lp hiperbilirubin adek

29
LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN HIPERBILIRUBIN 1. Definisi Hiperbilirubinemia merujuk pada tingginya kadar bilirubin terakumulasi dalam darah dan ditandai dengan jaundis atau ikterus, suatu warna kuning pada kulit, sklera, dan kuku. Hiperbilirubin merupakan temuan yang wajar pada bayi baru lahir dan pada kebanyakan kasus relatif jinak. Akan tetapi hal ini, bisa juga menunjukkan keadaan patologis (Wong, ddk, 2009). Hiperbilirubinemia merupakan kondisi bayi baru lahir dengan kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus (ikterus neonatorum patologis). Hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga konjungtiva, kulit, dan mukosa (Hidayat, 2004). Hiperbilirubinemia (Ikterus neonatorum) adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir yaitu meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning (Ngastiyah, 2005). Hiperbilirubin adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan (Mansjoer, 2001).

Upload: aliyah-adek-rahmah

Post on 09-Nov-2015

45 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

hiperbilirubi adek

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN HIPERBILIRUBIN1. Definisi

Hiperbilirubinemia merujuk pada tingginya kadar bilirubin terakumulasi dalam darah dan ditandai dengan jaundis atau ikterus, suatu warna kuning pada kulit, sklera, dan kuku. Hiperbilirubin merupakan temuan yang wajar pada bayi baru lahir dan pada kebanyakan kasus relatif jinak. Akan tetapi hal ini, bisa juga menunjukkan keadaan patologis (Wong, ddk, 2009).

Hiperbilirubinemia merupakan kondisi bayi baru lahir dengan kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus (ikterus neonatorum patologis). Hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga konjungtiva, kulit, dan mukosa (Hidayat, 2004).

Hiperbilirubinemia (Ikterus neonatorum) adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir yaitu meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning (Ngastiyah, 2005).

Hiperbilirubin adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan (Mansjoer, 2001).

2. Epidemiologi

Angka kejadian ikterus pada bayi baru lahir berkisar antara 50% pada bayi baru lahir yang cukup bulan dan 75% pada bayi baru lahir yang kurang bulan. Angka kejadian ikterus ternyata berbeda-beda untuk beberapa negara, klinik, dan waktu yang tertentu. Hal ini kemungkinan besar disebabkan perbedaan dalam pengelolaan BBL yang pada akhir-akhir ini mengalami banyak kemajuan (Sarwono, 2005).

Di Amerika Serikat, dari 4 juta bayi baru lahir setiap tahunnya sekitar 65% mengalami ikterus. Sensus yang dilakukan pemerintah Malaysia pada tahun 1998 menemukan sekitar 75% bayi baru lahir mengalami ikterus pada minggu pertama. Di Indonesia, diperoleh data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit pendidikan. Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin di atas 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan.

Hal yang sama diketahui dari RS Dr. Sardjito bahwa sebanyak 85% bayi baru lahir cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dL. Pemeriksaan dilakukan pada hari pertama, ketiga, dan kelima. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin setiap hari, didapatkan ikterus dan hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan 16,6% bayi cukup bulan. Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus dan hiperbilirubinemia ditemukan pada 95% dan 56% bayi. Tahun 2003 terdapat sebanyak 128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509 neonatus yang dirawat dengan 24% kematian terkait hiperbilirubinemia.

3. Jenis Bilirubin

Menurut Klous dan Fanaraft (1998) bilirubin dibedakan menjadi dua jenis yaitu:

a. Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek (bilirubin bebas) yaitu bilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dan komponen bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisa melewati sawar darah otak.

b. Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk (bilirubin terikat) yaitu bilirubin larut dalam air dan tidak toksik untuk otak.

4. Klasifikasi Hiperbilirubin Masam-macam ikterus menurut Ngastiyah (2005) adalah sebagai berikut :

a. Ikterus Fisiologis

Ikterus fisilogis adalah keadaan hiperblirubin karena factor fisiologis yang merupakan gejala normal dan sering dialami bayi baru lahir. Ikterus fisiologis diantaranya sebagai berikut:

1) Timbul pada hari kedua - ketiga.2) Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg% pada kurang bulan.3) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.4) Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%.5) Ikterus hilang pada 10 hari pertama.6) Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis tertentu.b. Ikterus Patologi

Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis menurut Surasmi (2003) dengan karakteristik sebagai berikut :

1) Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran

2) Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24 jam

3) Hiperbilirubin klinis yang menetap setelah bayi berusia lebih dari 8 hari atau 14 hari

4) Hiperbilirubin yang disertai proses hemolisis

5) Hiperbilirubin yang disertai berat lahir kurang dari 2000 gram

c. Kern Ikterus.

Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nucleus subtalamus, hipokampus, nukleus merah, dan nukleus pada dasar ventrikulus IV.Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg%) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf simpatis yang terjadi secara kronik.

5. Etiologi

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus neonatarum dapat dibagi:

a) Produksi yang berlebihan

Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.

b) Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar

Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukorinil transferase(Sindrom Criggler-Najjar). Penyebab lain adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.

c) Gangguan transportasi

Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfarazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.

d) Gangguan dalam eksresi

Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.

