makalah asia tenggara lama kelompok 3
TRANSCRIPT
MAKALAH
KOLONIALISME BELANDA DI INDONESIA, INGGRIS DI BIRMA (MYANMAR)
DAN SEMENANJUNG MALAYA (MALAYSIA DAN SINGAPURA)
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Asia Tenggara Lama
Yang dibina oleh Bapak Andang Firmansyah, M.Pd
Kelompok 3
Disusun oleh :
1. Essy Amalia (F12311410017)
2. Evi Damayanti (F1231141007)
3. Hanifatuzzahroh (F1231141002)
4. Kasino (F1231141010)
5. Novitasari (F1231141016)
6. Rudi Rahmadinata (F1231141031)
7. Yunita Bakti (F1231141015)
8. Zakiah Aulia (F1231141018)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAHFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURAPONTIANAK
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan
karunia-Nya kami diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini yang membahas
tentang “Kolonialisme Belanda di Indonesia, Inggris di Birma (Myanmar) dan Semenanjung
Malaya (Malaysia dan Singapura)” sesuai dengan target waktu yang ditentukan.
Penyusun makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu,
penyusun menyampaikan terima kasih kepada :
1. Andang Firmansyah, M.Pd , selaku Dosen mata kuliah Sejarah Asia Selatan
Lama.
2. Kedua orang tua serta keluarga yang telah memberikan dorongan dan doanya
demi terselesaikan makalah ini;
3. Kepada petugas perpustakaan, yang selalu mengizinkan kami dalam
peminjaman buku untuk menyelesaikan makalah ini;
4. Teman – teman S1 Pendidikan Sejarah angkatan 2014 yang telah memberikan
segala dukungan, saran dan bantuannya dalam proses penyusunan makalah
ini.
Penulis juga menerima segala kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, makalah ini dapat bermanfaat.
Pontianak, 22 April
2015
Kelompok 3
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .......................................................................................... i
Daftar isi .................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ........................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kolonialisme Belanda di Indonesia.............................................. 3
B. Kolonialisme Inggris di Birma (Myanmar) .................................. 5
C. Kolonialisme Inggris di Semenanjung
Malaya (Malaysia dan Singapura )................................................ 6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................... 9
B. Saran ............................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak dahulu, bangsa-bangsa di dunia tertarik untuk mengusai Indonesia, terutama
bangsa-bangsa Barat. Hal itu disebabkan oleh letak Indonesia yang sangat strategis dan
kekayaan alamnya berlimpah-limpah. Dikatakan strategis karena Indonesia berada di
persimpangan dua samudera dan dua benua. Selain itu Indonesia juga terletak di jalur
perdagangan dunia. Di samping tanahnya sangat subur, Indonesia juga mempunyai
kandungan alam yang banyak, seperti minyak. emas, dan tembaga.
Diantara bangsa-bangsa Barat yang datang di Indonesia, Belanda lah yang paling
bernafsu menguasai Indonesia. Untuk melaksanakan tekadnya itu Belanda mendirikan
VOC. VOC adalah kongsi dagang Belanda yang mencari keuntungan yang sebesar–
besarnya di Indonesia. Oleh karena itu, mereka tidak menghiraukan kemajuan Indonesia.
Setelah satu abad malang melintang di Indonesia, pada tahun 1799 VOC dibubarkan.
Adapun sebab-sebab jatuhnya VOC antara lain karena korupsi yang merajalela di
kalangan para pegawainya. Selain itu, banyak pegawainya yang tidak cakap. Hal ini
menyebabkan pengendalian monopoli perdagangan tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Sebab lain adalah VOC banyak menanggung hutang. Hutang tersebut akibat peperangan
yang dilakukan baik dengan rakyat Indonesia maupun dengan Inggris dalam
memperebutkan kekuasaan di bidang perdagangan. Selain itu terjadi kemerosotan moral
di kalangan para pegawai akibat sistem keuangan yang dinilai kurang transparan.
