studi tasawuf (pdpi) revisi

34
STUDI TASAWUF Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah PDPI O L E H MUHAMMAD NAZRI 12 PEDI : 2829 Dosen Pembimbing Prof. Dr. HASAN ASARI, MA PROGRAM PASCASARJANA

Upload: nazri-muhammad

Post on 30-Dec-2014

206 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Studi Tasawuf (Pdpi) Revisi

STUDI TASAWUF

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah PDPI

OLEH

MUHAMMAD NAZRI

12 PEDI : 2829

Dosen Pembimbing

Prof. Dr. HASAN ASARI, MA

PROGRAM PASCASARJANAINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SUMATERA UTARAMEDAN

2012

Page 2: Studi Tasawuf (Pdpi) Revisi

PENDAHULUAN

Tasawuf merupakan salah satu bidang studi Islam yang memusatkan

perhatian pada pembersihan aspek rohani manusia yang selanjutnya dapat

menimbulkan akhlak mulia. Pembersihan aspek rohani atau batin ini selanjutnya

dikenal sebagai dimensi esoterik dari diri manusia. Hal ini berbeda dengan aspek

Fiqih, khususnya bab thaharah yang memusatkan perhatian pada pembersihan

aspek jasmaniah atau lahiriah yang selanjutnya disebut sebagai dimensi eksoterik.

Islam sebagai agama yang bersifat universal dan mencaku berbagai jawaban atas

berbagai kebutuhan manusia, selain menghendaki kebersihan lahiriah juga

menghendaki kebersihan batiniah, lantaran penilaian yang sesungguhnya dalam

Islam diberikan pada aspek batinnya. Hal ini misalnya terlihat pada salah satu

syarat diterimanya amal ibadah, yaitu harus disertai niat.

Melalui studi tasawuf ini seseorang dapat mengetahui tentang cara-cara

melakukan pembersihan diri serta mengamalkannya dengan benar. Dari

pengetahuan ini diharapkan ia akan tampil sebagai orang yang pandai

mengendalikan dirinya pada saat berinteraksi dengan orang lain, atau pada saat

melakukan berbagai aktivitas dunia yang menuntut kejujuran, keikhlasan,

tanggung jawab, kepercayaan dan sebagainya. Dari suasana yang demikian itu,

tasawuf diharapkan dapat mengatasi berbagai penyimpangan moral yang

mengambil bentuk seperti manipulasi, korupsi, kolusi, penyalahgunaan kekuasaan

dan kesempatan, penindasan.

Makalah yang sederhana ini akan mepaparkan beberapa istilah kata-kata

kunci seperti tasawuf, sufi dan tariqat, sumber dan perkembangan pemikiran

tasawuf, variasi praktek tasawuf dan pengkajiannya, pendekatan utama dalam

pengkajian tasawuf, tokoh dan karya utama dalam kajian tasawuf, perkembangan

mutakhir studi tasawuf.

1

Page 3: Studi Tasawuf (Pdpi) Revisi

TASAWUF

A. Pengertian Tasawuf, Sufi, Tareqat

1. Pengertian Tasawuf dan Sufi

a) Tasawuf menurut Abu Bakar al-Kattani yang disebutkan oleh Imam

al-Ghazali dalam kitab Ihya 'Ulum ad-Din

التصوف خلق فمن زاد عليك بالخلق زاد عليك بالتصوف فالعباد أجابت نفوسهم إلىالمور اإلسلكون بنال ألنهم يس األعمهم الى بعض األخالقابت نفوس والزهاد أج

لكونهم سلسكوا بنور اإليمان"Tasawuf adalah budi pekerti. Barang siapa yang memberikan bekal

budi pekerti atas kamu, berarti ia memberikan bekal kepadamu atas

dirimu dalam tasawuf. Maka hamba yang jiwanya menerima (perintah)

untuk beramal, karena sesungguhnya mereka melakukan suluk dengan

petunjuk (nur) Islam. Dan orang-orang zuhud yang jiwanya menerima

(perintah) untuk melakukan sebagian akhlak, karena mereka telah

melakukan suluk dengan petunjuk (nur) imannya."1

b) Ma'ruf al-Kharkhi yang dinukil dari as-Suhrawari dalam kita Awarif

al-Ma'arif mengemukakan :

دىأس فى ايائق واليذ بالحقوف األخ التصالخالئق

"Tasawuf adalah mengambil hakikat dan meninggalkan yang ada di

tangan makhluk."2

c) Muhammad Amin al-Kurdi mengemukakan :

وال النفسه احرف ب التصوف هو علم يعا منة تظهيرهذمومها وكيفيا وم محموده المزموم منها وتحليتها باإلتصاف ومحمودها

1 Muzakkir, Wawasan Tasawuf, dari Masa Klasik ke Masa Modern, (Bandung: Cita Pustaka Media, Cet. I, 2007), h. 5.

2 Ibid, h. 6

2

Page 4: Studi Tasawuf (Pdpi) Revisi

الىه تعير الى الللوك والسة الس وكيفيوالفرار اليه.

"Tasawuf adalah suatu ilmu yang dengannya diketahui hal ihwal

kebaikan dan keburukan jiwa, cara membersihkannya dari yang

tercela dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji, cara melakukan

suluk dan perjalanan menuju keridhaan Allah dan meninggalkan

larangan-larangannya menuju kepada perintah-Nya."3

Dari pengertian tasawuf diatas dapatlah disimpulkan bahwa tasawuf

adalah suatu ilmu yang dengannya diketahui hal ihwal kebaikan dan

keburukan jiwa, cara membersihkan jiwa dari sifat yang tercela dan

mengisinya dengan sifat-sifat terpuji dengan melakukan apa yang

diperintahkan Allah dan menjauhi larangan-Nya agar mendapat keridhaan-

Nya yang pada gilirannya sampai pada pengetahuan ma'rifah.

