makalah iodo-iodimetri kelompok 5

24
MAKALAH KIMIA ANALITIK 1 ”Iodo – Iodimetri ” OLEH KELOMPOK 5 1. Dwivelia Aftika Sari (1201495) 2. Uswatun Hasanah (1205736) 3. Margarita Claudya Maida (1205696) Dosen Pembimbing: Dr.Mawardi, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI PADANG

Upload: nofri-setiawan

Post on 20-Jan-2016

2.187 views

Category:

Documents


131 download

TRANSCRIPT

MAKALAH KIMIA ANALITIK 1

”Iodo – Iodimetri ”

OLEH

KELOMPOK 5

1. Dwivelia Aftika Sari (1201495)

2. Uswatun Hasanah (1205736)

3. Margarita Claudya Maida (1205696)

Dosen Pembimbing: Dr.Mawardi, M.Si

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT Tuhan yang Mahakuasa yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis telah dapat menyusun makalah tentang

“Iodo-iodimetri” yang merupakan tugas dari mata kuliah Kimia Analitik 1.

Dalam penulisan makalah ini, penulis mendapatkan bantuan dan masukan dari

berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih

kepada :

1. Dosen Pembimbing mata kuliah Kimia Analitik 1 di Universitas Negeri Padang

2. Semua pihak yang telah membantu tersusunnya makalah ini.

Makalah yang penulis susun ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis

terbuka terhadap saran dan kritikan yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini

pada masa yang akan datang.

Mudah-mudahan saja makalah ini memberikan manfaat kepada semua pembaca pada

umumnya dan penulis pada khususnya. Terima kasih.

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………..………………………………….. i

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………. ii

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang ……………………………………………………………………............... 1

b. Rumusan Masalah ………………………………………………………………………….. 1

c. Tujuan ……………………………………………………………………………………… 2

BAB II PEMBAHASAN

a. Pengertian Titrasi Redoks..…….….………………………………………………............... 3

b. Pengertian Iodo-iodimetri ………………………………………………………………….. 3

c. Prinsip Iodo-Iodimetri ………...……………………………………………………………. 4

d. Standarisasi Larutan Iodin ……………………………………………………….................

e. Indikator Iodo-Iodimetri …………………………………………………………...........

f. Natrium Tiosulfat sebagai Titran …………………………………………………..............

g. Standarisasi Larutan Tiosulfat ……………………………………………………...............

1. Penentuan dengan Iodometri dan Iodimetri ………………………………………...........

5

6

8

9

11

BAB III PENUTUP

a. Kesimpulan ………………………………………………………………………………… 14

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Titrasi iodometri dan iodimetri adalah salah satu metode titrasi yang didasarkan pada

reaksi oksidasi reduksi. Metode ini lebih banyak digunakan dalam analisa jika dibandingkan

dengan metode lain. Alasan dipilihnya metode ini karena perbandingan stoikometri yang

sederhana, pelaksanannya praktis, tidak banyak masalah dan mudah dilakukan.

Iodometri disebut juga metode titrasi tak langsung yang berkenaan dengan titrasi dari

iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia. Sedangkan iodimetri merupakan metode titrasi

langsung yang mengacu pada titrasi dengan suatu larutan iod standar.

Titrasi tidak langsung iodometri dilakukan terhadap zat-zat oksidator berupa garam-

garam besi (III) dan tembaga sulfat dimana zat-zat oksidator ini direduksi dahulu dengan KI

dan iodin dalam jumlah yang setara dan ditentukan kembali dengan larutan natrium tiosulfat

baku.

Iodin dapat bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Namun, suatu larutan

(penyebaran koloidal) dari kanji lebih umum digunakan sebagai indikator, karena warna biru

gelap dari kompleks iodin-kanji bertindak sebagai tes yang sensitif untuk iodin.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan titrasi redoks ?