Keserakahan VOC membuat penguasa lokal tidak bersungguh-sungguh membantu
VOC dalam perdagangan. Akibatnya, rempah-rempah yang diperoleh VOC tidak seperti
yang diharapkan. Penyebab terakhir adalah tidak jalannya Verplichte leverantien
(penyerahan paksa) dan Preangerstelsel (aturan Priangan) karena korupsi dan biaya
pengeluaran yang terlalu besar.
Abad ke–19 menjadi saksi perubahan drastis tatanan kehidupan di Asia Tenggara,
bahkan hampir diseluruh belahan dunia. Kemajuan ilmu pengetahuan teknologi,
kedokteran dan lain sebagainya. Hampir semuanya merupakan keberhasilan dunia barat
serta industrialisasi Eropa yang terjadi pada saat yang bersamaan mendorong percepatan
modernisasi dan globalisasi ke level tertentu.
Perhatian Inggris terhadap Asia Tenggara dimuai ketika pada tahun 1579 penjelajahan
F. Drake singgah di Ternate. Ekspedisi lainnya dikirim kan pada akhir abad XVI dan pada
tahun 1600 EIC dibentuk untuk mengadakan hubungan dagang dengan kepulauan
rempah-rempah. Inggris mendapatkan kesempatan baik untuk menanamkan
kedudukannya di Birma ketika mendapatkan izin dari raja Alaungpaya mengangkat
dirinya sebagai raja di Ava pada tahun 1753 – 1760. Birma jatuh ditangan Inggris setelah
mengalami perang sebanyak 3 kali perang yang disebut The Three Burmese Wars. Selain
Birma negara lainnya di Asia Tenggara yang dikuasai Inggris adalah Semenanjung
Malaya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah kolonialisme Belanda di Indonesia?
2. Bagaimanakah kolonialisme Inggris di Myanmar (Birma) ?
3. Bagaimanakah kolonialisme Inggris di Semenanjung Malaya (Malaysia dan
Singapura) ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk :
1. Mengetahui kolonialisme Belanda di Indonesia.
2. Mengetahui kolonialisme Inggris di Myanmar (Birma).
3. Mengetahui kolonialisme Inggris di Semenanjung Malaya (Malaysia dan Singapura).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kolonialisme Belanda di Indonesia
Politik kolonial liberal digelar sejak 1 Januari 1800, dijalankan oleh gubernur
Jenderal van Straten dan Gubernur Jenderal Daendels. Pada tahun 1800, Negeri Belanda
berada di bawah penjajahan Perancis. Perancis di bawah Napoleon berhasil merebut
Belanda, sehingga secara tidak langsung Indonesia dijajah Perancis.
Kerajaan Belanda dilebur menjadi Republik Bataaf yang dikuasai oleh partai
Patriot yang dipimpin Daendels. Oleh Napoleon, Daendels diangkat menjadi panglima
perang. Kemudian Negeri Belanda diubah menjadi kerajaan lagi. Rajanya adalah Louis
Napoleon, adik Napoleon Bonaparte, yang bercita-cita menguasai seluruh Eropa dengan
pimpinan keluarganya sendiri.1
Perang Perancis-Inggris membahayakan Indonesia, karena Inggris berusaha
merebut daerah-daerah VOC. Louis Napoleon mengirim Daendels sebagai Gubernur
Jenderal ke Indonesia. Tugas utama Daendels di Indonesia adalah mempertahankan Pulau
Jawa dari serangan Inggris. Tugas lainnya adalah memperbaiki nasib rakyat selaras
dengan cita-cita Revolusi Perancis.