2. Pengertian Tareqat

a) Abu Bakar Atjeh mengatakan tareqat itu artinya jalan, petunjuk dalam

melakukan sesuatu ibadat sesuai dengan ajaran yang ditentukan dan

dicontohkan oleh nabi dan dikerjakan oleh sahabat dan tabi'in, turun-

temurun sampai kepada guru-guru, sambung-menyambung dan rantai-

berantai.4

b) Harun Nasution mengatakan tareqat berasal berasal dari bahasa Arab

berasal dari kata tariqah, yaitu jalan yang harus ditempuh oleh seorang

calon sufi dalam tujuannya berada sedekat mungkin dengan Allah.

Tariqah kemudian mengandung arti organisasi (tareqat). Tiap tareqat

mempunyai syekh, upacara ritual, dan bentuk zikir sendiri.5

B. Sumber dan Perkembangan Pemikiran Tasawuf

1. Sumber Ajaran Tasawuf

Tasawuf adalah istilah yang sama sekali tidak dikenal di zaman para

sahabat radhiyallahu ‘anhum bahkan tidak dikenal di zaman tiga generasi yang

3 Ibid, h. 74 Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat, (Solo: Ramadhani, Cet. XIII, 1996), h. 67.5 Muzakkir, Studi Tasawuf, Sejarah, Perkembangan, Tokoh dan Analisisnya, (Bandung:

Citapustaka Media Perintis, Cet. I, 2009), h. 43.

3

Page 5: Studi Tasawuf (Pdpi) Revisi

utama (generasi sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in). Istilah ini baru muncul

sesudah zaman tiga generasi ini. Pada zaman Rasulullah saw, tasawuf ada

realitasnya, tetapi tidak ada namanya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, mengatakan lafazh “Sufiyyah”, lafazh

ini tidak dikenal di kalangan tiga generasi yang utama. Lafazh ini baru dikenal

dan dibicarakan setelah tiga generasi tersebut, dan telah dinukil dari beberapa

orang imam dan syaikh yang membicarakan lafazh ini, seperti Imam Ahmad

bin Hambal, Abu Sulaiman ad-Darani dan yang lainnya, dan juga

diriwayatkan dari Sufyan ats-Tsauri bahwasanya beliau membicarakan lafazh

ini, dan ada juga yang meriwayatkan dari Hasan Al Bashri.6

Pernyataan ulama dari kalangan tabi'in ini bisa menjadi acuan bagi

kita. Memang benar, tidak ada istilah tasawuf pada zaman Rasulullah saw.

Namun, realitasnya ada dalam kehidupan dan ajaran Rasulullah saw, seperti

sikap zuhud, wara’, qana'ah, taubat, ridho, sabar, dan lain-lain.

Pada awal munculnya Islam di jazirah Arab, agama Islam yang

didakwahkan oleh Nabi Muhammad saw tampak begitu sederhana. Formulasi

ajarannya begitu mudah dipahami karena Nabi Muhammad saw sendiri masih

menjadi panutan utama atau "uswatun hasanah/central figure" bagi umat

Islam, yang ajaran dan contoh tauladannya dapat diberikan secara langsung

tanpa perantara.

FنGمH GةI ل ن GوGٌةI حGس FسK LهH أ سKولH الل Gي رHف FمK Gك GانG ل GقGدF ك ل

ا ) Oير HGِث هG ك LرG الل GرG وGَذGك HGوFمG اآلخ Fي LهG وGال جKو الل FرG GانG ي ك٢١)

Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik

bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)

hari kiamat dan yang banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab/33:21).7

Dalam perkembangan sejarah sepeninggal Rasulullah, terjadi

perkembangan baru. Perluasan teritorial Islam merupakan suatu hal yang tidak

bisa dielakkan. Proses akulturasi, asimilasi serta percampuran dengan

6 Ihsan Ilahi Zhahir, at-Tasawwuf al-Mansya wa al-Mashadir, (Lahore: Cet, I, 1986), h. 43.

7 Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahannya, (Bandung: Syamil Cipta Media, 2004), h. 420.

4

Page 6: Studi Tasawuf (Pdpi) Revisi

kebudayaan lain merupakan proses yang tidak dapat dihindari. Ajaran Islam

yang rahmatan lil 'alamin perlu berjalan terus dan keluar dari wilayah Saudi

Arabiya dengan resiko pasti bersentuhan dengan kebudayaan lain.

Perkembangan pemikiran filsafat dalam Islam ikut memberi andil yang

cukup besar untuk hidup suburnya pemikiran tasawuf dalam dunia muslim.

Sudah merupakan hukum sejarah keilmuan, jika satu cabang ilmu telah

berkembang manjadi satu disiplin tersendiri dengan tokoh-tokoh pendukung

dan pencetusnya yang solid. Rukun iman menjadi bidang cakupuan teologi

atau kalam, rukun Islam menjadi bidang garapan fuqaha dengan lembaga

seperti mufti, qadi, peradilan agama, waqaf dan sebagainya, dan ihsan menjadi

bidang garapan tasawuf, yang kemudian dalam perkembangan selanjutnya

menjadi kelompok-kelompok tareqat, maka terjadilah pergumulan di bawah

sadar para pengasuhnya untuk memperebutkan pengaruh diantara para

pendukung dan penggemar ilmu-ilmu tersebut, lebih-lebih lagi jika unsur luar

ikut campur

Dalam hubungan ini, unsur tasawuflah yang paling subur untuk

dimasuki pengaruh dari luar, baik dari greko-gnostik, doktrin Kristen.

