anemia inflamasi.doc

18
ANEMIA INFLAMASI: PERANAN HEPSIDIN PENDAHULUAN Anemia inflamasi, disebut juga anemia inflamasi kronik atau anemia penyakit kronik, merupakan anemia kedua tersering setelah anemia defisiensi besi. 1 Anemia inflamasi pada mulanya diduga berhubungan terutama dengan infeksi, inflamasi, dan keganasan. Akan tetapi, penelitian selanjutnya membuktikan bahwa anemia inflamasi juga ditemukan pada keadaan lainnya seperti trauma yang berat, penyakit jantung, diabetes melitus, dan dalam keadaan aktivasi sistem imun akut maupun kronik. Gambaran anemia inflamasi biasanya normokromik, normositik, dan hipoproliferatif 2 Prevalensi anemia meningkat pada usia di atas 50 tahun dan ditemukan pada 11,0% laki-laki dan 10,5% wanita dan 1/3 - nya disebabkan oleh anemia inflamasi. 1 Anemia inflamasi berhubungan dengan infeksi baik akut maupun kronis, keganasan, kelainan autoimun, trauma, rejeksi kronis setelah transplantasi organ, dan gagal ginjal kronik. 3 Patogenesis anemia inflamasi dan regulasi, absorpsi, serta distribusi zat besi merupakan salah satu masalah klasik di bidang hematologi yang belum sepenuhnya terpecahkan. Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat perkembangan pesat dalam peranan hepsidin, yakni suatu hormon yang mengatur metabolisme zat besi, pada anemia inflamasi. Dalam referat ini akan dibahas defmisi, etiologi, dan patofisiologi, terutama peranan hepcidin pada anemia inflamasi. DEFINISI Anemia inflamasi merupakan anemia dengan jumlah cadangan zat besi {iron stores) normal, dengan jumlah zat besi yang beredar {circulating iron) rendah, dengan kadar kurang dari60 μg/dL. 1 Anemia inflamasi adalah suatu kelainan yang didapat yang

Upload: ronny-effendy

Post on 01-Jan-2016

264 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Anemia Inflamasi

TRANSCRIPT

Page 1: ANEMIA INFLAMASI.doc

ANEMIA INFLAMASI: PERANAN HEPSIDIN

PENDAHULUAN

Anemia inflamasi, disebut juga anemia inflamasi kronik atau anemia

penyakit kronik, merupakan anemia kedua tersering setelah anemia defisiensi

besi.1

Anemia inflamasi pada mulanya diduga berhubungan terutama dengan

infeksi, inflamasi, dan keganasan. Akan tetapi, penelitian selanjutnya

membuktikan bahwa anemia inflamasi juga ditemukan pada keadaan lainnya

seperti trauma yang berat, penyakit jantung, diabetes melitus, dan dalam

keadaan aktivasi sistem imun akut maupun kronik. Gambaran anemia inflamasi

biasanya normokromik, normositik, dan hipoproliferatif 2

Prevalensi anemia meningkat pada usia di atas 50 tahun dan ditemukan

pada 11,0% laki-laki dan 10,5% wanita dan 1/3 - nya disebabkan oleh anemia

inflamasi.1 Anemia inflamasi berhubungan dengan infeksi baik akut maupun

kronis, keganasan, kelainan autoimun, trauma, rejeksi kronis setelah

transplantasi organ, dan gagal ginjal kronik.3

Patogenesis anemia inflamasi dan regulasi, absorpsi, serta distribusi

zat besi merupakan salah satu masalah klasik di bidang hematologi yang

belum sepenuhnya terpecahkan. Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat

perkembangan pesat dalam peranan hepsidin, yakni suatu hormon yang

mengatur metabolisme zat besi, pada anemia inflamasi.

Dalam referat ini akan dibahas defmisi, etiologi, dan patofisiologi,

terutama peranan hepcidin pada anemia inflamasi.