(Hassan et al.2005)

6. Penilaian IkterikPenilaian ikterik menurut Ngastiyah (2005), diataranya yaitu :

Di bawah ini dapat dilihat gabar pembagan derajat dan daerah ikterus

a. Derajat I : Kepala sampai leher

b. Derajat II : Kepala, badan sampai umbilicus

c. Derajat III : Kepala, badan, paha sampai dengan lutut,

d. Derajat IV: Kepala, badan, paha, sampai dengan pergelangan tangan dan kaki

e. Derajat V : kepala, badan, semua ekstremitas sampai ujung-ujung jari

Derajat IkterusDaerah IkterusPerkiraan kadar bilirubun rata-rata

Aterm (gr/dl)Premature (gr/dl)

1Kepala sampai leher 5,4-

2Kepala, badan samapai umbilicus 8,99,4

3Kepala, badan, paha samapai dengan lutut11,811,4

4Kepala,bada, ekstremitas sampai dengan pergelangan tangan dan kaki15,813,3

5Kepala, badan, semua ekstremitas samapai dengan ujung jari --

7. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin menurut Prawirohardjo (2005) adalah;

Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.

Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi.

Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai puncak pada hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke lima sampai hari ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis.

Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.

Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti dempul Perut membuncit dan pembesaran pada hati Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar

Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap

Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental

Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.

8. PatofisiologiBilirubin merupakan salah satu hasil pemecahan hemoglobin yang disebabkan oleh kerusakan sel darah merah (SDM). Ketika sel darah merah dihancurkan, hasil pemecahannya terlepas ke sirkulasi, tempat haemoglobin terpecah menjadi dua fraksi: heme dan globin. Bagian globin (protein) digunakan lagi oleh tubuh, dan bagian heme diubah menjadi bilirubin tidak terkonjugasi, suatu zat yang tidak larut yang terikat pada albimin.

Di hati bilirubin dilepas dari molekul albumin dan dengan adanya enzim glukuronil transferase, dikonjugasi dengan asam glukoronat menghasilkan larutan dengan kelarutan tinggi, bilirubin glukuronat terkonjugasi, yang kemudian diekskresi dalam empedu. Di usus kerja bakteri mereduksi bilirubin terkonjugasi menjadi urobilinogen (pigmen yang memberikan warna khas pada tinja. Sebagian besar bilirubin tereduksi dieksresikan ke feses, sebagian kecil dieliminasi ke urine.

Normalnya tubuh mampu mempertahankan keseimbangan antara destruksi SDM dan penggunaan atau ekpresi produk sisa. Tetapi, bila keterbatasan perkembangan atau proses patologis mempengaruhi keseimbangan ini, bilirubin akan terakumulasi dalam jaringan dan mengakibatkan jaundis.

Terdapat dua fase jaundis fisiologis yang teridentifikasi pada bayi term. Pada fase pertama, kadar bilirubin bertahap naik sampai sekitar 6 mg/dl pada hari ketiga kehidupan, kemudian menurun sampai plato 2 sampai 3 pada hari ke lima. Kadar bilirubin akan tetap dalam keadaan plato pada fase kedua tanpa peningkatan atau penurunan sampai sekitar 12 sampai 14 hari yang kadarnya akan menurun ke harga normal < 1 mg/dl. Pola ini bervariasi sesuai kelompok ras, metode pemberian makanan (ASI vs Botol), dan usia gestasi. Pada bayi preterm, kadar bilirubin serum dapat memuncak sampai setinggi 10 sampai 12 mg/dl pada hari keempat sampai kelima dan perlahan menurun selama periode 2 sampai 4 minggu.

Rata-rata bayi baru lahir memproduksi dua kali lebih banyak bilirubin dibandingkan orang dewasa karenalebih tingginya kadar eritrosit yang beredar dan lebih pendeknya lama hidup sel darah merah (hanya 70 sampai 90 hari, dibandingkan 120 hari pada anak yang lebih tua dan dewasa). Selain itu, kemampuan hati untuk mengkonjugasi bilirubin sangat rendah karena terbatasnya produksi glukuronil transferase. Bayi baru lahir juga memiliki kapasitas ikatan plasma terhadap bilirubin yang lebih rendah karena rendahnya konsentrasi albumin dibandingkan anak yang lebih. Perubahan normal dalam sirkulasi hati setelah kelahiran mungkin berkontribusi terhadap tingginya kebutuhan fungsi hati.

Normalnya bilirubin terkonjugasi direduksi menjadi urobilinogen oleh flora usus dan dieksresi dalam feses. Akan tetapi, usus bayi yang steril dan kurang motil pada awalnya kurang efektif dalam mengeksresi urobilinogen. Pada usus bayi baru lahir, enzim -glucuronidase mampu mengonversi bilirubin terkonjugasi menjadi bentuk tidak terkonjugasi, yang kemudian diserap oleh mukosa usus dan ditransfor ke hati. Proses ini dikenal sebagai sirkulasi atau pirau enteropatik (Wong, dkk, 2009).

Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia dan asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.

Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.

Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah, Hipoksia, dan Hipoglikemia (Ngastiyah, 2005).

9. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

Pemeriksaan serum bilirubin(direk dan indirek) harus dilakukan pada neonatus yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi yang tergolong resiko tingggi terserang hiperbilirubinemia berat. Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis. Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis. Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga harus diukur untuk menentukan pilihan terapi sinar atau transfusi tukar (Etika et al, 2006).

Test Coomb pada tali pusat BBL

Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-positif, anti-A, anti-B dalam darah ibu. Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya sensitisasi ( Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.

Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.

Protein serum total

Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan terutama pada bayi praterm.

Hitung darah lengkap

Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.

Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (< 45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.

Glukosa

Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap