pengkajian abses

22
ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Anamnesis Keluhan utama yang sering menjadi alas an klien untuk meminta bantuan pelayanan kesehatan adalah adanya gejala neorologis (kelemahan ekstermitas, penurunan penglihatan, kejang). a. Riwayat penyakit sekarang Faktor penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui jenis kuman penyebab. b. Riwayan penyakit terdahulu Pengkajian yang pernah dialami pasien yang memungkinkan adanya huungan atau menjadi presdiposisikeluhan sekarang meliputi pernahkah klien mengalami riwayat trauma langsung dari trauma intracranial atau pembedahan atau infeksi dari daerah lain. 2. Pengkajian psiko-sosio-spiritual Pengkajian psikologis klien dengan abses otak meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Malakuakn pengkajian secara menyeluruh dengan klien,member pertanyaan dan pengawasan untuk menentukan kelayakan emosi dan pikiran. Sedangkan

Upload: ardi-supartha

Post on 05-Feb-2016

31 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Pengkajian abses

TRANSCRIPT

Page 1: Pengkajian abses

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Anamnesis

Keluhan utama yang sering menjadi alas an klien untuk meminta bantuan

pelayanan kesehatan adalah adanya gejala neorologis (kelemahan ekstermitas,

penurunan penglihatan, kejang).

a. Riwayat penyakit sekarang

Faktor penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui jenis kuman

penyebab.

b. Riwayan penyakit terdahulu

Pengkajian yang pernah dialami pasien yang memungkinkan adanya huungan

atau menjadi presdiposisikeluhan sekarang meliputi pernahkah klien

mengalami riwayat trauma langsung dari trauma intracranial atau pembedahan

atau infeksi dari daerah lain.

2. Pengkajian psiko-sosio-spiritual

Pengkajian psikologis klien dengan abses otak meliputi beberapa dimensi yang

memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi,

kognitif, dan perilaku klien. Malakuakn pengkajian secara menyeluruh dengan

klien,member pertanyaan dan pengawasan untuk menentukan kelayakan emosi dan

pikiran. Sedangkan pengkajian dalam mekanisme koping yang secara sadar biasa

digunakan klien selama masa stress meliputi kemampuan klien untuk mendiskusikan

masalah kesehatan saat ini yang tela diketahui dan perubahan perilaku akibat stress.

Karena klien harus dirawat inap maka keadaan ini juga bisa mempengruhi status

ekonomi klien.

3. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan sebaiknya sebaiknya dilakuakn persistem (B1-B6) dengan focus

pada pemeriksaan b3 (Brain) yang terarah dihubungkan dengan keluhan dari klien

Page 2: Pengkajian abses

dimulai dari TTV. Peningkatan suhu pada klien abses otak 38-41 derajat celcius.

Keadaan ini karena terjadinya inflamasi dan proses supurasi di jaringan otak.

Penurunan denyut nadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Apabila

disertai peningkatan frekuensi pernafasan seing berhubungan dengan peningkatan laju

metabolism dan terjadi infeksi pada system pernfasansebelum mengalami abses otak.

TD normal atau meningkat berhubungan dengan peningkatan TIK.

B1 (Braething)

Inspeksi kemampuan klien batuk, produksi sputum , sesak nafas, penggunaan otot bantu

nafas, dan peningkatan frekuensi pernapasan dan gangguan pada system pernapasan.

Palpasi thoraks untuk menilai taktil primitus, pada efusi pleura atau abses paru taktil

premitus akan menurun pada sisi yang sakit. auskultasi bunyi napas tambahan.

B2 (Blood)

Pengkajian pada system kardiovaskuler terutama dilakuakn pada klien abses otak pada

tahap lanjut apabila klien sudah mengalami syok.

B3 (Brain)

Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan focus dan lengkap dibandingkan system ang lain.

Tingkat kesadaran

Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan paling penting

yang membutuhkan pengkajian. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien abses otak

biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien mengalami

koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesdaran.

Fungsi serebral

Status mental: observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara, dan

observasi ekspresi wajah serta aktivitas motorik yang pada klien bses otak tahap lanjut

mengalami perubahan pada status mental.

Pemeriksaan system cranial

Saraf I, tidak ada klien dan fungsi penciuman

Page 3: Pengkajian abses

Saraf II, pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama pada abses otak supuratif

disertai dengan abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya

peningkatan TIK.

Saraf III, IV, VI, pada tahap lanjut abses otak yang mengganggu kesadaran, tanda-tanda

perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan ,tanpa alas an yang tidak

diketahui klien biasanya mengalami fotofobia.

