pengkajian 2
DESCRIPTION
pengkajian 2TRANSCRIPT
Pengkajian Sistem Pernapasan
Pengkajian Umum Sistem Pernapasan
Perawat yang memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan pernapasan
melakukan dan menginterpretasi berbagai prosedur pengkajian. Data yang dikumpulkan
selama pengkajian digunakan sebagai dasar untuk membuat rencana asuhan keperawatan
klien.
Proses pengkajian keperawatan harus dilakukan dengan sangat individual (sesua masalah dan
kebutuhan klien saat ini). Dalam menelaah status pernapasan klien, perawat melakukan
wawancara dan pemeriksaan fisik untuk memaksimalkan data yang dikumpulkan tanpa harus
menambah distres pernapasan klien. Setelah pengkajian awal perawat memilih komponen
pemeriksaan yang sesuai dengan tingkat distres pernapasan yang dialami klien. Komponen
pemeriksaan pulmonal harus mencakup tiga kategori distres pernapasan yaitu akut, sedang,
dan ringan.
Karena tubuh bergantung pada sistem pernapasan untuk dapat hidup, pengkajian pernapasan
mengandung aspek penting dalam mengevaluasi kesehatan klien. Sisten pernapasan terutama
berfungsi untuk mempertahankan pertukaran oksigen dan karbon dioksida dalam paru-paru
dan jaringan serta untuk mengatur keseimbangan asam-basa Setiap perubahan dalam sistem
ini akan mempengaruhi sistem tubuh lainnya. Pada penyakit pernapasan kronis, perubahan
status pulmonal terjadi secara lambat, sehingga memungkinkan tubuh klien untuk beradaptasi
terhadap hipoksia. Namun demikian, pada perubahan pernapasan akut seperti pneumotoraks
atau pneumonia aspirasi, hipoksia terjadi secara mendadak dan tubuh tidak mempunyai waktu
untuk beradaptasi, sehingga dapat menyebabkan kematian.
Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan klien diawali dengan mengumpulkan informasi tentang data biografi,
yang mencakup nama, usia, jenis kelamin, dan situasi kehidupan klien. Data demografi
biasanya dicatat pada formulir pengkajian rumah sakit atau klinik. Perhatikan usia biologik
klien dan bandingkan dengan penampilannya. Apakah klien tampak sesuai dengan usianya?
Kelainan seperti kanker paru dan penyakit paru kronis sering membuat klien tampak lebih tua
dari usia sebenarnya. Situasi kehidupan. apakah klien hidup sendiri, dengan anak-anak, atau
dengan orang terdekat (kerabat), penting untuk diketahui sehingga perawat dapat membuat
rencana pemulangan yang sesuai.
Riwayat pernapasan mengandung informasi tentang kondisi klien saat ini dan masalah-
masalah pernapasan sebelumnya. Wawancarai klien dan keluarga dan fokuskan pada
manifestasi klinik tentang keluhan utama, peristiwa yang mengarah pada kondisi saat ini,
riwayat kesehatan terdahulu, riwayat keluarga, dan riwayat psikososial.
Kotak Displai 2-1 Pedoman Melakukan Pengkajian Klinik*
Rincian dan waktu yang dibutuhkan untuk pengumpulan riwayat pernapasan bergantung pada
kondisi klien (mis. akut, kronis, atau darurat). Ucapkan pertanyaan sederhana, menggunakan
kalimat pendek yang mudah dipahami. Bilamana diperlukan, ulang pertanyaan untuk
memperjelas pernyataan yang tidak dimengerti oleh klien. Ajukan pertanyaan yang mengarah
pada aktivitas sehari-hari klien (mis. apakah Anda mampu membawa belanjaan sendiri?
Apakah Anda mampu merapikan tempat tidur Anda sendiri ? Apakah Anda mampu
membersihkan rumah tanpa bantuan (mis. menyapu)? Mandi sendiri, atau mengenakan
pakaian sendiri tanpa bernapas terengah-engah?
Kumpulkan riwayat pernapasan yang lengkap sesuai dengan kondisi klien. Mengajukan
pertanyaan secara detail akan memberikan petunjuk yang bermanfaat tentang (1) manifestasi
gangguan pernapasan, (2) tingkat disfungsi pernapasan, (3) pengertian klien dan keluarga
tentang kondisi dan penatalaksanaannya, dan (4) sistem pendukung dan kemampuan keluarga
untuk mengatasi kondisi.
Gejala Saat Ini
KELUHAN UTAMA
Keluhan utama dikumpulkan untuk menetapkan prioritas intervensi keperawatan dan untuk
mengkaji tingkat pemahaman klien tentang kondisi kesehatannya saat ini. Keluhan umum
penyakit pernapasan mencakup dispnea, batuk, pembentukan sputum, hemoptisis, mengi, dan
nyeri dada. Fokuskan pada manifestasi dan prioritaskan pertanyaan untuk mendapatkan suatu
analisis gejala.
Dispnea
Dispnea adalah kesulitan bernapas dan merupakan persepsi subjektif kesulitan ber¬napas,
yang mencakup komponen fisiologis dan kognitif. Dispnea sering menjadi salah satu
manifestasi klinis dialami klien dengan gangguan pulmonal dan jantung. Komponen
fisiologis dispnea tidak dimengerti dengan jelas, tetapi tampaknya lebih berkaitan dengan
ventilasi pernapasan daripada pernapasan itu sendiri (Phipp, 1995).
Dispnea yang berkaitan dengan penyakit pernapasan, terjadi akibat perubahan patologi yang
meningkatkan tekanan jalan napas, penurunan kompliens pulmonal, perubahan system
pulmonal, atau melemahnya otot-otot pernapasan. Bedakan dispne dari tanda dan gejala lain.
Takipnea mengacu pada frekuensi pernapasan lebih dari normal yang mungkin terjadi dengan
atau tanpa dispnea. Hiperventilasi mengacu pada ventilasi yang lebih besar dari jumlah yang
dibutuhkan untuk mempertahankan eliminasi normal karbon dioksida hiperventilasi
diidentifikasi dengan mengamati tekanan parsial karbon dioksida arteri, atau PaCO2, yang
kurang dari 40 mm Hg. Dispnea merupakan keluhan yang umum pada sindrom hiperventilasi.
Penting juga untuk membedakan keletihan akibat aktivitas fisik dengan dispnea.
Klien yang yang mengalami dyspnea sebagai gejala utama biasanya mempunyai salah satu
dari kondisi (1) penyakit kardiovaskular, (2) emboli pulmonal, (3) penyakit paru interstisial
atau alveolar, (4) gangguan dinding atau otot dada, (5) penyakit paru obstruktif, atau (6)
ansietas. Dispnea adalah gejala menonjol pada penyakit yang menyerang percabangan
trakheobronkhial, parenkim paru, spasium pleural. Dispnea juga dialami bila otot-otot
pernapasan lemah, paralise, dan keletihan.
Batuk
Batuk adalah refleks protektif yang disebabkan oleh iritasi pada percabang; trakheobronkhial.
Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme penting dala membersihkan jalan napas
bagian bawah, dan banyak orang dewasa normalnya ban beberapa kali ketika bangun tidur
pagi untuk membersihkan trakhea dan faring da sekresi yang telah menumpuk selama tidur.
Batuk juga merupakan gejala yang palir umum dari penyakit pernapasan.
Pada klien dengan batuk kronis, biasanya sulit untuk mengkaji waktu aktual awitan batuk.
Klien biasanya tidak menyadari kapan batuknya mulai timbul. Identifika faktor-faktor yang
diyakini oleh klien (dan pasangan atau teman) sebagai pencetus terjadinya batuk. Hal-hal
yang perlu dikaji adalah aktivitas, posisi tubuh, iritan di lingkungan (rumah atau tempat
kerja), vokalisasi (bicara normal, berteriak, bernyanyi atau berbisik), cuaca, ansietas, dan
infeksi.
Stimuli yang secara khas menyebabkan batuk adalah stimuli mekanik, kimiawi, dan
inflamasi. Menghirup asap, debu, atau benda asing merupakan penyebab batuk yang paling
umum. Bronkhitis kronis, asma, tuberkulosis, dan pneumonia secara khas menunjukkan batuk
sebagai gejala yang menonjol. Batuk dapat dideskripsikan berdasarkan waktu (kronis, akut,
dan paroksismal [episode batuk hebat yang sulit dikontrol]; berdasarkan kualitas (produktif-
nonproduktif, kering-basah, batuk keras menggonggong, serak, dan batuk pendek).
Informasi tentang obat-obat atau tindakan apa yang telah dilakukan klien untu mengatasi
batuknya (mis. antitusif, kodein, inhaler, istirahat atau berdiri) penting untuk didapatkan.