2. Apa yang dimaksud dengan iodo-iodimetri?

3. Bagaimana prinsip iodo-iodimetri ?

4. Bagaimana standarisasi larutan iodin ?

5. Apa indikator yang digunakan untuk iodo-iodimetri ?

6. Bagaimana natrium tiosulfat sebagai titran ?

7. Bagaimana standarisasi larutan tiosulfat ?

8. Apa saja penentuan dengan iodometri dan iodimetri ?

C. Tujuan

2. Untuk mengetahui tentang titrasi redoks

3. Untuk mengetahui tentang iodo-iodimetri

4. Untuk mengetahui prinsip iodo-iodimetri

5. Untuk mengetahui standarisasi larutan iodin

6. Untuk mengetahui indikator yang digunakan untuk iodo-iodimetri

7. Untuk mengetahui natrium tiosulfat sebagai titran

8. Untuk mengetahui standarisasi larutan tiosulfat

9. Untuk mengetahui penentuan dengan iodometri dan iodimetri

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Titrasi Redoks

Titrasi reduksi oksidasi (redoks) adalah suatu penetapan kadar reduktor atau oksidator

berdasarkan atas reaksi oksidasi dan reduksi dimana reduktor akan teroksidasi dan oksidator

akan tereduksi.

Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan

bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi.

Berarti proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan  reduksi memperoleh elektron.

Oksidator adalah senyawa di mana atom yang terkandung mengalami penurunan bilangan

oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan

oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling menkompensasi satu

sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya

saja (Khopkar, 2003).

B. Pengertian Iodo-iodimetri

Iodometri merupakan cara titrasi redoks yang menggunakan larutan iodida sebagai

pentiter. Sedangkan iodimetri merupakan cara titrasi redoks yang menggunakan larutan

iodium sebagai pentiter. (Rivai, 1995).

Iodometri disebut juga metode titrasi tak langsung yang berkenaan dengan titrasi

dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia. Sedangkan iodimetri merupakan metode titrasi

langsung yang mengacu pada titrasi dengan suatu larutan iod standar. (Bassett, 1994).

Diantara sekian banyak contoh teknik atau cara dalam analisis kuantitatif terdapat

dua cara melakukan analisis dengan menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu secara

langsung dan tidak langsung. Cara langsung disebut iodimetri (digunakan larutan iodium

untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik

ekivalennya). Namun, metode iodimetri ini jarang dilakukan mengingat iodium sendiri

merupakan oksidator yang lemah. Sedangkan cara tidak langsung disebut iodometri

(oksidator yang dianalisis kemudian direaksikan dengan ion iodida berlebih dalam keadaan

yang sesuai yang selanjutnya iodium dibebaskan secara kuantitatif dan dititrasi dengan

larutan natrium thiosilfat standar atau asam arsenit. (Bassett, 1994).

Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan

ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat merupakan

pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium.  Maka

jumlah penentuan iodimetrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup

kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses

iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang

ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium

tiosulfat.  Reaksi antara iodium dan tiosulfat berlangsung secara sempurna (Underwood,

2002).

C. Prinsip Iodo-Iodimetri

Pada titrasi iodometri, analit yang dipakai adalah oksidator yang dapat bereaksi

dengan I- (iodida) untuk menghasilkan I2, I2 yang terbentuk secara kuantitatif dapat dititrasi

dengan larutan tiosulfat. Dari pengertian diatas maka titrasi iodometri dapat dikategorikan

sebagai titrasi kembali.

Iodida adalah reduktor lemah dan dengan mudah akan teroksidasi jika direaksikan

dengan oksidator kuat. Iodida tidak dipakai sebagai titran, hal ini disebabkan karena faktor

kecepatan reaksi dan kurangnya jenis indikator yang dapat dipakai untuk iodida. Oleh sebab

itu titrasi kembali merupakan proses titrasi yang sangat baik untuk titrasi yang melibatkan

iodida. Senyawa iodida umumnya KI ditambahkan secara berlebih pada larutan oksidator

sehingga terbentuk I2. I2 yang terbentuk adalah ekuivalen dengan jumlah oksidator yang akan

ditentukan. Jumlah I2 ditentukan dengan menitrasi I2 dengan larutan standar tiosulfat

(umumnya yang dipakai adalah Na2S2O3) dengan indikator amilum, jadi perubahan warnanya

dari biru tua kompleks amilum-I2 sampai warna ini tepat hilang.