DEFINISI

Anemia inflamasi merupakan anemia dengan jumlah cadangan zat besi

{iron stores) normal, dengan jumlah zat besi yang beredar {circulating iron)

rendah, dengan kadar kurang dari60 μg/dL.1

Anemia inflamasi adalah suatu kelainan yang didapat yang ditemukan

pada penderita dengan berbagai gangguan inflamasi. Anemia inflamasi saat ini

merupakan bentuk anemia yang tersering didapatkan pada pasien yang

dirawat di rumah sakit dan pasien dengan penyakit kronis. Anemia karena

inflamasi biasanya ringan sampai sedang, namun dapat juga berat sehingga

memerlukan transfusi.4

Anemia inflamasi seringkali dipikirkan sebagai diagnosa eksklusi. Pada anemia

inflamasi, kadar zat besi yang beredar berkurang meskipun jumlah cadangan zat

besi normal atau bahkan meningkat. Agak sulit untuk membedakan anemia

inflamasi dengan anemia defisiensi besi. Anemia inflamasi harus dipikirkan

Page 2: ANEMIA INFLAMASI.doc

apabila kadar serum zat besi menurun dan serum iron binding capacity

(transferin) juga rendah, bukan meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa kelainan

utama bukan semata-mata defisiensi zat besi biasa. Kadar serum feritin dapat

normal atau meningkat pada anemia inflamasi.4 Gambaran zat besi yang dapat

diwarnai yang dapat terlihat pada sediaan sumsum tulang, dan juga pemeriksaan

yang baru seperti reseptor serum transferin dan kadar hepsidin, membantu

membedakan anemia defisiensi besi dan anemia inflamasi.1

Istilah anemia inflamasi menggambarkan konsep patofisiologi keadaan

ini, yaitu adanya peningkatan sitokin akibat proses inflamasi yang selanjutnya

merangsang produksi hepsidin yang mengakibatkan berkurangnya absorpsi zat

besi di usus serta berkurangnya pelepasan zat besi oleh makrofag.

ETIOLOGI

Anemia inflamasi dapat ditemukan pada keadaan infeksi akut maupun

kronis, keganasan, keadaan autoimun, rejeksi kronik setelah transplantasi

organ, dan gagal ginjal kronik. Penyebab anemia inflamasi serta prevalensinya

dapat dilihat pada tabel 1.Tabel 1. Etiologi anemia inflamasi.3

Kelainan Dasar Prevalensi Infeksi (akut dan

kronik) Virus Bakteri Parasit Fungal

18-95

KKeganasan Hematologis Tumor solid

30 - 77

AAutoimun Rheumatoid arthritis Systemic lupus erythematosus dan penyakit jaringan ikat lainnya Vasculitis Sarcoidosis Inflammatory bowel disease

8-71

Rejeksi kronik setelah 8-70Gagal ginjal kronik dan inflamasi 23-50

Variasi lainnya pada anemia inflamasi yaitu anemia yang berkaitan

dengan keadaan akut {acute-event related anemia) atau anemia penyakit kritis

(anemia of critical illness) dan ditemukan pada keadaan post operasi, trauma

berat, infark miokard, maupun sepsis. Anemia yang berkaitan dengan keadaan

akut ini memiliki gambaran yang sama dengan anemia inflamasi dan

merupakan variasi dari anemia inflamasi.2 Pada sepsis, anemia inflamasi

bahkan dapat terjadi dalam beberapa hari.3

PATOFISIOLOGI

Page 3: ANEMIA INFLAMASI.doc

Pada tahun 1932, Locke et al meneliti bahwa infeksi berhubungan

dengan kadar serum zat besi yang rendah (hipoferemia) sehingga anemia

seringkali ditemukan pada pasien dengan inflamasi kronis. Cartwright dan

Wintrobe membuktikan bahwa hipoferemia pada anemia karena inflamasi,

termasuk pada infeksi, terjadi akibat sekuestrasi zat besi dari retikuloendothelial

dan gangguan absorpsi zat besi di usus halus. Sitokin yang banyak dikeluarkan

pada keadaan inflamasi memiliki peranan penting dalam gangguan metabolisme

zat besi.6

Anemia inflamasi diduga terutama merupakan akibat penurunan produksi

eritrosit di sumsum tulang. Namun komponen lainnya juga adalah akibat

pemendekan masa hidup eritrosit yang ringan. Terdapat 3 faktor utama yang

berperan dalam hipoproliferasi pada anemia inflamasi yakni:

1. Hipoferemia, yaitu suatu keadaan di mana kadar serum zat besi rendah

sebagai akibat

terperangkapnya zat besi di dalam makrofag, sehingga zat besi relatif

tidak cukup

untuk sintesa hemoglobin yang baru.

2. Respon prekursor erithroid yang kurang baik terhadap erithropoietin, serta

penurunan

produksi erithropoietin relatif

1. Masa hidup eritosit yang memendek.4'7'8'9

Page 4: ANEMIA INFLAMASI.doc

Peranan hepsidin dan IL6

Hepsidin ditemukan pertama kali oleh Park saat mengisolasi suatu jenis

protein dari urine manusia dan menamakannya berdasarkan asal

sintesisnya (hepar, hep-) dan kemampuan anti bakterialnya secara in vitro

(cidin). Secara terpisah, Krause et al mengisolasi protein yang sama dari

ultrafiltrasi plasma dan menamakannya LEAP-1 (liver-expressed antimicrobial

peptide). Hepsidin merupakan suatu protein kation dengan 25 asam amino

dengan 4 jembatan disulfida. Pada manusia, protein ini terdiri dari 84 asam

amino prepropeptida dengan C terminus, yang dihasilkan oleh mRNA berukuran

0,4 kB yang terdiri dari 3 exons dengan gen berukuran 2,5 kB pada kromosom

19.10 Struktur hepsidin dapat dilihatpada gambar1.10,11

Page 5: ANEMIA INFLAMASI.doc

Hepsidin memperjelas hubungan antara respon imun terhadap

homeostasis zat besi dan anemia karena inflamasi. Ekspresi hepsidin

dirangsang oleh liposakarida dan interleukin-6, serta dihambat oleh tumor

necrosis factor a (TNF-a). Dalam penelitian pada tikus, ekspresi hepsidin yang

berlebihan menyebabkan anemia defisiensi besi yang berat. Inflamasi pada

tikus yang mengalami defisiensi hepsidin tidak menyebabkan hipoferemia,

dan hal ini menunjukkan bahwa hepsidin terlibat secara sentral dalam

metabolisme zat besi dengan cara mengurangi absorpsi zat besi di

duodenum dan menghambat pelepasan zat besi dari makrofag yang terjadi

pada anemia inflamasi. Selama beberapa tahun terakhir ini telah dilakukan

berbagai penelitian tentang peranan hepsidin, suatu protein yang dihasilkan

hepar yang mengatur metabolisme zat besi dan sebagai mediator utama pada

hipoferemia pada inflamasi.3'5'10'11'12 Pada percobaan pada tikus dan manusia,

IL6 bekerja langsung pada hepatosit untuk memproduksi hepsidin. Hepsidin

menghambat absorpsi zat besi di usus dan pelepasan zat besi dari makrofag

(Gambar 2)6

Induksi hepsidin oleh infeksi dan inflamasi

Hubungan antara hepsidin dan infeksi / inflamasi saat ini menjadi semakin

jelas. Shike et al menunjukkan pada jaringan hati ikan laut? infeksi Streptococcus

iniae meningkatkan ekspresi hepsidin mRNA hingga 4500 kali lipat. Pada

penelitian lainnya yang dilakukan oleh Nicholas et al, injeksi turpentine, suatu

stimulus inflamasi, pada tikus merangsang hepsidin mRNA sebanyak 4 kali lipat

dan menurunkan kadar zat besi sampai 1/2 kadar normal Respon hipoferemia ini

tidak didapatkan pada tikus yang mengalami defisiensi USF2/hepsidin, suatu gen

yang mengatur hepsidin; dan hal ini membuktikan bahwa respon hipoferemia ini

sangat tergantung pada hepsidin.10'12'15

Page 6: ANEMIA INFLAMASI.doc

Faktor-faktor lain yang berperan dalam disregulasi homeostasis zat besi

pada inflamasi

Salah satu tanda dari anemia karena inflamasi adalah gangguan

homeostasis zat besi, dengan peningkatan uptake dan retensi zat besi di dalam

sel retikuloendothelial. Hal ini menyebabkan masuknya zat besi dari sirkulasi dan

