anemia soca
DESCRIPTION
socaanemiaTRANSCRIPT
ANEMIA
1. Definisi AnemiaAnemia adalah penyakit kurang darah yang ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb)
dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah dibandingkan normal (Soebroto, 2010). Anemia
adalah keadaan menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit, dan jumlah sel darah merah
dibawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan (Arisman, 2007).
Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin yang
beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh
(Handayani dan Haribowo, 2008).
Anemia dapat didefinisikan sebagai nilai hemoglobin, hematokrit, atau jumlah
eritrosit per milimeter kubik lebih rendah dari normal (Dallman dan Mentzer, 2006).
Menurut Ahmad Syafiq, dkk (2008) Anemia didefinisikan sebagai keadaan di mana
level Hb rendah karena kondisi patologis. Menurut Anie Kurniawan, dkk (1998) Anemia
adalah suatu penyakit di mana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal.
Anemia adalah keadaan dimana kadar sel sel darah dan hemoglobin dalam darah
kurang dari normal. Hemoglobin terdapat dalam sel sel darah merah dan merupakan pigmen
pemberi warna merah sekaligus pembawa oksigen dari paru paru ke seluruh sel sel tubuh.
Oksigen ini akan digunakan untuk membakar gula dan lemak menjadi energi. Hal ini dapat
menjelaskan mengapa kurang darah menyebabkan gejala lemah lesu yang tidak biasa, merasa
cepat lelah, pucat, gelisah, dan terkadang sesak. Serta ditandai dengan warna pucat di
beberapa bagian tubuh seperti lidah dan kelopak mata. Walaupun gejalanya tidak terlihat atau
samar samar dalam jangka waktu lama. Kondisi ini tetap dapat membahayakan jiwa jika di
biarkan dan tidak diobati.Anemia biasanya terdeteksi setelah pemeriksaan darah untuk
mengetahui kadar sel darah merah , hemotokrit dan hemoglobin.
2. Kategori AnemiaBerikut ini kategori tingkat keparahan pada anemia (Soebroto, 2010) :
a. Kadar Hb 10 gr - 8 gr disebut anemia ringan
b. Kadar Hb 8 gr – 5 gr disebut anemia sedang
c. Kadar Hb kurang dari 5 gr disebut anemia berat
Kategori tingkat keparahan pada anemia (Waryana, 2010) yang bersumber
dari WHO adalah sebagai berikut:
a. Kadar Hb 11 gr% tidak anemia
b. Kadar Hb 9-10 gr % anemia ringan
c. Kadar Hb 7-8 gr% anemia sedang
d. Kadar Hb < 7 gr% anemia berat
Kategori tingkat keparahan anemia (Nugraheny E, 2009) adalah sebagai
berikut:
a. Kadar Hb < 10 gr% disebut anemia ringan
b. Kadar Hb 7-8 gr% disebut anemia sedang
c. Kadar Hb < 6gr% disebut anemia berat
d. Kadar Hb normal pada ibu nifas adalah 11-12 gr %
Pada penelitian ini menggunakan standart kementrian kesehatan yang
bersumber dari WHO.
3. Jenis-Jenis Anemiaa. Anemia Defisiensi Zat Besi
Anemia akibat kekurangan zat besi. Zat besi merupakan bagian dari molekul hemoglobin.
Kurangnya zat besi dalam tubuh bisa disebabkan karena banyak hal. Kurangnya zat besi pada
orang dewasa hampir selalu disebabkan karena perdarahan menahun, berulang-ulang yang
bisa berasal dari semua bagian tubuh (Soebroto, 2010).
b. Anemia Defisiensi Vitamin C
Anemia yang disebabkan karena kekurangan vitamin C yang berat dalam jangka waktu
lama. Penyebab kekurangan vitamin C adalah kurangnya asupan vitamin C dalam makanan
sehari-hari. Vitamin C banyak ditemukan pada cabai hijau, jeruk, lemon, strawberry, tomat,
brokoli, lobak hijau, dan sayuran hijau lainnya, serta semangka. Salah satu fungsi vitamin C
adalah membantu penyerapan zat besi, sehingga jika terjadi kekurangan vitamin C, maka
jumlah zat besi yang diserap akan berkurang dan bisa terjadi anemia (Soebroto, 2010).
c c. Anemia Makrositik
Anemia yang disebabkan karena kekurangan vitamin B12 atau asam folat yang diperlukan
dalam proses pembentukan dan pematangan sel darah merah, granulosit, dan platelet.