Reaksi yang terjadi pada titrasi iodometri untuk penentuan iodat adalah sebagai berikut:

IO3-  + 5 I-  + 6H+  3I2  + H2O

I2 + 2 S2O32-  2I- + S4O6

2-

Jadi, prinsip dasar dari titrasi iodometri adalah zat uji (oksidator) mula-mula

direaksikan dengan ion iodida berlebih, kemudian iodium yang dihasilkan dititrasi dengan

larutan tiosulfat.

Oksidator + KI →  I2 + 2e

I2 + Na2S2O3 → NaI + Na2S4O6

Sedangkan prinsip dasar dari titrasi iodimetri adalah zat uji (reduktor) langsung dititrasi

dengan larutan iodium. dimana I2 sebagai larutan standardnya.

Dalam kebanyakan titrasi langsung dengan iod (iodimetri), digunakan suatu larutan

iod dalam kalium iodida, dan karena itu spesi reaktifnya adalah ion tri-iodida, I3-. Untuk

tepatnya, semua persamaan yang melibatkan reaksi-reaksi iod seharusnya ditulis dengan

I3- dan bukan dengan I2, misalnya:

I3- + 2S2O3

2-  3I- + S4O62-

akan lebih akurat daripada:

I2 + 2S2O32-  2I- + S4O6

2-

(Bassett, 1994).

D. Standarisasi Larutan Iodin

Iodin hanya larut sedikit dalam air (0,00134 mol/liter pada 25˚C) namun larut dalam

larutan yang mengandung ion iodida. Iodin membentuk kompleks triiodida dengan iodida,

I2 + I- I3-

Dengan konstanta kesetimbangan sekitar 710 pada 25˚C. kalium iodida berlebih ditambahkan

untuk meningkatkan kelarutan dan untuk menurunkan keatsirian iodin.

Larutan-larutan iodin standar dapat dibuat melalui penimbangan langsung iodin murni

dan pengenceran dalam labu volumetrik. Iodin akan dimurnikan oleh sublimasi dan

ditambahkan ke dalam larutan KI yang konsentrasinya diketahui yang ditimbang secara

akurat sebelum dan sesudah penambahan iodin. Namun demikian, biasanya larutan tersebut

distandarisasi terhadap larutan standar primer seperti As2O3. Kekuatan reduksi dari HAsO2

tergantung pada pH, seperti yang ditunjukkan oleh persamaan di bawah :

HAsO2 + I2 + 2H2O H3AsO4 + 2H+ + 2I-

Nilai konstanta kesetimbangan untuk reaksi ini adalah 0,17; karena itu reaksi ini tidak

berjalan sampai selesai pada titik ekivalen. Namun demikian, jika konsentrasi ion hidrogen

diturunkan, reaksi dipaksa bergeser ke kanan sehingga bisa digunakan untuk titrasi. Biasanya

larutannya disangga pada pH sedikit diatas 8 menggunakan natrium bikarbonat (Underwood,

2002).

Kelemahan larutan iod adalah :

1. Larutan iod adalah oksidator lemah, tak stabil karena mudah menguap.

2. Dapat mengoksidasi karet, gabus dan zat-zat organik lainnya.

3. Dipengaruhi oleh udara dengan reaksi sebgai berikut :

4 I- + O2 + 4H+ 2I2 + 2H2O

4. Tidak dapat dilakukan pada suasana basa yakni pada Ph > 9 karena akan terjadi reaksi :

I2 + OH- HOI + 2H2O

3HOI + 3OH- 2I- + IO3- + 3H2O

E. Indikator Iodo-Iodimetri

            Larutan I2 dalam larutan KI encer berwarna coklat muda. Bila 1 tetes larutan I2 0,1 N

dimasukkan kedalam 100 ml aquadest akan memberikan warna kuning muda, sehingga dapat

dikatakan bahwa dalam suatu larutan yang tidak berwarna I2 dapat berfungsi sebagai

indikator. Warna dari larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodin dapat bertindak

sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu atau violet yang

intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetraklorida dan kloroform dan terkadang kondisi

ini digunakan untuk mendeteksi titik akhir titrasi. Namun demikian, suatu larutan

(penyebaran koloidal) dari kanji lebih umum digunakan, karena warna biru gelap dari

kompleks iodin-kanji bertindak sebagai tes yang sensitif untuk iodin. (Underwood,2002)

Komponen utama kanji yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa memiliki rantai lurus dan

memberikan warna biru jika bereaksi dengan iodium. Amilopektin memiliki rantai bercabang

dan memberikan warna merah violet jika bereaksi dengan iodium.

