pbl anemia hemolitik autoimun

20
Diagnosis dan Penatalaksanaan Pasien Anemia Hemolitik Autoimun Kelompok F-5 Ketylne Lawra Hutajulu – 10.2009. 22 Ayu Anas Silvya – 10.2010.072 Maria Natalia MFL - 10.2011.052 Tegar Gemilang Watari – 10.2011.114 Julianti D Ranbayar - 10.2011.167 Raditia Kurniawan – 10.2011.219 Olivia – 10.2011.232 Jelita Septiwati Sitanggang – 10.2011.385 Bio Swadi Ghutama – 10.2011.388 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510 No. Telp (021) 5694-2061 Fax: (021) 563-1731 I. Pendahuluan Anemia merupakan masalah medic yang paling sering dijumpai diklinik di seluruh dunia, disamping sebagai masalah kesehatan masyarakat, terutama di negara berkembang. Oleh karena frekuensinya yang demikian sering, anemia, terutama anemia ringan seringkali tidak mendapat perhatian dan dilewati oleh para dokter dipraktek klinik. Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah masa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam yang cukup ke jaringan perifer. Secara praktis anemia ditunjukan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, atau hitung eritrosit. Tetapi yang paling 1

Upload: notageek

Post on 24-Nov-2015

61 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Anemia Hemolitik Autoimun`

TRANSCRIPT

Diagnosis dan Penatalaksanaan Pasien Anemia Hemolitik Autoimun

Kelompok F-5Ketylne Lawra Hutajulu 10.2009. 22Ayu Anas Silvya 10.2010.072Maria Natalia MFL - 10.2011.052Tegar Gemilang Watari 10.2011.114 Julianti D Ranbayar - 10.2011.167 Raditia Kurniawan 10.2011.219Olivia 10.2011.232Jelita Septiwati Sitanggang 10.2011.385Bio Swadi Ghutama 10.2011.388

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510No. Telp (021) 5694-2061Fax: (021) 563-1731

I. PendahuluanAnemia merupakan masalah medic yang paling sering dijumpai diklinik di seluruh dunia, disamping sebagai masalah kesehatan masyarakat, terutama di negara berkembang. Oleh karena frekuensinya yang demikian sering, anemia, terutama anemia ringan seringkali tidak mendapat perhatian dan dilewati oleh para dokter dipraktek klinik. Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah masa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam yang cukup ke jaringan perifer. Secara praktis anemia ditunjukan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, atau hitung eritrosit. Tetapi yang paling lazim dipakai adalah kadar hemoglobin, kemudian hematokrit. Harus diingat bahwa terdapat keadaan-keadaan tertentu dimana ketiga parameter tersebut tidak sejalan dengan masa eritrosit, seperti pada dehidrasi, perdarahan akut dan kehamilan. Kadar hemoglobin dan eritrosit sangat bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, ketinggian tempat tinggal serta keadaan fisiologis tertentu seperti kehamilan.1 Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri, tetapi merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar. Oleh karena itu dalam diagnosis anemia tidaklah cukup hanya sampai kepada label anemia tetapi harus dapat ditegakan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut. Hal ini penting karena seringkali penyakit dasar tersebut tersembunyi, sehingga apabila hal ini dapat diungkap akan menuntun para klinisi ke arah penyakit berbahaya yang tersembunyi. Penentuan penyakit dasar juga penting dalam pengelolaan kausa anemia, karena tanpa mengetahui penyebab yang mendasari anemia tidak dapat diberikan terapi yang tuntas pada kasus anemia tersebut. Kelainan ini merupakan penyebab debilitas kronik yang mempunyai dampak besar terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta kesehatan fisik.1II. PembahasanParameter yang paling umum dipakai untuk menunjukan penurunan massa eritrosit adalah kadar hemoglobin diikuti oleh hematokrit dan hitung eritrosit. Yang menjadi masalah adalah berapakah kadar hemoglobin yang dianggap abnormal. Harga normal hemoglobin sangat bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, adanya kehamilan dan ketinggian tempat tinggal. Di negara barat kadar hemoglobin paling rendah untuk pria 14 g/dl dan 12 g/dl pada perempuan. Untuk keperluan klinik di Indonesia dan negara berkembang lainnya memakai kriteria hemoglobin kurang dari 10 g/dl sebagai awal dari work up anemia. Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena : 1.) gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang; 2.) kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan); 3.) proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis). Gejala umum anemia adalah gejala yang timbul pada setiap kasus anemia, apapun penyebabnya, apabila kadar hemoglobin turun dibawah harga tertentu. Gejala umum anemia ini timbul karena: 1.) anoksia organ; 2.) mekanisme kompensasi tubuh terhadap berkurangnya oksigen ke jaringan.1Gejala umum anemia menjadi jelas apabila kadar hemoglobin telah turun < 7 g/dl. Berat ringannya anemia bergantung pada derajat penurunan hemoglobin, kecepatan penurunan hemoglobin, usia, adanya kelainan jantung atau paru sebelumnya. Gejala anemia dapat digolongkan menjadi tiga jenis gejala yaitu :1. Gejala umum anemia : lemah, lesu, cepat lelah, tinnitus, mata berkunang, akral dingin, sesak napas, dan dyspepsia. Pada pemeriksaan pasien tampak pucat, yang mudah dilihat pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan dibawah kuku. 2. Gejala khas masing-masing anemia. Gejala ini spesifik untuk masing-masing jenis anemia. Sebagai contoh : Anemia defisiensi besi : disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, dan kuku sendok (koilonikia) Anemia megaloblastik : glositis, gangguan neurologis pada defisiensi vit B12. Anemia hemolitik : ikterus, splenomegali, dan hepatomegali Anemia aplastik : perdarahan dan tanda-tanda infeksi3. Gejala penyakit dasar. Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia sangat bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut. Misalnya gejala akibat infeksi cacing tambang yaitu sakit perut, pembengkakan parotis, dan warna kuning pada telapak tangan. Pada kasus tertentu sering gejala penyakit dasar lebih dominan, seperti misalnya pada anemia akibat penyakit kronik oleh karena arthritis reumatoid.1 Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses hemolisis. Hemolisis adalah pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya (sebelum masa hidup rata-rata eritrosit yaitu 120 hari). Hemolisis berbeda dengan proses penuaan, yaitu pemecahan eritrosit karena memang sudah cukup umurnya. Hemolisis dapat terjadi dalam pembuluh darah (ekstravaskular) yang membawa konsekuensi patofisiologik yang berbeda. Pada orang dengan sumsum tulang yang normal, hemolisis pada darah tepi akan direspons oleh tubuh dengan peningkatan eritropoiesis dalam sumsum tulang. Kemampuan maksimum sumsum tualng untuk meningkatkan eritropoiesis adalah 6-8 kali normal. Apabila derajat hemolisis tidak terlalu berat (pemendekan masa hidup eritrosit sekitar 50 hari) maka sumsum tulang masih mampu melakukan kompensasi sehingga tidak timbul anemia. Akan tetapi, jika kemampuan kompensasi sumsum tulang dilampaui maka akan terjadi anemia yang dikenal sebagai anemia hemolitik.1,2Anemia hemolitik merupakan anemia yang jarang dijumpai, tetapi bila dijumpai memerlukan pendekatan diagnosis yang tepat. Anemia hemolitik merupakan 6 % dari kasus anemia, menempati urutan ketiga setelah anemia aplastik dan anemia sekunder karena keganasan hematologik. Gambaran klinik anemia hemolitik sangat bervariasi disebabkan disebabkan oleh perjalanan penyakit (akut atau kronik) dan tempat kejadian hemolisis (intravaskuler atau ekstravaskuler) sehingga pada umumnya dilihat dari gejala kliniknya anemia hemolitik dibagi dapat dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu : Anemia hemolitik karena factor didalam eritrosit sendiri (intrakorpuskular), yang sebagian besar bersifat herediter-familiar. Anemia hemolitik karena factor diluar eritrosit (ekstrakorpuskuler), yang sebagian besar bersifat didapat.

Kedua jenis hemolisis ini mempunyai gambaran yang berbeda, dimana anemia hemolitik kronik herediter-familier didominasi oleh gejala akibat hemolisis ekstravaskuler yang berlangsung perlahan, sedangkan pada anemia hemolitik akut didapat terjadi hemolisis ekstravaskuler massif atau intravaskuler. Di klinik, khususnya penyakit dalam, anemia hemolitik yang paling banyak dijumpai adalah anemia hemolitik autoimun. Agaknya, anemia hemolitik herediter-familier hanya sebagian kecil yang dapat mencapai usia dewasa, sehingga lebih banyak dijumpai di bagian anak. Anemia hemolitik autoimun ditandai oleh hasil yang positif pada uji antiglobulin langsung (direct antiglobulin test, DAT) yang juga dikenal sebagai uji Coombs dan dibagi menjadi tipe hangat (warm) dan dingin (cold) menurut reaksi antibody yang lebih kuat pada eritrosit yang dilakukan pada suhu 37oC atau 4oC.2,3 AnamnesisAnamnesis yang baik membawa kita menempuh setengah jalan ke arah diagnosis yang tepat. Keluhan yang dikeluhkan penderita perlu digali lebih lanjut untuk mendapatkan keterangan lebih terarah pada penyakit sehingga lebih mudah menegakkan serta memberikan keterangan pada pasien mengenai penyakitnya. Perlu dicatat kelengkapan status yang sering sudah menjadi baku, seperti: nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan anamnesis mengenai perjalanan penyakitnya.4 Identiras pasien: nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, alamat dsb. Keluhan utama: mudah lelah sejak 3 minggu R.penyakit sekarang: pasien merasa mudah lelah sejak 3 minggu terakhir ini, wajahnya terlihat pucat. Demam, mual, dan muntah disangkal pasien. Begitu juga dengan BAK & BAB tidak ada keluhan. R.penyakit dahulu: - Alergi: - R.pengobatan: - Alcohol: - Merokok: - R.keluarga: - R.sosial: -Pada pasien dengan kemungkinan anemia dapat ditanyakan perasaan lelah bersifat akut atau kronis, artinya baru-baru ini dirasakan atau memang sudah berlangsung cukup lama. Kemudian ditanyakan adakah riwayat perdarahan, jika ada akut atau kronis. Lalu adakah disfagia, gangguan neurologis, atau tanda-tanda infeksi. Adakah kelainan pada BAK dan BAB, seperti BAK berwarna gelap.1Pemeriksaan fisikDiawali dengan pemeriksaan keadaan umum pasien apakah baik, tampak sakit ringan atau sakit berat. Keadaan umum pasien dinilai sejak pasien masuk ruang periksa. Kemudian periksa tanda-tanda vital (TTV) pasien seperti tekanan darah, suhu, nadi, dan pernapasan. Pada pasien anemia biasanya didapatkan keadaan umum seperti pucat, akral dingin, berdebar, sesak, konjungtiva dan mukosa mulut tampak pucat. Setelah itu periksa secara lebih terarah keluhan utama pasien. Pada pemeriksaan fisik agar tidak ada yang terlewat, dimulai dari kepala hingga ekstermitas bawah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva pasien anemis, sclera ikterik, dan limpa teraba schufner II. Berikut secara garis besar pemeriksaan fisik yang sistemis : Kepala dan leher : konjungtiva anemis, sclera ikterik Thorak : - Abdomen : limpa teraba schufner II Ekstremitas : -Pemeriksaan fisik pada pasien dengan anemia dapat ditemukan letih, lesu, cepat lelah, tinnitus, mata berkunang, akral dingin, sesak napas, dan dyspepsia. Pada pemeriksaan pasien tampak pucat, yang mudah dilihat pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan dibawah kuku.1Pemeriksaan penunjangUntuk menyingkirkan kemungkinan lain dan untuk memastikan diagnosis yang tepat dapat dilakukan pemeriksaan penunjang. Tentu saja untuk memastikan bahwa pasien benar-benar anemia pemeriksaan sederhana untuk mengetauinya yaitu cek darah rutin atau cek darah lengkap. Dimana dari pemeriksaan darah itu didapatkan parameter anemia yaitu keadaan hemoglobin, hematokrit, dan hitung eritrosit. Tetapi pemeriksaan darah hanya sejauh mengenai anemia, belum kepada penyebab yang mendasari terjadinya anemia. Maka dari itu dapat dilakukan pemeriksaan yang lebih spesifik. Pemeriksaan ini terdiri dari : pemeriksaan penyaring (screening test), pemeriksaan darah seri anemia, pemeriksaan sumsum tulang, dan pemeriksaan khusus. Pemeriksaan penyaring : pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit dan hapusan darah tepi. Dari sini dapat dipastikan adanya anemia serta jenis morfologi anemia tersebut, yang sangat berguna untuk pengarahan diagnosis lebih lanjut. Pemeriksaan darah seri anemia : meliputi hitung leukosit, trombosit, hitung retikulosit dan laju endap darah. Sekarang sudah banyak dipakai automatic hematology analyzer yang dapat memberikan presisi hasil yang lebih baik. Pemeriksaan sumsum tulang : pemeriksaan ini dibutuhkan untuk diagnosis definitive pada beberapa jenis anemia. Pemeriksaan sumsum tualng mutlak diperlukan untuk diagnosis anemia aplastik, anemia megaloblastik, serta pada kelainan hematologic yang dapat mensupresi system eritroid. Pemeriksaan khusus hanya dikerjakan atas indikasi khusus, misalnya pada anemia defisiensi besi yang diperiksa seperti serum iron (SI), total iron binding capacity (TIBC), saturasi transferin, protoporfirin eritrosit, feritin serum. Anemia megaloblastik yang diperiksa seperti folat serum, vit B12 serum, tes supresi deoksiuridin dann tes Schiling. Anemia hemolitik yang diperiksa seperti bilirubin serum, tes Coomb, elektroforesis hemoglobin. Juga diperlukan pemeriksaan non-hematologik tertentu seperti permeriksaan faal hati, faal ginjal atau faal tiroid. Karena kasus pasien lebih mengarah pada anemia hemolitik autoimun maka pemeriksaan yang dapat meyakinkan ke arah tersebut adalah tes Coomb (Direct antiglobulin test). Tes Coombs bertujuan untuk mendeteksi adanya antibody tidak lengkap atau komplemen yang terdapat pada permukaan sel darah merah. Bila sel yang telah diliputi zat anti tidak lengkap (mengalami sensitisasi) ditambahkan serum Coombs (serum antiglobulin) maka akan terjadi aglutinasi. Hasil tes Coombs direk positif dijumpai pada Hemolitik Disease of the Newborn (HDN), anemia hemolitik autoimun, anemia hemolitik imun karena obat dan reaksi hemolitik pada transfuse darah. Sedangkan uji antiglobulin indirect digunakan sebagai bagian dari penapisan antibody rutin pada serum resipien sebelum transfusi dan untuk mendeteksi antibody golongan darah pada wanita hamil.1,3,5

Diagnosis kerjaDari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan bahwa pasien yang datang dengan keluhan mudah lelah tersebut menderita anemia hemolitik autoimun. Anemia hemolitik autoimun (AHA) merupakan suatu kelainan dimana terdapat autoantibody terhadap eritrosit sendiri sehingga menimbulkan destruksi (hemolisis) eritrosit dan usia eritrosit memendek. Berdasarkan sifat reaksi antibody, anemia hemolitik autoimun dibagi dalam 2 golongan, yaitu :1. AHA tipe panas (Warm AIHA) : reaksi antigen-antibodi terjadi maksimal pada suhu tubuh (37oC), antibody tersebut biasanya adalah immunoglobulin G (IgG).2. AHA tipe dingin (Cold AIHA) : reaksi antigen-antibodi terjadi maksimal pada suhu rendah (4oC), antibody tersebut biasanya adalah immunoglobulin M (IgM).Jika digabungkan dengan etiologinya, didapatkan klasifikasi sebagai berikut :1. Tipe panas (warm autoantibody type) autoantibody aktif maksimal pada suhu tubuh (37oC).a. Idiopatikb. Sekunderi. Penyakit limfoproliferatif, seperti leukemia limfositik kronik dan limfoma maligna.ii. Penyakit kolagen, seperti SLE, dan lain-lainiii. Penyakit-penyakit lainiv. Obat (tipe hapten; penisilin; tipe kompleks imun; tipe autoantibody; metildopa)2. Tipe dingin (cold autoantibody type) autoantibodi aktif pada suhu