilmu). Al-Iqtashad fi Al-‘Itiqad (inti ilmu ahlikalam), Jawahir Al-Qur’an (rahasia-rahasia yang terkandungdalam al-Qur’an), Mizan Al-‘Amal (tentang falsafah keagamaan)Al-Maqasshid Al-Asna fi Ma’ani Asma’illah Al-Husna (tentangarti nama-nama Tuhan), Faishal At-Tafriq Baina Al-Islam WaAl-Zindiqah (perbedaan antara Islam dan Zindiq), Al-Qisthas Al-Mustaqim (jalan untuk mengatasi perselisihan pendapat). Al-Mustadhhir, Hujjat Al-Haq (dalil yang benar), Mufahil Al-Khilaffi Ushul Ad-Din (menjauhkan perselisihan dalam masalah ushulad-din), Kimiya As-sa’adah (menerangkan syubhat ahli ibadah),Al-Basith (fiqh), Al-Wasith (fiqh), Al-Wajiz (fiqh), Al-Khulasahah Al-Mukhtasharah (fiqh), Yaqut At-Ta’wil fi TafsirAt-Tanzil (tafsir 40 jilid), Al-Mustasfa (ushul fiqh), Al-Mankhul(ushul fiqh), Al-Muntaha fi ‘ilmi Al-Jadal (cara-cara berdebatyang baik), Mi’yar Al-‘ilmi, Al-Maqashid (yang dituju), Al-Madnun bihi ’ala Ghairi Ahli, Misykat Al-anwar (pelajarankeagamaan), Mahku An-Nadhar,

Page 6: Filsafat Islam - Al Ghazali

Kitab Ihya Ulumuddin berisi

paduan indah antara fiqh,

tasawuf dan falsafat

U

L

A

S

A

N

Dalam kitab Tahafut al Falasifa

dan al Munqidz min ad-dlalal, Al

Ghazali menentang filosof-filosof

Islam bahkan mengkafirkan

mereka.Dalam kitab Munqiz min al-Dhalal, al-

Ghazali mengelompokkan filsosof menjadi

3 (tiga) golongan:

Filosof Materialis (Dhariyyun)

Filosof Naturalis (Thabi’iyyun)

Filosof Ke-Tuhanan (Ilahiyun)

Dalam kitab ini Ia juga menyatakan bahwa

kepercayaan yang dianutnya adalah

kepercayaan orang-orang tasawuf

Dalam kitab ‘Ala Ghairi

Ahlihi ia justru mengakui

qadimnya alam

Dalam kitab Mi’raj as Salikin, ia

menentang orang-orang tasawuf

yang mengatakan adanya

kebangkitan rohani saja.

Dalam kitan Mizan Al

Amal dikatakan bahwa

ketiga persoalna tentang

kekafiran kaum filsafat

merupakan kepercayaan

dari orang-orang tasawuf

juga

Page 7: Filsafat Islam - Al Ghazali

Pemikiran Filsafat Al-Ghazali

Ada 4 Unsur pemikiran yang

mempengaruhi filsafat Al Ghazali, yaitu

aliran-aliran yang ia tentang:

1. Unsur pemikiran kaum Muttakallimin

(aliran ilmu kalam)

2. Unsur pemikiran kaum filsafat

3. Unsur kepercayaan kaum batiniah

4. Unsur kepercayaan kaum sufi

Page 8: Filsafat Islam - Al Ghazali

Menurut Al Ghazali, ada tiga hal yang bisa

menyebabkan seorang filosof itu menjadi

kafir, yaitu karena pemikiran mereka

mengenai:

1. Qadimnya alam semesta

2. Ketidaktahuan tuhan terhadap peristiwa-

peristiwa kecil

3. Pengingkaran terhadap kebangkitan

jasmani

Page 9: Filsafat Islam - Al Ghazali

Mengenai kejadian alam dan dunia, Al-Ghazali berpendapat bahwa dunia itu berasal dari iradat (kehendak) tuhan semat-mata, tidak bisa terjadi dengan sendirinya. Iradat tuhan itulah yang diartikan penciptaan. Pengikut Aristoteles, menamakan suatu peristiwa sebagai hukum pasti sebab dan akibat (hukum kausalitas), sedangkan Al-Ghazali seperti juga Al-Asy’ari berpendapat bahwa suatu peristiwa itu adalah iradat Tuhan, dan Tuhan tetap bekuasa mutlak untuk menyimpangkan dari kebiasaan-kebiasaan sebab dan akibat tersebut. Contoh: kasus tidak terbakarnya Nabi Ibrahim ketika dibakar dengan api.

Para filosof muslim di kala itu mengatakan bahwa alam ini qadim. Sebab qadimnya Tuhan atas alam sama halnya dengan qadimnya illat atas ma’lulnya (ada sebab akibat), seperti yang dikemukakan dalam teori emanasi. Sedangkan bagi al-Ghazali, alam haruslah tidak qadim dan ini berarti pada awalnya Tuhan ada, sedangkan alam tidak ada, kemudian Tuhan menciptakan alam maka alam ada di samping adanya Tuhan.