Saraf V, VII, VII, IX, X, XI, XII, tida mengalami kelainan ataupun perubahan.

Sistem motorik

Kekuatan menurun, control keseimbangan dan koordinasi pada abses otak tahap lanjut

mengalami perubahan sehingga klien mengalami kelemahan ekstermitas dan mengganggu

aktivitas sehari-hari.

Pemeriksaan refleks

Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, periosteum derajat

refleks respon normal.

Gerakan involunter

Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum terutama pada anak

dengan abses otak disertai dengan peningkatan suhu,dan peningkatan TIK.

System sensorik

Pada system sensorik tidak pengalami perubahan.

4. Pemerikasaan Diagnostik

Menggunakan CT scan sangat baik dalam menentukan letak abses, setelah evolusi dan resolusi

lesi-lesi supuratif, dan dalam menetukan waktu yng optimal untuk dilaksanakan intervensi

pembedahan.

Page 4: Pengkajian abses

B. Diagnosa keperawatan

1. Infeksi b/d invasi bakteri ke otak, penyabaran infeksi dari daerah lain dan organ lain.

2. Peningkatan tekanan intra kranial b/d desakan otak oleh adanya nanah pada jaringan otak.

3. Perubahan perfusi jaringan otak b/d peradangan dan edema pada otak dan selaput otak.

4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d akumulasi secret, kemampuan batuk menurun

akibat penurunan kesadaran.

5. Nyeri kepala b/d iritasi selaput dan jaringan otak.

6. Hipertermi b/d proses infeksi

7. Resiko cedera b/d kejang, perubahan status mental, dan penurunan tingkat kesadaran.

8. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidakmampuan menelan, keadaan

hipermetabolik.

9. Gangguan mobilitas fisik b/d kelemahan ekstermitas

10. Gangguan pemenuhan ADL b/d kelemahan ekstremitas

11. Gangguan persepsi sensori b/d penurunan kesadaran (koma)

12. Ansietas pada keluarga b/d kondisi pasien yang memburuk

13. Gangguan integritas kulit b/d bedrest total dalam keadan koma

C. Intervensi

Dx I : infeksi b/d invasi bakteri ke otak, penyabaran infeksi dari daerah lain dan organ lain.

Tujuan : tidak terjadi peningkatan TIK pada klien

Kriteria hasil : -Klien tidak gelisah.

-Klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan muntah.

-GCS : 4, 5, 6.

-Tidak terdapat papiledema.

-TTV dalam batas normal (Suhu= 36,5-37,40C, Nadi =60-100 x/menit, RR=16-20

x/menit, TD=80/120mmHg).

Intervensi Rasional

Page 5: Pengkajian abses

DX II: Perubahan perfusi jaringan otak b/d peradangan dan edema pada otak dan selaput otak

.

Tujuan: Dalam waktu 3x 24 jam setelah diberikan intervensi perfusi jaringan otak meningkat.

Kriteria hasil: Tingkat kesadaran meningkat menjadi sadar, dosorientasi negative, konsentrasi baik,

perfusi jaringan dan oksigenasi baik, TTV dalam batas normal, dan syok dapat dihindari.

Intervensi Rasional

1. Monitor klien dengan ketat, terutama

setelah lumbal fungsi. Anjurkan klien

berbaring minimal 4-6 jam setelah

lumbal fungsi.

Mencegah nyeri kepala yang menyertai perubahan

tekanan intracranial.

2. Monitor tanda-tanda peningkatan

tekanan intracranial selama perjalanan

penyakit

Mendeteksi tanda-tanda syok yang harus dilaporkan

kedokter untuk intervensi awal.

3. Monitor tanda-tanda vital dan

neurologis tiap 5-30 menit. Catat dan

laporkan segera perubahan-perubahan

tekanan iintrakranial ke dokter.

Perubahan-perubahan ini menandakan ada

perubahan tekanan intracranial dan penting untuk

intervensi awal.

4. Hindari posisi tungkai ditekuk atau

gerakan-gerakan klien, anjurkan untuk

tirah baring.

Mencegah peningkatan tekanan intracranial

Page 6: Pengkajian abses

5. Tinggikan sedikit kepala klien dengan

hati-hati, cegah gerakan yang tuba-tiba

serta hindari flexi leher.

Mengurangi tekana intracranial.

6. Bantu seluruh aktifitas dan gerakan-

gerakan klien, beri petunjuk untuk

BAB, anjurkan klien untuk

menghembuskan nafas dalam, cegah

posisi flexi pada lutut.

Mencegah keregangan otot yang dapat menimbulkan

peningkatan tekanan intracranial.