Kekurangan vitamin B12 dapat terjadi karena berbagai hal, salah satunya adalah karena
kegagalan usus untuk menyerap vitamin B12 dengan optimal (Soebroto, 2010).
d d. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik terjadi apabila sel darah merah dihancurkan lebih cepat dari normal.
Penyebabnya kemungkinan karena keturunan atau karena salah satu dari beberapa penyakit,
termasuk leukemia dan kanker lainnya, fungsi limpa yang tidak normal, gangguan kekebalan,
dan hipertensi berat (Soebroto, 2010).
e e. Anemia Sel Sabit
Yaitu suatu penyakit keturunan yang ditandai dengan sel darah merah yang berbentuk
sabit, kaku, dan anemia hemolitik kronik (Soebroto, 2010). Anemia sel sabit merupakan
penyakit genetik yang resesif, artinya seseorang harus mewarisi dua gen pembawa penyakit
ini dari kedua orang tuanya. Gejala utama penderita anemia sel sabit adalah:
1) Kurang energi dan sesak nafas
2) Mengalami penyakit kuning (kulit dan mata berwarna kuning)
3) Serangan sakit akut pada tulang dada atau daerah perut akibat
tersumbatnya pembuluh darah kapiler.
f f. Anemia Aplastik
Terjadi apabila sumsum tulang terganggu, dimana sumsum merupakan tempat pembuatan
sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), maupun trombosit (Soebroto, 2010).
g Anemia Penyakit Kronik
Anemia ini disebabkan oleh penyakit kronis tertentu, contohnya kanker dan HIV/AIDS.
Dapat mempengaruhi produksi sel darah merah, menghasilkan anemia kronis. Gagal
ginjal juga dapat menyebabkan anemia.
4. Jenis Virus atau Bakteri Penyebab Anemia.
Penyakit anemia tidak hanya disebabkan kekurangan hemoglobin ataupun zat besi,
namun juga bisa dikarenakan adanya jamur, cacing , bakteri, parasit atau peradangan di usus.
Di sisi lain, adanya penyakit kronik, seperti kecacingan, thalesimia, kanker, ginjal kronik,
hati, TBC, lupus, diare akut, gastritis esinofilik, bahkan HIV/ AIDS.
Cacingan merupakan masalah kesehatan yang perlu penanganan serius. Penyakit ini dapat
mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap penyakit dan terhambatnya tumbuh
kembang anak, karena cacing mengambil sari makanan yang penting bagi tubuh, misalnya
protein, karbohidrat dan zat besi yang dapat menyebabkan anemia. Cacing penyebab panyakit
anemia terdiri dari Cacing gelang (Ascaris lumbricoides), Cacing cambuk (Trichuris
trichiura), Cacing kremi (Enterobius vermicularis atau Oxyuris vermicularis), Cacing
tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale), Tremadota.
Kanker dapat menimbulkan anemia karena kanker meyebabkan umur sel darah merah
menjadi lebih pendek, menyebabkan hormon pembentuk eritrosit berkurang. Selain itu, sel –
sel kanker berkumpul di sum – sum tulang meyebabkan gangguan pembentukan sel darah
baru. Obat – obat kemoterapi juga memicu anemia karena membunuh sel – se darah muda
dan mengganggu kerja hormon pembentuk sel darah merah.
Penyakit anemia tidak secara langsung diakibatkan oleh virus atau bakteri, namun
keberadaan virus atau bakteri dalam waktu yang cukup lama dapat mengakibatkan gangguan
pada produksi sel darah merah. Seperti adanya virus HIV pada penyakit AIDS, bakteri
Tuberculosis pada TBC serta rotavirus, norwalk, adenovirus, bakteri Escherichia
coli, Salmonella sp., Shigella sp., Vibrio cholerae, Clostridium difficile pada penyakit diare
akut.
5. Jalur Masuk Anemia ke Tubuh Pasien anemia mempunyai pengurangan massa sel darah merah yang berarti dan
berhubungan dengan penurunan kapasitas darah dalam membawa oksigen. Dalam keadaan
normal, volume darah dipertahankan pada suatu tingkat yang hampir konstan. Karenanya,
anemia mengakibatkan penurunan konsentrasi sel-sel darah atau hemoglobin di dalam darah
tepi. (H, Ahmad. 1995. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Yogyakarta: EGC).