disimpan di sistem retikuloendothelial, sehingga mengakibatkan terbatasnya

persediaan zat besi untuk sel-sel progenitor erithroid dan erithropoiesis.

Pada tikus yang disuntik dengan sitokin proinflamatori interleukin-1 dan

TNF-a, hipoferemia dan anemia terjadi. Kedua keadaan ini berkaitan dengan

sintesis feritin, sejenis protein yang berhubungan erat dengan penyimpanan zat

besi; yang disintesa oleh makrofag dan hepatosit akibat stimulasi sitokin. Pada

inflamasi kronis, zat besi yang terdapat di dalam makrofag terutama terjadi

akibat eritrophagositosis dan perpindahan ferrous masuk ke dalam sel secara

transmembran oleh protein divelent metal transporter 1 (DMT1).3

Interferon-γ, liposakarida, dan TNF-α mengatur ekspresi DMT1 dengan

meningkatkan uptake zat besi ke dalam makrofag. Rangsang proinflamatori ini

juga membuat zat besi tertahan di dalam makrofag dengan menghambat

ekspresi ferroportin yang selanjutnya akan menghambat lepasnya zat besi dari

dalam sel makrofag ini. Ferroportin merupakan suatu transmembrane exporter,

yaitu suatu proses yang bertanggung jawab dalam perpindahan ferrous yang

telah diserap dari eritrosit keluar ke sirkulasi. Selanjutnya, sitokin antiinflamatori

seperti interleukin-10 dapat menyebabkan terjadinya anemia melalui stimulasi

transferin sehingga meningkatkan uptake zat besi yang terikat oleh transferin ke

dalam makrofag.3'15

Gangguan proliferasi sel progenitor eritroid

Pada anemia inflamasi terdapat gangguan proliferasi dan diferensiasi

pada erythroid burst-forming units dan erythroid colony-forming units, yang

merupakan prekursor erithroid. Pertumbuhan prekursor erithroid ini juga

dihambat oleh interferon-α, -β, -γ, TNF-α, dan interleukin-γ. Interferon-γ

merupakan inhibitor yang paling poten, sebagaimana jumlahnya yang

berbanding terbalik dengan kadar hemoglobin dan jumlah retikiifbsit

Mekanismenya melibatkan induksi apoptosis oleh sitokin, yang berhubungan

dengan pembentukan ceramide, gangguan ekspresi reseptor erithropoietin pada

sel progenitor, gangguan pembentukan dan aktifitas erithropoietin, dan

berkurangnya ekspresi faktor prohematopoetik lainnya. Sitokin juga mempunyai

efek toksik langsung terhadap sel-sel progenitor dengan membentuk radikal

bebas yang labil sepertinitrit oksidadananionsuper-peroksida.3,15 Secara

keseluruhan, faktor-faktor yang berperan dalam anemia inflamasi dapat dilihat

padagambar 3.3

Page 7: ANEMIA INFLAMASI.doc

GAMBARAN LABORATORIUM

Page 8: ANEMIA INFLAMASI.doc

Derajat anemia pada anemia inflamasi bervariasi. Kebanyakan penderita

anemia inflamasi menunjukkan gambaran anemia yang ringan dengan kadar

hemoglobin 10-11 mg/dL. Namun demikian, anemia yang lebih berat dengan

kadar hemoglobin < 8 mg/dL ditemukan pada sekitar 20% kasus. Jumlah

retikulosit absolut seringkali rendah dengan kadar < 25.000 / mikro L, yang

menggambarkan rendahnya produksi eritrosit.

Anemia ini disertai dengan peningkatan sitokin (misalnya IL-6) serta

acute phase reactant lainnya seperti fibrinogen, laju endap darah, dan C-reactive

protein, Kadar zat besi dan transferin (yang diukur dalam bentuk total iron

binding capacity / TIBC) rendah dan persentasi saturasi transferin biasanya

normal. Hal ini membedakan anemia inflamasi dari anemia defisiensi besi di

mana saturasi transferin rendah. Akan tetapi, sekitar 20% penderita dengan

anemia inflamasi memiliki saturasi transferin yang rendah meskipun hanya V4

dari mereka yang benar-benar mengalami defisiensi besi. Pada keadaan ini,

ketidakmampuan makrofag untuk melepaskan zat besi diduga menyebabkan

kadar zat besi dan saturasi transferin yang rendah.2'8

Serum feritin yang biasanya normal atau meningkat pada anemia

inflamasi menjadi indeks yang kurang baik untuk menggambarkan cadangan zat

besi pada keadaan inflamasi karena feritin juga merupakan acute phase

reactant216 Dalam keadaan di mana terjadi destruksi jaringan hepar dan lien

akibat penyakit dasar, feritin dalam jumlah besar pun dapat dilepaskan ke dalam

sirkulasi.

Pengukuran kadar soluble transferrin receptor (sTfR) membantu untuk

membedakan anemia inflamasi dan anemia defisiensi besi. Pada defisiensi besi,

densitas membran sel reseptor transferin meningkat sehingga kadar sTfR juga

meningkat.317 Algoritma untuk membedakan anemia inflamasi dan anemia

defisiensi besi dapat dilihat pada gambar 4.

Page 9: ANEMIA INFLAMASI.doc

Hepsidin, yang merupakan mediator utama pada anemia inflamasi, juga

dapat diukur kadarnya dalam plasma dan urine.10'18 Konsentrasi hepsidin dalam

urine ditunjukkan dalam satuan nanogram/mg kreatinin dengan nilai terendah 1

ng/mg kreatinin

DIFERENSIAL DIAGNOSIS

Anemia inflamasi merupakan anemia normokrom hipoproliferatif yang

tidak mempengaruhi sel-sel darah lainnya. Keadaan lain yang mempunyai

gambaran yang mirip dengan anemia inflamasi antara lain gagal ginjal kronik

dan beberapa kelainan endokrin seperti hipertiroidisme, hipotiroidisme,

panhipopituitarisme, serta hiperparatiroidisme primer dan sekunder.2

Dalam beberapa kasus, anemia inflamasi dapat terjadi dengan kadar

hemoglobin yang lebih rendah (< 8 g/dL) dengan gambaran eritrosit yang

hipokrom mikrositer. Pada keadaan ini, diferensial diagnosis termasuk anemia

defisiensi besi kronik, thalasemia, serta sindroma mielodisplasi dengan variasi

sideroblastik. Pemeriksaan kadar serum zat besi, transferin (TIBC), dan feritin

suiit untuk membedakan keadaan tersebut. Untuk membedakannya, riwayat

inflamasi akut atau kronik tanpa bukti adanya perdarahan memperkuat dugaan

ke arah anemia inflamasi.

Pemeriksaan sumsum tulang akan sangat berguna. Pada kebanyakan kasus

anemia inflamasi yang klasik, makrofag pada sumsum tulang mengandung

cadangan zat besi yang normal atau meningkat, sedangkan prekursor

eritrosit menunjukkan berkurangnya pewarnaan untuk zat besi atau

bahkan tidak ada sama sekali (misalnya jumlah sideroblast yang

berkurang).