7. Waktu prosedur perawatan

disesuaikan dan diatur tepat waktu

dengan periode relaksasi: hindari

rangsangan lingkungan yang tidak

perlu.

Mencegah eksitasi yang merangsang otak yang

sudah iritasi dan dapat menimbulj\kan kejang.

8. Beri penjelasan kepada keadaan

lingkungan kepada klien.

Mengurangi disorientasi dan untuk klasifikasi

persepsi sensorik yang terganggu.

9. Evaluasi selama masa penyembuhan

terhadap gangguan motorik, sensorik,

dan intelektual.

Merujuk ke rehabilitasi.

10. Kolaborasi pemberian steroid

osmotik.

Menurunkan tekanan intracranial.

DX I: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d akumulasi secret, kemampuan batuk

menurun akibat penurunan kesadaran.

Tujuan: Dalam waktu 3x 24 jam setelah dikasi tindakan, jalan nafas kembali efektif.

Kriteria hasil: Secara subyektif sesak nafas (-), frekuensi nafas 16-20x/mnt, tidak menggunakan

otot bantu nafas, retraksi (-), ronki (-/-), dapat mendemontrasikan cara batuk

efektif.

Intervensi Rasional

Page 7: Pengkajian abses

1. Kaji fungsi paru, adanya bunyi nafas

tambahan, perubahan irama dan

kedalaman, penggunaan otot-otot

aksesori, warna, dan kekentalan

sputum.

Memantau dan mengatasi komplikasi potensial.

Pengkajian fungsi pernafasan dengan interval yang

teratur adalah penting karena pernafasan yang

tidak efektif dan adanya kegagalan akibat adanya

kelemahan atau paralisis pada otot-otot interkostal

dan diafragma berkembang dengan cepat.

2. Atur posisi fowler dan semifowler. Peninggian kepala tempat tidur memudahkan

pernafasan, meningkatkan ekspansi dada, dan

meningkatkan batuk lebih efektif.

3. Ajarkan cara batuk efektif. Klien berada pada resiko tinggi bila tidak

dapat batuk dengan efektif untuk

membersihkan jalan nafas dan mengalami

kesulitan dalam menelan, sehingga

menyebabkan aspirasi saliva dan mencetuskan

gagal nafas akut.

4. Lakukan fisioterapi dada: vibrasi

dada.

Terapi fisik dada membantu meningkatkan

batuk lebih efektif.

5. Penuhi hidrasi cairan via oral, seperti

minum air putih dan opertahankan

asupan cairan 2500 ml/hari.

Pemenuhan cairan dapat mengencerkan mucus

yang kental dan dapat membantu pemenuhan

cairan yang banyak keluar dari tubuh.

6. Lakukan pengisapan lender di jalan

nafas.

Pengisapan mungkin diperlukan untuk

mempertahankan kepatenan jalan nafas

menjadi bersih.

DX III: Nyeri kepala b/d iritasi selaput dan jaringan otak.

Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam keluhan nyeri berkurang /rasa sakit terkendali.

Page 8: Pengkajian abses

Kriteria hasil: Klien dapat tidur dengan tenang, wajah rileks, dan klien memverbalisasikan rasa sakit.

Intervensi Rasional

1. Usahakan membuat lingkungan yang

aman dan tenang.

Menurunkan reaksi terhadap rangsangan eksternal

atau kesensitifan terhadap cahaya dan

menganjurkan klien untuk beristirahat.

2. Kompres dingin (es) pada kepala Dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh

darah otak.

3. Lakukan penatalaksanaan nyeri dengan

metode distraksi dan relaksasi nafas

dalam.

Membantu menurunkan (memutuskan) stimulasi

sensasi nyeri.

4. Lakukan latihan gerak aktif /pasif

sesuai kondisi dengan lembut dan hati-

hati.

Dapat membantu relaksasi otot-otot yang tegang

dan menurunkan nyeri/rasa tidak nyaman.

5. Kolaborasi pemberian analgetik. Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa

sakit. Catatan: Narkotika merupakan

kontraindikasi karena berdampak pada status

neurologis sehingga sukar untuk dikaji

Dx XI : Hipertermi b/d proses infeksi

Tujuan : terjadi penurunan suhu tubuh

Criteria hasil : - TTV Normal

-pasien tidak mengeluh panas

-kulit teraba panas

Intervensi Rasional

1. Observasi TTV Mengetahui perkembangan keadaan pasien

2. Kompres pasien dengan air hangat Menurunkan panas secara konduksi

Page 9: Pengkajian abses

3. Anjurkan pasien menggunakan pakaian

tipis dan menyerap keringat

Memberi rasa nyaman dan mencegah

dehidrasi

4. Anjurkan pasien minum air putih 2000-

2500 CC

Mencegah terjadinya dehidrasi

5. Kolaborasi pemberian antipiretik dan

antibiotik

Antipiretik sebagai obat penurun panas

dan antibiotik sebagai pencegah infeksi

DX IV: Resiko cedera b/d kejang, perubahan status mental, dan penurunan tingkat kesadaran.

Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam perawatan, klien bebas dari cedera yang disebabkan oleh kejang

dan penurunan kesadaran.

Kriteria hasil: Klien tidak mengalami cedera apabila ada cedera berulang.

Intervensi Rasional

1. Monitor kejang pada tangan, kaki,

mulut, dan otot-otot muka lainnya.

Gambaran iritabilitas system saraf pusat

memerlukan evaluasi yang sesuai dengan

intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya

komplikasi.

2. Persiapkan lingkungan yang aman

seperti batasan ranjang, papan

pengaman, dan alat suction selalu

berada dekat klien.

Melindungi klien bila kejang terjadi.

3. Pertahankan bedrest total selama fase

akut.

Mengurangi resiko jatuh/cedera jika terjadi

vertigo dan ataksia.

4. Kolaborasi pemberian terapi:

diazepam, fenobarbital.

Mencegah atau mengurangi kejang. Catatan:

fenobarbital dapat menyebabkan depresi

pernafasan dan sendasi.

Page 10: Pengkajian abses

DX V: Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidakmampuan menelan, keadaan

hipermetabolik

Tujuan: Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dalam waktu 5x 24 jam.

Kriteria hasil: Turgor baik, asupan dapat masuk sesuai kebutuhan, terdapat kemampuan menelan,

sonde dilepas, berat badan meningkat 1kg, Hb dan albumin dalam batas normal.

Intervensi Rasional

1. Observasi tekstur dan turgor kulit. Mengetahui status nutrisi klien.

2. Lakukan oral higiene. Kebersihan mulut merangsang nafsu makan.

3. Observasi asupan dan keluhan Mengetahui keseimbangan nutrisi klien.

4. Observasi posisi dan keberhasilan

sonde.

Menghindari resiko infeksi/indikasi.

5. Tentukan kemampuan klien dalam

mengunyah, menelan, dan refleksi

batuk.

Menetapkan jenis makanan yang akan

diberikan pada klien.

6. Kaji kemampuan klien dalam

menelan, batuk, dan adanya secret.

Dengan mengkaji factor-faktor tersebut dapat

menentukan kemampuan menelan klien dan

mencegah rsiko aspirasi.

7. Auskiltasi bising usus, amati

penurunan, atau hiperaktivitas

bising usus.

Fungsi gastrointestinal bergantung pada

kerusakan otak. Bising usus menentukan

respon pemberian makanan atau terjadinya

komplikasi, misalnya pada ileus..

8. Timbang berat badan sesuai

indikasi.

Mengevaluasi efektivitas dari asupan

makanan.

9. Berikan makanan dengan cara

meninggikan kepala.

Menurunkan resiko regurgitasi atau aspirasi.

10. Letakkan posisi kepala lebih tinggi

pada waktu, selama, dan sesudah

Untuk klien lebih mudah untuk menelan

karena gaya gravitasi.

Page 11: Pengkajian abses

makan.

11. Stimulasi bibir untuk menutup dan

membuka mulut secara manual

dengan menekan ringan diatas

bibir/di bawah dagu jika

diperlukan.

Membantu dalam melatih kembali sensorik

dan meningkatkan control muscular.

12. Letakkan makanan pada daerah

mulut yang tidak terganggu.

Memberiakn stimulasi sensorik (termasuk

rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha

untuk menelan dan meningkatkan masukan.

13. Berikan makanan dengan perlahan

pada lingkungan yang tenang.

Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme

makanan tanpa adanya distraksi dari luar.

14. Anjurkan klien menggunakan

sedotan untuk minum.

Makanan lunak/cair mudah untuk

dikendalikan di dalam mulut dan

menurunkan resiko terjadinya

tersedak.

15. Anjurkan klien untuk

berpartisipasi dalam program

latihan/kegiatan.

Dapat meningkatkan pelepasan

endifrin dalam otak yang

meningkatkan nafsu makan.

16. Kolaborasi dengan tim dokter

untuk member cairan melalui IV

atau makanan melalui selang.

Mungkin diperlukan untuk

memberikan cairan pengganti dan

jyuga makanan jika klien tidak mampu

untuk memasukkan segala sesuatu

melalui mulut.