Anemia merupakan ketidakmampuan sumsum tulang membuat sel darah merah. Suatu
keadaan langka yang penyebabnya tidak diketahui pada sebagian besar kasus, kendati dapat
terjadi akibat penggunaan obat tertentu. (Weller, Barbara F. 1997. Kamus Saku Perawat Edisi
22. Jakarta: EGC).
Jalur masuknya penyakit anemia ke dalam tubuh dapat melalui jalur pencernaan,
pernapasan dan peredaran darah. Melalui jalur pencernaan yakni seringnya mengkonsumsi
makanan yang tidak steril, rendah zat besi serta keracunan makanan ataupun zat – zat beracun
seperti timbak (Pb). Di sisi lain, tangan yang tidak bersih sering kali digunakan untuk makan
hingga menjadi kecacingan.
Menurut Tarwoto, dkk (2010) adalah Pada umumnya masyarakat Indonesia (termasuk
remaja putri) lebih banyak mengkonsumsi makanan nabati yang kandungan zat besinya
sedikit, dibandingkan dengan makanan hewani, sehingga kebutuhan tubuh akan zat besi tidak
terpenuhi . Selain itu, Remaja putri biasanya ingin tampil langsing, sehingga membatasi
asupan makanan . Padahal setiap hari manusia kehilangan zat besi 0,6 mg yang diekskresi,
khusunya melalui feses (tinja). Remaja putri mengalami haid setiap bulan, di mana
kehilangan zat besi ±1,3 mg per hari, sehingga kebutuhan zat besi lebih banyak dari pada
pria.
Menurut Handayani dan Haribowo (2008), pada dasarnya gejala anemia timbul karena
dua hal yakni Anoksia organ target karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa
oleh darah kejaringan dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap Anemia.
Menurut Anie Kurniawan, dkk (1998), Anemia Gizi Besi dapat terjadi karena a.)
Kandungan zat besi dari makanan yang di konsumsi tidak mencukupi kebutuhan. Makanan
yang kaya akan kandungan zat besi adalah makanan yang berasal dari hewani (seperti ikan,
daging, hati, ayam). Makanan nabati (dari tumbuh-tumbuhan) misalnya sayuran hijau tua,
yang walaupun kaya akan zat besi, namun hanya sedikit yang bisa diserap dengan baik oleh
usus.
b.) Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi. Pada masa pertumbuhan seperti anak-anak
dan remaja, kebutuhan tubuh akan zat besi meningkat tajam. Pada masa hamil kebutuhan zat
besi meningkat karena zat besi diperlukan untuk pertumbuhan janin serta untuk kebutuhan
ibu sendiri. Pada penderita menahun seperti TBC.
c.) Meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh. Perdarahan atau kehilangan darah dapat
menyebabkan anemia. Hal ini terjadi pada penderita Kecacingan (terutama cacing tambang),
infeksi cacing tambang menyebabkan perdarahan pada dinding usus, meskipun sedikit tetapi
terjadi terus menerus yang mengakibatkan hilangnya darah atau zat besi. Malaria pada
penderita Anemia Gizi Besi, dapat memperberat keadaan anemianya, serta kehilangan darah
pada waktu haid berarti mengeluarkan zat besi yang ada dalam darah.
6. Etiologi ( Penyebab ) Anemia 1. Karena cacat sel darah merah
Sel darah merah mempunyai komponen penyusun yang banyak sekali. Tiap-tiap
komponen ini bila mengalami cacat atau kelainan, akan menimbulkan masalah bagi sel darah
merah sendiri, sehingga sel ini tidak berfungsi sebagai mana mestinya dan dengan cepat
mengalami penuaan dan segera dihancurkan. Pada umumnya cacat yang dialami sel darah
merah menyangkut senyawa-senyawa protein yang menyusunnya. Oleh karena kelainan ini
menyangkut protein, sedangkan sintesis protein dikendalikan oleh gen di DNA.