Manikea maupun India. Konsepsi "Ihsan" yang begitu sederhana berubah

menjadi rumit. Pengaruh Syi'ah Imam 12 juga mulai ikut masuk. Mereka tidak

puas karena kegagalan dalam panggung politik, kemudian membentuk konsep

al-mahdi (imam yang ditunggu-tunggu). Para penguasa yang sunni didukung

oleh para ulama yang lebih menitikberatkan formalitas hukum fiqih dari

keberagamaan manusia. Meskipun aliran Sunni tidak memasukkan ajaran al-

mahdi dalam korpus ajaran murninya, tetapi pengikut Sunni di lapisan bawah

(agama populer rakyat) diam-diam mengakui adanya iman al-mahdi sebagai

pemimpin yang ditunggu-tunggu untuk melepaskan mereka dari himpitan

sosial-ekonomi yang tiada bertepi.8

Inilah beberapa faham dan ajaran yang menurut teorinya

mempengaruhi timbul dan munculnya sufisme di kalangan umat Islam.

Apakah teori ini benar atau tidak, itu paya dapat dibuktikan, tetapi

8 Muzakkir, Wawasan, h.13

5

Page 7: Studi Tasawuf (Pdpi) Revisi

bagaimanapun, dengan atau tanpa pengaruh dari luar, sufisme bisa timbul

dalam Islam.9

Ilmu tasawuf menurut Ibn Khaldun merupakan bagian dari ilmu-ilmu

syariat yang lahir kemudian dalam agama. Pada dasarnya, pendekatan para

ulama salaf seperti para sahabat dan para tabi'in yang datang sesudahnya

merupakan pendekatan yang benar dan berhak mendapatkan petunjuk, yang

bertumpu pada kesungguhan beribadah dan memfokuskan pengabdian pada

Allah SWT, menghindari kemegahan dan gemerlap dunia dengan segala

perhiasannya, berzuhud dari kenikmatan harta dan ketinggian jabatan yang

banyak diharapkan masyarakat pada umumnya dan mengasingkan diri dari

keramaian dunia dan berkhalwat untuk memusatkan diri dalam ibadah.

Ketika kecintaan dunia semakin merebak dalam kehidupan pada abad

ke 2 H dan sesudahnya, dimana manusia berlomba-lomba untuk menggapai

kemewahan, maka orang yang mengabdikan diri dalam kekhusyukan ibadah

mendapat sebutan khusus Ash-Shufiyyah dan al-Mutashawwifah.10

2. Perkembangan Pemikiran Tasawuf

Dalam sejarah perkembangannya para ahli membagi tasawuf menjadi

tiga arah perkembangan. Ada tasawuf yang mengarah pada teori-teori perilaku

(disebut juga dengan tasawuf salafi, tasawuf akhlaqi atau tasawuf sunni), ada

tasawuf yang mengarah pada teori-teori yang begitu rumit dan memerlukan

pemahaman yang lebih mendalam (disebut tasawuf falsafi) yang banyak

dikembangkan para sufi yang berlatar belakang filosof, disamping sebagai

sufi.11

Dan ada pula tasawuf irfani, yang dalam tinjauan analisis terhadap

tasawuf menunjukan bagaimana para sufi memiliki suatu konsepsi tentang

jalan (tariqah) menuju Allah, yang dimulai dengan latihan-latihan rohaniah

(riyadhah), secara bertahap menempuh berbagai fase yang dikenal dengan

tingkatan (maqam) dan keadaan (hal) yang berakhir mengenal Allah

9 Harun Nasution, Falsafat dan Mistisime dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, Cet. III, 1983), h. 59.

10 Ibnu Khaldun, Mukaddimah, (Pustaka al-Kautsar, Cet, II, 2012), h. 86511 Solihin, Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, Cet. I, 2008), h. 61

6

Page 8: Studi Tasawuf (Pdpi) Revisi

(ma'rifat). Lingkup perjalanan menuju Allah untuk memperoleh ma'rifat yang

berlaku di kalangan sufi sering disebut sebagai sebuah kerangka "irfani".12

12 Ibid, h. 75. Lihat juga Muzakkir, Studi Tasawuf, h. 38.

7

Page 9: Studi Tasawuf (Pdpi) Revisi

a) Sejarah Dan Perkembangan Tasawuf Salafi (Akhlaqi)

1) Abad pertama dan kedua Hijriyah

Disebut dengan fase asketisme (zuhud). Sikap asketisme ini banyak

dipandang sebagai pengantar kemunculan tasawuf. Fase ini tumbuh pada

abad pertama dan kedua Hijriyah. Pada pase ini terdapat individu-individu

dari kalangan muslim yang lebih memusatkan dirinya pada ibadah.

Menjalankan asketis dalam kehidupan, yaitu tidak mementingkan

makanan, pakaian maupun tempat tinggal. Mereka lebih banyak beramal

untuk hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan akhirat, yang

menyebabkan mereka lebih memusatkan diri pada jalur kehidupan dan

tingkah laku asketis. Diantara tokoh-tokoh terkemuka pada periode ini

adalah Hasan al-Bashri (21-110), Rabi'ah al-Adawiyah (95-185 H/717-801

M), kedua tokoh ini dijuluki sebagai zahid.

2) Abad Ketiga

Sejak abad ketiga Hijriyah, para sufi mulai menaruh perhatian

terhadap hal-hal yang berkaitan dengan jiwa dan tingkah laku.

Perkembangan doktrin-doktrin dan tingkah laku sufi dintadai dengan

upaya meneagkkan moral di tengah terjadinya dekadensi moral yang

berkembang ketika itu, sehingga di tangan mereka tasawuf pun

berkembang menjadi ilmu moral keagamaan atau ilmu akhlak keagamaan.

Kajian yang berkenaan dengan akhlak ini menjadikan tasawuf

terlihat sebagai amalan yang sangat sederhana dan mudah dipraktekkan

semua orang. Kesederhanaannya dapat dilihat dari kemudahan landasan-

landasan atau alur berpikirnya. Tasawuf pada alur yang sederhana ini

tampaknya banyak ditampilkan oleh kaum salaf. Perhatian mereka lebih

tertuju pad arealitas pengalaman Islam dalam praktek yang lebih

menekankan keterpujian perilaku manusia.