Keuntungan penggunaan kanji adalah harganya murah, sedangkan kerugiannya adalah

tidak mudah larut dalam air dingin, tidak stabil pada suspensi dengan air, karenanya dalam

proses pembuatannya harus dibantu dengan pemanasan.

      Penambahan indikator kanji sebaiknya dilakukan pada saat medekati titik akhir titrasi

karena iod dengan kanji membentuk kompleks yang berwarna biru yang tidak larut dalam air

dingin sehingga dikhawatirkan mengganggu penetapan titik akhir titrasi. Karena adanya

kelemahan ini, dianjurkan pemakaian kanji natrium glukonat yang mana indikator ini tidak

higroskopis; cepat larut dan stabil dalam penyimpanan; tidak membentuk kompleks yang

tidak larut dengan iodium sehingga boleh ditambahkan pada awal titrasi dan titik akhir jelas;

reprodusibel dan tidak tiba-tiba. namun indikator ini harganya mahal.

Mekanisme reaksi indikator kanji adalah sebagai berikut :

Iodimetri : Amilum (tak berwarna) + I2 → iod-amilum (biru)

Iodometri : Iod-amilum (biru) + Na2S2O3 → 2NaI + Na2S4O6 + amilum (tak berwarna)

Perbedaan dari iodometri dan iodimetri berdasarkan perbedaan warna pada titik

ekivalennya adalah : pada iodometri perubahan warna pada titik ekivalen (TE) dari biru

menjadi tak berwarna, sedangkan pada iodimetri perubahan warna pada titik ekivalen (TE)

dari tak berwarna menjadi biru.

Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Pada Titrasi Secara Iodometri

1. Reaksi iodometri dilakukan dalam suasana asam sedikit basa (pH<8), jika terlalu basa,

maka akan terjadi reaksi: 

I2 + 2OH-   IO-(ion hipoiodit)  + I-  + H2O

3IO 2I-   +    IO3-(ion iodat)

Sehingga volume tiosufat (titran) berkurang, kesalahan sampai 4% terjadi pada

pH sekitar 11,5                

2. Larutan kanji yang telah rusak akan memberi warna violet yang sulit hilang warnanya,

sehingga akan mengganggu penitaran.

3. Pemberian kanji terlalu awal, dapat menyebabkan iodium menguraikan amilum dan

hasil peruraian mengganggu perubahan warna pada titik akhir.

4. Penambahan KI harus berlebih, karena I2 yang dihasilkan sukar larut dalam air tetapi

mudah larut dalam KI, jadi KI yang ditambahkan selain mereduksi analit juga

melarutkan I2 hasil reaksi.

5. Larutan tiosulfat (H2S2O3) dapat terdekomposisi, pada suasana yang sangat asam dapat

menguraikan larutan tiosulfat menjadi belerang.

F. Natrium Tiosulfat sebagai Titran

Larutan standar yang umum digunakan dalam proses iodometri adalah natrium

thiosulfat. Natrium tiosulfat biasanya dibeli sebagai pentahidrat, Na2S2O3. 5H2O dan larutan-

larutannya distandarisasi terhadap sebuah larutan primer. Larutan-larutan tersebut tidak stabil

dalam jangka waktu lama, sehingga boraks atau natrium karbonat sering ditambahkan

sebagai bahan pengawet.

Iodin mengoksidasi tiosulfat menjadi ion tetrationat :

I2 + 2S2O32- 2I- + S4O6

2-

Reaksinya berjalan cepat, sampai selesai dan tidak ada reaksi sampingan. Berat ekivalen

dari Na2S2O3. 5H2O adalah berat molekularnya, 248,17; karena satu elektron per satu molekul

hilang. Jika pH dari larutan diatas 9, tiosulfat teroksidasi secara parsial menjadi sulfat :