2. Karena kekurangan zat gizi
Anemia jenis ini merupakan salah satu anemia yang disebabkan oleh faktor luar tubuh,
yaitu kekurangan salah satu zat gizi. Anemia karena kelainan dalamsel darah merah
disebabkan oleh faktor konstitutif yang menyusun sel tersebut. Anemia jenis ini tidak dapat
diobati, yang dapat dilakukan adalah hanya memperpanjang usia Sel darah merah sehingga
mendekati umur yang seharusnya, mengurangi beratnya gejala atau bahkan hanya
mengurangi penyulit yang terjadi.
3. Karena perdarahan
Kehilangan darah dalam jumlah besar tentu saja akan menyebabkan kurangnya jumlah Sel
darah merah dalam darah, sehingga terjadi anemia. Anemia karena perdarahan besar dan
dalam waktu singkat ini secara nisbi jarang terjadi. Keadaan ini biasanya terjadi karena
kecelakaan dan bahaya yang diakibatkannya langsung disadari. Akibatnya, segala usaha akan
dilakukan untuk mencegah perdarahan dan kalau mungkin mengembalikan jumlah darah ke
keadaan semula, misalnya dengan tranfusi.
4. Karena otoimun
Dalam keadaan tertentu, sistem imun tubuh dapat mengenali dan menghancurkan bagian-
bagian tubuh yang biasanya tidak dihancurkan. Keadaan ini sebanarnya tidak seharusnya
terjadi dalam jumlah besar. Bila hal tersebut terjadi terhadap Sel darah merah , umur Sel
darah merah akan memendek karena dengan cepat dihancurkan oleh sistem imun.
7. Diagnosis (gejala atau tanda-tanda) Tanda-tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah:
1. kelelahan, lemah, pucat, dan kurang bergairah
2. sakit kepala, dan mudah marah
3. tidak mampu berkonsentrasi, dan rentan terhadap infeksi
4. asimtomatik
Tanpa gejala nyata dari suatu penyakit. Penyakit asimptomatik mungkin tidak akan
ditemukan sampai pasien melakukan tes medikal (sinar X atau investigasi lainnya).Beberapa
penyakit tetap tidak diketahui gejalanya untuk waktu yang panjang, termasuk anemia. Jika
pasien asimptomatik, jalan pencegahan harus ditempuh. Jika hal tersebut tidak segera di
lakukan maka akan terjadi tingkat keparahan terutama bila anemia terjadi dalam waktu yang
lama.
5. Letargi
Letargi adalah suatu keadaan di mana terjadi penurunan kesadaran dan pemusatan
perhatian serta kesiagaan. Kondisi ini juga seringkali dipakai untuk menggambarkan saat
seseorang tertidur lelap, dapat dibangunkan sebentar namun kesadaran yang ada tidak penuh,
dan berakhir dengan tertidur kembali. Pada saat mengalami letargi, penderita mungkin akan
mengalami kebingungnan yang disertai dengan mengigau, tetapi masih mempunyai sedikit
kemampuan untuk berkomunikasi.
1. Gejala khas yang dijumpai pada defisiensi besi dan tidak dijumpai pada anemia lain yaitu:
a.) Koilorikia : kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical, dan cekung sehingga menjadi
sendok.
b.) Atrofi papilla lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengilap karena papil lidah
menghilang.
c.) Stomatitis angularis : adanya peradangan pada sudut mulut, sehingga tampak pada bercak
berwarna pucat keputihan.
Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan kedalaman serta distribusi
kapiler mempengaruhi warna kulit, maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang
dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan, dan membran mukosa mulut serta konjungtiva
dapat digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.
Takikardia dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh kecepatan aliran darah yang
meningkat) menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat. Angina (sakit
dada), khususnya pada penderita yang tua dengan stenosis koroner, dapat diakibatkan karena
iskemia miokardium. Pada anemia berat, dapat menimbulkan payah jantung kongesif sebab
otot jantung yang kekurangan oksigen tidak dapat menyesuaikan diri dengan beban kerja
jantung yang meningkat. Dispnea (kesulitan bernafas), nafas pendek, dan cepat lelah waktu
melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman O2. Sakit
kepala, pusing, kelemahan dan tinnitus (telinga berdengung) dapat menggambarkan
berkurangnya oksigenasi pada susunan saraf pusat. Pada anemia yang berat dapat juga timbul
gejala saluran cerna yang umumnya berhubungan dengan keadaan defisiensi. Gejala-gejala
ini adalah anoreksia, nausea, konstipasi atau diare dan stomatitis (sariawan lidah dan mulut).