Tentukan juga tindak kewaspadaan apa yang telah digunakan untuk mencegah penyebaran
infeksi (jika terdapat). Gunakan kesempatan untuk mengingatkai individu tentang mencuci
tangan yang baik, membuang kertas tisu yang sudah basal dengan baik, dan menyelesaikan
pengobatan antibiotik (jika diresepkan).
Pembentukan Sputum
Sputum secara konstan dikeluarkan ke atas menuju faring oleh silia paru. Sputum yang terdiri
atas lendir, debris selular, mikroorganisme, darah, pus, dan benda asing akai dikeluarkan dari
paru-paru dengan membatukkan atau membersihkan tenggorok.
Percabangan trakheobronkhial umumnya membentuk sekitar 90 ml mukus per hari sebagai
bagian dari mekanisme pembersihan normal. Namun pembentukan sputum disertai dengan
batuk adalah hal yang tidak normal. Tanyakan klien tentang warna sputum (jernih, kuning,
hijau, kemerahan, atau mengandung darah), bau, kualitas (berair, berserabut, berbusa, kental),
dan kuantitas (sendok teh, sendok makan, cangkir). Perubahan warna, bau, kualitas, atau
kuantitas sangat penting untuk didokumentasikan dalam rekam medik klien. Tanyakan juga
apakah sputum hanya dibentuk setelah klien berbaring dalam posisi tertentu. Beberapa
kelainan meningkatkan pembentukan sputum. Banyaknya sputum yang dikeluarkan setiap
hari dapat menunjukkan bronkhitis kronis.
Warna dari sputum mempunyai makna klinis yang penting. Sputum yang berwarna kuning
menandakan suatuinfeksi. Sputum berwarnal hijau menandakan adanya pus yang terrgenang,
yang umum ditemukan pada bronkhiekstasis. Karakter dan konsistensi sputum juga penting
untuk dicatat.
Hemoptisis
Hemoptisis adalah membatukkan darah, atau sputum bercampur darah. Sumber perdarahan
dapat berasal dari jalan napas atas atau bawah, atau berasal dari parenkim paru. Penyebab
pulmonal dari hemoptisis mencakup bronkhitis kronis, bronkhiektasis, tuberkulosis pulmonal,
fibrosis kistik, granuloma nekrotikan jalan napas atas, embolisme pulmonal, pneumonia,
kanker paru, dan abses paru. Abnormalitas kardiovaskular, antikoagulan, dan obat-obat
imunosupresif yang menyebabkan perdarahan parenkim (jaringan paru) juga dapat
menyebabkan hemoptisis.
Klien biasanya mengganggap hemoptisis sebagai indikator penyakit serius dan sering akan
tampak gelisah atau takut. Lakukan pengkajian tentang awitan, durasi, jumlah, dan warna
(mis. merah terang atau berbusa). Kenali perbedaan antara hemoptisis dengan hematemesis.
Pada hemoptisis biasanya darah yang keluar berbusa, pH (darah) basa sementara pada
hematemesis darah yang dikeluarkan tidak berbusa dan pH (darah) asam (Scanlon, 1995).
Mengi
Bunyi mengih dihasilkan ketika udara mengalir melalui jalan napas yang sebagian tersumbat
atau menyempit pada saat inspirasi atau ekspirasi. Mengih dapat terdengar hanya dengan
menggunakan stetoskop. Klien mungkin tidak mengeluh tentang mengih, tetapi sebaliknya
dapat mengeluh tentang dada yang sesak atau tidak nyaman pada dada. Minta klien
mengidentifikasi kapan mengi terjadi dan apakah hilang dengan sendirinya atau dengan
menggunakan obat-obatan seperti bronkhodilator. Tidak semua mengi mengacu pada asma.
Mengi dapat disebabkan oleh edema mukosa, sekresi dalam jalan napas, kolaps jalan napas
akibat kehilangan elastisitas jaringan, dan benda asing atau tumor yang sebagian menyumbat
aliran udara.
Nyeri Dada
Nyeri dada mungkin berkaitan dengan masalah pulmonal dan jantung, membedakannya satu
sama lain memberikan makna klinis yang berarti. Lakukan analisis gejala yang lengkap pada
nyeri dada. Nyeri dada akibat angina (penurunan aliran darah) merupakan masalah yang
mengancam jiwa. Nyeri dada yang bersumber dari pulmonal dapat berasal dari dinding dada,
pleural parietalis, pleural viseralis, atau parenkim paru. Tabel 2-1 menyajikan tipe nyeri dada
yang berkaitan dengan kondisi pulmonal.
Table 2 – 1. Nyeri Dada Torakal – Pulmonal
Informasi tentang lokasi, durasi, dan intensitas nyeri dada penting untuk dikumpulkan, dan
akan memberikan petunjuk dini tentang penyebab. Batuk dan infeksi Pleuritis dapat
menyebabkan nyeri dada. Nyeri dada pleuritik umumnya nyeri yang terasa tajam menusuk
dengan awitan mendadak tetapi dapat juga bertahap. Nyeri dada Jems mi terjadi pada tempat
inflamasi dan biasanya terlokalisasi dengan baik nyeri memngkat dengan gerakan dinding
dada seperti saat batuk atau bersin dan napas dalam ^asien yang mengalami nyeri jenis ini
akan mempunyai pola pernapasan cepat dan aangkal dan takut melakukan gerakan. Tindakan
menekan pada bagian yang nyeri biasanya memberikan peredaan. Nyeri retrosternal (di
belakang sternum) biasanya erasa terbakar, konstan, dan sakit. Nyeri juga dapat berasal dari
bagian tulane dan kartilago toraks.
Karakteristik angina dengan nyeri dada lainnya berbeda. Nyeri dada jantung biasanya
digambarkan sebagai nyeri yang sangat sakit, hebat, sensasi seperti diremas-remas, dengan
rasa tertekan atau sesak pada area substernal. Angina dapat juga menjalar ke dalam leher dan
lengan. Tanyakan klien apa yang menyebabkan nyerinya (aktivitas, batuk, gerakan) dan apa
yang meredakan nyerinya (nitrogliserin, membebat dinding dada).
ANALISIS GEJALA
Untuk mendapatkan riwayat sistem pernapasan yang sempurna, penting sekali mengkaji
karakteristik setiap manifestasi klinis yang tampak. Pengkajian ini akan memberikan analisis
gejala yang komprehensif. Jika klien menggambarkan gejala pernapasan tertentu, kaji setting,
waktu, persepsi klien, kualitas dan kuantitas sputum, lokasinya, faktor-faktor yang
memperburuk dan yang meredakan, serta manifestasi yang berkaitan.
Setting. Dalam setting seperti apa gejala timbul paling sering? Setting mengacu pada waktu
dan tempat atau situasi tertentu-setting fisik dan lingkungan psikososial- saat klien
mengalami keluhan. Misalnya batuk pada pagi hari setelah klien merokok, atau karyawan
yang mengeluh distres pernapasan di tempat kerja.
Waktu. Waktu menunjukkan baik awitan (gejala terjadi bertahap atau mendadak) dan periode
(berhari-hari, minggu, atau bulan). Tanyakan pada klien apakah terdapat saat spesifik dimana
masalah paling sering terjadi, misalnya batuk pada pagi hari atau sesak napas berkaitan
dengan berbaring telentang pada malam hari.
Persepsi klien. Persepsi klien dicatat sesuai dengan kata-kata klien. Perhatikan hal-hal unik
tentang keluhan. Gunakan kutipan langsung untuk mendokumentasikan keluhan klien mis.
klien melaporkan “nyeri tajam” pada dada posterior kiri ketika napas dalam.
Kualitas dan kuantitas masalah harus diuraikan dalam bahasa yang umum. Minta klien
untuk melaporkan besar, ukuran, jumlah, dan keluasan keluhan utama. Terutama masalah
yang berkaitan dengan pembentukan sputum, minta klien memperkirakan jumlah sputum
yang dikeluarkan sehari-secangkir, satu sendok teh, satu sendok makan. Hindari istilah
seperti “sedikit” atau “banyak” karena istilah ini mempunyai arti tidak jelas. Gunakan skala
nyeri 1 sampai 10 untuk menggambarkan nyeri dengan 1 tak ada nyeri dan 10 nyeri terasa
paling hebat. Saat mengkaji batuk gunakan istilah sesak, kering, basah, atau berlendir. Minta
klien untuk menggambarkan ciri keluhan utama dengan kata-katanya sendiri.
Lokasi. Lokasi yang menjadi keluhan harus dicatat. Lokasi ini terutama penting ketika klien
mengeluh tentang nyeri, karena lokasi membedakan apakah nyeri yang diderita klien berasal
dari kelainan jantung atau pernapasan.
