pendekatan dalam pengkajian islam pendekatan hukum (pdpi)

49
1 Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum Oleh: Early Ridho Kismawadi NIM 11 EKNI 2364 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. H. Nur Ahmad Fadhil Lubis, MA Dr. H. Azhari Akmal Tarigan, M,Ag PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

Upload: early-ridho-kismawadi

Post on 18-Jun-2015

8.285 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)

1

Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan

Hukum

Oleh:

Early Ridho KismawadiNIM 11 EKNI 2364

Dosen Pembimbing:

Prof. Dr. H. Nur Ahmad Fadhil Lubis, MADr. H. Azhari Akmal Tarigan, M,Ag

PROGRAM PASCASARJANAINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SUMATERA UTARAMEDAN

2012 M/1433 H

Page 2: Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)

2

Daftar Isi

Kata Pengantar........................................................................................................... i

Daftar Isi.....................................................................................................................ii

A. Pendekatan Dalam Pengkajian Islam.................................................................. 1

Pendekatan normative......................................................................4

1. Pendekatan Missionaris Tradisional.............................................4

2. Pendekatan Apologetik.................................................................4

3. Pendekatan Irenic.........................................................................5

Pendekatan deskriptif.......................................................................7

1. Pendekatan filologis dan sejarah..................................................7

2. Pendekatan ilmu-ilmu social........................................................8

3. Pendekatan fenomenologis...........................................................9

B. Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Dengan Pendekatan Hukum..................... 11

C. Pengertian Istilah Kunci....................................................................................... 13

D. Mazhab Hukum Utama dan Pendekatan Mereka Terhadap Kajian Hukum......... 16

E. Disiplin-disiplin Utama Studi Hukum dan Cabang-cabangnya............................ 21

F. Contoh Penlitian Yang Relevan............................................................................ 23

Page 3: Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)

3

A. Pendekatan Dalam Pengkajian Islam

Berbicara tentang persoalan Islam dikaitkan dengan tradisi, terdapat dua hal

penting yang perlu dipikir ulang (rethought) menurut Charles J. Adams, yaitu Islam

dan agama1. Dua hal itu merupakan kata kunci yang menjadi kegelisahan akademik

Adams sehingga ia berkeinginan menggagas sebuah formulasi pendekatan studi Islam

yang tepat dalam mengkaji persoalan Islam, agama, dan tradisi.

Persoalan yang pertama, Islam, berkenaan dengan betapa sulitnya membuat

garis pemisah yang jelas antara mana wilayah yang Islami dan yang tidak. Banyak

orang yang masih takut membuat penjelasan atau jawaban ketika ditanya tentang

Islam, apalagi jika jawaban itu berbeda dan kontradiktif dari persepsi yang selama ini

telah terbangun. Padahal, menurut Adams, mustahil menjelaskan dan menemukan

pemahaman esensi Islam yang dapat mencapai kesepakatan universal2.

Dalam konteks ini, maka selain Islam harus dipahami–dalam perspektif

sejarah–sebagai sesuatu yang selalu berubah (change) dan berkembang (evolve),

generasi Muslim harus mampu pula merespon kenyataan dunia (vision of reality) dan

makna kehidupan manusia (meaning of human life)3. Dengan demikian Islam

bukanlah sesuatu yang satu. Islam tidak hanya sistem kepercayaan dan ibadah, tetapi

multisistem dalam historisitas yang selalu berubah dan berkembang(Thus Islam

cannot be one thing but rather is many systems, not a system of beliefs and practices,

etc., but many systems(or non systems) in a never ceasing flux of development and

changing relations to evolving historical situations)4. Hal ini selaras dengan pendapat

1 Charles J. Adams, “Islamic Religious Tradition” dalam Leonard Binder (Ed.) The Study of The Middle East: Research and Scholarship in the Humanities and the Social Science (Canada: John Wiley and Sonc, Inc, 1976), hlm. 29.

2 Ibid , 31.

3 Ibid, 31.

4 Ibid, 31.

Page 4: Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)

4

M. Amin Abdullah yang menyatakan bahwa dalam diskursus keagamaan

kontemporer telah dijelaskan bahwa agama mempunyai banyak wajah (multifaces),

bukan lagi berwajah tunggal. Agama tidak lagi dipahami sebagai hal yang semata-

mata terkait dengan persoalan ketuhanan, kepercayaan, credo, pandangan hidup, dan

ultimate concern. Selain sifat konvensionalnya, tenyata agama juga terkait erat

dengan dengan persoalan-persoalan historis-kultural yang merupakan keniscayaan

manusiawi belaka5.

Sedangkan, menyangkut persoalan kedua, agama, Adams–mengutip dari W.C.

Smith–mengungkapkan bahwa terdapat persoalan yang sangat rumit ketika ada yang

memahami agama (Islam) sebagai tradisi (tradition) dan sebagai kepercayaan (faith)

an sich6 Agar lebih sederhana, penulis mengilustrasikan dalam tabel berikut:

| Tradition | Faith

| External | Internal |

| Observe social | Ineffable (tak terkatakan)

| Historical aspect | Transendentally oriented

of religiousnes | Private dimension of religious life

Dua pemahaman yang berbeda di atas, sama-sama berdiri kokoh. Di satu sisi,

aliran tradisi menghendaki pendekataan agama dilakukan dalam frame yang bersifat

eksternalistik, sosial, dan historis, pada sisi yang lain, aliran faith menghendaki agar

agama dimaknai dari sisi yang berkarakter internalistik, innefable, transenden, dan

berdimensi privat.

Agar dapat mencerna dan memahami dua model pemahaman agama yang

saling bertolak belakang tersebut, Adams terdorong melakukan penelitian dalam

5 Rekonstruksi Metodologi Agama dalam Masyarakat Multikultural dan Multireligius” dalam Ahmad Baidowi, dkk (Ed.), Rekonstruksi Metodologi Ilmu-Ilmu Keislaman (Yogyakarta: SUKA-Press, 2003), hlm. 4

6 Ibid 33.

Page 5: Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)

5

konteks studi Islam. Bagaimanapun juga, menurutnya, agama memiliki dua sisi yang

tak terpisahkan, pengalaman batiniah (inward experience) dan sikap keberagamaan

lahiriah (outward behavior). Begitu juga, para mahasiswa Islamic studies harus

mampu mencurahkan segala kemampuannya dalam mengeksplorasi keduanya.

Selain itu, persoalan agama yang tersisa, menurut Adams, adalah terlalu

banyaknya definisi tentang agama. Kendati seseorang dapat menemukan pemahaman

terhadap agama–dalam pengertian umum–yang dapat memuaskannya, tetapi masih

terdapat pertanyaan yang harus dijawab, misalnya, dalam konteks agama apa

seseorang dapat menemukan pemahaman yang utuh terhadap agama, Islamkah atau

yang lain? Atau taruhlah keberagamaan seseorang dapat dilihat dari keyakinan

terhadap doktrin agama, pelaksanaan ibadah, moral yang baik, partisipasinya dalam

kehidupan sosial, pertanyaan kemudian adalah apakah beberapa hal itu mencukupi

untuk memahami agama? Bukankah masih ada hal lain di balik itu semua, seperti

pengalaman keagamaan yang bersifat individual dan gnostic yang tidak dapat

terukur?7

Charles J. Adams membuat formulasi mengenai pendekatan dalam

pengkajian Islam. Menurutnya, terdapat dua pola pendekatan untuk mengkaji Islam,

yaitu pendekatan normatif dan pendekatan deskriptif.

Tentu saja, dua pendekatan ini tidak muncul seketika. Adams menjelaskan

bahwa dua pendekatan ini terilhami oleh realitas ketika seseorang mengkaji Islam

(atau agama lainnya) dengan tujuan agar lebih kokoh keislaman dan kepercayaannya

(proselytizing) pada satu sisi, dan pada sisi yang lain, ada yang didasarkan atas

dorongan intelektual (intellectual curiosity) semata karena melihat adanya persoalan

agama yang cukup kompleks dalam konteks sosial8.

7 Ibid 32- 33.

8 Ibid 32-33

Page 6: Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)

6

Penjelasan lebih detail dan komprehensif tentang dua pendekatan di atas,

dapat dilihat pada uraian berikut ini.

