makalah hiperbilirubin kelompok 6
DESCRIPTION
Makalah Hiperbilirubin Kelompok 6TRANSCRIPT
MAKALAH HIPERBILIRUBIN
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Fundamental Pathofisiologi Reproductive System
Yang dibina oleh Ibu Ns. Rinik Eko Kapti S.Kep, M.Kep
Oleh :
Kelompok VI
Anastasia Maulida (125070211803008)
Dwi Anjelina (125070211803040)
Keyfin Alifah K. (125070211803044)
Vina sitta Alfinia (125070211803042)
Yessie Rohan (125070211803036)
Yolenta Nandys Andan S. (125070211803022)
PROGAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2014
KATAPENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka kami dapat
menyelesaikan laporan mengenai Makalah tentang “Hiperbilirubin” meliputi definisi, epidemiologi,
etiologi, faktor resiko, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang dan
penatalaksanaan.
Dalam penulisan laporan ini kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan
saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak
yang membantu dalam menyelesaikan laporan diskusi, khususnya kepada :
1. Ibu Ns. selaku dosen pembimbing kami pada mata kuliah FUNDAMENTAL PATHOFISIOLOGI
REPRODUCTIVE SYSTEM
2. Orang tua dan teman-teman anggota kelompok.
3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan
dalam penulisan tugas ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca, oleh karena itu kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat membangun, penulis harapkan demi mencapai kesempurnaan makalah
berikutnya.
Sekian penulis sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu.Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita.Amin.
Kediri, 16 November 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman sampul...............................................................................................................................1
Kata pengantar.................................................................................................................................2
Daftar isi............................................................................................................................................3
A. Pendahuluan.............................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang....................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................4
1.3 Tujuan.................................................................................................................................4
B. Pembahasan.......................................................................................................................5
1.1 Definisi...............................................................................................................................5
1.2 Epidemiologi......................................................................................................................5
1.3 Etiologi ..............................................................................................................................6
1.4 Faktor resiko .....................................................................................................................6
1.5 Klasifikasi ..........................................................................................................................7
1.6 Patofisiologi ......................................................................................................................8
1.7 Manifestasi Klinis ..............................................................................................................9
1.8 Komplikasi ........................................................................................................................9
1.9 Pemeriksaan diagnostik.....................................................................................................10
1.10 Penatalaksanaan ..............................................................................................................11
C. Penutup..............................................................................................................................13
Kesimpulan..................................................................................................................................13
D. Daftar pustaka ...................................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian
neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa
angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan.
Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan
yang menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus harus
mendapat perhatian terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi
atau kadar bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam.
Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu
serta bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang menunjukkan
kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus
dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dari Hiperbilirubin?
2. Bagaimana epidemiologi dari Hiperbilirubin?
3. Bagaimana etiologi dari Hiperbilirubin?
4. Bagaimana faktor resiko dari Hiperbilirubin?
5. Bagaimana klasifikasi dari Hiperbilirubin?
6. Bagaimana patofisiologi dari Hiperbilirubin?
7. Bagaimana manifestasi klinis Hiperbilirubin?
8. Bagaimana pemeriksaan diagnostic untuk Hiperbilirubin?
9. Bagaimana penatalaksanaan dari Hiperbilirubin?
1.3 TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan gambaran yang nyata
tentang Hiperbilirubin yang meliputi definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi,
faktor resiko, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan secara medis dengan
menggunakan metode keperawatan sesuai prosedur.
BAB II
PEMBAHASAN
DEFINISI
Istilah hiperbilirubinemia merujuk pada tingginya kadar bilirubin terakumulasi dalam darah
dan ditandai dengan jaundis atau ikterus, suatu pewarnaan kuning pada kulit, sklera, dan kuku.
Hiperbilirubinemia merupakan temuan biasa pada bayi baru lahir dan biasanya juga menunjukkan
keadaan patologis.
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologis yang
dapat menimbulkan efek patologi. Dapat juga diartikan sebagai ikterus dengan konsentrasi bilirubin,
yang serumnya mungkin menjurus ke arah terjadinya kernicterus bila kadar bilirubin tidak
dikendalikan. Ikterus yang kemungkinan menjadi patologi atau dianggap sebagai hiperbilirubinemia.
EPIDEMIOLOGI
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada orang dewasa, ikterus
akan tampak apabila serum bilirubin > 2 mg/dL (> 17 µ mol/L, sedangkan pada neonatus baru
tampak apabila serum bilirubin sudah > 5 mg/dL (> 86 µ mol/L). Pada sebagian besar neonatus,
ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya (60% pada bayi cukup bulan dan 80%
pada bayi kurang bulan).