Cara Mendiagnosis Anemia Dalam mendiagnosis anemia tidak hanya berdasarkan gejala-gejala yang dikeluhkan
pasien, namun juga dari pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh dokter. Dokter memerlukan
tes laboratorium, uji laboratorium yang paling baik untuk mendiagnosis anemia meliputi
pengukuran hematokrit atau kadar hemoglobin (Hb). Anemia dapat didiagnosis dengan pasti
kalau kadar Hb lebih rendah dari batas normal, berdasarkan kelompok umur dan jenis
kelamin (Soebroto, 2010).
Pemeriksaan Anemia yang sering dilakukan yaitu :
a.) Metode Sahli
Metode sahli merupakan satu cara penetapan hemoglobin secara visual. Darah diencerkan
dengan larutan HCl sehingga hemoglobin berubah menjadi hematin asam.
b.) Hemometer Digital
Metode Hemometer Digital merupakan satu cara penetapan hemoglobin menggunakan
alat bantu digital yang akurat, lebih cepat dan simpel.
8. Tubuh Beraksi Terhadap Penyakit Anemia Kesimpulan apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel darah
merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperleh dengan
dasar:
1. Hitung retikulosit dalam sirkulasi darah;
2. Derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya,
seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
Anemia
↓
viskositas darah menurun
↓
resistensi aliran darah perifer
↓
penurunan transport O2 ke jaringan
↓
hipoksia, pucat, lemah
↓
beban jantung meningkat
↓
kerja jantung meningkat
↓
payah jantung
Pengaruh Anemia pada Struktur Jantung
Seperti yang telah diketahui bahwa anemia didefinisikan oleh WHO sebagai keadaan
kadar hemoglobin dalam darah < 13 g/dL pada pria atau < 12 g/dL pada wanita. Oksigen di
dalam darah berikatan dengan hemoglobin, dan dibawa ke seluruh tubuh tentunya melalui
peredaran darah. Dengan kata lain bila kadar hemoglobin dalam darah berkurang maka kadar
oksigen dalam darah pun akan berkurang karena oksigen kehilangan “transportasi”nya untuk
diedarkan ke seluruh tubuh.
Tubuh akan merespon yaitu melakukan kompensasi dengan cara meningkatkan jumlah
darah yang beredar dengan cara meningkatkan kerja jantung. Bila hal ini berlangsung terus
menerus dalam jangka waktu yang lama maka jantung kita akan mengalami perubahan
bentuk berupa pembesaran otot jantung (hipertrofi) karena dipakai berlebihan. Namun,hal ini
berakibat buruk pada jantung, masa kompensasi ini juga ada waktunya sampai di mana
jantung kita tidak dapat lagi berkompensasi dan mengalami yang kita sebut gagal jantung.
9. Patofisologis AnemiaAnemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar hemoglobin
(Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa makanan dan oksigen ke
seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang.
Akibatnya dapat menghambat kerja organ-organ penting, Salah satunya otak. Otak terdiri dari
2,5 miliar sel bioneuron. Jika kapasitasnya kurang, maka otak akan seperti komputer yang
memorinya lemah, Lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa diperbaiki
(Sjaifoellah, 1998).
Gejala klinis yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari berbagai sistem dalam
tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan neurologik (syaraf) yang
dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, anorexia (badan kurus kerempeng), pica, serta
perkembangan kognitif yang abnormal pada anak. Sering pula terjadi abnormalitas
pertumbuhan, gangguan fungsi epitel, dan berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah
mengenal anemia dengan 5L, yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala ini,
bisa dipastikan seseorang terkena anemia. Gejala lain adalah munculnya sklera (warna pucat
pada bagian kelopak mata bawah). Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang
tenaga dan kepala terasa melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke
atau serangan jantung(Sjaifoellah, 1998).\
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah
merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan
nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui.
Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat
akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang
menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin
yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis)
segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl,
kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan
hemolitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila
konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk
hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus
ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria).
Menurut Anie Kurniawan, dkk (1998), dampak anemia pada remaja putri ialah
Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar, mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi
badan tidak mencapai optimal, menurunkan kemampuan fisik olahragawati serta
mengakibatkan muka pucat.