Faktor yang memperburuk dan meredakan. Tanyakan pada klien hal-hal apa yang dapat
menimbulkan atau menghilangkan gejala yang dialaminya. Adakah keterkaitan aktivitas
tertentu dengan gejala yang dialami. Apakah gejala timbul setelah klien menggunakan obat-
obat tertentu.
Manifestasi yang berkaitan. Adakah manifestasi lain yang terjadi dalam hubungannya
dengan keluhan utama. Misalnya menggigil, demam, berkeringat malam hari, anoreksia,
penurunan berat badan, keletihan yang berlebihan, ansietas dan suara serak. Anda dapat
mengenali bahwa menggigil dan demam umumnya menyertai kelainan paru akibat infeksi,
sementara anoreksia dan penurunan berat badan dapat terjadi pada klien dengan kelainan
yang mengarah pada dispnea.
Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Riwayat kesehatan masa lalu memberikan informasi tentang riwayat kesehatan klien dan
anggota keluarganya. Kaji klien terhadap kondisi kronis manifestasi pernapasan, misalnya
batuk, dispnea, pembentukan sputum, atau mengi, karena kondisi ini memberikan petunjuk
tentang penyebab masalah baru. Selain mengumpulkan data tentang penyakit pada masa
kanak-kanak dan status imunisasi, tanyakan klien tentang kejadian TBC, bronkhitis,
influenza, asma, pneumonia, dan frekuensi infeksi saluran napas bawah setelah terjadinya
infeksi saluran napas atas. Tetapkan keberadaan masalah kongenital seperti fibrosis kistik
atau riwayat kelahiran bayi prematur. Masalah ini berkaitan dengan komplikasi pernapasan
seperti penyakit pulmonal obstruktif atau restriktif.
Tanyakan klien tentang perawatan di rumah sakit atau pengobatan masalah pernapasan
sebelumnya. Dapatkan pula informasi tentang kapan penyakit terjadi atau waktu perawatan,
tindakan medis (termasuk pembedahan, penggunaan ventilator, dan pengobatan inhalasi atau
terapi oksigen), dan status masalah saat ini. Tanyakan apakah klien telah menjalani
pemeriksaan rontngen dan kapan, dan apakah pemeriksaan diagnostik pulmonal dilakukan.
Informasi ini penting untuk membantu dalam mengeva-luasi masalah saat ini. Dapatkan
keterangan tentang cedera mulut, hidung, tenggorok, atau dada sebelumnya (seperti trauma
tumpul, fraktur iga, atau pneumotoraks), juga informasi detail tentang penggunaan obat-obat
bebas atau yang diresepkan.
Tanyakan klien adakah riwayat keluarga tentang penyakit pernapasan. Misalnya asma,
fibrosis kistik, emfisema atau penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), kanker paru, infeksi
pernapasan, tuberkulosis, atau alergi. Sebutkan usia dan penyebab kematian anggota
keluarga, termasuk ayah, ibu, adik, kakak, anak-anak, nenek-kakek, bibi dan paman.
Tanyakan apakah ada anggota keluarga yang perokok. Perokok pasif sering kali mengalami
gejala pernapasan lebih buruk.
Riwayat Psikososial
Dapatkan informasi tentang aspek-aspek psikososial klien yang mencakup lingkungan,
pekerjaan, letak geografi, kebiasaan, pola olahraga, dan nutrisi. Identifikasi semua agens
lingkungan yang mungkin mempengaruhi kondisi klien, lingkungan kerja dan
hobi.
Tanyakan tentang kondisi kehidupan klien, seperti jumlah anggota keluarga yang tinggal
serumah. Kondisi kehidupan yang sumpek meningkatkan risiko penyakit pernapasan seperti
tuberkulosis. Kaji terhadap bahaya lingkungan seperti sirkulasi udara yang buruk.
Kumpulkan riwayat merokok, berapa banyak sehari dan sudah berapa lama. Merokok
rnenunjukkan hubungan adanya penurunan rungsi siliaris paru-paru, mening¬katkan
pernbentukan lendir, dan terjadinya kanker paru. Tanyakan tentang penggunaan alkohol.
Gerakan siliaris paru diperlambat oleh alkohol, yang mengurangi klirens lendir dari paru-
paru. Penggunaan alkohol berlebih menekan refleks batuk sehingga berisiko mengalami
aspirasi.
Tanyakan apakah toleransi terhadap aktivitas menurun atau tetap stabil. Minta klien untuk
menggambarkan aktivitas khusus seperti berjalan, pekerjaan rumah yang ringan, atau
berbelanja kebutuhan rumah tangga yang dapat ditoleransi klien toleransi atau sebaliknya,
yang mengakibatkan sesak napas.
Mempertahankan diet yang bergizi penting untuk klien dengan penyakit pernapasan kronis.
Penyakit pernapasan kronis mengakibatkan penurunan kapasitas paru dan beban keria lebih
tinggi bagi paru dan sistem kardiovaskular. Penambahan beban kerja meningkatkan
kebutuhan kalori dan dapat menurunkan berat badan. Klien menjadi anorektik sekunder
akibat efek medikasi dan keletihan. Kaji masukan gizi selama 24 jam terakhir, minta klien
mengingat pola masukan makanan seminggu terakhir.
Pengkajian Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan setelah pengumpulan riwayat kesehatan. Gunakan teknik
inspeksi, palpasi, dan auskultasi. Keberhasilan pemeriksaan mengharuskan Anda untuk
menguasai landmarks anatomi toraks posterior, lateral, dan anterior. Guna¬kan landmarks ini
untuk menemukan letak dan mengetahui struktur organ di bawahnya, terutama lobus paru,
jantung, dan pembuluh darah besar. Bandingkan sisi yang satu dengan sisi lainnya.
Bandingkan temuan pada satu sisi toraks dengan sisi toraks sebelahnya. Palpasi, perkusi, dan
auskultasi dilakukan dari depan ke belakang atau dari satu sisi toraks ke sisi lainnya sehingga
Anda dapat secara kontinu mengevaluasi temuan dengan menggunakan sisi sebelahnya
sebagai standar perbandingan.
Kondisi dan warna kulit klien diperhatikan selama pemeriksaan toraks (pucat, biru,
kemerahan). Kaji tingkat kesadaran klien dan orientasikan selama pemeriksaan untuk
menentukan kecukupan pertukaran gas.
INSPEKSI
Pengkajian fisik sebenarnya dimulai sejak pengumpulan riwayat kesehatan saat Anda
mengamati klien dan respons klien terhadap pertanyaan. Perhatikan manifestasi distres
pernapasan saat ini: posisi yang nyaman, takipnea, mengap-mengap, sianosis, mulut terbuka,
cuping hidung mengembang, dispnea, warna kulit wajah dan bibir, dan penggunaan otot-otot
asesori pernapasan. Perhatikan rasio inspirasi-ke-ekspirasi, karena lamanya ekspirasi normal
dua kali dari lamanya inspirasi normal, maka rasio normal ekspirasi – inspirasi 2 : 1. Amati
pola bicara. Berapa banyak kata atau kalimat yang dapat diucapkan sebelum mengambil
napas berikutnya? Klien yang sesak napas mungkin hanya mampu mengucapkan tiga atau
empat kata sebelum mengambil napas berikutnya.
Kunci dari setiap teknik pengkajian adalah untuk mengembangkan pendekatan yang
sistematik. Logisnya, paling mudah jika dimulai dari kepala lalu terus ke tubuh bagian
bawah. Inspeksi dimulai dengan pengamatan kepala dan area leher untuk mengetahui setiap
kelainan utama yang dapat mengganggu pernapasan. Perhatikan bau napas dan apakah ada
sputum. Perhatikan pengembangan cuping hidung, napas bibir dimonyong-kan, atau sianosis
membran mukosa. Catat adanya penggunaan otot aksesori pernapasan, seperti fleksi otot
sternokleidomastoid.
Amati penampilan umum klien, frekuensi serta pola pernapasan, dan konfigurasi toraks.
Luangkan waktu yang cukup untuk mengamati pasien secara menyuluruh sebelum beralih
pada pemeriksaan lainnya. Dengan mengamati penampilan umum, frekuensi dan pola
pernapasan, adanya dan karakter batuk, dan pernbentukan sputum, perawat dapat menentukan
komponen pemeriksaan pulmonal mana yang sesuai untuk mengkaji status pernapasan pasien
saat ini. Tabel 2-2 menyajikan temuan yang lazim pada pemeriksaan inspeksi pulmonal.
Table 2 – 2. Temuan pada Pemeriksaan Inspeksi Paru
PALPASI
Palpasi dilakukan dengan menggunakan tangan untuk meraba struktur di atas atau di bawah
permukaan tubuh. Dada dipalpasi untuk mengevaluasi kulit dan dinding dada. Palpasi dada
dan medula spinalis adalah teknik skrining umum untuk mengidentifikasi adanya
abnormalitas seperti inflamasi.