Oleh karenanya harus selalu waspada, khususnya terhadap bilirubin indirek karena sifatnya
yang toksik dan merusak jaringan (ensefalopati bilirubin/kernikterus). Serum bilirubin pada ikterus
fisiologis berkisar 5-6 mg/dL (86-103 µ mol/L), timbul 48-120 jam setelah bayi lahir, dan pada bayi-
bayi Asia atau bayi-bayi dengan usia kehamilan 35-37 minggu, level serum bilirubin tidak meningkat
sampai bayi berusia 7 hari. Peningkatan level bilirubin indirek yang lebih tinggi lagi tergolong
patologis yang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan. Bayi cukup bulan dengan bilirubin total 25-
30 mg/dL (428-513 µ mol/L) mempunyai risiko tinggi terserang toksisitas bilirubin.
Di RSU Dr. Soetomo Surabaya ikterus patologis 9,8% (tahun 2002) dan 15,66% (tahun 2003).
RSAB Harapan Kita Jakarta melakukan transfusi tukar 14 kali/bulan (tahun 2002). Di Hospital Bersalin
Kualalumpur dengan ‘tripple phototherapy’ tidak ada lagi kasus yang memerlukan tindakan transfusi
tukar (tahun 2004), demikian pula di Vrije Universitiet Medisch Centrum Amsterdam dengan ’double
phototherapy’ (tahun 2003).
ETIOLOGI
1. Peningkatan produksi:
- Hemilisis, misalnya pada inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian
golongan darah dan anak pada penggolongan rhesus dan ABO.
- Perdarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
- Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat
pada bayi hipoksia atau asidosis.
- Defisiensi G6PD (Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase)
- Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarnya pregnan 3 (alfa), 20 (beta), diol (steroid)
- Kurangnya enzim glukoronil transeferase, sehingga kadar bilirubin indirek meningkat
misalnya pada berat badan lahir rendah.
- Kelainan kongenital (rotor sindrome) dan dubin hiperbilirubinemia.
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada
hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang
dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi, toksoplasmosis, siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra hepatik
5. Peningkatan sirkulasi enterohepatik misalnya pada ileus obstruktif.
FAKTOR RESIKO
- Rendahnya pemberian ASI
- Prematuritas (Usia kehamilan kurang dari 38 minggu)
- Saudara sebelumnya yang lebih tua dengan penyakit kuning
- Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
- Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
- Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
- Penggunaan Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
KLASIFIKASI
Hiperbilirubin dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Hiperbilirubin Neonatus Fisiologis (Hiperbilirubin karena faktor fisiologis)
Merupakan gejala normal dan sering dialami bayi baru lahir terjadi pada 2-4 hari setelah bayi lahir,
dan akan sembuh pada hari ke 7. Penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses
bilirubin.
b. Hiperbilirubin Neonatus Patologis
Hiperbilirubin yang dikarenakan faktor penyakit atau infeksi, misalnya akibat Virus hepatitis,
toksoplasma, sifilis, malaria, atau ketidakcocokan golongan darah, hiperbilirubin yang disebabkan
patologis biasanya disertai demam atau berat badan bertambah.
Kerusakan SDM
Pemecahan HB
GlobinHem
FeCo Biliverdin
Peningkatan destruksi eritrosit ( gangguan konjugasi bilirubin / gangguan transport bilirubin/ peningkatan siklus enterohepatik ) HB dan eritrosit abnormal )
Suplai bilirubin melebihi kemampuan hepar
Hepar tidak mampu melakukan konjugasi
Sebagian masuk kembali ke siklus enterohepatik
Peningkatan bilirubin tak terkonjugasi dalam darah
Ikterus pada sklera leher dan badan, peningkatan bilirubin indirect > 12 mg/dl
Gangguan Integritas kulit
Pengaruh alkohol, virus hepatik, toksik
Inflamasi pada hepar Hipertermi
Perubahan kenyamanan
Peregangan kapsula hati
Hepatosplenomegali
Perasaan tidak nyaman di bagian abdomen atas
Nyeri
Anoreksia
Perubahan Nutrisi Kurang dari kebutuhan Tubuh
Gangguan suplai darah normal pada sel-sel hepar
Kerusakan sel parenkim, sel hati dan duktuli empedu intrahepatik
Obstruksi Kerusakan konjugasi
Bilirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatika
Bilirubin meningkat
Ikterus Kerusakan sel ekskresi
Retensi bilirubin
Regurgitasi pada duktuli empedu intrahepatik
Bilirubin meningkat
Peningkatan garam empedu dalam darah
Pruritus
Larut dalam air
Ekskresi ke dalam urin
Bilirubinemia dan urin berwarna gelap
Infeksi
Merusak sel hati dan SDM
Gangguan fungsi hati
Obat – obatan
Kelainan struktur dan enzim SDM
Perdarahan tertutup
Kadar protein berkurang
Gangguan pemecahan bilirubin
PATOFISIOLOGI
MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis yang biasa muncul pada pasien hiperbilirubin, antara lain:
- Peningakatan kadar serum bilirubin
- Lethargy
- Ikterus pertama kali dapat dilihat pada daerah kepala dan batang tubuh dan
berkembang kebagian bawah. Ikterus dapat dilihat pada sklera, kulit, dan membran
mukosa.