Pada abad ini perkembangan tasawuf terlihat lebih pesat, ditandai

dengan adanya segolongan ahli tasawuf yang mencoba menyelidiki inti

ajaran tasawuf yang berkembang masa itu. Mereka membaginya menjadi

tiga macam:

8

Page 10: Studi Tasawuf (Pdpi) Revisi

a) Tasawuf yang berintikan ilmu jiwa yaitu mengonsentrasikan kejiwaan

manusia pada khaliqnya sehngga ketenangan kejiwaan akibat pengaruh

keduniaan dapat teratasi dengan baik.

b) Tasawuf yang berintikan ilmu akhlak yaitu terkandung petunjuk-

petunjuk tentang cara berbuat baik serta cara menghindarkan

keburukan yang dilengkapi dengan riwayat.

c) Tasawuf yang berintikan metafisika yaitu terkandung ajaran yang

melukiskan hakikat Illahi.

3) Abad Keempat

Ditandai dengan kemajuan ilmu tasawuf yang lebih pesat dari

sebelumnya, karena usaha maksimal ulama tasawuf untuk

mengembangkan ajaran tasawufnya masing-masing. Akibatnya kota

Baghdad yang hanya satu-satunya kota terkenal sebagai pusat kegiatan

tasawuf yang paling besar sebelum masa itu, tersaingi oleh kota-kota besar

lainnya.

Perkembangan tersebut tidak mengurangi perkembangan tasawuf

di kota Baghdad, bahkan penulisan kitab-kitab tasawuf disana mulai

bermunculan.

Cici-ciri lain yang tedapat pada abad ini ditandai dengan semakin

kuatnya unsur filsafat yang mempengaruhi corak tasawuf, karena banyak

buku filsafat yang tersebat di kalangan umat Islam dari hasil terjemahan

orang-orang muslim sejak permulaan Daulah Abbasiyah. Pada abad ini

pula mulai dijelaskannya perbedaan ilmu zahir dan ilmu batin, yang dibagi

oleh ahli tasawuf menjadi 4 yaitu :

a) Ilmu syariah

b) Ilmu tariqah

c) Ilmu haqiqah

d) Ilmu ma'rifah

9

Page 11: Studi Tasawuf (Pdpi) Revisi

4) Abad Kelima Hijriyah

Pada abad ini tasawuf cenderung mengadakan pembaharuan, yakni

dengan mengembalikannya ke landasan Alquran dan as-Sunnah (tasawuf

sunni). Seperti Al-Ghazali yang melancarkan kritikan tajam terhadap

filosof, kaum mu'tazilah dan batiniyah. Al-Ghazali lah yang berhasil

memancangkan prinsip-prinsip tasawuf yang moderat seiring dengan ahli

sunnah wal jama'ah dan bertentangan dengan tasawuf al-Hallaj dan Abu

Yazid al-Bustami, terutama mengenai soal karakter manusia. Pada masa

al-Ghazali jugalah tasawuf sunni ini memperoleh bentuk yang final.

Al-Qusyairi dan al-Harawi. Al-Qusyairi menolak para sufi yang

mengajarkan syathahat, yang mengucapkan ungkapan-ungkapan penuh

kesan terjadinya perpaduan antara sifat-sifat ketuhanan, khususnya sifat

terdahulu-Nya dengan sifat-sifat kemanusiaan, khususnya sifat baharunya.

5) Abad Keenam Hijriyah dan Seterusnya

Sejak abad keenam Hijriyah, sebagai akibat pengaruh kepribadian

al-Ghazali yang begitu besar, pengaruh tasawuf sunni semakin meluas ke

seluruh pelosok dunia Islam. Keadaan ini memberi peluang bagi

munculnya para tokoh sufi yang mengembangkan tarekat-tarekat dalam

rangka mendidik para muridnya, seperti Sayyid Ahmad ar-Rifa'i (w. 570

H), Sayyid Abdul Qadir al-Jailani (w. 651 H).

b) Sejarah Dan Perkembangan Tasawuf Falsafi

Tasawuf falsafi disebut pula dengan tasawuf nazhari, merupakan

tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis (tasawuf) dan

visi rasional (filsafat). Tasawuf filosofis ini mulai muncul sejak abad keenam

Hijriyah, meskipun tokohnya baru dikenal seabad kemudian. Sejak itu tasawuf

jenis ini terus hidup dan berkembang, terutama dikalangan para sufi yang juga

filosof, sampai menjelang akhir-akhir ini.

Tokoh pertama yang dapat dipandang sebagai tokoh tasawuf falsaf

adalah Ibn Masarrah dari Cordova, Andalusia (w. 319 H/931 M) yang

menganut paham emanasi yang mirip dengan paham emanasi Plotinus (w. 270

M) Diantara mereka terdapat Suhrawardi al-Maqtul (w. 549 H/1153 M) dari

persia juga menganut paham yang mirip dengan paham emansi al-Farabi atau

10

Page 12: Studi Tasawuf (Pdpi) Revisi

Ibn Sina., Syekh Akbar Muhyiddin Ibnu Arabi (w. 638 H) dengan kitabnya

Hikmah al-Isyraqiyah, Ibnu Faridh (w. 632 H), Abdul Haqq Ibnu Sab'in al-

Mursi (w. 669 H). Mereka banyak menimba berbagai sumber dan pendapat

asing seperti filsafat Yunani dan khususnya Neo-Platonisme, yang mempunyai

teori mendalam mengenai soal jiwa, moral, pengetahuan, wujud dan sangat

bernilai baik ditinjau dari segi tasawuf filsafat dan berdampak besar bagi para

sufi mutakhir. Tasawuf falsafi ini mencapai puncak kesempurnaannya pada

pengajaran Ibn Arabi dari Andalusia (w. 638 H/1240 M). 13 Tasawuf ini

memperoleh tanah yang subuh terutama di Persia. Umumnya kalangan Syi'ah

Ismailiyah dan Syiah Dua Belas dapat membenarkan paham ini dan berbagai

paham falsafi lainnya. Karena pulalah tasawuf falsafi bisa juga disebut sebagai

tasawuf Syi'i, dengan pengertian tasawuf yang dapat diterima oleh umumnya

atau kebanyakan kaum Syi'ah.14

. C. Variasi Praktek dan Pengkajiannya

Para sufi punya cara yang berbeda dalam mengimplementasikan hidup dan

ajaran tasawufnya. Pengalaman-pengalaman dalam mendekatkan diri kepada

Allah menjadikan praktek tasawuf itu lebih bervariasi. Karena tujuan dari sufi itu