Pendekatan normatif. Pendekatan ini, oleh Adams diklasifikasi menjadi tiga bagian,

yaitu:

1. Pendekatan missionaris tradisional

Pada abad 19, terjadi gerakan misionaris besar-besaran yang dilakukan oleh

gereja-gereja, aliran, dan sekte dalam Kristen. Gerakan ini menyertai dan sejalan

dengan pertumbuhan kehidupan politik, ekonomi, dan militer di Eropa yang sangat

berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat di Asia dan Afrika. Sebagai konsekuensi

logis dari gerakan itu, banyak misionaris dari kalangan Kristen yang pergi ke Asia

dan Afrika mengikuti kolonial (penjajah) untuk merubah suatu komunitas masyarakat

agar masuk agama Kristen serta meyakinkan masyarakat akan pentingnya peradaban

Barat.

Dalam konteks itu–karena adanya relasi yang kuat antara Islam dan

missionaris Kristen–, maka Charles J. Adams berpendapat bahwa studi Islam di Barat

dapat dilakukan dengan memanfaatkan missionaris tradisional itu sebagai alat

pendekatan yang efektif. Dan inilah yang kemudian disebut dengan pendekatan

missionaris tradisional (traditional missionaris approach) dalam studi Islam.

2. Pendekatan apologetik

Di antara ciri utama pemikiran Muslim pada abad kedua puluh satu adalah

“keasyikannya” (preoccupation) dengan pendekatan apologetik dalam studi agama.

Dorongan untuk menggunakan pendekatan apologetik dalam khazanah pemikiran

keislaman semakin kuat. Di sebagian wilayah dunia Islam, seperti di India, cukup

sulit ditemukan penulis yang tidak menggunakan pendekatan apologetik.

Perkembangan pendekatan apologetik ini dapat dimaknai sebagai respon mentalitas

umat Islam terhadap kondisi umat Islam secara umum ketika dihadapkan pada

Page 7: Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)

7

kenyataan modernitas. Selain itu, apologetik ini muncul didasari oleh kesadaran

seorang yang ingin keluar dari kebobrokan internal dalam komunitasnya dan dari

jerat penjajahan peradaban Barat.

Menurut Adams, pendekatan apologetik memberikan kontribusi yang positif

dan cukup berarti terhadap generasi Islam dalam banyak hal. Sumbangsih yang

terpenting adalah menjadikan generasi Islam kembali percaya diri dengan identitas

keislamannya dan bangga terhadap warisan klasik. Dalam konteks pendekatan studi

Islam, pendekatan apologetik mencoba menghadirkan Islam dalam bentuk yang baik.

Sayangnya, pendekatan ini terkadang jatuh dalam kesalahan yang meniadakan unsur

ilmu pengetahuan sama sekali.

Secara teoritis, pendekatan apologetik dapat dimaknai dalam tiga hal.

Pertama, metode yang berusaha mempertahankan dan membenarkan kedudukan

doktrinal melawan para pengecamnya. Kedua, dalam teologi, usaha membenarkan

secara rasional asal muasal ilahi dari iman. Ketiga, apologetik dapat diartikan sebagai

salah satu cabang teologi yang mempertahankan dan membenarkan dogma dengan

argumen yang masuk akal. Ada yang mengatakan bahwa apologetika mempunyai

kekurangan internal. Karena, di satu pihak, apologetik menekankan rasio, sementara

di pihak lain, menyatakan dogma-dogma agama yang pokok dan tidak dapat

ditangkap oleh rasio. Dengan kata lain, apologetik, rasional dalam bentuk, tetapi

irasional dalam isi.

3. Pendekatan Irenic

Yang ketiga ini ada semacam usaha untuk membuat jembatan antara cara

pandang para orientalis terdahulu yang penuh dengan motivasi negatif dan para

pengikut Islam yang merasa hasil kajian para orientalis tersebut banyak mengandung

penyimpangan.

Page 8: Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)

8

Sejak Perang Dunia II, gerakan yang berakar dari lingkungan kegamaan dan

universitas tumbuh di Barat. Gerakan itu bertujuan untuk memberikan apresiasi yang

baik terhadap keberagamaan Islam dan membantu mengembangkan sikap apresiatif

itu. Langkah ini dilakukan untuk menghilangkan prasangka, perlawanan, dan hinaan

yang dilakukan oleh barat, khususnya Kristen Barat, terhadap Islam. Oleh karena itu,

langkah praktis yang dilakukan adalah membangun dialog antara umat Islam dengan

kaum Kristen untuk membangun jembatan penghubung yang saling menguntungkan

antara tradisi kegamaan dan bangsa.

Salah satu bentuk dari usaha untuk harmonisasi itu adalah melalui pendekatan

irenic.Usaha ini pernah dilakukan oleh uskup Kenneth Gragg, seorang yang mumpuni

dalam kajian Arab dan teologi. Melalui beberapa seri tulisannya yang cukup elegan

dan dengan gaya bahsa yang puitis, ia telah cukup berhasil menunjukkan kepada

Barat secara umum dan kaum Kristen secara khusus tentang adanya keindahan dan

nilai religius yang menjiwai tradisi Islam. Karenanya, menjadi tugas bagi kaum

Kristen untuk bersikap terbuka terhadap kenyataan ini.

Berkenaan dengan realitas perbedaan agama, Smith membuat tiga model pertanyaan,

yaitu:

1. Pertanyaan ilmiah (scientific question) untuk menanyakan apa bentuk

perbedaan, mengapa, dan bagaimana perbedaan itu dapat terjadi.

2. Pertanyaan teologis (theological question) untuk mengetahui bagaimana

seseorang dapat memahami normativitas agama dan ketiga, pertanyaan moral

(moral question) yang mengetahui sikap seseorang terhadap perbedaan

kepercayaan.

Pendekatan deskriptif. Dalam pendekatan yang bersifat deskriptif, Adams

membagi ke dalam tiga komponen, yaitu:

1. Pendekatan filologis dan sejarah

Page 9: Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)

9

Adams mengemukakan bahwa tidak dapat dipungkiri pengetahuan yang

paling produktif dalam studi Islam adalah filologis dan historis. Lebih dari 100 tahun

sarjana Islam dibekali dengan dasar bahasa dan mendapat training metode filologis

yang dapat mengantarkan kepada pemahaman teks sebagai bagian dari warisan

klasik.

Hasil dari studi dengan pendekatan filologis, menurut Adams, adalah sebuah

sumber pustaka (literatur) yang dapat menyentuh semua aspek kehidupan dan

kesalihan umat Islam. Tidak hanya menjadi rujukan pengetahun Barat tentang Islam

dan sejarahnya, filologis juga memainkan peranan penting di dunia Islam. Outcome

dari pendekatan filologis dan historis ini sebagian besar telah dimanfaatkan oleh para

intelektual, politisi, dan sebagainya. Selain itu, filologi harus turut andil dalam studi

Islam. Hal terpenting yang dimiliki oleh mahasiswa Muslim adalah kekayaan literatur

klasik seperti sejarah, teologi, dan mistisisme. yang kesemuanya tidak mungkin

dipahami tanpa bantuan filologi.

Penelitian agama dengan menggunakan pendekatan filologi dapat dibagi

dalam tiga pendekatan, yaitu tafsir, content analysis, dan hermeneutika. Ketiga

pendekatan tersebut tidak terpisah secara ekstrim. Pendekatan-pendekatan itu bisa

over lapping, saling melengkapi, atau bahkan dalam sudut tertentu sama. Filologi

berguna untuk meneliti bahasa, meneliti kajian linguistik, makna kata-kata dan

ungkapan terhadap karya sastra.

Sedangkan sejarah atau historis merupakan ilmu yang di dalamnya dibahas

berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, obyek, latar

belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut. Melalui pendekatan sejarah seseorang

diajak menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat empiris dan mendunia. Dari

keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang

terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di alam empiris dan historis.

Page 10: Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)

10

Kendati Adams menyebut pendekatan ini dengan filologis historis, tampaknya

ia lebih cenderung kepada yang pertama, karena porsi penjelasan tentang filologis

lebih besar dari pada historis. Bisa jadi, karena hubungan antara kedua pendekatan itu

sangat erat sehingga bagi Adams berbicara filologis termasuk di dalamnya

pendekatan historis.