- Urin menjadi berwarna emas gelap sampai berwarna coklat.
- Susah makan
KOMPLIKASI
Komplikasi dari hiperbilirubin dapat terjadi Kern Ikterus yaitu suatu kerusakan otak akibat
perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus
Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan bilirubin serum
- Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari setelah
lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
- Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7 hari setelah
lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis.
Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan pada
pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic.
Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk
membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk
memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.
Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk
perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
Laparatomi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk
perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
PENATALAKSANAAN
PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian ASI
2. Menghindari obat yang meningkatkan ikterus pada masa kelahiran, misalnya sulfa furokolin
3. Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengeksresi bilirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi.
Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang mana dapat meningkatkan
bilirubin konjugasi dan clereance hepatik pigmen dalam empedu. Fenobarbital tidak begitu
sering digunakan.
4. Antibiotik, bila terkait dengan infeksi
5. Fototerapi
Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis dan berfungsi untuk
menurunkan bilirubin di kulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto pada bilirubin dari
billiverdin.
6. Transfusi tukar
Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan fototerapi.
PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. Apabila terjadi resiko tinggi cidera karena dampak peningkatan kadar bilirubin, maka
intervensi yang dapat dilakukan adalah mengkaji dan mengawasi dampak perubahan kadar
bilirubin, seperti adanya tremor, iritabilitas, memantau hemoglobin dan hematokrit, serta
pencatatan penurunan; me;lakukan fototerapi dengan mengatur waktu sesuai dengan
prosedur; dan menyiapkan untuk melakukan transfusi tukar, maka intervensi yang dapat
dilakukan adalah memantau kadar bilirubin, hemoglobin, hematokrit sebelum dan sesudah
transfusi tukar tiap 4-6 jam selama 24 jam pasca transfusi tukar, memantau tekanan darah,
nadi, temperatur; mempertahankan sistem kardiovaskular dan pernapasan; mengkaji kulit
pada abdomen, ketegangan,muntahdan sianosis, mempertahankan kalori, kebutuhan cairan
sampai dengan pascatransfusi tukar, serta melakukan kolaborasi dalam pemberian obat
untuk meningkatakan transfusi dan konjugasi, sperti pemberian albumin atau pemberian
plasma dengan dosis 15-20ml/kgBB. Albumin biasaynya diberikan sebe;um transfusi tukar
karena albumin dapat mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler, sehingga
bilirubin yang diikat lebih mudah keluar dengan transfusi tukar.
2. Fototerapi merupakan tindakan dengan memberikan terapi melalui sinar yang menggunakan
lampu. Lampu yang digunakan sebaiknya tidak lebih dari 500 jam untuk menghindari
turunnya energi yang dihasilkan oleh lampu.
Cara melakukan fototerapi :
- Pakaian bayi dibuka agar seluruh bagian bayi kena sinar
- Kedua mata dan gonad ditutup dengan penutup yang memantulkan cahaya
- Jarak bayi dengan lampu kurang lebih 40cm
- Posisi bayi sebaiknya diubah setiap 4-6 jam
- Periksa kadar bilirubin setiap 8 jam atau sekurang-kurangnya sekali dalam 24 jam
- Lakukan pemeriksaan hemoglobin secara berkala terutama pada pasien yang mengalami
hemolisis
- Lakukan observasi dan catat lamanya terapi sinar
- Berikan atau sediakan lampu masing-masing 20 watt sebanyak 8-10 buah yang disusun
secara paralel
- Berikan air susu ibu yang cukup. Pada saat memberikan asi, bayi dikeluarkan dari tempat
terapi dan dipangku, penutup mata dibuka, serta diobservasi ada tidaknya iritasi
3. Transfusi tukar merupakan cara yang dilakukan dengan tujuan mencegah peningkatan kadar
bilirubin dalam darah. Pemerian transfusi tukar dilakukan apabila kadar bilirubin indirek
20mg%, kenaikan kadar bilirubin yang cepat yaitu 0,3-1 mg/jam, anemia berat dengan gejala
gagal jantung dan kadar hemoglobin tali pusat 14 mg% dan di ujia Coombs sirek positif.