DX VII: Gangguan mobilitas fisik b/d kelemahan ekstermitas

Tujuan : klien dapat melakukan aktivitas secara bertahap sesuai batas kemampuannya

Page 12: Pengkajian abses

Criteria hasil : - pasien dapat meningkatkan mobilitas fisik

-pasien dapat meningkatkan fungsi yang lemah

-pasien data menunjukkan teknik yang mampu melkukan aktivitas

Intervensi Rasional

1. Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh

cedera atu pengobatan dan perhatikan persepsi

pasien terhadap imobilisasi.

1. Pasien mungkin dibatasi oleh

pandangan diri persepsi diri tentang

keterbatasan fisik actual,memerlukan

informasi atau intervensi untuk

meningkatkan kesehatan.

2. Instruksikan pasien untuk bantu dalam rentang

gerak pasien atau aktif ada ekstremitas yang

lemah dan tak lemah.

2. Meningkatkan aliran ke otot dan

tulanguntuk meningkatkan tonus otot,

mempertahankan gerak sendi,

mencegah konstraktur/atropi dan

resorbsi kalsium karena tidak

digunakan.

3. Awasi tekanan darah dngan melakuakn

aktifitas dan perhatikan keluhan pusing

3. Hipotensi postural adalah masalah

umum untuk menyertai tirah baring

lama dan dapat memerlukan

intervensi khusus.

4. Auskultasi bising usus awasi kebiasaan

eliminasi dan berikan keteraturan defekasi rutin.

Tempatkan pada pispot,bila mungkin berikan

privasi.

4. Tirah baring, pengunaan analgesic,

dan perubahan dalm kebiasaan diet

dapat memperlambat peristaltic dan

menghasilkan konstipasi.

Dx : Gangguan pemenuhan ADL b/d kelemahan ekstremitas

Page 13: Pengkajian abses

Tujuan :

Kriteria hasil :

Dx : Gangguan persepsi sensori b/d penurunan kesadaran (koma)

Tujuan :

Kriteria hasil :

DX XIII: Ansietas pada keluarga b/d kondisi pasien yang memburuk

Tujuan : Kecemasan keluarga berkurang

Criteria hasil : -Keluarga tampak lebih tenang

-Keluarga mengatakan cemas sudah berkurang

Intervensi Rasional

Page 14: Pengkajian abses

1. kaji status mental dan tingkat ansietas

dari keluarga

1. Gngguan tingkat kesadaran dapat

mempengaruhi ekspresi rasa takut tetapi tidak

menyangkal keberadaanya.

2. Berikan penjelasan hubungan antara

proses penyakit dan gejalanya

2. Meningkatkan pemahaman, mengurangi rasa

takut karena ketidaktahuan dan data membantu

menurunkan ansietas.

3. Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan

prosedur sebelum dilakukan.

3. Dapat meringankan ansietas terutama ketika

pemeriksaan tesebut melibatkan otak.

DX X : Gangguan integritas kulit b/d bedrest total dalam keadan koma

Tujuan : klien dapat sembuh tanpa komplikasi

Criteria hasil : -kulit bersih dan kelembaban cukup

-Kulit tidak berwarna merah

-Kulit pada bokong tidak terasa ngilu

Intervensi Rasional

1. kerjasama dengn keluarga untuk sabun

mandi saat mandi.

1. Sabun mengandung antiseptic yang dapat

menghilangkan kuman dan kotoran pada kulit

sehingga kulit bersih dan tetap lembab.

2. Pelihara kebersihan dan kerapian linen

setiap hari.

2. Linen yang bersih dan rapi mengurangi resiko

kerusakan kulit dan mencegah masuknya

mikroorganisme

3. Merubah posisi pasien setiap 3-4 jam sekali 3. Mencegah penekanan yang terlalu lama yang

dapat menyebabkan iritasi.

D. Implementasi

Page 15: Pengkajian abses

Merupakan penerapan dari rencana kegiatan yamng telah ditetapkan pada intervensi diatas

yang diarahkan untuk mengatasi masalah klien.

Untuk mencapai satu keberhasilan tindakan yang diberikan harus berorientasi pada standard

an prinsip perawatan yaitu : Pemenuhan rasa nyaman ,aman, selamat dan ekonomis

E. Evaluasi

Tahap evaluasi dalam proses keperawatan mencakup pencapaian terhadap tujuan apakah

masalah teratasi atau tidak, dan apabila tidak berhasil perlu dikaji, direncanakan dan

dilaksanakan dalam jangka waktu panjang dan pendek tergantung respon dalam keefektifan

intervensi.