Page 10: ANEMIA INFLAMASI.doc

Dalam keadaan yang sulit, diagnosis biasanya dapat ditegakkan dengan

pemeriksaan sumsum tulang. Pada anemia inflamasi, pewarnaan zat besi biasanya

normal atau meningkat. Makrofag pada sediaan sumsum tulang biasanya

menunjukkan zat besi yang normal atau meningkat, sedangkan sel-sel prekursor

erithroid menunjukkan kadar zat besi yang rendah atau bahkan sama sekali tidak

ada (berkurangnya sideroblast atau tidak ada sama sekali). Pada anemia defisiensi

besi, tidak ditemukan zat besi dalam pewarnaan. Pada sindroma mielodisplasi,

terdapat perubahan displastik dengan atau tanpa peningkatan jumlah sideroblast.2

Tabel 2 menunjukkan perbedaan variabel antara anemia inflamasi dan anemia

defisiensi besi.

TERAPI

Terapi pilihan untuk anemia inflamasi adalah mengobati penyakit dasar, dan

hal ini merupakan pilihan yang lebih baik daripada terapi pengganti dengan

transfusi PRC maupun pemberian erithropoietin. Penderita dengan anemia yang

ringan seringkali asimptomatik, sedangkan penderita dengan anemia yang lebih

berat mengakibatkan gangguan fungsi dan kualitas hidup.

Page 11: ANEMIA INFLAMASI.doc

Faktor-faktor komplikasi lainnya, seperti perdarahan, defisiensi zat besi,

folat, dan / atau vitamin B12 harus dikoreksi bila ada. Jika anemia disebabkan oleh

penyakit dasar keganasan, terapi kombinasi dengan tindakan operasi, kemoterapi,

dan / atau radioterapi dapat memperbaiki anemia. Namun demikian, anemia dapat

berulang akibat efek mielosupresi dari kemoterapi dan radiasi, serta dapat

diperbaiki dengan penggunaan recombinant human erythropoietin2,3

Transfusi Transfusi PRC merupakan suatu intervensi terapi yang banyak

dipergunakan serta terbukti efektif dan cepat.2'8 Transfiisi juga sangat

bermanfaat pada anemia yang berat di mana kadar hemoglobin kurang

dari 8 g/dL, maupun anemia yang mengancam jiwa di mana kadar

hemoglobin kurang dari 6,5 g/dL, terlebih lagi jika keadaan ini diperberat

oleh adanya perdarahan. Akan tetapi perlu diingat pula bahwa transfusi

darah jangka panjang tidak direkomendasikan pada anemia inflamasi

pada keganasan maupun gagal ginjal kronik karena risiko penimbunan zat

besi.3

Page 12: ANEMIA INFLAMASI.doc

Suplemen zat besi

Pada anemia inflamasi, suplemen zat besi yang diberikan per oral tidak diabsorpsi

dengan baik akibat adanya gangguan absorpsi di usus halus. Hanya sedikit zat besi yang

diabsorpsi yang mampu mencapai proses erithropoiesis karena sitokin menyebabkan

terperangkapnya zat besi dalam sistem retikuloendotelial. Oleh karena itu, pemberian

suplemen zat besi pada anemia inflamasi masih kontroversial. Akan tetapi, defisiensi zat

besi masih dapat menyertai anemia inflamasi. Penderita anemia inflamasi dengan defisiensi

zat besi haras mendapatkan suplemen zat besi. Pemberian suplemen zat besi perlu

dipertimbangkan bagi mereka yang tidak responsif terhadap pemberian erithropoietin

karena defisiensi zat besi yang fungsional. Pada anemia inflamasi karena keganasan dan

gagal ginjal kronik, pemberian zat besi secara parenteral meningkatkan respon terapi

terhadap pemberian erithropoietin. Namun demikian, suplemen zat besi tidak

direkomendasikan untuk anemia inflamasi dengan kadar feritin yang normal atau tinggi (di

atas 100 ng/mL).2'3

Erithropoiefin

Pengukuran kadar plasma erithropoietin (EPO) sangat berguna pada anemia

inflamasi. Penderita dengan keganasan, arthritis rheumatoid, maupun AIDS yang memiliki

kadar <500 IU/mL seringkali responsif terhadap pemberian recomhinant human

erythropoietin. Perbaikan kualitas hidup terlihat nyata pada kadar hemoglobin >10 g/dL,

dan kualitas hidup akan maksimal bila kadar hemoglobin berkisar antara 11-13 g/dL.2