adalah berada sedekat mungkin dengan Tuhan sehingga tercapai persatuan, maka

cara mencapai tujuan itu panjang dan berisi maqamat.15 Maqamat yang biasa

disebutkan antara lain tobat, zuhud, sabar, tawakal dan rida.

Banyak mengeluarkan cinta pada Tuhan, yang mengatakan “Aku

mengabdi kepada Tuhan bukan karena takut masuk neraka atau bukan pula ingin

masuk surga, tetapi karena cintaku kepada-Nya. Cinta kepada Tuhan begitu

memenuhi jiwanya sehingga di dalamnya tidak ada lagi ruangan untuk cinta

kepada yang lain.

Faham al-ma’rifah yang berbeda bagi setiap orang. Ma’rifah tentang ke

Esaan Allah yang dimiliki orang awam didasarkan kepada taklid, ma’rifah utama

bersumber kepada dalil. Sedangkan ma’rifah bagi ahli sufi atau wali-wali Allah

bersumber kepada kasyf dan musyahadah. Ma’rifah yang benar kepada Allah

13 Ibid, h. 6814 Muzakkir, Studi,, h. 38.15 Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Beberapa Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1986), h..

78.

11

Page 13: Studi Tasawuf (Pdpi) Revisi

membawa sinar-Nya dalam hati hingga terang dan jelas, membuat orang selalu

mendekat kepada Allah sehingga menjadi fana dalam keesaan-Nya.

Mungkin layak dikatakan bahwa praktek spritual (tasawuf) adalah inti

ajaran sufisme. Sudut pandangan teori-teori dan metafisikanya telah

dielaborasikan oleh para sufi tapi tentu saja kehidupan dalam sufi dapat kita

jumpa dalam meditasi (dzikir), shalat, puasa dan praktek sehari-hari lainnya.

Dalam faktanya, sebahagian besar sufi menetapkan beragam dan bermacam-

macam praktek tasawuf. Praktek-praktek yang bersifat mediatif ini benar jika

dihubungkan dengan apa yang disebut sebagai “mengingat” nama-nama Allah.

Di dalam tasawuf akhlaqi untuk menghilangkan penghalang yang

membatasi manusia dengan Tuhannya, ahli-ahli tasawuf menyusun sebuah sistem

atau cara yang tersusun atas dasar didikan tiga tingkat yang beri nama: takhalli

(membebaskan diri, membersihkan jiwa dari sifat yang tercela), tahalli (mengisi

atau menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri bersikap, berperilaku akhlak

terpuji), dan tajalli (terungkapnya nur ghaib atau kelihatan Allah dalam hati.

D. Pendekatan Utama dalam Pengkajian Tasawuf

Metodologi penelitian tasawuf sesungguhnya memerlukan kerangka yang

berbeda dengan kerangka metode penelitian keagamaan yang lain. Alasannya

karena metode-metode yang selama ini dipergunakan dalam penelitian agama

secara umum seringkali tidak mampu menerangkan dengan jelas apa sebenarnya

makna di belakang fakta-fakta keagamaan tersebut.

Dengan melihat kecenderungan spiritual dunia, maka penelitian tasawuf

memiliki signifikansinya. Penelitian tasawuf diarahkan pada upaya untuk

menemukan bagaimana tasawuf memiliki signifikansi bagi kehidupan dan

peradaban manusia. Penelitian tasawuf diarahkan untuk memahami rekayasa

sosial, sejarah, dan peradaban. Penelitian tasawuf juga diarahkan untuk

memahami problema psikis manusia, juga untuk merumuskan psiko-fisik

manusia. Penelitian tasawuf diarahkan pada pembentukan mental skill.

Penelitian tasawuf juga dapat dikembangkan pada aspek dunia akademis

untuk menemukan temuan baru misalnya dalam aspek bimbingan dan konseling,

12

Page 14: Studi Tasawuf (Pdpi) Revisi

dalam bidang kesehatan, pelayanan kemasyarakatan, juga pada perusahaan dan

instansi-instansi pemerintah.16

Dalam kajian dan arah penelitian tasawuf, berikut ini dikemukakan

beberapa model penelitian atau pendekatan tasawuf 17:

1. Pendekatan Tematik

Yaitu pendekatan yang mencoba menyajikan ajaran tasawuf sesuai

dengan tema-tema tertentu. Yang berdasarkan pada studi kritis terhadap ajaran

tasawuf yang pernah berkembang dalam sejarah, Seperti pendekatan yang

dilakukan Sayyed Husein Nasr ketika melakukan penelitian di bidang tasawuf

yang disajikan dalam bukunya berjudul Tasawuf dulu dan Sekarang yang

diterjemahkan oleh Abdul Hadi W.M. Nasr. Dan juga dilakukan oleh Harus

Nasution yang disajikan dalam bentuk buku yang berjudul Filsafat dan

Mistisisme dalam Islam.

Penelitian yang menggunakan pendekatan tematik tersebut

terasa lebih menarik karena langsung menuju kepada persoalan

tasawuf dibandingkan dengan pendekatan yang bersifat tokh.