Cara pelaksanaan transfusi tukar :
- Dianjurkan pasien bayi puasa 3-4 jam sebelum trasnfusi tukar
- Pasien disiapkan di kamar khusus
- Pasang lampu pemanas dan arahkan ke bayi
- Baringkan pasien dalam keadaan terlentang dan buka pakaian pada daerah perut.
- Lakukan transfusi tukar sesuai dengan protap
- Lakukan observasi keadaan umum pasie, catat jumlah darah yang keluar dan masuk
- Lakukan pengawasan adanya perdarahan pada tali pusat
- Periksa kadar hemoglobin dan bilirubin setiap 12 jam
4. Perawatan setelah transfusi
Dapat meliputi perawatan daerah yang dilakukan pemasangan kateter transfusi dengan
melakukan kompres NaCl fisiologis kemudian ditutup dengan kasa steril dan difiksasi,
lakukan pemeriksaan kadar hemoglobin dan bilirubin serum setiap 12 jam dan pantau tanda
vital.
- Mempertahankan intake cairan dengan menyediakan cairan per oral atau cairan
parenteral (melalui intravena), memantau output di antaranya jumlah dan warna urine
serta feses, mengkaji perubahan status hidrasinya dengan memantau temperature tiap
2 jam, serta mengkaji membran mukosa dan fontanela.
- Menutup mata dengan kain yang tidak tembus cahya, mengatur posisi setiap 6 jam,
mengkaji kondisi kulit, menjaga integritas kulit selama terapi dengan mengeringkan
daerah yang basah untuk mengurangi iritasi serta mempertahankan kebersihan kulit.
- Mencegah peningkatan kadar bilirubin dengan cara : meningkatkan kerja enzim dengan
pemberian Phenobarbital 1-2mg/kgBB, mengubah bilirubin yang tidak larut kedalam air
menjadi larut dalam air dengan melakukan fototerapi atau dengan cara pembuangan
kadar bilirubin darah dengan trasnfusi tukar.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologis yang
dapat menimbulkan efek patologi. Dapat juga diartikan sebagai ikterus dengan konsentrasi bilirubin,
yang serumnya mungkin menjurus ke arah terjadinya kernicterus bila kadar bilirubin tidak
dikendalikan. Ikterus yang kemungkinan menjadi patologi atau dianggap sebagai hiperbilirubinemia.
DAFTAR PUSTAKA
- Buku ajar keperawatan pediatrik Wong / Donna L. Wong ... ( et al. ) ; alih bahasa, Agus Sutarna, Neti Juniarti, H.Y.Kuncara ; editor edisi bahasa indonesia. Egi Komara Yudha .... ( et al. ). – Ed. 6- Jakarta : EGC, 2008
- Perawatan bayi risiko tinggi / penulis, Asrining Surasmi, Siti Handayani, Heni Nur Kusuma ; editor, Monica Ester.- Jakarta : EGC, 2003.
- Markum, H. 1991. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FKUI.- Staf pengajar ilmu keperawatan anak. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :
FKUI.- wong, donna L. (2008). Buku ajar keperawatan pediatrik. Jakarta: EGC- Ngastiyah. Perawatan anak sakit. Jakarta:EGC- Alimul, A.Aziz Hidayat. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan. Kebidanan.
Jakarta: Salemba Medika.- Suriadi, Yuliani,2001, Asuhan Keperawatan Pada Anak. CV Sagung Seto, Jakarta- Staf Pengajar FKUI, 2000. Ilmu Kesehatan Anak, Buku Kuliah 3. Infomedika;Jakarta- L. Betz, Cecily.(2009).”Buku Saku Keperawatan Pediatri”. Jakarta : EGC- Muslihatum, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta : Fitramaya
- Khosim, M. Sholeh, dkk. 2008. Buku Ajar Neonatologi Edisi I. Jakarta : Perpustakaan Nasional
- Behrman,Kliegman, Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta : EGC