Pemberian EPO dimulai dengan dosis awal 100 - 150 U/kg secara subkutan 3 kali

setiap minggu bersama dengan suplemen zat besi per oral. Kadar hemoglobin diharapkan

meningkat sedikitnya 0,5 g/dL dalam 2-4 minggu. Jika tidak ada peningkatan kadar

hemoglobin dalam 6 hingga 8 minggu, pemberian EPO dapat ditingkatkan menjadi setiap

hari atau 300 U/kg 3 kali setiap minggu. Alternatif lain pemberian EPO adalah pemberian

dengan dosis awal 40.000 U secara subkutan sekali setiap minggunya. EPO tidak perlu

diteruskan apabila tidak ada perbaikan klinis setelah 12 minggu.

Darbepoietin

Darbepoietin merupakan formulasi baru erithropoietin yang berasal dari sel-sel

ovarium hamster dengan teknik rekombinan DNA dan memiliki waktu paruh yang lebih

panjang daripada erithropoietin. Efisiensi darbepoietin terbukti dengan pemberian setiap 3

hingga 4 minggu pada pasien dengan keganasan hematologis maupun non hematologis.

Darbepoietin disetujui oleh FDA sebagai salah satu terapi untuk anemia akibat kemoterapi

pada keganasan non mieloid. Dosis awal pada keadaan ini adalah 2?25 jug/kg BB subkutan

lx setiap minggu. Untuk anemia pada gagal ginjal kronis, dosis rekomendasi adalah 0,45 |

ig/kg BB subkutan atau intravena lx setiap minggu.2

Panduan pemberian darbepoietin pada anemia akibat kemoterapi dapat dilihat pada tabel3.

Page 13: ANEMIA INFLAMASI.doc

Tabel 3. Panduan pemberian darbepoietin pada anemia inflamasi akibat

kemoterapi

Indikasi : Hb < 11 g/dL

Dosis awal:

Dosis awal adalah 200 jig subkutan setiap 2 minggu atau 100 jig subkutan setiap

minggu

Target:

Dosis titrasi untuk mempertahankan kadar Hb mencapai atau mendekati 12 g/dL

Pemeriksaan penunjang :

Pemeriksaan awal dan monitor berkala kadar zat besi, TIBC, saturasi transferin,

dan feritin

Penyesuaian dosis :

Dosis darbepoietin disesuaikan dengan menaikkan atau menurunkan dosis

sebanyak 25%

sesuai respon Hb setelah terapi selama 6 minggu

RINGKASAN

Anemia inflamasi seringkali ditemukan pada keadaan infeksi akut maupun kronis,

keganasan, keadaan autoimun, rejeksi kronik setelah transplantasi organ, dan gagal ginjal

kronik, serta dapat juga ditemukan pada keadaan akut (acute-event related anemia) atau

penyakit kritis (anemia of critical illness), dan pada keadaan post operasi, trauma berat,

infark miokard, maupun sepsis. Terdapat 3 faktor utama yang berperanan dalam

patofisiologi anemia inflamasi yaitu hipoferemia, yaitu suatu keadaan di mana kadar serum

zat besi rendah sebagai akibat terperangkapnya zat besi di dalam makrofag, sehingga zat

besi relatif tidak cukup untuk sintesa hemoglobin yang baru; respon prekursor erithroid

yang kurang baik terhadap erithropoietin, disertai dengan penurunan produksi

erithropoietin relatif; dan masa hidup eritosit yang memendek.

Hepsidin merupakan suatu protein yang sangat berperan dalam mengatur metabolisme zat

besi dan merupakan mediator utama pada hipoferemia pada inflamasi. Hepsidin

mengurangi absorpsi zat besi di duodenum dan menghambat pelepasan zat besi dari

makrofag yang terjadi pada anemia inflamasi.