Perlahan letakan ibu jari tangan yang akan mempalpasi pada satu sisi trakhea dan jari-jari
lainnya pada sisi sebelahnya. Gerakan trakhea dengan lembut dari satu sisi ke sisi lainnya
sepanjang trakhea sambil mempalpasi terhadap adanya massa krepitus, atau deviasi dari garis
tengah. Trakhea biasanya agak mudah digerakkan dan dengan cepat kembali ke posisi garis
tengah setelah digeser. Masa dada, goiter, atau cedera dada akut dapat mengubah letak
trakhea.
Palpasi dinding dada menggunakan bagian tumit atau ulnar tangan Anda. Abnormalitas yang
ditemukan saat inspeksi lebih lanjut diselidiki selama pemeriksaan palpasi. Palpasi dibarengi
dengan inspeksi terutama efektif dalam mengkaji apakah gerakan, atau ekskursi toraks
selama inspirasi dan ekspirasi, amplitudonya simetris atau sama. Selama palpasi kaji adanya
krepitus (udara dalam jaringan subkutan); defek atau nyeri tekan dinding dada; tonus otot;
edema; dan fremitus taktil, atau vibrasi gerakan udara melalui dinding dada ketika klien
sedang bicara.
Untuk mengevaluasi ekskursi toraks, klien diminta untuk duduk tegak, dan tangan pemeriksa
diletakkan pada dinding dada posterior klien (bagian punggung). Ibu jari tangan pemeriksa
saling berhadapan satu sama lain pada kedua sisi tulang belakang, dan jari-jari lainnya
menghadap ke atas membentuk posisi seperti kupu-kupu. Saat klien menghirup napas tangan
pemeriksa harus bergerak ke atas dan keluar secara simetri. Adanya gerakan asimetri dapat
menunjukkan proses penyakit pada region tersebut.
Palpasi dinding dada posterior saat klien mengucapkan kata-kata yang menghasilkan vibrasi
yang relatif keras (mis. tujuh-tujuh). Vibrasi ditransmisikan dari laring melalui jalan napas
dan dapat dipalpasi pada dinding dada. Intensitas vibrasi pada kedua sisi dibandingkan
terhadap simetrisnya. Vibrasi terkuat teraba di atas area yang terdapat konsolidasi paru (mis.
pneumonia). Penurunan fremitus taktil biasanya berkaitan dengan abnormalitas yang
menggerakkan paru lebih jauh dari dinding dada, seperti efusi pleural dan pneumotoraks
(Tabel 2-3).
Table 2-3. Temuan pada Pemeriksaan Palpasi Paru
PERKUSI
Perkusi adalah teknik pengkajian yang menghasilkan bunyi dengan mengetuk dinding dada
dengan tangan. Pengetukan dinding dada antara iga menghasilkan berbagai bunyi yang
digambarkan sesuai dengan sifat akustiknya-resonan, hiperesonan, pekak, datar, atau
timpanik. Bunyi resonan terdengar di atas jaringan paru normal. Bunyi hiperesonan terdengar
pada adanya peningkatan udara dalam paru-paru atau spasium pleural. Bunyi akan ditemukan
pada klien dengan emfisema dan pneumotoraks. Bunyi pekak terjadi di atas jaringan paru
yang padat, seperti pada tumor atau konsolidasi jaringan paru. Bunyi ini biasanya terdengar
di atas jantung dan hepar. Bunyi datar akan terdengar saat perkusi dilakukan pada jaringan
yang tidak mengandung udara. Bunyi timpani biasanya terdengar di atas lambung, usus besar.
Perkusi dimulai pada apeks dan diteruskan sampai ke dasar, beralih dari area posterior ke
area lateral dan kemudian ke area anterior. Dada posterior paling baik diperkusi dengan posisi
klien berdiri tegak dan tangan disilangkan di depan dada untuk memisahkan skapula.
Perkusi juga dilakukan untuk mengkaji ekskursi diafragma. Minta klien untuk menghirup
napas dalam dan menahannya ketika Anda memperkusi ke arah bawah bidang paru posterior
dan dengarkan bunyi perkusi yang berubah dari bunyi resonan ke pekak. Tandai area ini
dengan pena. Proses ini diulang setelah klien menghembuskan napas, tandai lagi area ini.
Kaji kedua sisi kanan dan kiri. Jarak antara dua tanda seharusnya 3 sampai 6 cm, jarak lebih
pendek ditemukan pada wanita dan lebih panjang pada pria. Tanda pada sebelah kiri akan
sedikit lebih tinggi karena adanya hepar. Klien dengan kenaikan diafragma yang
berhubungan dengan proses patologis akan mempunyai Penurunan ekskursi diafragma. Jika
klien mempunyai penyakit pada lobus bawah (mis. konsolidasi atau cairan pleural), akan
terdengar bunyi perkusi pekak. Bila ditemukan abnormalitas lain, pemeriksaan diagnostik
lain harus dilakukan untuk mengkaji masalah secara menyeluruh. Tabel 2-4 menyajikan
temuan normal dan abnormal saat dilakukan perkusi.
Table 2-4. Temuan pada Pemeriksaan Perkusi Paru
AUSKULTASI
Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dengan menggunakan stetoskop. Dengan
mendengarkan paru-paru ketika klien bernapas melalui mulut, pemeriksa mampu mengkaji
karakter bunyi napas, adanya bunyi napas tambahan, dan karakter suara yang diucapkan atau
dibisikan. Dengarkan semua area paru dan dengarkan pada keadaan tanpa pakaian; jangan
dengarkan bunyi paru dengan klien mengenakan pakaian, selimut, gaun, atau kaus. Karena
bunyi yang terdengar kemungkinan hanya bunyi gerakan pakaian di bawah stetoskop.
Status patensi jalan napas dan paru dapat dikaji dengan mengauskultasi napas dan bunyi
suara yang ditransmisikan melalui dinding dada. Untuk dapat mendengarkan bunyi napas di
seluruh bidang paru, perawat harus meminta klien untuk bernapas lambat, sedang sampai
napas dalam melalui mulut. Bunyi napas dikaji selama inspirasi dan ekspirasi. Lama masa
inspirasi dan ekspirasi, intensitas dan puncak bunyi napas juga dikaji. Umumnya bunyi napas
tidak terdengar pada lobus kiri atas, intensitas dan karakter bunyi napas harus mendekati
simetris bila dibandingkan pada kedua paru. Bunyi napas normal disebut sebagai vesikular,
bronkhial, dan bronkhovesikular.
Perubahan dalam bunyi napas yang mungkin menandakan keadaan patologi termasuk
penurunan atau tidak terdengar bunyi napas, peningkatan bunyi napas, dan bunyi napas saling
mendahului atau yang dikenal dengan bunyi adventiosa. Peningkatan bunyi napas akan
terdengar bila kondisi seperti atelektasis dan pneumonia meningkatkan densitas (ketebalan)
jaringan paru. Penurunan atau tidak terdengarnya bunyi napas terjadi bila transmisi
gelombang bunyi yang melewati jaringan paru atau dinding dada berkurang.
Pengkajian Diagnostik pada Sistem Pernapasan
Prosedur diagnostik membantu dalam pengkajian klien dengan gangguan pernapasan. Penting
untuk mengklarifikasi kapan pemeriksaan diagnostik diperlukan dan untuk tujuan apa,
sehingga tindakan yang dilakukan pada pasien akan lebih terarah dan lebih berguna, serta
tidak merugikan karena harus mengeluarkan biaya untuk hal-hal yang sebenarnya dapat
dihindari.
Pemeriksaan kultur dan biopsi adalah prosedur yang paling sering digunakan dalam
menegakkan diagnosis gangguan saluran pernapasan atas. Namun demikian, bisa saja
dibutuhkan pemeriksaan diagnostik yang lebih ekstensif, jika memang kondisinya
mengharuskan.
Kultur. Kultur tenggorok dapat dilakukan untuk mengidentifikasi organisme yang
menyebabkan faringitis. Selain itu kultur tenggorok juga dapat membantu dalam
mengidentifikasi organisme yang menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan bawah.
Dapat juga dilakukan apusan hidung untuk tujuan yang sama.
Biopsi. Prosedur biopsi mencakup tindakan mengeksisi sejumlah kecil jaringan tubuh.
Dilakukan untuk memungkinkan pemeriksaan sel-sel dari faring, laring, dan rongga hidung.
Dalam tindakan ini pasien mungkin saja mendapat anestesi lokal, topikal atau umum
bergantung pada tempat prosedur dilakukan.
Pemeriksaan pencitraan termasuk didalamnya pemeriksaan sinar-X jaringan
lunak,CTscan, pemeriksaan dengan zat kontras, dan MRI (pencitraan resonansi magnetik).