Bantahan Al Ghazali terhadap Qadimnya alam semesta

Page 10: Filsafat Islam - Al Ghazali

Bantahan Al Ghazali tentang Ketidaktahuan tuhan

terhadap peristiwa-peristiwa kecil

Menurut al-Ghazali para filosof Muslim itu mempunyai pemahaman bahwa Allah sebagai Tuhan umat Muslim hanya mengetahui zat-Nya sendiri dan tidak bisa mengetahui yang selain-Nya. Ibnu Rusyd berpendapat Tuhan hanya tahu yang universal, bukan perkara yang kecil (partikular). Ini bertentangan dengan dalil al-Qur’an:

وما يضون فيه إال كنا عليكم شهودا إذ تف وما تكون في شأن وما تتلو منه من قرآن وال تعملون من عمل

ة في األرض وال في السماء وال أص ين تاب مب غر من ذلك وال أكبر إال في ك يعزب عن ربك من مثقال ذر

Artinya: ”Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Quran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).”(Q.S. Yunus: 61)

Page 11: Filsafat Islam - Al Ghazali

Bantahan Al Ghazali terhadap

Pengingkaran kebangkitan jasmani

Banyak dari para filosof berpendapatbahwa yang akan dibangkitkan nantinyadi alam akhirat adalah rohani semata,sedangkan jasmani (jasad) akan hancur.Maka dari itu, ketika di akhirat nanti,tentang adanya kebahagiaan ataupunkepedihan di sana yang dapatmerasakan adalah rohani. Sedangkanjasmani (jasad) merasakan kebahgiaandan kepedihan hanya saat di dunia saja.Menurut al-Ghazali, berdasarkangambaran al-Qur’an dan al-Hadits NabiMuhammad SAW. Tentang kehidupan diakhirat bukanlah mengacu padakehidupan rohani saja. Tetapi padakehidupan rohani dan jasmani. Jasad

dibangkitkan dan disatukan denganjiwa-jiwa manusia yang pernah hidup didunia untuk merasakan nikmat surgawiyang bersifat rohani-jasmani.Dalam bukunya Tahafut al-Falasifah al-Ghazali juga mengatakan; banyakhadits yang mengatakan bahwa roh-rohmanusia merasakan adanya kebaikanatu siksa kubur dan lainnya. Semua inisebagai indikasi adanya kekekalan jiwa.Sedangkan kebangkitan jasmani secaraeksplisit telah ditegaskan dalam syara’,yakni berarti jiwa dikembalikan padatubuh, baik tubuh semula maupuntubuh yang lain, atau tubuh yang barudijadikan.

Page 12: Filsafat Islam - Al Ghazali
Page 13: Filsafat Islam - Al Ghazali

Dalam Al Munqiz min Ad Dhalal Al-Ghazali berpendapat bahwa :

”ilmu hati merupakan konsekuensi logis bagi ilmu-ilmu manusia, karena ada

dua alam, yakni alam lahir dan alam bathin. Jika ilmu-ilmu (pengetahuan)

menguasai ilmu lahir dengan analisa dan keterangan, maka harus ada ilmu

khusus untuk menjelaskan ilmu bathin. Pengetahuan-pengetahuan itu sendiri

ada dua, yaitu inderawi dan sufi (lahir dan bathin). Sarana untuk mengenal

pengetahuan-pengetahuan lahir adalah panca indera, sedang metoda untuk

mencapai pengetahuan-pengetahuan bathin harus kembali kepada mereka

(kaum sufi) yang mengatakan bahwa kesederhanaan, zuhud, dan amal-amal

praktis seluruhnya adalah jalan untuk mempersepsi berbagai realitas yang

tersembunyi dan ilham yang melampaui penglihatan dan pendengaran. Maka

ma’rifat adalah tujuan yang luhur bagi tasawuf.

Dalam The Juwels of the Qur’an (mutiara al-Qur’an) dan Mizan Al-Amal

(timbangan amal), al-Ghazali mengklasifikasikan ilmu menjadi empat bagian :

- Pembagian ilmu-ilmu menjadi bagian teoritis dan praktis.

- Pembagian pengetahuan menjadi pengetahuan yang dihadirkan (hudhuri)

dan pengetahuan yang dicapai (hushuli).

- Pembagian atas ilmu-ilmu religius (sya’iyyah) dan intelektual (aqliyah).

- Pembagian ilmu menjadi ilmu-ilmu fardhu’in (wajib atas setiap individu) dan

fardhu kifayah (wajib atas umat).

Page 14: Filsafat Islam - Al Ghazali

Berdasarkan apa yang telah dibahas sebelumnya, dapat

diketahui bahwa Al Ghazali telah melakukan pembaharuan

pada berbagai bidang: filsafat, ilmu kalam dan juga tasawuf.

al-Ghazali lebih tepat digolongkan dalam kelompok

pembangunan agama yang jalan pemikirannya didasarkan

pada sumber ajaran Islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadits.

Apabila memakai sumber lain dari Islam maka sumber-

sumber ini hanya dijadikan sebagai alat untuk maksud

menghidupkan ajaran-ajaran agama dan untuk membantu

menerangi jalan menuju Allah SWT.

Page 15: Filsafat Islam - Al Ghazali