Dalam menjalankan tugasnya itu, Daendels memberantas sistem feodal yang
sangat diperkuat oleh VOC. Untuk mencegah penyalah-gunaan kekuasaan, serta hak-hak
bupati mulai dibatasi, terutama yang menyangkut penggunaan tanah dan pemakaian
tenaga rakyat. Baik wajib tanam maupun wajib kerja hendak dihapuskannya. Hal ini tidak
hanya akan mengurangi pemerasan oleh para penguasa tetapi juga lebih selaras dengan
prinsip kekebasan berdagang.2
Kondisi pada waktu itu menjadi hambatan pokok bagi pelaksanaan ide-ide bagus
tersebut. Hal ini disebabkan karena pada saat itu keadaan masih berlaku zaman VOC
ialah bahwa para bupati dan penguasa daerah lainnya masih memegang peranan dalam
perda-gangan. Sebagai perantara mereka memperoleh keuntungan, antara lain berupa
prosenan kultur. Hadiah tersebut berupa presentasi dari harga tafsiran penyerahan wajib
dan kontingen yang dipungut dari rakyat. Sistem itu membawa akibat bahwa pasaran
1 A. Kahardiyat Wijayanto, “Masa Kolonial Belanda”, Eprints Dinus, diakses pada http://eprints.dinus.ac.id/14367/1/[Materi]_A._Kardiyat_Wiharyanto_-_MASA_KOLONIAL_BELANDA.pdf pada tanggal 20 April 2015 pukul 13.35 WIB.
2 Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900 dari Emporium Sampai Imperium, Jakarta, PT Gramedia, 1987, hal. 291.
bebas tidak berkembang dan tidak muncul suatu golongan pedagang, suatu unsur sosial
yang lazim berperan penting dalam proses liberalisasi masyarakat feodal atau tertutup.
Faktor penghambat kedua adalah bahwa dalam struktur feodal itu kedudukan
bupati sangat kuat, sehingga setiap tindakan perubahan tidak dapat berjalan tanpa
kerjasama mereka. Kepemimpinannya berakar kuat dalam masyarakat sehingga tidak
mudah menggeser kedudukannya, apalagi mengurangi kekuasaan dan wewenangnya.
Adapun faktor ketiga terdapat dalam tugas pemerintahan Daendels sendiri yaitu
untuk mempertahankan Pulau Jawa terhadap serangan Inggris. Untuk mempertahankan
Pulau Jawa dari serangan Inggris, Daendels memperkuat angkatan darat, angkatan laut
dan melakukan perbaikan keuangan pemerintah. Dalam rangka memperkuat angkatan
darat, Daendels meningkatkan jumlah tentaranya. Ia mengangkat orang-orang Indonesia
terutama orang Minahasa dan Madura. Demikian juga para budak dibebaskan untuk
dijadikan prajurit. Dalam waktu singkat Daendels memiliki 20 ribu prajurit.
Untuk kelengkapan prajurit tersebut, didirikan pabrik senjata di Semarang dan
Surabaya. Demikian pula, agar pemindahan tentara di pantai utara Jawa bisa dilakukan
dengan cepat, Daendels membuat jalan raya dari Anyer sampai Penarukan sepanjang
1000 km dengan kerja rodi (paksa). Jalan raya itu disebut Jalan Raya Pos (Grote
Postweg).
Untuk keperluan pembangunan raksasa itu dibutuhkan tenaga rakyat, maka dari
itu wajib kerja (verplicte diensten) dipertahankan. Di samping itu wajib penyerahan juga
masih berlaku yaitu pajak hasil bumi (kontingenten). Ia juga mengadakan pinjaman paksa
dan monopoli beras, serta menjual sebagian tanah gubernemen (pemerintah) kepada kaum
pengusaha (partikelir atau swasta). Dengan demikian pada masa pemerintahan Daendels
sebenarnya sistem tradisional masih berjalan terus. Sejalan dengan prinsip-prinsip
kebijaksanaannya Daendels membatasi kekuasaan para raja, antara lain hak mengangkat
penguasa daerah diatur kembali, termasuk larangan untuk menjual-belikan jabatan itu.
Karena mengadakan pemberontakan atau menentang kebijaksanaan Daendels maka
kesultanan Banten dihapuskan.
Dengan dibangunnya Jalan Raya Pos, ternyata bukan hanya kepentingan militer
saja yang terlayani, tetapi jalan tersebut juga sangat penting untuk pengembangan sosial,
ekonomi dan politik. Ini berarti bahwa jalan tersebut tidak hanya berperan dalam bidang
transportasi, tetapi juga dalam bidang administrasi pemerintahan dan mobilitas sosial.