Pemeriksaan tersebut mungkin dilakukan sebagai bagian integral dari pemeriksaan diagnostik
untuk menentukan keluasan infeksi pada sinusitis atau pertumbuhan tumor dalam kasus
tumor.
Pemeriksaan diagnostik pada saluran pernapasan bawah sedikit lebih banyak dan lebih rumit
dibandingkan pemeriksaan diagnostik saluran pernapasan atas. Namun demikian bukan
berarti bahwa pemeriksaan tersebut tidak saling berkaitan. Untuk pemeriksaan diagnostik
saluran pernapasan bawah akan dijelaskan dalam suatu kerangka kerja yang sistematis
sehingga lebih memberikan gambaran yang jelas tentang apa yang akan dilakukan dan
gambaran hasil yang didapatkan, didalamnya mencakup pengkajian diagnostik status
fungsional, anatomi, dan spesimen.
Pemeriksaan untuk Mengevaluasi Struktur Anatomi
PEMERIKSAAN RADIOLOGI TORAKS DAN PARU-PARU
Klien pada umumnya sudah terbiasa dengan pemeriksaan radiologi rutin. Namun belakangan
ini, terdapat suatu peningkatan kesadaran tentang pemajanan berlebihan terhadap radiasi.
Hendaknya klien diberikan penjelasan yang lengkap tentang tipe pemeriksaan yang akan
dilakukan dan manfaatnya dalam hubungannya dengan risiko akibat pemajanan terhadap
radiasi. Pemeriksaan radiologi memberikan informasi mengenai (1) status sangkar iga,
termasuk tulang rusuk, pleura, dan kontur diafragma dan jalan napas atas; (2) ukuran, kontur,
dan posisi mediastinum dan hilus paru, termasuk jantung, aorta, nodus limfe, dan
percabangan bronkhial; (3) tekstur dan tingkat penyebaran udara dari parenkim paru; dan (4)
ukuran, bentuk, jumlah, dan lokasi lesi pulmonal, termasuk kavitasi, area fibrosis, dan daerah
konsolidasi.
Pemeriksaan ronsen atau radiologi dada diindikasikan untuk (1) mendeteksi perubahan paru
yang disebabkan oleh proses patologis, seperti tumor, inflamasi, fraktur, akumulasi cairan
atau udara, (2) menentukan terapi yang sesuai, (3) mengevaluasi kesangkilan pengobatan, (4)
menetapkan posisi selang dan kateter, dan (5) memberikan gambaran tentang suatu proses
progresif dari penyakit paru.
Pemeriksaan ronsen dada sebaiknya dilakukan di bagian radiologi. Pemeriksaan sinar-X
standar lebih dipilih dengan posisi berdiri, meskipun posisi duduk atau berbaring dapat
dilakukan. Pemajanan standar untuk pemeriksaan ini adalah (1) posterio-anterior (PA)-sinar-
X menjalar melalui punggung ke bagian depan tubuh, dan (2) lateral-sinar-X menembus
bagian samping tubuh (biasanya sebelah kiri).
Selain pemeriksaan standar mungkin diperlukan juga pemajanan spesifik untuk melihat
bagian-bagian spesifik dada. Pemajanan tersebut termasuk (1) oblique-film sinar-X diarahkan
miring dengan sudut spesifik, (2) lordotis-film sinar-X dimiringkan dengan sudut 45 derajat
dari bawah untuk melihat kedua apeks paru, dan (3) dekubitus- film sinar-X diambil dengan
posisi pasien berbaring miring (kiri atau kanan) untuk memperlihatkan cairan bebas dalam
dada.
Prosedur
Pemeriksaan ronsen dada dilakukan dengan posisi berdiri atau duduk tegak menghadap film
sinar-X. Hantaran gelobang sinar-X ditembuskan dari arah posterior (posisi PA). Radiograf
biasanya diambil saat inspirasi penuh, yang menyebabkan diafragma bergerak ke arah bawah.
Radiograf yang diambil saat ekspirasi kadang dilakukan untuk mengetahui tingkat gerakan
diafragma atau untuk membantu dalam pengkajian dan diagnosa pneumotoraks.
Perawatan praprosedur
Jelaskan klien tentang pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini tidak menimbulkan nyeri dan
pemajanan pada radiasi adalah minimal. Klien harus melepaskan semua perhiasan dan
pakaian dalamnya lalu mengenakan gaun. Kaji status kehamilan klien (untuk klien wanita);
wanita hamil seharusnya tidak boleh terpajan pada radiasi.
PEMERIKSAAN ULTRASONOGRAFI
Dalam pemeriksaan ini terjadi emisi dan penetrasi gelombang suara berfrekuensi tinggi.
Pemeriksaan ini relatif tidak membahayakan. Gelombang suara dipantulkan kembali dan
diubah oleh suatu transduser untuk menghasilkan image piktorial dari area yang sedang
diperiksa. Ultrasonografi toraks dapat memberikan informasi tentang efusi pleural atau
opasitas dalam paru.
COMPUTED TOMOGRAPH (CT)
CT digunakan untuk mengidentifikasi massa dan perpidahan struktur yang»disebabkan oleh
neoplasma, kista, lesi inflamasi fokal, dan abses. CTscan dapat dilakukan dengan cepat-
dalam 20 menit, tidak termasuk proses analisis.
Sebelum pemeriksaan, pastikan izin tindakan telah didapatkan dari klien, jawab setiap
pertanyaan klien dan keluarga tentang CTscan. Klien dipuasakan, dan jelaskan bahwa
pemeriksaan ini sering membutuhkan media kontras. Karena media kontras biasanya
mengandung yodium (Juga disebut zat warna), tanyakan klien apakah ia mempunyai alergi
terhadap yodium, zat warna, atau kerang. Ingatkan agar klien tidak bergerak selama prosedur,
namun ia dapat bercakap-cakap dengan teknisinya.
PEMERIKSAAN FLUOROSKOPI
Pemeriksaan ini dilakukan jika dibutuhkan informasi tentang dinamika dada seperti gerakan
diafragmatik, ekspansi dan ventilasi paru, atau kerja jantung. Pemeriksaan ini memungkinkan
untuk mengamati dada dan struktur intratoraks ketika mereka berfungsi secara dinamis.
Flouroskopi tidak digunakan secara rutin, namun hanya pada keadaan dimana dibutuhkan
pengamatan toraks kontinu. Penggunaan lain fluoroskopi termasuk untuk (1) mengamati
diafragma saat inspirasi dan ekspirasi, (2) mendeteksi gerakan mediastinal selama napas
dalam, (3) mengkaji jantung, pembuluh darah dan struktur yang berkaitan, (4)
mengidentifikasi abnormalitas esofagus, dan (5) mendeteksi massa mediastinal.
Jelaskan pada klien tujuan pemeriksaan ini. Tempatkan klien dalam ruangan yang tenang dan
bercahaya redup. Kadang media radioopaque (yang tidak mengandung yodium) diberikan
secara intravena untuk membedakan struktur yang sedang dikaji. Klien harus melepaskan
semua perhiasan dan pakaian dalamnya dan mengenakan gaun. Pemeriksaan ini
membutuhkan waktu 30 sampai 45 menit. Pemajanan terhadap radiasi minimal.
PEMERIKSAAN ANGIOGRAFI PULMONAL
Pemeriksaan ini digunakan untuk mendeteksi embolisme pulmonal dan berbagai lesi
kongenital dan didapat pada pembuluh pulmonal. Sebelumnya pasien mendapat suntikan
bahan radioopaque melalui kateter ke dalam vena sistemik, bilik kanan jantung, arteri
pulmonal, dan distribusi dari bahan ini terekam pada film yang dihasilkan. Angiografi
pulmonal mungkin dilakukan untuk mendeteksi (1) abnormalitas kongenital percabangan
vaskular pulmonal, (2) abnormalitas sirkulasi vena pulmonal, (3) penyakit sirkulasi vena dan
arteri pulmonal didapat, (4) efek destruktif dari emfisema, (5) keuntungan potensial reseksi
untuk karsinoma bronkhogenik, (6) lesi pulmonal perifer, dan (7) luasnya tromboembolisme
dalam paru-paru.
Prosedur
Media kontras disuntikkan ke dalam sistem vaskular melalui kateter indwelling. Selama
angiografi pulmonal, kateter dimasukkan baik melalui perifer atau langsung ke dalam arteri
pulmonalis besar atau salah satu cabangnya.
Perawatan praprosedur
Jelaskan klien tentang prosedur ini, dan mengapa harus ada izin tertulis dari klien.
Pemeriksaan ini sedikit menimbulkan nyeri danpemajanan terhadap radiasi minimal. Klien
akan agak merasa tidak nyaman ketika kateter dimasukkan dengan menusukkan jarum. Klien
harus melepaskan semua perhiasan dan pakaian dalam serta mengenakan gown. Kaji status
kehamilan klien; klien hamil tidak boleh terpajan pada radiasi.