Menurut Reksodiputro (2004) yang dikutip oleh Tarwoto, dkk (2010), komplikasi dari
anemia yaitu: Gagal jantung kongesif; Parestesia; Konfusi kanker; Penyakit ginjal; Gondok;
Gangguan pembentukan heme; Penyakit infeksi kuman; Thalasemia; Kelainan jantung;
Rematoid; Meningitis; Gangguan sistem imun.
Menurut Moore (1997) yang dikutip oleh Tarwoto, dkk (2010) dampak anemia pada
remaja adalah menurunnya produktivitas ataupun kemampuan akademis di sekolah, karena
tidak adanya gairah belajar dan konsentrasi, mengganggu pertumbuhan di mana tinggi dan
berat badan menjadi tidak sempurna, daya tahan tubuh akan menurun sehingga mudah
terserang penyakit, serta menurunnya produksi energi dan akumulasi laktat dalam otot.
10. Cara Pencegahan Anemia
Menurut Tarwoto, dkk (2010), upaya-upaya untuk mencegah anemia, antara lain sebagai
berikut:
a.) Makan makanan yang mengandung zat besi dari bahan hewani (daging, ikan, ayam, hati,
dan telur); dan dari bahan nabati (sayuran yang berwarna hijau tua, kacang-kacangan, dan
tempe).
b.) Banyak makan makanan sumber vitamin c yang bermanfaat untuk meningkatkan
penyerapan zat besi, misalnya: jambu, jeruk, tomat, dan nanas.
c.) Minum 1 tablet penambah darah setiap hari, khususnya saat mengalami haid.
d.) Bila merasakan adanya tanda dan gejala anemia, segera konsultasikan ke dokter untuk
dicari penyebabnya dan diberikan pengobatan.
Menurut Anie Kurniawan, dkk (1998), mencegah anemia dengan:
a. Makan-makanan yang banyak mengandung zat besi dari bahan makanan hewani (daging,
ikan, ayam, hati, telur) dan bahan makanan nabati (sayuran berwarna hijau tua, kacang-
kacangan, tempe).
b. Makan sayur-sayuran dan buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C (daun katuk,
daun singkong, bayam, jambu, tomat, jeruk dan nanas) sangat bermanfaat untuk
meningkatkan penyerapan zat besi dalam usus
c. Menambah pemasukan zat besi kedalam tubuh dengan minum Tablet Tambah Darah (TTD).
Menurut Lubis (2008) dalam referensi kesehatan.html, tindakan penting yang dilakukan
untuk mencegah kekurangan besi antara lain:
a.) Konseling untuk membantu memilih bahan makanan dengan kadar besi yang cukup secara
rutin pada usia remaja.
b.) Meningkatkan konsumsi besi dari sumber hewani seperti daging, ikan, unggas, makanan laut
disertai minum sari buah yang mengandung vitamin C (asam askorbat) untuk meningkatkan
absorbsi besi dan menghindari atau mengurangi minum kopi, teh, teh es, minuman ringan
yang mengandung karbonat dan minum susu pada saat makan.
c.) Suplementasi besi. Merupakan cara untuk menanggulangi ADB di daerah dengan prevalensi
tinggi. Pemberian suplementasi besi pada remaja dosis 1 mg/KgBB/hari.
d.) Untuk meningkatkan absorbsi besi, sebaiknya suplementasi besi tidak diberi bersama susu,
kopi, teh, minuman ringan yang mengandung karbonat, multivitamin yang mengandung
phosphate dan kalsium.
e.) Skrining anemia. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit masih merupakan pilihan untuk
skrining anemia defisiensi besi.
Menurut De Maeyer (1995) yang dikutip oleh Tarwoto, dkk (2010), pencegahan adanya
anemia defisiensi zat besi dapat dilakukan dengan tiga pendekatan dasar yaitu sebagai
berikut:
a.) Memperkaya makanana pokok dengan zat besi, seperti: hati, sayuran berwarna hijau dan
kacang-kacangan. Zat besi dapat membantu pembentukan hemoglobin (sel darah merah)
yang baru
b.) Pemberian suplemen zat besi. Pada saat ini pemerintah mempunyai Program
Penanggulangan Anemia Gizi Besi (PPAGB) pada remaja putri, untuk mencegah dan
menanggulangi masalah Anemia gizi besi melalui suplementasi zat besi
c.) Memberikan pendidikan kesehatan tentang pola makan sehat. Kehadiran makanan siap saji
(fast food) dapat mempengaruhi pola makan remaja. Makanan siap saji umumnya rendah zat
besi, kalsium, riboflavin, vitamin A, dan asam folat. Makanan siap saji mengandung lemak
jenuh, kolesterol dan natrium yang tinggi.