Daendels dikenal memiliki sifat gila hormat, gila kuasa dan keras kemauannya.
Karena sifat-sifatnya itu ia dijuluki Tuan Besar Bledeg (Tuan Besar Guntur), sehingga
mengundang kebencian rakyat dan para pegawainya. Louis Napoleon yang merasa
bertanggung jawab atas baik-buruknya pemerintahan di Indonesia, merasa tersinggung
kehormatannya atas sikap Daendels itu. Karena itu pada tahun 1811 ia dipanggil ke Eropa
dan diganti oleh Jansens. Setelah dicopot dari jabatannya, ia menjadi opsir tentara
Perancis dan ikut menyerang Rusia pada tahun 1812. Ketika Napoleon jatuh pada tahun
1814, Daendels kembali ke Negeri Belanda dan diangkat menjadi Gubernur di Guinea
Afrika (Afrika Barat) sampai meninggal pada tahun 1818.
B. Kolonialisme Inggris di Birma (Myanmar)
Setelah Burma menjadi wilayah jajahan Inggris, Burma dijadikan provinsi India
oleh Inggris pada tahun 1886. Latar belakang dijadikan Burma menjadi Provinsi India
karena Burma memiliki kesamaan budaya dan agama, sehingga semua peraturan yang
ditetapkan oleh Inggris terhadap India juga berlaku pada Burma. Inggris yang terkenal
dengan Revolusi Industrinya pada 1760, maka wilayah jajahan yang secara tidak
langsung terkena imbasnya. Misalnya di Burma terjadi perubahan yang signifikan dalam
hal pertanian, yakni dari pertanian yang hanya bertujuan untuk mencukupi kebutuhan
sendiri menjadi pertanian yang juga bertujuan untuk dipasarkan. Terjadinya perubahan ini
bukan tidak mendapat respon dari masyarakat, timbul beberapa konflik (non-fisik) antara
masyarakat dan pihak Inggris. Meskipun demikian masyarakat tetap dapat menikmati
hasil dari perubahan tersebut, karena Inggris bukanlah negara seperti Belanda yang
menjajah dengan mengambil semua hasil alam pada daerah jajahan.
Selain itu Inggris juga mengirimkan imigran India ke Burma, hal ini dilakukan
oleh Inggris untuk mengurangi kepadatan yang berada di India. Para Imigran India mulai
beradaptasi dengan lingkungan Burma, hingga tak heran jika pada tahun 1930-an
perekonomian Rangoon dikuasai oleh orang India. Burma dipisahkan oleh Inggris sebagai
provinsi India pada 1937, pemisahan ini dilakukan karena terdapat permasalah ekonomi
yang kemudian berlanjut pada masalah rasial (Shelby Tucker). Produksi pertanian Burma
memburuk pada tahun 1930-an yang disebabkan oleh dikuasainya tanah pertanian Burma
oleh rentenir India, akibatnya muncul gerakan anti-India. Agar gerakan anti-India ini
tidak semakin meluas maka pemerintah Inggris atas saran dari Lord Simon untuk
memisahkan Burma dengan India, akhirnya Inggris memisahkan Burma dari Provinsi
India pada 1 April 1937. Akibat pemisahan itu, maka pemerintah Inggris mendirikan
pemerintahan sendiri di Burma yang terdiri dari dua bagian yaitu Senat (upper house)
yang terdiri dari 36 Anggota dan House of Representative (lower house) yang terdiri dari
132 kursi.3
Perubahan yang signifikan juga terjadi pada bidang administrasi, pada awalnya
segala bentuk pemerintahan Burma berada ditangan biksu (pongyis). Semua berubah
ketika Inggris datang tanpa disengaja, hal inilah yang kemudian memunculkan kecemasan
dari pihak pendeta karena mereka berfikir bahwa Burma akan menjadi negara sekuler
(bersifat keduniaan), hingga para biksu ini mempelipori gerakan nasionalisme (gerakan
kemerdekaan).