Penelitian tersebut sepenuhnya bersifat deskriptif eksploratif, yakni

menggabamrkan ajaran sebagaimana adanya dengan

mengemukakannya sedemikian rupa walaupun hanya dalam garis

besarnya saja.

2. Pendekatan Eksploratif

Yaitu menggali tasawuf dari berbagai sumber literatur ilmu tasawuf

dengan mencari sandaran pada Alquran dan Hadis. Yang dilakukan oleh

Mustafa Zahri dengan hasil penelitiannya tertuang dalam sebuah buku

berjudul Kunci Memahami Ilmu Tasawuf. Menyajikan tentang kerohanian

dalam kehidupan Nabi saw, kunci mengenal Tuhan, sendi kekuatan batin,

tarikat dari segi arti dan tujuannya. Selanjutnya diungkapkan tentang

membuka tabir, zikrullah, istighfar dan bertaubat, do’a, waliyullah, kramat,

mengenal diri sebagai cara mengenal Tuhan, makna laa ilaha illa allah, hakikat

pengertian tasawuf, dan ajaran tentang makrifat.

16 Supiana, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, Edisi Revisi, 2012), h. 254.

17 Supiana, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, Edisi Revisi, 2012), h. 254. Lihat juga Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta : Rajawali Press, Cet. 17, 2010), h. 289-294.

13

Page 15: Studi Tasawuf (Pdpi) Revisi

14

Page 16: Studi Tasawuf (Pdpi) Revisi

3. Pendekatan Studi Tokoh

Studi tentang tokoh dengan paham yang khas. Yang dilakukan oleh

Kautsar Azhari Noor dalam rangka penulisan disertasinya dengan judul

penelitian Ibn Arabi : Wahdat al Wujud dalam Perdebatan. Penelitian ini

cukup menari, karena dilihat dari paham yang dibawakan yaitu wahdah al-

wujud telah menimbulkan kontroversi dan perdebatan yang menghebohkan di

kalangan para ulama, karena paham tersebut dinilai membawakan paham

reinkarnasi atau paham serba Tuhan sehingga seolah-olah Tuhan ada dimana-

mana, menyatu dengan benda-benda alam, padahal yang sesungguhnya

bukanlah demikian. Tuhan tetap satu, yang banyak itu hanyalah sifat Tuhan,

bukan zatnya.

4. Pendekatan Kombinasi

Yaitu antara pendekatan tematik dan pendekatan tokoh. Penelitian ini

dilakukan oleh J. Arberry terdapat dalam buku Pasang Surut Aliran Tasawuf.

Dari isi penelitian ia menggunakan analisis kesejarahan, yakni berbagai tema

tasawuf seperti firman Tuhan, kehidupan Nabi, tarikat sufi dan lainnya, dan

tidak dilakukan proses aktualisasi nilai ajaran tersebut dalam konteks

kehidupan modern yang lebih luas.

E. Tokok dan Karya Utama Dalam Kajian Tasawuf18

Tokoh-tokoh sufi itu banyak sekali. sebenarnya tidak dapat dihitung dan

ditunjukkan, mana ulama-ulama yang menjadi atau dianggap tokok sufi itu, besar

atau kecil, masyhur atau kurang dikenal, bergantung kepada banyak atau sedikit

pengaruhnya, banyak atau sedikit pengikutnya, luas atau tidak luar tersiar

tarekatnya. kebanyakan yang mengumumkan kemasyhuran tokok-tokoh sufi itu

adalah murid-muridnya atau mereka yang sepaham dengannya dalam sesuatu

pendirian sufi.

18 Solihin, Ilmu, h. 122 - 192, lihat juga Muzakkir, Wawasan, h. 30-105.

15

Page 17: Studi Tasawuf (Pdpi) Revisi

1. Tasawuf Akhlaqi dan Tokoh-Tokohnya

a) al-Muhasibi (165-243 H)

Nama lengkapnya adalah Abu 'Abdillah al-Harits bin Asad al-Basri

al-Baghdadi al-Muhasibi. Lahir di Basrah pada tahun 165 H/781 M dan

meninggal di Basrah pada tahun 243 H/857 M. Karya utamanya adalah

Al-Ra’iyah li Ruquq al-Insan.

b) al-Qusyairi ( 376-465)

Nama lengkapnya adalah 'Abdul Karim bin Hawazin lahir pada

tahun 376 H. Karya utamanya Risalah al-Qusyairiyah.

Buku ini bertujuan meluruskan pemahaman keagamaan Islam

tentang konsep tasawuf, akidah tasawuf, pengalaman-pengalaman mistis,

terminal-terminal spiritual Islam. Di samping berusaha membongkar dan

menata kembali kekeliruan-kekeliruan itu untuk dikembalikan pada posisi

semula, buku ini juga memaparkan konsep-konsep sufi, yang hampir

setiap poin disajikan secara lengkap dan utuh, gamblang dan penuh

pesona.

c) al-Ghazali (450-505H/1058-111M)

Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad

bin Muhammad a-Tusi, di dunia Timur dikenal dengan nama al-Ghazali,

sedangkan di dunia Barat dikenal dengan nama Algazel. Lahir pada tahun

450 H/1058 M. Karya utamanya adalah Ihya ‘Ulum al-Din merupakan

karya monumental Hujjatul Islam yang mencakup beberapa pembahasan

dalam bidang tauhid, fiqh, hadis, tasawuf, sosial kemasyarakatan, ilmu

jiwa, pendidikan, prinsip-prinsip dalam beretika, beberapa prinsip dalam

ilmu ushul dan hakekat diturunkannya syariat, hikmah serta rahasianya,

dan Al-Munqiz min al-Dhalal merupakan kitab yang merekam jelas

kegelisahan al-Ghazali selama pengembaraan intelektualnya. Dalam kitab

ini, al-Ghazali menceritakan dengan jujur bahwa proses pencarian

“kebenaran” tidaklah semudah apa yang dibayangkan orang. Ia butuh

pengorbanan, keberanian, kejujuran serta kesungguhan.