2. Pendekatan ilmu-ilmu sosial

Sangat sulit untuk mendefinisikan apa yang disebut dengan “pendekatan ilmu

sosial” terhadap studi agama terutama semenjak terdapat banyak pendapat di

kalangan ilmuwan tentang alam dan validitas studi yang mereka gunakan.

Dalam wilayah studi agama, usaha yang ditempuh oleh pakar ilmu sosial

adalah memahami agama secara objektif dan peranannya dalam kehidupan

masyarakat. Tujuannya agar dapat menemukan aspek empirik dari keberagamaan

berdasarkan keyakinan bahwa dengan membongkar sisi empirik dari agama itu akan

membawa seseorang kepada agama yang lebih sesuai dengan realitasnya, profan

(membumi). Walaupun ilmu ini juga mempunyai kekurangan, yaitu melakukan

reduksi pemahaman seseorang terhadap agama.

Salah satu ciri dari ilmu sosial ini adalah kecenderungannnya untuk

melakukan studi tentang manusia dengan cara membagi dan memetakan aktivitas

masyarakat ke dalam beberapa kategori.

Dalam diskursus penelitian agama di Indonesia, Mukti Ali misalnya

menyatakan bahwa Islamisis dan atau agamawan lebih cenderung untuk mempelajari

ilmu sosial. Hal ini disebabkan karena: pertama, salah satu ciri pemikiran ahli agama

adalah spekulasi teoritis. Menurut mereka pemikiran spekulasi teoritis itu ternyata

tidak dapat memecahkan masalah. Kedua, mereka menyadari bahwa usaha

memahami masyarakat religius harus juga didekati dengan metode empiris, dengan

demikian ilmu sosial menjadi perlu. Ketiga, dalam kasus tertentu, pendekatan secara

Page 11: Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)

11

deduktif seringkali menimbulkan “kekecewaan”. Untuk hal ini, maka selain

pendekatan secara deduktif, pendekatan secara induktif harus dikembangkan, yaitu

mengajukan berabagi macam fakta sebagai bukti kebenaran yang umum. Dalam

konteks ini, mutlak diperlukan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan sosial9.

Menurut Atho’ Mudzhar, agama merupakan gejala sosial dan budaya.

Cakupan objek studi agama (Islam) dalam perspektif sosiologis, menurutnya, dapat

diklasifikasikan menjadi beberapa tema kajian, yaitu (1) pengaruh agama terhadap

masyarakat, (2) pengaruh struktur dan perubahan masyarakat terhadap pemahaman

ajaran agama atau konsep keagamaan, (3) tingkat pengamalan beragama masyarakat,

(4) pola interaksi sosial masyarakat muslim, dan (5) gerakan masyarakat yang

membawa paham yang dapat melemahkan atau menunjang kehidupan beragama10.

3. Pendekatan fenomenologis

Terdapat dua hal penting yang mencirikan pendekatan fenomenologi agama.

Pertama, fenomenologi adalah metode untuk memahami agama sesorang yang

termasuk di dalamnya usaha sebagian sarjana dalam mengkaji pilihan dan komitmen

mereka secara netral sebagai persiapan untuk melakukan rekonstruksi pengalaman

orang lain. Kedua, konstruksi skema taksonomik untuk mengklasifikasi fenomena

dibenturkan dengan batas-batas budaya dan kelompok religius. Secara umum,

pendekatan ini hanya menangkap sisi pengalaman keagamaan dan kesamaan reaksi

keberagamaan semua manusia secara sama, tanpa memperhatikan dimensi ruang dan

waktu dan perbedaan budaya masyarakat.

Arah dari pendekatan fenomenologi adalah memberikan penjelasan makna

secara jelas tentang apa yang yang disebut dengan ritual dan uapacara keagamaan,

9 Mukti Ali, “Penelitian Agama di Indonesia” dalam Mulyanto Sumardi, Penelitian Agama: Masalah dan Pemikiran, Jakarta: Sinar Harapan, 1982.

10 Mudzhar, M. Atho’, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

Page 12: Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)

12

doktrin, reaksi sosial terhdap pelaku “drama” keagamaan. Sebagai sebuah ilmu yang

relatif kebenarannya, pendekatan ini tidak dapat berjalan sendiri. Secara operasioonal,

ia membutuhkan perangkat lain, misalnya sejarah, filologi, arkeologi, studi literatur,

psikologi, sosiologi, antropologi, dan sebagainya.

Istilah fenomenologi berasal dari bahasa Yunani pahainomenon yang secara

harfiah berarti “gejala” atau “apa ayng telah menampakkan diri” sehingga nyata bagi

kita. Metode ini dirintis oleh Edmund Husserl (1859-1938). Dalam operasionalnya,

fenomenologi agama menerapkan metodologi ilmiah dalam meneliti fakta religius

yang bersifat subyektif seperti pikiran-pikiran, perasaan-perasaan, ide-ide, emosi,

maksud, pengalaman, dan sebagainya dari seseorang yang diungkapkan dalam

tindakan luar.

Pendekatan fenomenologi berusaha memperoleh gambaran yang lebih utuh

dan lebih fundamental tentang fenomena keberagamaan manusia. Pendekatan

fenomenologi berupaya untuk mencari esensi keberagamaan manusia. Usaha

pendekatan fenomenologi agaknya mengarah ke arah balik, yakni untuk

mengembalikan studi agama yang bersifat historis-empiris ke pangkalannya agar

tidak terlalu jauh melampaui batas-batas kewenangannya.

Untuk memahami Islam dan agama terkait dengan tradisi, ternyata tidak

cukup dengan hanya menjelaskan dua pendekatan di atas. Agar komprehensif dan

sistematis, penjelasan Admas juga disertai dengan pemaparan tentang objek kajian

agama. Oleh karena itu, setelah menjelaskan pendekatan-pendekatan yang dapat

digunakan dalam studi Islam tersebut, Adams juga memetakan wilayah kajian studi

Islam. Adams mengelompokkan studi Islam menjadi:

(1) Arabia pra-Islamic (pre-Islamic Arabia)

(2) Kajian tentang Rasul (studies of the Prophet)

Page 13: Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)

13

(3) Kajian al-Qur'an (Qur’anic studies)

(4) Hadits (prophetic tradition)

(5) Hukum Islam (Islamic law)

(6) Filsafat (falsafah)

(7) Tasawuf (tasawwuf)

(8) Aliran dalam Islam (the Islamic sects)

(9) Ibadah (worship and devotional life)

(10)Agama Rakyat (popular religion).

B. Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Dengan Pendekatan Hukum

Pendekatan dalam pengkajian Islam maksudnya pendekatan dalam memahami

keislaman dalam berbagai disiplin Ilmu, baik dari segi politik, sosial, budaya,

ekonomi dsb. Pendekatan yang dominan dalam islam adalah pendekatan dalam

bidang Fikh dan pendekatan tekstual. Karena setiap perilaku seorang muslim selalu

saja berhububgan dengan fiqih. Akan tetapi tidak menutup kemungkainan pendekatan

yang dominan adalah pendekatan kontekstual.

Dalam pendekatan pengkajian Islam ini, kita kan memandang Islam bukan

hanya dalam satu aspek saja, tapi dalam berbagai aspek, Dan disini tentu kita sebagai

pemikir Islam kita harus mendaya gunakan akal kita agar sesuai dengan koridor Islam

tentunya, sehingga tidak akan terjadi penyimpangan-penyimpang dalam konsep

hukum dan pelaksanaan ajaran Islam. Dan kalau hal ini kita abaikan maka yang akan

terjadi adalah penyimpangan dalam berpikir yang hanya mengikuti hawa nafsu saja

tanpa memikirkannya dari sudut hukum yang benar sesuai denga Al Qur'an dan

Assunnah.

Dalam pembicaraan tentang hukum Islam yang terdapat dalam literature

bahasa Arab adalah "Fiqih" dan "Syari'at" atau "hukum syara' ". Para ahli hukum

Islam mendefinisikan fiqih adalah ilmu pengetahuan tentang hukum-hukum syara'

Page 14: Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)

14

yang bersifat operasional (amaliyah) yang dihasilkan dari dalil-dalil yang terperinci.

Syari'at atau hukum syara' adalah seperangkat aturan dasar tentang tingkah laku

manusia yang ditetapkan secara umum dan dinyatakan langsung oleh Allah dan

Rasul-Nya.

Dari definisi di atas istilah "hukum Islam" didefinisikan seperangkat aturan

berdasarkan wahyu Allah dan sunnah rasul tentang tingkah laku manusia yang diakui

berlaku dan mengikat untuk semua orang yang terbebani hukum.

Mengingat hukum Allah yang dititahkan melalui wahyu hanya bersifat aturan

dasar dan umum, maka perlu dirumuskan secara rinci dan operasional, sehingga dapat

dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk maksud ini, diperlukan usaha

optimal penggalian dan perumusan praktis yang disebut ijtihad. Langkah ini harus

dilakukan, karena titah (khithab) Allah yang bernilai hukum dalam Al-Qur'an

jumlahnya sangat terbatas, padahal persoalan yang harus diselesaikan sangat banyak,

yaitu semua dimensi kehidupan dengan berbagai persoalannya dan persiapan

hidupnya di akhirat kelak.

Seseorang mujtahid dalam memahami dan menggali titah Allah dan

penjelasan Nabi melalui hadisnya, disamping berpedoman pada kaidah kebahasaan

juga selalu memperhatikan kemaslahatan umat di mana hukum itu diberlakukan,

sehingga hukum betul-betulmenjadi hidup di tengah-tengah masyarakat. Kondisi

masyarakat dan yang menjadi keyakinannya, tidak sama antara satu tempat dengan

tempat lain, antara satu masa dengan masa berikutnya.

C. Pengertian Istilah Kunci

1. Syari’ah

Page 15: Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)

15

Secara harfiah kata syari’ah berasal dari kata syara’a – yasy’rau – syariatan

yang berarti jalan keluar tempat air untuk minum11. Pengertian lainya yang

dikemukakan dalam kitab Buhutsu fi Fiqhi ala Mazhabi li Imam Syafi’i, secara

bahasa Syari’ah adalah jalan lurus. Syariah dalam arti istilah adalah hukum-hukum

dan aturan-aturan yang disampaikan Allah kepada hamba-hambanya12, dengan

demikian syariah dalam pengertian ini adalah wahyu Allah, baik dalam pengertian

wahyu al-Matluww (Al-Qur’an), maupun al-Wahyu gair matluw (Sunnah).

Syariah dalam literatur hukum Islam ada tiga pengertian :

1. Syari’ah dalam arti sebagai hukum yang dapat berubah sepanjang masa.

2. Syari’ah dalam arti sebagai hukum Islam baik yang tidak dapat berubah

sepanjang masa maupun yang dapat berubah.

3. Syari’ah dalam pengertian hukum yang digali (berdasarkan atas apa yang

disebut Istinbat ) dari Al–Qur’an dan Sunnah13.

2. Fiqih

Fiqih secara bahasa berarti fahm yang bermakna mengetahui sesuatu dan

memahaminya dengan baik. Menurut pengertian isthilahnya Abu Hanifah

memberikan pengertian (Ma’rifatu nafsi ma laha wa ma alaiha) mengetahui sesuatu

padanya dan apa apa yang bersamanya yaitu mengetahui sesuatu dengan dalil yang

ada. Pengertian yang Abu Hanifah kemukakan ini umum yang mencakup keseluruh

aspek seperti Aqidah dengan wajibnya beriman atau Akhlak dan juga Tasawuf14.

Pengertian fiqh secara istilah yang paling terkenal adalah pengertian fiqh menurut

11 Louis Ma’luf, Al-Munjid fi Al-Lughat, (Beirut: Dar al-Masyriq, t.th.), h. 383.

12 Lajnah Marasiah, Buhutsu fi Fiqhi ala Mazhabi li Imam Syafii (Kairo:Maktabu Risalah Wathabi’iayah, 2000), h. 2.

13 Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam (Bandung: LPPM Universitas Bandung,1995), h.10.

14 Wahbah Zuhaili, Al- Fiqh al-Islam wa-Adillatuhu, jld I (Damaskus: Darul Fikri,1997) h.29.

Page 16: Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)

16

Imam Syafi’i yaitu pengetahuan tentang syari’ah ; pengetahuan tentang hukum-

hukum perbuatan mukallaf berdasarkan dalil yang terperinci.

Berdasarkan dengan perkembangan hukum Islam ke berbagai belahan Dunia,

term fiqh berkembang hingga digunakan untuk nama-nama bagi sekelompok hukum-

hukum yang bersipat praktis. Dalam peraturan perundang-undangan Islam dan sistem

hukum Islam kata fiqh ini diartikan dengan hukum yang dibentuk berdasarkan

syariah, yaitu hukum-hukum yang penggaliannya memerlukan renungan yang

mendalam, pemahaman atau pengetahuan dan juga Ijtihad15. Dalam kajian studi

Hukum Islam ini arti fiqh yang dimaksudkan adalah arti fiqh dalam pengertian yang

diberikan oleh Imam Syafi’i yang lebih mengkhususkan artian fiqh kepada aturan-

aturan mengenai perbuatan mukallaf.

3. Usul al-Fiqh

Usul Fiqh terdiri dari dua kata usul jamak dari asl yang berarti dasar atau

sesuatu yang dengannya dapat dibina atau dibentuk sesuatu, dan kata fiqh yang

berarti pemahaman yang mendalam. Menurut Istilah, Pengertian usul fiqh adalah

ilmu tentang kaedah kaedah dan pembahasan yang mengantarkan kepada lahirnya

hukum-hukum syariah yang bersifat amaliah yang diambil dari dalil-alil yang

terperinci16. Dengan demikian usul al-fiqh adalah ilmu tyang digunakan untuk

memperoleh pemahaman tentang maksud syariah. Dengan kata lain usul al-fiqh

adalah sistem (metodologi) dari ilmu fiqh.

4. Mazhab

Pengertian mazhab secara bahasa berarti “tempat untuk pergi” yaitu jalan,

sedangkan pengertian mazhab secara istilah adalah: pendapat seorang tokoh fiqh

15 Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam (Bandung: LPPM Universitas Bandung,1995), h.10

16 Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Usul al-Fiqh ,cet XII (Kuwait: An-Nasir,1978), h.738.

Page 17: Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)

17

tentang hukum dalam masalah ijtihadiyah17. Secara lebih lengkap mazhab adalah:

faham atau aliran hukum dalam Islam yang terbentuk berdasarkan ijtihad seorang

mujtahid dalam usahanya memahami dan menggali hukum-hukum dari sumber Islam

yaitu Al-Qur’an dan Sunnah18.

5. Fatwa

Fatwa artinya petuah, nasehat, jawaban atas pertanyaan yang berkaitan dengan

hukum. Dalam istilah fiqh, fatwa berarti pendapat yang dikemukakan oleh seorang

mujtahid atau faqih sebagai jawaban yang diajukan peminta fatwa dalam suatu kasus

yang sifatnya tidak mengikat.

Pihak yang meminta fatwa bisa pribadi atau lembaga maupun kelompok

masyarakat. Fatwa yang dikemukakan mujtahid tersebut tidak bersifat mengikat atau

mesti diikuti oleh si peminta fatwa dan oleh karenanya fatwa ini tidak mempunyai

daya ikat. Pihak yang memberi fatwa dalam istilah fiqh disebut dengan Mufti,

sedangkan pihak yang meminta fatwa disebut mustafti19.

6. Qaul

Kata Qaul secara etimologi adalah bentuk masdar dari kata kerja Qala-

Yaqulu. Kata Qaul dapat bermakna kata yang tersusun lisan, baik sempurna maupun

tidak. kiranya secara simpel Qaul dapat diartikan sebagai ujaran, ucapan, perkataan.

Dalam istilah fiqh kata Qaul dinisbatkan kepada imam atau pemimpin suatu mazhab

atau ulama fiqh yaitu berupa perkataan maupun ucapan daripada imam fiqh tersebut.

Istilah ini juga dikenal dalam fiqh Imam Syafi’i, yaitu Qaul Qadim dengan Jadid.

17 Wahbah Zuhaili, h. 29

18 Departemen Agama RI, Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: Ananda Utama, 1997), h.875

19 Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,1997), h.326

Page 18: Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)

18

Qaul Qadim adalah pendapat beliau ketika berada di Irak, sedangakan Qaul Jadid

adalah pendapat beliau ketika berada di Mesir20.

D. Mazhab Hukum Utama dan Pendekatan Mereka Terhadap Kajian Hukum

Al-Mazahib (aliran-aliran)dan arti secara sastranya adalah “jalan untuk pergi”.

Dalam karya-karya tentang agama Islam, istilah mazahab erat kaitannya dengan

hukum Islam adapun mazhab hukum yang terkenal sampai saat ini ada 4 mazhab

yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali. Ini adalah hanya beberapa mazhab

yang ada dalam Islam dan mereka bukanlah hukum sunni yang refresentatif karna

sejak dari abad pertama sampai kepada permulaan abad keempat tidak kurang dari 19

mazhab hukum atau lebih dalam Islam yang dalam arti kata muslim terdahulu tidak

henti hentinya untuk menyesuaikan hukum dengan peradaban yang berkembang16.

Timbulnya mazhab-mazhab ini disebabkan oleh beberapa faktor yang oleh Ali

As-Sais dan Muhammad Syaltut mengemukakanya :

a. Perbedaan dalam memahami tentang lafaz Nash

b. Perbedaan dalam memahami Hadist

c. Perbedaan dalam memahami kaidah lughawiyah Nash

d. Perbedaan tentang Qiyas

e. Perbedaan tentang penggunaan dali-dalil hukum

f. Perbedaan tentang mentarjih dalil-dalil yang berlawanan

g. Pebedaan dalam pemahaman Illat hukum

h. Perbedaan dalam masalah Nasakh21.

Berbagai kemungkinan yang menjadi penyebab timbulnya selain yang

dikemukakan di atas, lahirnya mazhab juga terjadi karena perbedaan lingkungan

20 Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,1997), h. 326.

21 M. Ali As-Sais dan Mahmud Syaltut, Perbandingan Mazhab dalam Masalah Fiqh, terj. Ismuha (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), h. 16-18

Page 19: Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)

19

tempat tinggal mereka, para fuqaha’ terus mengembangkan istinbath hukum yang

mereka gunakan secara individu dari berbagai persoalan hukum yang mereka hadapi

dan metode yang mereka gunakan terus melembaga dan terus di ikuti oleh para

pengikutnya yaitu para murid-murid mereka.

Mazhab hukum yang terkenal dan pendekatannya terhadap kajian hukum

Sebagaimana telah disinggung, bahwa lahirnya berbagai mazhab yang ada

dilatar belakangi oleh faktor yang pada dasarnya perbedaan tersebut dikarenakan

perbedaan metodologi dalam melahirkan hukum. Perbedaan ini melahirkan mazhab

yang berkembang luas di berbagai wilayah Islam sampai saat ini diantaranya adalah

mazhab dari golongan Syi’ah dan dari golongan Sunni:

a) Imam Ja’far

Nama lengkapnya Ja’far bin Muhammad al- Baqir bin Ali Zainal- Abidin bin

Husain bin Ali bin Abi Thalib. Beliau adalah ulama besar dalam banyak bidang ilmu

Filsafat, Tasawuf, Fiqih, dan juga ilmu kedokteran.

Fiqh Ja;fari adalah fiqih dalam mazhab Syi’ah pada zamannya karena sebelum

dan pada masa Ja’far Ash-Shadiq tidak ada perselisihan. Perselisihan itu muncul

sesudah masanya. Dasar istinbat yang beliau pakai dalam mengambil kepastian hukun

adalah: Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, ‘Aqal (Ra’yu)22. Pengikutnya banyak di Iran dam

negara sekitarnya, Turki, Syiria, dan Afrika Barat. Mazhab ini diikuti juga oleh

ummat Islam negara lainnya meskipun jumlahnya tidak banyak.

b) Mazhab Hanafi

22 Muhammad Abu Zahrah, Muhadarat fil Ushul al-Fiqh al-Ja’fary, (Muhadharat ad-Dirasah al-Arabiyah al-‘Aliyah, 1995) h.28.

Page 20: Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)

20

Mazhab ini dihubungkan dengan Imam Abu Hanifah, ia di kenal sebagai

pendiri mazhab hanafi. Nama lengkapnya adalah Nukman bin Tsabit bin Zuthyi

keturunan parsi yang cerdas dan punya kepribadian yang kuat serta berbuat, didukung

oleh faktor lingkungan sehingga dalam mengantar beliau menuju jenjang karier yang

sukses dalam bidang ilmiyah. Dasar istinbat yang beliau pakai dalam mengambil

kepastian hukum fiqih adalah: Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, Qawlu Shahaby, Qiyas,

Istihsan, ‘Uruf.

Pola fiqih Abu Hanifah adalah:

a. Kelapangan dan kelonggaran dalam pengalaman ibadah

b. Dalam memberi keputusan dan fatwa, lebih memperhatikan kepentingan

golongan miskin dan orang lemah

c. Menghormati hak kebebasan seseorang sebagai manusia

d. Fiqh Abu Hanifah diwarnai dengan masalah fardhiyah (Perkara yang diada-

adakan). Banyak kejadian atau perkara yang belum terjadi, tetapi telah

difikirkan dan telah ditetapkan hukumnya.

Adapun diantara murid-murid Abu Hanifah yang berperan sangat penting dalam

penyebaran mazhab Abu Hanifah maraka adalah:

1. Abu Yusuf dialah orang pertama menyusun kitab mazhab Hanafi dan

memyebarkannya sebagai dalil dari Dasar istinbat imam Malik. Dasar istinbat fiqh

Imam Malik adalah Al-Quran, Sunnah, Qiyas, Masalihul Mursalah, ‘Uruf, Qaulu

Shahabi. Adapum pola fiqh Imam Malik meliputi:

a. Ushul fiqh Imam Malik lebih luwes, lafadz ‘Am atau Muthlaq dalam nash Al-

Qur’an dan Sunnah

b. Fiqhnya lebih banyak didasarkan pada Maslahah

c. Fatwa Sahabat dan keputusan-keputusan pada masa sahabat, mewarnai

penjabaran pengembangan hukum Imam Malik.

Page 21: Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)

21

Diantara beberapa murid-murid Imam Malik yang mengembangkan ajarannya adalah:

Abdullah bin Wahab, Abdul Rahman bin Kosim, Asyhab bin Abdul Aziz, Abdur-

rahman bin Hakam, Ashbaga bin Al-faraz al Umawi23.

d). Mazhab Syafi’i

Mazhab ini dibentuk oleh Muhammad bin Idris bin al-Abbas bin Utsman bin

al-Saib bin Abdu-Yazid bin Hasim. Dan kemudian, dia dipopulerkan dengan nama

imam Syafi’i. Ia merupakan seorang muntaqil ras Arab asli dari keturunan Quraiys

dan berjumpa nasab dengan Rasullulah pada Abdu Al-Manaf. Adapun sumber

istinbat beliau mengenai hukum fiqih adalah: Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’,

Perkataan Sahabat, Qias, Istishab24. banyakkarya-karya iam Syafi’idalam

memeberikan keterangan kajian fiqh menurut imam Syafi’i diantaranya : kitab ar-

Risalah. al-Um, serta banyaknya pengikut mazhab ini sampai sekarang. Pola pikir

imam Syafi’i:

1. Ciri khas yang dapat dipetik dari fiqih Syafi;i ialah polanya mengawinkan

antara cara yang ditempuh Imam Malik dengan Imam Hanafi.

2. Pembatasan hukum dibatasi pada urusan atau kejadian yang benar-benar

terjadi.

3. Terdapat banyak perbedaan antara pendapat Syafi’i sendiri, antara Qaul

Qodim ( paendaptnya sewakyu di Irak ) dengan Qaul Jadid ( pendapatnya

sewaktu di Mesir ). Sahabat-sahabatnya yang menyebarkan mazhab ini

antaranya Ahmad Ibnu Hambal, Al Hasan bin Muhammad bin Ash-Shabah

Az-Zakfani, Abu Ali al Husein bin Ali Qarabisy, Yusuf bin Yahyah Al

Buaithy, Abu Ibrahim Ismail Yahya al Muzani dan Ar-Rabik bin Sulaiman al

Murady.