4I2 + S2O32- + 5H2O 8I- + 2SO4

2- + 10H+

Dalam larutan yang netral atau sedikit alkalin, oksidasi menjadi sulfat tidak muncul, terutama

jika iodin digunakan sebagai titran. Banyak agen pengoksidasi kuat, seperti garam

permanganat, garam dikromat, dan garam serium (IV), mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat,

namun reaksinya tidak kuantitatif. (Underwood,2002)

G. Standarisasi Larutan Tiosulfat

Dengan iodin murni

Iodin murni adalah salah satu standar primer untuk larutan tiosulfat namun jarang

digunakan karena kesulitan dalam penanganan dan penimbangannya dan yang lebih

sering digunakan adalah standar yang terbuat dari agen pengoksidasi kuat yang akan

membebaskan iodin dari iodida, sebuah proses iodometrik. (Underwood, 2002)

• Dengan Kalium Iodat dan Kalium bromat

Kedua garam ini mengoksidasi iodida secara kuantitatif menjadi iodin dalam

larutan asam :

IO3- + 5I + 6H+ 3I2 + 3H2O

BrO3- + 6I- + 6H+ 3I2 + Br- + 3H2O

Reaksi iodatnya berjalan cukup cepat, reaksi ini hanya membutuhkan sedikit

kelebihan ion hidrogen untuk menyelesaikan reaksi. Reaksi bromat berjalan lebih lambat,

namun kecepatannya dapat ditingkatkan dengan menaikkan konsentrasi ion hidrogen.

Biasanya sejumlah kecil ammonium molibdat ditambahkan sebagai katalis.

Kerugian utama dari kedua garam ini sebagai standar primer adalah berat

ekivalnnya yang kecil. Dalam setiap kasus berat ekivalen adalah seperenam dari berat

molekular, dimana berat ekivalen KIO3 adalah 35,67 dan KBrO3 adalah 27,84. Untuk

menghindari kesalahan yang besar dalam menimbang, petunjuk-petunjuk biasa

mensyaratkan penimbangan sebuah sampel yang besar, pengenceran di dalam labu

volumetrik dan menarik mundur alikuot. Garam kalium asam iodat, KIO3.HIO3 dapat

digunakan sebagai standar primer namun berat ekivalnnya juga kecil, seperduabelas dari

berat molekularnya, 32,49. (Underwood, 2002)

Adapun cara standarisasi larutan tiosulfat dengan kalium iodat dilakukan dengan

cara sebagai berikut : Timbang kurang lebih 150 mg kalium iodat yang sudah

dikeringkan pada suhu 120⁰ C secara seksama, larutkan dalam 25 ml air yang telah

dididihkan. Tambahkan 2 gram kalium iodida yang bebas iodat dan 5 ml HCl pekat

dalam erlenmeyer bertutup. Iodium yang dibebaskan dititrasi dengan natrium tiosulfat

yang akan dibakukan sambil terus dikocok. Bila larutan menjadi kuning pucat tambah

100 ml air dan 3 ml larutan kanji. Titrasi dilanjutkan sampai warna biru tepat hilang

(tidak berwarna).

Pada pembakuan di atas reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

KIO₃  +  5KI  +  6HCl      →        3I₂       +   6KCl   +  3H₂O

I₂   +  2Na₂S₂O₃               →        2NaI    +   Na₂S₄O₆

Pada reaksi di atas valensinya adalah 6 karena 1 mol KIO₃ setara dengan 3 mol I₂,

sedangkan 1 mol I₂ setara dengan 2e. Sehingga 1 mol KIO₃ setara dengan 6e akibatnya

BE KIO₃ sama dengan BM/6.

• Dengan Kalium Dikromat

Senyawa ini bisa didapat dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Senyawa ini

memiliki berat ekivalen yang cukup tinggi, tidak higroskopik, padat serta larutannya

stabil. Rekasi dengan iodida dilakukan dalam 0,2 M sampai 0,4 M asam dan selesai

dalam 5 sampai 10 menit.