Terapi terhadap anemia inflamasi mencakup pengobatan penyakit dasar? transfusi PRC,

pemberian suplemen zat besi, serta erithropoietin maupun darbepoietin.

DAFTAR PUSTAKA1. Guralnik JM, Eisenstaedt RS, Ferrussi L, Klein HG, Woodman RC. Prevalence of anemia in persons 65 years and older in the United States : evidence for a high rate of unexplained anemia. Blood. 2004; 104:2263-68.

Page 14: ANEMIA INFLAMASI.doc

2. Schrier. Anemia of chronic inflammation. UpToDate [serial online] 2006 [cited 2006 May 9]. Available from URL ; tep:^www,uptc^atezcoiii3. Weiss G, Goodnough LT. Anemia of chronic disease. NEJM. 2005;352:1011-23.4. Roy CN, Weinstein DA, Andrews NC. E. Mead Johnson award for research in pediatrics lecture : the molecular biology of the anemia of chronic disease : a hypothesis. Pediatric research. 2003;53:507-12.5. Ganz T. Hepcidin and its role in regulating systemic iron metabolism. Hematology. 2006:29-35.6. Andrews NC. Anemia of inflammation: the cytokine - hepcidin link. J. Clin. Invest. 2004;! 13:1251-537. Weinstein DA, Roy CN, Fleming MD, Loda MF, Wolfsdorf JI, Andrews NC. Inappropriate expression of hepcidin is associated with iron refractory anemia: implications for the anemia of chronic disease. Blood. 2002; 100:3776-81.8. Ganz T. Anemia of chronic disease. In : Lichtman MA, Beutler E, Kipps TJ, Seligsohn U 7

Kaushansky K, Prchal JT\ Williams Hematology. 7th ed. New York: McGraw-Hill;2006. p565-70.9. Supandiman I, Sumantri R, Fadjari H? Irani, P, Oehadian A. Anemi penyakit kronis. Pedoman diagnosis dan terapi . Hematologi onkologi medik 2003. 1st ed. Bandung.Q-Communication;1997. p 167-17L10. Ganz T. Hepcidin, key regulator of iron metabolism and mediator of anemia of inflammation. Blood. 2003;102:783-88.11. Robson KJ. Hepcidin and its role in iron absorption. Gut.2004;53.617-19.12. Lee P, Peng H? Gelbart T, Wang L? Beutler E. Regulation of hepcidin transcription by interleukin-1 and interleukin-6. PNAS [serial online] 2004 [cited 2005 Feb 8]. Available from : URL : ^^aSj13. McGrath H, Rigby PG. Hepcidin, Inflammation's iron curtain. Rheumatology. 2004;43:1323-2514. Kemna E, Pickkers P, Nemeth E, Hoeven HV, Swinkels D. Time-course analysis of hepcidin, serum iron, and plasma cytokine levels in human injected with LPS. Blood. 20G5;106:1864-66.15. Nakano Y, Imagawa S, Matsumoto K, Stockmann C, Obara N, Suzuki N, et al. Oral administration of K-11706 inhibits GAT A binding avtivity, enhances hypoxia-inducible factor 1 binding activity, and restores indicators in an in vivo mouse model of anemia of chronic disease. Blood. 2004; 104:4300-07.16. Kushner I. Acute phase proteins. UpToDate [serial online] 2006 [cited 2006 May 9]. Available from URL : Jitt|).i/www,iij^ditex0fii17. Brugnara C. Iron deficiency and erythropoiesis : new diagnosis approaches. Clinical chemistry. 2003;10:1573-78.18. Nemeth E, Valore EV, Territo M, Schiller G, Lichtenstein A, Ganz T. Hepcidin, a putative mediator of anemia of inflammation, is a type II acute-phase protein. Blood. 2003;101:2461-63.19. Detivaud L, Nemeth E, Boudjema K, Turlin B, Troadec MB, Leroyer P5 et al. Hepcidin levels in human are coreiated with hepatic iron stores, hemoglobin levels, and hepatic function. Blood. 2005; 106:746-48.