23 Ibid h. 83.

24 Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial (Jakarta: Raja Grafindo Persada 1996), h.151

Page 22: Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)

22

e). Mazhab Hanbali

Imam Ahmad adalah tokoh dari mazhab ini beliau bernama Ahmad bin

Muhammad bin Hambal bin Hilal. Beliau berpegang teguh pada ayat Al-Quran

dipahami secara lahir dan secara mafhum adapun dasar istinbat mengenai hukum

fiqih adalah Al-Qur’an, Sunnah, Fatwa sahabat, Qiyas. Adapun pola fikir imam

Hanbal adalah:

1. al-Nushush dari al-Qur’an dan Sunnah. Apabila telah ada ketentuan dalan

alqur,an maka Ia mengambil makna yang tersurat, makna yang tersirat sia

abaikan.

2. Apabila tidak ada ketentuan dalam al-Qur’an dan Sunnah maka ia mengambil

atau menukilfatwasahabatyang disepakati dari sahabat sebelumya.

3. Apabla fatwa sahabat berbeda-beda maka ia mengambil fatwa sahabat yang

paling dekat dengan dalil yang ada dalam al-Qur’an dan Sunnah.

4. Beiau menggunakan hadist mursal dan hadist dha’if apabila tidak ada

ketentuan sahabat, atsar, ataupun ijmak yang menyalahinya.

5. Apabila hadist mursal dan dhaif tidak ada maka ia menggunakan metode

Qiyas dalam keadaan terpaksa25.

6. Langkah terakhir adalah menggunakan Sadd al-Dzar’i

7. Beliau tidak memiliki karya yang dia buat sendiri hanya saja para muridnya

mengembangkan ajarannya dan membuat karya –karya tentang istinbat

hukum yang beliau lakukan, salah satu contoh dari kitab mazhab ini adalah

sahabat al-Jamik al-Kabir karya Ahmad bin Muhammad bin Harun. Adapun

tokoh yang menyebarkan ajarannya adalah Ahmad bin Muhammad bin Harun,

Ahmad bin Muhammad ibn Hajjaj al Maruzi, Ishak bin Ibrahim, Shalih ibn

Hanbal, ‘Abdul Malik ibn ‘Abdul Hamid ibn Mahran al-Maumuni26

25 Jaih Mubarak, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, (Bandung: Remaja Rosyda Karya, 2000) h.118

26 Ibid, h.116.

Page 23: Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)

23

E. Disiplin-disiplin Utama Studi Hukum dan Cabang-cabangnya

Disisplin Hukum adalah sistem ajaran mengenai kenyataan atau gejala gejala

hukum yang ada dan hidup di tengah pergaulan. Menghadapi kenyataan yang terjadi

dalam pergaulan hidup yang menentukan apa yang seharusnya dilakukan dalam

menghadapi kenyataan tertentu.

Berbicara disiplin hukum, maka ruang lingkup utamanya tiga yaitu:

1. Ilmu Hukum adalah Ilmu tentang hukum yang paling umum, sebagai aturan

yang paling luas dan konsep yang paling penting. Ilmu hukum ini bisa di defenisikan

sebagai ilmu kaidah yang menelaah hukum sebagai kaidah atau sistem kaidah-kaidah

dengan dogmatik hukum dan sistematik hukum.

Pohon Ilmu Hukum

2. Filsafat Hukum

Adalah Ilmu pengetahuan tentang hakikat hukum, yang isinya dasar dasar

kekuatan yang mengikat dari hukum atau perenungan dan perumusan nilai-nilai,

termasuk penyesuain nilai-nilai

3. Politik Hukum

Adalah disiplin hukum tang mengkhususkan diri pada usaha memerankan

hukum dalam mencapai tujuan yang di cita-citakan oleh masyarakat tertentu atau

Ilmu Hukum

Sosiologi hukum sosiological yurisprudence

Perbandingan hukum

Antropologi Hukum

Filsafat Hukum

Politik Hukum

Psikologi hukum

Page 24: Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)

24

kegiatan-kegiatan mencari dan memilih nilai-nilai dan menerapkan nilai tersebut bagi

hukum dalam mencapai tujuannya27.

Adapun disiplin utama studi hukum dalam hukum Islam tidak lepas dari

beberapa kajian yaitu: Disiplin utama Syari’ah, Tarekh Tasyri’, Ushul fiqh, fiqh

selanjutnya akan berkembang menjadi cabang cabang kajian studi hukum lain seperti:

Ilmu Fiqh ( Fiqh Siyasah, Muamalat, Jinayah, Munakahat dan sebagainya)

selanjutnya ada juga kajian Qawaid Fiqhiyah dan Ushuliyah, fatwa, Qanun, Qadha’

dan lain nya.

4. Psikologi hukum

Merupakan cabang metode studi hukum yang masih muda, yang lahir karena

kebutuhan dan tuntutan akan kehadiran psikologi dalam studi hukum, terutama sekali

kebutuhan bagi praktik penegakan hukum, termasuk untuk kepentingan pemeriksaan

di muka sidang pengadilan.

Psikologi hukum adalah suatu cabang pengetahuan yang mempelajari hukum

sebagai suatu perwujudan dari perkembangan jiwa manusia. Psikologi adalah ilmu

pengetahuan tentang perilaku manusia (human behaviour) maka dalam kaitannya

dengan studi hukum, ia akan melihat hukum sebagai salah satu dari pencerminan

perilaku manusia. Suatu kenyataan bahwa salah satu yang menonjol pada hukum,

terutama pada hukum modern adalah penggunaannya secara sadar sebagai alat untuk

mencapai tujuan-tujuan yang dikehendaki. Dengan demikian sadar atau tidak, hukum

telah memasuki bidang psikologi, terutama psikologi sosial28. Sebagai contoh hukum

pidana misalnya merupakan bidang hukum yang berkait rapat dengan psikologi,

seperti tentang paksaan psikologis, peranan sanksi pidana terhadap kriminalitas dan

lain-lain sebagainya yang menunjukkan hubungan antara hukum dengan psikologi.

27 Soedjono Dirjo Sisworo, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000),h.46.

28 Soeroso,Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta, Sinar Grafika, 2002), h. 317.

Page 25: Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)

25

5. Sosiologi hukum

Sosiologi hukum adalah merupakan suatu disiplin ilmu dalam ilmu hukum

yang baru mulai dikenal pada tahun 60-an. Kehadiran disiplin ilmu sosiologi hukum

di Indonesia memberikan suatu pemahaman baru bagi masyarakat mengenai hukum

yang selama ini hanya dilihat sebagai suatu sistem perundang-undangan atau yang

biasanya disebut sebagai pemahaman hukum secara normatif. Lain halnya dengan

pemahaman hukum secara normatif, sosiologi hukum adalah mengamati dan

mencatat hukum dalam kenyataan kehidupan sehari-hari dan kemudian berusaha

untuk menjelaskannya. Sosiologi Hukum sebagai ilmu terapan menjadikan Sosiologi

sebagai subyek seperti fungsi sosiologi dalam penerapan hukum, pembangunan

hukum, pembaharuan hukum, perubahan masyarakat dan perubahan hukum,dampak

dan efektivitas hukum, kultur hukum.

F. Contoh Penelitian yang Relevan

1. Pelaksanaan Hukum Waris Islam dalam Lingkungan Adat Mandailing Godang29 (Studi pada Mandailing Godang Kabupaten Madina)

Bahwa pelaksanaan hukum waris pada masyarakat Mandailing Godang belum sepenuhnya berdasarkan hukum waris Islam. Dimana dalam menentukan objek harta warisan pada umumya masih membedakan harta pusaka dan harta pencaharian sedangkan menurut hukum waris Islam objek harta warisan adalah 12 (setengah) dari harta pencaharian dan harta pusaka. Pada umumnya bagian para ahli waris masih berdasarkan hukum adat. Kalaupun ada bagian ahli waris berdasarkan hukum waris Islam, ayah dan Ibu belum termasuk ahli waris utama. Cara pembagian harta warisan pada umumnya langsung melaksanakan musyawarah. Pada hal seharusnya ditentukan lebih dahulu bagian masing-masing ahli waris sehingga masing-masing memahami bagiannya. Setelah masing-masing memahami bagiannya baru dilaksanakan tsaluh. Hambatan pelaksanaan hukum waris Islam ada beberapa faktor; pertama faktor adat yaitu masih berpegang pada hukum warisan adat dan kedua kurangnya sosialiasi oleh pemuka adat tentang hukum warisan Islam di tengah-tengah masyarakat. Sedangkan

29Farida Hanum, Tesis, e-USU Repository, Universitas Sumatera Utara (2004)

Page 26: Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)

26

cara penyelesaian jika terjadi sengketa yaitu dengan cara pertama; cara musyawarah adat, tetapi tidak bersifat final dan kedua ke Pengadilan Agama .

2. Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Dalam Perjanjian Kerja Dengan Sistem Outsourcing di Indonesia30

Terdapat persamaan dan perbedaan mengenai pengaturan upah dan pekerja perempuan dalam Hukum Islam dan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Persamaan mengenai pengaturan upah dalam Hukum Islam dan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 dapat dilihat dari pengertian upah, bentuk upah dan keharusan untuk mengatur tentang upah di dalam perjanjian kerja. Tidak banyak perbedaan mengenai upah di antara Hukum Islam dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003. Salah satu perbedaan yang didapat adalah mengenai penetapan upah, dimana dalam Hukum Islam digunakan prinsip adil dan layak, sedangkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 hanya menggunakan prinsip kebutuhan hidup layak. Mengenai pekerja perempuan dibandingkan mengenai alasan-alasan perempuan boleh bekerja, pekerjaan-pekerjaan yang dilarang untuk perempuan, mengenai prinsip non-diskriminasi dalam bekerja, serta mengenai hak-hak pekerja perempuan dan perlindungan bagi mereka menurut Hukum Islam dan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Upah dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diatur dalam Pasal 88, 89, 90, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 98, sedangkan pengaturan mengenai pekerja perempuan diatur dalam Pasal 76. Mengenai upah dan pekerja perempuan diatur dalam Hukum Islam tersebar-sebar dalam AlQur’an dan Hadist.

3. Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah (KHES) dalam Tinjauan Hukum Islam31

Penyusunan Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah (KHES) yang dikordinir oleh Mahkamah Agung (MA) RI belakangan ini merupakan respon terhadap perkembangan baru dalam kajian dan praktek hukum muamalat (ekonomi Islam) di

30 Ade Irma Tesis, e-USU Repository, Universitas Sumatera Utara.

31 Abdul mughits, Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah (Khes) Dalam Tinjauan Hukum Islam, Program Pascasarjana Uin Sunan Kalijaga. Al-mawarid edisi xviii tahun (2008)

Page 27: Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)

27

Indonesia. Praktik hukum muamalat secara institusional di Indonesia itu sudah dimulai sejak berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1990, kemudian disusul oleh lembaga keuangan syari’ah (LKS) lainnya setelah melihat prospek dan ketangguhan LKS seperti BMI ketika melewati krisis ekonomi nasional sekitar tahun 1998. Belakangan, perkembangan

LKS tersebut semakin pesat yang tentu akan menggambarkan banyaknya praktek hukum muamalat di kalangan umat Islam.

Banyaknya praktek hukum tersebut juga sarat dengan berbagai permasalahan yang muncul akibat dari tarik menarik antar kepentingan para pihak dalam persoalan ekonomi, sementara untuk saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus terhadap permasalahan itu. Sejak tahun 1994, jika ada sengketa ekonomi syariah maka diselesaikan lewat Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) yang hanya sebagai mediator (penengah) dan belum mengikat secara hukum. Peraturan yang diterapkan juga masih terbatas pada peraturan Bank Indonesia (BI) yang merujuk kepada fatwa-fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Sedangkan fatwa itu, sebagaimana dimaklumi dalam hukum Islam, adalah pendapat hukum yang tidak mengikat seluruh umat Islam. Sama halnya dengan fikih.

Upaya positifisasi hukum perdata Islam seperti ini juga pernah dilakukan juga oleh Pemerintahan Turki Usmani dalam meberlakukan Kitab Hukum Perdata Islam Majalah al-Ahkam a’-’Adliyyah yang terdiri dari 1851 pasal.1

Disamping itu, ”positifisasi” hukum perdata Islam tersebut merupakan realisasi impian sebagian umat Islam sejak zaman dulu yang pada masa pemerintahan Hindia Belanda masih diterapkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) yang notebene adalah terjemahan dari Borgelijk Wetbook (BW) ciptaan Kolonial Belanda.

Diakui, untuk saat ini positifisasi hukum muamalat sudah menjadi keniscayaan bagi umat Islam, mengingat praktek ekonomi syari’ah sudah semakin semarak melalui LKS-LKS. Kompilasi tersebut kemudian dijadikan acuan dalam penyelesaian perkara-perkara ekonomi syari’ah yang semakin hari semakin bertambah, seiring dengan perkembangan LKS. Adapun lembaga peradilan yang berkompetensi dalam penerapan KHES adalah Peradilan Agama (PA), karena secara materiil, KHES adalah hukum Islam, sebagaimana wewenang PA dalam pelaksanaan Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebelumnya melalui Inpres Nomor 1 tahun 1991.

4. Hak-hak Perempuan dalam Hukum Keluarga Syiria dan Tunisia32

32 Masnun Tahir IAIN Mataram, Hak-hak Perempuan dalam Hukum Keluarga Syiria dan Tunisia, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta., Al-Mawarid Edisi XVIII Tahun (2008).

Page 28: Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)

28

Diskriminasi, marginalisasi dan subordinasi hak kaum perempuan di lingkungan setiap komunitas peradaban manusia berlangsung tanpa ada perubahan yang berarti hingga awal abad ke-20, namun sejak saat itu sejumlah ikhtiar untuk memodifikasi hukum status personal dilakukan di berbagai wilayah.

Sebelum awal abad ke-20, negara membiarkan kontrol terhadap kaum perempuan dan keluarga berada di tangan kelompok-kelompok keluarga patriarkhal. Berbeda dengan tindakan yang sangat intervensionis dalam hukum perdata, komersial, dan pidana Islam, negara menolak usaha yang beresiko tinggi, yakni mencampuri peraturan-peraturan status personal, inti terdalam dari identitas muslim (maskulin). Kontrol patriarkhal terhadap prilaku kaum perempuan dan unit keluarga adalah hal pokok bagi konstruksi identitas ini Namun, pada akhirnya, keengganan Negara mulai meluntur, paling tidak karena tekanan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok prempuan di bawah kepemimpinan perempuan-perempuan terkemuka seperti Mesir dan seluruh kesultanan ‘Utsmaniyyah.Seiring dengan derasnya arus modernisasi yan terutama dimulai awal abad XX yang dibarengi dengan adanya usaha reformasi huku keluarga di dunia Islam, maka secara bertahap perempuan mulai mendapatkan hak-haknya baik hak domestik maupun publik.

Terlepas dari perdebatan apakah proses reformasi itu merupakan implikasi dari gejolak internal maupun desakan eksternal, tetapi reformasi Undang-undang Keluarga muslim termsuk Syiria dan Tunisia telah mengalami kemajuan. Secara substansial kebijakan negara terhadap perempuan jauh lebih baik jika dibandingkan dengan substansi bangunan fiqih klasik. Dengan demikian usaha interpretasi dan transformasi huku keluarga yang selaras dengan kebutuhan masyarakat yang menjadi habitatnya mutlak diperlukan. Bukankah produk fiqih-fiqih klasik merupakan hasil dialektika antara ulama dengan tuntutan zamannya? Munculnya qaul qadim dan qaul jaded dari ualama sekaliber Imam Syafi’i merupakan indikasi kuat bahwaa hukum Islam dibentuk dan membentuk masyarakat.

Terakhir terkait dengan usaha reformasi nasib kaum perempuan (istri) di Indonesia sudah waktunya dipikirkan konsep hukum perkawinan yang berkeadilan gender. Usaha ini tidak cukup hanya dengan slogan dan symbol-simbol kesetaraan, tetapi mencakup dataran substansi perundang-undangan yang ada.5. Tinjauan Yuridis Terhadap Praktek Pembuatan Perjanjian Kawin Di Kota Bandung33

Perkawinan yang dilangsungkan antara seorang pria dan wanita akan melahirkan akibat hukum tertentu dalam kehidupan rumah tangganya. Salah satu akibat hukum dari perkawinan tersebut adalah pengaturan mengenai harta kekayaan suami isteri baik yang berasal sebelum maupun selama perkawinan berlangsung. Dalam kaitannya dengan harta kekayaan suami isteri, calon suami isteri yang akan

33Hj.Dwi Ratna, Thesis, Tinjauan Yuridis Terhadap Praktek Pembuatan Perjanjian Kawin Di Kota Bandung., Program Pascasarjana Universitas Diponegoro (2005).

Page 29: Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)

29

melangsungkan perkawinan dapat melakukan pengaturan harta kekayaannya tersebut melalui perjanjian kawin.

Walaupun sebagian besar, masyarakat Indonesia, menganggap perjanjian kawin yang dibuat oleh calon sami isteri merupakan sesuatu hal yang tabu, namun dalam perkembangannya lembaga ini semakin banyak dipakai oleh calon suami isteri yang akan melangsungkan perkawinan. Pada dasarnya pengaturan mengenai harta kekayaan suami istri telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 35 sampai dengan Pasal 37. Hal tersebut diatur pula dalam Pasal 137 sampai dengan Pasal 145 KUH Perdata. Namun demikian baik dalam UUP maupun dalam PP No. 9 tahun 1975 tidak mengatur secara spesifik mengenai harta kekayaan perkawinan, hal ini berbeda dengan ketentuan di KUH Perdata yang mengatur harta kekayaan perkawinan.

Dalam tesis ini ada tiga hal diungkap oleh peneliti yaitu, mengenai dasar pertimbangan calon suami isteri membuat perjanjian kawin,ketentuan hukum yang dipakai dalam pembuatan perjanjian kawin serta isi dari perjanjian kawin. Penelitian ini dilakukan di Kota Bandung, dengan metode pendekatan yuridis empiris. Metode pendekatan ini digunakan untuk mengetahui penerapan ketentuan hukum dalam Undang-Undang Perkawinan dan KUH Perdata dalam kaitannya dengan praktek pembuatan perjanjian kawin di Kota Bandung. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa alasan yang diajukan oleh calon suami isteri pada saat membuat perjanjian kawin adalah alasan yang bersifat individualistik, adanya pergeseran sistem nilai serta pandangan suami dan isteri terhadap harta kekayaan perkawinan. Sementara itu ketentuan yang dipakai sebagai landasan hukum dalam pembuatan perjanjian kawin untuk WNI asli/ pribumi adalah UUP sedangkan untuk WNI Keturunan/ Tionghoa mengacu pada KUH Perdata, keduanya menggunakan Peraturan Pelaksana yang lama dalam KUH Perdata. Di sisi lain isi perjanjian kawin yang dibuat dalam praktek di Kota Bandung adalah mengenai pemisahan harta kekayaan, sedangkan materi lain diluar harta kekayaan perkawinan jarang terjadi.

6. Analisis Yuridis Terhadap Putusan Hakim Mengenai Perkara Perceraian Akibat Murtad Studi Kasus Putusan Perkara Nomor 370/Pdt.G/2002/Pa.Jp Pengadilan Agama Jakarta Pusat34

34 Aditama, Masters Thesis, Analisis Yuridis Terhadap Putusan Hakim Mengenai Perkara Perceraian Akibat Murtad ( Studi Kasus Putusan Perkara Nomor 370/Pdt.G/2002/Pa.Jp Pengadilan Agama Jakarta Pusat, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro (2008).

Page 30: Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)

30

Tujuan perkawinan adalah untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin, perkawinan dapat putus karena alasan murtad, hal tersebut dapat menimbulkan masalah dalam rumah tangga hingga akhirnya dapat diputuskan untuk mengajukan perceraian ke Pengadilan. Murtad adalah perbuatan dimana seorang muslim keluar dari agamanya menjadi non muslim, murtad merupakan hal yang paling prinsipil dalam kehidupan beragama dan berumah tangga, adanya pebuatan murtad dalam suatu hubungan perkawinan banyak di temui di Indonesia dan menjadi fenomena yang dijadikan alasan untuk dapat memutus suatu perkara sebagai alasan perceraian. Bagaimana pertimbangan hukum dan putusan oleh hakim Pengadilan Agama perkara nomor 370/Pdt.G/2002/PA.JP dalam memutus perkawinan atas alasan murtad apakah sudah sesuai dengan Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan, karena kedua masalah tersebut saling berkaitan, untuk itulah kedua masalah tersebut akan dibahas dalam penelitian ini. Penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode pendekatan yaitu yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian yaitu deskriftif. Adapun metode pengumpulan data dengan cara penelitian kepustakanan dilakukan dengan cara mencari dan mengumpulkan, serta meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder yang berhubungan dengan judul dan pokok permasalahan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa alasan perceraian akibat murtad dapat digunakan untuk mengajukan permohonan bercerai di Pengadilan Agama, ketentuan Pasal 116 huruf (h) Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa peralihan agama /murtad yang menyebabkan ketidak rukunan dalam rumah tangga. Dalam pertimbangan hukumnya dan keputusannya hakim akan menilai apakah hal tersebut menjadi masalah berdasarkan dengan bukti-bukti, saksi-saksi serta keyakinan hakim mengenai keadaan perkawinan tersebut yang diselesaikan atau putusan peceraian. Putusan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat Nomor 370/Pdt.G/2002/P.A.JP telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 mengenai putusan perkara serta akibatnya jo Pasal dalam Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975. Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 bahwa untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan hidup rukun sebagai suami istri. Hakim menjadikan penjelasan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 jo Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975 sebagai salah satu alasan perceraian yaitu : ”antara suami istri terus menerus terjadi peselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga”.

Daftar Pustaka

Page 31: Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)

31

________, “Pendekatan Sosiologi dalam Studi Hukum Islam” dalam Amin Abdullah dkkk., Mencari Islam: Studi Islam dengan Berbagai Pendekatan, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2000.

________, “Rekonstruksi Metodologi Agama dalam Masyarakat Multikultural dan Multireligius” dalam Ahmad Baidowi, dkk (Ed.), Rekonstruksi Metodologi Ilmu-Ilmu Keislaman, Yogyakarta: SUKA-Press, 2003.

________, Studi Agama: Normativitas atau Historisitas? Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.

Abdullah, M. Amin, “Relevansi Studi Agama-Agama dalam Milenium Ketiga” dalam Amin Abdullah dkk., Mencari Islam (Studi Islam dengan Berbagai Pendekatan), Yogyakarta: Tiara Wacana, 2000.

Adams, Charles J., “Islamic Religious Tradition” dalam Leonard Binder (Ed.) The Study of The Middle East: Research and Scholarship in the Humanities and the Social Science, Canada: John Wiley and Sonc, Inc, 1976.

Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia, 2000.

Hasbi AR, Perbandingan Mazhab Suatu Pengantar, Medan: Naspar Djaja 1985

Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam, Bandung: LPPM Universitas Bandung, 1995.

Louis Ma’luf, Al-Munjid fi Al-Lughat, Beirut: Dar al-Masyriq, t.th.

Mubarak, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, Bandung: Remaja Rosyda Karya, 2000.

Mudzhar, M. Atho’, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

Muhammad Abu Zahrah, Muhadarat fil Ushul al-Fiqh al-Ja’fary, Muhadharat ad-Dirasah al-Arabiyah al-‘Aliyah, 1995

MuhammadSaleh,StudiHukumIslam,http://mrlungs.wordpress.com/2010/08/07/ studi-hukum-islam/ (7 Agustus 2010)

Page 32: Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)

32

Mukti Ali, “Penelitian Agama di Indonesia” dalam Mulyanto Sumardi, Penelitian Agama: Masalah dan Pemikiran, Jakarta: Sinar Harapan, 1982.

Nasution, Khoiruddin, “Pembidangan Ilmu dalam Studi Islam dan Kemungkinan Pendekatannya” dalam Amin Abdullah dkk, Tafsir Baru Studi Islam dalam Era Multikultural, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 2002.

Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2000.

Said Ramadan. Islamic Law its Scope and Equity. Jakarta:Gaya Media Pratama, 1996.

Soedjono Dirjo Sisworo, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000

Wahbah Zuhaili, Al- Fiqh al-Islam wa-Adillatuhu, jld I, Damaskus: Darul Fikri,1997