Perawatan pascaprosedur
Seperti hanya pada semua prosedur yang memerlukan pemasangan kateter ke dalam
vaskulatur sentral atau perifer, penting untuk mengamati tempat penusukan terhadap infeksi,
pembentukan hematoma, atau reaksi setempat terhadap media kontras. Lanjutkan mengamati
tanda reaksi merugikan dari media kontras (mis. peningkatan distres pernapasan, hipotensi,
stridor, dan indikasi anafilaktik lain).
PEMERIKSAAN ENDOSKOPI
Laringoskopi langsung biasanya dilakukan setelah klien mendapat anestesi lokal dengan
kokain 10% atau anestesi umum. Satu jam sebelum pemeriksaan klien diberikan sedatif (mis.
sekobarbital, meperidin, atau narkotik lainnya) dan atropin sulfat. Pemberian atropin penting
sebelum pemberian anestesi lokal maupum umum. Untuk laringoskopi langsung, klien
dibaringkan dengan posisi kepala di atas alat penyangga kepala. Laringoskopi mikro yang
menggunakan pengoperasian mikroskop sekarang ini makin banyak digunakan. Metode ini
memberikan visualisasi binokular lebih baik.
Laringoskop adalah tube berlubang yang terbuat dari logam dan dilengkapi dengan pemegang
pada ujung proksimal dan mempunyai sumber cahaya pada ujung distalnya, alat ini
dimasukkan oleh dokter melalui mulut ke dalam laringofaring, menaikkan epiglotis, dan
membuat bagian interior faring mudah diamati. Prosedur bedah minor seperti biopsi atau
pengangkatan tumor jinak yang kecil dapat dilakukan dengan instrumenini.
Penatalaksanaan keperawatan setelah tindakan laringoskopi termasuk (1) pasien dalam status
puasa sampai refleks muntah pulih (sekitar 2 jam), (2) periksa refleks muntah dengan
menyentuh bagian belakang lidah secara perlahan menggunakan bilah lidah, dan (3) jika
refleks muntah positif, beri klien sedikit air sebelum diberikan cairan atau makanan lain
untuk mencegah aspirasi yang tidak diinginkan.
PEMERIKSAAN BRONKOSKOPI
Pemeriksaan bronkhoskopi dilakukan dengan memasukkan bronkhoskop ke dalam trakhea
dan bronkhi. Dengan menggunakan bronkoskop yang kaku atau lentur, laring, trakhea, dan
bronkhi dapat diamati. Pemeriksaan diagnostik bronkoskopi termasuk pengamatan cabang
trakheobronkhial, terhadap abnormalitas, biopsi jaringan, dan aspirasi sputum untuk bahan
pemeriksaan. Bronkhoskopi digunakan untuk membantu dalam mendiagnosis kanker paru.
Bronkhoskopi mungkin dilakukan untuk tujuan diagnostik atau tujuan terapeutik. Tujuan
diagnostik mencakup pemeriksaan jaringan, evaluasi lanjut tumor untuk memungkinkan
bedah reseksi, pengumpulan spesimen jaringan untuk keperluan diagnosa, dan evaluasi
tempat perdarahan. Sementara bronkhoskopi terapeutik dilakukan untuk tujuan mengangkat
benda asing, mengangkat sekresi yang kental dan banyak, pengobatan atelektasis
pascaoperatif, dan menghancurkan dan mengangkat lesi.
Perawatan praprosedur
Jelaskan prosedur pada klien dan keluarga dan dapatkan izin tindakan dari klien. Instruksikan
klien untuk tidak makan dan minum 6 jam sebelum pemeriksaan. Informasikan pada klien
bahwa tenggoroknya mungkin akan sakit setelah bronkhoskopi, dan mungkin terjadi
kesulitan menelan pada awal setelah pemeriksaan. Klien diberikan anestesi lokal dan sedasi
intravena untuk menekan refleks batuk, dan menghilangkan ansietas. Pemeriksaan
membutuhkan waktu 30 sampai 45 menit. Selama prosedur klien berbaring terletang dengan
kepala hiperekstensi. Perawat memantau tanda vital, berbicara pada atau menenangkan klien,
dan membantu dokter sesuai kebutuhan.
Perawatan pascaprosedur
Setelah prosedur, tanda vital dipantau per protokol institusi. Amati klien terhadap tanda
distres pernapasan, termasuk dispnea, perubahan frekuensi pernapasan, peng-gunaan otot
aksesori pernapasan, dan perubahan bunyi napas. Tidak ada pemberian apapun melalui mulut
sampai refleks batuk dan menelan kembali pulih, yang biasanya sekitar 1 sampai 2 jam
setelah prosedur. Bila klien sudah dapat menelan, berikan sehirup air. Bunyi napas dipantau
selama 24 jam. Adanya bunyi napas tambahan atau asimetris harus dilaporkan pada dokter.
Dapat terjadi pneumotoraks setelah bron¬khoskopi.
Pemeriksaan untuk Mengevaluasi Fungsi Pernapasan
Pemeriksaan diagnostik yang mengevaluasi status fungsi sistem pernapasan antara lain
termasuk uji fungsi pulmonal, oksimetri nadi, dan analisis gas darah arteri.
UJI FUNGSI PULMONAL
Pemeriksaan fungsi pulmonal memberikan informasi tentang manifestasi klien dengan
mengukur volume paru, mekanisme paru, dan kemampuan difusi paru. Pemeriksaan ini
merupakan metoda nonivasif dan tidak dapat berdiri sendiri untuk mendiagnosa penyakit
spesifik namun merupakan bagian integral dari proses pemeriksaan diagnostik. Uji fungsi
pulmonal (UFP) digunakan untuk (1) skrining penyakit pulmonal, (2) evaluasi preoperatif,
(3) mengevaluasi kondisi untuk melakukan penyapihan dari ventilator, (4) pemeriksaan
fisiologi pulmonal, (5) mendokumentasikan kemajuan penyakit pulmonal atau efek terapi, (6)
meneliti efek latihan pada fisiologi pernapasan.
Kemampuan fungsi paru-paru dikaji dengan mengukur properti yang mempengaruhi ventilasi
(statis dan dinamis) dan respirasi (difusi dan perfusi). Penilaian fungsi pulmonal dilakukan
dengan mempertimbangkan variabel-variabel dari setiap individu yang dievaluasi termasuk:
usia, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan, serta upaya individu dalam melakukan
setiap pemeriksaan.
PEMERIKSAAN OKSIMETRI NADI
Oksimetri nadi adalah metoda noninvasif pemantauan kontinu saturasi oksigen-hemoglobin
(SaO2). Meskipun pemeriksaan ini tidak dapat menggantikan pemeriksaan analisis gas darah,
namun pemeriksaan ini sangat efektif untuk memantau pasien terhadap perubahan mendadak
atau perubahan kecil saturasi oksigen. Oksimetri nadi digunakan dalam berbagai lingkup
perawatan, termasuk unit perawatan kritis, unit perawatan umum, dan lingkungan diagnostik
dan tindakan di mana dibutuhkan pemantauan saturasi oksigen selama prosedur.
Pemeriksaan oksimetri nadi menggunakan alat sensor (probe) yang dilekatkan pada ujung
jari, dahi, daun telinga atau tulang hidung. Sensor mendeteksi perubahan kadar saturasi
oksigen dengan memantau sinyal cahaya yang dibangkitkan oleh oksimeter dan direfleksikan
oleh denyutan aliran darah melalui jaringan pada probe. Nilai normal SaO2 adalah 95 %
sampai 100 %. Nilai di bawah 85 % menandakan bahwa jaringan tidak mendapat cukup
oksigen dan pasien membutuhkan evaluasi lebih lanjut. Nilai SaO2 yang didapat dengan
oksimetri nadi tidak dapat diandalkan dalam kondisi seperti henti jantung, syok, penggunaan
obat-obat vasokontriktor, pemberian zat warna per IV (seperti metilen biru), anemia berat,
dan kadar CO2 tinggi. Diperlukan pemeriksaan lain seperti kadar hemoglobin, gas darah
arteri, dan pemeriksaan laboratorium lainnya untuk memvalidasi nilai oksimetri nadi dalam
kondisi tersebut.