16

Page 18: Studi Tasawuf (Pdpi) Revisi

2. Tasawuf Irfani dan Tokoh-Tokohnya

a) Abu Mansur al-Hallaj (244-309 H/858-922 M)

Nama lengkapnya adalah Abu Mughits al-Husaini bin Mansur bin

Muhammad al-Badihawi lahir di Baida kota kecil dekat Persia pada tahun

244 H/858 M. Ia menulis sekitar 46 buku dan risalah mengenai berbagai

aspek mistisisme islam, diantaranya : 1). al-Ahruf al-Muhaddasah wa al-

Azaliyah wa al-Asma' al-Kulliyah; 2). al-Ushul wa al-Furu'; 3). Sirr

al-'Alam wa al-Mab'us; 4). al-Adl wa at-Tauhid; 5) Ilmu Baqa wa al-

Fana; 6) Mad an-Nabi wa Masal al-A'la; 7) Huwa-Huwa; 8). at-Tawasin.

Tawasin (kitab kematian) adalah risalah al-Hallaj yang didalamnya

banyak dijumpai kata-kata Ana al-Haqq. Karya ini ditulis dalam bentuk

prosa Arab dan dibagi menjadi 10 bagian yang ringkas. Pembahasan kitab

ini dimulai dengan doktrin kesucian, disandarkan pada pengalaman

personal dan dikemas dalam bentuk yang halus dan penuh semangat

dialektika.

3. Tasawuf Falsafi dan Tokoh-Tokohnya

a) As-Suhrawardi al-Maqtul (549-587 H)

Nama lengkapnya Aub al-Futuh Yahya bin Habsy bin Amrak, lahir

di Suhrawardi 549H dan meninggal di Alepo atau Halb tahun 587 H).

Karya utamanya Himah al-Isyraq yang berisi pendapat-pendapatnya

tentang paham tasawuf Isyarqi (iluminatif) yang pada umumnya

cenderung bercorak simbolik dan sukar dipahami karena diungkap secara

samar-samar.

b) Ibnu 'Arabi (560-638 H/1165-1240 M)

Nama lengkapnya Muhammad bin 'Ali bin Ahmad bin 'Abdullah

ath-Tha'i Al-Haitami. Lahir di Murcia, Andalusia Tenggala, Spanyol tahun

560 H, wafat 638 H. Karya utamanya al-Futuhat al-Makiyyah, Tarjuman

al-Asywaq, Fusus al-Hikam.

Al-Futuhat al-Makiyyah pada umumnya memperbincangkan

prinsip-prinsip metafisik serta berbagai permasalahan tasawuf disamping

berbagai pengalaman relegius yang dialami Ibnu ‘Arabi. Sedangkan Fusus

Al-Hikam berisikan mutiara hikmah 27 nabi.

17

Page 19: Studi Tasawuf (Pdpi) Revisi

c) Ibn Sab'in (614 - 669 H)

Nama lengkapnya "abdul Haqq ibn Ibrahim Muhammad ibn Nashr,

lahir (614 H / 1217/1218 M) di Murcia, wafat 669 H. Karya utamanya

Budd al-‘Arif, disunting oleh Dr. Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani.

Karya-karya tulis Ibn Sab’in pada umumnya bercorak simbolis dan begitu

samar maknanya. Dalam karya-karya tulisnya tersebut dia terkadang

memakai sibol-simbol, seperti halnya para ahli huruf serta nama, untuk

menguraikan alirannya.

d) Al-Jilli (767-805 H/1365-1403 M)

Nama lengkapnya 'Abdul Karim bin Ibrahim al-Jilli, lahir 1365 M

di Jilan, wafat 1417 M. Karya utamanya 1) Al-Insan al-Kamil fi

Ma’rifatah al-Awakhir wa al-Awa’il, mengupas dengan mendalam konsep

insan kamil (manusia sempurna) secara sistematis. 2) Al-Durrah

al-‘Ayniyah fi al-Syawahid al-Ghaybiyah, merupakan antologi puisi yang

mengandung 534 bait syair, 3) Al-Kahf wa al-Raqim fi Syarh Bi Ismi Allah

al-Rahman al-Rahim, merupakan kajian mendalam mengenai kalimat

Basmalah secara panjang lebar menurut tafsir sufi. Menjelaskan ayat

pertama surat al-Fatihah, huruf demi huruf, yang menurutnya merupakan

lambang-lambang/simbol-simbol yang mempunyai makna tersendiri. 4)

Lawami al-Barq, 5) Maratib al-Wujud, menjelaskan tentang tingkatan

wujud dan disebut juga dengan judul Kitab Arba’in Maratib, 6) Al-Namus

al-Aqdam. terdiri dari 40 juz, masing-masing juz seakan-akan terlepas dari

juz lainnya dan mempunyai judul tersendiri. Akan tetapi sangat

disayangkan sebagian besar dari buku ini tidak ditemukan lagi.

F. Perkembangan Mutakhir Studi Tasawuf

Apa yang ingin dicoba ungkapkan dari sufisme terdahulu adalah bahwa

sufisme telah tegas menempatkan penghayatan keagamaan yang paling benar pada

pendekatan esoteris, pendekatan batiniyah. Dampak dari pendekatan esoteris ini

adalah timbulnya kepincangan dalam aktualisasi nilai-nilai Islam, karena lebih

mengutamakan makna batiniyah saja atau ketentuan yang tersirat saja dan sangat

kurang memperhatikan aspek lahiriyah formalnya. Oleh karena itulah wajar

18

Page 20: Studi Tasawuf (Pdpi) Revisi

apabila kemudian dalam penampilannya, kaum sufi tidak tertarik untuk

memikirkan masalah sosial masyarakat, bahkan terkesan mengarah ke privatisasi

agama. Disisi lain terdapat pula kelompok muslim (bahkan mayoritas) yang lebih

mengutamakan aspek-aspek formal-lahiriyah ajaran agama melalui pendekatan-

eksoteris-rasional. Mereka lebih menitikberatkan perhatian pada segi-segi syariah

sehingga kelompok ini disebut kaum lahiri.