Inggris juga mendirikan Universitas Rangoon untuk mendapatkan masyarakat
Burma yang berkualitas, sehingga dapat ditempatkan dalam tenaga kerja dan pegawai
kantor. Pemerintah Inggris juga membangun jalur kereta api, sistem pos yang modern,
dan beberapa alat komunikasi, yang mana kesemuanya itu membutuhka orang yang
berkaulutas untuk mengoperasikannya.
C. Kolonialisme Inggris di Semenanjung Malaya (Malaysia dan Singapura)
Pada tahun 1511 malaka diduduki oleh Portugis, peristiwa itu menandai
dimulailah penyebaran pengaruh Eropa di Jazirah Malaya. Kekuasaan Portugis atas
Malaka kemudian digantikan oleh Belanda pada tahun 1641. namun pendudukan Belanda
dan Portugis tidak membawa banyak perubahan dalam sikap hidup bangsa Melayu yang
beragama Islam. Pada akhir abad ke-18 Inggris merebut Pulau Pinang dari Sultan Kedah.
Ekspansi Inggris tersebut dilanjutkan dengan merebut Singapura dari Sultan Johor.
Inggris makin memantapkan kekuasaannya di Jazirah Malaya dengan merebut pula
Malaka dari tangan Belanda, yang ditukar dengan Bengkulu yang semula dikuasai oleh
Inggris. Tujuan kedua Negara kolonial tersebut tiada lain untuk menyatukan wilayah
kekuasan mereka yang sudah terlebih dahulu berada dalam tangannya. Dua tahun
kemudian wilayah Pinang, Malaka, dan Singapura dihimpun dalm suatu wilayah
kekuasaan inggris, yang dikenal dengan nama Straits Settelements (wilayah permukiman
selat malaka).
Penguasaan kolonial memberikan dampak yang nyata terhadap Asia Tenggara.
Kekuatan-kekuatan kolonial memang memperoleh keuntungan yang besar dari sumber
daya alam dan dan pasar Asia Tenggara yang besar, akan tetapi mereka juga
mengembangkan wilayah ini dengan tingkat pengembangan yang berbeda-beda.
3 Rennny Maniez, “Myanmar” Renny Maniez diakses pada http://rennymaniez.blogspot.com/2012/06/myanmar.html pada tanggal 21 April 2015 pukul 21.00 WIB.
Perdagangan hasil pertanian, pertambangan dan ekonomi berbasis eksport berkembang
dengan cepat dalam periode ini. Peningkatan permintaan tenaga kerja menghasilkan
imigrasi besar-besaran, terutama dari India dan China, sehingga terjadilah perubahan
demografis yang cukup besar. Munculnya lembaga-lembaga negara bangsa modern
seperti birokrasi pemerintahan, pengadilan, media cetak, dan juga pendidikan modern
(dalam lingkup yang terbatas), turut menaburkan benih-benih kebangkitan gerakan-
gerakan Nasionalisme di wilayah-wilayah jajahan tersebut.
Britania Raya/Inggris mendirikan koloni pertamanya di Semenanjung Malaya
pada 1786, dengan penyewaan pulau Penang kepada Perusahaan India Timur
Britania oleh Sultan Kedah. Pada 1824, Britania Raya menguasai Melaka setelah
ditandatanganinya Traktat London atau Perjanjian Britania-Belanda 1824 yang membagi
kepemilikan Nusantara kepada Britania dan Belanda, Malaya untuk Britania,
dan Indonesia untuk Belanda.4 Pada 1826, Britania mendirikan Koloni
Mahkota di Negeri-Negeri Selat, menyatukan kepemilikannya di
Malaya: Penang, Melaka, Singapura, dan Pulau Labuan. Penang yang didirikan
pada 1786 oleh Kapten Francis Lightsebagai pos komersial dianugerahkan oleh Sultan
Kedah. Negeri-Negeri Selat mulanya diurus di bawah British East India Company di
Kalkuta, sebelum Penang, dan kemudian Singapura menjadi pusat pengurusan koloni
mahkota, hingga 1867, ketika tanggung jawab pengurusan dialihkan kepada Kantor
Kolonial di London.