2.4.Pengobatan Anemia
Menurut Handayani dan Haribowo (2008), pada setiap kasus anemia perlu diperhatikan
prinsip-prinsip sebagai berikut ini :
a.) Terapi spesifik sebaiknya diberikan setelah diagnosis ditegakkan.
b.) Terapi diberikan atas indikasi yang jelas, rasional, dan efisien.
Jenis-jenis terapi yang dapat diberikan adalah:
1. Terapi gawat darurat
Pada kasus anemia dengan payah jantung atau ancaman payah jantung, maka harus segera
diberikan terapi darurat dengan transfusi sel darah merah yang dimampatkan (PRC) untuk
mencegah perburukan payah jantung tersebut.
2. Terapi khas untuk masing-masing anemia
Terapi ini bergantung pada jenis anemia yang dijumpai, misalnya preparat besi untuk
anemia defisiensi besi.
3. Terapi kausal
Terapi kausal merupakan terapi untuk mengobati penyakit dasar yang menjadi penyebab
anemia. Misalnya, anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang harus
diberikan obat anti-cacing tambang.
4. Terapi ex-juvantivus (empiris)
Terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat dipastikan, jika terapi ini
berhasil, berarti diagnosis dapat dikuatkan. Terapi hanya dilakukan jika tidak tersedia fasilitas
diagnosis yang mencukupi. Pada pemberian terapi jenis ini, penderita harus diawasi dengan
ketat. Jika terdapat respons yang baik, terapi diteruskan, tetapi jika tidak terdapat respons,
maka harus dilakukan evaluasi kembali.
Menurut Yayan Ahyar Israr (2008) Setelah diagnosis ditegakan maka dibuat rencana
pemberian terapi, terapi terhadap anemia difesiensi besi dapat berupa :
a.) Terapi kausal: tergantung penyebabnya, misalnya, pengobatan cacing tambang, pengobatan
hemoroid, pengobatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia
akan kambuh kembali.
b.) Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh
1. Besi per oral merupakan obat pilihan pertama karena efektif, murah, dan aman. preparat
yang tersedia, yaitu:
a. Ferrous sulphat (sulfas ferosus): preparat pilihan pertama (murah dan efektif). Dosis: 3 x
200 mg.
b. Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate, harga lebih
mahal, tetepi efektivitas dan efek samping hampir sama.
2. Besi parenteral
Efek samping lebih berbahaya, serta harganya lebih mahal. Indikasi, yaitu :
a. Intoleransi oral berat
b. Kepatuhan berobat kurang
c. Kolitis ulserativa
d. Perlu peningkatan Hb secara cepat (misal preoperasi, hamil trimester akhir).
c.) Penatalaksanaan yang juga dapat dilakukan
1. Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis diberikan antelmintik
yang sesuai.
2. Pemberian preparat Fe : Pemberian preparat besi (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis
4-6 mg besi elemental/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu makan.
Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin normal.
3. Bedah : Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena
diverticulum Meckel.
4. Suportif : Makanan gizi seimbang terutama yang megandung kadar besi tinggi yang
bersumber dari hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan).
Menurut Ahmad Syafiq, dkk (2008) screening diperlukan untuk mengidentifikasi
kelompok wanita yang harus diobati dalam mengurangi mordibitas anemia. CDC
menyarankan agar remaja putri dan wanita dewasa yang tidak hamil harus di-screening tiap
5-10 tahun melalui uji kesehatan, meskipun tidak ada faktor risiko anemia seperti perdarahan,
rendahnya intake Fe, dan sebagainya Namun, jika disertai adanya faktor risiko anemia, maka
screening harus dilakukan secara tahunan. Penderita anemia harus mengkonsumsi 60-120 mg
Fe per hari dan meningkatkan asupan makanan sumber Fe. Satu bulan kemudian harus
dilakukan screening ulang. Bila hasilnya menunjukkan peningkatan konsentrasi Hb minimal
1 g/dl atau hematokrit minimal 3%, pengobatan harus diteruskan sampai tiga bulan.
PENUTUP