Cr2O72- + 6I- + 14H+ 2Cr3+ + 3I2 + 7H2O

Berat ekivalen dari kalium dikromat adalah seperenam dari berat molekularnya,

atau 49,03 g/eq. pada konsentrasi asam lebih besar dari 0,4 M, oksidasi udara dari kalium

iodida cukup besar. Untuk mendapatkan hasil terbaik, tambahkan sepotong kecil natrium

bikarbonat atau es kering ke dalam labu titrasi. Karbon dioksida yang dihasilkan akan

menggeser tempat udara. (Underwood, 2002)

• Dengan Tembaga

Tembaga murni dapat digunakan sebagai standar primer untuk natrium tiosulfat

dan dipakai ketika tiosulfat digunakan untuk menentukan tembaga. Potensial standar dari

pasangan Cu(II)-Cu(I),

Cu2+ + e Cu+

Adalah +0,15 V, sehingga iodin, E˚ = +0,53 V, adalah agen pengoksidasi yang lebih baik

dibandingkan ion Cu(II). Namun demikian, ketika ion iodida ditambahakan ke dalam

larutan Cu(II), endapan CuI terbentuk,

2Cu2+ + 4I- 2Cu(s) + I2

Reaksi dipaksa bergeser ke kanan oleh pembentukan endapan dan oleh penambahan ion

iodida berlebih. pH dari larutan harus dijaga oleh sistem penyangga antara 3 dan 4.

Iodin ditahan oleh adsorpsi pada permukaan oleh endapan tembaga(I) iodida dan harus

dipindahkan untuk mendapatkan hasil yang benar. Kalium tiosianat biasanya

ditambahkan sesaat sebelum titik akhir tercapai untuk menyingkirkan iodin yang

diadsorpsi. (Underwood, 2002)

H. Penentuan dengan Iodometri dan Iodimetri

Penentuan Dengan Iodometri

Ada banyak aplikasi proses iodometrik dalam kimia analisis. Penentuan

iodometrik tembaga banyak digunakan baik untuk bijih maupun paduannya. Metode ini

memberikan hasil yang sempurna dan lebih cepat daripada penentuan elektrolitik

tembaga. Metoda klasik dari Winkler adalah sebuah metoda sensitif ntuk menentukan

oksigen yang dilarutkan dalam air. Ke dalam sampel air ditambahkan garam mangan(II),

natrium iodida dan natrium hidroksida berlebih. Mn(OH) putih diendapkan dan secara

tepat dioksidasi menjadi Mn(OH)3 coklat. Larutannya kemudian diasamkan, dan

Mn(OH)3 mengoksidasi iodida menjadi iodin, yang kemudian di titrasi dengan larutan

standar dari natrium tiosulfat. (Underwood,2002)

Penentuan dengan Iodimetri

Penentuan antimon serupa dengan penentuan arseni, kecuali ion-ion tartrat,

C4H4O62-, ditambahkan ke dalam kompleks antimon dan mencegah pengendapan dari

garam-garam sperti SbOCl ketika larutan dinetralkan. Titrasi dilakukan di dalam sebuah

penyangga bikarbonat dengan pH sekitar 8. Dalam penentuan timah dan sulfit, larutan

yang sedang dititrasi harus dilindungi dari oksidasi oleh udara. Titrasi hidrogen sulfida

digunakan untuk menentukan belerang di dalam besi atau baja.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Titrasi redoks adalah suatu penetapan kadar reduktor atau oksidator berdasarkan atas

reaksi oksidasi dan reduksi.

Iodometri merupakan metode titrasi tak langsung yang berkenaan dengan titrasi dari

iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia.

Iodimetri merupakan metode titrasi langsung yang mengacu pada titrasi dengan

suatu larutan iod standar.

Prinsip dasar dari titrasi iodometri adalah zat uji (oksidator) mula-mula direaksikan

dengan ion iodida berlebih, kemudian iodium yang dihasilkan dititrasi dengan

larutan tiosulfat.

Prinsip dasar dari titrasi iodimetri adalah zat uji (reduktor) langsung dititrasi dengan

larutan iodium. dimana I2 sebagai larutan standardnya.

Indikator yang digunakan dalam titrasi iodo-iodimetri adalah indikator kanji.

Standarisasi Larutan Tiosulfat

- dengan iodin murni

- dengan kalium iodat dan kalium bromat

- dengan kalium dikromat

- dengan tembaga

DAFTAR PUSTAKA

Basset, J. 1994. Buku Ajar Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Buku

Kedokteran EGC.

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Rivai, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI.

Underwood, A.L, Day, R.A. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.