Selama abad ke-19, banyak negeri Melayu berupaya untuk mendapatkan bantuan
Britania untuk menyelesaikan konflik-konflik internal mereka. Kepentingan komersial
pertambangan timah di negeri-negeri Melayu bagi para saudagar di Negeri-Negeri Selat
membuat pemerintah Britania melakukan campur tangan di dalam negeri-negeri
penghasil timah di Semenanjung Malaya. Diplomasi Kapal Meriam Britania ditugaskan
demi mewujudkan resolusi perdamaian terhadap kekacauan sipil yang disebabkan oleh
bandit Cina dan Melayu. Pada akhirnya Perjanjian Pangkor 1874 membuka jalan untuk
perluasan pengaruh Britania di Malaya. Perjanjian Pangkor memberikan wewenang
terhadap Inggris untuk bertindak sebagai penasehat Sultan Melayu. Persetujuan Pangkor
tersebut menunjukkan adanya perubahan politik yang secara tidak langsung menunjukkan
adanya perubahan politik yang secara langsung atau tidak langsung telah mengurangi
kekuasaan formal sultan-sultan itu sebagai kepala Negara. Dengan ditandatanganinya
4 David Kurniawan, “Inggris di Malaysia”, Realita David diakses pada http://davidhaho.blogspot.com/2012/05/inggris-di-malaysia.html pada tanggal 20 April 2015 pukul 14.55 WIB.
persetujuan Pangkor itu Inggris telah mengambil alih kewajiban-kewajiban politik yang
tadinya dijalankan oleh para sultan dan kaum bangsawan Melayu. Memasuki abad ke-20,
Negeri Pahang, Selangor, Perak, dan Negeri Sembilan, bersama-sama dikenal
sebagai Negeri-negeri Melayu Bersekutu (jangan dibingungkan oleh Federasi Malaya), di
bawah kendali de Factoresiden Britania diangkat untuk menasehati para penguasa
Melayu. Orang Britania menjadi "penasehat" di atas kertas, tetapi sebenarnya, mereka
menjalankan pengaruh penting di atas para penguasa Melayu.
Pada tahun 1910 terjadi suatu perkembangan ekonomi yang mampu mengangkat
taraf kehidupan penduduk sebagian Jazirah Malaya, yaitu dengan dimulailah usaha
perindustrian karet. Pertumbuhan industri karet ini menyebabkan timbulnya gelombang
imigrasi kedua. Daerah Malaysia timur pada tahun seorang petualang Inggris, James
Brooke, mengunjungi Kucing yang waktu itu termasuk wilayah kekuasaan Kesultanan
Brunai, selanjutnya pada tahun 1877 dan 1878 pedagang-pedagang Inggris berhasil
mendapatkan daerah Kalimantan utara dan timur dari Kesultanan Brunai dan juga dari
Sultan Sulu (wilayah Filipina sekarang). Setelah dua bulan pertemuran pada tahun 1941-
1942 di awal perang dunia kedua untuk wilayah pasifik seluruh Jazirah Malaya dan
daerah-daerah Kalimantan diduduki Jepang sampai Negara itu menyerahkan kembali
kepada Inggris dalam bulan September 1945.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bangsa Eropa pertama kali sampai di Asia Tenggara pada abad ke-16.
Ketertarikan di bidang perdagangan umumnya membawa bangsa Eropa ke Asia
Tenggara, sementara para misionaris turut serta dalam kapal-kapal dagang dengan
harapan untuk menyebarkan agama Kristen ke wilayah ini.