Dilihat dari sejarah pemikiran Islam pernah terjadi polemik panjang yang

menimbulkan ketegangan antara dua kubu yang berbeda orientasi penghayatan

keagamaan. Dari banyak usaha percobaan rekonsili antara dua kubu yang berbeda

itu, apa yang telah dilakukan al-Ghazali-seperti yang telah disebutkan terdahulu-

dipandang paling berhasil reformasi sufisme terdahulu dan merupakan tajdid

(pembaharuan) Sufisme Sunni. Landasan pikir yang dikembangkannya adalah apa

yang dikenal dengan istilah syariat, tarekat dan hakikat yang terpadu secara utuh.

Artinya, bahwa penghayatan keagamaan harus melalui proses gradual dan

kumulatif antara syariat dan sufisme secara benar dan mendalam, harus melalui

proses tarekat. Akan tetapi sepeninggal al-Ghazali, usaha ini terlihat mengendor

seirirama dengan munculnya gerakan spritualitas massal dalam bentuk tarekat

(ordo sufi) dan munculnya sufisme falsasi sufisme spekulatif melalui karya Ibnu

Arabi.

Sepanjang yang diketahui, terminologi Neo-Sufiems yang pertama kali

dimunculkan oleh pemikir muslim kontemporer, yaitu Fazlur Rahman dalam

bukunya Islam dengan tujuan penekanan yang lebih intens pada penguatan iman

sesuai dengan prinsin-prinsip akidah Islam dan penilaian terhadap kehidupan

duniawi sama pentingnya dengan kehidupan ukhrawi. Kemunculan istilah ini

tidak begitu saja diterima pemikir muslim, akan tetapi justru memancing polemik

dan diskusi yang luas. Sebelum Fazlur Rahman, sebetulnya di Indonesia Hamka

telah menampilkan istilah tasawuf modern dalam bukunya "Tasawuf Modern",

tetapi dalam buku ini tidak dituliskan kata Neo-Sufisme. Keseluruhan isi buku ini,

terlihat adanya kesejajaran prinsip-prinsipnya dengan tasawuf al-Ghazali kecuali

dalam hal uzlah, karena Hamka justru menghendaki agar seorang pencari

kebenaran hakiki tetap aktif dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.19

19 A. Rivai Siregar, Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, Edisi Revisi, Cet. 2, 2002), h. 311-312.

19

Page 21: Studi Tasawuf (Pdpi) Revisi

G. Penutup

Tasawuf sebagai salah satu bidang studi Islam, sangat penting untuk

kelangsungan hidup manusia seutuhnya, karena tasawuf mengarahkan manusia

kepada penyucian diri dari pengaruh dunia, menghiasi diri dengan akhlak yang

baik untuk mendekatkan diri kepada Allah, yang pada gilirannya sampai kepada

pengetahuan ma'rifah.

Tasawuf bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah walaupun dalam

perkembangannya dipengaruhi oleh unsur asing. Tasawuf telah berkembang sejak

akhir abad ke dua Hijriah walaupun pada abad pertama hijriyah telah kelihatan

dalam bentuk kehidupan asketis (zuhud) yang dipraktekkan Rasulullah dan para

sahabatuan ma’rifah.

Ada beberapa pendekatan dalam kajian tasawuf, pendekatan tematik,

pendekatan eksploratif, pendekatan studi tokoh dan pendekatan kombinasi. Tokoh

dan karya utama dalam kajian tasawuf diantaranya adalah Imam Al-Ghazali

dengan karya momentalnya Ihya ‘Ulum al-Din, Ibnu Arabi dengan karyanya Al-

Futuhat al- Makkiyah dan Fushush al-Hikam dan lain-lain yang telah disebutkan

sebelumnya.

Perkembangan mutakhir tasawuf bermula dari pemikiran Fazlur Rahman

dengan konsep neo sufisme yang dirangkup dalam buku berjudul "Islam". Di

Indonesia, Hamka telah menampilkan istilah tasawuf modern dalam bukunya

“Tasawuf Modern”. Kalau Al-Ghazali mensyaratkan uzlah dalam penjelajahan

menuju kualitas hakikat, maka Hamka justru menghendaki agar seorang pencari

kebenaran hakiki tetap aktif di berbagai aspek kehidupan masyarakat.

20

Page 22: Studi Tasawuf (Pdpi) Revisi

DAFTAR PUSTAKA

Aceh, Abu Bakar, Pengantar Ilmu Tarekat, Solo: Ramadhani, Cet. XIII, 1996.

Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahannya, (Bandung: Syamil Cipta Media, 2004.

Khaldun, Ibnu, Mukaddimah, Pustaka al-Kautsar, Cet, II, 2012.

Muzakkir, Studi Tasawuf, Sejarah, Perkembangan, Tokoh dan Analisisnya, Bandung: Citapustaka Media Perintis, Cet. I, 2009.

––––––––, Wawasan Tasawuf, dari Masa Klasik ke Masa Modern, Bandung: Cita Pustaka Media, Cet. I, 2007.

Nasution, Harun, Falsafat dan Mistisime dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, Cet. III, 1983.

––––––––––––––, Islam Ditinjau Dari Beberapa Aspeknya, Jakarta: UI Press, 1986.

Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta : Rajawali Press, Cet. 17, 2010.

Siregar, A. Rivai, Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Edisi Revisi, Cet. 2, 2002.

Solihin, Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia, Cet. I, 2008.

Supiana, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, Edisi Revisi, 2012.

Zhahir, Ihsan Ilahi, at-Tasawwuf al-Mansya wa al-Mashadir, Lahore: Cet, I, 1986.