KETERAMPILAN 2-1. MENGKAJI STATUS OKSIGENASI DENGAN OKSIMETRI
NADI
Oksimetri nadi adalah metoda noninvasif yang digunakan untuk memeriksa saturasi oksigen
darah arteri klien (SaO2) klien dengan menggunakan sensor oksimetri nadi. Alat ini
mempunyai dua bagian. Pada salah satu sisi sensor terdapat dua buah diode (LED) yang
memancarkan cahaya (merah dan infra merah). Pada sisi lain dari sensor terdapat detektor
cahaya yang disebut foto detektor. LED menghantarkan cahaya menembus jaringan dan
pembuluh darah dan foto detektor menerima cahaya dan mengukur jumlah cahaya yang
terserap oleh hemoglobin yang teroksigenasi dan takteroksigenasi. Hemoglobin teroksigenasi
cenderung untuk menyerap lebih banyak cahaya inframerah dan hemoglobin takteroksigenasi
menyerap lebih banyak cahaya merah. Melalui proses yang disebut spektrofotometri, Sa02
ditetapkan dengan dasar jumlah setiap tipe cahaya yang diterima oleh fotodetektor.
Terdapat beberapa tipe sensor yang berbeda yang diantaranya dirancang untuk digunakan
pada jari, ibu jari kaki, hidung, telinga nadi, atau sekeliling tangan atau kaki bayi. Anda harus
memilih sensor yang tepat untuk pengukuran tempat yang telah Anda rencanakan atau pilih.
Sebelum menggunakan oksimetri nadi untuk mengkaji status oksigenasi klien, pertama-tama
kaji terlebih dahulu kadar hemoglobin klien. Karena oksimetri nadi mengukur persen dari
SaO2, hasilnya dapat tampak normal ketika hemoglobin rendah karena semua hemoglobin
yang ada untuk mengangkut O2 tersaturasi seluruhnya.
Respons yang diharapkan: saturasi O2 klien 96% sampai 100%, dan klien mampu untuk
mentoleransi prosedur.
Respons yang merugikan: saturasi oksigen klien rendah (kurang dari 70% adalah kondisi
yang membahayakan jiwa), timbul tekanan pada jaringan tempat terpasangnya sensor, dan
terjadi iritasi kulit pada letak adesif sensor.
Alat yang dibutuhkan: oksimetri nadi dengan sensor yang dipilih, kapas alkohol, perlak atau
handuk.
KAPNOGRAFI
Kapnografi termasuk prosedur noninvasif lain yang mengukur konsentrasi karbon dioksida
ekshalasi untuk klien dengan ventilasi mekanik. Jumlah karbon dioksida yang didapatkan
dalam udara ekshalasi (end-tidal karbon dioksida; ETCO2) sangat berhubungan dengan
tekanan parsial karbon dioksida arteri (PaCO2) pada klien dengan fungsi pernapasan,
kardiovaskular, dan metabolik yang normal. Gradien normal PaCO2-ETCO2 sekitar 5 mm
Hg. Dengan peningkatan PaCO2 pada hipovolemia, atau penurunan pada hipervolemia,
perubahan yang berkaitan akan terlihat pada ETCO2. Kapnografi membutuhkan sampel
kontinu udara ekshalasi.
Jelaskan pada klien tujuan pemeriksaan. Klien yang menjalani kapnografi akan terpasang
selang endotrakheal atau trakheostomi untuk ventilasi mekanik atau penatalaksanaan jalan
napas. Sensor akan ditempelkan pada selang tersebut untuk mengukur ETCO2.
Arteri ulnaris
PEMERIKSAAN GAS DARAH ARTERI
Analisis gas darah arteri memberikan determinasi objektif tentang oksigenasi darah arteri,
pertukaran gas, ventilasi alveolar, dan keseimbangan asam-basa (Tabel 2-5). Dalam
pemeriksaan ini, dibutuhkan sampel darah arteri yang diambil dari arteri femoralis, radialis,
atau brakhialis dengan menggunakan spuit yang telah diberi heparin untuk mencegah
pembekuan darah. Pertama lakukan tes Allen’s, yaitu pengkajian cepat sirkulasi kolateral
pada tangan. Tes ini penting sebelum melakukan pungsi arteri radialis. Sumbat kedua arteri
radialis dan ulnaris dengan jari tangan Anda. Minta klien untuk mengepalkan tangannya. Jika
klien membuka kepalan tangannya saat kedua arteri masih tersumbat, tangan klien akan
pucat. Jika Anda melepaskan sumbatan dari salah satu arteri, tangan klien seharusnya
berwarna pink karena adanya sirkulasi kolateral. Kaji patensia kedua arteri dengan cara
seperti ini, secara bergantian. Jika sirkulasi kolateral adekuat, Anda dapat mengambil darah
dari arteri radialis ini. Spuit kemudian ditutup untuk mencegah kontak dengan udara dan
diletakkan dalam wadah termos berisi es sampai tiba waktu dianalisa. Berikan tekanan
selama sedikitnya 5 menit pada tempat penusukan setelah jarum dicabut untuk mencegah
perdarahan. Pasien dengan gangguan pembekuan darah memerlukan penekanan lebih lama.
Implikasi keperawatan termasuk mengkaji tempat penusukan secara periodik dan
memberikan tekanan selama yang diperlukan untuk mencegah pembentukan hematom atau
memar.
Table 2-5. Gas – gas darah arteri
Pemeriksaan Spesimen
PEMERIKSAAN SPUTUM
Pemeriksaan sputum biasanya diperlukan jika diduga adanya penyakit paru. Membran
mukosa saluran pernapasan berespons terhadap inflamasi dengan meningkatkan keluaran
sekresi yang sering mengandung organisme penyebab. Perhatikan dan catat volume,
konsistensi, warna dan bau sputum. Pemeriksaan sputum mencakup pemeriksaan :
1. Pewarnaan Gram, biasanya pemeriksaan ini memberikan cukup informasi tentang
organisme yang cukup untuk menegakan diagnosis presumtif.
2. Kultur sputum mengidentifikasi organisme spesifik untuk menegakkan diagnosa defmitif.
Untuk keperluan pemeriksaan ini, sputum harus dikumpulkan sebelum dilakukan terapi
antibiotik dan setelahnya untuk menentukan kemanjuran terapi.
3. Sensitivitas berfungsi sebagai pedoman terapi antibiotik dengan mengidentifikasi antibiotik
yang mencegah pertumbuhan organisme yang terdapat dalam sputum. Untuk pemeriksaan ini
sputum dikumpulkan sebelum pemberian antibiotik. Pemeriksaan kultur dan sensitivitas
biasanya diinstruksikan bersamaan.
4. Basil tahan asam (BTA) menentukan adanya mikobakterium tuberkulosis, yang setelah
dilakukan pewarnaan bakteri ini tidak mengalami perubahan warna oleh alkohol asam.
5. Sitologi membantu dalam mengidentifikasi karsinoma paru. Sputum mengandung runtuhan
sel dari percabangan trakheobronkhial; sehingga mungkin saja terdapat sel-sel malignan. Sel-
sel malignan menunjukkan adanya karsinoma, tidak terdapatnya sel ini bukan berarti tidak
adanya tumor atau tumor yang terdapat tidak meruntuhkan sel.
6. Tes kuantitatif adalah pengumpulan sputum selama 24 sampai 72jam.
Pengumpulan sputum
Sebaiknya klien diinformasikan tentang pemeriksaan ini sehingga akan dapat dikumpulkan
sputum yang benar-benar sesuai untuk pemeriksaan ini. Instruksikan pasien untuk
mengumpulkan hanya sputum yang berasal dari dalam paru-paru. (Karena sering kali jika
klien tidak dijelaskan demikian, klien akan mengumpulkan saliva dan bukan sputum).
Sputum yang timbul pagi hari biasanya adalah sputum yang paling banyak mengandung
organisme produktif. Biasanya dibutuhkan sekitar 4 ml sputum untuk suatu pemeriksaan
laboratorium. Implikasi keperawatan untuk pengumpulan sputum termasuk:
1. Klien yang kesulitan dalam pembentukan sputum atau mereka yang sangat banyak
membentuk sputum dapat mengalami dehidrasi, perbanyak asupan cairan klien.
2. Kumpulkan sputum sebelum makan dan hindari kemungkinan muntah karena batuk.
3. Instruksikan klien untuk berkumur dengan air sebelum mengumpulkan spesimen untuk
mengurangi kontaminasi sputum.
4. Instruksikan klien untuk mengingatkan dokter segera setelah spesimen terkumpul sehingga
spesimen tersebut dapat dikirim ke laboratorium secepatnya.
TORASENTESIS
Torasentesis adalah penusukan jarum ke dalam spasium pleural. Indikasi pemeriksaan
torasentesis termasuk:
1. Pengangkatan cairan pleural untuk tujuan diagnostik.
a. Pemeriksaan untuk mengetahui berat jenis, jumlah sel darah putih, bitung banding sel,
jumlah sel darah merah, dan kosentrasi protein, glukosa, dan amilase.
b. Pembuatan kultur dan pemeriksaan terhadap adanya bakteri dan sel-sel ab¬normal atau
malignan.
c. Penampilan umum cairan, kuantitas yang didapat, dan lokasi dari letak torasentesis harus
dipesankan.
2. Biopsi pleural.
3. Pembuangan cairan pleural jika cairan tersebut mengancam dan mengakibatkan
ketidaknyamanan klien.
4. Instilasi antibiotik atau obat lainnya ke dalam spasium pleural
Prosedur
Torasentesis adalah mengalirkan cairan atau udara yang ditemukan dalam rongga pleural.
Torasentesis terapeutik akan membuang cairan atau udara yang menum-puk dalam rongga
pleura yang dapat menyebabkan kompresi paru dan distres pernapasan. Cairan yang
dikumpulkan dikirim ke laboratorium dan diperiksa terhadap berat jenis, glukosa, protein,
pH, kultur, pemeriksaan sensitivitas, dan sitologi. Warna dan konsistensi cairan pleural juga
dicatat.
Perawatan praprosedur
Dapatkan izin tindakan dari klien dan jelaskan pada klien tentang prosedur dan tujuannya.
Posisi klien duduk tegak sambil condong ke depan di atas meja trei atau sandaran kursi.
Perhatikan posisi klien, dengan posisi ini cairan dalam pleura berkumpul pada dasar toraks.
Bila tidak, baringkan klien dalam posisi rekumben dengan lengan terletak di bawah
kepalanya. Penusukan jarum akan menimbulkan nyeri. Instruksikan klien untuk tidak
bergerak selama prosedur karena gerakan mendadak dapat mendorong jarum menebus rongga
pleura dan mencederai pleura viseralis atau parenkim paru. Pemeriksaan membutuhkan
waktu 5 sampai 15 menit. Selama prosedur bantu dokter; pantau tanda vital; dan amati
terhadap dispnea, keluhan kesulitan bernapas, mual, atau nyeri.
KETERAMPILAN 2-2. MEMBANTU DALAM TINDAKAN TORASENTESIS
Torasentesis adalah tindakan mengaspirasi cairan pleural atau udara, dilakukan untuk
menghilangkan tekanan, nyeri, atau dispnea.
Respons yang diantisipasi: klien dalam keadaaan nyaman selama prosedur dan tidak
mengalami dispnea, batuk, atau distres pernapasan.
Respons yang merugikan: klien mengalami distres pernapasan dan menunjukkan gejala
seperti peningkatan frekuensi pernapasan; batuk takterkontrol; mukus berbusa dan bersemu
darah; frekuensi jantung cepat; atau tanda-tanda hipoksia.
Peralatan yang dibutuhkan : trai torasentesis: jarum aspirasi No. 16; 8,75 cm, 1 ampul
lidokain 1 % (5 ml), jarum No. 21; 3,75 cm, jarum No. 25; 5/8 inci, spuit 5 ml, spuit 50 ml,
katup dua jalur, 3 buah tabung spesimen, kantung drainase, linen, plester adesif, aplikator
prep, spong, trai prep, sarung tangan steril.
Perawatan pascaprosedur
Setelah prosedur, klien biasanya dibaringkan pada sisi yang tidak sakit selama 1 jam untuk
memudahkan ekspansi paru. Kaji tanda vital sesuai ketentuan institusi. Frekuensi dan
karakter pernapasan dan bunyi napas harus dikaji dengan cermat. Takipnea, dispnea, sianosis,
retraksi, atau tidak terdengarnya bunyi napas yang dapat menandakan pneumotoraks harus
dilaporkan pada dokter.
Jumlah cairan yang dikeluarkan harus dicatat sebagai haluaran cairan. Pemeriksaan ronsen
dada mungkin dilakukan untuk mengevaluasi tingkat reekspansi paru dan pneumotoraks.
Emfisema subkutan dapat menyertai prosedur ini, karena udara dalam rongga pleura masuk
ke dalam jaringan subkutan. Jaringan ini teraba seperti kertas (krepitus) ketika dipalpasi.
Biasanya emfisema subkutan tidak menjadi masalah kecuali bila terjadi peningkatan dan
menghambat organ lain (mis. trakhea). Klien harus dijelas-kan ten tang kondisi ini.
PEMERIKSAAN BIOPSI
Spesimen untuk pemeriksaan biopsi dapat dikumpulkan dari berbagai jaringan sistem
pernapasan. Biopsi struktur trakheobronkhial dapat dilakukan selama bronkhoskopi. Biopsi
scalene dan nodus mediastinal dapat dilakukan (dengan anestesi lokal) untuk
mendapatkanjaringan guna pemeriksaan patologis, kultur, atau pengkajian sitologi.
Biopsi pleural
Biopsi pleural dapat dilakukan melalui insisi torakotomi kecil secara bedah atau selama
torasentesis, menggunakan jarum cope. Biopsi jarum adalah prosedur diagnostik yang relatif
aman dan sederhana yang sangat berguna untuk menentukan penyebab efusi pleural. Jarum
mengangkat fragmen kecil pleura parietalis, yang digunakan untuk pemeriksaan kultur dan
selular mikroskopis. Jika diperlukan pemeriksaan bakteriologi, spesimen biopsi harus
didapatkan sebelum dimulai kemoterapi.
Dapatkan izin tindakan dari klien dan jelaskan tujuan dan pentingnya pemeriksaan diagnostik
ini. Persiapan dan posisi klien untuk biopsi pleural serupa dengan persiapan dan posisi untuk
torasentesis. Pemeriksaan ini menimbulkan nyeri, dan klien harus diam takbergerak.
Pemeriksaan ini membutuhkan waktu 15 sampai 30 menit.
Komplikasi yang jarang terjadi termasuk nyeri sementara akibat cedera saraf interkosta,
pneumotoraks, dan hemotoraks. Setelah prosedur amati klien terhadap komplikasi (mis,
dispnea, pucat, diaforesis, nyeri hebat). Pneumotoraks yang berkaitan dengan biopsi jarum
dapat saja terjadi. Perawat harus menyediakan selang dada dan peralatan drainase dada.
Pemeriksaan ronsen biasanya dilakukan setelah prosedur ini. Terjadinya hemotoraks ditandai
dengan peningkatan cairan dalam rongga pleural dan membutuhan tindakan torasentesis
segera.
Seperti halnya dengan biopsi pleural, biopsi paru dapat dilakukan dengan pemajanan bedah
paru (biopsi paru terbuka) dengan atau tanpa endoskopi menggunakan jarum yang dirancang
untuk mengangkat jaringan paru. Jaringan kemudian diperiksa terhadap struktur selular
abnormal dan bakteri. Biopsi paru paling sering dilakukan untuk mengidentifikasi tumor
pulmonal atau perubfthan parenkim (mis. sarkoidosis).
Rangkuman Bab
Untuk dapat melakukan pengkajian keperawatan yang terarah dan sistematis
pertimbangkan daftar periksa pengkajian berikut ini:
1. Sudahkah say a mengumpulkan semua peralatan, termasuk wadah untuk spesimen sputum?
2. Sudahkah saya mencuci tangan dengan bersih?
3. Sudahkah saya menghangatkan bagian bell dan diafragma stetoskop dalam genggaman
saya?
4. Menggunakan survai cepat untuk mengevaluasi kesulitan bernapas klien, sudahkah saya
memutuskan akan seberapa luas pemeriksaan dilakukan?
5. Jika memeriksa anak-anak, apakah saya menggunakan stetoskop ukuran anak-anak.
6. Apakah saya sudah menyiapkan selimut yang cukup untuk menutupi tubuh klien?
7. Sudahkan saya menelaah data laboratorium yang relevan?
Pengkajian sistem pernapasan, seperti halnya pengkajian pada sistem tubuh lainnya, harus
menitikberatkan sifat individual klien (disesuaikan dengan masalah dan kebutuhan klien saat
ini).
Pengkajian sistem pernapasan dimulai dengan mengumpulkan riwayat kesehatan yang
mencakup data biografi, demografi, gejala saat ini (keluhan), riwayat kese¬hatan masa lalu,
dan riwayat psikososial.
Pemeriksaan fisik dilakukan setelah riwayat kesehatan dikumpulkan dengan
meng¬gunakan teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Pengkajian diagnostik pada sistem pernapasan bertujuan untuk mengkaji status fungsi
anatomi dan spesimen.
Pemeriksaan diagnostik untuk mengevaluasi fungsi pernapasan termasuk uji fungsi
pulmonal, oksimetri nadi, kapnografi, dan analisis gas darah arteri.
Pemeriksaan diagnostik untuk mengevaluasi struktur anatomi termasuk radiologi toraks
dan paru-paru, ultrasonografi, CTscan, fluoroskopi, angiografi pulmonal, PET, endoskopi,
dan bronkhoskopi.
Pemeriksaan diagnostik untuk mengevaluasi spesimen termasuk pemeriksaan sputum,
torasentesis, dan pemeriksaan biopsi.