Setelah menelusuri sejarah pemerintah kolonial antara tahun 1800-1825, ternyata
Indonesia memang mengalami masa liberal, yakni sejak pemerintah kolonial liberal yang
dijalankan oleh van Straten dan Daendels, kemudian pemerintah liberal model Inggris
(Raffles), dan akhirnya pemerintah liberal model van der Capellen. Indonesia mengalami
masa liberal ketika Raffles menjadi Letnan Gubernur di Indonesia. Di samping sifat
kolonial Inggris yang memang liberal, pemerintah Inggris di Indonesia tidak menghadapi
ancaman musuh, sehingga Raffles berusaha memperbaiki nasib rakyat. Dalam
kenyataannya, politik Raffles ini mengalami kegagalan, sebab juga harus menghadapi
mental dan kultur yang masih hidup dalam alam tradisional. Ini berarti Raffles harus
menghadapi unsur feodal yang sangat kuat kedudukannya serta sistem ekonomi yang
masih tertutup. Dengan demikian sistem liberal pada saat itu memang belum cocok dan
tidak realistis.
Myanmar (Birma) telah berkembang menjadi sebuah wilayah yang sangat kuat
dalam berbagai sektor, seperti sektor budaya, sosial, ekonomi dan politik pada masa
Dinasti Koumboung. Sehingga hal ini memicu keinginan bangsa barat yaitu Inggris yang
pada saat itu berada di India untuk meluaskan kolonialismenya ke Negeri Birma. Inggris
memiliki berbagai macam cara yang licik untuk dapat mempengaruhi rakyat Birma, agar
kolonialisme Inggris dapat berjalan lancar di negeri Birma. Sehingga Inggris dapat
dengan leluasa mengeskplorasi Birma dan membuat pembodohan bagi masyarakat Birma.
Inggris (British East India Company), setelah itu secara relatif datang ke wilayah.
Diawali dengan Penang, Inggris mulai memperluaskan kerajaan mereka di Asia
Tenggara. Mereka juga menguasai wilayah-wilayah Belanda selama Perang Napoleon. Di
tahun 1819, Stamford Raffles mendirikan Singapura sebagai pusat perdagangan Inggris
dalam rangka persaingan mereka dengan Belanda. Meskipun demikian, persaingan
tersebut mereda di tahun 1824 ketika dikeluarkannya traktat Anglo-Dutch yang
memperjelas batas-batas kekuasaan mereka di Asia Tenggara. Penguasaan kolonial
memberikan dampak yang nyata terhadap malaysia. Kekuatan-kekuatan kolonial memang
memperoleh keuntungan yang besar dari sumber daya alam dan dan pasar yang besar,
akan tetapi mereka juga mengembangkan wilayah ini.
Pada tanggal 23 Agustus 1961 antara Perdana Menteri Malaya dengan Perdana
Menteri Singapura tercapai persetujuan tentang prinsip penggabungan kedua daerah
tersebut. Hasil dari pembicaraan di London pada tanggal 20- sampai tanggal 22
Nopember 1961 antara Menteri Inggris dengan Malaya telah dicapai kata sepakatan
tentang pembentukan Negara Federasi.
B. Saran
Setelah pembaca membaca makalah ini diharapkan pembaca dapat mengaerti dan
memahami sejarah kolonialisme Belanda di Indonesia, Inggris di Birma (Myanmar) dan
Semenanjung Malaya (Malaysia dan Singapura). Diharapkan membuka wawasan kembali
sejarah Melayu yang merupakan tetangga negara kita Republik Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
http://eprints.dinus.ac.id/14367/1/[Materi]_A._Kardiyat_Wiharyanto_-
_MASA_KOLONIAL_BELANDA.pdf Diakses pada tanggal 20 April 2015 pukul
13.35 WIB.
Sartono Kartodirdjo. 1987. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900 dari Emporium
Sampai Imperium, Jakarta, PT Gramedia.
http://rennymaniez.blogspot.com/2012/06/myanmar.html diakses pada tanggal 21 April 2015
pukul 21.00 WIB.
http://davidhaho.blogspot.com/2012/05/inggris-di-malaysia.html diakses pada tanggal 20
April 2015 pukul 14.55 WIB.